BAB IV V HASIL DAN D PEMB BAHASAN
4 4.1
Persen ntase Keberrhasilan Eksplan dan Gangguanny G ya. Inokullasi dilakukaan secara bertahap. Jumllah eksplan daun masingg-masing tarraf
a adalah 20 seehingga totaal eksplan yang y diamatii sebanyak 240 2 eksplann daun dari 12 t taraf. Hasil pengamatann eksplan daaun A. malaccensis (Lam mk.) menunj njukkan bahw wa p persentase keberhasilan k hidup dan kematian k paada minggu setelah s tanam m (MST) kee-8 a adalah 81% % berbandinng 19%. Peeluang hidupp yang tinggi menunjjukkan bahw wa p prosedur penanaman daan kualitas media m tanam m cukup unttuk mendukkung hidupnnya k kultur kalus dari eksplann daun. 1% % 122% 6% 4 44%
berkaalus stagnnan putihh hitam m/coklat kontaaminasi
37%
(5)
(6)
G Gambar (5)Diagram peersentase keeberhasilan hidup h ekspllan.(6)Diagraam persentaase jenis j keberhasilan hidupp dan kematian eksplan.
Eksplaan yang berrhasil bertahhan hidup beereaksi dalam m dua bentuuk, yaitu 444% d dari eksplan n berkalus dan d 36% haanya bengkaakatau tidak terjadi kaluus. Sedangkkan k kematian yaang terjadi dikatagorikan d n menjadi tiga, yaitu hittam/coklat 12%, 1 putih 7% 7 d dan kontam minasi yangg disebabkkan oleh cendawan c 1 1%. Penyebbab kematiian h hitam/coklat t dan putih terjadi akibaat stress pennanaman yanng dilakukan dengan caara m memotong daun d dari baatang utama plantlet p selaain itu senyaawa fenol yang terkanduung d dalam daun juga j dapat meracuni m tannaman.
24
dan kontaminasi cendawan terjadi akibat adanya cendawan yang menempel pada botol yang jatuh dan tumbuh setelah mengenai media. Hal ini disimpulkan karena kontaminasi terjadi pada MST ke-4. Media berubah warna menjadi hitam karena ditumbuhi koloni cendawan dan eksplan mati karena kehabisan sumber makanan dan kalah bersaing dengan cendawan. Yusnita (2003) dalam Azwin (2007), menyatakan bahwa masalah yang sering dihadapi dalam kultur jaringan tanaman berkayu adalah terjadinya pencoklatan atau penghitaman bagian eksplan. Pada waktu jaringan terkena stress mekanik, seperti pelukaan pada waktu proses isolasi eksplan, proses sterilisasi, metabolisme senyawa berfenol pada eksplan sering terangsang Senyawa berfenol sering bersifat toksik, menghambat pertumbuhan, bahkan dapat mematikan jaringan eksplan.Menurut Santoso (2001) pencoklatan terjadi karena rangsangan kimia sdan juga menjelaskan bahwa munculnya kontaminasi merupakan konsekuensi dari penggunaan media tanam yang diperkaya. Untuk mengatasi problem pencoklatan beberapa hal yang dilakukan, misalnya: 1. Mengeluarkan senyawa fenol, yaitu dengan cara membilas terus menerus dengan air atau aquades, melakukan subkultur berulang, mengabsorbsi dengan arang aktif, mengarbsorbsi dengan polyvinylpirolidone (PVP). 2. Memodifikasi potensial redok media, 3. Mengurangi agen yang menyebabkan terjadinya pencoklatan, yang paling umum biasanya yaitu dengan mengurangi jumlah karbohidrat medium, mengurang atau meniadakan kontak dengan oksigen. 4. Menghambat enzim phenol oksidase, untuk ini dapat digunakan (chelating agents). EDTA telah terbukti dapat menghambat kerja enzim phenol oksidase. 5. Pengaturan pH rendah, ini dapat dilakukan karena enzim polyophenol oksidase kerja optimalnya pada pH 6,5 dan menurun seirama dengan turunnya pH. 6. Penggunaan ruang gelap, karena enzim polyphenol oksidase kerja efektifitasnya dipengaruhi oleh cahaya. Disarankan penggunaan ruang gelap minimal 14 hari setelah penanaman eksplan (Santoso, 2001).
