BATASAN PENILAIAN OBSCUUR LIBEL DALAM PERKARA PERDATA KHUSUS HAK CIPTA BUKU (Analisa Putusan Pengadilan Niaga Nomor: 61/PDT.SUS/HAK CIPTA/ 2013/ PN. NIAGA. JKT. PST Jo Putusan Mahkamah Agung Nomor: 306K/Pdt.susHKI/2014 ) Oleh : Kartika Vidyana E-mail :
[email protected]
ABSTRAKSI Kasus Gugatan Pelanggaran Hak cipta yang terjadi antara Institute for Motivational Living. Inc (Penggugat) dengan Yon Nofiar (Tergugat) yang menghasilkan putusan Pengadilan Niaga Nomor: 61/PDT.SUS/HAK CIPTA/2013/PN.NIAGA.JKT.PST, menyatakan gugatan penggugat tidak dapat diterima (niet ontvankelijk verklaard) karena Gugatan Obscuur Libel. Di tingkat Kasasi, Putusan Mahkamah Agung Nomor: 306K/Pdt.Sus-HKI/2014 menguatkan pendapat Judex Factie. Padahal, Penggugat telah mendalilkan secara rinci pelanggaran oleh Tergugat sesuai dengan peraturan yang berlaku. Oleh Karena itu, penulis mengkaji; Bagaimana pertimbangan hakim dalam memberikan penilaian Obscuur libel sebagai dasar putusan tersebut dilihat dari prinsip Hukum Acara Perdata dan Undang-Undang Republik Indonesia tentang Hak Cipta, Adapun Metode penelitian yang penulis gunakan adalah metode yuridis normatif, yaitu metode pendekatan kepustakaan. Hasil dari penelitian tersebut adalah sebagai berikut: hakim tidak mempertimbangkan keseluruhan dalil dan bukti yang diserahkan oleh penggugat karena hakim dalam memutus perkara bersifat pasif. Sedangkan penggugat telah menguraikan secara keseluruhan dalil gugatannya sesuai ketentuan Hukum Acara Perdata dan Undang-Undang Hak Cipta No 19 Tahun 2002 Pasal 56 Ayat 1,2, dan 3, serta mendayagunakan alat bukti yang dimilikinya untuk membuktikan bahwa haknya telah dilanggar oleh tergugat. Namun hakim dalam mempertimbangkan dan memutus seolah menutup mata pada bukti yang diajukan penggugat dan menyatakan gugatan penggugat tidak dapat diterima (niet ontvankelijk verklaard). Menurut penulis hakim belum terbuka dengan bukti-bukti yang diajukan penggugat, karena bukti yang diajukan penggugat dipandang belum bisa menguraikan fakta bahwa tergugat telah melakukan pelanggaran. Putusan merupakan Rekonsiliasi dan keseimbangan. Penulis berpandangan, hal itu tidak akan terjadi apabila penggugat menyertakan keterangan ahli untuk menguraikan keabsahan hak cipta yang dimilikinya. Kata Kunci: Hak Cipta, Gugatan Obscuur libel, Rekonsiliasi, Alat Bukti, Keterangan Ahli.
PENDAHULUAN Indonesia merupakan salah satu negara dengan keanekaragaman etnik atau suku bangsa dan budaya yang memesona di kacamata dunia. Dengan banyaknya etnik atau suku bangsa dan budaya yang di miliki hal ini membuktikan, bahwa banyak pula buah pemikiran yang nantinya akan menghasilkan produkproduk baru serta menyumbangkan daya kreatifitas pada perkembangan dibidang perdagangan, industri, dan investasi. Sehingga memerlukan peningkatan perlindungan bagi pencipta dan pemilik hak terkait akan hak-hak hukum yang diperlukan untuk melindungi hasil daripada buah pemikiran, biasa dikenal sebagai “intellectual property rights”(IPR). Intellectual property rights (IPR), yakni hak yang timbul bagi hasil olah pikir yang menghasilkan suatu produk atau proses yang berguna untuk manusia pada intinya. Hak Kekayaan Intelektual (HKI1 ) adalah hak untuk menikmati secara ekonomis hasil dari suatu kreativitas intelektual.2 Hasil kreativitas tersebut merupakan hasil cipta yang diciptakan berdasakan inspirasi dari pencipta. Hak cipta (copyright) merupakan perwujudan Hak Asasi Manusia lahir secara otomatis sejak suatu ciptaan memenuhi persyaratan Hak Cipta
(standard of Copyright’s ability) di ciptakan oleh pencipta.3 Konsep hak cipta timbul dari ide bahwa hak-hak hukum bagi karya-karya seperti itu harus ditetapkan dan dilindungi, bahwa orang yang menghasilkan karya budaya harus dilindungi dari segi sosial dan ekonomi.4 Tetapi tidak ada persyaratan formal untuk perolehan perlindungan Hak Cipta, yang bearti tidak ada prosedur pendaftaran suatu Hak Cipta. Namun, ada kesulitan untuk membuktikan hak cipta. Adanya kesulitan tersebut membuat kecenderungan untuk pendaftaran ciptaan guna memeperoleh surat pendaftaran ciptaan.5 Hak cipta sebagai salah satu bagian daripada hukum positif yang diperkenalkan dan diberlakukan pertama sekali oleh Pemerintah Belanda di Indonesia, sudah tentu tidak terlepas dari tata Hukum nasional masa lampau sebelum dan sesudah proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia.6 Pasca-Indonesia meratifikasi persetujuan pendirian organisasi perdagangan dunia (Agremeent The Establishing World Trade Organization) melalui UU No. 7 Tahun 1994, maka Indonesia terikat dan diwajibkan untuk mengharmonisasi hukumnya yang terkait dengan persetujuan ini.7 3
1
E-Tutorial HKI. Pengertian Hak Kekayaan Intelektual. http://etutorial.dgip.go.id/pengertian-hak-kekayaanintelektual/. Diakses 19 Oktober 2015 menjelaskan bahwa Hak Kekayaan Intelektual, disingkat “HKI “ atau akronim “HaKI” , adalah padanan kata yang biasa digunakan untuk Intellectual Property Rights (IPR), yakni hak yang timbul bagi hasil olah pikir yang menghasilkan suatu produk atau proses yang berguna untuk manusia pada intinya HKI adalah hak untuk menikmati secara ekonomis hasil dari suatu kreativitas intelektual. 2 Buku Panduan Hak Kekayaan Intelektual. 2013. Banten. Direktorat Jendral Hak Kekayaan Intelektual Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Halaman.iii
Rahmi Jened. 2014. Penerbit PT Citra Aditya Bakti.Bandung. Hukum Hak Cipta (copyright’law). Halaman 103. 4 Masri Maris, 2006. Buku Panduan Hak Cipta Asia versi Indonesia. Ikatan Penerbit Indonesia (Ikapi). Jakarta. Indonesia.Diterjemahkan dari Tamotsu Huzomi. .2004. Asian Copyright Handbook. Asia/Pasific Cultural Center for UNESCO.Japan. Halaman 4. 5 Op.cit. Rahmi Jened.Halaman 104. 6 Sophar Maru Hutagalung.2012. Hak cipta:Kedudukan Dan Perananya Dalam Pembangunan. Jakarta: Sinar Grafika, Halaman 14 7 Budi Agus Riswadi dan M Syamsudin.2004.Hak Kekayaan Intelektual Dan Budaya Hukum. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. Halaman 1
