1 Isolasi dan Kuantifikasi Ekspresi mRNA Feline Tetherin/BST-2 dari Peripheral Blood Mononuclear Cells (PBMCs) yang Diinduksi Interferon-Alpha (IFN-α)
Isolation and Quantification of Feline Tetherin/BST-2 mRNA Expression in Peripheral Blood Mononuclear Cells (PBMCs) Induced by Interferon-Alpha (IFN-α) Vita Rahmaningtyas, Nia Kurniawan, dan Dyah Ayu Oktavianie Program Studi Pendidikan Dokter Hewan, Program Kedokteran Hewan, Universitas Brawijaya
[email protected] ABSTRAK Infeksi enveloped virus, seperti feline immunodeficiency virus banyak menyerang kucing dan dapat menimbulkan gangguan kesehatan yang serius serta kematian karena mudah menghindar dari sistem pertahanan tubuh. Tetherin/BST-2 merupakan protein antiviral yang dihasilkan oleh berbagai jenis sel, seperti PBMCs, karena adanya induksi IFN-α. Feline tetherin/BST-2 berpotensi untuk dikembangkan sebagai novel antiviral therapy karena dapat menghambat pelepasan berbagai jenis enveloped virus dari sel hospes terinfeksi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat ekspresi mRNA feline tetherin/BST-2 pada PBMCs yang diinduksi IFN-α. PBMCs yang diisolasi dari darah kucing, dikultur dan dikelompokkan menjadi kelompok kontrol/tanpa perlakuan, serta kelompok perlakuan A dan B yang masingmasing diinduksi dengan IFN-α dosis 100 U/ml dan 1000 U/ml selama 24 jam. Kuantifikasi ekspresi mRNA feline tetherin/BST-2 dilakukan dengan real-time RT-PCR. Data output dianalisa secara kuantitatif deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai rata-rata ∆CT kelompok perlakuan (∆CT A = 12,555 dan ∆CT B = 15, 58) lebih kecil dari pada kelompok kontrol (∆CT = 16,85). Kesimpulannya, pemberian IFN-α mampu menginduksi ekspresi mRNA feline tetherin/BST-2 pada PBMCs yang ditandai dengan menurunnya nilai ∆CT pada kelompok perlakuan dibanding dengan kelompok kontrol, yang mengindikasikan banyaknya jumlah template mRNA feline tetherin/BST-2 pada kelompok perlakuan dibandingkan pada kelompok kontrol. Kata kunci: Tetherin/BST-2, Interferon-alpha (IFN-α), Peripheral Blood Mononuclear Cells (PBMCs), mRNA, Real-time RT-PCR. ABSTRACT Enveloped virus infection, such as feline immunodeficiency virus, is one of the common infection of cats causing serious health impairments and death because it tend to evade immune system. Tetherin/BST-2 is widely expressed from various cells in response to IFN-α, including PBMCs. Feline tetherin/BST-2 has recently been recognized as potent antiviral protein that inhibits the release of enveloped virus particles from infected host cells. This research was aimed to evaluate the expression level of feline tetherin/BST-2 mRNA in PBMCs induced by IFN-α. PBMCs obtained from venous blood of a cat were devided into 2 groups that were untreated (control) and treated groups. The treated groups were induced with 100 U/ml IFN-α (treated group A) and 1000 U/ml IFN-α (treated group B) for 24 hours.
