Isolasi dan Identifikasi Protein Feline Tetherin/BST-2 dari Peripheral Blood Mononuclear Cells (PBMCs) yang Diinduksi Interferon- Alpha (IFN-α) Isolation and Identification of Feline Tetherin/BST-2 Protein from Peripheral Blood Mononuclear cells (PBMCs) Induced by Interferon- Alpha (IFN- α) Rosita Arviana Masruroh*, Nia Kurniawan, Dyah Ayu Oktavianie Program Studi Kedokteran Hewan, Program Kedokteran Hewan Universitas Brawijaya E-mail:
[email protected] ABSTRAK
Infeksi enveloped virus diketahui menimbulkan berbagai macam penyakit infeksi serta kematian pada kucing, seperti Feline Immunodeficiency Virus (FIV) dan Feline Leukimia Virus (FELV). Enveloped virus memiliki kemampuan adaptasi yang tinggi pada sel hospes karena mempunyai viral envelope yang menyebabkan mudah untuk menghindar dari sistem pertahanan hospes. Tetherin/BST-2 merupakan protein antiviral yang dihasilkan oleh berbagai jenis sel darah putih, seperti Peripheral Blood Mononuclear Cell (PBMCs) dan diekspresikan sebagai respon terhadap adanya induksi IFN tipe I seperti IFN-α. Tetherin/BST-2 telah diidentifikasi berperan penting dalam respon innate immunity, salah satunya dapat menghambat pelepasan enveloped virus dari sel hospes terinfeksi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ekspresi dan karakteristik protein feline tetherin/BST-2 pada PBMCs yang diinduksi IFN-α. PBMCs diisolasi dari darah kucing sehat yang berusia lebih dari 1 tahun. PBMCs dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok kontrol dan kelompok perlakuan yang diinduksi IFN-α dengan dosis 1000 U/ml. Protein total diisolasi dari sel kultur setelah 24 jam inkubasi dan dianalisa dengan teknik SDS-PAGE, dot blot, dan western blotting. Hasil analisis SDS-PAGE menunjukkan adanya pita protein berukuran 35 kDa pada sampel perlakuan induksi IFN-α yang diduga merupakan pita protein feline Tetherin. Analisa pengujian dengan dot blot menunjukkan adanya reaksi positif antara antigen protein Tetherin/BST-2 dan antibodi anti BST-2 berupa dot warna biru keunguan pada sampel perlakuan induksi IFN-α. Hasil analisis western blot menunjukkan konfirmasi adanya ekspresi protein feline Tetherin/BST-2 dengan ukuran berat molekul sekitar 35 kDa. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pemberian induksi IFN-α dengan dosis 1000 U/ml mampu menginduksi ekspresi protein feline Tetherin/BST-2 pada sel kultur PBMC, dan hasil karakterisasi protein feline Tetherin/BST-2 menunjukkan profil protein dengan berat molekul sekitar 35 kDa. Kata kunci :
Tetherin/BST-2, Peripheral Blood Mononuclear Cell (PBMCs), Interferonalpha (IFN-α), SDS-PAGE, Western blotting, Dot Blot. ABSTRACT
Enveloped virus infection are known cause various kind infections and death in cats, such as Feline Immunodeficiency Virus (FIV) and Feline Leukemia Virus (FeLV). Enveloped viruses have high adaptability in host cells because they have viral envelope which facilitated avoiding host’s defense system. Tetherin/BST-2 is a potential antiviral protein produced by various cell types including Peripheral Blood Mononuclear Cells (PBMCs) and that is expressed in response of IFN type I such as IFN-α induction. Tetherin/BST-2 has been identified plays an important role in the innate immunity, which can inhibits the release of enveloped virus from infected host cells.This study was aimed to characterize the expression 1
of feline Tetherin/BST-2 protein on PBMCs induced by IFN-α. PBMCs were isolated from blood sample of healthy cats with aged more than 1 year. PBMCs were divided into two groups, namely the control group and the treatment group which induced by IFN- α at dose of 1000 U / ml. Total protein was isolated from cultured cells after 24 hours incubations and analyzed using SDS-PAGE, dot blot, and western blotting. The results of SDS-PAGE analysis showed a 35 kDa protein band in samples that were induced by IFN-α which suggested to be the feline tetherin protein bands. The results dot blot analysis was indicate the positive reaction of antigen Tetherin/ BST-2 and antibody anti BST-2 that marked by purplish blue dot also at sample induction of IFN-α treatment. The results of western blot analysis showed confirmation of feline tetherin/BST-2 protein expression with a protein band size approximately 35 kDa molecular weight. Based on the results of this study can be concluded that administration of IFN-α induction by doses of 1000 U /ml is able to induces the expression of feline tetherin protein/BST-2 in PBMCs cultured cells, and protein characterization results feline Tetherin/BST-2 shows the protein profiles with a molecular weight of about 35 kDa. Keywords: Tetherin/BST-2, Peripheral Blood Mononuclear Cells (PBMCs), Interferonalpha (IFN-α), SDS-PAGE, Western blotting, Dot Blot. PENDAHULUAN Sel-sel eukariotik diketahui memiliki berbagai mekanisme pertahanan dalam melawan infeksi virus diantaranya melalui mekanisme penghambatan replikasi virus melalui komponen IFN-α (Perez-Caballero et al., 2009). Interferon-Alpha (IFN-α) merupakan respon imun innate immunity yang muncul terhadap infeksi virus (Baratawidjaja dan Rengganis, 2010). Berbagai gen diketahui terinduksi oleh IFN– α dan mengkode protein yang memiliki aktivitas penghambatan secara langsung di berbagai tahapan replikasi virus pada mamalia (Le Tortorec et al., 2011), namun mekanisme penghambatan replikasi virus oleh gen yang terinduksi IFN- α belum banyak yang diketahui (Samuel, 2001). Enveloped virus merupakan mikroorganisme yang menyebabkan terjadinya infeksi dan menyebabkan berbagai penyakit. Infeksi ini dapat menyerang kucing yang banyak dipelihara sebagai hewan kesayangan. Berbagai golongan enveloped virus yang diketahui rentan menyerang kucing, yaitu herpesvirus, corona virus, rhabdovirus, serta retrovirus yang diantaranya dapat menyebabkan penyakit seperti Feline Immunodeficiency Virus (FIV), Feline Leukimia Virus (FELV), serta Feline Foamy Virus (FFV) (Dietrich et al.,
