Catatan Kuliah: Analisis Pola Difraksi Sinar-X dengan Metode Rietveld Menggunakan Rietica
Yuant Tiandho
Pada dasarnya, untuk kepentingan pendidikan dan hal-hal akademis ebook ini dapat digunakan secara bebas dan dibagikan secara bebas tetapi dengan hak cipta tetap dipegang oleh penulis
DOI: 10.13140/RG.2.1.1728.7282
ii
Untuk Fitri Afriani
iii
KATA PENGANTAR
Segala puji hanya milik Allah penguasa alam semesta. Shalawat dan salam semoga selalu tercurah pada Nabi Muhammad SAW. Catatan kuliah ini merupakan rangkuman yang kami buat selama mengikuti perkuliahan. Sehingga tentu tidak mengherankan apabila para pembaca menemukan banyak sekali kesamaan ide dalam buku ini dengan buku-buku pegangan yang telah diakui keabsahannya, terutama yang ditulis oleh Kisi dan Howard (Applications of neutron powder diffraction) serta Will (Powder Diffraction: the Rietveld method and the two stage method to determine and refine crystal structures from diffraction data). Isi dari catatan kuliah ini terbagi menjadi dua kelompok pembahasan: teori dasar metode Rietveld serta penggunaan praktis Rietica. Diharapkan dengan menampilkan gambar-gambar proses refinement pola difraksi sinar-x dapat mempermudah para pembaca dalam melakukan analisis pola difraksi sinar-x. Disini kami juga ingin mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu, khususnya pada Bapak Posman Manurung yang telah memperkenalkan Rietica. Semoga Allah membalas dengan segala yang lebih baik. Kami juga menyadari bahwa catatan kuliah ini sangat jauh dari sempurna. Oleh karena itu kritik dari pembaca sangat kami harapkan. Akhir kata, semoga buku ini dapat bermanfaat bagi semuanya.
Bandar Lampung, Juni 2016
Yuant Tiandho
iv
DAFTAR ISI Kata Pengantar Daftar Isi
Bab I: Sekilas Difraksi Sinar-X ...................................................................................................
1
Bab II: Metode Rietveld ...............................................................................................................
5
Bab III: Rietica .................................................................................................................................
15
Bab IV: Pembuatan Data File Difraksi Sinar-X ....................................................................
25
Bab V: Analisis Kualitatif .............................................................................................................
29
Bab VI: Analisis Kuantitatif ........................................................................................................
39
Referensi
v
vi
BAB I SEKILAS DIFRAKSI SINAR-X Penemuan sinar-x seringkali dihubungkan dengan nama Wilhelm Conrad Röntgen. Beliau adalah ilmuwan fisika Jerman yang begitu fokus meneliti efek dari radiasi sinar tersebut hingga memperoleh Nobel pada tahun 1901. Pada malam tanggal 8 November 1895, Röntgen melihat cahaya aneh (fluoresensi) yang berasal dari layar fluoresensi Barium Platinocyanide di laboratoriumnya, saat ia melakukan riset tentang emisi sinar katoda. Tabung sinar katoda adalah suatu tabung kaca vakum yang didalamnya “mengalir” elektron. Sinar katoda merupakan kunci utama dari penemuan elektron oleh J.J. Thompson.
Gambar 1.1. Wilhelm C. Röntgen (1845 - 1923)
Röntgen sangat terkejut ketika melihat adanya fluoresensi tersebut. Sebab layar fluoresensinya terletak begitu jauh dari tabung katoda (jangkauan sinar katoda hanya kurang dari empat inci) dan telah terlindung oleh kertas karbon hitam yang mencegah cahaya menembusnya. Röntgen menghabiskan enam minggu selanjutnya untuk mempelajari gelombang elektromagnetik yang baru ia temukan. Karena sifatnya yang begitu misterius maka Röntgen menamai gelombang elektromagnetik tersebut dengan nama “sinar-x”.
Gambar 1.2. Proses terjadinya sinar-x Bremsstrahlung
Penelitian lebih lanjut mengungkap bahwa sinar-x dipancarkan ketika elektron dalam sinar katoda menumbuk logam anoda target. Terdapat dua jenis sinar-x, yaitu: sinar-x Bremsstrahlung dan sinar-x karakteristik. Sinar-x Bremsstrahlung terjadi karena elektron yang dipancarkan dari katoda menuju target logam anoda dipercepat dengan tegangan tinggi.
Bab 1 – Sekilas Difraksi Sinar-X Elektron energi tinggi tersebut kemudian berinteraksi dengan atom dalam logam target. Terkadang elektron datang sangat dekat dengan inti atom target sehingga bergerak menyimpang akibat adanya interaksi elektromagnetik. Pada proses ini elektron akan kehilangan banyak energi (karena mengalami perlambatan) sehingga foton akan diradiasikan. Sinar-x karakteristik merupakan sinar-x yang muncul akibat elektron energi tinggi yang datang berinteraksi dengan elektron yang berada dekat dengan inti atom sehingga elektron yang berada dekat inti atom tersebut tersingkir dari tempatnya. Berdasarkan prinsip larangan Pauli tentang Gambar 1.3. Proses terjadinya sinar-x karakteristik pengisian elektron pada kulit atom, kekosongan ini dilarang dan harus segera diisi oleh elektron yang terletak di kulit yang lebih luar. Melalui teori Planck kita tahu bahwa perpindahan elektron menuju kulit yang lebih dalam akan diikuti dengan pemancaran foton. Energi foton yang dipancarkan sebanding dengan selisih energi elekron pada tiap kulit tersebut dan sesuai dengan karakteristik materialnya. Karena frekuensi foton yang dipancarkan melalui proses ini bersifat diskrit (tidak kontinu) maka ia juga disebut dengan foton monoenergi dan tentu ia juga bersifat monokromatik. Sinar-x jenis inilah yang dapat digunakan untuk melakukan analisis material berdasarkan sifat difraksinya pada kristal.
Gambar 1.4. Sinar-x bremsstrahlung dan sinar-x karakteristik
Sinar-x karakteristik dinamai berdasarkan asal kulit dan kulit tujuannya. Misalkan kulit yang kosong (kulit tujuannya) akibat ditumbuk oleh elektron datang adalah kulit K maka dinamai sinar-x K. Sedangkan untuk mengetahui asalnya digunakan huruf Yunani. α digunakan untuk menandai jika elektron yang mengisi kulit kosong berasal dari kulit yang berada tepat lebih atasnya, β digunakan jika elektron memiliki selisih dua kulit, dan γ digunakan jika eletron memiliki selisih tiga kulit. Misalkan apabila ada transisi elektron dari kulit L mengisi kulit K maka disebut sinar-x Kα, sedangkan jika yang mengisinya berasal dari
2
Analisis Pola Difraksi Sinar-X dengan Metode Rietveld MenggunakanRietica kulit M maka dinamai sinar-x Kβ. Perbedaan utama dari sinar-x bremsstahlung dengan sinar-x karakteristik adalah sinar-x bremsstahlung bersifat kontinu sedangkan sinar-x karakteristik hanya muncul tiap panjang gelombang tertentu saja (diskrit). Apabila kita amati Gambar 1.4, tampak bahwa sinar-x Kα memiliki intensitas yang tertinggi dan itulah alasan utama sinar-x Kα dipilih dalam proses difraksi untuk analisis kristal. Sinar-x memiliki panjang gelombang berkisar dari 0,5 – 2,5 Å, yang mendekati jarak antar atom pada suatu kristal. Sehingga jika berkas sinar-x dengan panjang gelombang λ jatuh pada permukaan kristal dengan sudut θ, maka akan terjadi proses difraksi. Dimana celah (jarak antar atom) pada kristal akan berlaku sebagaimana kisi pada peristiwa difraksi kisi konvensional. Sama seperti proses difraksi kisi pada umumnya, difraksi sinar-x oleh kisi kristal juga menghasilkan pola interferensi konstruktif (jika sefase) dan destruktif (jika berlawanan fase).
Gambar 1.5. Interferensi konstruktif sinar-x yang dihamburkan oleh atom-atom dalam bidang kisi Pada Gambar 1.5, tampak bahwa garis AD menyatakan muka gelombang dari gelombang sinar-x yang sefase saat mendekati kristal. Gelombang yang dihamburkan pada B akan mengikuti lintasan ABC, dan yang terhambur pada F mengikuti lintasan DFH. Gelombang kedua berjalan lebih jauh dari gelombang pertama dan selisih panjang lintasannya adalah jumlah dari dua segmen EF dan FG yang merupakan kelipatan panjang gelombang λ, sehingga: EF FG n , n 1,2,3,...
(1.1)
Menurut trigonometri, panjang kedua segmen ini sama, yaitu dhklsin θ, dengan dhkl adalah jarak antar bidang (bilangan hkl nantinya akan menunjukkan bidang kristal tersebut dan ia berkaitan dengan bidang koordinat xyz), EF FG dhkl sin
(1.2)
3
Bab 1 – Sekilas Difraksi Sinar-X Sehingga dengan melakukan substitusi pada pers. (1.1) akan dihasilkan, 2dhkl sin n
(1.3)
Persamaan inilah yang kemudian dikenal dengan hukum Bragg. Pada praktiknya, sinar-x yang bersifat konstruktif kemudian ditangkap oleh detektor yang bergerak memantau pada sudut berapa saja ia akan muncul. Melalui sudut θ yang diketahui (pada tekniknya yang digunakan adalah ukuran 2θ, yang disebut sudut Bragg), maka parameter dhkl tentu saja bisa dihitung, sesuai dengan pers. (1.3). Transformasi data hasil analisis difraksi sinar-x dari suatu kristal yang merupakan objek 3 dimensi menjadi pola 1 dimensi dapat dilakukan melalui transformasi Fourier. Sebagai contoh, pada Gambar 1.6 disajikan hasil keluaran dari difraksi sinarx dari α-Zr pada proses fabrikasi zircaloy.
Gambar 1.6. Contoh hasil difraksi sinar-x dari α-Zr Keuntungan lain yang kemudian bisa dimanfaatkan adalah fakta bahwa kristal tiap fasa suatu senyawa memiliki karakteristik yang unik. Tiap parameter kristal mewakili satu fasa. Sehingga dengan mengetahui data parameter suatu kristal hasil difraksi sinar-x yang muncul (seperti h, k, dan l atau data sudut difraksi 2θ ) serta melalui pencocokan dengan pangkalan data kristal (semisal JCPDS) maka dapat diketahui jenis kristal apa yang sedang diukur. Itulah mengapa, difraksi sinar-x merupakan suatu metode yang cukup ampuh dan akurat untuk menganalisis karakteristik suatu senyawa yang awalnya belum diketahui penyusunnya.
4
BAB II METODE RIETVELD Metode Rietveld merupakan metode refinement yang diperkenalkan oleh Hugo Rietveld sekitar tahun 1960-an untuk keperluan karakterisasi material kristal. Seperti ditunjukkan pada Gambar 1.6., keluaran dari hasil karakterisasi difraksi sinar-x berupa grafik yang berisi puncak-puncak intensitas pada posisi sudut tertentu. Puncak-puncak intensitas tersebut memiliki bentuk yang bervariasi misalkan dalam hal tinggi, lebar, dan posisinya. Setiap bentuk khas puncak hasil difraksi sinar-x sebenarnya mengandung informasi tentang berbagai aspek dari kristal yang terdapat dalam material.
