CERITA RAKYAT BUJANG BUNTU PEMBELAJARAN PENGABAIAN PESAN MORAL Margareta Andriani Dosen Universitas Bina Darma Jalan Ahmad Yani No.12 Palembang Sur-el:
[email protected] Abstract: This study describes the elements of local wisdom and moral lessons contained in Folklore Single andes. In addition, it aims to explore and document the oral tradition Pagaralam people who may soon be lost to cultural pragmatism. The method used is descriptive. Data were analyzed using a qualitative approach. Object of this study is that spoken by Mrs. Ruidap (86 years old) address fields Gutters Hamlet Village North Pagaralam Build rejo District, City Pagaralam, South Sumatra. Results of this study was neglect (a) the value of honesty, (b) the value of respect for each other, and (c) the value of religion. Actualization of moral neglect this gives a good teaching to anyone. Rest assured, the value of kindness that we give to others will reap goodness also for us. In terms of religion, any religion always teach kindness and goodness that we should not ignore. Make religious values as our guide, we are both the creator as well as members of the public with the public. Keywords: Moral, Folklore Bujang Buntu. Abstrak: Penelitian ini mendeskripsikan unsur kearifan lokal dan pembelajaran pesan moral yang terdapat dalam Cerita Rakyat Bujang Buntu. Selain itu, bertujuan mengeksplorasi dan mendokumentasikan tradisi lisan masyarakat Pagaralam yang mungkin akan segera hilang ditelan pragmatisme budaya. Metode yang digunakan adalah deskriptif. Data dianalisis dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Objek penelitian ini adalah yang dituturkan oleh Ibu Ruidap (86 tahun) alamat Dusun Talang sawah Kelurahan Bangun Rejo Kecamatan Pagaralam Utara, Kota Pagaralam, Sumatera Selatan. Hasil penelitian ini adalah pengabaian (a) nilai kejujuran; (b) nilai saling menghargai; dan (c) nilai agama. Aktualisasi pengabaian pesan moral ini memberikan suatu ajaran yang baik kepada siapa pun. Yakinlah, nilai kebaikan yang kita berikan kepada orang lain akan menuai kebaikan juga bagi kita. Dari sisi agama, agama mana pun selalu mengajarkan kebaikan serta janganlah kebaikan itu kita abaikan. Jadikanlah nilai agama sebagai pedoman kita, baik kita kepada Sang pencipta maupun sebagai anggota masyarakat dengan masyarakat. Kata Kunci: Pesan Moral, Cerita Rakyat Bujang Buntu
1.
Salah satu budaya yang dimiliki
PENDAHULUAN
setiap
daerah adalah memiliki sastra lisan. Endarswara Negara yang baik adalah negara yang
(2008:151) menjelaskan sastra lisan adalah karya
menjunjung tinggi dan menghargai nilai-nilai
yang penyebarannya dilakukan dari mulut ke
budaya bangsanya sendiri. Warga negara yang
mulut secara turun-temurun. Sastra lisan dapat
baik adalah warga yang bangga memiliki dan
bertahan secara turun-temurun karena sifatnya
ingin
budaya
yang lentur, tidak kaku, dan penyajiannya
bangsanya sendiri. Indonesia kaya dengan
berlainan dengan sastra tertulis yang seringkali
kebudayaannya, di mana negara Indonesia terdiri
dibatasi oleh acuan tertentu, misalnya aturan
dari berbagai macam pulau dan daerah yang di
penulisan. Berdasarkan Endraswara mengenai
setiap pulau dan daerah memilki budaya yang
sastra lisan, ternyata sama dengan sastra
berbeda.
tradisional. Sastra tradisional, dalam hal ini
menjaga
serta
melestarikan
cerita
rakyat,
isinya
berupa
Cerita Rakyat Bujang Buntu …… (Margareta Andriani)
gambaran
39
masyarakat
pemiliknya,
hanya
dan dilestarikan. Buah pikiran yang baik suatu
mengungkapkan hal-hal yang bersifat umum saja
masyarakat pendahuluan perlu diselamatkan dan
tetapi
secara
dilestarikan serta dikaji sungguh-sungguh. Siapa
mendalam. Cerita Rakyat merupakan salah satu
pun dapat menyadari bahwa masyarakat dan
bagian dari folklor. Pusat Bahasa (2003:169),
budaya
Folklor diambil dari istilah folklore paduan dari
masyarakat dan budaya masa silam. Cerita
bentuk asal folk dan lore. Folk dapat diartikan
rakyat selain berisi mengenai asal usul suatu
„rakyat‟, „bangsa‟ atau kelompok orang yang
daerah juga memuat
memiliki
dan
menjadi aturan adat yang amat dipatuhi oleh
kebudayaan‟. Tegasnya, penanda ini dapat
masyarakat. Selain itu juga, cerita rakyat ini
berupa
pencarian,
tidak saja berfungsi sebagai media hiburan saja,
kepercayaan, warna kulit, dan bentuk rambut.
tetapi juga memberikan sesuatu yang bernilai
Ciri yang terpenting dan terutama dari Folk,
bagi kehidupan ini. Djamaris dalam Twilovita
mereka mempunyai tradisi yang dirasakan
(2004:2) mengatakan ada beberapa alasan yang
sebagai milik bersama. Kesadaran bersama akan
melatarbelakangi perlu untuk diteliti, yaitu (1)
identitas
khas
sastra daerah mengandung nilai-nilai budaya
kelompok masyarakat itu. Lore adalah adat dan
bangsa, (2) nilai-nilai budaya nenek moyang
khazanah pengetahuan yang diwariskan turun-
yang terkandung di dalam sastra Nusantara, (3)
temurun lewat tutur kata, melalui contoh, atau
di dalam sastra Nusantara tercermin kebhineka
perbuatan. Dengan kata lain, secara umum
tunggalikaan budaya bangsa, dan (4) akar
folklore dapat diberi makna „bagian kebudayaan
budaya
yang tersebar dan diadakan turun-temurun
Nusantara.
juga
ciri
yang
sendi-sendi
kehidupan
pengenal
kesamaan
sendiri
fisik,
bahasa,
juga
tidak
mata
termasuk
sosial,
ciri
masa
bangsa
kini
merupakan
penerus
pesan-pesan dasar yang
tersimpan
dalam
sastra
dengan cara lisan atau dalam bentuk perbuatan”.