2011). Enveloped virus merupakan kelompok virus yang memiliki pembungkus (viral envelope) pada protein kapsidnya. Viral envelope berfungsi membantu masuknya virus pada sel hospes, melalui glikoprotein yang berperan untuk mengenali reseptor pada membran sel hospes, dan diikuti fusinya viral envelope dengan membran sel hospes sehingga memungkinkan kapsid dan genom virus masuk ke dalam sel (Standsfield et al., 2006). Tetherin (BST-2) merupakan protein yang diekspresikan sebagai respon terhadap IFN-α (Liberatore and Bianiasz, 2011). Aktivitas antiviral Tetherin menunjukkan bahwa tetherin terletak diantara sel hospes dan virion, serta berperan memperantarai penempelan virion pada membran plasma melalui physical linkage yang menyebabkan retensi partikel virus pada membran sel, sehingga akan menghambat pelepasan dan penyebaran virus dari sel yang terinfeksi (Perez-Caballero et al., 2009). Tetherin/BST2 juga berpotensi dalam mengatur respon imun nonspesifik, meskipun mekanismenya secara global belum banyak diketahui (Le Tortorec et al., 2011). Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh (Fukuma et al., 2011), 2
diketahui memicu sekresi IFN-α yang dapat menginduksi ekspresi BST-2 pada leukosit mononuclear (sel T CD4 +) secara in vitro (Christina et al., 2012). Dengan ditemukannya protein feline Tetherin yang diketahui memiliki aktivitas antiviral terhadap sejumlah besar enveloped virus dan berperan dalam modulasi sistem imun, maka identifikasi protein feline tetherin/BST-2 pada Peripheral Blood Mononuclear Cells (PBMCs) menjadi penting untuk dilakukan. Studi tersebut dapat digunakan sebagai salah satu dasar dalam pengembangan penelitian mengenai metode antiviral dalam sistem imun nonspesifik. Berdasarkan latar belakang tersebut, penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk isolasi dan identifikasi protein feline tetherin sebagai upaya untuk mengkarakterisasi protein feline tetherin/BST-2 sebagai dasar pengembangan novel antiviral therapy.
mengungkapkan bahwa analisa ekspresi feline Tetherin/BST-2 secara in vitro serta mekanisme induksi Tetherin/BST-2 oleh IFN-α berguna untuk memahami spesifisitas (tropisme) replikasi virus pada jaringan atau sel-sel dan strategi pengembangan novel terapi antiviral untuk melawan berbagai virus. Pada penelitian tersebut diketahui IFN-α mampu menginduksi ekspresi protein feline tetherin/BST-2 pada sel line CrandellRess Feline Kidney (CRFK), namun studi identifikasi protein feline Tetherin/BST-2 dari PBMCs secara in vitro belum pernah dilakukan. PBMCs, seperti sel limfosit, monosit, sel dendritik, sel NK dan makrofag diketahui merupakan komponen penting dalam sistem imun nonspesifik dan sisten imun spesifik untuk melawan infeksi dan beradaptasi dengan benda asing. Sel makrofag yang berasal dari perkembangan sel monosit serta sel plasmasitoid dendritik merupakan penghasil utama interferon-α. Plasmacytoid Dendritic Cells (pDCs) MATERI DAN METODE Alat dan Bahan Peralatan yang dipakai dalam penelitian ini antara lain: Tabung heparin (4 ml), spuit (5 ml dan 3 ml), Mikropipet 5-10 µL (BioRad), Mikropipet 10-100 µL (Bio-Rad), Mikropipet 100-1000 µL (Nichipet Ex), white tip, yellow tip, blue tip, 24-well plates, bunsen, double filter yellow (0,45 µm), double filter blue (0,2 µm), botol schott duran 80 ml dan 600 ml, botol falcon (50 ml, 15 ml dan 5 ml), pipet 5ml, syringe tube 50 ml dan 15 ml, tabung eppendorf, gelas ukur (50 ml, 100 ml dan 500 ml), laminar air flow (ESCO class type I), sentrifugasi (MSEMistral 1000), sentrifugasi berpendingin (Allegra 64R), waterbath/ shaker (Selekta), timbangan/ Analytical balance ohaus (adventure), mikroskop inverter, cooler bag, refrigerator (Arctico), incubator CO2 (Binder), vortek (Thermoscientific), stirer (Thermolyne), autoclave (Tomy SX 700), nanodrop spektrofotometer (Implen), pHmeter (Jenway), peralatan elektroforesis chamber (Bio-Rad), UV-transiluminator (UV-Biostep), trans-blot semi Dry (Bio-rad),
Bio Dot Apparatus (Bio-Rad), tabung polipropilen, degas. Bahan yang dipakai dalam penelitian ini antara lain: Ethanol 70%, ficoll-paque (ρ=1,077) (GE Healthcare), PBS tanpa Ca2+ dan Mg2+, trypsin-EDTA (Gibco, USA), RPMI-1640 (Invitrogen, USA), fetal bovine serum (FBS) 10% (Gibco Invitrogen, USA), penicilin-streptomycin (Sigma, USA), recombinant IFN-α (Roche), ethanol 100%, RBC lysis buffer, Hcl, NaOH, Tris-HCl, NaCl, CHAPS 1%, ddH2O/ sterilwater, Polyclonal Ab to BST-2/ Tetherin (Imgenex), Complete™ Protease Inhibitor Cocktail Tablet (Roche), Tris Base, Glicyn, methanol 20%, Coomasie blue, asam asetat glacial 10%, SDS 10 %, TEMED, APS 10 %, Stok akrilamid, 30% acrylamide-bis, running buffer, buffer transfer, membran NC, RSB, kertas saring whatman, PBS 0,05% tween-20, TBS tween 0,05%, TBS skimmilk 5% (5% susu skim dalam TBS ), anti-rabbit IgG AP conjugated (KPL), pewarna ponceau, BCIP/NBT Phosphatase 3
Membrane Substrate (Thermo scientific).