Sehingga hak cipta sebagai satu bagian dalam bidang hak kekayaan intelektual juga terkena imbas dari hamonisasi hukum ini.8 Dalam praktiknya, harmonisasi hukum hak cipta ini yang telah dilakukan beberapa kali, Undang-undang Hak Cipta Nomor 28 Tahun 2014 yang merupakan peraturan Perundangundangan Hak Cipta terbaru yang menggantikan peraturan lama yakni Undang-undang Nomor 19 tahun 2002. Hak Cipta merupakan bagian yang terbesar dalam Hak Kekayaan Intelektual, terutama hak cipta dalam industri buku. Industri buku merupakan industri yang paling strategis dalam membangun dan meningkatkan kemakmuran serta kesejahteraan bangsa.9 Namun dalam praktik yang ada, masih banyaknya kegiatan pembajakan buku. Hal ini membuktikan telah terjadinya krisis multidimensi yang terus tumbuh berkembang dalam kegiatan pembajakan buku, sehingga walaupun Tim Penanggulangan Masalah Pembajakan Buku (Tim PMPB) beberapa kali mampu menangkap para pembajak buku, namun sebagian besar dari mereka tidak mendapatkan hukuman yang setimpal, bahkan ada yang terbebas sama sekali dari jeratan hukum.10 Hal itu terjadi karena di dalam penanganan kasus-kasus pelanggaran hak cipta sejauh ini masih menghadapi kendala teknis. Diantarannya, kurangnya pemahaman tentang konsepsi hak cipta sehingga menimbulkan perbedaan persepsi diantara aparat penegak hukum.11 Maraknya pelanggaran hak cipta yang terjadi, dimana disebut sebagai pelanggaran hak cipta apabila telah melanggar ketentuan pada Pasal 2 ayat 8
Ibid Op.cit. Masri Maris. Halaman. xi 10 Ibid, halaman xi 11 Op.cit. Sophar Maru Hutagalung. Halaman 331 9
(1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta yang berbunyi “ Hak cipta merupakan hak eksklusif bagi pencipta atau pemegang Hak cipta untuk mengumumkan atau memeperbanyak Ciptaannya, yang timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku”. Umumnya pelanggaran hak cipta di latar belakangi untuk mencari keuntungan financial secara cepat dengan mengabaikan kepentingan para pencipta dan pemegang izin hak cipta. Apabila hal tersebut terjadi maka pihak yang melanggar hak cipta tersebut dapat digugat secara keperdataan ke Pengadilan Niaga. Hal ini sebagaimana dibunyikan pada ketentuan pasal 56 ayat (1), (2) dan (3) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta. Pada kasus HKI perkara perdata khusus Hak Cipta, The Institute For Motivational Living, Inc melawan Yon Nofiar. Dimana The Institute For Motivational Living, Inc merupakan perusahaan yang didirikan berdasarkan hukum Amerika Serikat, yang beralamat di 8392 Tod Avenue,Boardman, Ohio 44512. Perusahaan Amerika serikat tersebut menguasakan gugatannya pada Yudiarto Medio Natama Simbolon,SH.,Mhum., Riyadi Wahyu Indarto, SH., pada kantor Hukum Simbolon & Partners, yang beralamat di Menara Bidakari I, lantai II, JL. Gatot Subroto Kav 71-73 Jakarta Selatan 12780. Sedangkan Yon Nofiar merupakan Warga Negara Indonesia yang beralamat di Jalan Lumbu tengah Raya No. 47 RT. 010 RW. 028, Kelurahan Bojong Rawa Lumbu, Kecamatan Rawa Lumbu, Bekasi 171116, Jawa Barat. Kasus tersebut bermula dari Yon Nofiar yang dahulu memiliki hubungan kerjasama dengan The Institute For Motivational Living,Inc menunjuk dan mengangkat Yon Nofiar sebagai agen
resmi untuk wilayah Indonesia periode tahun 2002 sampai 2005. Menurut informasi The Institute For Motivational Living, Inc, Yon Nofiar bermaksud untuk menulis dan menerbitkan buku dengan judul DISC: The Leading Behavioral Assesment Tools pada Desember 2004, dimana dalam materi ciptaannya tersebut Yon Nofiar hendak meminta izin menggunakan ‘patterndescription” materi ciptaan dari The Institute For Motivational Living, Inc. Tetapi dengan tegas The Institute For Motivational Living, Inc tidak memberikan persetujuan dan izin untuk menggunakan materi ciptaannya tersebut. Namun kenyataannya Yon Nofiar tetap menulis dan menerbitkan bukunya pada tahun 2005 melalui lembaga penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia secara sepihak telah mencantumkan nama The Institutet For Motivational Living, Inc. Tindakan Yon Nofiar Tersebut kemudian oleh The Institute For Motivational Living,Inc dibawa ke Pengadilan Niaga Jakarta Pusat dengan dalil gugatan yang menjelaskan bahwa tergugat Yon Nofiar telah menggunakan, mengalih bahasa, memperbanyak, dan medistribusikan material penggugat (The Institute For Motivational Living,Inc) dalam buku tergugat tanpa persetujuan penggugat. Tergugat telah mengumumkan, mengklaim, dan memperjual belikan materi ciptaan penggugat. Serta telah mengumumkan dan/atau memperbanyak materi ciptaan penggugat pada kegiatan komersial dan/atau kepentingan yang berkaitan dengan kegiatan komersial tanpa persetujuan dan izin dari penggugat dan telah tidak mencantumkan nama penggugat sebagai pencipta dan/atau pemegang hak cipta pada materi ciptaan yang telah diumumkan dan atau diperbanyak. Yang mana hal tersebut telah memenuhi unsur-unsur pelanggaran Hak cipta milik penggugat. Menurut pasal 2 ayat
(1) UU Hak cipta nomor 19 tahun 2002, yang menegaskan; Hak Cipta merupakan hak eksklusif bagi pencipta atau pemegang Hak cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaanya, yang timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. 12 Dalam Eksepsi jawaban tergugat menjelaskan bahwa penggugat The Institute For Motivational Living,Inc tidak memilki Legal Standing, gugatan penggugat kurang pihak (Plurium Litis Consortium), gugatan penggugat kabur (Obscuur libel) dan Gugatan Error In Persona . Putusan Pengadilan Niaga Nomor : 61/PDT.SUS/HAK CIPTA/2013/PN.NIAGA.JKT.PST. mengadili dalam Provisi; “ menolak Provisi yang diajukan oleh penggugat’, dalam Eksepsi; mengabulkan Eksepsi yang diajukan oleh Tergugat untuk sebagian, dan dalam pokok perkara; menyatakan gugatan penggugat tidak dapat diterima (niet onvankelijk verklaad), dan menghukum pengugat untuk membayar biaya-biaya yang timbul dalam perkara sejumlah Rp.516.000; (lima ratus enam belas ribu rupiah). Perkara tersebut tidak hanya sampai di pengadilan tingkat pertama melainkan The Institute For Motivational Living,Inc melanjutkan perkara tesebut untuk diperiksa oleh Mahkamah Agung pada tingkat kasasi. Pada Putusan Nomor 306K/Pdt.Sus-HKI/2014 dalam putusan tersebut mengadili dengan; menolak permohonan kasasi The Institute For Motivational Living, Inc, menghukum pemohon kasasi untuk membayar biaya perkara dalam tingkat kasasi sebesar Rp. 5.000.000,00 (lima juta rupiah).