2 Expression level of mRNA feline tetherin/BST-2 was quantified by real-time Reverse Transcriptase-Polymerase Chain Reaction (real-time RT-PCR). Output data were analyzed descriptively. This study showed that average of treated group’s ∆CT value (∆CT A = 12,555 and ∆CT B = 15, 58) was lower than untreated group’s (∆CT = 16,85). It proves that IFN-α was able to induce feline tetherin/BST-2 mRNA expression which was indicated by the decreasing of ∆CT value. Key Words: Tetherin/BST-2, Interferon-alpha (IFN-α), Peripheral Blood Mononuclear Cells (PBMCs), mRNA, Real-time RT-PCR
PENDAHULUAN Infeksi enveloped virus merupakan salah satu penyakit infeksi yang banyak menyerang kucing (feline). Enveloped virus memiliki kemampuan untuk menghindar dari sistem pertahanan tubuh hospes (Cedric et al., 2006). Beberapa infeksi enveloped virus tersebut dapat menimbulkan gangguan kesehatan serius serta kematian, seperti feline immunodeficiency virus dan feline leukemia virus (Hartmann, 2012) yang memiliki angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi (Bande et al., 2012). Adanya infeksi virus memicu timbulnya respon imun dini berupa sekresi IFN-α yang dapat mengaktifkan gen-gen yang terlibat dalam sistem imun terhadap virus (Abbas et al., 2007). Tetherin/BST-2 dapat diekspresikan oleh berbagai jenis sel sebagai respon terhadap adanya induksi IFN α, seperti sel peripheral blood mononuclear cells (PBMCs) berupa limfosit T dan makrofag (Dietrich et al., 2011). Protein tersebut juga dihasilkan secara konstitutif oleh sel limfosit B yang merupakan salah satu jenis PBMCs (Le Tortorec et al., 2011). Tetherin/BST-2 merupakan protein yang memiliki aktivitas antiviral yang luas karena mampu menghambat pelepasan berbagai enveloped virus dari sel-sel terinfeksi (Evans et al., 2011; Le Tortorec et al., 2011). Feline tetherin/BST-2 dapat menghambat pelepasan enveloped virus, seperti feline immunodeficiency virus (FIV) (Dietrich et al., 2011) dan feline endogenous retrovirus RD114 (Fukuma et al., 2011). Protein tersebut juga berpotensi dalam mengatur respon imun nonspesifik secara lebih luas (Evans et al., 2010; Le Tortorec et al., 2011).
Dengan ditemukannya protein feline tetherin/BST-2 yang memiliki aktivitas antiviral terhadap sejumlah besar enveloped virus dan perannya dalam sistem imun nonspesifik, maka analisa pola ekspresi mRNA feline tetherin/BST-2 pada PBMCs menjadi penting untuk diketahui. Pola ekspresi mRNA tersebut dapat digunakan untuk menentukan pola ekspresi suatu protein pada PBMCs. Fukuma et al. (2011) menyatakan bahwa analisa pola ekspresi protein feline tetherin/BST-2 secara in vivo dan mekanisme induksi tetherin/BST-2 oleh IFN-α berguna untuk memahami spesifisitas (tropisme) replikasi virus pada jaringan atau sel-sel dan strategi pengembangan novel terapi antiviral untuk melawan berbagai virus. Analisa terhadap pola ekpresi mRNA secara in vitro pada PBMCs yang diinduksi IFN-α penting untuk dilakukan. PBMCs, seperti sel limfosit, monosit, serta plasmasitoid dendritik diketahui berperan dalam sistem imun nonspesifik maupun spesifik. Selain itu, sel makrofag yang berasal dari monosit serta sel plasmasitoid dendritik merupakan penghasil utama IFN-α (Baratawidjaja dan Rengganis, 2010). Berdasarkan latar belakang tersebut maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola ekspresi mRNA feline tetherin/BST-2 secara in vitro pada PBMCs yang diinduksi IFN-α dengan variasi dosis yang berbeda. Hasilnya dapat dijadikan sebagai dasar dalam induksi ekspresi feline tetherin/BST-2 secara in vivo untuk pengembangan penelitian tentang aktivitas protein tetherin/BST-2.