Sumatera Selatan (Sumsel) terdiri dari
Dalam karya sastra, tradisi lisan itu antara lain
berbagai daerah. Setiap daerah di Sumsel
berupa pribahasa, teka-teki, dan cerita rakyat
memiliki cerita rakyat yang berbeda pula. Cerita
(mitos,
Dalam
rakyat Sumsel ini, dapat berupa sastra lisan yang
perkembangannya, cerita rakyat yang semula
dapat disampaikan dari mulut ke mulut ataupun
berupa tradisi lisan berubah menjadi tradisi tulis.
yang sudah ditulis. Cerita rakyat ini bukan hanya
Indonesia yang terdiri dari ribuan pulau dengan
merupakan kumpulan cerita-cerita, melainkan
sendirinya kaya dengan cerita rakyat. Dilihat dari
mengandung
khasanah cerita rakyat yang ada, tampak adanya
berbagai pengetahuan tentang alam semesta,
kesamaan bentuk penceritaan antara cerita rakyat
ajaran-ajaran moral, filsafat, keagamaan, asal
daerah yang satu dengan cerita daerah yang lain.
usul, dan unsur-unsur lainnya yang mendukung
Yang membedakannya versi dan warna lokal
nilai-nilai luhur.
legenda,
dan
dongeng).
ide-ide
atau
gagasan
utama
daerah masing-masing daerah (Pusat Bahasa,
Meskipun cerita rakyat ini memiliki nilai
2003:185). Cerita rakyat merupakan salah satu
luhur, namun perhatian masyarakat Sumsel
karya sastra dan budaya yang harus tetap dijaga
terhadap sastra daerahnya mulai berkurang.
40
Jurnal Ilmiah BINA BAHASA Vol.7 No.1, Juni 2014: 39- 52
Sikap masyarakat tersebut perlu mendapat
Bujang
Buntu
yang
perhatian karena akan berpengaruh terhadap
Pagaralam Sumsel.
kelestarian budaya daerahnya. Dampaknya, suatu
Tujuan
berasal
penelitian
dari
ini
daerah
adalah
saat nanti generasi muda kita tidak mengenal
mendeskripsikan pengabaian nilai kejujuran di
sastra dan kebudayaannya sendiri. Melestarikan
dalam cerita rakyat Bujang Buntu, pengabaian
cerita lama itu penting karena hilangnya
nilai saling menghargai di dalam cerita rakyat
kekayaan
akan
Bujang Buntu, dan pengabaian nilai agama di
menghilangkan nilai-nilai yang mencerminkan
dalam cerita rakyat Bujang Buntu. Manfaat
kekayaan moral, filsafat, watak, dan peradaban
penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat
yang sudah terbentuk dalam tradisi masyarakat
menjadi bahan pembelajaran dalam memahami
Sumsel.
pengajaran sastra, baik bagi guru, siswa, dan
bahasa
dan
sastra
itu,
Menurut informasi dari orang-orang tua
mahasiswa dalam bidang sastra dan
dapat
bahwa pada masa lampau cerita rakyat ini sangat
melestarikan serta mengembangkan cerita-cerita
terkenal dan digemari oleh masyarakat. Biasanya
rakyat yang ada di Sumsel.
diceritakan kepada anak-anak atau cucu-cucunya sebagai pengantar tidur atau cerita untuk memberikan nasihat yang terkandung di dalam
2.
METODOLOGI PENELITIAN
cerita tersebut. Sekarang, cerita-cerita tersebut sudah jarang sekali dilakukan bahkan, orang
Pada dasarnya, ada tiga tahap penelitian
yang mengetahui cerita-cerita tersebut sudah
sastra lisan. Pertama pengumpulan data, yaitu
jarang sekali.
melalui
rekaman.
Kedua,
penggolongan
Penelitian yang sama mengenai nilai-nilai
(klasifikasi), yaitu memilah-milah data sesuai
budaya yang berisi pesan moral sudah pernah
dengan kelompoknya, kategori pengelompokan
diteliti oleh Twilovita tahun 2004, Rosita tahun
bersifat
2007, nilai moral dalam cerita rakyat Makasar
mempergunakan beberapa teori jika bersifat
oleh Djirong tahun 2009 dan Yulianto tahun
positivistik
2009. Untuk itu, penulis akan mengangkat dari
naturalistik (Endraswara, 2008:154).
sisi pengabaian nilai-nilai pesan moral yang
natural.
dan
Penelitian
tanpa
Ketiga,
teori
dipumpunkan
analisis,
jika
pada
bersifat
Cerita
terdapat dalam cerita rakyat Sumsel yang berasal
Rakyat Bujang Buntu asal dari Pagaralam
dari daerah Pagaralam yang berjudul Bujang
Sumsel. Pendekatan yang digunakan adalah
Buntu. Pada pengamatan awal terhadap cerita
pendekatan intrinsik
rakyat
Bujang
tersebut,
terlihat
Adapun metode yang digunakan ada dua tahap.
kemanusian,
saling
Tahap pertama merekam dan mencatat cerita
menghargai, dan keagamaan. Untuk itu, penulis
yang berasal dari informan. Tahap kedua
akan membahas mengenai pengabaian pesan
pengolahan data dengan metode deskriptif
moral
analisis. Metode deskriptif dimanfaatkan untuk
pengabaian
Buntu
(intrinsic approach).
nilai-nilai
yang terkandung dalam cerita rakyat
Cerita Rakyat Bujang Buntu …… (Margareta Andriani)
41
mendeskripsikan fakta-fakta yang kemudian
berarti melalaikan dan tidak memedulikan yang
disusul dengan analisis (Ratna: 2010:340).
seharusnya dilakukan seseorang.
Teknik yang digunakan adalah teknik analisis
deskriptif.