25
4.2
Pengaruh Pemberian ZPT BAP dan TDZ. Perkembangan eksplan daun pascapenanaman yang dapat diamati adalah
perubahan morfologi menjadi bengkak dan berkalus. Bengkak merupakan perubahan morfologi daun akibat pembelahan sel-sel yang terdapat pada daun namun belum menembus lapisan epidermis daun sehingga daun tampak mengembang dan keriput. Menurut Santoso (2001) kalus adalah sekumpulan sel amorphopalus yang terjadi dari sel-sel jaringan awal yang membelah diri secara terus menerus. Sedangkan kalus merupakan masa proliferasi (pembiakan yang subur) massa jaringan yang belum terdiferensiasi terbentuk karena adanya sel-sel yang kontak dengan media terdorong menjadi meristematik dan selanjutnya aktif mengadakan pembelahan seperti jaringan penutup luka. Kalus terbentuk akibat adanya kandungan auksin pada eksplan yang cukup tinggi dan kandungan sitokinin yang sangat rendah atau tidak ada sehingga auksin dapat menginduksi pembentukan kalus pada berbagai jenis batang Salisbury dan Cleon (1995) dalam Hidayat (2009).
4.2.1 Perubahan morfologi daun menjadi bengkak. Tabel 3. Hasil sidik ragam (Anova) pengaruh perlakuan BAP dan/atau TDZ terhadap perubahan morfologi bengkak eksplan daun ZPT BAP TDZ BAP*TDZ Keterangan :
Pengamatn ke- (MST) 1 2 3 4 5 6 7 tn sn sn sn sn sn sn tn n n n n n n tn tn tn tn n n n tn : Tidak berpengaruh nyata n : Berpengaruh nyata pada selang kepercayaan 95% sn : Berpengaruh sangat nyata pada selang kepercayaan 95%
8 sn n tn
Berdasarkan hasil uji analisis sidik ragam kombinasi hormon BAP dengan TDZ pada selang kepercayaan 95% maka dapat diketahui pemberian hormon BAP pada perlakuan kombinasi hormon tersebut memberikan pengaruh yang sangat nyata mulai 2 MST hingga 8 MST terhadap skor luas bengkak. Pemberian hormon TDZ pada perlakuan kombinasi hormon tersebut memberikan pengaruh yang nyata mulai 2 MST hingga 8 MST terhadap skor luas bengkak. Interaksi BAP dengan TDZ memberikan pengaruh yang nyata terhadap skor luas bengkak hanya pada selang 2
26
MST hingga 4 MST saja. Untuk melihat beda antar perlakuan pada hormon BAP, TDZ dan interaksinya dilakukan uji lanjut wilayah Duncan Tabel 4. Pengaruh perlakuan kombinasi hormon BAP dan TDZ terhadap rata-rata skor luas bengkak Perlakuan (ppm)