3 MATERI DAN METODE Isolasi PBMCs dari Darah Kucing Peripheral blood mononuclear cells (PBMCs) diisolasi dari kucing melalui vena cephalica antebrachii kanan dan kiri dengan jumlah total 3 ml. Darah yang terkoleksi dimasukkan ke dalam tabung heparin (Freer et al., 2007; Dewerchin et al., 2008). Viabilitas dan stabilitas fungsi sel-sel seperti limfosit lebih terjaga pada darah yang diberi antikoagulan heparin (Mallone et al., 2010). Darah yang terkoleksi kemudian disentrifugasi bersama ficoll-paque (ρ=1,007) (Kadoi, 2006), selama 30 menit dengan kecepatan 600 g (Regetti et al., 2008). Hal ini dilakukan untuk memisahkan PBMCs dari komponen darah lainnya. Lapisan putih (lapisan PBMCs) yang muncul setelah sentrifugasi diambil dan disuspensi dengan PBS untuk menghilangkan residu ficoll-paque (Freer et al., 2007). Suspensi PBMCs tersebut kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 600 g selama 10 menit. PBMCs disuspensi dengan complete growth medium. Sebanyak 10 µl sampel diambil untuk dihitung dengan hemacytometer. Sel-sel ditanam pada 24-well plates dengan konsentrasi medium 1 × 106 sel/ml (Regetti et al., 2008). Kultur PBMCs pada Complete Growth Medium serta Induksi IFN-α Peripheral blood mononuclear cells (PBMCs) dikultur dalam media RPMI-1640 yang telah disuplementasi dengan fetal bovine serum 10% dan telah ditambahkan antibiotik penicilin-streptomicyn 100 U/ml. Sel-sel tersebut diinkubasi pada suhu 37°C dalam inkubator CO2 5% (Regetti et al., 2008). Setiap dua hari sel-sel kultur diganti mediumnya. Setelah tiga hari, PBMCs pada kelompok perlakuan A dan B diberi IFN-α sebanyak 100 U/ml (Fukuma et al., 2011) dan 1000 U/ml selama 24 jam (Dietrich et al., 2011). Setiap hari, sel-sel diamati dengan mikroskop inverter perbesaran 100 kali. Selsel yang hidup tampak terang. Isolasi RNA Total dari PBMCs RNA total dapat dikoleksi dari kultur sel dengan jumlah kurang dari 5 × 106 sel
(NukleoSpin® RNA II, Mechenery-Nagel). PBMCs dipanen setelah pemberian IFN-α dan induksi selama 24 jam. Pada tahap pemanenan, sel limfosit yang tumbuh tersuspensi diaspirasi dan dimasukkan dalam microtube. Pada pemanenan sel monosit yang tumbuh adherent perlu ditambahkan tripsin sebanyak 2 µl selama 10 menit agar terlepas dari dasar wellplate, sambil diamati dibawah mikroskop inverter perbesaran 100 kali. Sel monosit yang terlepas tampak berbentuk bulat terang. Sel monosit tersebut selanjutnya ditambahkan medium baru dan dipipeting secara perlahan, serta diaspirasi untuk dimasukkan pada tabung microtube. Masing-masing sel kultur disentrifugasi dengan kecepatan 800 g selama 10 menit pada suhu 4°C dan kemudian mediumnya diaspirasi keluar. Pellet sel harus segera ditambahkan dengan bufer lisis dari kit (guanidium thiocyanate yang telah ditambahkan etanol) untuk mencegah kerusakan RNA oleh endogen RNAse. Pellet sel yang telah ditambahkan bufer tersebut harus segera disimpan dalam suhu -70°C apabila ekstraksi RNA tidak dilakukan secara langsung. Selanjutnya, RNA total diekstraksi dari pellet sel sesuai dengan protokol NukleoSpin® RNA II. Analisis Konsentrasi dan Kemurnian RNA total dengan Spektrofotometri Nanodrop serta Pengujian Integritas RNA Total dengan Elektroforesis Sebanyak 1 µl sampel RNA total yang terisolasi dikuantifikasi dan dinilai kemurniannya menggunakan spektrofotometri nanodrop. Blanko yang digunakan pada spektrofotometri nanodrop adalah nuclease free water. Kemurnian RNA dinilai dari perbandingan absorbansi pada panjang gelombang (λ) 260 dan 280 nm. Elektroforesis gel agarosa digunakan untuk mengevaluasi integritas RNA. Hasil elektroforesis akan menghasilkan dua pita rRNA yaitu 28S dan 18S sebagai indikator tidak terjadi kerusakan RNA. Pita mRNA tampak samar, di atas, di antara, atau di bawah pita rRNA (Fatchiyah dkk., 2011). Beberapa kasus kerusakan integritas RNA dalam skala sedang kurang berpengaruh terhadap nilai CT