12
Undang-undang Republik Indonesia Tentang Hak Cipta Nomor 19 tahun 2002
Dari gambaran kasus tersebut penulis tertarik untuk menelaa isi daripada Putusan Pengadilan Niaga Nomor: 61/PDT.SUS/HAK CIPTA/2013/PN.NIAGA.JKT.PST. yang menyatakan bahwa isi dari pada gugatan penggugat kabur (Obscuur Libel) sehingga tidak dapat diterima (niet onvankelijk verklaad), serta Putusan Mahkamah Agung Nomor: 306K/Pdt.Sus-HKI/2014 yang menolak permohonan kasasi Institute For Motivational Living,inc. Untuk menelaa lebih dalam lagi terkait batasan
HASIL PENELITIAN PEMBAHASAN
DAN
A. Analisis Putusan Putusan Pengadilan Niaga Nomor: 61/PDT.SUS/HAK CIPTA/2013/PN.NIAGA.JKT.PS T jo Putusan Mahkamah Agung Nomor: 306K/Pdt.sus-HKI/2014 1.
Identitas Para Pihak
a. PihakPenggugat Penggugat The Institute For Motivational Living, Inc., merupakan perusahaan yang di dirikan berdasarkan hukum Amerika Serikat, yang beralamat di 8392 Tod Avenue, Boardman, Ohio 44512. dalam hal ini memilih kediaman hukum di Kantor Kuasanya, Yudianto Medio Natamma Simbolon, SH.,M.hum., Riyadi Wahyu Indarto, SH., dan Rama Yantio, SH., para Advokat pada kantor Hukum Simbolon & Patners, beralamat di Menara Bidakara I, Lantai 2, Jl. Gatot Subroto Kav.71-73, Jakarta Selatan 12870, berdasarkan Surat Kuasa Khusus tertanggal 23 Mei 2013. b.
PihakTergugat
penilaian obscuur libelnya suatu gugatan yang dilihat dari pertimbangan hakim dalam putusan-putusan tersebut. Sehingga penulis mengambil judul “ Batasan Penilaian Obscuur Libel dalam Perkara Perdata Khusus Hak Cipta Buku (Analisa Putusan Pengadilan Niaga Nomor: 61/PDT.SUS/HAK CIPTA/2013/PN.NIAGA.JKT.PST Jo Putusan Mahkamah Agung Nomor: 306K/Pdt.Sus-HKI/2014).”
Tergugat Yon Nofiar, merupakan Warga Negara Indonesia yang beralamat di Jalan Lumbu Tengah Raya No. 47 RT.010 RW.028, Kelurahan Bojong Rawa Lumbu, Kecamatan Rawa Lumbu, Bekasi 17116, Jawa Barat, selanjutnya disebut TERGUGAT.
2.
Kasus Posisi
Kasus pelanggaran Hak Cipta ini bermula dari adanya pelanggaran pada ketentuan pasal 2 ayat (1) UndangUndang No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta dimana penggugat (The Institute For Motivational Living, Inc.)mengajukan gugatan terhadap tergugat (Yon Nofiar) pada tanggal 11 September 2013 penggugat menguasakan pada kuasanya para advokat yang berkantor hukum Simbolon & Patners, hal ini terjadi dimana penggugat mengetahui bahwa tergugat hendak menerbitkan dan menulis sebuah buku dengan judul DISC: The Leading Behavioral Assessment Tools pada awal Desember 2004 dalam isi buku tergugat tersebut terdapat materi Ciptaan penggugat yang di terjemahkan dan duplikasi dari materi
ciptaan penggugat diantaranya; Disc profile: The DISC Personality System, DISC Profile: Value Style Report, DISC Assesment personiality Analysis Questionaire, dan DISC Treining level 1 : Introduction to Behavioral Analysis (3 ring Binder Course). Dalam menerbitkan buku tersebut tergugat Yon Nofiar melakukan secara sepihak dan tidak mendapat izin dari penggugat The Institute For Motivational Living Inc pada tahun 2005 melalui lembaga penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Tidak hanya itu tergugat Yon Nofiar juga menulis, menerbitkan melalui lembaga miliknya Quantum Quality Internasional dan memperjual belikan buku berjudul “ Handbook Of Disc Alat Ukur Perilaku Kerja” pada tahun 2009 isinya merupakan duplikasi dan terjemahan dari materi ciptaan penggugat antara lain: Disc Profile: The DISC Personality System, DISC Profile: Values Style Report, Disc Assessment Personality Analysis Questionanaire, dan DISC Training Level 1: Introduction to Behavioral Analysis (3 ring Binder Course). Pengugat The Institute For Motivational Living untuk menciptakan materi ciptaan tersebut membutuhkan waktu sekitar 25 (dua puluh lima) tahun. Materi ciptaan tersebut merupakan alat penilaian perilaku yang di buat berdasarkan Inspirasi teori Disc dari psikolog William Marston pencipta materi tersebut di mulai pada tahun 1970 di Amerika serikat melalui beragam macam pengkajian dan pengembangan. Dengan adanya tindakan tergugat Yon Nofiar, penggugat tidak dapat
menikmati haknya untuk memperoleh manfaat ekonomi dari materi ciptaan yang seharusnya di dapat secara penuh dan mutlak oleh penggugat The Institute for Motivational Living Inc sebagai pemegang Hak Cipta atas materi Ciptaan dan telah menderita kerugian. Maka dari itu untuk membela haknya Penggugat sesuai dengan ketentuan pasal 56 ayat (1) , (2), dan (3) dapat melakukan gugatan secara perdata di Pengadilan Niaga Jakarta pusat. Dengan isi gugatan dalam provisi, penggugat The Institute For Motivational Living.Inc memohon kepada Majelis Hakim Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat untuk memeriksa dan memutuskan perkara pelanggaran Hak Cipta yang dilakukanoleh Yon Nofiar, pekara pelanggaran Hak Cipta dimana dalam dalil gugatan penggugat mohonkan yakni: Menghentikan peredaran dan penjualan buku DISC: The Leading Of DISC Behavioral Assessment Tools (Mengukur Perilaku Kerja) dan” Handbook of DISC Alat Ukur Perilaku Kerja” yang telah ada maupun yang akan ada baik secara online maupun non online, menutup atau menghentikan aktivitas pada website Tergugat dengan nama domain www.discoverystyles.comdan http://www.qqintenasional.com/ yang telah ada amupun yang akan ada, mengehentikan kegiatan program pelatihan dan sertifikasi (Certified Training Program ) dan atau program sejenis lainnya yang diselenggarakan oleh tergugat melelui lembaga Quality International pada website www.discoverystyles.comdan http://www.qqintenasional.com/,meng hentikan penjualan alat penilaian perilaku (Assessment toolkits) baik
non online maupun online pada website www.discoverystyles.comdan http://www.qqintenasional.com/. Yang mana permohonan tersebut didalilkan dalam permohonan provisi. Permohonan provisi13 berdasarkan hukum acara perdata sesuai pasal 180 HIR/191Rbg “bahwa pengadilan Negeri boleh memerintahkan supaya keputusan hakim itu dijalankan terlebih dahulu, walaupun pihak yang kalah membantah keputusan itu atau naik banding”. Sedangkan dalam pokok perkara, penggugat menyatakan Tergugat telah melakukan Pelanggaran Hak Cipta sebagaimana alasan penggugat merasa dirugikan dengan adanya tindakkan yang dilakukan oleh tergugat. Untuk itu memohon kepada Majelis Hakim Pengadilan Niaga menghukum tergugat untuk membayar ganti rugi materi kepada penggugat yaitu sebesar USD 1,181,750.00 (satu juta seratus delapan puluh satu ribu tujuh ratus lima puluh Dollar Amerika Serikat) dan ganti rugi immaterial kepada Penggugat yaitu sebesar USD 500,000,00 (lima ratus ribu Dollar Amerika Serikat). Menghukum tergugat untuk menerbitkan Pengumuman permintaan maaf kepada Penggugat melalui 2 (dua) Media Massa berperdar nasional atas 13
Dalam Kamus Istilah Hukum Fockeman Andrea Belanda Indonesia kata provisi diartikan dalam keterkaitan dengan pengadilan dengan pengadilan, yaitu ketetapan sementara hakim selama memeriksa pokok perkara. Oleh karena itu, tuntutan itu dalam provisi adalah tuntutan yang diajukan penggugat ke pengadilan agar dilakukan tindakan putusan sementara untuk terjamin gugatan penggugat, oleh karena itu akan tergantung dari peristiwa hukum dan atau capaian maksimal dari penggugat.