(KPL),
Marker
serta dilakukan labeling (Dietrich et al., 2011). PBMCs dicuci dengan PBS dan protease inhibitor (Roche, Mannheim, Jerman) sebelum dilakukan ekstraksi protein, kemudian disentrifugasi dingin pada 2.500 rpm selama 15 menit. Ditambahkan lysis buffer kemudian divortex selama 5-10 menit. Inkubasikan 4°C selama 30 menit. Lysis sel selanjutnya dilakukan dengan disentrifugasi selama 15 menit pada 12.000 rpm pada 4 °C, dan pellet protein serta cairan supernatan dikoleksi dan disimpan pada -80 °C (Dagmar et al., 2007).
Prosedur Penelitian Isolasi Peripheral Blood Mononuclear Cells (PBMCs) dari Darah Kucing PBMCs diisolasi dari darah kucing sehat berusia lebih dari satu tahun dengan berat badan 4 kg. Kucing dianastesi dan dikoleksi darahnya dari pembuluh darah vena cephalica sebanyak 3 ml. Darah yang terkoleksi dimasukkan tabung heparin (Mallone, 2007). PBMCs diperoleh dengan sentrifugasi ficoll-paque (ρ=1,007) (Kadoi, 2006), selama 30 menit dengan kecepatan 600 g (Regetti et al., 2008). Lapisan PBMCs (lapisan putih) dikoleksi dan disuspensi dengan PBS untuk menghilangkan residu ficoll-paque (Freer et al., 2007). Suspensi sel disentrifugasi dengan kecepatan 600 g selama 10 menit. PBMCs dikoleksi dan disuspensi dengan complete growth medium. Sebanyak 10 µl sampel diambil untuk dihitung. Sel-sel ditanam pada 24-well plates dengan konsentrasi medium 1-2 ×106 sel/ml (Regetti et al., 2008).
Pengukuran Kadar Protein dengan Teknik Nanodrop Spektrofotometri Setelah diekstraksi, sebanyak 4 µl protein yang diperoleh ditambahkan 4 µl buffer ekstraknya yaitu Tris-HCl pH 7,5 untuk dinilai kemurniannya dengan cara dikuantifikasi menggunakan nanodrop spektofotometer. Nilai absorbansi diukur pada panjang gelombang 280/260 nm Absorpsi sinar pada 280 nm dapat digunakan untuk estimasi konsentrasi protein dalam larutan. Pengukuran absorpsi pada 260 nm perlu dilakukan untuk koreksi terhadap kemungkinan adanya kontaminasi asam nukleat supaya hasilnya lebih teliti. (Fatchiyah dkk., 2011).
Kultur PBMCs dan Induksi dengan IFN- α PBMCs ditanam dalam RPMI-1640 yang telah disuplementasi dengan fetal bovine serum 10% dan telah ditambahkan antibiotik penicilin-streptomicyn 100 U/ml. Sel-sel tersebut diinkubasi pada suhu 37°C dalam inkubator CO2 5% (Regetti et al., 2008). Setelah 6 hari, PBMCs pada kelompok perlakuan diinduksi dengan IFN-α 1000 U/ml selama 24 jam (Dietrich et al., 2011).
Identifikasi dan Analisa Protein Feline Tetherin /BST-2 Melalui Sodium Dodecyl Sulfate Polyacrylamide Gel Electrophoresis (SDS-PAGE) Analisa profil protein menggunakan SDSPAGE dapat dilakukan setelah preparasi sampel protein dengan melakukan isolasi protein PBMC yang selanjutnya dilakukan preparasi separating gel dengan konsentrasi 12,5 % dan stacking gel dengan konsentrai 5%. Sampel‐sampel protein yang akan dimasukkan ke dalam sumuran gel sebelumnya diberi pewarna dengan RSB yang dapat terionisasi dan dapat berfungsi sebagai tracking dye ketika proses running berlangsung. Proses running dilakukan selama kurang lebih 60 menit atau sampai tracking dye mencapai jarak 0,5 cm dari
Isolasi Protein Tetherin dari PBMCs Sel-sel kultur dipanen, Setelah 24 jam diinduksi dengan IFN-α. Pada kultur sel PBMCs, medium diaspirasi keluar dan ditambahkan tripsin EDTA 2 µl selama 5 menit agar sel-sel adheren lepas, sambil diamati dibawah mikroskop inverter (sel-sel akan tambak bulat terang). Selanjutnya, ditambahkan medium baru dan dipipeting secara pelan. Pellet PBMCs dan mediumnya diaspirasi dan dimasukkan pada mikrotube
4
dasar gel pada arus konstan 20 mA ( 100/ 120 V ). Proses terakhir dari SDS-PAGE yaitu staining dengan menggunakan Coomassie Brilliant Blue yang berfungsi untuk mewarnai protein pada gel dan proses destaining dengan menggunakan aquabides yang berfungsi untuk menghilangkan warna pada gel dan memperjelas pita protein. Berat molekul protein dapat diketahui dengan membandingkan Rf protein dengan protein standar yang berat molekulnya telah diketahui. Hasil elektroforesis SDS-PAGE dan analisa profil protein selanjutnya dianalisa berdasarkan berat molekul (Wilson dan Walker, 2000).