Langkah
kerja
sebagai
2.3
Nilai
berikut.1) Merekam cerita dan mencatat cerita dari sumber informan. 2) Membaca cerita secara
Nilai berasal dari bahasa latin vale’re yang
cermat dan berulang-ulang guna mendapat
berarti berguna, mampu, berdaya, berlaku, atau
pemahaman yang mendalam tentang makna yang
nilai dapat diartikan sebagai suatu yang dianggap
terkandung
akan
baik, bermanfaat dan paling benar menurut
dideskripsikan.3) Menganalisis fakta dan tokoh
keyakinan seseorang atau sekelompok orang
untuk menelisik pengabaian nilai-nilai moral
(Adisusilo, 2012:56). Nilai menurut Steeman
yang terkandung dalam Cerita Rakyat Bujang
dalam
Buntu asal daerah Pagaralam Sumsel. 4)
memberikan
Mengklasifikasikan pengabaian nilai-nilai moral
memberikan acuan dan tujuan hidup. Nilai
yang terungkap dalam cerita rakyak tersebut. 4)
adalah sesuatu yang dijunjung tinggi, dan dapat
Menyimpulkan hasil penelitian.
menjiwai tindakan seseorang, dan lebih jauh lagi
dalam
cerita
yang
Adisusilo
(2012:56),
makna
pada
sesuatu
yang
hidup,
yang
nilai selalu menyangkut pola pikir dan tindakan.
2.1
Sumber Data
Kalven
dalam
Adisusilo
(2012:56)
mendefinisikan nilai adalah preferensi yang Penelitian ini bersumber dari informan Ibu
tercermin dari prilaku seseorang, sehingga akan
Ruidap, umur 86 tahun alamat Dusun Talang
melakukan atau tidak tergantung sistem nilai
Sawah
yang dipegangnya. Nilai menurut Raths (dalam
Kelurahan Bangun Rejo Kecamatan
Pagaralam Utara, Kota Pagaralam Sumsel.
Adisusilo, 2012:59) memiliki indikator yaitu (1) nilai memberikan tujuan atau arah ke mana
2.2
kehidupan harus menuju atau harus diarahkan;
Pengabaian
(2) nilai member aspirasi kepada seseorang Abai berarti tidak dipedulikan (tidak
untuk hal yang berguna, baik, positif bagi
dikerjakan baik-baik, tidak dipentingkan, dsb.)
kehidupan; (3) nilai mengarahkan seseorang
(KBBI, 2008:1). Pengabaian berarti proses, cara,
untuk bertingkah laku sesuai dengan moralitas
perbuatan mengabaikan (tidak memedulikan,
masyarakat atau pedoman bagaimana seseorang
melalaikan)
Berdasarkan
harus bertingkah laku.; (4) nilai itu menarik,
pengertian tersebut dapat kita definisikan bahwa
memikat hati untuk dipikirkan, direnungkan,
pengabaian adalah proses mengabaikan atau
dimiliki, untuk diperjuangkan dan dihayati; (5)
tidak memedulikan suatu aturan atau perintah
nilai mengusik perasaan dan hati seseorang
yang seharusnya dilaksanakan. Mengabaikan
ketika sedang mengalami berbagai perasaan,
(KBBI,
2008:1).
misalnya senang, sedih, tertekan, bergembira, semangat; (6) nilai terkait dengan keyakinan atau
42
Jurnal Ilmiah BINA BAHASA Vol.7 No.1, Juni 2014: 39- 52
kepercayaan seseorang; (7) nilai menuntut
(2008:1064) pesan adalah “ Perintah, nasihat,
adanya aktivitas tingkah laku atau perbuatan
permintaan, amanat yang disampaikan lewat
tertentu sesuai dengan nilai tersebut; (8) nilai
orang lain”. Jadi, pesan dapat kita simpulkan
biasanya muncul dalam kesadaran, hati nurani
sesuatu perintah, nasihat, permintaan, amanat
atau pikiran seseorang ketika yang bersangkutan
yang ingin disampaikan oleh pembicara kepada
dalam situasi kebingungan, mengalami dilemma,
lawan bicara baik secara formal maupun
atau menghadapi berbagai persoalan hidup.
nonformal. Moral berasal dari kata Latin “mos-
2.4
mores” yang berarti: “tata cara, kebiasaan,
Nilai Moral
tingkah laku, dan adat. Dalam kefilsafatan, Nilai moral menurut Esteban (Adisusilo,
moralitas diartikan sebagai perilaku manusia dan
2012:57), “moral values are universal truths
norma-norma yang dipegang masyarakat yang
which man holds to be good and important: they
mendasarinya” (Adisusilo, 2012: 53). KBBI
are ethical principles which he strunggles to
(2008: 929), “Moral adalah ajaran tentang baik
attain and implement in his daily life. They are
buruk yang diterima umum mengenai perbuatan,
the ideals which transcend all time and space;
sikap, kewajiban, dsb; akhlak; budi pekerti;
those which are valid for all men regardless of
susila”.
race or religion; the ones which unite strangers, families, nations-all of humanity-with God.”
2.6
Perkembangan Moral
Linda dan Richard Eyre dalam Adisusilo (2012: 57) bahwa nilai adalah standar perbuatan dan
Kohlberg dalam Adisusilo (2012:7)
sikap yang menentukan siapa kita, bagaimana
mengemukakan enam tahap cara berpikir yang
kita hidup, dan bagaimana kita memperlakukan
biasanya digunakan orang dalam menghadapi
orang lain, sedangkan moralitas adalah prilaku
dilema moral. Beliau mengumpulkan data dari
yang diyakini banyak orang sebagai benar dan
berbagai
sudah terbukti tidak menyusahkan orang lain.
menjawab suatu persoalan moral. Berikut ini tiga
latar
belakang
dan
umur
untuk
tahap pertimbangan moral Kohlberg.
2.5
1) Tahap
Pesan Moral
Prakonvensional
Prakonvensional)
(Moralitas
pada tahap ini orang
Berlangsung proses komunikasi berarti
menyesuaikan diri dengan aturan-aturan adat
ada pesan yang akan disampaikan pembicara
dan budaya setempat tentang apa yang
(komunikator) kepada pendengar (komunikan).
disebut baik atau buruk, benar atau salah.