pelanggaran Hak Cipta terhadap Penggugat serta membertikan klarifikasi kepada masyarakat secara umum atas penggunaan materi Ciptaan Penggugat dalam setiap produk buatan Tergugat baik yang dijual secara online melalui www.discoverystyles.comdan http://www.qqintenasional.com/ maupun non online termasuk dan tidak terbatas pada buku DISC; The Leading Behavioral Assessment Tolls (Mengukur Perilaku Kerja dan buku “Handbook of DISC Alat Ukur Perilaku Kerja”); Majelis hakim diminta untuk memberi putusan dalam perkara ini bisa dilaksanakan terlebih dahulu (Uitvoerbaar bij voorraad) meskipun ada bantahan perlawanan (verzet), kasasi atau upaya hukum lainnya; serta membebankan biaya perkara yang timbul akibat adanya gugatan ini kepada Tergugat; Pasal 56 ayat UU Hak Cipta, mengatur bahwa pelanggaran hak cipta menimbukan hak untuk menuntut ganti rugi dari pihak yang dirugikan kepada pihak yang melanggar Hak Cipta. Hal ini sejalan dengan pasal 1365 Kitab UndangUndang Hukum perdata yang mengatur bahwa yang melanggar hukum dan katenannya telah menimbulkan kerugian pada suatu pihak, wajib menganti kerugian, baik materi maupun inmateril kepada pihak yang dirugikan. Sesudah putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tersebut diucapkan dengan hadirnya Kuasa Penggugat dan Kuasa Tergugat pada tanggal 17 Januari 2014, terhadap putusan tersebut Penggugat melalui kuasanya berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 28 Januari 201 mengajukan permohonan kasasi pada
tanggal 30 Januari 2014 sebagaimana ternyata dari Akta Permohonan Kasasi Nomor 04 K/Pdt.Sus-HaKI/2014/PN Niaga Jkt. Pst. yang dibuat oleh Panitera Pengadilan Negeri/Niaga Jakarta Pusat permohonan tersebut disertai dengan memori kasasi yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Negeri/Niaga Jakarta Pusat tersebut pada tanggal 11 Februari 2014;permohonan kasasi a quo beserta keberatan-keberatannya telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama, diajukan dalam tenggang waktu dan dengan cara yang ditentukan dalam undang-undang, sehingga permohonan kasasi tersebut secara formal dapat diterima; keberatan-keberatan kasasi yang diajukan oleh PemohonKasasi dalam memori kasasinya adalah:14 Pemohon Kasasi Telah Mengajukan Permohonan Kasasi Dan Memori Kasasi Dalam Tenggang Waktu Sebagaimana Ditentukan Oleh Hukum Yang Berlaku; Pemohon Kasasi telah mengajukan permohonan kasasi pada hari Kamis tanggal 30 Januari 2014 terhadap Putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat a quo. Berdasarkan Pasal 46 ayat (1) Undang Undang Nomor 14 tahun 1985 jo. Undang- Undang Nomor 5 Tahun 2004 jo. Undang Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentangMahkamah Agung ("UU Mahkamah Agung") jo. Pasal 62 ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 ("UU Hak Cipta"), kasasi diajukan paling lama 14 (empat belas) hari setelah tanggal putusan yang dimohonkan kasasidiucapkan. Dalam hal ini berarti permohonan kasasi telah dinyatakan olehPemohon
Kasasi dalam tenggang waktu tepat 14 (empat belas) hari sejakPutusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat diucapkan pada tanggal 17 Januari 2014.Oleh karena itu, permohonan kasasi yang telah dinyatakan oleh Pemohon Kasasimasih berada dalam tenggang waktu sebagaimana ditentukan oleh hukum yangberlaku, dengan demikian Majelis Hakim pemeriksa kasasi yang terhormat patutmenerima permohonan kasasi ini; Pemohon Kasasi mengajukan memori kasasi terhadap PutusanPengadilan Niaga Jakarta Pusat a quo pada hari Selasa, tanggal 11 Februari2014. Dalam hal ini, berdasarkan Pasal 47 ayat (1) Undang Undang MA jo. Pasal63 ayat (1) Undang Undang Hak Cipta, memori kasasi wajib disampaikan olehPemohon Kasasi dalam waktu 14 (empat belas) hari sejak tanggal permohonankasasi didaftarkan. Sebagaimana disebutkan diatas, permohonan kasasi telahdiajukan oleh Pemohon Kasasi pada tanggal 30 Januari 2014. Dasar Hukum Dan Alasan Permohonan Kasasi;dasar hukum diajukannya permohonan kasasi dalam perkara a quo adalahketentuan Pasal 62 ayat (1) Undang Undang Hak Cipta jo. Pasal 43 ayat (1) Undang Undang Nomor 14 tahun 1985 jo. Undang Undang Nomor 5 Tahun 2004jo. Undang Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung ("UUMA"). Adapun alasan permohonan kasasi dalam perkara a quo sebagaimanadiatur menurut ketentuan Pasal 30 Undang Undang MA dikarenakan di dalamputusan a quo tersebut: Pemohon Kasasi mendalilkan; Judex Facti salah menerapkan atau
melanggar hukum yang berlaku; dan Judex Facti lalai memenuhi persyaratan sebagaimana diwajibkan peraturan perundang-undangan yang 3. Amar Putusan a. Putusan Pengadilan Niaga Nomor: 61/Pdt.SusHakCipta/2013/PN.NIAGA .JKT.PST (1) Dalam Provisi Menolak provisi yang diajukan oleh penggugat; (2) Dalam Eksepsi
berlaku; Judex Facti Salah Menerapkan Atau Melanggar Hukum Yang Berlaku;
Mengabulkan Eksepsi yang dajukan oleh tergugat untuk sebagian;
Di Indonesia, pengaturan tentang Hak Cipta telah mengalami beberapa kali perubahan dan penggantian Undangundang yaitu UU No.8 Tahun 1982, yang diperbaruhi dengan UU No.12 tahun 1987 dan diperbaruhi lagi dengan UU No.12 Tahun 1997 kemudian UU No. 19 Tahun 2002 sertabaru saja diperbaruhi lagi dengan UU No. 28 Tahun 2014. Indonesia menganut sistem Civil Law, dimana menurut tradisi Civil Law System, berdasarkan author right system pada prinsipnya pencipta (author) pertama dan utama (prima facie)haruslah orang alamiah (natural person) sesuai dengan dasar filosofi Hegel bahwa Hak Cipta adalah kepribadian untuk mana seorang manusia eksis. Sebagaimana pertimbanganpertimbangan hakim yang di dalilkan tersebut telah memenuhi Formulasi Putusan. Pasal 184 Ayat (1) HIR menjelaskan;” Keputusan harus berisi keterangan ringkas, tetapi yang jelas gugatan dan jawaban, serta dasar alasan-alasan keputusan itu: begitu juga keterangan, yang dimaksud pada ayat keempat pasal 7 Reglemen tentang aturan Hakim dan Mahkamah serta Kebijaksanaan Kehakiman di
(3)
Dalam Pokok Perkara a) Menyatakan gugatan penggugat tidak dapat diterima (nietontvankelijkverklaard) b) Menghukum Penggugat untuk membayar biayabiaya yang timbul dalam perkara ini yang hingga sekarang sejumlah Rp.516.000; (lima ratus enam belas ribu rupiah)
b.