4 yang telah dinormalisasi (∆CT). Kondisi tersebut dapat terjadi pada reaksi real-time RT-PCR dengan target amplifikasi yang pendek (75-250 bp) yang sampelnya berasal dari sampel RNA jaringan tertentu seperti white blood cells (Fleige and Michael, 2006). Konsentrasi gel agarosa untuk elektroforesis adalah sebesar 1,5 %. Gel agarosa dibuat dengan 1× buffer fosfat serta etidium bromida 0.4 µl/ml (Fatchiyah dkk., 2011). Sekitar 1 µl sampel RNA digunakan untuk elektroforesis. Loading dilakukan dengan 50 Volt selama 1 jam. Pengamatan hasil elektroforesis dengan menggunakan UV-Transiliminator (Fatchiyah dkk., 2011). Real-time RT-PCR RNA Total Real-time reverse transciptasepolymerase chain reaction (real-time RTPCR) menggunakan primer feline tetherin/BST-2 59-GGAGTGTCACGGTG TCACCC-39 (forward) dan primer feline tetherin/BST-2 59-CCTCAATCTCTC CCCGAAGCTC-39 (reverse), serta primer 18S rRNA 59-GACGACCCATTCG AACGTCT-39 (forward) dan primer 18S rRNA 59-TGCTGCCTTCCTTGGAT GTG-39 (reverse) (Fukuma et al., 2011). Tahapan pada proses real-time RT-PCR dilakukan sesuai protokol kit One-Step RT-PCR. Elektroforesis Hasil Real-time RT-PCR Elektroforesis gel agarosa digunakan untuk mengkonfirmasi keberhasilan proses RT-PCR mRNA feline tetherin/BST-2 dan 18S rRNA dan amplifikasi cDNA-nya. Konsentrasi gel agarosa untuk elektroforesis adalah sebesar 1,5 %. Gel agarosa dibuat dengan 1× buffer TBE serta etidium bromida 0.4 µl/ml. Sekitar 1 µl sampel hasil RT-PCR digunakan untuk elektroforesis. Loading dilakukan dengan 50 Volt selama 1 jam. Pengamatan hasil elektroforesis dengan menggunakan UVTransiliminator (Fatchiyah dkk., 2011). Analisa Data Data yang diperoleh dari real-time RT-PCR berupa nilai threshold cycle (CT). Nilai ∆CT dihitung dengan cara pengurangan nilai CT 18S rRNA dengan nilai CT feline
tetherin/BST-2 (Dietric et al., 2011). Perhitungan tersebut dilakukan ketika kurangnya integritas RNA pada sampel. Nilai ∆CT antar kelompok dibandingkan secara deskriptif (Dietrich et al., 2011). Data hasil elektroforesis dianalisa secara deskriptif. HASIL DAN PEMBAHASAN Ekspresi mRNA Feline Tetherin/BST-2 pada PBMCs yang Diinduksi Interferon-Alpha (IFN-α) Ekspresi mRNA feline tetherin/BST-2 pada PBMCs yang diinduksi oleh IFN-α diukur secara kuantitatif dengan real-time RTPCR. Hasil dari reaksi real-time RT-PCR berupa nilai threshold cycle (CT) yang menunjukkan siklus amplifikasi dimana sinyal fluorescent melewati batas ambang (threshold) yang ditandai dengan jumlah amplicon yang bertambah. Pengaruh induksi interferon-alpha (IFN-α) terhadap ekspresi mRNA feline tetherin/BST-2 pada peripheral blood mononuklear cells (PBMCs) dapat dievaluasi dengan cara membandingkan nilai rata-rata ∆CT kelompok kontrol dengan nilai rata-rata ∆CT kelompok perlakuan yang ditunjukkan pada tabel 1. Tabel 1. Rata-rata nilai ∆CT sampel Kelompok
CT BST-2
CT 18S rRNA
∆CT
Kontrol
27,88
11,03
16,85
Perlakuan A (Perlakuan 100 U/ml)
24,655
12,1
12,55
Perlakuan B (Perlakuan 1000 U/ml)
25,69
10,11
15,58
Pada reaksi reverse transcriptase, semakin banyak mRNA template, maka semakin banyak jumlah cDNA yang terbentuk. Jumlah cDNA yang terbentuk menentukan banyaknya amplicon yang dihasilkan dalam reaksi PCR. Nilai CT menggambarkan jumlah amplicon (semakin kecil nilai CT maka semakin banyak jumlah amplicon) (Schmittgen and Livak, 2008). Nilai CT BST-2 dinormalisasi dengan nilai CT 18S rRNA yang merupakan housekeeping gen yang ekspresinya tidak berubah karena induksi