Pesan merupakan serangkaian isyarat/simbol
Aturan itu mendapat wibawa dari akibat fisik
yang diciptakan oleh seseorang untuk maksud
atau kenikmatan akibat perbuatannya, contoh
tertentu dengan harapan bahwa penyampaian
seseorang yang berbuat salah dihukum,
isyarat/simbol
dalam
sebaliknya
KBBI
kebaikan dia akan diberi hadiah. Tahap
itu
akan
berhasil
menimbulkan reaksi (Chaer, 2007:27).
kalau
seseorang
Cerita Rakyat Bujang Buntu …… (Margareta Andriani)
melakukan
43
prakonvensional ini terbagi dua, yaitu sebagai
berikut. (1) Orientasi kontak sosial legalitas,
berikut. (1) Orientasi Hukuman dan Ketaatan
yaitu orang menekankan pada unsur yang
yaitu
terkait
anak
melakukan
sesuatu
agar
dengan
kemanfaatan
dan
memperoleh hadiah (reward) dan tidak
mementingkan kegunaan. Tindakan benar
mendapat
(2)
ditentukan dari hak dan norma individual
Orientasi Instrumentalis Relatif yaitu anak
yang telah diperiksa dengan kritis, dan
tidak lagi secara mutlak tergantung aturan
disetujui bersama oleh masyarakat. Artinya,
yang ada. Mereka mulai menyadari bahwa
pada tahap ini ada hubungan timbal balik
setiap kejadian bersifat relatif, dan anak lebih
antara individu dengan lingkungan sosialnya,
berorientasi
artinya
hukuman
pada
(punishment).
prinsip
kesenangan.
Menurut Mussen, dkk. Orientasi. 2) Tahap
Konvensional
bila
seseorang
melaksanakan
kewajiban yang sesuai dengan tuntutan norma (Moralitas
sosial, maka ia berharap akan mendapatkan
Konvensional), pada tahap ini memenuhi
perlindungan dari masyarakat. (2) Orientasi
harapan kelompok, keluarga, atau bangsa
prinsip
dianggap bernilai pada dirinya sendiri tanpa
dianggap benar apabila sesuai dengan suara
menghiraukan akibat-akibat langsung. Tahap
hati, sesuai dengan prinsip moral yang
konvensional ini terbagi 2 tahap yaitu sebagai
dipilihya sendiri dengan berpedoman pada
berikut. (1) Orientasi mengenai anak yang
pemahaman kekomprehensifan secara logis,
baik, yaitu anak memperlihatkan perbuatan
universalitas, disertai kekonsistenan yang
yang dapat dinilai oleh orang lain , seperti
ajeg.
perbuatan yang dapat menyenangkan atau
seseorang dengan masyarakat ada unsur-
membantu orang lain. (2) Orientasi hukum
unsur subjektif yang menilai apakah suatu
dan ketertiban, yaitu tindakan yang sesuai
perbuatan/perilaku itu baik atau tidak baik,
dengan peraturan atau norma-norma yang
bermoral atau tidak bermoral.
kewajiban,
Artinya,
yaitu
dalam
sesuatu
hubungan
yang
antara
telah ditetapkan dan berusaha memelihara ketertiban sosial. artinya untuk dapat hidup
Pesan moral dari pendapat tersebut dapat
secara harmonis, kelompok sosial harus
disimpulkan
menerima peraturan yang telah disepakati
nasihat, yang mengajarkan tentang baik buruk
bersama dan melaksanakannya.
prilaku
3) Tahap
Pascakonvensional
adalah
seseorang.
sesuatu
Jadi,
perintah
apabila
atau
nilai-nilai
(Moralitas
kebaikan yang seharusnya kita patuhi dan taati,
Pascakonvensional), yaitu usaha jelas untuk
tidak kita taati, maka kita mengabaikan nilai-
menentukan nilai dan prinsip moral lepas dari
nilai kebaikan tersebut. Pengabaian pesan moral
wibawa
yang
yang akan dianalis dalam cerita rakyat Bujang
memegang prinsip-prinsip itu dan lepas pula
Buntu ini adalah pengabaian nilai kejujuran, nilai
dari
saling menghargai, dan nilai agama.
kelompok
identifikasi
atau
orang
individu
dengan
kelompoknya. Pada tahap pascakonvensional terbagi menjadi dua tahap, yaitu sebagai
44
Jurnal Ilmiah BINA BAHASA Vol.7 No.1, Juni 2014: 39- 52
2.7
masyarakat maka agama tidak diperlukan,
Hubungan Moral dan Agama
sebaliknya Pendapat masyarakat mengenai hubungan
mana
kal
moralitas
tidak
berfungsi maka agama memegang peranan
moral dan agama bermacam-macam persepsi.
menentukan
Keragaman
sering
Namun, tidak dapat kedua hal tersebut
menimbulkan salah paham jika lebih dua pihak
bersama-sama menjadi acuan bertingkah
berdiskusi tentang moral dan agama, tetapi
laku atau saling melengkapi, keduanya
dengan persepsi yang berbeda. Hill (dalam
merupakan tawaran patokan bertingkah laku
Adisusilo, 2012: 49)
yang bebas dipilih oleh masyarakat.
pendapat
tersebut
menyimpulkan berbagai
laku
masyarakat.
4) Moralitas bagian dari agama. Di kalangan
variasi tentang hubungan moral dan agama. 1) Moralitas dan agama merupakan dua
hal
agama-agama
yang terpisah, maksudnya di kalangan para
Kristianitas,
pendukung
agam
animisme-dinamisme
tingkah
dan
samawi,
seperti
Yudaisme/Israelisme,
merupakan
sumber
utama
Islam, maka dari
agam
moralitas manusia. Jadi moralitas bagian dari
merupakan dua hal yang terpisah. Tingkah
agama, moralitas merupakan bagian dari
laku, perbuatan, dan segala sepak terjang
domain agama secara khusus member
manusia dikaitkan dengan kebiasaan hidup
pedoman bagaimana manusia seharusnya
(moralitas)
yang
dalam
bertingkah laku sesuai dengan ajaran agama.
masyarakat.
Sementara
agama
adalah
5) Agama sebagai bagian dari moralitas. Filsuf
berhubungan
dengan
politeismeanata
panduan
moralitas
manusia
dan
berkembang
“yang transenden” atau yang “abstrak”.
Friedrich
berpendapat
bahwa
agama
merupakan penjabaran dari moralitas.