Gambar 2.1. H. Rietveld
Pada awalnya Rietveld datang dari Australia ke Petten (Belanda) pada tahun 1964 sebagai salah satu peneliti di Reactor Centrum Nederland (RCN). Salah satu hal utama yang dipelajari di RCN adalah analisis senyawa uranium. Sebelum digunakan metode Rietveld, berbagai analisis material berdasarkan difraksi suatu kristal (baik dengan neutron maupun sinar-x) selalu diselesaikan dengan menggunakan data kristal tunggal. Tentu saja metode ini tidak menemui masalah yang berarti ketika diterapkan pada struktur-struktur yang relatif sederhana dengan kesimetrian tinggi. Tetapi ketika senyawa yang dianalisis menjadi lebih kompleks dan kesimetriannya rendah maka puncak-puncak data saling tumpang tindih dan analisis berdasarkan kristal tunggal menjadi sangat sulit untuk diterapkan. Beberapa cara telah dilakukan untuk mengatasi permasalahan tersebut seperti dengan meningkatkan resolusi difraktometer tetapi tetap saja tidak memberikan hasil yang signifikan. Rietveld berpikir bahwa untuk memperbaiki analisis struktur pada material kompleks tidak dapat dilakukan hanya dengan refleksi Bragg individu tetapi sebaiknya menggunakan refleksi yang saling tumpang tindih tersebut secara keseluruhan. Pada upaya pertamanya ia menggunakan beberapa kelompok hasil refleksi dan ternyata itu bekerja dengan baik, tetapi tentu saja beberapa informasi yang terkandung dari hasil refleksi tersebut hilang. Langkah berikutnya adalah memisahkan puncak yang tumpang tindih dengan menerapkan fungsi profil. Dalam difraksi neutron, dengan bentuk puncak yang sangat Gaussian, ia menerapkan profil
Bab 2 – Metode Rietveld Gaussian dan itu bekerja dengan sangat baik. Langkah terakhir adalah mempertimbangkannya tidak hanya untuk sekelompok hasil refleksi tetapi keseluruhan pola. Pada intinya adalah ia menginginkan untuk mengambil pola difraksi pada seluruh set data eksperimen, mengambil setiap step pemindaian dan membandingkan mereka terhadap data teoritis dalam prosedur kuadrat terkecil (least square procedure) bersama-sama untuk seluruh pola. Karena dasar matematika dari metodenya adalah profil puncak maka ia kemudian menyebut metodenya sebagai “profile refinement”. Secara matematis prinsip dasar dari metode Rietveld adalah untuk meminimalisir fungsi M yang merupakan selisih dari profil yang dikalkulasi (ycalc) dengan data pengamatan (yobs), 2
1 M wi yiobs yicalc minimum c i
(2.1)
Dimana wi adalah bobot statistik dan c adalah faktor skala, y calc cy obs . Pada aplikasinya, Rietveld yang menggunakan distribusi Gauss untuk membahas hasil difraksi neutron (untuk difraksi sinar-x digunakan analogi yang sama) mendefinisikan ycalc sebagai, yicalc Ik G 2i 2 k 2i yib
(2.2)
k
dimana Ik adalah intensitas terintegrasi ke-k, G(2θi-2θk) adalah fungsi profil ternormalisasi, Δ(2θi) adalah sudut penerimaan, dan yib berkaitan dengan latar (background). Adapun intensitas terintegrasi didefinisikan sebagai, Ik S Fhkl
2 calc
TLJAP
(2.3)
dengan S adalah faktor skala (scale factor), Fhkl adalah faktor struktur (structure factor) untuk puncak difraksi hkl, T adalah faktor temperatur (overall temperature factor), L adalah faktor Lorentz, J adalah pengali, A adalah faktor atenuasi, dan P adalah koreksi preferred orientation. Karena Rietveld menggunakan fungsi profil Gaussian maka, G 2 2 k
C0 2 2 k 2 exp H k2
C0 Hk
(2.4)
dimana C0 4ln2 dan H adalah FWHM. Secara sederhana, mencuplik skema dari buku Kisi dan Howard, proses refinement menggunakan metode Rietveld di beberapa software ditunjukkan oleh Gambar 2.2.
6
Analisis Pola Difraksi Sinar-x dengan Metode Rietveld MenggunakanRietica Langkah pertama dari proses refinement adalah penentuan posisi puncak terkalkulasi berdasarkan parameter unit sel. Selanjutnya software akan menentukan intensitas terintegrasi yang dikalkulasi pada tiap posisi puncak. Apabila selesai maka proses dilanjutkan dengan pendistribusian puncak sesuai bentuk yang tepat untuk memberikan pola terkalkuasi secara lengkap. Terakhir adalah pencocokan pola hasil perhitungan tersebut dengan data pengukuran difraksi sinar-x.
Gambar 2.2.Skema proses refinement dengan metode Rietveld: (a) penentuan posisi puncak kalkulasi, (b) penentuan intensitas terintegrasi, (c) pembentukan puncak, (d) pencocokan dengan data pengukuran Untuk lebih memahami prinsip dasar dari metode Rietveld maka akan dibahas beberapa parameter utama yang menjadi landasan seperti: fungsi bentuk profil (profile shape function), bentuk puncak (shape peak), lebar puncak (FWHM, full width half maximum), latar (background) dan preferred orientation. Fungsi Bentuk Profil dan Bentuk Puncak Suatu profil atau bentuk dari puncak yang terukur melalui hasil analisis difraksi bergantung pada dua parameter intrinsik: (i) parameter instumentasi, seperti distribusi spektral dan fungsi transmisi yang ditentukan oleh celah, serta (ii) karakteristik sampel berdasarkan struktur kristal dan kristalinitasnya.
7
Bab 2 – Metode Rietveld Sebelumnya telah disebutkan bahwa dalam penggunaan awal metode Rietveld, digunakan bentuk profil Gaussian karena ia memang cocok dengan data eksperimen. Tetapi pada dasarnya, dalam analisis hasil difraksi fungsi bentuk profil yang diterapkan tidaklah harus selalu Gaussian. Beberapa fungsi profil yang umum digunakan seperti: Gaussian, Lorentzian, Voigt, Pseudo-Voigt, dan Jorgensen. Perbedaan rumusan dari fungsi-fungsi tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.1. Tabel 2.1. Rumusan matematis dari beberapa fungsi bentuk profil Fungsi bentuk profil Gaussian
Rumusan matematis
C x 2 exp 02 dimana H FWHM , C0 4ln2 H H Fungsi Gausian adalah sebuah fungsi yang menggambarkan puncak simetri yang paling umum. Fungsi inilah yang digunakan oleh Rietveld dalam metodenya. Lorentzian C 1 L x 1 dimana H FWHM , C1 4 H 1 C1 x 2 H 2 Lorentzian adalah suatu fungsi bentuk profil dengan puncak simetri. Dibandingkan dengan Gaussian, Lorentzian memiliki “ekor” lebih panjang dan cocok untuk hasil difraksi material dengan kristalit kecil. Voigt V x G x * L x Gx
C0
C0
Re HG dimana C0 4ln2
C0 x HG i C0 H L 2HG
Fungsi Voigt merupakan konvolusi dari Gaussian dan Lorentzian. Hal ini ditunjukkan oleh adalah fungsi Faddeeva (ω) yang dinyatakan sebagai fungsi FWHM Gaussian HG dan FWHM Lorentzian HL. Bentuk profil yang dihasilkan melalui fungsi ini fleksibel, bervariasi dari Gaussian murni hingga Lorentzian murni berdasarkan rasio HL/HG
dengan total FWHM, H HG5 AHG4 H L BHG3 H L2 CHG2H L3 DHG H L4 H L5
15
dengan A =
2,69269, B = 2,42843, C = 4,47163, dan D = 0,07482. Pseudo-Voigt pV x 1 G x L x dimana η adalah parameter bentuk campuran Lorentzian dan Gaussian. Bentuk puncak Pseudo-Voigt bersifat fleksibel. Ia dapat memiliki bentuk mulai dari Gaussian (η = 0) hingga Lorentzian (η = 1) atau bahkan untuk η > 1. Saat ini, banyak software metode Rietveld memilih menerapkan Pseudo-Voigt daripada Gaussian atau Lorentzian karena ia dapat menyatakan keduanya sekaligus atau membentuk fungsi gabungannya. Istilah Pseudo-Voigt digunakan karena fungsi ini dapat memberikan aproksimasi yang sangat baik untuk fungsi Voigt. Hubungan antara FWHM Gaussian HG, FWHM Lorentzian HL dengan total FWHM Pseudo-Voigt adalah, (lanjutan Tabel pada halaman selanjutnya)
8
Analisis Pola Difraksi Sinar-x dengan Metode Rietveld MenggunakanRietica
HG H 1 1,10424 0,05803 2 0,04622 3
12
H L H 1,07348 0,06275 2 0,01073 3 Jorgensen
F x A euerfc y e erfc z
dimana erfc adalah fungsi error komplementer, , u 2 2x , v 2 2x A 2 2 2
y
H 2 x 2 x , z , , H = FWHM 2 2 8ln2
Gaussian. Fungsi Jorgensen diajukan berdasarkan pulsa neutron yang terdiri dari eksponensial yang meningkat secara cepat berdasarkan konstanta waktu α dan eksponensial yang meluruh secara lambat berdasarkan konstanta waktu β, kemudian mengkonvulasikan pulsa ini dengan Gaussian yang memiliki FWHM H. Karena berkaitan dengan pulsa neutron maka fungsi Jorgensen lebih sering diterapkan pada metode yang berbasis time on flight (TOF) dibandingkan metode panjang gelombang konstan (constant wavelength, CW). Extended Jorgensen FEX x 1 A euerfc y e erfc z .... Fungsi ini adalah perluasan dari fungsi Jorgensen yang melibatkan variabel η sebagai fraksi Lorentzian dalam fungsi Pseudo-Voigt.
Pemilihan tipe fungsi yang akan diterapkan dalam metode Rietveld secara umum bergantung pada bentuk puncak hasil difraksi sinar-x itu sendiri. Semakin mendekati puncak dari fungsi teoritis terhadap puncak hasil eksperimen maka fungsi tersebut semakin baik. Sebagai contoh pada Gambar 2.3 disajikan perbandingan bentuk puncak dari Gaussian dengan Lorentzian.