1 0a 0a 0a 0a 0a 0a 0a 0a 0a 0a 0a 0a
2 0,5ed 1,3ba 0,8bedc 0,5ed 0,5ed 0,65edc 0,35ed 1,1bac 1,55a 0,3ed 0,85bdc 0,25e
3 0,85dc 1,5ba 0,9bdc 0,65d 1,05bdc 0,7dc 1,2bdc 1,5ba 1,85a 0,6d 1,3bac 1,05bdc
Pengamatn ke- (MST) 4 5 6 0,95dc 0,95c 0,95c 1,65ba 1,65ba 1,65ba 0,95dc 0,95c 0,95c 0,65d 0,65c 0,65c 1,15bdc 1,15bc 1,15bc 0,75d 0,75c 0,75c 1,2bdc 1,2bc 1,2bc 1,6ba 1,6ba 1,6ba 1,85a 1,85a 1,85a 0,6d 1,6ba 1,6ba 1,45bac 1,55ba 1,55ba 1,1bdc 1,1bc 1,1bc
7 0,95c 1,65ba 0,95c 0,65c 1,15bc 0,75c 1,2bc 1,6ba 1,85a 1,6ba 1,55ba 1,1bc
8 0,95c 1,65ba 0,95c 0,8c 1,35bac 0,8c 1,2bc 1,6ba 1,85a 0,9c 1,6ba 1,1bc
Kontrol BAP 1 BAP 2 TDZ 0,05 TDZ 0,1 TDZ 0,5 BAP 1 + TDZ 0,05 BAP 1 + TDZ 0,1 BAP 1+ TDZ 0,5 BAP 2 + TDZ 0,05 BAP 2 + TDZ 0,1 BAP 2 + TDZ 0,5 Keterangan : Nilai yang diikuti huruf yang sama menunjukkan pengaruh yang tidak berbeda nyata untuk minggu yang sama pada uji DMRT 5%
Hasil uji lanjut wilayah Duncan menunjukkan bahwa rata-rata skor luas bengkak tertinggi dihasilkan oleh kombinasi hormon BAP 1 ppm + TDZ 0,5 ppm. Kombinasi ini sudah memperlihatkan hasil yang berbeda pada 2 MST bernilai 1,55 dan mencapai puncaknya pada 3 MST dengan nilai 1,85. Sedangkan rata-rata jumlah daun terendah tiap MST berbeda, pada 2 MST nilai terendah dihasilkan pada kombinasi BAP 2 ppm + TDZ 0,5 ppm. pada 3 dan 4 MST niali terendah dihasilkan oleh kombinasi hormon BAP 2 ppm + TDZ 0,05 ppm. Pada 5 MST hingga 8 MST rata-rata skor luas bengkak terendah terjadi pada TDZ 0,05 ppm. Penambahan hormon BAP 2 ppm, TDZ (0,05;0,1;0,5)ppm, BAP 1 ppm + TDZ 0,05 ppm, BAP 2 ppm + TDZ 0,05 ppm, BAP 2 ppm + TDZ 0,5 ppm memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap rata-rata skor luas bengkak.
Skor luas bengkak
27
B0T0
2 1,8 1,6 1,4 1,2 1 0,8 0,6 0,4 0,2 0
B1T0 B2T0 B0T1 B0T2 B0T3 B1T1 B1T2 B1T3 W1
W2
W3
W4
W5
W6
W7
W8
MST
B2T1 B2T2 B2T3
Gambar7 Grafik pertambahan skor luas bengkak mingguan eksplan daun A. malaccensis. Peningkatan skor luas bengkak sangat signifikan terjadi pada 1 MST hingga 2 MST, 2 MST hingga 3 MST pertambahan cenderung berkurang dan relatif tidak terjadi penambahan skor luas bengkak hingga 8 MST. Hal ini menunjukkan MST optimum terjadinya bengkak yaitu pada 1 MST hingga 3 MST pada saat stok makanan masih banyak tersedia di media tanam.