2) Agama dan moralitas itu sama. Dalam ajaran
6) Agama dan moralitas dua hal berbeda, tetapi
Taoisme ditandaskan bahwa agama terletak
saling
dalam
acuan
beranggapan bahwa agama dan moralitas
bertingkah laku bagi para pengikutnya,
merupakan dua hal yang berbeda, tetapi
sebaliknya moralitas merupakan inti ajaran
antara keduanya memang terdapat titik temu.
dari agama. Apa yang menjadi
ketentuan
Sebagian kecil norma moral berasal dari
agama dalam bertingkah laku menjadi
agama, sehingga tingkah laku manusia
ketentuan moralitas masyarakat. Oleh sebab
memang tidak sepenuhnya bebas dari agama.
itu, agama dan moralitas merupakan dua hal
Namun,
yang sama, tak terpisahkan satu sama lain.
dikatakan hanya bersumber dari agama saja.
3) Agama atau moralitas. Di kalangan orang-
Sistem sosial budaya, adat kebiasaan suatu
orang humanis sekuler agama tau moralitas
bangsa amat berpengaruh dalam membentuk
merupakan pilihan bebas manusia. Setiap
moralitas suatu bangsa. Dengan kata lain,
orang bebas memilih agama atau moralitas
tingkah laku manusia adakalanya bersumber
sebagai acuan dalam bertingkah laku. Mana
pada agama, dan ada saat tertentu harus
domain
yang
member
terkait.
sumber
Ada
beberapa
moralitas
tidak
orang
dapat
kala moralitas sudah berjalan baik dalam Cerita Rakyat Bujang Buntu …… (Margareta Andriani)
45
bersumber pada sistem sosial budaya tempat
seperti dirinya. Tidak saling bermusuhan atau
seseorang berada.
merugikan
antarsesama
manusia.
Tidak
membeda-bedakan warna kulit (ras), tidak
2.8
menganggap bahwa dirinya adalah manusia yang
Pengabaian Nilai Kejujuran
paling hebat dibandingkan manusia lain dan sesuai
tidak menganggap manusia lain itu lebih rendah
dengan yang telah diketahuinya. Berdasarkan
dari dirinya. Jadi, pengabaian nilai saling
KBBI (2008:591), kata „jujur‟ memiliki arti lurus
menghargai adalah sikap tidak mengindahkan
hati; tidak berbohong; tidak curang: tulus; iklas.
perasaan orang lain atau menyakiti perasaan
Jujur berarti dapat dipercaya kata-katanya; tidak
orang lain.
Definisi
kejujuran:
Pernyataan
khianat. Kejujuran berarti sifat jujur; ketulusan (hati); kelurusan (hati). Dari definisi tersebut,
2.10 Pengabaian Nilai Agama
maka pengertian jujur dan kejujuran akan tercermin dalam perilaku seseorang yang diikuti
KBBI (2008:963) “nilai adalah harga”.
dengan hati yang ikhlas, berbicara sesuai dengan
Jadi nilai dapat dikatakan juga sebagai ukuran.
kenyataan, berbuat sesuai bukti dan kebenaran.
Agama adalah ”ajaran, sistem yang mengatur
Berbicara sesuai kenyataan dan berbuat sesuai
tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan
bukti dan kebenaran dapat dibuktikan dan dapat
kepada Tuhan Yang Mahakuasa serta tata kaidah
dilihat oleh mata. Jadi, kejujuran adalah apa
yang berhubungan dengan pergaulan manusia
yang dikerjakan dan dibicarakan sesuai dengan
dan manusia serta manusia dan lingkungannya” (
kenyataan,
KBBI, 2008:15). Jadi nilai agama berarti ukuran
tidak
dibuat-buat
dan
tidak
berbohong. Apabila nilai kejuran ini seharusnya
yang
dilakukan dengan hati tulus, iklas, dan tidak
seseorang baik antamanusia dengan Tuhan,
berbohong
manusia dengan manusia, manusia dengan alam
kita
ingkari,
maka
kita
telah
mengabaikan nilai kejujuran.
mengatur
keimanan
dan
keyakinan
sekitarnya. Apabila aturan yang telah Tuhan tetapkan baik manusia dengan Tuhan, manusia
2.9
Pengabaian Nilai Saling Menghargai
dengan manusia, manusia dengan alam sekitar, kita abaikan dan tidak kita patuhi, maka kita
Menurut KBBI (2008:483), “Menghargai berarti menghormati". Saling menghargai adalah
telah
mengabaikan
nilai-nilai
keagamaan
tersebut.
saling menghormati sesama. Saling menghargai adalah sikap toleransi sesama umat manusia,
2.11 Cerita Rakyat
menerima perbedaan antara setiap manusia sebagai hal yang wajar, dan tidak melanggar hak
Secara
tradisional, dalam hal ini cerita
asasi manusia lain. Sikap ini adalah sikap damai,
rakyat, kehadirannya sering merupakan jawaban
di mana seseorang menganggap keberadaan
teka-teki alam yang terdapat di seputar kita. Pada
orang lain sebagai bagian dari lingkungan, sama
umumnya, cerita rakyat diperoleh dari penutur
46
Jurnal Ilmiah BINA BAHASA Vol.7 No.1, Juni 2014: 39- 52
cerita, misalnya pada waktu
(a) pelaksanaan
perhelatan; (b) percakapan sehari hari; (c) sedang
dari mulut ke mulut yang diwariskan secara turun- temurun.
bekerja atau dalam perjalanan; dan (d) seseorang ingin mengetahui asal-usul sesuatu. Cerita rakyat,
selain
merupakan
hiburan,
juga
3.
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1
Ringkasan Cerita
merupakan sarana untuk mengetahui (a) asal usul nenek moyang, (b) jasa atau teladan kehidupan para pendahulu kita, (c) hubungan kekerabatan (silsilah), (d) asal mula tempat, (e) adat istiadat,
Cerita ini berawal dari kisah satu keluarga
dan (f) sejarah benda pusaka (Pusat Bahasa,
yang sangat miskin dan mereka tinggal di dalam
2003:126). Cerita rakyat dapat berperan sebagai
hutan. Mereka hidup dengan kehidupan yang
penghubung kebudayaan masa silam dengan
sangat kekurangan. Keluarga ini mempunyai
kebudaayaan yang akan datang. Secara luas,
seorang anak laki-laki. Di mana, anaknya
sastra lisan dapat berperan sebagai sarana untuk
tersebut mempunyai keinginan yang luar biasa
menanamkan benih-benih kesadaran tentang
untuk belajar mengaji. Namun, karena keadaan
keagungan budaya yang menjadi penunjang
keluarganya yang sangat miskin, orang tuanya
kehidupan suatu bangsa.
tidak mempunyai biaya untuk membayar guru
Cerita rakyat adalah sebagian kekayaan budaya dan sejarah yang dimiliki Bangsa
mengaji/mualim, membuat orang tuanya tidak mengizinkan anaknya belajar mengaji.