FWHM
Gambar 2.3.Perbandingan bentuk puncak Gaussian dan Loretzian
Lebar Puncak Lebar puncak dari puncak-puncak difraksi merupakan salah satu parameter penting dalam menjelaskan pola difraksi. Umumnya, semakin tinggi kristalinitas suatu material maka puncak yang terbentuk akan semakin tajam yang artinya puncaknya semakin sempit. Dalam menyatakan lebar puncak lebih sering digunakan variabel
9
Bab 2 – Metode Rietveld FWHM (Full Width at Half Maximum) yang menyatakan lebar kurva yang diukur pada setengah tinggi dari puncak hasil difraksi seperti ditunjukkan pada Gambar 2.3. FWHM, H, pada umumnya merupakan fungsi dari sudut difraksi,
H k U tan2 k V tan k W
(2.5)
dimana U, V, dan W adalah parameter yang nilainya dapat disesuaikan berdasarkan bentuk puncak difraksi. Latar Latar sering dikaitkan dengan nilai intensitas yang muncul ketika tidak ada puncak difraksi sampel yang berkontribusi. Pencocokan latar merupakan salah satu poin yang sangat penting dalam proses refinement data hasil difraksi sinar-x. Terlebih ketika spesimen sampel yang dianalisis merupakan jenis polikristalin atau mengandung senyawa amorf, pencocokan latar menjadi parameter mutlak yang harus dilakukan bahkan sejak awal proses refinement agar tidak mengganggu proses selanjutnya. Latar akan menjadi dasar dari berbagai proses kalkulasi dan pers. (2.1) mengasumsikan bahwa Gambar 2.4.Contoh adanya latar telah sesuai. Sebagai contoh kasus yang memiliki masalah latar masalah latar tampak pada Gambar 2.4, ini merupakan hasil difraksi sinar-x dari trikalsium fosfat yang disintesis oleh Fitri dkk. Permasalahan latar pada hasil difraksi sinar-x pada Gambar 2.4 ditunjukkan oleh tingginya data intensitas hasil difraksi di permulaan. Padahal pada sudut tersebut tidak terdapat puncak yang sangat siginifikan dan apabila hal ini tidak diselesaikan dapat menyebabkan error yang cukup tinggi. Berbagai software refinement telah menyediakan menu pengolah latar untuk mengatasi permasalahan tersebut. Latar dapat diselesaikan berdasarkan interpolasi yang dibuat di lokasi yang tidak memiliki puncak. Tetapi seringkali juga latar dimodelkan oleh beberapa fungsi (yib) seperti terdapat pada Tabel 2.2. Tabel 2.2. Rumusan matematis dari beberapa fungsi latar Fungsi latar Polinomial sederhana
Rumusan matematis m
yib Bn 2i
n
n1
Deret Fourier cosinus
m
yib Bn cos2ni n 0
(lanjutan Tabel pada halaman selanjutnya)
10
Analisis Pola Difraksi Sinar-x dengan Metode Rietveld MenggunakanRietica Polinomial Chebyshev
Latar meningkat (increasing background) Kontrobusi amorf (amprhous contirbution)
m 2 t i t min yib BnTn 1 t t n0 max min dimana Tn x adalah fungsi yang hubungannya dekat dengan cosinus. Bentuk ini biasanya untuk metode TOF yang merekan hasil dari waktu tmin sampai tmax m 4 sin i B Q2n dimana Q dan λ adalah yib n n! n 0 panjang gelombang m sin QB2n1 yib B0 B1Q B2n QB2n1 n 1 Suku pertama dan kedua dari fungsi di atas memberikan kontribusi linear dan dapat dituliskan dalam berbagai bentuk yang linear dalam Q (seperti di atas), t dalam metode TOF, atau θ dalam metode CW.
Preferred Orientation Pada prinsipnya analisis difraksi sinar-x berlandaskan pada distirbusi acak kristalit dengan ukuran yang sama. Tetapi pada kenyataanya, dalam banyak kasus, sering ditemui adanya kecenderungan suatu kristal yang berorientasi dalam suatu orientasi tertentu dibandingkan orientasi lainnya (arah orientasi suatu kristal dapat dinyatakan dengan indeks Miller, hkl). Fenomena inilah yang disebut dengan preferred orientation. Salah satu cara untuk memvisualisasikan ini seperti pada suatu lembaran logam yang diperoleh melalui metodel pengerolan (rolling) yang memaksa kristalit-kristalitnya untuk menuju orientasi tertentu. Sebagai contoh adanya preferred orientation ditunjukkan pada Gambar 2.5, yang menyajikan hasil analisis difraksi sinar-X dari lapisan TiN yang didepositakan pada substrat Si dengan cara yang berbeda oleh Oh dan Je. Melalui metode PECVD (plasma enhanced chemeical vapor deposition)lapisan TiN akan lebih suka memiliki arah orientasi pada 200 sedangkan metode rf magnetron sputtering akan lebih suka pada orientasi 111.
Gambar 2.5. Preferred orientation lapisan tipis TiN yang didepositkan dengan metode berbeda 11
Bab 2 – Metode Rietveld Sejak awal pengajuan metode refinement-nya, Rietveld telah mengakomodasi atau mengoreksi intensitas hasil difraksi sinar-x akibat hal ini berdasarkan persamaan,
Icorr Iobs exp G 2
(2.6)
dimana α adalah sudut antara vektor hamburan (hkl) dengan normal kristalit atau vektor (HKL) yang didefinisikan oleh operator sebagai vektor preferred orientation. Sedangkan G adalah parameter koreksi preferred orientation yang merupakan variabel dalam proses refinement. Selain itu juga terdapat beberapa rumusan lain yang diajukan untuk menyatakan intensitas koreksi seperti yang diajukan oleh Will (pers. (2.7)) dan Dollase (pers. (2.8)),
Icorr Iobs exp G 2 2
(2.7)
(2.8)
Icorr Iobs G 2 cos2 sin2 G
3 2
Kriteria Sukses dalam Metode Rietveld Seperti diungkapkan di atas, prinsip dasar dari metode Rietveld adalah membuat selisih intensitas kalkukasi dengan intesitas observasi yang sekecil-kecilnya seperti diungkapkan dalam pers. (2.1). Untuk mencapai hal tersebut dalam berbagai software refinement dengan metode Rietveld umumnya menyediakan parameter-parameter yang dapat diperbaiki seperti: Parameter kisi (lattice parameters: a, b, c, α,β, γ) Posisi atom (atomic positions: x, y, z) Atomic site occupancies Parameter termal atomic vibrasional (atomic thermal vibrational parameters), isotropik, atau anisotropik 5. Parameter profil atau puncak seperti U, V, dan W 6. Preferred orientation 7. Fungsi latar 8. Koreksi 2θ-zero 9. Faktor skala (overall scale factor) 10. Overall isotropic thermal B 1. 2. 3. 4.
Adapun kriteria kesuksesan refinement dengan metode Rietveld berkaitan dengan: 1. Perbedaan plot yiobs yicalc 2. Tidak ada deviasi yang sangat besar (deviasi maksimum) pada setiap titik dalam plot yang berbeda
12
Analisis Pola Difraksi Sinar-x dengan Metode Rietveld MenggunakanRietica 3. Error seminimal mungkin yang dinyatakan dengan indeks R seperti Rwp, RB, Rexp, RP, dan GoF. 4. Parameter struktural dan deviasi standarnya (jika memungkinkan dibandingkan dengan hasil untuk kristal tunggal yang sama). Secara terperinci indeks R dalam metode Rietveld didefinisikan pada Tabel 2.3. Tabel 2.3. Rumusan matematis indeks R Indeks R
Rumusan matematis
Weight profile R-factor
w y obs y calc 2 i i i Rwp i 2 wi yiobs i Indeks Rwp terkait dengan bobot penjumlahan residu kuadrat
Expected profile R-factor
12
N P C Rexp 2 wi yiobs i dimana N adalah jumlah pengukuran, P adalah jumlah parameter refinement, dan C adalah jumlah konstrain yang digunakan dalam refinement. Indeks Rexp diperoleh berdasarkan asumsi pembilang membawa nilai yang diharapkan
Profile R-factor
12
RP
y y y obs i
calc i
obs i
Rp memberikan cara pandang lain terhadap keseluruhan hasil fitting. Perbedaan utama dengan Rwp adalah tampak bahwa Rp tidak ikut mempertimbangkan faktor bobot statistik wi Bragg R-factor
RB
I I I obs k
calc k
obs k
Indeks RB secara implisit menunjukkan perbandingan intensitas terintegrasi yang setara dengan refinement untuk kristal tunggal. Dalam refinement dengan metode Rietveld tidak ada intensitas terintegrasi secara nyata sehingga sebenarnya RB maknanya sedikit fiktif. Ia dihitung berdasarkan alokasi intensitas teramati sebenarnya yiobs untuk intensitas Bragg berdasarkan intesitas terhitung pada basis share holder. Meskipun demikian RB seringkali juga digunakan untuk menilai hasil refinement. (lanjutan Tabel pada halaman selanjutnya)
13
Bab 2 – Metode Rietveld Goodness of fit
N 1 GoF wi yiobs yicalc N P C i 1
2
12
Rwp Rexp
GoF adalah suatu ukuran yang biasa digunakan dalam statistik untuk menggambarkan seberapa baik hasil fitting terhadap hasil pengamatan, tentu saja dalam hal ini terhadap hasil data difraksi sinar-x. GoF juga biasa digunakan dalam pengujian suatu hipotesis statistik sehingga dari nilai GoF kita bisa memikirkan bagaimana kualitas hasil refinement. Dalam beberapa software refinement dengan metode Rietveld, ukuran GoF lebih sering dinyatakan sebagai parameter 2 (chi-square goodness fit).
14
BAB III RIETICA Rietica merupakan salah satu software untuk melakukan refinement berdasarkan metode Rietveld. Software ini disusun oleh B. Hunter, seorang peneliti di Australian Nuclear Science and Technology Organization (ANSTO), menggunakan antarmuka berbasis graphical user interface (GUI) berdasarkan pengembangan kode LHPM Rietveld Fortran. Kelebihan Rietica dibanding software lain untuk melakukan refinement adalah Rietica dapat diunduh secara gratis di: http://www.rietica.org/download.htm. Dikutip dari situs resmi Rietica, fitur-fitur yang tersedia dalam Rietica untuk membantu proses pembuatan dan pembaruan file input Rietveld antara lain:
Kemampuan memplot pola, memantau perubahan parameter dan indikator refinement (χ2, Rp, Rwp) pada setiap siklus refinement. Sehingga dengan adanya hal ini diharapkan dapat memberikan informasi proses refinement secara instan. Entri data yang relatif user friendly baik bagi pemula maupun tingkat lanjut karena telah tersedia menu-menu dalam kotak dialog dimana pengguna hanya perlu mengisi atau menandai parameter yang akan dikontrol. Tersedia pilihan editing file input secara manual untuk pengguna tingkat lanjut. Penggunaan macro languange (yang mirip dengan basic languange) untuk pemrograman dan proses yang kompleks. Sebagai contoh, kemampuannya untuk mengintegrasikan program-program seperti Ortep-3 ke dalam Rietica. Pengeplotan Fourier yang terintegrasi Latar belakang yang mudah Dapat menunjukkan file output Kemampuan membaca file eksperimental GSAS, file input Fullprof, dan file masukan DWBS.