5 IFN-α. Nilai CT yang telah dinormalisasi berupa nilai ∆CT. Nilai ∆CT dari kelompok perlakuan A (induksi IFN-α 100 U/ml) dan B (induksi IFN-α 1000 U/ml) lebih kecil dari pada nilai ∆CT kelompok kontrol. Perubahan nilai ∆CT tersebut mengindikasikan bahwa jumlah amplicon cDNA yang dihasilkan dari reaksi RT-PCR dari template mRNA feline tetherin/BST-2 pada kedua kelompok perlakuan lebih banyak dari pada kelompok kontrol yang tidak diinduksi IFN-α. Hal tersebut menunjukkan pemberian IFN-α mampu menginduksi ekspresi mRNA feline tetherin/BST-2. Pada penelitian ini, rata-rata nilai ∆CT kelompok perlakuan A lebih kecil dari pada nilai ∆CT kelompok perlakuan B. Adanya peningkatan nilai ∆CT pada kelompok perlakuan B yang dibandingkan dengan kelompok perlakuan A menunjukkan bahwa amplicon feline tetherin/BST-2 yang dihasilkan pada reaksi RT-PCR kelompok B lebih kecil dibandingkan dengan kelompok perlakuan A. Kecilnya amplicon pada kelompok perlakuan B dapat disebabkan karena primer tidak spesifik mengikat pada mRNA feline tetherin/BST-2 sehingga nilai CT kelompok B tidak dapat dinormalisasi. Faktor tersebut mengakibatkan pengaruh induksi IFN-α dosis 1000 U/ml terhadap ekspresi mRNA feline tethrin/BST-2 pada PBMCs belum dapat diketahui. Pada penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa pemberian IFN-α dengan dosis yang semakin tinggi yaitu 100 U/ml dan 1000 U/ml mampu menginduksi dan meningkatkan ekspresi feline tetherin/BST-2 (Fukuma et al., 2011). Peningkatan jumlah mRNA feline tetherin/BST-2 karena adanya induksi IFN-α mengindikasikan terjadinya peningkatan proses transkripsi gen feline tetherin/BST-2. Pada regio promotor gen feline tetherin/BST-2 terdapat tandem repeat containing interferon response elements (Othomo et al., 1999). Ikatan antara IFN-α dengan reseptor sel dapat mengaktifkan sinyal transduksi JAK/STAT sehingga memicu terbentuknya komplek STAT-l/2: IRF9 yang akan menuju nukleus dan berikatan dengan
interferon-stimulated response elements (lSREs). Ikatan tersebut akan memicu terjadinya transkripsi suatu gen (Abbas et al., 2007). Apabila ikatan antara komplek STATl/2: IRF9 dengan tandem repeat containing interferon response elements pada gen feline tetherin/BST-2 akan mendorong terjadinya transkripsi gen tetherin/BST-2. Pada penelitian sebelumnya, induksi IFN-α pada CRFK cell lines dengan dosis 100 U/ml dan 1000 U/ml selama 24 jam dapat meningkatkan ekspresi feline tetherin/BST-2 sebesar 35 dan 320 kali lebih besar dari pada tanpa perlakuan (Fukuma, 2011). Dietrich et al., (2011) juga melaporkan bahwa pemberian IFN-α dan IFN-ω mampu meningkatkan ekspresi feline tetherin/BST-2 pada semua feline cell lines yang diteliti yang meliputi selsel fibroblas, CRFK, fetal embryo fibroblastlike cells (FEA) dan sel-sel thymic lymphosarcoma. Ekspresi tetherin/BST-2 juga meningkat pada IL-2-dependent CD4 T MYA-1 cell line dan sel monocyte-derived macrophage. IL-2dependent CD4 T MYA-1 cell line memiliki kemampuan paling baik dalam mengekspresikan mRNA feline tethrin/BST-2 yaitu dengan nilai ∆CT sebesar 15,93 ± 0,32. Pemberian IFN-γ hanya memberikan sedikit efek pada sel T CD4 dependent IL-2 dan tidak memberikan efek pada sel monocyte-derived macrophage (Dietrich et al., 2011). Elektroforesis Sampel Hasil Real-time RTPCR Proses real-time RT-PCR meliputi proses konversi mRNA menjadi cDNA dengan reverse transcriptase, proses amplifikasi cDNA dengan PCR, serta deteksi dan kuantifikasi produk hasil amplifikasi. Komplemen DNA (cDNA) yang berhasil terbentuk dari mRNA dan berhasil teramplifikasi dapat divisualisasi menggunakan elektroforesis gel agarosa sehingga terdapat pita dengan ukuran yang sesuai dengan panjang mRNA template pada hasil elektroforesis. Panjang template dari mRNA feline tetherin/BST-2 dan template dari mRNA 18S rRNA yang digunakan pada penelitian ini,
