Darusalam, U. dan Sekartedjo: Seminar Nasional I Opto Elektronika dan Aplikasi Laser
Jakarta 1 – 2 Oktober 2003
Analisa fenomena difraksi dengan menggunakan transformasi wavelets Ucuk Darusalam*, dan Sekartedjo Jurusan Teknik Fisika, Fakultas Teknologi Industri – Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Kampus ITS Keputih – Sukolilo, Surabaya 60111, Indonesia. ABSTRAK Analisa fenomena diffraksi dengan menggunakan metode transformasi Fourier pada umumnya dilakukan melalui pendekatan secara matematis dengan teori diffraksi Kirchhoff’s untuk mendapatkan skalar amplitudo kompleks dari suatu apertur. Dalam makalah ini diuraikan analisa diffraksi Fraunhofer dan diffraksi Fresnel oleh cahaya monokromatis yang melalui apertur berbentuk rectangle dan circular. Pendekatan matematis terhadap geometri optis dilakukan dengan teori diffraksi Kirchhoff’s dan representasi dari pola diffraksi yang terjadi dengan transformasi wavelets. Pola diffraksi yang dihasilkan dari gabungan kedua metode tersebut cukup deskriptif dan informatif dalam merepresentasikan fenomena fisis yang terjadi dibandingkan dengan metode transformasi Fourier. Dengan representasi wavelets dapat diketahui informasi skalar amplitudo kompleks dalam bentuk komponen spektral (resolusi frekuensi spasial), dimana hal ini sesuai dengan karakteristik transformasi wavelets yang dapat melokalisasi sinyal secara akurat dan presisi . Keywords: Diffraksi, Wavelets Transform, Optical Signal Processing, Multiresolution Analysis.
1. PENDAHULUAN Kebutuhan analisa sinyal secara Time-Frequency Representation (TFR’s) menjadi latar belakang yang utama dari penemuan metode transformasi wavelets1,2. Kebutuhan tersebut berawal dari penerapan transformasi Fourier dalam kasus analisa sinyal non-stationary dimana representasi informasi dalam komponen spektral tidak tersajikan secara akurat2. Berdasarkan prinsip Heisenberg’s hal tersebut adalah permasalahan resolusi spektral. Pengembangan transformasi Fourier dari Short Time Fourier Transform (STFT) hingga konstruksi window yang spesifik (Narrow-Band dan Wide-Band) dalam kasus tersebut tetap tidak dapat memberikan representasi yang presisi untuk mendapatkan informasi singularitas sinyal2. Sehingga evaluasi penggunaan basis fungsi sinusoidal menjadi fokus perhatian untuk merekonstruksi basis fungsi yang dapat memberikan solusi kebutuhan representasi sinyal secara TFR’s 1,2. Wavelets pada akhirnya menjadi jawaban atas pemenuhan kebutuhan representasi sinyal yang dapat menyajikan informasi dan resolusi secara presisi dan akurat1,2. Optical signal processing memberikan peluang yang besar bagi transformasi wavelets dalam aplikasinya berdasarkan karakteristik yang spesifik dari metode tersebut. Secara fisis sinyal optis dipandang sebagai hasil interaksi antara sinyal gelombang elektromagnetik yang berupa cahaya dengan optical element3. Dalam makalah ini diuraikan metode transformasi wavelets untuk merepresentasikan sinyal yang mengalami proses fisis oleh suatu optical element. Proses fisis didalam optical signal processing yang dijadikan langkah awal dari aplikasi transformasi wavelets adalah fenomena diffraksi. Pada fenomena diffraksi, apertur adalah optical element yang bertanggung jawab sebagai media pendiffraksi. Secara analisis, apertur dianggap sebagai media transformer dari sinyal cahaya yang berdomain posisi ke dalam domain frekuensi spasial. Metode konvensional yang digunakan untuk menganalisa geometri optik dalam diffraksi adalah pendekatan teori diffraksi Kirchhoff,s4 atau Rayleigh Sommerfeld5. Pada teori diffraksi Kirchhoff’s, proses transformasi Fourier dilakukan dengan mendesain fungsi transmisi kompleks dalam domain variabel dimensionless (representasi frekuensi spasial) dari apertur yang digunakan4. Sehingga didapatkan variasi skalar amplitudo kompleks dalam domain frekuensi spasial yang terjadi pada layar pengamatan. Dalam makalah ini diuraikan aplikasi transformasi wavelets sebagai substitusi fungsi transmisi kompleks dari apertur. Fungsi transmisi kompleks via wavelets dapat dibuktikan dengan konsep modeling gelombang elektromagnetik via *
[email protected]
Darusalam, U. dan Sekartedjo: Seminar Nasional I Opto Elektronika dan Aplikasi Laser
Jakarta 1 – 2 Oktober 2003
Multiresolution Analysis (MRTD)6,7. Sesuai dengan karakteristik wavelets sebagai metode transformer maka dalam aplikasinya pada fenomena diffraksi dihasilkan representasi skalar amplitudo kompleks yang lebih akurat dan presisi dalam komponen spektral frekuensi spasial dibandingkan dengan perlakuan apertur sebagai Fourier transformer.