4.2.2 Muncul kalus Hasil pengamatan terhadap eksplan daun yang ditanam pada media yang diberi perlakuan ZPT BAP dan/atau TDZ tidak menunjukkan perbedaan pada taraf uji 0,05 DMRT Tabel 5. Hasil sidik ragam (Anova) pengaruh perlakuan BAP dan/atau TDZ terhadap pertumbuhan kalus eksplan daun ZPT BAP TDZ BAP*TDZ Keterangan :
Pengamatn ke- (MST) 1 2 3 4 5 6 7 tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn n n n n tn tn tn tn tn tn tn tn : Tidak berpengaruh nyata n : Berpengaruh nyata pada selang kepercayaan 95% sn : Berpengaruh sangat nyata pada selang kepercayaan 95%
8 tn sn n
28
Hasil sidik ragam diatas menunjukkan kombinasi BAP dan TDZ tidak memberikan pengaruh yang nyata hingga 7 MST pada pertumbuhan luas kalus dan pada 8 MST interaksinya memberikan pengaruh yang nyata. Media tanam dengan penambahan ZPT TDZ mulai memberikan pengaruh nyata pada 5,6 dan 7 MST kemudian menjadi sangat nyata perbedaannya pada 8 MST. Audus (1963)dalam Hidayat (2009) menyatakan bahwa pengaruh pemberian suatu konsentrasi zat pengatur tumbuh berbeda-beda untuk setiap jenis tanaman bahkan berbeda pula antar varietas dalam suatu spesies. Demikian pula halnya dengan kisaran konsentrasi yang tidak tepat dapat menimbulkan efek yang tidak diharapkan. Dalam konsentrasi yang berbeda, zat pengatur tumbuh dapat menghambat pertumbuhan tanaman, bahkan dapat menyebabkan keracunan pada seluruh tanamana. Leopold (1963) dalam Hidayat (2009) juga menjelaskan bahwa keefektifan penggunaan zat pengatur tumbuh selain dipengaruhi oleh faktor lingkungan juga dipengaruhi oleh faktor tanaman itu sendiri. Tabel 6. Pengaruh perlakuan kombinasi hormon BAP dan TDZ terhadan pertumbuhan luas kalus Perlakuan (ppm)
1 0a 0a 0a 0a 0a 0a 0a 0a 0a 0a 0a 0a
2 0a 0a 0a 0a 0a 0a 0a 0a 0a 0a 0a 0a
3 0a 0a 0a 0a 0a 0a 0a 0a 0a 0a 0a 0a
Pengamatn ke- (MST) 4 5 6 0b 0,11bac 0,175bac 0b 0,185a 0,34a 0b 0,155ba 0,19bac 0b 0,06bac 0,08bc 0b 0,105bac 0,155bac 0b 0,005c 0,005c 0b 0,02bc 0,05bc 0b 0,055bac 0,095bc 0b 0,085bac 0,11bc 0,01c 0,015bc 0,005a 0b 0,1bac 0,215ba 0b 0,025bc 0,09bc
7 0,335b 0,596a 0,245cb 0,12cb 0,18cb 0,01c 0,105cb 0,115cb 0,145cb 0,02c 0,26cb 0,195cb
8 0,335b 0,7555a 0,265b 0,165b 0,185b 0,015b 0,105b 0,115b 0,145b 0,02b 0,26b 0,195b
Kontrol BAP 1 BAP 2 TDZ 0,05 TDZ 0,1 TDZ 0,5 BAP 1 + TDZ 0,05 BAP 1 + TDZ 0,1 BAP 1+ TDZ 0,5 BAP 2 + TDZ 0,05 BAP 2 + TDZ 0,1 BAP 2 + TDZ 0,5 Keterangan : Nilai yang diikuti huruf yang sama menunjukkan pengaruh yang tidak berbeda nyata untuk minggu yang sama pada uji DMRT 5%
Berdasarkan hasil sidik ragam perlakuan penambahan TDZ memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertambahan luas rata-rata kalus mulai pada 5 MST
29