Indonesia. Di dalam Kamus Besar Bahasa
Keinginan si Bujang sangat kuat untuk
Indonesia (KBBI), cerita rakyat sama dengan
tetap belajar mengaji. Maka, secara diam-diam
legenda. KBBI (2008:576) legenda adalah
tanpa sepengetahuan dan izin orang tuanya, si
“Cerita rakyat pada zaman dahulu yang ada
Bujang menemui seorang guru mengaji/mualim
hubungannya dengan peristiwa sejarah”. Pada
yang ada di desa di dekat si anak tinggal. Di
umumnya, cerita rakyat mengisahkan tentang
mana, desa tersebut banyak terdapat anak-anak
suatu kejadian di suatu tempat atau asal muasal
yang sebayanya belajar mengaji. Si Bujang
suatu tempat. Tokoh-tokoh yang dimunculkan
menemui dan meminta guru mengaji/mualim
dalam cerita rakyat umumnya diwujudkan dalam
tersebut mengizinkannya untuk ikut belajar
bentuk binatang, manusia maupun dewa.
mengaji seperti anak-anak yang lain walaupun Ia
Fungsi
Cerita
rakyat
selain
sebagai
tidak mempunyai uang.
hiburan juga bisa dijadikan suri tauladan
Si Mualim memberi izin Bujang untuk
terutama cerita rakyat yang mengandung pesan-
belajar mengaji, tetapi dengan syarat belajarnya
pesan pendidikan moral. Banyak yang tidak
setelah anak-anak yang belajar dan membayar
menyadari
selesai terlebih dahulu. Karena si Bujang sangat
kalau
negeri
kita
tercinta
ini
mempunyai banyak cerita rakyat Indonesia yang
berkeinginan
belum kita dengar, karena cerita rakyat menyebar
ditunggunyalah sampai anak-anak yang lain
belajar
mengaji,
maka
selesai belajar mengaji. Setelah semua selesai Cerita Rakyat Bujang Buntu …… (Margareta Andriani)
47
dan
tempat
mengaji
sepi,
masuklah
dan
bertemulah si Bujang dengan Mualim tersebut.
katanya; tidak khianat. Kejujuran berarti sifat jujur; ketulusan (hati); kelurusan (hati).
Lalu Mualim menyuruh Bujang ini menghapal
Dari definisi di atas, maka pengertian jujur
kalimat “Ubi keladi diberi gula enak rasanya”. Si
dan kejujuran akan tercermin dalam perilaku
Bujang anak yang miskin ini begitu polos dan
yang diikuti dengan hati yang lurus (ikhlas),
tidak mengerti terus menghapal kalimat yang
berbicara sesuai kenyataan, berbuat sesuai bukti
diajarkan oleh Mualim tadi. Menurut Bujang,
dan kebenaran. Berbicara sesuai kenyataan dan
kalimat ini adalah bacaan ayat Alquran. Namun,
berbuat sesuai bukti dan kebenaran dapat
sebenarnya kalimat ini adalah kalimat hinaan
dibuktikan dan dapat dilihat oleh mata.
yang diberikan oleh mualim kepada Bujang yang memandang
rendah
pada
miskin.
patuhi maka kita mengabaikan nilai kejujuran
Kemudian ada pula ajaran-ajaran yang lain yang
tersebut. Pengabaian nilai kejujuran dapat di
seharusnya tidak patut untuk diberikan atau
lihat dari kutipan-kutipan berikut.
diajarkan oleh Mualim.
orang
Apabila nilai-nilai kejujuran itu tidak kita
Yang pada akhirnya,
ajaran salah tersebut, menjadi bumerang atau menghancurkan diri Mualim itu sendiri.
3.2
Pesan Moral Pesan moral ini berkaitan dengan sesuatu
perintah atau nasihat, yang mengajarkan tentang baik buruk
perbuatan seseorang. Dalam hal
mengenai sikap, akhlak, budi pekerti. Jadi, apabila nilai-nilai kebaikan yang seharusnya kita patuhi dan taati, apabila tidak kita taati, maka kita mengabaikan nilai-nilai kebaikan tersebut. Pengabaian pesan moral yang akan dianalis dalam cerita rakyat Bujang Buntu ini adalah pengabaian
nilai
kejujuran,
nilai
saling
menghargai, dan nilai agama.
3.3
Pengabaian Nilai Kejujuran Kejujuran
adalah
pernyataan
sesuai
dengan yang telah diketahuinya. Jujur memiliki arti lurus hati; tidak berbohong; tidak curang:
1 “Si Keinginan Si Bujang sangat kuat untuk belajar mengaji. Walaupun tanpa izin orang tuanya, Ia tetap menemui Mualim yang ada di desa di dekat tempatnya tinggal untuk belajar mengaji…” Dilihat dari segi pengabaian kejujuran terlihat pada penggalan cerita di atas bahwa perbuatan Si Bujang tetap mau belajar mengaji tanpa izin dari orang tuanya dan menemui Mualim secara diam-diam. Perbuatan demikian seharusnya tidak dilakukan oleh Si Bujang. Karena, Bujang sudah berbohong kepada kedua orang tuanya. Seharusnya, Si Bujang tetap harus mengatakan hal yang sejujurnya mengenai keinginannya untuk belajar mengaji. 2 “Masuklah si Bujang miskin ini menemui Mualim? Lalu Mualim menyurah si Bujang menghafal kalimat „Ubi keladi diberi gula enak rasanya‟ Si Bujang miskin yang polos dan tidak mengerti terus menghapal kalimat yang diajarkan oleh Mualim. Menurut si Bujang kalimat ini adalah bacaan ayat Alquran…”.
tulus; iklas. Jujur berarti dapat dipercaya kata-
48
Jurnal Ilmiah BINA BAHASA Vol.7 No.1, Juni 2014: 39- 52
Kutipan
tersebut
dijelaskan
seorang
melanggar hak asasi manusia lain. sikap ini
Mualim mengajarkan hal yang sangat salah
adalah
sikap
damai,
kepada muridnya. Mualim memberikan kalimat
menganggap keberadaan orang lain sebagai
“Ubi keladi diberi gula enak rasanya” yang tidak
bagian dari lingkungan, sama seperti dirinya.
ada sama sekali ayat tersebut di dalam Alquran.