2. TRANSFORMASI WAVELETS Transformasi wavelets adalah metode transformasi yang digunakan untuk menguraikan data atau fungsi atau operator menjadi komponen frekuensi yang berbeda-beda dan menganalisa setiap komponen tersebut dengan resolusi yang disesuaikan dengan skalanya1. Window atau basis fungsi yang dikonstruksi dalam metode transformasi wavelets adalah induk wavelets Ψ(t) yang dilengkapi dengan parameter dilation (a) dan translation (b) 1. t −b Ψ a a
1
Ψ(a ,b ) (t ) =
(2.1)
Persamaan umum Continous Wavelets Transform untuk sinyal kontinyu f(t) adalah 1: 1
f (a, b) =
a
∞
t − b dt a
(2.2)
∫ f (t)ψ
−∞
Parameter a dan b adalah harga dilation dan translation dimana a>0 dan a,b ∈ Z. Sedangkan untuk sinyal asli diskrit maka Discrete Wavelets Transform-nya adalah1 : (2.3) f (a , b ) = a − m / 2 f (t )ψ(a − m t − nb )dt 0
∫
0
0
Diskritisasi parameter a dan b ; a = a 0m , b = nb0a 0m , dengan a0>1 dan b0>0 dan m,n ∈ Z. Syarat yang harus dipenuhi bagi induk wavelets sebagi basis fungsi adalah admissibility condition dimana1 ; 2 ∞ ∞ a. ψ(t ) 2 dt < ∞ b. C = 2π Ψ (ω ) dω 〈∞ (2.4) ψ ∫ ω ∫ −∞ −∞ Jika suatu induk wavelets Ψ(t) memenuhi persamaan 2.4.a, maka induk wavelets menyatakan konservasi energi pada interval yang tertentu (finite). Sehingga kondisi admissibility-nya sebagaimana pada persamaan 2.4.b, yang menyatakan osilasi induk wavelets sebagai fungsi lokalisator.
3. FENOMENA DIFFRAKSI Alur pendekatan dan analisa terhadap fenomena diffraksi dengan transformasi Fourier bisa disederhanakan dalam diagram sebagai berikut4 : Perlakuan Skalar Cahaya Monokromatis
Green's Second Identity
Prinsip Huygens
Pendekatan Kirchoff
Fraunhofer
Rectangular
Fenomena Diffraksi
Fungsi Aperture
Fresnel
Circular
Transformasi Fourier
Gambar 2.1 : Diagram alur fenomena diffraksi. (Keterangan : Garis kontinyu adalah alur utama pendekatan dan analisa sedangkan garis putus-putus adalah opsi jenis diffraksi dan opsi bentuk apertur)
Darusalam, U. dan Sekartedjo: Seminar Nasional I Opto Elektronika dan Aplikasi Laser
Jakarta 1 – 2 Oktober 2003
Melalui diagram alur pada gambar 2.1 didapatkan variasi skalar amplitudo kompleks sesuai dengan jenis fenomena diffraksi dan bentuk apertur. Variasi tersebut merupakan hasil pendekatan integral Kirchoff’s dan perlakuan apertur sebagai Fourier transformer4. Peluang bagi metode transformasi wavelets untuk mendapatkan representasi skalar amplitudo kompleks berdasarkan diagram tersebut adalah dengan memandang aperture sebagai wavelets transformer. Sehingga yang menjadi perhatian adalah fungsi dari aperture dalam fenomena diffraksi agar terdapat korelasi antara operasi transformasi wavelets dengan fungsi fisisnya.