Putusan Mahkamah Agung Nomor: 306 K/pdt.susHKI/2014
(1)
Menolak kasasi dari pemohon kasasi The Institute for Motivational living, Inc Menghukum pemohon kasasi untuk membayar biaya perkara dalam tingkat kasasi membayar perkara dlam tingkat kasasi sebesar
(2)
Rp. 5.000.000,00 (lima juta rupiah ) B. Analisis terhadap Dasar Pertimbangan Hakim Dalam Putusan Nomor 61/PDT.SUS/HAK CIPTA/2013/PN.NIAGA.JKT.P ST
Indonesia dan akhirnya keputusan pengadilan negeri tentang pokok perkara dan tentang banyaknya biaya, lagi pula pemberitahuan tentang hadir tidaknya kedua belah pihak pada waktu mengumumkan keputusan itu. Dalam putusan Nomor: 61/Pdt.SusHakCipta/2013/PN.NIAGA.JKT.PST menyatakan telah terjadi pelanggaran Hak Cipta sesuai Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Hak Cipta Nomor 19 Tahun 2002 dan Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Hak Cipta Nomor 28 Tahun 2014, serta Pasal 56 ayat (1) yang mana hak penggugat telah direnggut haknya dengan adanya tindakan dari tergugat, sehingga mengalami kerugian. Tergugat telah menggunakan materi ciptaan penggugat tanpa mengantongi izin resmi dari pihak penggugat, serta menyebar luaskan buku karangan tergugat yang di dalamnya terdapat materi ciptaan penggugat. Disisi lain Gugatan penggugat dinyatakan tidak dapat diterima niet ontvankelijk verklaard adapun alasan hakim dalam mempertimbangkan putusan tersebut dikarenakan isi gugatan yang diajukan penggugat merupakan gugatan kabur (obscuur libel) yang mana gugatan penggugat kurang spesifik dalam menguraikan gugatannya hal ini hakim mempertimbangkan dari eksepsi jawaban tergugat yang menyatakan dalil gugatan No.19, No. 20, No.24, No.25, No.29, dan No 30 yang menyimpulkan dalil terkait pelanggaran Hak Cipta milik penggugat yang dilakukan tergugat adalah hanya sebagian besar ciptaan penggugat, akan tetapi penggugat tidak menguraikan secara spesifik poin poin mana yang telah dilanggar oleh tergugat dengan alasan gugatan tersebut kabur dan akan terjadi
kesulitan dalam pembuktian hak cipta yang telah dilanggar. Menurut penulis dalil penggugat dalam menguraikan gugatan terhadap tergugat sudah cukup jelas dan beralasan, bahwa tergugat telah melakukan tindakan pelanggaran hak cipta sebagai mana aturan yang telah ada terkait perlindungan hak cipta yang tertera dalam Pasal 56 ayat (1) serta telah cukup jelas penggugat menguraikan dalil gugatannya serta dilengkapi dengan pembuktian yang menurut penulis telah memenuhi syarat. Dimana penggugat telah dirugikan dengan adanya tindakan yang dilakukan oleh tergugat. Dari adanya tindakan tersebut penggugat telah di kebiri hak ekonominya. Karena tidak dapat menikmati hak ekonomi yang seharusnya di peroleh dari hasil ciptaannya. Tergugat juga tergolong telah melakukan perbuatan melawan hukum yang diatur dalam pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yakni; “Tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahanya untuk menggantikan kerugian tersesbut”. Dengan demikian tindakan yang dilakukan tergugat cukup jelas telah menimbulkan kerugian pada penggugat dimana tergugat telah menyebarluaskan, mengumumkan dan memperjualbelikan materi ciptaan penggugat sehingga menurut penulis dalil gugatan yang diajukan telah sesuai dalil hukumnya sehingga tidak terdapat ketimpangan dalam dalil gugatan penggugat. Menurut penulis
dasar hukum 1365 Kitab UndangUndang Hukum Perdata (lex generalis) merupakan aturan yang diambil secara umum dimana sebelum adanya aturan yang mengatur lebih sepsifik yakni pada pasal 56 ayat (1) Undang-Undang No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta (lex specialis). Serta dalam pernyataan dalil penggugatpun menyatakan bahwa tindakan yang dilakukan oleh tergugat sesuai dengan pasal 56 ayat (1) Undang-Undang No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta dimana hal tersebut “sejalan” dengan pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata maka dari pernyatan penggugat tersebut sudah cukup jelas dan tidak mengada-ada ataupun beragumentasi. Sehingga menurut penulis hakim kurang tajam dalam memberikan pertimbangan dan memutus perkara ini. Pada ketentuan Pasal 56 ayat (1),(2), dan (3) sebagai berikut: a) Pemegang hak cipta berhak mengajukan gugatan ganti rugi kepada Pengadilan Niaga atas pelanggaran Hak Ciptaannyadan meminta penyitaan terhadap benda yang diumumkan atau hasil perbanyakan Ciptaan itu. b) Pemegang Hak Cipta juga berhak memohon kepada pengadilan Niaga agar memerintahkan penyerahan seluruh atau sebagian penghasilan yang diperoleh dari penyelenggaraan ceramah, pertemuan ilmiah, pertunjukan atau pameran karya, yang merupakan hasil pelanggaran Hak Cipta c) Sebelum menjatuhkan Putusan Akhir untuk
mencegah kerugian yang lebih besar pada pihak yang haknya dilanggar, hakim dapat memerintahkan pelanggaran untuk menghentikan kegiatan Pengumuman dan/atau perbanyakan Ciptaan atau barang yang merupakan hasil Pelanggaran Hak Cipta d) Sementara itu dari sisi pidana pihak yang melakukan pelanggaran hak cipta dapat dikenai sanksi pidana berupa pidana penjara dan/atau pidana denda. Maksimal pidana penjara selama 7 tahun dan minimal 2 tahun, sedangkan pidana dendanya maksimal Rp. 5 Miliar Rupiah dan minimal Rp. 150 juta rupiah Dilain sisi memang masih terlihat ketidak tegasan aturan sehingga terlihat adanya celah untuk membantahkan dimana untuk uraian spesifikasi objek sengketa disini masih terlihat cukup luas untuk menguraikannya. Yang dimaksud spesifik tersebut masih cukup luas sudut pandangnya maka tidak salah penggugat menguraikan objek yang di perkarakan tersebut karena dalam aturan yang ada spesifikasi dalam menguraikan objek sengketa belum diatur secara rinci bagaimana menguraikan objek sengketa tersebut secara rinci , singkat dan jelas. Apakah dalam menguraikan harus di jelaskan secara mendetail terkait bagian-bagian yang telah di plagiat/ dijiplak oleh pihak tergugat tersebut terkait materi ciptaan penggugat, yakni menjelaskan kalimat apa saja yang telah dijiplak oleh tergugat