Dalam praktiknya, Rietica dapat digunakan untuk melakukan refinement baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Analisis kualitatif berguna untuk mengetahui jenis kristal dari suatu data difraksi sinar-x secara cepat tetapi dengan keluaran yang sederhana. Sedangkan analisis kuantitatif dapat digunakan untuk menganalisis data
Bab 3 – Rietica sinar-x secara lebih mendalam, tentu dengan konsekuensi yang lebih rumit dibanding metode kualitatif. Menu-menu utama dalam Rietica Sebelum memanfaatkan Rietica lebih jauh untuk menangani data difraksi sinar-x ada baiknya kita membahas tentang menu-menu yang ada di dalam Rietica.
Tampilan jendela Rietica
Tampilan jendela Rietica ditunjukkan oleh Gambar 3.1. Pada menu file terdapat pilihan seperti: New (file), Open, Save, Save as, Import, Export, Preferences, Print, Print Preview, dan untuk menunjukkan beberapa file yang baru dibuka. Di bagian import disediakan pilihan untuk mengimpor file yang berbasis GSAS exp file, DWBS input file, dan Fullprof input file. Sedangkan di bagian export Rietica memberikan kemudahan untuk mengekspor file kerja menjadi Shelx file dan SIRPOW97 file.
Gambar 3.1. Tampilan jendela Rietica Di bagian menu Edit seperti biasa disediakan pilihan: Undo, Redo, Cut, Copy, dan Paste. Pada menu Model diberikan berbagai menu utama yang dibutuhkan untuk melakukan proses refinement, yaitu: General, Phases, Histogram, Sample, Parameters, dan Constraints. Penjelasan pilihan-pilihan tersebut akan dibahas lebih lanjut di bawah. Pada menu Rietveld disajikan beberapa menu lanjutan yang berkaitan dengan “eksekusi” proses refinement seperti: Refine, Manual Edit dan Rietveld Basic. Pembahasan lebih lanjut tentang menu-menu tersebut akan dilakukan di bawah. Adapun menu Information adalah suatu menu yang menyediakan berbagai informasi terkait file input dan file output melalui: View Input, View Output, View BV/Summary, View Dist/Angles, Plot Fourier, dan Plot RDF. Sedangkan di menu Help, Rietica memberikan semacam petunjuk untuk pengguna juga untuk keperluan update.
Kotak dialog New Input
Apabila kita belum memiliki data file input yang akan digunakan melalui menu Open maka kita diharuskan untuk membuat file input baru melalui menu: File → New sehingga muncul kotak dialog New Input seperti pada Gambar 3.2. Terdapat 2 menu utama dalam kotak dialog tersebut, yaitu terkait dengan Histograms dan Phases. Pilihan-pilihan histogram seperti jumlah histogram dan jenis instrumen difraksi
16
Analisis Pola Difraksi Sinar-X dengan Metode Rietveld menggunakanRietica misal, sinar-x dengan target Cu, kelak akan digunakan untuk pembuatan histogram dalam proses refinement dan biasanya tidak perlu diubah. Adapun Phases adalah menu dasar untuk mendeskripsikan data input kita. Pada Phases terdapat pilihan untuk menentukan jumlah fasa yang menyatakan jumlah fasa dalam sampel. Isikan sesuai (atau prediksi) sampel, misal jika sampel terdiri dari satu fasa seperti TiO2 fasa rutile saja isikan satu, tapi jika lebih misal sampel merupakan TiO2 yang mengandung fasa anatase dan rutile maka isikan dua dan seterusnya. Selanjutnya kita diminta untuk mendeskripsikan lebih lanjut tiap fasa tersebut pada pilihan bawahnya berdasarkan jumlah atom yang dimiliki tiap fasa. Selain itu juga terdapat pilihan apakah fasa yang akan kita input tersebut merupakan a structure atau an extraction. Perbedaannya adalah a structure dapat digunakan jika file input yang kita masukkan kita ingin analisis strukturnya dan ini biasanya untuk keperluan analisis kuantitatif sedangkan an extraction biasanya dapat digunakan untuk keperluan analisis kualitatif karena tidak begitu dibutuhkan data struktur. Lebih lanjut tentang analisis kualitatif dan kuantitatif akan dibahas pada Bab 5 dan 6. Setelah menu New Input di-OK biasanya akan langsung muncul kotak dialog untuk menyimpan, Save As, data tersebut. Ini dikarenakan pada proses refinement harus digunakan data input yang telah disimpan. Tetapi jika tidak ingin disimpan silahkan pilih Cancel dan penyimpanan secara manual dapat dilakukan dengan File → Save As.
Gambar 3.2. Kotak dialog New Input
Kotak Dialog General
Kotak dialog General dapat dipanggil melalui menu Model → General dan tampilannya ditunjukkan oleh Gambar 3.3. Pada kotak dialog terdapat pilihan untuk memberi nama proses refinement yang nanti akan muncul pada grafik keluaran.
17
Bab 3 – Rietica Pada submenu Options terdapat pilihan pengaturan jumlah siklus refinement sampai pilihan untuk format data yang akan dibaca. Pengaturan format data yang akan dibaca merupakan hal penting dan ini bergantung dengan jenis data hasil pengukuran difraksi sinar-x. Beberapa format data yang didukung misalkan data xy, GSAS, STD, CPI, dan sebagainya.
Gambar 3.3. Kotak dialog General Pada Refinement Strategy diberikan pilihan pengaturan berkaitan seperti penggunaan Newton-Raphson atau Marquardt, pengaturan umum terkait dengan parameter refinement seperti karakteristik fasa hingga bentuk dan lebar puncak. Sedangkan pada Option File Options beberapa pengaturan dasar terkait output seperti penampilan instensitas pengukuran dan kalkuasi, intensitas terintegrasi, dan sebagainya. Beberapa pilihan dalam kotak dialog General ini dapat diatur kembali sesuai dengan kebutuhan nantinya.
Kotak dialog Phase
Kotak dialog Phase berguna untuk memasukkan data input terkait dengan struktur kristal atau fasa. Data-data yang diinputkan pada kotak dialog ini merupaka data standar yang dapat diperoleh dari makalah-makalah penelitan, buku-buku, atau situssitus yang menyajikan data kristal seperti http://www.cryst.ehu.es/, https://cds.dl.ac.uk/cds/datasets/crys/icsd/llicsd.html, dan sebagainya. Kelak hasil dari data input ini akan digunakan sebagai variabel kalkulasi dalam metode Rietveld.
18
Analisis Pola Difraksi Sinar-X dengan Metode Rietveld menggunakanRietica Untuk memanggil kotak dialog Phase dapat dilakukan dengan memilih menu Model → Phases dan tampilannya seperti ditunjukkan pada Gambar 3.4. Apabila diperhatikan di samping beberapa parameter terdapat kotak kecil. Pada praktiknya, kotak kecil tersebut dapat di-checklist dan itu menandakan parameter yang refinable.
Gambar 3.4. Kotak dialog Phases Dari Gambar 3.4 tampak dengan jelas bahwa isi dari kotak dialog Phase berkaitan dengan parameter-parameter kristal seperti Space Group dan parameter kisi kristal (a, b, c, α, β, γ). Phase Scale merupakan parameter yang berkaitan dengan faktor skala yang menghubungkan antara intesitas kalkulasi dengan intensitas dari data pengukuran. Selain itu tampak juga pilihan input data untuk: Name, Type, x, y, z, B, n, B11, dan seterusnya. Name merupakan nama atom penyusun fasa. Type adalah tipe dari atom tersebut (dapat dipilih juga jenis ion-nya). x, y, dan z adalah posisi atom tersebut dalam kristal terkait dengan Wyckoff positiion. B adalah faktor-B atau juga disebut sebagai Debye-Waller factor yang menggambarkan penurunan hamburan intensitas karena gerakan termal dari atom atau karena gangguan kristal. Faktor-B untuk kasus isotropik dirumuskan sebagai, B 8 2 u2
(3.1)
dimana u adalah perpindahan isotropik kuadrat suatu atom dengan satuan u2 adalah Å2. Pada kasus anisotropik maka faktor-B akan terurai dalam bentuk tensor 3×3 sehingga akan terdapat komponen B11, B12, B22, dan seterusnya. Adapun n dalam kotak dialog Phases berkaitan dengan okupasi atom tersebut.
19
Bab 3 – Rietica
Kotak dialog Histograms
Dari menu Model → Histograms kita akan dapat memanggil kotak dialog Histograms yang tampilannya ditunjukkan oleh Gambar 3.5. Pada dasarnya kotak dialog Histograms berisi parameter-parameter yang berkaitan dengan rentang data, skala histogram, panjang gelombang sinar-x (atau berkas neutron) yang digunakan, koreksi posisi sampel, hingga pengaturan latar (background). Adapun kotak-kotak kecil yang dapat di-chekclist di samping parameter pada kotak dialog Histograms menunjukkan parameter yang refinable.
Gambar 3.5. Kotak dialog Histograms Untuk mengatur latar dapat dilakukan dengan memilih jenis latar (misal di atas adalah Polynomial 5th order) dan dalam Rietica terdapat beberapa pilihan fungsi seperti: Polynomial, Cheby, Amorphorous dan lain-lain. Pengisian konstanta pada fungsi latar bisa dilakukan secara manual atau dengan cara menchecklist kotak kecil di samping: B-1, B0, B1, dan
Gambar 3.6. Koreksi posisi sampel
20
Analisis Pola Difraksi Sinar-X dengan Metode Rietveld menggunakanRietica seterusnya. Adapun parameter refinable: zero dan sample displace adalah suatu parameter koreksi yang berkaitan dengan posisi sampel pada proses pengukuran seperti ditunjukkan oleh Gambar 3.6. Oleh karena itu pada proses refinement kita cukup memilih salah satunya saja tidak perlu keduanya untuk di-checklist.
Kotak dialog Sample
Di dalam kotak dialog Sample yang bisa dipanggil melalui menu Model → Sample kita akan dapat melihat pengaturan untuk model puncak seperti ditunjukkan oleh Gambar 3.7. Kotak-kotak kecil yang dapat di-checklist menunjukkan parameter tersebut bersifat refinable. Kita dapat memilih bentuk puncak pada pilihan Peak Shape (terdapat beberapa pilihan seperti Voigt, Pseudo-Voigt, Jorgensen, dan sebagainya). Parameter U, V, W merupakan parameter yang mendefinisikan FWHM seperti didefinisikan pada Bab 2. Gam0, Gam1, dan Gam2 merupakan parameter yang berkaitan dengan parameter η pada Bab 2 yang menunjukkan parameter bentuk campuran Lorentzian dan Gaussian. Misalkan untuk profil Pseudo-Voigt, η = 0 menunjukkan profil Gaussian dan η = 1 menunjukkan Lorentzian, tetapi η dapat bernilai diantara 0 sampai 1 atau bahkan lebih dari 1. Dalam bentuk yang lebih umum parameter η juga dapat dinyatakan sebagai fungsi sudut 2θ,
0 1 2 2 2
2
(3.2)
Gambar 3.7. Kotak dialog Sample
21
Bab 3 – Rietica Selanjutnya juga terdapat parameter refinable berupa Asy1. Parameter tersebut meyatakan parameter asimetri. Parameter ini berguna untuk menggeser sedikit profil puncak dan membuatnya sedikit asimetri dengan tujuan untuk memperbaiki fitting puncak hasil kalkulasi dengan puncak hasil pengukuran. Parameter asimetri sendiri telah digunakan oleh Rietveld untuk menghasilkan puncak seperti pada Gambar 3.8, dimana dengan penambahan parameter asimetri puncak kalkulasi lebih mendekati data pengukuran dibanding profil Gaussian murni.