4. APLIKASI WAVELETS Transformasi Fourier dilakukan dengan cara menyertakan fungsi transmisi kompleks dari apertur dalam integrasi Kirchhoff’s4. Apertur dalam fenomena diffraksi bekerja sebagai filter dan modulator frekuensi spasial dari gelombang elektromagnetik cahaya koheren. Analogi dalam transformasi wavelets fungsi transmisi kompleks merupakan fungsi scaling yang bisa diproyeksikan menjadi induk wavelets. 1,− a ≤ x ≤ a,−b ≤ y ≤ b T ( x, y ) = T ( x, y ) e iφ ( x , y ) dimana T ( x, y ) =
(4.1)
0,− a ≥ x ≥ a,−b ≥ y ≥ b
T(x,y) = Fungsi transmisi kompleks dari area apertur pada arah bidang x dan y. Jika apertur diperlakukan sebagai fungsi scaling maka akan didapatkan proyeksi induk wavelets yang menjadi transformer dalam domain frekuensi spasialnya. Induk wavelets yang dipilih dalam perhitungan adalah wavelets C-Mor8 (complex morlet) :
ψ ( x ) = (e
2 π if c x
x − π f e fb b
)
2
(4.2)
Pertimbangan untuk menggunakan C-Mor sebagai induk wavelets, fungsi eksponensial pertama merepresentasikan fungsi modulator dari pusat frekuensi spasial (fc) dan fungsi eksponensial kedua merepresentasikan fungsi filter dalam range bandwidth frekuensi spasial (fb). Lokalisasi frekuensi spasial diperoleh dengan menyertakan level skala a pada induk wavelets. Sehingga variasi skalar amplitudo kompleks dari jenis difrraksi dan bentuk apertur, yang terjadi pada layar pengamatan dengan aplikasi tersebut dinyatakan oleh persamaan 4.3 dan 4.4. a. Diffraksi Fraunhofer dengan apertur rectangular dan circular : x y
Uo( P ) = K ∫ ∫ψ ( x, y )e −i ( µx+νy ) dxdy dan Uo( P) = 4 2 πD −x − y
x y
∫ ∫ ψ ( x, y ) e
−ik (sinθ 2 )
dxdy
(4.3)
−x − y
b. Diffraksi Fresnel dengan apertur rectangular dan circular : µ
i Uo( P) = − U 00 ( P) ∫ ψ ( µ )e 2 −µ
iπµ 2 2
ν
dµ ∫ ψ (ν )e
iπν 2 2
−ν
∆
iπ∆
dν dan Uo( P ) = −iπU 00 ( P ) ∫ψ (∆ )e 2 d∆
(4.4)
0
Metode substitusi fungsi transmisi kompleks via wavelets pada prinsipnya merupakan bentuk sederhana dari metode yang digunakan dalam modeling gelombang elektromagnetik dengan Multiresolution Time Domain (MRTD)6,7. Modeling tersebut dilakukan dengan cara mendiskritisasi fungsi gelombang E(z,t) yang memenuhi persamaan Maxwell dalam komponen ruang dan waktu oleh fungsi scaling wavelets. (4.5) E (z , t ) = k E m h m ( z )h k ( t )
∑
k ,m
hm(z) dan hk(t) adalah fungsi scaling untuk komponen ruang dan waktu dari induk wavelets pada level m dan k. Pada pendekatan integrasi Kirchhoff, perlakuan skalar gelombang elektromagnetik hanya melibatkan fungsi posisi4 sehingga untuk mendapatkan perlakuan skalar gelombang elektromagnetik via MRTD dalam persamaan 4.5 diskritisasi berlaku dalam komponen ruangnya (z). Jika fungsi E(z) yang telah terdiskritisasi disertakan dalam integrasi Kirchhoff yaitu persamaan 4.6.
Darusalam, U. dan Sekartedjo: Seminar Nasional I Opto Elektronika dan Aplikasi Laser
Uo ( P ) = −
1 4π
Jakarta 1 – 2 Oktober 2003
dV dU −U d∑ dn dn
∫ ∫ V Σ
(4.6)
Maka hasil integrasi Kirchhoff-nya dengan subtitusi perlakuan skalar gelombang elektromagnetik via wavelets adalah :
Uo ( P ) = −
1 4π
1
∫∫ r r Σ
(cos( n , r2 ) − cos( n − r1 ) e ik ( r2 + r1 )ψ ( r2 )ψ ( r1 ) d ∑
(4.7)
2 1
5. HASIL EKSPERIMEN Variasi skalar amplitudo kompleks U0(P) pada layar pengamatan yang didapatkan dari persamaan 4.3 dan 4.4 secara 1 dimensi (arah propagasi berkas cahaya secara horisontal) diperlihatkan pada gambar 5.1, 5.2, 5.3 dan 5.4 dibawah ini:
Gambar 5.2 : Variasi skalar amplitudo kompleks dengan level skala a=10, pada diffraksi Fraunhofer dengan apertur circular. Gambar 5.1: Variasi skalar amplitudo kompleks dengan level skala a=1, pada diffraksi Fraunhofer dengan apertur rectangle.
Gambar 5.3 : Variasi skalar amplitudo kompleks pada diffraksi Fresnel dengan apertur rectangle.
Gambar 5.4 : Variasi skalar amplitudo kompleks pada diffraksi Fresnel dengan apertur circular.
Dari hasil percobaan, contoh adanya variasi spektral skalar amplitudo kompleks ditunjukkan pada gambar 5.5 dan gambar 5.6 dibawah ini. Pada gambar 5.5, arah vertikal terdapat garis-garis yang menunjukkan keberadaan komponen spektral pada tingkat frekuensi yang rendah, sedangkan pada 5.6 terdapat variasi intensitas secara gradual dari titik pusat pola diffraksi.