Karakterisasi Profil Pita Protein Hasil SDSPAGE dengan Menggunakan Western Blotting Analisa pada western blotting dapat dilakukan setelah proses running SDSPAGE dan secara elektroforesis kemudian ditransfer ke membran NC. Setelah langkah blocking dengan TBS Tween skimmilk 5%, kemudian dicuci dengan TBS Tween 0.05% selanjutnya membran di-probe dengan antibodi primer poliklonal anti BST-2 secara overnight. Setelah pencucian yang sekuensial, membran kemudian diinkubasi dengan antibodi sekunder anti rabbit Ig G yang dikonjugasi dengan enzim Alkaline Phosphatase yang sifatnya reaktif terhadap antibodil. Terakhir, membran dicuci kembali dengan substrat dari enzim yang digunakan yaitu NBT/ BCIP phosphate substrat yang memproduksi sinyal yang dapat direkam dan dilakukan stop reaksi dengan aquades steril (Fatchiyah dkk., 2011). Hasil deteksi/ visualisasi akan terbentuk warna pita biru keunguan yang mengandung protein target sebagai tanda adanya ikatan antibodi-antigen (Wilson dan Walker, 2000).
Uji Spesifisitas dengan Dot Blot Uji dot blot diawali dengan merangkai membran pada alat Dot Blotter (BioRad) selanjutnya membran ditetesi dengan sampel dengan konsentrasi 50 ml. Setelah inkubasi 30 menit, blocking dengan TBS tween. Setelah itu direaksikan selama overnight dengan antibodi primer Anti BST-2 dengan pengenceran (8:1000), kemudian membran dicuci dengan TBS + PBS Tween 0.05% dan diinkubasi dengan antibodi sekunder Anti rabbit IgG Alkaline Phosphatase dengan pengenceran 1: 1000 selama 1 jam. Membran dicuci dengan TBS lalu di inkubasi dengan substrat NBT/BCIP solution. Dilakukan stop reaksi dengan aquades, hasil positif apabila terbentuk dotdot pada membran nitroselulosa. Kualitas hasil dilihat berdasarkan gradasi warna (Suharsono dan Widyastuti, 2006).
Analisa Data Data output hasil identifikasi profil pita protein Tetherin/BST-2 dengan analisa SDSPAGE, western blotting dan dot blot disajikan secara deskriptif dan dianalisis secara kuantitatif maupun kualitatif.
HASIL DAN PEMBAHASAN Pengukuran Konsentrasi Protein dengan Menggunakan Nanodrop Spektrofotometri Hasil pengukuran konsentrasi protein, diperoleh nilai rasio absorbansi berkisar dari 0,66–0,92. Hasil ini menunjukkan rentang nilai rasio absorbansi dibawah 1,6 yang artinya menunjukkan nilai kemurnian protein yang kurang. Hal ini dapat disebabkan karena adanya kontaminan asam nukleat. Pernyataan tersebut diperkuat oleh Teare, (1997), yang menyatakan rasio A280/A260 jika di atas 1,6 untuk protein
mengindikasikan sampel yang murni, nilai rasio yang rendah/ kurang dari 1,6 menunjukkan banyak kontaminasi asam nukleat. Hasil pengukuran nilai rasio absorbansi dan nilai konsentrasi rata-rata protein dari sampel pellet dan supernatant baik yang diberi perlakuan induksi IFN-α maupun tidak, ditunjukkan pada Tabel 1.1 berikut ini;
5
Tabel 1.1 Hasil pengukuran konsentrasi protein total dengan nandorop spektrofotometri.