Gambar 3.8. Perbandingan profil Gauss simetri dan asimetri dengan data pengukuran Pada submenu Sample Dependent Peakshape terdapat parameter refinable berupa Uanis. Parameter Uanis muncul karena parameter U (pada rumusan FWHM) terkadang juga bergantung pada hkl atau sudut 2θ dan didefinisikan sebagai, U anis U a cos
(3.3)
dimana ϕ adalah sudut antara refleksi (hkl) dengan arah anisotropic broadening sedangkan Ua adalah parameter refinable-nya. Parameter refinable lainnya seperti PO Value, Absor. R, dan Extinction masing-masing berkaitan dengan koreksi akibat adanya perubahan intensitas akibat preferred orientation, perubahan intensitas puncak akibat adanya absropsi sampel, dan adanya extincition.
22
Analisis Pola Difraksi Sinar-X dengan Metode Rietveld menggunakanRietica
Kotak dialog Refine
Kotak dialog Refine merupakan kotak dialog yang menyatakan perintah “eksekusi” refinement. Ia dapat dipanggil melalui menu Rietveld → Refine dan tampilannya seperti pada Gambar 3.9 Pada menu Refine tampak bahwa terdapat pilihan Input yang menyatakan file input yang akan digunakan. Seperti dinyatakan sebelumnya, kita dapat menggunakan file input setelah file input tersebut disimpan. Pilihan Data menunjukkan letak file data hasil pengukuran sinar-x yang akan digunakan. Hal penting untuk dapat menggunakan data adalah sesuaikan jenis format data dengan jenis format data yang dapat dibaca pada pengaturan di Menu General.
Gambar 3.9 Kotak dialog Refine Submenu selanjutnya adalah Refinement control yang terdiri dari pilihan Start, Step, Finish. Pilihan Start merupakan perintah bahwa proses refine akan dimulai. Apabila pilihan Dynamic Plotting kita cheklist maka kita akan melihat pada tahapan ini dimunculkan sebaran data-data hasil pengukuran (berupa titik-titik) serta lokasilokasi dimana puncak tersebut berada (garis biru vertikal kecil) seperti pada Gambar 3.10 (a). Sedangkan untuk pola kalkulasi (berwarna merah) masih belum terbentuk. Angka di sebalah pilihan step menunjukkan jumlah siklus refine yang akan dilakukan. Ketika dipilih Step maka akan tampak pola kalkulasi mulai mencocokkan diri dengan data hasil pengukuran seperti pada Gambar 3.10 (b) dan juga tampak selisih antara data pengukuran dengan pola kalkulasi (berwarna hijau). Ketika dipilih Finish artinya proses refinement dinyatakan selesai dan dengan men-cheklist pilihan Updating artinya kita telah memperbarui data kalkulasi yang kita masukkan (untuk parameter refinable yang di-cheklist) dengan data baru hasil refinement.
23
Bab 3 – Rietica Di sebelah kanan kotak dialog Refine kita juga dapat melihat nilai indeks-R (Rp, Rwp, dan χ2) dari proses refinement yang telah kita lakukan. Namun demikian, jika dibutuhkan informasi terkait indeks-R seperti Rexp dan RB dapat dilihat melalui menu: Information → View Output. Beberapa literatur menyebutkan hasil refinement yang baik tercapai ketika χ2 bernilai kurang dari 4 dan RB bernilai kurang dari 2.
(a)
(b) Gambar 3.10. (a) Hasil plotting setelah Start, (b) hasil plotting setelah Step
24
BAB IV PEMBUATAN DATA FILE DIFRAKSI SINAR-X Setelah kita melakukan karakterisasi sampel dengan difraksi sinar-x maka kita mendapat data terkait pola difraksinya, yang berisi intensitas dan sudut 2θ. Data tersebut yang akan menjadi data hasil pengukuran dalam proses refinement dengan metode Rietveld. Sebelum melakukan refinement atau analisis data difraksi sinar-x sebaiknya kita telah memiliki dua hal utama, yaitu: 1. Data hasil pengukuran difraksi sinar-x sampel 2. Data standar (referensi) kristal yang terkandung atau diprediksi ada di dalam sampel. Adapun untuk memperoleh data standar kristal telah dibahas pada Bab III. Permasalahan awal yang sering ditemui pra-proses refinement menggunakan software Rietica adalah data hasil pengukuran difraksi sinar-x sampel memiliki format yang tidak didukung. Seringkali data tersebut diberikan dalam bentuk Microsoft Excel padahal kita tahu Rietica tidak mensupport data dengan ekstensi .xls atau .xlsx. Format-format data yang didukung oleh Rietica dapat dilihat pada kotak dialog General yang telah dibahas pada Bab III. Oleh karena itu agar data yang telah kita miliki dapat terbaca maka formatnya harus diubah. Pengubahan file dengan ekstensi .xls atau .xlsx menjadi ekstensi .xy Salah satu format yang didukung oleh Rietica adalah data dengan ekstensi .xy. Pengubahan file data hasil pengukuran difraksi sinar-x dalam bentuk Microsoft Excel sehingga memiliki ekstensi .xy dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut: 1. Buka file tersebut dalam Microsoft Excel (di sini penulis menggunakan Microsoft Excel 2013) sehingga tampak seperti pada Gambar 4.1. Data di sebelah kiri (kolom A) adalah data intensitas sedangkan data di sebelah kanan (kolom B) adalah data sudut 2θ.
Bab 4 – Pembuatan Data File Difraksi Sinar-x
Gambar 4.1. Tampilan data hasil difraksi sinar-x dalam bentuk Microsoft Excel 2. Untuk mengubahnya dapat kita lakukan dengan menyimpan ulang data tersebut dalam format Tab delimited, melalui cara: File → Save As kemudian ubah Save As Type-nya menjadi Text (Tab delimited) dan di File Name jangan lupa tambahkan ekstensi .xy sehingga menjadi: Nama_File.xy seperti pada Gambar 4.2.
Gambar 4.2. Cara menyimpan file dalam tipe: Text (Tab delimited)
26
Analisis Pola Difraksi Sinar-X dengan Metode Rietveld menggunakanRietica 3. Bila sudah maka akan muncul kotak dialog seperti pada Gambar 4.3 (a), tapi itu di- OK-kan saja. Jika sudah maka akan muncul kembali kotak dialog seperti Gambar 4.3 (b) itu pilih Yes.
(a)
(b) Gambar 4.3. Kotak dialog setelah pengubahan format data 4. Bila sudah silahkan keluar dan tutup aplikasi Microsoft Excel dan kemudian akan muncul kotak dialog persetujuan untuk menyimpan file dalam format yang telah kita tentukan seperti pada Gambar 4.4 (a). Bila telah demikian pilih saja: Yes. Kemudian setelah selesai penyimpanan maka Microsoft Excel akan kembali mengingatkan dengan kotak dialog pada Gambar 4.4 (b) dan itu pilih saja: Yes. Bila telah selesai maka Microsoft Excel akan tertutup.
(a)
(b) Gambar 4.4. Kotak dialog yang akan muncul ketika Ms. Excel ditutup
27
Bab 4 – Pembuatan Data File Difraksi Sinar-x File tetap tidak memiliki ekstensi .xy? Dalam beberapa kasus mungkin kita akan menemui ternyata file yang telah kita buat tetap tidak berekstensi .xy tapi malah .txt. Bila kejadian demikian maka kita hanya tinggal mengubah ekstensi file secara manual saja. Untuk mengecek ekstensi File dapat dilakukan dengan membuka folder tempat kita menyimpan File (Explorer) kemudian (pada Windows 8.1) pilih tab View dan checklist: File Name Extension seperti pada Gambar 4.5 (a). Tampak bahwa file yang tadi kita buat memiliki ekstensi .txt. Untuk mengubah ekstensi file tersebut maka Rename saja file itu dan di bagian akhirnya dituliskan .xy seperti pada Gambar 4.5 (b). Jika muncul kotak dialog seperti pada Gambar 4.5 (c) pilih: Yes.
(a)
(b)
(c) Gambar 4.5. Mengubah ekstensi file menjadi .xy dengan memanfaatkan fasilitas Rename. Bila telah selesai maka kita telah berhasil memiliki file data hasil difraksi sinar-x sampel dalam format .xy dan ini bias diperiksa pada informasi Type ia akan menunjukkan jika data tersebut bertipe: XY File.
28
BAB V ANALISIS KUALITATIF Seperti dinyatakan sebelumnya, Rietica merupakan software refinement dengan metode Rietveld yang dapat digunakan untuk menganalisis hasil difraksi sinar-x baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Pada Bab ini terlebih dahulu akan dibahas tentang analisis kualitatif. Melalui analisis secara kualitatif kita akan dapat melakukan analisis secara cepat tentang beberapa parameter kristal seperti pencocokan space grup dan parameter kisi. Sehingga apabila kita dapat mengetahui parameter-parameter tersebut maka dengan segera kita pun dapat menyimpulkan apakah fasa yang terkandung dalam sampel atau apakah prediksi kita tentang fasa di dalam sampel telah tepat. Terdapat beberapa metode untuk melakukan analisis kualitatif suatu pola difraksi sinar-x. Tetapi metode yang ditawarkan Rietica adalah metode Le Bail. Pada dasarnya metode ini bekerja dengan cara mengekstrak intensitas dari data difraksi. Ini dilakukan untuk memperoleh jenis intensitas yang cocok sehingga dapat digunakan untuk menetukan suatu fasa kristal dan merefine informasi terkait unit sel. Untuk dapat menggunakan metode Le Bail maka kita harus dapat memperkirakan atau memiliki data terkait parameter kisi dan space group dari fasa dalam bahan karena variabel tersebut sangat dibutuhkan dalam proses fitting. Metode Le Bail mengizinkan beberapa parameter untuk dapat di-refine seperti parameter kisi, bentuk profil, dan latar sehingga intensitas puncak hasil kalkulasi sesuai dengan pola hasil difraksi sinar-x. Sama seperti metode Rietveld, metode Le Bail juga menggunakan analisis kuadrat terkecil dalam proses kerjanya. Kelebihan metode Le Bail dibanding metode lain seperti metode Pawley adalah ia lebih efisien dan mudah diintegrasikan dengan metode Rietveld sehingga telah banyak diterapkan pada berbagai software refinement. Sebagai contoh analisis kualitatif berdasarkan metode Le Bail menggunakan Rietica berikut ini akan disajikan tahapan refinement untuk fasa rutile TiO2 secara kualitatif. Adapun untuk data difraksi sinar-x-nya, dapat diunduh secara gratis pada: https://community.dur.ac.uk/john.evans/topas_workshop/tutorial_riet_excel.htm. dan pilih yang: powder_01.xls atau tio2_excel.xy. Apabila memilih format Ms. Excel silahkan cari data untuk 2θ dan intesitas observabelnya atau jika bingung silahkan
Bab 5– Analisis Kualilitatif unduh di: https://drive.google.com/open?id=0B17sumtDl2NPTVYyZEJ2WXZEc3c. Setelah memperoleh data difraksi sinar-x tersebut silahkan ubah ke dalam file yang berekstensi .xy dengan cara seperti dijabarkan pada Bab IV. Pada artikel yang ada di situs www.materialdesign.com kita dapat mengetahui bahwa ternyata rutile TiO2 memiliki data sebagai berikut: Space group: P 42/MNM; Z = 2 a = 4.59340; b = 4.59340; c = 2.95750 α = 90; β = 90; γ = 90 Site Ti O
Element Ti O
x 0.00000 0.30492
y 0.00000 0.30492
z 0.00000 0.00000
Occupancy 1.0 1.0
Dengan memanfaatkan kedua data yang telah kita punya yaitu: (1) data hasil difraksi sinar-x dan (2) data kristal rutile TiO2 maka kita akan bahas proses refinement-nya secara terperinci.
