CHAPTER 1 Saat bersenggolan di koridor sekolah... “Heeehh! Baru operasi katarak ya! Lihat-lihat dong kalo jalan! Pake dua mata! Tuh liat, buku-buku gue jadi jatuh kan,” “Sorry, sorry, tapi kan elo duluan yang salah,” “Haaah? Apa?? Helloow…cowok kayak apa seh lo! Udah salah, ngeles lagi!” “Iya, iya, sorry!” “Eh, eehh! Mau ngapain lo? Sana, sana! Jangan sentuh buku-buku gue, gue bisa ngambil pake tangan gue sendiri. Ntar kena virus dari elo lagi,” Saat di perpustakaan... “Eeeeh, gue duluan yang dapet!” “Apaan sih lo, jelas-jelas gue duluan yang nemuin nih buku.” “Gue!” “Gue!!” “GUE!!!” “Stop! Ini perpustakaan, bukan ring tinju. Kalo kalian mau berkelahi bukan di sini tempatnya,” suara galak Bu Indry menghentikan perseteruan mereka. “Aldino tuh Bu, dia mau ngerebut buku ini dari tangan saya, padahal kan saya duluan yang dapet,” “Bohong Bu!”
“Sudah, sudah! Mana bukunya biar Ibu lihat,” Bu Indry mengamati buku tersebut secara saksama. “Buku ini cuma ada satu di perpustakaan kita, jadi lebih baik kalian bergantian meminjamnya.” “Kalo gitu saya duluan!!!” teriak Tita dengan semangat 45-nya. Sementara dengan raut wajah kesal Aldino keluar meninggalkan perpustakaan, tak berhasrat untuk meladeni Tita. Di Kantin... “Eh tolong dong minggir, gue sama Fira mau duduk nih,” perintah Tita menyuruh Aldino dan gank-nya untuk menyingkir dari posisi duduk mereka. Marcell dan Yudha yang duduk di pinggir menggeser duduknya agar Tita dan Fira bisa duduk bersama mereka. Namun sepertinya mereka salah tanggap. “Elo semua pada gak ngerti ya, ok gue jelasin. Maksud gue, elo berempat pindah ke bangku lain, gue dan Fira duduk di sini. Masa sih kita gabung sama kalian berempat? Kita gak biasa duduk rame-rame, gak leluasa aja gitu,” jelas Tita dengan gaya centilnya sembari memainkan telunjuk dan matanya. “Kalian aja yang cari kursi lain, kan yang kosong masih banyak!” tukas Riko. Fira ikut-ikutan mengiyakan perkataan Riko. Namun Tita bersikeras. “Tapi kita maunya di sini, karna ini bangku kami. Ngerti lo semua!”
2
“Sejak kapan kursi ini punya lo? Punya nenek moyang lo kaleee…” ucapan Aldino membuat ke-3 temannya bergelak tawa. “Diem lo semua!” Tita menghentakkan tangannya ke meja. “Satu sekolah juga udah pada tau kalo cuma gue dan orang-orang yang gue kehendakin yang boleh duduk disini. Dan elo berempat bukan orang yang gue kehendakin, so you’d better get out!!” Aldino mengepalkan tangannya, “Untung aja elo cewek, kalo gak...” “Kalo gak apa? Elo ngajak gue berantem? Ayo, gue jabanin! siapa takut,” Dengan wajah bersungut-sungut Aldino dan gangnya berlalu dari hadapan mereka berdua. Saat itu Aldino kelihatan begitu geram sekali, namun ke-3 temannya mengisyaratkannya agar mengalah. Cowok harus mengalah saja kepada cewek, begitu mungkin dipikiran mereka.