Tidak saling bermusuhan atau merugikan antar
Dan seharusnya tidak diberikan oleh seorang
sesama
Mualim yang mengetahui agama.
warna kulit (ras), tidak menganggap bahwa
manusia.
di
Tidak
mana
seseorang
membeda-bedakan
dirinya adalah manusia yang paling hebat 3… Tidak berapa lama kemudian, si Bujang miskin menemui Mualim kembali untuk menanyakan apa syarat kalau sudah hafal kalimat yang diajarkan Mualim.
dibandingkan
4….Si Mualim memberikan srikaya lalu si Mualim berkata,”Buah srikaya ini kamu makan dan bijinya kamu tanam di samping pondok kamu…. Setelah sirsak di tanam dan tumbuh besar, si Bujang miskin kembali menemui Mualim.
orang lain, maka kita mengabaikan nilai saling
5…Si bujang miskin menjelaskan pohon srikaya sudah tumbuh besar. Mualim berkata “Pohon srikaya itu harus kamu siram terus setiap hari dari kotoran kamu sekeluarga”. Si Bujang miskin menuruti semua yang dikatakan Mualim… Dari kutipan di atas, Mualim bukan memberikan pelajaran yang benar. Mualim juga membohongi muridnya, di mana Bujang miskin mempertanyakan apa yang harus Ia lakukan
manusia
lain
dan
tidak
menganggap manusia lain itu lebih rendah dari dirinya. Jadi, apabila kita tidak mengindahkan perasaan orang lain atau menyakiti perasaan
menghargai. Pengabaian nilai saling menghargai dapat di lihat dari kutipan-kutipan berikut. 1“Si Mualim memberi izin belajar tetapi dengan syarat setelah anak-anak lain yang mampu membayar selesai mengaji…” Masuklah Bujang miskin menemui Mualim ini? Dari kutipan di atas dapat dilihat, bahwa seorang guru seharusnya tidak membedakan antara orang yang kaya yang bisa membayar untuk belajar dan orang yang miskin yang tidak
setelah dia menghafal kalimat “Ubi keladi diberi
bisa membayar. Secara moral seharusnya guru
gula enak rasanya”, malah Ia mendapat suatu
jangan membedakan antara orang miskin dan kaya serta jangan memandang rendah kehidupan
pelajaran yang salah kembali.
seseorang.
3.4
Pengabaian Nilai Saling Menghargai Menghargai berarti menghormati. Saling
menghargai adalah saling menghormati sesama.
2 Mualim berkata “Pohon srikaya itu harus kamu siram terus setiap hari dari kotoran kamu sekeluarga”. Si Bujang miskin menuruti semua yang dikatakan Mualim…
Saling menghargai adalah sikap toleransi sesama umat manusia, menerima perbedaan antara setiap manusia sebagai hal yang wajar, dan tidak
Dari kutipan di atas, perkataan Mualim tersebut
merupakan
penghinaan
Cerita Rakyat Bujang Buntu …… (Margareta Andriani)
terhadap
49
muridnya dan sekaligus keluarga muridnya sendiri.
Di mana Mualim memerintahkan
muridnya untuk menyiram pohon sirsak dengan kotoran keluarganya setiap hari.
3.5
Pengabaian Nilai Agama Agama
adalah
”ajaran,
sistem
yang
mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang Mahakuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia serta manusia dan lingkungannya”. Jadi nilai agama berarti ukuran yang mengatur keimanan dan keyakinan seseorang baik antamanusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia, manusia dengan alam sekitarnya. Apabila aturan yang telah Tuhan tetapkan baik manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia, manusia dengan alm sekitar kita abaikan dan tidak kita patuhi, maka kita telah
mengabaikan
nilai-nilai
2 “Masuklah si Bujang miskin ini menemui Mualim? Lalu Mualim menyurah si Bujang menghafal kalimat „Ubi keladi diberi gula enak rasanya‟ Si Bujang miskin yang polos dan tidak mengerti terus menghapal kalimat yang diajarkan oleh Mualim. Menurut si Bujang kalimat ini adalah bacaan ayat Alquran…”.
keagamaan
Kutipan tersebut, menceritakan bagaimana seorang Mualim mengajarkan hal yang sangat salah kepada muridnya. Mualim memberikan kalimat “Ubi keladi diberi gula enak rasanya” yang tidak ada sama sekali ayat tersebut di dalam Alquran. Dan seharusnya tidak diberikan oleh seorang Mualim yang mengetahui agama. Dari sisi agama, Mualim sudah menghina ayat Alquran, karena tidak ada ayat Alquran yang berisi kalimat “Ubi keladi diberi gula enak rasanya”. Berdasarkan pembahasan dan analisis pembahasan tersebut, bahwa cerita Rakyat Bujang Buntu ini menceritakan bagaimana sisi
tersebut. Pengabaian nilai agama dapat di lihat dari
nilai-nilai moral itu diabaikan. Seharusnya, nilainilai moral tersebut dijadikan sebagai pedoman
kutipan berikut.
dan pandangan hidup, baik kehidupan beragama 1 “Si Keinginan Si Bujang sangat kuat untuk belajar mengaji. Walaupun tanpa izin orang tuanya, Ia tetap menemui Mualim yang ada di desa di dekat tempatnya tinggal untuk belajar mengaji…” Berdasarkan kutipan tersebut, Si Bujang telah berbohong kepada orang tuanya. Si Bujang tidak jujur kepada orang tuanya untuk pergi belajar.
Dari
sisi
agama
hal
maupun bermasyarakat, tetapi sebaliknya nilainilai kebaikan tersebut malah diabaikan. Namun, pesan moral yang terkandung dalam cerita ini dapat dijadikan contoh yang baik, bahwa kejahatan tidak akan pernah bisa mengalahkan kebaikan.
Kebaikan
akan
selalu
menang.