dalam ciptaannya. Menjelaskan dalam paragraf serta halaman keberapa kalimat yang dijiplak tersebut. Hal tersebut argumentasi penulis terkait spesifikasi yang dimaksud dalam eksepsi jawaban tergugat. Bisa saja yang dimaksudkan oleh pihak penggugat dalam uraian dalilnya yakni tergugat telah menjiplak ide daripada materi ciptaannya. Untuk itu dalam mendalilkan hal tersebut masih terdapat kesenjangan terkait aturan yang ada. Selain itu pula kita ketahui bahwa dalam putusan Nomor: 61/Pdt.SusHakCipta/2013/PN.NIAGA.JKT.PST dalam pertimbangan hukum hakim tersebut terdapat ketidak wajaran dalam penulisan yang jelas-jelas gugatan yang diajukan merupakan gugatan pelanggaran Hak Cipta bukan Gugatan Pembatalan Pendaftaran Hak Cipta, “Menimbang, bahwa gugatan Pembatalan Hak Cipta cukup di tunjuk kepada pihak yang nyata-nyata melakukan Pelanggaran Hak Cipta tersebut, dimana menurut dalil gugtan penggugat dalam perkara ini, yang melakukan pelanggaran hak cipta penggugat adalah tergugat dalam perkara a quo,....” Penulis berpendapat terdapat cacat dalam Putusan Akhir (eind vonnis) ini dimana adanya salah penulisan yang telah dipaparkan diatas sebagaimana kita ketahui putusan akhir merupakan tindakan atau perbuatan Hakim sebagai penguasa atau pelaksana kekuasaan kehakiman (judicative power) untuk menyelesaikan dan mengakhiri sengketa yang terjadi diantara pihak yang berperkara.15 15
M.Yahya Harahap, S.H. 2004. Hukum Acara Perdata:Gugatan, persidangan, pembuktian, dan Putusan
C. Analisis terhadap Dasar Putusan Nomor 306 K/pdt.susHKI/2014 Berdasarkan pertimbangan hukum hakim yang didalilkan dalam memori kasasi, hakim memilih untuk menguatkan hasil putusan dari putusan Pengadilan Negeri dimana dalam putusan tersebut mengadili; 1. Menolak permohonan kasasi dari pemohon Kasasi The Institute For Motivational Living, Inc., tersebut; 2. Menghukum Pemohon Kasasi membayar biaya perkara dalam tingkat Kasasi sebesar Rp.5.000.000,00 (lima juta rupiah) Hasil tersebut setelah Majelis Hakim mempertimbangkan terhadap keberatan-keberatan yang diajukan oleh pemohon kasasi; Keberatan yang diajukan pemohon kasasi tersebut tidak dapat di benarkan, oleh karena setelah meneliti secara sesama memori kasasi tanggal 11 Februari 2014 dan Kontra memori kasasi tanggal 6 Maret 2014 dihubungkan dengan pertimbangan Judex Facti, dalam hal ini Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tidak salah menerapkan hukum. Dengan alasan terbukti gugatan Penggugat cacat formil. Cacat formil yang menjadi titik utama yakni karena kurang spesifiknya gugatan penggugat terhadap Obyek yang di sengketakan (Obscuur Libel). Maka dari itu gugatan tersebut tidak dapat di terima pengadilan. Jakarta: Sinar Grafika. halaman,887-888.
(niet onvankelijk verklaard) dan dengan adanya hal terseut justru Mahkamah Agung terkesan tidak melakukan pengkajian ulang kembali. Sedangkan dalam isi gugatan yang diajukan oleh penggugat dan/atau pemohon kasasi secara materiil telah memenuhi kaidah formulasi gugatan yang baik isi putusan yang diajukan kurang transparasi serta terlihat hanya copy paste dari putusan Pengadilan dimana letak penulisan sama persis dengan isi putusan sebelumnya No. 61/PDT.SUS/HAK CIPTA/2013/PN.NIAGA.JKT.PST . Sehingga terkesan bahwa Mahkamah Agung enggan untuk memeriksa kembali isi permohonan kasasi yang di ajukan oleh pemohon kasasi. Dimana dalam putusan tersebut tidak tersusun secara sistematis yakni menjelaskan Kontra Memori Kasasi yang diajukan oleh termohon Kasasi. Dimana dengan adanya penjabaran dalil Kontra Memori Kasasi Mahkamah Agung akan dengan lebih bijak dalam memberikan pertimbangan untuk memutus suatu perkara. Sehingga keprofesionalan Hakim dalam memutus perkara lebih terkesan berat sebelah. Melihat praktik pengadilan yang tidak memberikan kejelasan ini membuktikan bahwa penegakan hukum dalam bidang Hak cipta ini masih disepelekan. Maka dari itu tak heran jika negeri ini terkenal dengan tingkat plagiasi yang cukup tinggi. Hasil putusan saja tidak melakukan pengkajian ulang Mahkamah Agung hanya terfokus pada hasil awal. Sedangkan menurut penulis dalam putusan pengadilan niaga masih terdapat ketidaksesuaian, serta dalam putusan tersebut perlu adanya
pengkajian ulang yang mana terdapat salah penulisan dan pertimbangan hakim yang kurang matang. D. Pertimbangan Hakim dalam Memberikan Penilaian Gugatan Kabur (obscuur libel) sebagai dasar Putusan Pengadilan Niaga Nomor: 61/PDT.SUS/HAK CIPTA/ 2013/ PN.NIAGA.JKT.PST Jo Putusan Mahkamah Agung No.306K/Pdt.sus-HKI/2014 1. Berdasarkan prinsip Hukum Acara Perdata Berdasarkan hukum acara perdata Indonesia pertimbangan hakim yang diajukan terkait dalil gugatan yang mana putusan tersebut menyatakan gugatan kabur (obscuur libel) dimana gugtan tersebut dapat dikatakan gugatan obscuur libel apabila bertitik tolak dari ketentuan Pasal 118 Ayat (1), Pasal 120 dan Pasal 121 HIR, tidak terdapat penegasan merumuskan gugatan secara jelas dan terang. Sedangkan berdasarkan pasal 8 Rv, pokok-pokok gugatan disertai kesimpulan yang jelas dan tentu (eenduidelijkenbepaaldeconclusie).16 Dalam bentuk eksepsi gugatan pada putusan Nomor: 61/PDT.SUS/HAK CIPTA/ 2013/ PN.NIAGA.JKT.PST Jo Putusan Mahkamah Agung No.306K/Pdt.susHKI/2014menyatakan gugatan pengugat kabur (obscuur libel) dengan alasan gugatan penggugat inkonsistensi terkait dasar hukum yang digunakan serta tidak jelasnya objek sengketa yang di perkarakan. Sehingga setelah menimbang hakim justru membenarkan adanya gugatan penggugat telah cacat formil dimana objek yang di sengketakan tidak jelas serta kurang terfokus. Disisi lain dalil 16