sehingga dilakukan uji lanjut wilayah Duncan untuk melihat perbedaan antar tarafnya. Hasil uji lanjut wilayah Duncan pada 5 MST perlakuan kontrol dengan TDZ 0,1 ppm tidak menunjukkan perbedaan yang nyata sedangkan antar sesama perlakuan TDZ juga tidak menunjukkan perbedaanyang nyata. 6 MST perlakuan kontrol tidak menunjukkan perbedaan yang nyata dengan perlakuan TDZ 0,1 ppm. Perlakuan TDZ 0,1 ppm juga tidak berbeda nyata dengan TDZ 0,5 ppm. Perlakuan TDZ 0,05 ppm tidak berbeda nyata dengan TDZ 0,05 ppm. Pada 7 dan 8 MST perlakuan kontrol berbeda nyata dari semua perlakuan penambahan ZPT TDZ dan antar perlakuan TDZ tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Perlakuan kontrol meninjukkan nilai yang baik dibandingkan semua perlakuan TDZ di semua MST dengan demikian penambahan TDZ saja pada media tanam justru menghambat pembentukan kalus pada eksplan daun. Peningkatan konsentrasi TDZ dari 0,05 ppm ke 0,5 ppm menunjukkan tren negatif hal ini menunjukkan konsentrasi TDZ yang semaik tinggi justru menghambat terbentuknya kalus pada eksplan daun. Hasil uji lanjut wilayah Duncan pada 8 MST menunjukkan bahwa perlakuan penambahan ZPT dengan konsentrasi BAP 1 ppm merupakan nilai optimum dalam menghasilkan luas rataan kalus dengan nilai 0,7555 cm2. Pada perlakuan hormon lain tidak menunjukkan perbedaan yang nyata dengan kontrol bahkan rata-rata luas yang dihasilkan lebih kecil dari kontrol yaitu dibawah 0,335 cm2.Rata-rata luas kalus terendah dapat dilihat di perlakuan penambahan TDZ tertinggu saja 0,5 ppm dengan nilai 0,015 cm2. Penambahan luas kalus terjadi karena membelahnya sel secara terus menerus sebagai bentuk pertumbuhan dan perkembangan eksplan yang masih hidup. Berdasarkan Gambar.2 terlihat bahwa penambahan luas paling tinggi adalah eksplan dalam media tanam yang ditambahkan ZPT BAP 1 ppm meskipun BAP 1 ppm menunjukkan luas tertinggi namun berdasarkan uji Duncan ternyata perlakuannya tidak berbeda nyata dengan kontrol.
Luas kalus (cm2)
30
0,8
B0T0
0,7
B1T0
0,6
B2T0 B0T1
0,5
B0T2
0,4
B0T3
0,3
B1T1
0,2
B1T2
0,1
B1T3
0
B2T1 W1
W2
W3
W4
W5
W6
W7
W8
B2T2
MST
B2T3
Gambar 8 Grafik rata-rata penambahan luas kalus pada eksplan daun A. malaccensis. Media tanam tanpa perlakuan memiliki nilai rataan luas kalus hanya lebih rendah dari media tanam dengan perlakuan BAP 1 ppm tetapi lebih tinggi meski tidak berpengaruh nyata dengan media tanam dengan perlakuan lainnya. Hal ini terjadi karena untuk menumbuhkan kalus embriogenesis hanya dibutuhkan media normal dengan unsur hara makro dan mikro yang lengkap (Monnier, 1990).
Laju Pertumbuhan Eksplan. 35 Laju pertambahan skor luas bengkak
4.3
30 25 20 15 10 5 0 W1
W2
W3
W4 W5 MST
W6
W7
W8
B0T0 B1T0 B2T0 B0T1 B0T2 B0T3 B1T1 B1T2 B1T3 B2T1 B2T2 B2T3
Gambar 9Rekapitulasi laju pertambahan skor bengkak eksplan daun tiap taraf 8 MST.
31
Laju pertambahan skor luas bengkak secara keseluruhan meningkat drastis pada 2 MST kemudian turun pada 3 hingga 7 MST dan sedikit meningkat pada 8 MST. Laju pertambahan luas skor tertinggi terjadi pada B1T3 pada 2 MST dengan nilai 31 skor luas bengkak/minggu. Setelah 2 MST eksplan mengalami penurunan laju pertambahan skor luas bengkak karena eksplan yang sudah bengkak tahapan berikutnya adalah mengalami kalus atau sudah mencapai luasan bengkak maksimal. Hasil pengamatan laju pertumbuhan kalus tiap taraf tiap MST menghasilkan hasil yang fluktuatif. B0T0
Laju pertumbuhan (cm2/minggu)
6
B1T0 5
B2T0 B0T1
4
B0T2 3
B0T3 B1T1
2
B1T2 B1T3
1
B2T1 0
B2T2 W1
W2
W3
W4 W5 MST
W6
W7
W8
B2T3
Gambar 10Rekapitulasi laju pertumbuhan kalus eksplan daun tiap taraf 8 MST.