fraksi yaitu fraksi pellet yang terdiri dari struktur makro-molekul maupun komponen besar dan fraksi supernatant yang terdiri dari Sampel A280/ Konsentrasi rata- mikro-molekul maupun bagian sel yang No Protein A260 rata (mg/ml) lebih kecil dan berukuran ringan. 1 Ks 0,92 0,326 Pada penelitian sebelumnya yang 2 Ps 0,66 0,572 dilakukan oleh Christina et al.,(2012), 3 Pp 0,67 1,383 menyatakan bahwa konsentrasi protein hasil 4 Kp 0,76 0,746 ultrasentrifugasi yang diperoleh dari pellet Keterangan : cell line 293 GPG yang terinfeksi retrovirus Ks: Kontrol supernatant, Pp: Perlakuan pellet , Ps: lebih tinggi bila dibandingkan dengan Perlakuan supernatant, Kp: Kontrol pellet (Kontrol: sampel tanpa induksi IFN-α, Perlakuan: sampel sampel cell line 293 GPG yang tidak dengan induksi IFN-α). terinfeksi virus. Hasil penelitian tersebut didapatkan data pengukuran konsentrasi Hasil pengukuran konsentrasi protein protein dengan metode-Lowry memiliki antara sampel isolat protein dari kontrol konsentrasi protein pellet rata-rata 390 µg/g (tanpa induksi) dan perlakuan (induksi IFN- pada sampel terinfeksi retrovirus, sedangkan α) menunjukkan adanya perbedaan. pada pellet protein yang tidak terinfeksi Berdasarkan Tabel 1.1 diketahui sampel mempunyai konsentrasi protein 240 µg/g. perlakuan dengan induksi IFN-α dosis 1000 Tingginya konsentrasi protein pada sampel U/ ml memberikan nilai konsentrasi yang yang terinfeksi virus disebabkan karena lebih tinggi dibandingkan sampel isolat infeksi enveloped virus secara in vitro akan protein tanpa induksi IFN-α. Ekspresi mengekspresi Toll- like Receptor (TLR) 7 protein yang diduga protein feline Tetherin dan 9 yang memacu induksi IFN tipe 1 untuk bisa muncul ketika IFN-α dapat berikatan mengekspresi munculnya gen protein dengan reseptor sel target dan menstimulasi melalui JAK/ STAT signaling pathway induksi 20-30 gen protein pada sel target (Beignon et al.,2005). (Christina et al., 2012). Hasil ini juga Hasil pengukuran konsentrasi protein membuktikan jika induksi IFN-α dengan pellet pada penelitian sebelumnya, dosis 1000 U/ ml mampu menginduksi menunjukkan hasil yang relevan dengan munculnya ekpresi protein. Hal ini diperkuat hasil pengukuran konsentrasi protein pellet oleh Fukuma et al.,(2011), yang menyatakan pada penelitian ini, yaitu pada sampel pellet bahwa dosis induksi IFN-α yang tepat untuk dengan induksi IFN-α diketahui memiliki optimalisasi ekspresi protein feline Tetherin konsentrasi protein yang lebih tinggi adalah 1000 Units/ml. dibandingkan dengan konsentrasi protein Hasil pengukuran konsentrasi protein pellet tanpa perlakuan induksi IFN-α dengan spektrofotometri dari sampel pellet (Tabel.1) dan hasil pengukuran kuantitatif protein juga menunjukkan nilai konsentrasi protein ini, nilai konsentrasi protein total protein yang lebih tinggi dibandingkan nilai selanjutnya dapat dijadikan dasar untuk konsentrasi protein dari sampel supernatan. analisa secara kualitatif dengan Hal ini dikarenakan isolat protein yang menggunakan metode SDS-PAGE dan diduga protein Tetherin/BST-2 merupakan immunoblot untuk identifikasi protein lebih protein integral yang terdapat dalam spesifik. membran sel yang termasuk dalam makromolekul yang berukuran besar, sehingga Identifikasi dan karakterisasi protein feline makromolekul tersebut terekstraksi dan Tetherin /BST-2 melalui Sodium Dodecyl terdapat pada pellet larutan saat dilakukan Sulfate Polyacrylamide Gel Electrophoresis fraksinasi. Hal ini sesuai dengan pendapat (SDS-PAGE) Albert et al., (2002), yang menyatakan Hasil identifikasi dan karakterisasi profil fraksinasi sel akan memisahkan ke dalam 2 pita protein dengan SDS PAGE 6
menunjukkan gambaran beberapa variasi pita protein yang muncul dari 8 sampel protein yang di elektroforesis. Hasil perhitungan nilai Rf, didapatkan hasil pita protein yang muncul bervariasi dengan berat molekul kisaran 17 kDa hingga 164 kDa. Profil pita protein yang terekspresi pada Gambar 1.1 dibawah ini, menunjukkan perbedaan karakteristik protein antara kontrol dan perlakuan dari sampel pellet dan supernatant.
24 jam mampu menginduksi munculnya ekspresi protein feline Tetherin pada kelompok perlakuan. Ekspresi protein Tetherin/BST-2 muncul karena aktivasi jalur sinyal JAK/STAT setelah adanya ikatan antara reseptor sel dengan IFN-α dan IFN-β (Sauter et al., 2010). Ketika interferon berikatan dengan reseptor JAK yang terkait tirosin kinase, terjadi fosforilasi serta aktivasi, dan sesudah itu kinase akan mengaktivasi faktor transkripsi STAT. STAT menuju nukleus yang diikuti oleh ikatan pada elemen yang distimulasi interferon dan memodulasi gen-gen yang ekspresinya distimulasi oleh interferon. Ikatan tersebut akan menginduksi terjadinya transkripsi gen protein membentuk mRNA protein. mRNA protein selanjutnya ditranslasi dan mengalami pemrosesan sehingga membentuk protein (SarasinFilipowicz et al., 2008). Gambaran intensitas pita protein yang muncul hanya pada sampel perlakuan pellet (Gambar 1.1) berkaitan dengan hasil kuantifikasi pengukuran konsentrasi protein sebelumnya dengan nanodrop spektrofotometri yang menunjukkan bahwa konsentrasi protein dalam sampel pellet lebih tinggi dibandingkan dengan sampel supernatant (Tabel 1.1). Tebal