Ibid.Halaman 448
gugatan penggugat yang inkonsistensi, letak dasar hukum yang digunakan kurang tepat. Antara Pasal 56 Ayat (1) dengan Pasal 1365. Sehingga hal ini menjadikan Majelis hakim memutus perkara tersebut tidak dapat di terima (niet onvankelijk verklaard)serta menolak permohonan kasasi. Sedangakan Pertimbangan hakim merupakan salah satu aspek terpenting dalam menetukan terwujudnya nilai dari suatu putusan hakim yang mengandung keadilan (ex aequo et bono) dan mengandung kepastian hukum, di samping itu juga mengandung manfaat bagi para pihak yang bersangkutan sehingga pertimbangan hakim ini harus disikapi dengan teliti, baik dan cermat. Pada nyatanya dalam isi putusan di dalam pertimbangan hukum pada putusan Nomor: 61/PDT.SUS/HAK CIPTA/2013/PN.NIAGA.JKT.PST terdapat dalil yang menyatakan “Menimbang, bahwa gugatan Pembatalan Hak Cipta cukup di tunjuk kepada pihak yang nyata-nyata melakukan Pelanggaran Hak Cipta tersebut, dimana menurut dalil gugtan penggugat dalam perkara ini, yang melakukan pelanggaran hak cipta penggugat adalah tergugat dalam perkara a quo,....” Apabila pertimbangan hakim tidak di teliti, baik dan cermat, maka putusan hakim yang berasal dari pertimbangan hakim tersebut akan dibatalkan oleh Pengadilan Tinggi/ Mahkamah Agung. Namun dalam nyatanya justu Permohonan Kasasi yang diajukan ke Mahkamah Agung justru menguatkan hasil putusan Pengadilan Niaga sebagaimana yang tertera dalam putusan Mahkamah Agung No.306K/Pdt.sus-HKI/2014.
2. Undang-Undang Republik Indonesia tentang Hak Cipta (UU No. 19 Tahun 2002 dan UU No. 28 Tahun 2014) Dalam peraturan Undang-Undang Republik Indonesia tentang Hak Cipta pada UU No. 19 Tahun 2002, gugatan yang diajukan telah memenuhi kaidah gugatan pelanggaran hak cipta, dalildalil yang diajukan telah memenuhi unsur isi gugatan pelanggaran hak cipta dimana penyelesaian sengketa pelanggaran hak cipta tersebut sesuai Pasal 56 sebagaimana fundamentum petendi dalil gugatan yang diajukan penggugat hanya saja dalil gugatan tersebut terpatahkan kurang tepatnya penggugat dalam mengkaitkan pasal tersebut. Serta unsur-unsur pertimbangan hakim dalam putusan Nomor: 61/PDT.SUS/HAK CIPTA/ 2013/ PN.NIAGA.JKT.PST Jo Putusan Mahkamah Agung No.306K/Pdt.sus-HKI/2014 kurang terfokus pada Undang-Undang Republik Indonesia tentang Hak Cipta, terlebih lagi Majelis Hakim hanya focus pada cacat formil dalam gugatan tersebut tanpa mempertimbangkan dalil gugatan penggugat dalam pokok perkara serta permohonan provisi tergugat. Serta dalam isi putusan telihat masih rancu dimana hakim kurang tajam dalam mempertimbangkan. Seiring berjalannya waktu pengaturan terkait Hak Ciptapun mengalami penyempurnaan dan perbaikan hanya saja pada titik tertentu sebagai mana dalam penyelesaian sengketa pelanggaran Hak Cipta yang diatur dalam UUHC terbaru yakni UU No. 28 Tahun 2014 dimana dalam penyelesaian sengketa ini diatur pada Pasal 95, Pasal 96, Pasal 98 serta
Pasal 99. Dengan dipertegasnya peraturan tersebut setidaknnya ada sisi perbaikan yang diberikan pemerintah untuk lebih tegas dalam memberikan penanganan terhadap perlindungan hak cipta. Hakim dalam putusan Nomor: 61/PDT.SUS/HAK CIPTA/ 2013/ PN.NIAGA.JKT.PST terkesan tidak mempertimbangkan pokok perkara yang disengketakan terkai pelanggaran Hak Cipta sebagaimana yang telah diatur dalam Pasal 56 Ayat (1), (2) dan (3) dimana memberikan perlindungan pada pihak yang telah dirugikan. Pertimbagan hukum hukum hanya bertitik tolak pada formulasi isi gugatan tanpa memepertimbangkan siapa sebenarnya pemilik hak atas materi ciptaan tersebut. Sehingga hakim terlihat berat sebelah dalam memutus serta dengan adanya putusan yang tak mempertimbangkan hak bagi perlindungan ciptaan atas pemilik hak sebenarnya. Disini hakim kurang teliti, baik dan cermat dama menyikapi perkasa ini. Didalam putusan Mahkamah Agung nomor: 306K/Pdt.sus-HKI/2014, justru menguatkan hasil dari pada putusan Nomor: 61/PDT.SUS/HAK CIPTA/ 2013/ PN.NIAGA.JKT.PST, dimana dalam putusan tersebut juga Mahkamah Agung tidak mengkaji ulang permohonan Kasasi pemohon dan kurang mempertimbangkan aturan terkait Undang-Undang No.19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta. KESIMPULAN 1. Terdapat ketidaksesuaian terkait dasar putusan hakim dalam putusan Nomor: 61/Pdt.Sus-Hak Cipta/2013/PN.NIAGA.JKT.PST menyatakan gugatan penggugat
tidak dapat diterima (niet ontvankelijk verklaard) adapun alasan hakim dalam mempertimbangkan putusan tersebut dikarenakan isi gugatan yang diajukan penggugat merupakan gugatan kabur (obscuur libel). Hakim memutus dengan mempertimbangkan dari eksepsi jawaban tergugat yang mendalilkan; gugatan penggugat yang menguraiakan dalil Pelanggaran Hak Cipta milik tergugat yang dilakukan tergugat hanya sebagian besar ciptaan penggugat, akan tetapi penggugat tidak menguraikan secara spesifik poin-poin mana yang telah dilanggar. 2. Adanya penguatan putusan Judex Facti dari pertimbangan hakim Mahkamah Agung dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor: 306K/Pdt.sus-HKI/2014 yang menyatakan; menolak kasasi dari pemohon kasasi. Didasarkan pada pertimbangan fakta dan pertimbangan hukum hakim, bahwa gugatan penggugat cacat formil sehingga gugatan dinyatakan tidak dapat diterima. Judex Facti dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang, sehingga permohonan kasasi The Institute For Motivational Living, Inc., tersebut harus ditolak. hakim dalam memutus tidak bisa lebih, dimana tugas Mahkamah Agung sebagai pengawas tertinggi terhadap putusan judex facti, hanyalah memeriksa apakah putusan tersebut sesuai atau bertentangan dengan hukum. Karena itu Mahkamah Agung tidak memeriksa fakta perkara