Pembuatan New Input
Dengan memilih menu File → New kita akan mendapatkan kotak dialog New Input seperti pada Gambar 5.1. Karena pada bagian ini akan diterapkan metode kualitatif maka jenis Phase yang digunakan harus diubah bukan a structure melainkan an extraction. Ketika diterapkan an extraction maka pilihan jumlah atom dalam fasa menjadi otomatis 0. Ini dikarenakan dalam metode kualitatif tidak diperlukan informasi terkait parameter struktural atau atom-atom penyusun fasa. Jika sudah simpan file tersebut sesuai nama yang diinginkan.
Gambar 5.1. Kotak dialog New Input untuk metode kualitatif
30
Analisis Pola Difraksi Sinar-X dengan Metode Rietveld menggunakanRietica
Menginputkan informasi fasa
Untuk memasukkan informasi fasa rutile TiO2 dapat dilakukan pada kotak dialog Phases (Model → Phases). Dalam kotak dialog tersebut informasi terkait: (1) space group, (2) parameter kisi (a, b, c, α, β, γ), dan (3) nilai Z sesuai dengan data standar seperti pada Gambar 5.2. Pastikan Calculation Method adalah Le Bail. Karena space group: P 42/MNM adalah kristal tetragonal dimana α = β = γ = 90° maka parameter tersebut tidak dapat di-refine (perhatikan kotak kecilnya tidak dapat di-checklist). Namun demikian, secara umum parameter tersebut dapat di-refine. Setelah selesai di-OK dan jangan lupa untuk simpan kembali file yang telah di-inpu (File → Save).
Gambar 5.2. Pengisian kotak dialog Phases untuk analisis kualitatif
Proses Refine
Untuk dapat perbandingan data input dengan data hasil analisis difraksi sinar-x, untuk sementara, dapat dilakukan dengan kotak dialog Refine (Rietveld → Refine). Untuk Input silahkan pilih file input yang baru kita buat tadi (atau telah dibuat sebelumnya) sedangkan untuk data gunakan data hasil analisis difraksi sinar-x sesuai lokasi tersimpan. Setelah itu pilih Start dan atur jumlah siklus refinement (misalkan gunakan 10) lalu klik Step. Untuk melihat hasilnya klik Dynamic Plotting. Jika telah selesai pilih Finish dan jika diinginkan untuk memperbarui data kalkulasi pilih Update. Proses ini dapat dilihat pada Gambar 5.3.
31
Bab 5– Analisis Kualilitatif
(a)
(b) Gambar 5.3. Hasil refine pertama: (a) kotak dialog Refine, (b) fitting plot kalkulasi dan data pengukuran sinar-x Jika diperhatikan hasil refine pertama masih menghasilkan error yang cukup besar yang ditunjukkan oleh χ2 mencapai 22,35 serta garis hijau yang masih cenderung tajam. Tetapi tentu saja ini dapat terjadi karena masih banyak parameter yang belum di-refine seperti: Histograms, Phases, dan Sample.
Me-refine parameter pada kotak dialog Histograms
Pertama kita akan coba untuk me-refine parameter-parameter yang ada pada kotak dialog Histtograms (Model → Histograms)seperti pada Gambar 5.4. Parameter yang
32
Analisis Pola Difraksi Sinar-X dengan Metode Rietveld menggunakanRietica dapat diubah pada analisis kualitatif untuk kotak dialog ini adalah: (1) Wavelength, (2) Zero dan Sample Displace, (3) Fungsi latar dan parameter latar, dan (4) Illumination. Misalkan saja akan dicoba di-refine parameter latar B-1, maka ini dapat dilakukan dengan cara men-checklist kemudian klik OK. Kita diperbolehkan untuk me-refine beberapa parameter sekaligus tapi ingat jangan terlalu banyak karena dapat menyebabkan proses refinement menjadi tidak stabil (apabila sudah tidak stabil maka Rietica tidak dapat melakukan proses refinement).
Gambar 5.5. Kotak dialog Histogram pada analisis kualitatif yang dapat di-refine Apabila kita ingin “mengeksekusi” proses refine dapat dilakukan kembali dengan kotak dialog Refine. Lakukan kembali cara yang sama: Start, Step, Update, dan Finish jika dirasa hasilnya lebih baik. Melalui proses refine parameteri latar B-1 maka dapat dilihat nilai χ2 menurun hingga 19.588 seperti ditunjukkan pada Gambar 5.6 dan apabila dilihat pada parameter B-1 nilainya menjadi 396.282. Sebuah trik dalam proses refinement secara kualitatif adalah: “Silahkan lakukan Step lagi apabila masih diizinkan (sebelum Finish). Lakukan terus menerus jika nilai χ2 menunjukkan penurunan. Tetapi apabila tombol Step tidak dapat dipilih lagi atau ternyata nilai χ2 justru meningkat maka sebaiknya dihentikan.
33
Bab 5– Analisis Kualilitatif Sebelum memilih Finish jangan lupa apabila hasil refine menunjukkan perbaikan pilih Update dulu baru Finish. Tetapi jika hasilnya lebih buruk maka jangan diUpdate”.
Gmabar 5.6. Penurunan χ2 setelah me-refine parameter B-1. Setelah itu silahkan dicoba berbagai parameter lainnya untuk semakin memperbaiki hasil refine. Kita diperbolehkan untuk tetap men-checklist parameter yang telah direfine sebelumnya (misal B-1) ketika me-refine parameter lainnya.
Me-refine parameter pada kotak dialog Phases
Pada kotak dialog Phases untuk analisis kualitatif parameter yang dapat direfine yaitu terkait dengan parameter kisinya. Bisa a, b, c, α, β, atau γ bergantung pada jenis space group-nya seperti ditunjukkan pada Gambar 5.7. Adapun untuk Phase Scale dan Overall Thermal meskipun disamping parameter tersebut diberikan kotak kecil tanda checklist namun pada praktiknya tidak diizinkan untuk di-refine. Kecuali pada kasus refinement yang melibatkan lebih dari satu fasa, Phase Scale dapat direfine. Apabila kita tetap memaksa untuk me-refine parameter tersebut maka yang terjadi adalah hasil refinement-nya menjadi tidak stabil sehingga muncul kotak dialog seperti pada Gambar 5.8.
34
Analisis Pola Difraksi Sinar-X dengan Metode Rietveld menggunakanRietica
Gambar 5.7. Kotak dialog Phases setelah di-refine dan parameter yang dapat di-refine (bergantung tipe space group)
Gambar 5.8. Kotak dialog yang menunjukkan refinement tidak stabil Apabila terjadi kasus demikian maka silahkan klik OK kemudian buka kembali kotak dialog dan hilangkan tanda checklist pada parameter yang membuat tidak stabil kemudian lakukan kembali proses refine.
Me-refine parameter pada kotak dialog Sample
Adapun untuk kotak dialog Sample parameter yang dapat di-refine pada proses analisis kualitatif antara lain: (1) Jenis Peak shape, (2) Instrumental Peak Shape (U, V, W, Gam0, Gam1, Gam2), dan (3) Uanis seperti ditunjukkan pada Gambar 5.9. Sedangkan untuk parameter lain seperti PO Value, Absor. R dan Extinction meskipun terdapat kotak checklist tetapi pada metode kualitatif tidak dapat dilakukan dan apabila dipaksakan akan menyebabkan refinement menjadi tidak stabil.
35
Bab 5– Analisis Kualilitatif
Gambar 5.9. Kotak dialog Sample dan parameter yang dapat di-refine
Interpretasi data output
Apabila kita telah merasa proses refinement yang kita lakukan telah mencapai hasil terbaik dan kita telah memutuskan untuk berhenti maka kita dapat melihat hasil refinement kita secara lengkap pada pilihan View Output yang dapat dipanggil menggunakan: Information → View Output. Data output akan disajikan untuk tiap siklus refine secara terperinci sehingga kita dapat mengamati proses jalannya refine dari awal hingga akhir. Sebagai contoh disajikan interpretasi data output dari proses refinement yang telah penulis lakukan pada siklus terakhir (pada kasus ini 30, indeks RB = 0,03 dan χ2 = 3,25) tampak pada Gambar 5.10.
36
Analisis Pola Difraksi Sinar-X dengan Metode Rietveld menggunakanRietica
Nomor siklus
Parameter sel (kisi)
a: b: c: α: β: γ:
Standar deviasi
Volume sel
Sample disp. Standar deviasi Standar deviasi
Latar
Parameter FWHM
Indeks-R
χ2 (lanjutan gambar di halaman selanjutnya)
37
Bab 5– Analisis Kualilitatif Estimated Standard Deviations
FWHM
Daftar puncak muncul
hkl puncak
RB Gambar 5.10. Interpretasi data output Adapun cara untuk dapat menyimpan hasil plotting adalah dengan pilih File → Save as BMP atau Save as EMP seperti pada Gambar 5.11 dan lakukan proses penyimpan seperti biasa sesuai dengan nama dan di lokasi yang diinginkan.