Gambar 5.5 : Pola diffraksi Fraunhofer dengan apertur rectangle yang teramati di layar.
Darusalam, U. dan Sekartedjo: Seminar Nasional I Opto Elektronika dan Aplikasi Laser
Jakarta 1 – 2 Oktober 2003
Gambar 5.6 : Pola diffraksi Fresnel dengan apertur circular yang teramati di layar.
Dari gambar 5.1, 5.2, 5.3 dan 5.4, jika dibandingkan dengan hasil representasi apertur sebagai Fourier transformer maka bisa diambil interpretasi bahwa pola diffraksi yang direpresentasikan melalui transformasi Fourier tidak dapat menyajikan kandungan informasi variasi skalar amplitudo kompleks dalam komponen spektral frekuensi spasialnya. Dengan memandang apertur sebagai wavelets transformer yang dilengkapi parameter a, maka secara praktis fungsi zooming bisa didapatkan sehingga akan didapatkan resolusi spektral dari skalar amplitudo kompleks pada pola diffraksinya. Lokalisasi secara spektral dilakukan oleh level kompresi (dilation) yang digunakan, sebagaimana pada gambar 5.1 yang menggunakan level a = 1 maka didapatkan kepadatan informasi komponen spektral secara maksimal. Jika resolusi diperkecil untuk mendapatkan lokalisasi spektral pada frekuensi spasial yang rendah maka dilakukan dengan menggunakan harga a yang besar sebagaimana ditunjukkan pada gambar 5.2 dan 5.7. Representasi sinyal yang transient juga dapat ditampilkan secara presisi sebagaimana pada gambar 5.4 transisi spektral pada daerah Myu = 0 - 0.5. Secara sederhana bisa diinterpretasikan bahwa representasi Fourier hanya mampu menampilkan fungsi pembungkus luar dari variasi skalar amplitudo kompleks pada pola diffraksi yang terjadi. Secara prakstis wavelets transformer pada apertur lebih memperjelas kegunaannya sebagai spectrum analizer.
Gambar 5.7 : Variasi skalar amplitudo kompleks diffraksi Fraunhofer dengan apertur rectangle pada level a=40, untuk daerah frekuensi spasial (Myu) = -1,22 – 1.22.
6. KESIMPULAN Fungsi transmisi kompleks dari apertur yang direkonstruksi sebagai wavelets transformer lebih akurat dalam merepresentasikan kandungan komponen spektral yang terjadi pada pola diffraksi. Dengan menyertakan level skala a (parameter dilation) pada induk wavelet c-mor maka akan dapat diketahui kepadatan informasi spektral secara presisi pada daerah frekuensi spasial tertentu. Secara signifikan fungsi aperture dalam fenomena diffraksi adalah bekerja sebagai filter dan modulator, keluarga wavelets selain c-mor yang memiliki karakteristik yang sama dengan fungsi tersebut dapat digunakan sebagai substitusi fungsi transmisi kompleks, dengan kompensasi perbedaan level dekomposisi yang dicapai untuk merepresentasikan kandungan spektral.
Darusalam, U. dan Sekartedjo: Seminar Nasional I Opto Elektronika dan Aplikasi Laser
Jakarta 1 – 2 Oktober 2003
UCAPAN TERIMA KASIH Penulis menghaturkan terima kasih kepada Ir. Heru Setijono, MSc untuk penggunaan fasilitas penelitian dan dukungan rekan – rekan sekerja M Rizal J, Zulaikah, Tuti M, Halida dan Deddy di Laboratorium Rekayasa Fotonika, Jurusan Teknik Fisika, FTI – ITS.
REFERENSI 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Daubechies I., “Ten Lectures on Wavelets”, SIAM, Philadelphia, Pennsylvania, 1992. Robi Polikar, “The Story of Wavelets“, IMACS/IEEE CSCC’99 Proceedings, Page 5481-5486, 1999. Vanderlugt A., “Optical Signal Processing”, John Willey & Sons, New York, 1992. Francis T.S. Yu, “Optical Information Processing”, John & Willey Sons, New York, USA, 1982. J. W. Goodman, “Introduction to Fourier Optics”, McGraw Hill, New York, 1968. Sarris C.D., Katehi L.P.B., and Harvey J.F., “Application of MRA to The Modeling and Optical Structures“, Optical & Quantum Electronics, 32: 657-679, 2000. Masafumi Fujii & Wolfgang J.R.H., “A Daubechie’s–Wavelets-Based Time Domain Electromagnetic Field Modeling Technique“, Dept. of Electrical Engineering University of Victoria, PO BOX 3055, Victoria, BC, Canada V8W 3P6. Poggi J.M., Oppenheim G., Yves Misiti, Michel Misiti, “Wavelets Toolbox“, Mathwork, Matlab 6.1.