Gosip terpanas pagi ini... Telinga Tita hampir saja tak percaya mendengar gosip yang santer terdengar dari mulut-mulut cewek yang hobinya menyebarkan berita heboh itu. Biasanya ia juga tak terlalu perduli dengan gosip yang beredar di sekolah. Tapi kali ini lain. Ia mau tak mau ikut mendengarkan gosip murahan itu. Yang membuat Tita peduli pada gosip itu adalah karna gosip itu mengatakan, Aldino baru jadian. Tita 3
berusaha tak percaya. Namun dari sumber-sumber gosip yang ada, semuanya mengatakan hal yang sama. Cewek yang beruntung itu adalah Shellie. Cewek yang anggun, manis, lemah lembut, baik hati, dan lain-lain. Ada perasaan kecewa dalam relung hati Tita yang terdalam. Sepulang sekolah... “Mas, pesan baksonya dua mangkok, cabe dan saosnya yg banyak ya Mas! Terus siomay sama nasi goreng masing-masing satu porsi, Oya.. Minumnya orange juice sama kopi susu ya Mas. Cepetan ya Mas, gak pake lama…!” Si Pelayan hampir terbengong mendengar pesanan Tita. Namun setelah mencatat pesanan sang pelanggan, si pelayan pun berlalu. Sambil menunggu pesanannya datang, Tita bertopang dagu sambil berbicara sendiri. Padahal dia hanya duduk sendirian. Beberapa orang yang ada di warung yang cukup besar itu heran dengan sikapnya. But, bukan Tita namanya kalau tidak cuek. “O..M..G.. Malang banget seh nasib gue. Kenapa semua ini harus terjadi sama gue? Apa salah gue? Ohh…kenyataan ini terus mengiris ulu hati gue!? Oh…Ti..dak..!!! Semoga aja ini cuma mimpi!!! Cuma mimpi… tapi ini kenyataan!!! Oh… nasib gue… elo jelek banget seeeh???” “Maaf Dik, nih pesanannya!” tanpa terasa beberapa menit kemudian si pelayan sudah datang dengan membawa pesanan Tita. “Ini semua buat Adik?” tanya si pelayan. Dengan muka sedikit kesal Tita menjawab, “Ya eeeyaa laaah… Mas, gak liat apa? Dari tadi kan saya sendirian. Emangnya salah ya kalo saya makan semuanya? Gak kan?!!? Owh… Mas takut saya gak bisa bayar? Ya Ampuuun, kalo cuma segini seh saya masih mampu bayar…! Hm…. Sorry ya Mas kalo saya agak galak, soalnya hari ini 4
saya lagi stress bangetttt. Jadi, tolong jangan banyak nanya ya…!!!” Si Pelayan hanya bisa mengelus dada. Tanpa dikomando, Tita langsung melahap makanannya. Lagipula, ia baru pulang sekolah, masih lapar-laparnya, dan malas pulang ke rumah. Bukannya keseringan malas pulang ke rumah, tapi karna hari ini ia ingin menghilangkan stressnya, yaitu dengan makan sepuasnya. Ia menyantap makanan dengan sangat bernafsu, seperti harimau belum makan tiga bulan, lalu tiba-tiba bertemu kelinci super montok di depan mata. Bahkan, ia tidak berhenti mengoceh. Ketika mulutnya kosong, ia mengoceh sendirian, lalu ketika mulutnya penuh makanan, ia berhenti berbicara, begitu seterusnya. “Kenapa sih harus dia? Kenapa harus itu cewek yg jadian sama Aldino?!! Kenapa gak gue? Cantikkan gue malah,” Nyammm… Nyammm…. “Padahal gue udah berharap bangettt…” Nyammmm… Nyammm… “Al, kenapa elo lebih milih si Shellie? Kenapa, Aldino???” Nyaaammm… Nyamm… Sruttttt… Sruuuttt… Tita tak memperdulikan tatapan-tatapan sinis dan penuh tanda tanya di sekelilingnya. Inilah cara dia untuk menghilangkan stress. Ia lupa dengan program dietnya. Padahal udah turun 5 kilo dengan susah payah. Harus menahan diri untuk tidak jajan yang berlemak-lemak dan manis-manis di kantin, makan makanan yang dianjurkan ahli gizi, olahraga teratur dan segala tetek bengek lainnya.
5
Dan akhirnya, semua makanan yang meja lenyap dengan sempurna ke perut Tita. ditambah sebuah sendawa yang melengking warung yang cukup luas itu semakin kesempurnaan acara makan siang Tita.