tipisnya pita yang terbentuk dari pita protein menunjukkan kandungan atau banyaknya protein yang mempunyai berat molekul yang sama yang berada pada posisi pita yang sama. Hal ini sejalan dengan prinsip pergerakan molekul bermuatan, yakni molekul bermuatan dapat bergerak bebas di bawah pengaruh medan listrik, molekul dengan muatan dan ukuran yang sama akan terakumulasi pada zona atau pita yang sama atau berdekatan (Sudarmadji, 2003). Sampel Ks1, Ks2, Ps1, dan Ps2 yang merupakan sampel dari protein supernatan sel kultur PBMC tanpa diberi perlakuan dan diberi perlakuan induksi IFN-α, menunjukkan tidak munculnya ekspresi profil pita protein feline Tetherin/BST-2. Hasil gambaran ini juga berkaitan dengan hasil pengukuran konsentrasi protein yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa dalam
Gambar 1.1 Profil pita protein hasil SDS-PAGE dari isolasi kultur sel PBMC ditunjukkan dengan tanda panah pada berat molekul 35 kDa pada sampel Pp1 dan Pp2 Keterangan: Ks1: Kontrol supernatant, Pp1: Perlakuan pellet 1, Ks2: Kontrol supernatant 2, Pp2: Perlakuan pellet 2, Ps1: Perlakuan supernatant 1, Kp1: Kontrol pellet 1, Ps2: Perlakuan supernatant 2, Kp2: Kontrol pellet 2 (Kontrol: sampel tanpa induksi IFNα, Perlakuan: sampel dengan induksi IFN-α, M: marker)
Hasil analisa karakteristik profil protein feline Tetherin/BST-2 dengan SDS-PAGE seperti tampak pada Gambar 5.1 menunjukkan adanya pita protein dengan berat molekul sekitar 35 kDa pada kelompok perlakuan sampel protein Pp1 dan Pp2, yang diduga merupakan protein feline Tetherin/ BST-2. Hal ini telah sesuai dengan pendapat Sauter et al.,(2010), yang menyatakan bahwa Tetherin merupakan protein transmembran tipe II yang mempunyai berat molekul antara 30-36 kDa. Gambaran analisa SDS-PAGE diatas juga menunjukkan bahwa terekspresinya protein tersebut menandakan jika induksi IFN-α dosis 1000 U/ ml selama 7
sampel supernatant konsentrasi protein yang ditunjukkan lebih rendah dibandingkan pada sampel protein dari pellet. Sedangkan pada sampel Kp1 dan Kp2 yang merupakan sampel pellet tanpa perlakuan, juga menunjukkan gambaran protein terekspresi yang sama dengan sampel supernatan protein yaitu tidak munculnya ekpresi protein feline Tetherin/BST-2. Hal ini berkaitan dengan pengaruh induksi IFN-α dosis 1000 U/ ml yang mampu menginduksi munculnya ekpresi protein Tetherin/ BST-2. Pernyataan tersebut diperkuat oleh Stefanie et al.,(2011), yang menyatakan bahwa protein Tetherin/ BST-2 diekspresikan pada plasmacytoid dendritic cells (pDCs), makrofag, dan sel-sel plasma, yang terinduksi oleh IFN-α.
Hasil Dot Blot pada Gambar 1.2 menunjukkan warna dot biru keunguan pekat muncul pada sampel pellet perlakuan, sedangkan pada sampel kontrol pellet dan kontrol indikator tidak menunjukkan adanya warna dot biru keunguan yang muncul. Nilai densitas warna dot blot yang muncul dapat dinilai dari hasil perhitungan nilai mean, seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1.2 dibawah ini. Tabel 1.2 Hasil Perhitungan Densitas (nilai mean) dot-blot dengan Software Corel Photopaint 11.
Uji Spesifisitas dengan Dot Blot Hasil analisa Dot Blot menunjukkan adanya reaksi positif antara protein Tetherin/ BST-2 dan antibodi poliklonal anti BST-2. Hasil positif ini mengindikasikan bahwa antibodi dapat mengenali antigen secara spesifik, serta tahapan analisa Western Blotting dapat dilakukan. Hasil Dot blotting seperti tampak pada Gambar 1.2 menunjukkan adanya reaksi warna dot biru keunguan pada membran NC dari sampel Pp (perlakuan pellet). Hal ini menunjukkan adanya ikatan antigen protein Tetherin/ BST-2 dengan Antibodi poliklonal anti BST2 pada sampel pellet protein.
Densitas
Kontrol Pellet
Perlakuan Pellet
Kontrol
Pixel mean
171.42
100.46
166.59
Pixel mean
174.58
73.15
Pixel mean
178,31
64.76
Keterangan : Kp: Kontrol pellet (sampel pellet protein tanpa induksi IFN-α Pp: Perlakuan pellet (sampel pellet protein dengan induksi IFN-α), K: Kontrol Indikator (sampel tanpa pellet protein).
Analisa Dot Blotting untuk mengkuantifikasi hasil densitas warna yang muncul dilakukan dengan bantuan software komputer menggunakan Corel Photopaint 11, dari program tersebut didapat data berupa nilai densitas yang dinyatakan dengan pixel mean dan selanjutnya digunakan untuk membandingkan spesifitas hasil yang ditunjukkan. Hasil nilai densitas warna (Tabel 1.2) dari sampel pellet perlakuan menunjukkan bahwa nilai pixel mean sampel protein pellet perlakuan yang diuji nilainya lebih rendah yaitu 100,46, 73,15, dan 64,76 dibandingkan hasil nilai pixel mean kontrol indikator yang diketahui mempunyai nilai 166,59, sedangkan pada sampel kontrol pellet hasil nilai pixel mean menunjukkan hasil yang lebih tinggi yaitu 171,42, 174,58, dan 178,31 dibandingkan nilai pixel mean kontrol indikatornya. Berdasarkan hasil pengamatan menunjukkan bahwa semakin rendah nilai pixel mean yang didapat maka semakin pekat warna dot biru keunguan, yang
Gambar 1.2 Hasil Dot Blot ekpresi protein feline Tetherin/ BST-2 dengan menggunakan antibodi poliklonal anti BST-2. Keterangan: Kp: Kontrol pellet (sampel pellet protein tanpa induksi IFN-α Pp: Perlakuan pellet (sampel pellet protein dengan induksi IFN-α), K: Kontrol Indikator (sampel tanpa pellet protein).