Eksplan daun mulai berkalus pada 4 MST, jumlah kalus terbanyak pada 4 MST dihasilkan oleh taraf B1T0. Laju pertambahan luas kalus tertinggi terjadi pada 7 MST pada hormon B1T0. Pertambahan luas kalus hampir seluruh taraf naik secara progresif hingga 5 MST kecuali taraf B0T3 dan B2T1. dari 5 ke 6 MST terjadi penurunan laju pertumbuhan kalus pada taraf B0T0, B1T0, B2T0, B0T1, B0T3, B1T1, B1T2, dan B1T3. Pada 6 ke 7 MST laju pertumbuhan meningkat lagi dan mencapai puncaknya pada taraf B0T0, B1T0, dan B0T3. Pada 7 ke 8 MST hampir semua taraf turun laju pertumbuhannya bahkan mencapai laju pertumbuhan = 0
32
cm2/minggu, hal ini disebabkan habisnya stok makanan pada media tanam sudah mulai habis. Laju pertumbuhan yang tinggi dan fluktuatif menyebabkan bahan makanan lebih cepat habis, hal ini diperlihatkan pada Gambar 10, yaitu taraf-taraf yang berfluktuatif hebat dan memiliki laju kecepatan tumbuh tinggi pada 8 MST laju pertumbuhannya mendekati 0 cm2/minggu. Tetapi pada taraf yang tidak berfluktuatif hebat dan laju pertumbuhannya rendah cenderung stabil tetap tumbuh pada 8 MST yaitu taraf B2T1. Kecenderungan laju pertumbuhan fluktuatif ini menunjukkan aktifitas sel-sel tiap taraf berbeda dan tidak stabil. Ada fase dimana kecepatan pembelahan sel menurun diindikasikan terjadinya penurunan laju pertambahan luas pada MST tertentu. Pemberian perlakuan ataupun tanpa perlakuan (kontrol) gejala ini tetap terjadi. Meskipun tidak dapat digeneralisasikan tapi kecenderungan fluktuatifnya laju pertumbuhan menunjukkan masing-masing sel memiliki ritme pembelahan selnya.
4.4
Pengamatan Visual. Fenomena proses inisiasi kalus dari eksplan daun menggambarkan proses
induksi yang tidak seragam. Secara umum ada 5 model proses induksi kalus dan arah perkembangannya. 1. Seluruh permukaan eksplan daun yang kontak dengan media secara bersama membentuk kalus, 2. Hanya bagian-bagian ujung eksplan yang kontak dengan media secara bersama membentuk kalus, disusul bagian lainnya secara menyeluruh, 3. Hanya satu bagian ujung eksplan yang kontak dengan media secara bersama membentuk kalus, 4. Hanya bagian-bagian ujung eksplan yang kontak dengan media secara bersamasama membentuk kalus, tetapi tidak berkembang lagi dan 5. Kalus dimulai dari bagian pinggir ujung daun kemudian merambat ke arah tengah daun.
33
Perbedaan respon tiap eksplan yang berbeda, mungkin disebabkan usia daun, jenis potongan daun, asal ruas daun yang semaksimal mungkin relatif diseragamkan. Bagian eksplan yang terinisiasi membentuk kalus, menurut Suryowinoto (1990) dalam Santoso dan Nursandi (2001) disebabkan karena sel-sel yang kontak dengan media terdorong menjadi meristematik dan selanjutnya aktif mengadakan pembelahan seperti jaringan penutup luka. Walaupun antara sel-sel pada satu bagian eksplan dengan bagian eksplan yang lain berbeda. Menurut Santoso dan Nursandi (2001) kemampuan bagian tanaman untuk membentuk kalus tergantung pada umur fisiologi, musim pada waktu bahan tanam, bagian tanaman yang digunakan, jenis tanaman dan faktor luar.