6 masing-masing adalah sebesar 191 bp dan 141 bp (NCBI, 2014). Ukuran template tersebut dapat memberikan hasil amplifikasi yang efisien, yang mana menurut Fatchiyah, dkk. (2008) hasil amplifikasi yang efisien adalah antara 100-400 bp. Berdasarkan ukuran template tersebut, proses reverse transcriptase mRNA dan proses amplifikasi cDNA pada RT-PCR akan berlangsung optimal apabila pada hasil elektroforesis menggunakan sampel dari real-time RT-PCR terdapat pita berukuran 191 bp untuk feline tetherin/BST-2 dan pita berukuran 141 untuk 18S rRNA. Elektroforesis sampel hasil real-time RT-PCR ditunjukkan pada Gambar 1. Berdasarkan hasil elektroforesis, sampel amplicon hasil RT-PCR mRNA feline tetherin/BST-2 yang ditunjukkan pada sumuran TK1, TK2, TA1, TA2, dan TB1 berhasil terkonversi menjadi cDNA dan dapat teramplifikasi, meskipun adanya indikasi bahwa proses RT-PCR yang telah dilakukan berlangsung kurang optimal yang dimungkinkan karena kurangnya integritas
mRNA template. Hal tersebut dibuktikan dengan munculnya pita pada setiap sumuran dengan ukuran rata-rata kurang dari 100 bp. Adanya pita pada sumuran RK1, RK2, RA1, RA2, dan RB1dengan ukuran rata-rata 141 bp juga menunjukkan bahwa sampel amplicon hasil RT-PCR mRNA 18S rRNA juga dapat terkonversi menjadi cDNA dan berhasil teramplifikasi dengan optimal. Messenger RNA (mRNA) template dari salah satu sampel perlakuan induksi IFN-α 1.000 U/ml tidak berhasil terkonversi menjadi cDNA dan tidak dapat teramplifikasi. Hal ini ditunjukkan dengan tidak adanya sinyal fluoresent yang melewati garis threshold sehingga tidak diperoleh nilai CT feline tetherin/BST-2 dan nilai CT 18S rRNA. Visualisasi elektroforesis pada sampel hasil RT-PCR 18S rRNA (RB2) yang ditunjukkan pada Gambar 1 juga tidak memperlihatkan adanya pita cDNA yang teramplifikasi.
M TK1 TK2 TA1 TA2 TB1 RK1 RK2 RA1 RA2 RB1 RB2 1500 bp kb 500 bp kb 200 bp kb 100 bp
141 bp kb
kb 100 bp kb
Gambar 1. Hasil elektroforesis sampel hasil real-time RT PCR. TK1-TB1 (kiri) adalah sampel hasil RT-PCR dengan amplicon hasil RT-PCR mRNA feline tetherin/BST-2. RK1RB2 (kanan) adalah sampel hasil RT-PCR dengan amplicon hasil RT-PCR mRNA 18S rRNA. M: marker, K1 dan K2: kontrol, A1 dan A2: perlakuan 100 U/ml, B1: perlakuan 1000 U/ml
7 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Interferon-alpha (IFN-α) mampu menginduksi ekspresi mRNA feline tetherin pada peripheral blood mononuclear cells (PBMCs) yang ditandai dengan menurunnya rata-rata nilai ∆CT dari kedua kelompok perlakuan yang mendapat induksi IFN-α dibandingkan dengan nilai ∆CT kelompok kontrol. Saran Penelitian tentang pengaruh pemberian IFN-α pada PBMCs terhadap ekspresi mRNA feline tetherin/BST-2 dapat dilanjutkan dengan penelitian pengembangan novel antiviral therapy untuk mengatasi penyakit infeksi virus terutama pada hewan. UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih disampaikan kepada berbagai pihak yang telah membantu dalam penelitian ini, khususnya kepada para laboran dan staf laboratorium Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya dan laboratorium Biosains Universitas Brawijaya. DAFTAR PUSTAKA Abbas, A.K., A.H. Lichtman, and S. Pillai. 2007. Cellular And Molecular Immunology Sixth Edition. Saunders Elsevier Inc., USA. 285-287, 362-364. Auffray, C., M.H. Sieweke, and F. Geissmann. 2009. Blood Monocytes: Development, Heterogeneity, and Relationship with Dendritic Cells. Ann. Rev. Immunol., 27: 669–92. Baratawidjaja, K. G. dan I. Rengganis. 2010. Imunologi Dasar Edisi ke-9. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta. 29, 80, 116, 230-233, 417-418. Bande, F., S.S. Arshad, L. Hassan, Z. Zakaria, N. A. Sapian, N. A. Rahman, and A. Alazawy. 2012. Prevalence and Risk factors of Feline Leukaemia Virus and