8
menunjukkan semakin banyak ikatan spesifik antara antigen dan antibodi. Bila tidak ada warna dalam hasil dot blot maka menunjukkan tidak ada ikatan antara antigen dan antibodi serta nilai pixel mean yang ditunjukkan lebih tinggi dibandingkan dengan nilai pixel mean kontrol indikatornya. Cabrera et al.,(1999), menyatakan bahwa semakin rendah angka pixel meannya maka semakin tebal dot yang didapatkan, sedang semakin tinggi angka pixel meannya maka semakin tipis dot yang didapatkan. Karakterisasi imunogenisitas dengan Dot Blotting memberikan hasil bahwa protein yang diekspresi dari sel PBMC yang di induksi dengan IFN-α merupakan protein Tetherin/ BST-2 dikarenakan antigen sampel protein dapat dikenali dan di ikat secara spesifik oleh antibodi anti-BST-2. Ikatan antigen- antibodi tersebut juga menunjukkan bukti, bahwa protein feline Tetherin merupakan protein imunogenik karena memberikan respon terhadap antibodi spesifik yaitu antibodi poliklonal anti BST-2. Protein imunogenik adalah protein yang mempunyai kemampuan untuk mengenali atau memberi respon terhadap adanya antibodi (Parslow, 1997). Tetherin/BST-2 diketahui sebagai protein imunogenik yang berpotensi dalam mengatur respon imun nonspesifik, meskipun mekanismenya secara global belum banyak diketahui (Le Tortorec et al., 2011). Hasil Dot Blot yang ditunjukkan tersebut juga memperkuat hasil analisa SDS-PAGE sebelumnya, yang diketahui menggambarkan pita protein feline Tetherin hanya muncul pada sampel protein pellet perlakuan, sama halnya dengan hasil dot blot yang juga hanya memberikan visualisasi warna dot biru keunguan pada sampel pellet perlakuan.
dengan antibodi poliklonal anti BST-2 berupa warna dot biru keunguan, Untuk mengkonfirmasi berat molekul protein antigen spesifik yang mampu dikenali oleh Antibodi spesifik anti-BST-2 maka dilakukan analisa Western Blotting. Hasil pengujian Western Blotting (Gambar 1.3) menunjukkan adanya pita protein yang muncul dengan berat molekul sekitar 35 kDa pada sampel perlakuan pellet (Pp). Berat molekul tersebut dapat dibaca dengan menggunakan acuan protein marker dengan merck Thermo scientific (lot. 26624) berat molekul 10 hingga 260 kDa sehingga dapat terdeteksi pita protein yang terekspresi dan dapat di ketahui berat molekul. Pita protein ini menunjukkan adanya ikatan antigen protein feline Tetherin/ BST-2 dengan antibodi anti BST-2 pada membran NC. Ikatan tersebut menunjukkan bahwa protein yang diekspresi pada sel PBMC merupakan protein feline Tetherin yang mampu dikenali dan berikatan secara spesifik dengan antibodi anti BST-2.
Karakterisasi Profil Pita Protein Hasil SDSPAGE dengan Menggunakan Western Blotting Hasil uji spesifisitas Dot Blot sebelumnya telah menunjukkan adanya reaksi positif, yaitu dengan adanya ikatan (antigenantibodi) antara protein feline Tetherin
Hasil SDS-PAGE yang telah dilakukan sebelumnya, menunjukkan bahwa profil pita protein yang diduga protein feline Tetherin/ BST-2 mempunyai berat molekul sekitar 35 kDa. Adanya kemiripan berat molekul yang ditunjukkan melalui teknik Western Blot dan SDS-PAGE menunjukan bahwa pita protein
Gambar 1.3 Profil pita protein feline Tetherin/BST-2 hasil Western Blotting ditunjukkan dengan tanda panah pada berat molekul 35 kDa pada sampel Pp. Keterangan: Kp : Kontrol pellet, Pp: Perlakuan pellet, Ks : Kontrol supernatant, Ps : Perlakuan supernatan
9
yang yang dimaksud sama yaitu protein yang diyakini sebagai protein feline Tetherin/BST-2. Hasil tersebut juga mengindikasikan bahwa hasil dari Western Blotting merupakan konfirmasi dari hasil SDS-PAGE dan Dot blot yang telah dilakukan. Hal ini dibuktikan dengan munculnya satu pita protein pada sampel perlakuan dengan berat molekul 35 kDa sebagai konfirmasi bahwa isolat protein hasil isolasi PBMCs merupakan protein feline Tetherin/ BST-2 yang mampu dikenali secara spesifik oleh antibodi anti-BST-2. Pernyataan tersebut telah sesuai dengan pernyataan Sauter et al.,(2010), yang menyatakan bahwa Tetherin merupakan protein transmembran tipe II dengan berat molekul sekitar 30-36 kDa.
KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan bahwa pemberian Induksi IFN-α dengan dosis 1000 U/ ml mampu menginduksi munculnya ekpresi protein feline Tetherin/BST-2 dari sel kultur PBMC, serta hasil Isolasi dan karakterisasi protein feline Tetherin/ BST-2 menunjukkan profil protein dengan berat molekul sekitar 35 kDa. UCAPAN TERIMAKASIH Peneliti mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu dalam penelitian ini, khususnya kepada para laboran dan staf Laboratorium Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya.
DAFTAR PUSTAKA Alberts, B., Bray, D., Lewis, J., Roberts, K., Watson, J.D. 2002. Molecular Biology Of The Cell, 3rd Ed. Garland Publ Inc. NY and London.
Dagmar, F., Katerina, V., Wendy, L. H., Hannelore, D., Christine, M. W., Joyce, H. S.t, and Uwe, W. 2007. Proteomic biomarkers of peripheral blood mononuclear cells obtained from postmenopausal women undergoing an intervention with soy isoflavones. J. Clin Nutr ;86:1369 –75
Baratawidjaja, K. G and Rengganis, I. 2010. Imunologi Dasar, 9th ed. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta, p.479.
Dietrich, I., McMonagle, E. L., Petit, S. J., Vijayakhrisnan, S., Logan, N., Chan, C.N., Towers, G. J.Hosie, M. J., Willet, B. J. 2011. Feline Tetherin Efficiently Restrict Release of Feline Immunodeficiency Virus but Not Spreading of Infection. J. Virol, p.58405852.
Beignon, A. S. 2005. Endocytosis of HIV-1 Activates Plasmacytoid Dendritic Cells Via Toll-Like Receptor-Viral RNA Interactions. J. Clin. Invest. 115:3265– 3275. Cabrera, L. V., Rendon, A., Rodriguez, Handzel, V. 1999. Dot blot Assay for Detection of Antidiacylntrehalose Antibodies in Tuberculosis patients. Clinical and Diagnostic Laboratory Immunology. J .Exp. Med; 6 (5):686-9.
Fatchiyah, S., Widyarti, E. L., Arumingtyas, S. Rahayu. 2011. Biologi Molekuler: Prinsip Dasar Analisis. Penerbit Erlangga. Jakarta.
Christina, G., Masany, J., Ashley G., Bruce, W., Banfield and Katrina, G. 2012. IL-27 increases BST-2 expression in human monocytes and T cells independently of type I IFN. J. Exp. Med. 1614–1615.
Fukuma, A., Abe, M., Morikawa, Y., Miyazawa, T., Yasuda, J. 2011. Cloning and Characterization of the Antiviral Activity of Feline Tetherin/ BST-2. J. PLoS One, Vol 6, Issue 3.
10
Freer, F. D. Matteucci, P. Mazzetti, F. Tarabella, V. Catalucci, and M. Bendinelli. 2007. Effects of Feline Immunodeficiency Virus on Feline Monocyte-derived Dendritic Cells Infected by Spinoculation. Journal of General Virology, 88: 2574–2582.
Sauter, D., Specht, A., Kirchoff, F. 2010. Tetherin : Holding on and Letting Go. J. Cell; 141, April 30, 2010. Stansfield, W. D., J. S. Colome., R. J. Cano. 2006. Schaum’s Easy Outlines Biologi Molekuler dan Sel. Varian Fahmi, penerjemah. Schaum’s Easy Outlines Molecular and Cell Biologi. Penerbit Erlangga. Jakarta.
Le Tortorec, A., Willey, S., Neil, S. J. 2011. Antiviral inhibition of enveloped virus release by tetherin/BST-2: action and counteraction. Viruses 3: 520-540. doi:10.3390/v3050520. J. PubMed: 21994744.
Stefanie, H., Davey, S., Susan L., Douglas, R., and John, G. 2011 Upregulation of BST-2/ Tetherin by HIV Infection In Vivo. J. Virol, 85(20):10659. doi: 10.1128/jvi.05524-11.
Liberatore, R. A., Bieniasz, P. D. 2011. Sensing retroviruses. Immunity, 35, 810.
Sudarmadji, S. 2003. Mikrobiologi Pangan. PAU Pangan dan Gizi UGM. Yogyakarta.
Parslow, T. G. 1998. Immunogens, Antigens and Vaccins. In: Stites DP, Terr Al, Parslow TG. Medical Immunology, 9th ed. USA: Applenton & Lange; p.74-82.
Suharsono, Widyastuti, U. 2006. Penuntun Praktikum Pelatihan Teknik Pengklonan Gen. Pusat Penelitian Sumber Daya Hayati dan Bioteknologi, IPB. Bogor.
Perez-Caballero, D., Zang, T., Ebrahimi, A., McNatt, M.W., Gregory, D. A., Johnson, M. C., Bieniasz, P. D. 2009. Tetherin inhibits hiv-1 release by directly tethering virions to celss. J. Cell, 139, 499-511.
Teare, J. M. 1997. Measurement of nucleic acid concentrations using the DNA quant and the genequant. J. Bio Techniques; 22:1170-1174.
Regetti, S., Gerosa, F., Nisii, C., Micciolo, R., Marchesini, M., Cazzadori A. 2008. CD4(+) T cell clones producing both interferon-gamma and interleukin-10 predominate in bronchoalveolar lavages of active pulmonary tuberculosis patients. J. Clin Immunol; 92:224–34. Samuel, C. E. 2001. Antiviral actions of interferons. J. Clin. Microbiol. Rev. 14:778-809 Sarasin-Filipowicz, M. 2008. Interferon signaling and treatment outcome in chronic hepatitis C. Proc, Natl Acad. Sci. U. S. A. 105:7034–7039.
11