4.5
Peran Kultur in-vitro dalam Konservasi dan Reklamasi Lahan. Tiga landasan utama utama konservasi sebagai perlindungan, pengawetan dan
pemanfaatan dalam aplikasinya menemui banyak kendala. Pada skala tumbuhan ketiga landasan di atas perlu dijalankan seimbang. Teknik konvensional yang sudah lama dijalankan perlu didukung teknik baru yang mampu mendukung teknik-teknik yang sudah ada sebelumnya. Konservasi plasma nutfah biasanya dilakukan secara in vivo dalam bentuk penyimpanan biji atau tanaman hidup di kebun koleksi, kebun raya, hutan lindung, taman nasional dan lain sebagainya. Cara ini memerlukan biaya yang cukup besar untuk pemeliharaan dan perbanyakannya (Gunawan, 1995). Kultur jaringan in vitro merupakan sarana penelitian untuk mempelajari aspek sains tumbuhan dalam skala yang luas. Sebagai contoh, teknik ini digunakan mengetahui metabolit primer dan sekunder, cytodiferensiasi, morfogenesis, fisiologi tumor tanaman dan formasi tanaman hibrid dari teknik penggabungan protoplast. Selain itu Kultur jaringan tanaman juga makin banyak digunakan dalam propagasi tanaman komersial. Kultur kalus memiliki arahan lebih kepada inisiasi dan proliferasi lanjutan sel parenkim tumbuhan yang belum terdeferensiasi dari sel induk di media agar (Brown, 1990). Preservasi tanaman umumnya dilakukan dengan cara penyimpanan biji di dalam ruangan bertemperatur rendah. Namun, banyak juga tanaman yang
34
menghasilkan biji yang besar dan sangat sulit dalam penyimpanannya, atau biji yang tidak tahan lama (biji recalcitrant). Dalam kasus demikian, sangat diperlukan pengembangan sisten in vitro yang dapat diandalkan untuk meregenerasi sel-sel tanaman tersebut. Sel-sel kompeten (mampu beregenerasi) atau embrio somatik ini kemudian dapat disimpan pada temperatur rendah atau dibekukan (cryopreservasi). Teknik pembekuan ini masih terus disempurnakan. Pada saat ini hanya ada sedikit spesies tanaman yang dapat dibekukan dalam nitrogen cair dan 100% dari kultur yang beku dapat tumbuh kembali setelah dikembalikan pada temperatur normal (Gunawan, 1995). Reklamasi lahan merupakan upaya mengembalikan kondisi vegetasi seperti sebelum dilakukan aktivitas seperti penambangan terbuka. Pra pembukaan lahan perlu dilakukan upaya penyelamatan top soil yang kaya akan unsur hara dan benihbenih tumbuhan. Pengadaan bibit dalam nursery telah lama diterapkan untuk memenuhi kebutuhan bibit dan koleksi tumbuhan lokal dari kawasan yang akan dibuka. Kekurangan nursery yang merupakan penerapan reproduksi generatif dan vegetatif tumbuhan adalah tanamannya dapat terserang penyakit, hilangnya pohon induk dalam kawasan mempersulit penyediaan benih untuk disemai, membutuhkan lokasi yang luas dan biaya operasional yang cukup mahal.Penggunaan teknik kultur in vitro dapat membantu menutupi kekurangan penggunaan teknik budidaya konvensional.
4.6
Potensi Daun sebagai Sumber Eksplan. Daun sebagai bagian terbanyak dari suatu tumbuhan selama ini belum
termanfaatkan secara baik dalam perbanyakan tumbuhan secara konvensional. Hanya pada daun-daun yang sudah memiliki kemampuan perkembangbiakan vegetatif saja yang dapat tumbuh normal di alam yang ada pada jenis-jenis tertentu saja. Menumbuhkan dan mengembangkan kalus memiliki banyak manfaat. Pada dasarnya dengan menumbuhkan kalus, maka akan mendapatkan beberapa keuntungan dengan kecepatan tumbuh dan produktivitas yang tinggi (Stepan-Sarkissian, 1990).