Gambar 5.11. Cara menyimpan hasil plotting dari proses refinement
38
BAB VI ANALISIS KUANTITATIF Analisis kuantitatif yang dibahas pada bab ini berkaitan dengan analisis struktur dari kristal berdasarkan Rietica juga pemanfaatan data-data keluaran yang dihasilkan untuk keperluan kalkulasi seperti perhitungan ukuran kristalit serta tegangan atau regangannya. Pada dasarnya, untuk melakukan analisis kuantitatif kita membutuhkan dua jenis data yaitu: (1) data hasil eksperimen difraksi sinar-x sampel, dan (2) data standar dari kristal yang kita prediksi ada dalam sampel tersebut. Bedanya dengan analisis kualitatif adalah, pada analisis kualitatif kita hanya membutuhkan data terkait space group dan parameter kisi (sel) seperti a, b, c, α, β, dan γ-nya saja tanpa perlu memasukkan data penyusun struktur kristal atau data atom-atom dalam kristal tersebut. Sedangkan dalam pembahasan tentang analisis kuantitatif, data penyusun struktur kristal adalah data yang mutlak dibutuhkan sebagai data input. Sebagai contoh kita akan melakukan proses analisis secara kuantitatif untuk kristal SrPrO3 dimana data standar dan data hasil difraksi sinar-x dapat diunduh di situs: http://addis.caltech.edu/teaching/MS142/labs/Rietveld7.html secara gratis. Selain itu apabila ingin berlatih me-refine berbagai jenis kristal lainnya bisa mengunjungi situs: http://rruff.info/ karena di sana terdapat banyak sekali data difraksi sinar-x serta data standarnya yang diberikan secara cuma-cuma. Apabila mencoba mengunduh pada situs di atas maka kemungkinan data yang kita peroleh sudah dalam bentuk .xy atau hanya ditampilkan di laman web seperti pada Gambar 6.1.
(a) (b) Gambar 6.1. Data difraksi sinar-x pada situs: (a) rruff.info (b) addis.caltech.edu
Bab 6– Analisis Kuantitatif Tentu saja data dalam format pada web tidak didukung oleh Rietica. Alternatifnya adalah kita pilih data tersebut ke dalam Microsoft Excel. Hanya saja ketika dikopi ke dalam Microsoft Excel maka data tersebut akan menjadi satu kolom sehingga tidak bisa langsung diterapkan fitur penyimpanan dalam: Text (Tab delimited). Untuk membagi data tersebut menjadi dua kolom dapat dilakukan dengan cara memilih data tersebut (memblok-nya) kemudian pilih tab: Data → Text to Columns. Setelah itu akan muncul kotak dialog tentang pembagian data pilih: Fixed Width lalu Next seperti ditunjukkan oleh Gambar 6.2 kemudian akan kembali muncul kotak dialog lagi , pilih General lalu Finish. Jika benar maka data akan terbagi dua kolom. Adapun untuk data yang dipisahkan dengan tanda koma (misal seperti pada situs http://rruf.info) pemisahan kolom dapat dilakukan dengan memilih: Delimited pada menu Text to Columns. Bila muncul kotak dialog tentang delimiters dilakukan berdasarkan apa Pilih: Comma → General → Finish. Apabila telah terbagi menjadi dua kolom maka data dapat disimpan dalam ekstensi .xy seperti dibahas pada Bab IV.
Gambar 6.2. Kotak dialog Text to Columns Berdasarkan informasi yang tersedia maka data dari kristal SrPrO3 adalah sebagai berikut: Space group: P N M A; Z = 4 a = 6.1168; b = 8.5487; c = 5.9857 α = 90; β = 90; γ = 90 Site Sr Pr O1 O2
Element Sr2+ Pr4+ O2O2-
x 0.044 0.500 0.478 0.322
y 0.250 0.000 0.250 0.048
z -0.006 0.000 0.120 0.685
B 0.75 0.24 0.89 0.89
Occupancy 1.0 1.0 1.0 1.0
40
Analisis Pola Difraksi Sinar-X dengan Metode Rietveld MenggunakanRietica Pembuatan New Input Cara membuat file input pada dasarnya sama dengan seperti dilakukan pada analisis kualitatif yaitu melalui: File → New Input kemudian simpan data input tersebut. Perbedaannya adalah, apabila pada metode Le Bail (kualitatif) digunakan pilihan an extraction tapi pada kali ini digunakan a structure seperti pada Gambar 6.3. Analisis untuk SrPrO3 hanya dilakukan untuk satu fasa dimana kristal tersebut terdiri dari 4 atom (sesuai data standar).
Gambar 6.3. Kotak dialog New Input untuk pilihan a structure Menginputkan informasi fasa Seperti pada analisis kualitatif, untuk menginputkan file input dapat dilakukan melalui: Model → Phases. Dalam metode ini isikan semua input fasa mulai dari: Space, group, Phase Scale dan Overall Thermal (jika tahu), nilai Z, parameter kisi, dan data atom penyusun kristal (Type-nya, koordinat, faktor-B, dan occupancy-nya). Jika telah selesai simpan kembali file input: File → Save atau klik icon disket.
41
Bab 6– Analisis Kuantitatif
Gambar 6.4. Pengisian fasa dari file input Proses Refine Untuk melakukan proses refine pada dasarnya juga menggunakan prinsip yang sama dengan analisis kualitatif, yaitu: pilih parameter yang ingin di-refine kemudian gunakan kotak dialog refine, atur siklusnya, kemudian update jika hasil refinement memiliki error yang lebih kecil. Yang membedakan hanyalah banyaknya parameter yang dapat di-refine. Pada analisis a structure jumlah parameter yang dapat di-refine akan lebih banyak dari analisis berdasarkan an extraction. Hampir seluruh parameter yang disediakan kotak kecil sebagai penanda parameter refineable dapat dilakukan refinement. Tetapi tentu saja, lakukanlah proses refinement secara seksama agar diperoleh hasil yang terbaik. Jangan terlalu tergesa-gesa (kecuali jika sudah mahir) karena analisis pada metode ini biasanya membutuhkan ketelitian serta kesabaran yang lebih tinggi dibanding metode Le Bail. Sekedar rangkuman berikut ini adalah parameter-parameter yang dapat di-refine dalam metode kuantitatif (struktural),
Kotak dialog Phases o
Phase Scale (jika belum mengetahui berapakah faktor skala antara data data pengukuran dengan data kalkulasi maka sebaiknya lakukan refinement parameter ini pertama kali)
o
Parameter kisi (a, b, c, α, β, dan γ, tetapi bergantung dengan space group-nya)
42
Analisis Pola Difraksi Sinar-X dengan Metode Rietveld MenggunakanRietica
o
Overall Thermal
o
Koordinat (posisi) atom (x, y, dan z)
o
Faktor-B (isotropik)
o
Occupancy, n
o
Faktor-B anisotropik (B11, B22, B33, B12, B13, B23)
Kotak dialog Histograms o
Jenis latar (background) dan parameternya (lakukan refinement parameter ini segera mungkin).
o
Wavelength 1
o
Sample Displace
o
Illumination
Kotak dialog Sample o
Jenis bentuk puncak (Peak Shape)
o
Parameter FWHM dan bentuk puncak (U, V, W, Asy1, Gam0, Gam1, dan Gam2)
o
Parameter U sebagai fungsi sudut (Uanis)
o
Koreksi Preferred Orientation (PO Value)
o
Koreksi Absorption (Absor. R.)
o
Koreksi Extinction
Sekali lagi, meskipun pada dasarnya parameter-parameter di atas bersifat refinabel tetapi terkadang apabila terlalu banyak yang di-refine sekaligus (atau prosesnya telah terlalu panjang) dapat menyebabkan proses refinement menjadi tidak stabil. Bila demikian, hentikan proses refinement, jangan update file input kemudian hilangkan tanda checklist pada parameter yang menyebabkan proses refinement tidak stabil dan coba kembali proses refinementnya. Selain itu beberapa parameter refinement juga saling bergantung misalkan seperti parameter Asy1 yang tidak dapat diterapkan ketika digunakan fungsi profil: Pseudo-Voigt (Riet asym). Interpretasi data output Apabila proses refinement dianggap telah baik (ditunjukkan oleh nilai χ2 dan RB) atau ingin melihat hasil refinement maka data keluarannya dapat diperoleh melalui: Information → View Output. Sebagai contoh pada Gambar 6.5 disajikan interpretasi data output dari proses refinement kristal SrPrO3 setelah beberapa siklus sehingga dihasilkan χ2 = 34,3 dan RB = 3,64 (tentu saja hasil refine ini masih kurang baik karena nilai χ2 < 4 dan RB < 2)
43
Bab 6– Analisis Kuantitatif
Keterangan jumlah fasa, histogram, parameter limits
Algoritma metode perhitungan Jenis profil puncak Panjang gelombang digunakan
Koreksi posisi sampel Parameter latar
Informasi Z, jumlah atom, vektor preferred orientation, space group
Parameter input awal Scale factor, Overall Temperature, dan Parameter kisi
(lanjutan gambar di halaman selanjutnya)
44
Analisis Pola Difraksi Sinar-X dengan Metode Rietveld MenggunakanRietica
Data fasa baru (setelah refine siklus 3)
Koordinat atom, faktor-B, occupancy setelah refine beserta STD-nya Scale factor, Overall Temperature, dan Parameter kisi beserta STD-nya Informasi reciprocal cell, volume cell, berat molekuler, dan densitas
Parameter latar, koreksi pref. Orientation, absrop. R. & parameter asimetri
Parameter FWHM puncak
Indeks-R
χ2 (lanjutan gambar di halaman selanjutnya)
45
Bab 6– Analisis Kuantitatif
Estimated Standard Deviations
FWHM
Daftar puncak muncul
hkl puncak
RB Gambar 6.5. Interpretasi data output metode kuantitatif Mengabaikan puncak yang tidak diinginkan Dalam bentuk pola plotting data intensitas kalkukasi dengan data pengukuran difraksi sinar-x SrPrO3 (Gambar 6.6) yang data outputnya diberikan pada Gambar 6.5 tampak bahwa terdapat puncak pengukuran yang muncul tidak sesuai dengan puncak kalkulasi. Kehadiran puncak tersebut tentu saja memperbesar kesalahan dari model fitting. Tetapi apabila kita telah yakin puncak tersebut bukanlah puncak yang dari kristal yang ingin dipelajari atau kita tidak ingin menyertakan puncak tersebut 46
Analisis Pola Difraksi Sinar-X dengan Metode Rietveld MenggunakanRietica dalam proses kalkulasi Rietica menyediakan pilihan untuk mengabaikan puncak yang tidak diinginkan tersebut.
Gambar 6.6. Hasil fitting pola difraksi sinar-x refine SrPrO3 Cara yang dapat dilakukan untuk mengabaikan puncak adalah dengan menggunakan pilihan Excluded Regions yang terdapat pada kotak dialog Histograms. Pada kotak pilihan tersebut isikan puncak yang ingin diabaikan, misalkan pada kasus di atas, mulai dari 29,9 sampai 30,3.
Gambar 6.7. Pilihan Excluded Regions pada kotak dialog Histograms
47
Bab 6– Analisis Kuantitatif Setelah dilakukan proses tersebut dan kemudian di-refine maka pada dynamics plot akan tampak garis yang menunjukkan itu adalah area terabaikan dan dapat kita lihat juga nilai χ2 pun akan menurun menjadi 32,9.