Walaupun lambat, tetap akan nampak juga di kemudian hari.
tersebut
bertentangan dengan nilai agama dan perbuatan itu dilarang oleh agama. Sekalipun keinginan itu baik, tetapi tetap berdosa.
50
Jurnal Ilmiah BINA BAHASA Vol.7 No.1, Juni 2014: 39- 52
4.
buruk, salah,
SIMPULAN
dan tidak benar, melainkan
mengajarkan hal-hal kebaikan dan kebenaran. dan
Dari sisi kemasyarakatan, hal tersebut sangat
pembahasan yang telah dilakukan serta sesuai
tidak manusiawi sekali, di mana seharusnya
dengan tujuan penelitian, maka diambil simpulan
manusia selalu hidup berdampingan dengan
sebagai berikut. Melalui Cerita Rakyat Bujang
orang lain dan saling menghargai antara sesama
Buntu, masyarakat dapat memaknai pesan yang
manusia, tidak membedakan antara miskin dan
ingin disampaikan dalam cerita tersebut. Dan
kaya, tetapi sebaliknya, tidak menghargai sesama
pesan-pesan yang terdapat dalam cerita ini dapat
manusia dan merendahkan orang lain. Dan dari
dijadikan sebuah pelajaran berharga bagi kita
nilai kejujuran, agama sangat menganjurkan
semua.
bahwa manusia haruslah berkata jujur. Apabila
Berdasarkan
hasil
analisis
Cerita Rakyat Bujang Buntu ini memuat
kejujuran itu kita abaikan, maka dari sisi agama
pesan moral berisi nilai kejujuran, nilai saling
kita melakukan kebohongan dan kebohongan itu
menghargai, dan nilai agama. Namun, nilai-nilai
adalah perbuatan dosa.
kebaikan
tersebut
diabaikan
dan
Berdasarkan
tidak
hasil
analisis
dan
dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Tertuang
pembahasan serta simpulan, maka penulis
dalam pembahasan, bagaimana seorang guru
menyampaikan
yang
nilai-nilai
Ajarkanlah sesuatu yang baik kepada siapa pun.
kebenaran, kejujuran, saling menghargai, tetapi
Yakinlah bahwa nilai-nilai kebaikan yang kita
sebaliknya mengabaikan nilai-nilai kebaikan
beri kepada orang lain akan menuai kebaikan
tersebut.
seharusnya
juga bagi diri kita. Dari sisi agama dan agama
dibimbing dengan ajaran-ajaran yang benar,
mana pun, selalu mengajarkan kebaikan. Dan
malah
yang
janganlah kebaikan itu kita abaikan. Jadikanlah
seharusnya tidak dilakukan oleh seorang yang
nilai-nilai agama sebagai pedoman hidup kita,
patut diguguh dan ditiru. Apalagi seorang
baik kita kepada Sang Pencipta maupun kita
Mualim yang seharusnya menyampaikan ayat-
sebagai anggota masyarakat. Dan bagaimana kita
ayat Alquran dengan benar, tetapi sebaliknya
bisa menyelaraskan kehidupan beragama dan
merendahkan ayat-ayat Alquran dan nilai-nilai
kehidupan bermasyarakat agar berjalan dengan
yang terkandung di dalam Alquran. Dari sisi
seimbang.
seharusnya
Seorang
sebaliknya
menjalankan
anak
yang
diberikan
ajaran
saran-saran
sebagai
berikut.
keagamaan, hal ini sangat bertentangan sekali
Penyimak dapat mengambil hikmah dari
dengan nilai-nilai agama. Di mana nilai-nilai
pelajaran yang terdapat dalam Cerita Rakyat
agama seharusnya dijadikan sebagai pedoman
tersebut. Secara tidak langsung, penyimak
dan pandangan hidup seorang atau masyarakat,
diajarkan dan dapat meyimpulkan pesan-pesan
malah sebaliknya mengajarkan hal-hal yang
moral seperti nilai kejujuran, saling menghargai,
menyimpang
dan
dan
di
luar
dari
nilai-nilai
keagamaan tersebut. Setiap agama dan agama
agama
dan
bagaimana
akibat
kalau
mengabaikan nilai-nilai kebaikan tersebut.
mana pun tidak pernah mengajarkan suatu yang Cerita Rakyat Bujang Buntu …… (Margareta Andriani)
51
DAFTAR RUJUKAN
Sastra dan Budaya, volume 5, Nomor 1. Yayasan Pustaka Obor Indonesia. Jakarta.
Adisusilo, Sutarjo. 2012. Pembelajaran Nilai Karakter Konstruktivisme dan VCT sebagai Inovasi Pendekatan Pembelajaran Afektif. Rajagrafindo Persada. Jakarta. Chaer, Abdul. 2007. Sosiolinguistik. Gramedia. Jakarta. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai Pustaka. Jakarta. Djirong, Salma. 2009. Cerita Rakyat Makassar: Tuappaka Sisarikbattang: Suatu Tinjauan Aspek Nilai. Dalam Sawerigading Vol. 15 No. 2. Balai Bahasa Ujung Pandang, Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. Ujung Pandang. Endraswara, Suwardi. 2008. Metodologi Penelitian Sastra. Medpress. Yogyakarta. Ratna, Nyoman Kutha. 2010. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra. Med Press. Yogyakarta. Rosita, Erlinda. 2007. Analisis Struktur dan Nilai Budaya Cerita Prosa Rakyat Prabumulih Barat. Departemen Pendidikan Nasional Pusat Bahasa Provinsi Sumatera Selatan. Palembang. Twilovita, Nursis. 2004. Nilai Budaya dalam Cerita Prosa Rakyat Enim. Departemen Pendidikan Nasional Pusat Bahasa Balai Bahasa Provinsi Sumatera Selatan. Palembang. Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. 2003. Buku Paktis Bahasa Indonesia 1. Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta. Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. 2005. Buku Paktis Bahasa Indonesia 2. Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta. Yulianto, Henrikus Joko. 2009. Nilai-nilai Moral dan Budaya dari Beberapa Karya Sastra Indonesia dan Kontribusinya dalam Membangkitkan Semangat Nasionalisme Bangsa. Dalam Susastra Jurnal Ilmu
52
Jurnal Ilmiah BINA BAHASA Vol.7 No.1, Juni 2014: 39- 52