Feline Immunodeficiency Virus in Peninsular malaysia. BMC Veterinary Research, 8 (33): 1-6. Cao, W., B. L, M. Cho, X. Wen, S. Hanabuchi, M. Bao, D.B. Rosen, Y.H. Wang, J.L. Shaw, and Q. Du. 2009. Regulation of TLR7/9 responses in plasmacytoid dendritic cells by BST2 and ILT7 receptorinteraction. J. Exp. Med., 206 : 1603–1614. Cedric, M., H.M Dockrell, R.V Goering, I. Roitt, D. Wakelin, and M. Zuckerman. 2006. Medical Microbiology Third Edition. Elsevier Mosby. 29. Demissie, A., M. Abebe, and A. Aseffa . 2004. Healthy Individuals that Control a Latent Infection with Mycobacterium tuberculos Is Express High Levels of Th1 Cytokines and the IL-4 Antagonist IL-4delta2. J Immunol, 172: 6938– 6943. Dewerchin, H.L., E. Cornelissen, E.V. Hamme, K. Smits, B. Verhasselt, and H.J. Nauwynck. 2008. Surfaceexpressed Viral Proteins in Feline Infectious Peritonitis Virus-infected Monocytes are Internalized Through a Clathrin- and Caveolae Independent Pathway. Journal of General Virology 89: 2731–2740. Dietrich, I., E.L. McMonagle, S.J. Petit, S. Vijayakrishnan, N. Logan, C.N. Chan, G.J. Towers, M.J. Hosie, and B.J. Willett. 2011. Feline Tetherin Efficiently Restricts Release of Feline Immunodeficiency Virus but Not Spreading of Infection. J. Virol. (Abstr): 5840. Evans, D.T., R. Serra-Moreno, R.K. Singh, and J.C. Guatelli. 2010. BST2/tetherin: a New Component of the Innate Immune Response to Enveloped Viruses. Trends Microbiol., 18(9): 388–396.
8 Fatchiyah, E.L. Arumingtyas, S. Widyarti, dan S. Rahayu. 2011. Biologi Molekuler Prinsip Dasar Analisis. Penerbit Erlangga, Jakarta. 71-76. Freer,
F.,D. Matteucci, P. Mazzetti,F. Tarabella, V. Catalucci, and M. Bendinelli. 2007. Effects of Feline Immunodeficiency Virus on Feline Monocyte-derived Dendritic Cells Infected by Spinoculation. Journal of General Virology, 88: 2574–2582.
Fukuma, A., M. Abe, Y. Morikawa, T. Miyazawa, and J. Yasuda. 2011. Cloning and Characterization of the Antiviral Activity of Feline Tetherin/BST-2. PloS One, 6 (3): 1-6. Geissmann, F., S. Jung, and D.R. Littman. 2003. Blood monocytes Consist of Two Principal Subsets with Distinct Migratory Properties. Immunity, 19:71–82. Hartmann, K. 2012. Clinical Aspects of Feline Retroviruses: A Review. Viruses, 4: 2684-2710. Hogg, S. 2005. Essential Microbiology. John Wiley & Sons Ltd., UK. 237-243, 250251. Huggett, J., K. Dheda,, S. Bustin, and A. Zumla. 2005. Real-time RT-PCR Normalisation; Strategies and Considerations. Genes and Immunity, 6: 279-284.
Le Tortorec, A., S. Willey, and S.J.D Neil. 2011. Antiviral Inhibition of Enveloped Virus Release by Tetherin/BST-2: Action and Counteraction. Viruses 3: 520-540. Mallone, R., S. I. Mannering, B. M. BrooksWorrell, I. Durinovic-Belló, C. M. Cilio, F. S. Wong, and N. C. Schloot. 2010. Isolation and Preservation of Peripheral Blood Mononuclear Cells for Analysis of Islet antigen-reactive T Cell Responses: Position Statement of the T-Cell Workshop Committee of The Immunology of Diabetes Society. Clinical and Experimental Immunology, 163: 33–49. Matsuda, A., Y. Suzuki, G. Honda, S. Muramatsu, O. Matsuzaki, Y. Nagano, T. Doi, K. Shimotohno, T. Harada, E. Nishida, H. Hayashi, and S. Sugano. 2003. Large-scale Identification and Characterization of Human Genes that Activate Nf-kB and MAPK Signaling Pathways. Oncogene, 22: 3307–3318. Murphy, F.A., E.P.J Gibbs, M.J. Studdert, and M.C. Horzinek. 1990. Veterinary Virology Third Edition. Elsevier’s Science and Technology, UK. 316, 379, 387, 502. Neil, S.J.D., T. Zang, and P.D. Bieniasz. 2008. Tetherin Inhibits Retrovirus Release and Is antagonized ny HIV-1 Vpu. Nature, 451: 425-530.