Gambar 6.8. Hasil refine setelah puncak yang tidak diinginkan diabaikan Pengukuran tegangan, regangan, dan ukuran kristalit Dengan memanfaatkan data keluaran (data output) dari Rietica maka kita dapat menghitung ukuran kristalit dan regangan kisinya menggunakan persamaan:
.cos 2 sin 0,9 D
(6.1)
dimana β adalah FWHM (rad), θ berkaitan dengan sudut Bragg, λ adalah panjang gelombang sinar-x yang digunakan (nm), η adalah regangan kisi atau regangan mikro, dan D adalah ukuran kristalit (asumsi faktor bentuk adalah 0,9). Karena kita bisa memperoleh data FWHM dari data output Rietica maka kita dapat membuat suatu grafik hubungan antara cos (dalam sumbu Y) terhadap sin (dalam sumbu X). Yang harus diingat adalah data FWHM dari Rietica harus dikonversi dulu kedalam satuan radian (kalikan dengan 180 ) dan data θ yang digunakan adalah setengah dari sudut 2θ. Tetapi apabila diperhatikan data keluaran output Rietica dinyatakan dalam hkl bukan 2θ. Untuk mendapatkan data 2θ dari suatu hkl dapat dilakukan dengan cara melihat posisi puncak pada keluaran Plot misalkan untuk hkl 101 (posisikan kursor di puncak) kita akan tahu terletak di 2θ = 20,6 (lihat koordinat-x ). Begitu pula untuk puncak-puncak lainnya, lakukan untuk seluruh puncak yang muncul atau pilih beberapa puncak tertinggi.
48
Analisis Pola Difraksi Sinar-X dengan Metode Rietveld MenggunakanRietica
+
Gambar 6.9. Menampilkan sudut 2θ pada suatu puncak Untuk sepuluh puncak tertinggi kita dapat membuat grafik seperti ditunjukkan pada Gambar 6.10 (penulis menggunakan data output dengan χ2 = 17,2 dan RB = 3,41). Pada plot tersebut tampak bahwa hubungan antara kedua variabel mulai membentuk garis lurus. Semakin baik hasil refinement maka biasanya hasil pembuatan grafik antara cos terhadap sin juga semakin baik. Dengan menggunakan Trendline pada Microsoft Excel kita akan tahu hubungan diantara kedua parameter tersebut diberikan oleh: Y = 0,0031x + 0,0056. Dengan demikian kita dapat menyimpulkan bahwa regangan kisinya adalah η = 0,0015 dan ukuran kristalitnya adalah D = 160 nm. Karena koefisien arah persamaan garis bertanda positif maka mengindikasikan kristal SrPrO3 yang dianalisis mengalami regangan tarik. Pers. (6.1) juga sering dinyatakan hanya untuk perhitungan ukuran kristalitnya saja dan biasa disebut dengan persamaan Scherrer,
D
0,9 B cos
(6.2)
Meskipun dalam beberapa kasus hasil perhitungan ukuran kristalit sesuai dengan ukuran butir partikel namun penarikan kesimpulan pada perhitungan secara umum harus dilakukan secara hati-hati. Persamaan Scherrer hanya dapat digunakan untuk partikel-partikel berskala nanometer selain itu pada dasarnya ukuran butir suatu partikel bersifat kompleks. Sehingga untuk mendapatkan data ukuran butir yang lebih akurat dibutuhkan informasi tambahan yang dapat diperoleh dari hasil citra SEM atau TEM.
49
Bab 6– Analisis Kuantitatif
B Cos θ/λ
0.016
y = 0.0031x + 0.0056 R² = 0.9268
0.014 0.012 0.01 0.008 0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
3.5
Sin θ/λ Gambar 6.10. Grafik untuk menentukan ukuran kristalit dan regangan kisi Adapun regangan dan tegangan sisa relatif dapat ditentukan berdasarkan parameter U (dalam FWHM) dan dari perubahan jarak antar bidang (d-spacing), dhkl-nya atau pergeseran puncaknya. Tentu saja karena ia bersifat relatif maka dalam praktiknya dibutuhkan data acuan, bisa berupa data sebelum proses, data standar, atau dari data penelitian lain. Kedua regangan tersebut muncul karena adanya medan regangan yang tidak homogen. Dengan menggunakan parameter U kita dapat menentukan harga regangan root mean square, rms, pada arah orientasi hkl, ehkl , sebagai, 2 ehkl
U U0 32ln2
(6.3)
dimana U adalah parameter FWHM untuk sampel yang ingin ditentukan regangan sisanya sedangkan U0 adalah parameter FWHM untuk sampel acuan. Sedangkan dari perubahan pergeseran puncak difraksi maka dapat ditentukan regangan kisi rata-rata sepanjang arah kristalografi tertentu dalam arah orientasi hkl sebagai,
hkl
d d0 d0
(6.4)
dimana d adalah jarak antar bidang pada cuplikan yang mengalami tekanan/tarikan sepanjang arah tegak lurus bidang hkl dan d0 adalah jarak antar bidang acuannya. Sebagai contoh akan dibahas perhitungan kedua jenis regangan ini untuk sampel TiO 2 yang telah di-refine pada Bab V (χ2 = 3,258),dinamai TiO2(U) kemudian dibandingkan dengan data refine sampel TiO2 yang diperoleh Swope, dkk (χ2 = 4,740), dinamai dengan TiO2 (U0). Hasil dari refinement kedua sampel tersebut untuk beberapa puncak ditunjukkan pada Tabel 6.1.
50
Analisis Pola Difraksi Sinar-X dengan Metode Rietveld MenggunakanRietica Tabel 6.1. Data perbandingan antara TiO2 (U) dan TiO2 (U0) Sampel
Parameter FWHM
hkl
2θ Puncak
d-spacing (Å)
TiO2(U)
U = 0,037
110
27,50420
3,240241
011
36,15345
2,482434
121
54,38831
1,685477
110
27,50104
3,240606
011
36,14739
2,482836
121
54,39869
1,685180
TiO2(U0)
U0 = 1,448
Adapun untuk menghitung d-spacing seperti diperoleh pada Tabel 6.1 dapat dilakukan berdasarkan hukum Bragg (dengan n = 1), dhkl
2sin
(6.5)
Sehingga dari data di atas kita dapat menghitung nilai regangan kisi dari TiO 2(U) 2 relatif terhadap TiO2 (U0) adalah sebagai berikut: ehkl 0.0636 , 110 0,00011 ,
011 0,00017 , dan 121 0,00019 . Untuk kasus kristal yang uniaksial (α = β = γ = 90°) sebagaimana kasus TiO 2 rutile, maka kita dapat menyederhanakan tensor regangan yang awalnya 6 komponen menjadi 3 komponen saja dan dengan hukum Hooke kita dapat menghitung tegangan sisa, σ, yang harganya mendekati tegangan hidrostatis sebagai,
E 1 2
(6.6)
dimana E adalah modulus Young sampel, ν adalah rasio Poisson sampel, dan adalah regangan kisi rata-rata dari komponen regangan sepanjang sumbu a, b, dan c. Tentu saja untuk dapat menghitung parameter tersebut kita harus mengetahui data modulus Young dan rasio Poisson sampel terlebih dahulu. Tinjauan kasus dua fasa atau lebih Contoh-contoh yang telah dipaparkan merupakan contoh refinement untuk kasus satu fasa. Tapi jika ternyata sampel yang akan kita refine merupakan sampel 2 fasa atau lebih kita juga dapat lakukan dengan prinsip yang sama seperti pada satu fasa.
51
Bab 6– Analisis Kuantitatif Perbedaannya hanya di pengaturan inputnya saja. Proses refinement dilakukan dengan cara yang sama untuk satu per satu fasa hingga diperoleh hasil yang baik. Dengan menggunakan Rietica ketika dilakukan analisis untuk sampel lebih dari satu fasa, selain kita akan memperoleh data output seperti pada kasus satu fasa, kita juga akan mendapat hasil kalkulasi terkait presentase berat dan molar masing-masing fasa dalam sampel. Secara matematis hal tersebut ditentukan dengan, Wp S p ZMV p
n
S ZMV i 1
i
(6.7)
i
dimana Wp adalah fraksi berat relatif fasa p dalam sampel, S, Z, M, dan V masingmasing adalah faktor skala Rietveld, jumlah formula per unit cell, massa dari satuan formula (dalam massa atomik) dan volume unit sel. Adapun hasil keluaran dalam Rietica terkait parameter tersebut dapat dilihat pada View Output sebagai contoh Gambar 6.11. Informasi presentase berat dan molar untuk kasus dua fasa atau lebih juga dapat diperoleh melalui metode Le Bail.
Informasi presentase berat dan molar tiap fasa
Gambar 6.11. Letak data output presentase berat dan molar untuk kasus refine banyak fasa
52
REFERENSI Afriani, F., Dahlan, K., Nikmatin, S., Zuas, O. (2015). Journal of Optoelectronics and Biomedical Materials 7(3): 67-76. Al-Dhahir, T. A. (2013). Diyala Journal for Pure Sciences 9(2): 108-119. David, W. I. F. (2004). Journal of Research of the National Institute of Standards and Technology 109(1): 107-123. http://addis.caltech.edu/teaching/MS142/labs/Rietveld7.html http://rruff.info/Rutile https://community.dur.ac.uk/john.evans/topas_workshop/tutorial_tio2riet.htm Hunter, B. A. and Howard, C. J. (2000). LHPM A Computer Program for Rietveld Analysis of X-Ray and Neutron Powder Diffraction Patterns. ftp://ftp.ansto.gov.au/pub/physics/neutron/rietveld/Rietica_LHPM95/MANU AL.PDF Itoh, M. and Hinatsu, Y. (1998). Journal of Alloys and Compounds 264: 119-124. Kisi, E. H. and Howard, C. J. (2008). Applications of neutron powder diffraction. Oxford University Press: New York. Materials Design Application Note. Structure and bond lengths in titanium dioxide. http://www.materialsdesign.com/appnote/structure-bond-lengths-titaniumdioxide-tio2 McCusker, L. B., Von Dreele, R. B., Cox, D. E., Louer, D., Scardi, P. (1999). J. Appl. Cryst. 32: 36-50. Oh, U. C. and Je, J. H. (1993). Journal of Applied Physics 74(3): 1692-1696. Rietveld, H. M. (1969). J. Appl. Cryst. 2: 65-71. Rusli, R. (2011). Petunjuk Refinement: Analisis Pola Difraksi Sinar-X Serbuk Menggunakan Metode Le Bail pada Program Rietica. http://rolanrusli.com/wpcontent/uploads/2011/03/Petunjuk-Refinement-Metode-Le-Bail-ProgramRietica.pdf Sugondo dan Futichah. (2007). J. Tek. Bhn. Nukl. 3(2): 61-73. Sukirman, E. dan Ahda, S. (2010). Jurnal Sains Materi Indonesia 13(1): 69-74. Swope, R. J., Smyth, J. R., Larson, A. C. (1995). American Mineralogist 80: 446-453. Tiandho, Y. (2012). Pengaruh penambahan Mo terhadap kekerasan, mikrostruktur, dan fasa yang terbentuk dalam plat zirlo-Mo. Skripsi: Universitas Lampung
Referensi Wang, X.L., Hubbard, C. R., Alexander, K. B., Becher, P. F. (1994). J. Am. Ceram. Soc. 77(6): 1569-1575. Will, G. (2006). Powder Diffraction: the Rietveld method and the two stage method to determine and refine crystal structures from diffraction data. Springer: Germany. Young, R. A. (2002). The Rietveld Method. Oxford University Press: New York.
54