terhidang di “Eeekkk…” ke seantero menambah
Setelah membayar, Tita pun melangkahkan kakinya keluar dari warung yang bernama “Hilang Laper” itu. Dia benar-benar kenyang dan stressnya sedikit hilang. Walaupun begitu, ia masih saja memikirkan Aldino. “Apa iya Aldino pacaran sama Shellie? Kok gue jarang ngeliat mereka berduaan ya? Tapi hampir satu sekolah heboh. Gak mungkin kan ini cuma gosip murahan? Ah, moga-moga aja ini cuma gosip murahan! Tapi kalo beneran??? No…..!” Tita kembali melakukan kebiasaan gilanya, bicara sendiri. Ia berjalan tak tentu arah sambil menendang apapun benda yang lagi apes, berada di ujung sepatunya. Pletok!!!! Sebuah kaleng minuman ringan bekas melayang dengan indahnya dari sepatu kets Tita dan meluncur sempurna ke kepala botak seorang pemilik warung emperan. Si pemilik warung emperan tersebut spontan naik pitam. “Woy, kau punya mata gak! Nendang kaleng sembarangan! Kau pikir kepalaku ini tempat sampah apa? Sini kau!!!” marahnya. Tita menghentikan langkahnya. Sekonyong-konyong keringat dingin sebesar biji jagung mulai keluar dari tubuhnya. Melihat Si pemilik warung emperan yang berpostur tinggi tegap serta berwajah sangar tersebut bergerak mengejarnya, jantung Tita serasa mau copot. Tak
6
ayal lagi, satu-satunya yang terpikir di benaknya saat itu adalah lari!!! Nafas Tita tersengal-sengal. Ia lupa sudah sejauh mana berlari, tapi dirasanya sudah begitu jauh dari Abang pemilik warung emperan tadi. Tidak mungkin ia berhasil mengejar Tita. Tita kemudian menghampiri sebuah warung emperan untuk membeli sekaleng minuman ringan. Sambil minum, ia duduk di kursi yang terdapat di sebelah warung itu untuk menghilangkan penat. “Hoaahhh….apes banget seh nasib gue hari ini. Dasar botak biadab…” “Kenapa nak? Lagi sial ya?” tanya si pemilik warung sok ramah. “Iya nih Pak, saya abis diuber-uber sama orang gila gara-garanya saya gak sengaja nendang kaleng bekas dan mengenai kepalanya.” “Wah, untung adik selamat. Kemaren tetangga saya masuk rumah sakit gara-gara ditimpukkin orang gila pake gedebong pisang padahal dia gak salah apa-apa,” “Ccckk.. Ccckk.. Ccckk.. Ternyata di kota Jakarta ini banyak orang gila juga ya Pak. Saya jadi ngeri,” “Yah begitu lah dik, zaman sekarang nyari duit susahnya minta ampun. Apalagi di Jakarta. Ya tau sendiri lah dik, makanya banyak orang jadi gila,” Percakapan mereka semakin berlanjut. “Ngomong-ngomong Bapak udah lama jualan di sini?” “Yah, kira-kira lima tahunan lah. Gini-gini Bapak juga udah buka cabang lho Dik, di Bekasi sama Depok. 7
Yang jaga anak Bapak!!” ujar Bapak itu dengan bangganya. Sementara dalam hati Tita nyengir kuda. Warung kecil gini kok buka cabang, wkwkwk. “Wah, tadi saya dikejar orang gila disitu lho Pak,” “Ah masa iya, anak saya gak pernah cerita tuh kalo di kawasan itu ada orang gilanya,” “Yah Bapak, orang gila kan hidupnya berpindahpindah, tapi bener lho Pak tadi di sana saya dikejar orang gila. Dari penampilannya seh gak kayak orang gila gitu, tapi dari raut mukanya… jelas banget! Kasian… Mungkin baru jadi orang gila kali tuh orang yahh,” Percakapan mereka terus saja berlanjut, Tita yang hobi bercuap-cuap kalo dipertemukan dengan orang yang suka mengobrol, pasti tidak akan cukup waktu seabad untuknya. Tiba-tiba seseorang datang menghampiri warung, ia bercakap-cakap dengan Bapak pemilik warung. Tita tak bisa melihat wajah orang tersebut karna mereka dipisahkan oleh barang-barang jualan. Ternyata orang tersebut adalah anak Bapak pemilik warung yang datang untuk suatu keperluan. “Oh ya dik, perkenalkan, ini anak Bapak yang bapak ceritain tadi,” sahut Bapak itu. Tita menoleh ke arah orang yang belum dikenalnya itu, namun masih samar-samar. Dari balik barang-barang jualan, perlahan namun pasti anak Bapak tersebut mulai menampakkan wajahnya. Ketika keduanya beradu pandang, masing-masing saling shocked. “K-kk-Kau…kan,” “Orang gila!!!”
8
Tita lari terbirit-birit setelah melihat dengan jelas si pemilik wajah sangar berkepala botak tersebut adalah orang yang sama dengan yang mengejarnya tadi. Kali ini larinya sepuluh kali lebih kencang, mungkin kalo ada olimpiade lari dia pasti menang.
9