Kadoi, K. 2006. An Established Feline Monocytic Cell Line. New Microbiologica, 29: 219-222.
NCBI. 2014. Felis Catus Bone Marrow Stromal Cell Antigen 2 (BST2), mRNA. www.ncbi.nlm.nih.gov. [Diakses tanggal 20 Februari 2014].
Kupzig, S., V. Korolchuk, R. Rollason, A. Sugden, A. Wilde, G. Banting. 2003. Bst-2/HM1.24 Is a Raft-associated Apical Membrane Protein with an Unusual Topology. Traffic, 4(10): 694–709.
NCBI. 2014. Felis Homo Sapiens RNA, 18S ribosomal 5 (RNA18S5), ribosomal RNA. www.ncbi.nlm. nih.gov. [Diakses tanggal 20 Februari 2014].
9 Nolan, T., R.E. Hands, and S.A. Bustin. 2006. Quantification of mRNA Using Realtime RT-PCR. Nature Protocol, 1 (3): 1559-1582.
A. Rebar, and G. Weiser. 2004. Veterinary Hematology and Clinical Chemistry. Lippincott Williams & Wilkins, USA. 126-129, 147.
Ohtomo, T., Y. Sugata, Y. Ozaki, K. Ono, Y. Yoshimura, S. Kawai, Y. Koishihara, S. Ozaki, M. Kosaka, T. Hirano, and M. Tsuchiya. 1999. Molecular Cloning and Characterization of a Surface Antigen Preferentially Overexpressed on Multiple Myeloma Cells. Biochem. Biophys. Res. Commun., 258 (3):583– 591.
Turner, P., A. McLennan, A. Bates, and M. White. 2005. Instant Notes Molecular Biology Third Edition. Taylor & Francis Group, UK. 289-291.
Perez-Caballero, D., T. Zang, A. Ebrahimi, M.W. McNatt, D.A. Gregory, M.C. Johnson, and P.D. Bieniasz. 2009. Tetherin Inhibits HIV-1 Release by Directly Tethering Virions to Cells. Cell, 139: 499-511. Roitt, I.M. and P.J. Delves. 2001. Roitt’s Essential Immunology Tenth Edition. Blackwell Science Ltd., USA. Sauter, D., A. Specht, and F. Kirchhoff. 2010. Tetherin: Holding On and Letting Go. Cell, 141: 392-398. Schmittgen, T.D., and K.J. Livak. 2008. Analyzing Real-Time PCR Data by the Comparative CT Method. Nature Protocols, 3(6): 1101-1108. Shetty, N. 2005. Immunology Introductory Textbook Revised Second Edition. New Age International Publisher, New Delhi. 109-110. Stetson, D.B., and R. Medzhitov. 2006. Type I Interferons in Host Defense. Immunity, 25: 373-381. Takeuchi, O., and S. Akhira. 2009. Innate Immunity to Virus Infection. Immunological Rev., 227: 75-86. Thrall, M.A., D.C. Baker, T.W. Campbell, D. DeNicola, M.J. Fettman, E.D. Lassen,
Van Voorhis, W.C., J. Valinsky, E. Hoffman, J. Luban, L.S. Hair, and R.M. Steinman. 1983. Relative Efficacy ofHuman Monocytes and Dendritic Cells as Accessory Cells for T Cell Replication. J. Exp. Med., 158:174– 191. Zhao, L.J., X. Hua, S.F. He, H. Ren, and Z.T. Qi. 2011. Interferon alpha Regulates MAPK and STAT1 Pathways in Human Hepatoma Cells. J. Virology, 8(157): 1-7. Zielonka, J., and C. Munk. 2011. Cellular Restriction Factors of Feline Immunodeficiency Virus. Viruses, 3: 1986-2005.
10