(judex juris). Maka dari itu hakim Mahkamah Agung hanya dapat menimbang dan memutus sesuai hukum yang berlaku. Pengadilan tinggi sesungguhnya secara materi tidak membuat pertimbangan hukum yang dapat dijadikan alasan untuk kasasi 3. Pertimbangan hakim dalam putusan Nomor: 61/Pdt.Sus-Hak Cipta/2013/PN.NIAGA.JKT.PST Jo Putusan Mahkamah Agung Nomor: 306K/Pdt.sus-HKI/2014 , menurut penulis berdasarkan Hukum Acara Perdata telah sesuai dengan aturan penyelesaian sengketa perdata, dalam kasus ini penyelesaian perkara dilaksanakan di pengadilan Niaga dan Mahkamah Agung yang mengasilkan putusan Deklaratoir. Pertimbangan hakim dalam memberikan putusan wajib memenuhi unsur-unsur memuat alasan yang jelas dan rinci, wajib mengadili seluruh bagian gugatan, tidak boleh mengabulkan melebihi tuntutan, putusan merupakan rekonsiliasi dan keseimbangan, serta diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum. Pada peraturan Undang-undang Hak Cipta No 19 Tahun 2002 hakim setidaknya perlu mempertimbangkan Pasal 56 Ayat 1,2 dan 3 tentang ganti kerugian dan penetapan sementara pada Pasal 67-70. 4. Penulis berpendapat bahwa hakim dalam memutus Putusan Nomor: 61/Pdt.Sus-Hak Cipta/2013/PN.NIAGA.JKT.PST Jo Putusan Mahkamah Agung Nomor: 306K/Pdt.sus-HKI/2014 tidak mempertimbangkan secara keseluruhan dalil dan bukti yang
diserahkan oleh penggugat. Dari pertimbangan fakta yang ada telah cukup jelas adanya tindakan pelanggaran Hak cipta sesuai dengan Pasal 1 ayat (2) UndangUndang Hak Cipta Nomor 19 Tahun 2002 serta pada Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Hak Cipta Nomor 28 Tahun 2014. Hakim bertindak dalam pengadilan niaga bersifat pasif , sehingga hakim tersebut dalam putusannya menyatakan gugatan tidak dapat di terima (niet ontvankelijk verklaard) karena gugatan kabur (obscuur libel). Menurut penulis penggugat telah menguraikan secara keseluruhan tindakan pelanggaran yang dilakukan oleh tergugat. Sesuai ketentuan Hukum Acara Perdata dan peraturan Undang-Undang Hak Cipta No.19 Tahun 2002 terkait kerugian yang dialami oleh penggugat sesuai ketentuan Pasal 56 Ayat 1,2, dan 3 serta ketentuan pasal 67-70 tentang penetapan sementara. Dalil gugatan penggugat juga di perkuat dengan alat bukti tertulis dan seorang saksi.bukti tertulis yang diajukan oleh penggugat yakni berupa foto copy sesuai aslinya sertifikat, surat somasi, buku yang berjudul Handbook of disk alat ukur perilaku kerja milik tergugat, buku yang berjudul DISC the leading Behavorial Assessment Tool mengukur perilaku kerja milik tergugat, data penjualan yang diambil dari web tergugat, pengumuman peringatan, dan lampiran-lampiran isi materi ciptaan penggugat yang dialih bahasakan oleh tergugat. Seorang saksi ini merupakan karyawan
atau agen dari perusahaan penggugat dimana saksi ini juga telah membandingkan materi ciptaan penggugat dengan kedua buku milik penggugat dengan tergugat. Menurut penulis penggugat telah mendayagunakan segala alat bukti yang dimilikinya dan telah membuktikan seluruh fakta bahwa penggugat telah dilanggar haknya. Dilain sisi penulis berpendapat gugatan penggugat akan jauh lebih sempurna apabila terdapat keterangan ahli untuk mengurai keabsahan obyek hak cipta, sehingga dapat melihat gambaran nyata pelanggaran yang dilanggar oleh tergugat dan hakim dapat mempertimbangkan dengan lebih tajam lagi, serta hakim dapat mempertimbangkan lebih baik lagi dan tidak memutus dengan alasan gugatan obscuur libel. bila kita lihat hakim sendiri hanya mempertimbangkan dari segi cacat formil gugatan penggugat tanpa mempertimbangkan isi gugatan itu sendiri yang senyatanya tergugat telah melakukan pelanggaran Hak Cipta. Dengan sistem inilah hukum terbatasi tidak heran apabila plagiasi di negeri ini makin marak terjadi. terdapat cacat dalam Putusan Akhir (eind vonnis) ini dimana adanya salah penulisan, sebagaimana kita ketahui putusan akhir merupakan tindakan atau perbuatan Hakim sebagai penguasa atau pelaksana kekuasaan kehakiman (judicative power) untuk menyelesaikan dan mengakhiri sengketa yang terjadi diantara pihak yang berperkara.
Dalam Putusan Mahkmah Agung Nomor : 306K/Pdt.SusHKI/2014, justru menguatkan hasil putusan sebelumnya. Namun di dalam putusan tersebut tidak mencantumkan tentang kontra memori kasasi. Hal ini membatasi adanya keterbukaan informasi. Dan ditakutkan hakim bertindak berat sebelah dalam memutus perkara tersebut, setidaknya hakim dalam mempertimbangkan perlu mencantumkan memori kasasi dan kontra memori kasasi dalam putusanya.
SARAN Saran penulis melihat hasil putusan Nomor: 61/Pdt.Sus-Hak Cipta/2013/PN.NIAGA.JKT.PST jo. Putusan Mahkamah Agung Nomor:: 306K/Pdt.sus-HKI/2014 Apabila terdapat perkara yang menyerupai perkara pada putusan tersebut setidaknya pihak penggugat dapat lebih tanggap serta dapat lebih memahami sudut padang dari pada menguraikan objek sengketa secara mendetail dan lebih spesifik lagi. Dalam menguraikan objek sengketa setidaknya menguraikan kalimat yang di plagiat, mensertakan halaman ataupun letak kalimat tersebut dan menjelaskan secara terperinci pada buku apa kalimat tersebut di jiplak. Sehingga dalil gugatan penggugat dalam menguraikan objek sengketa benar-benar spesifik dan dapat di buktikan serta tidak mengalami kesulitan dalam membuktikannya. Dalam dalil pertimbangan hakim dalam putusan Nomor: 61/Pdt.SusHak Cipta/2013/PN.NIAGA.JKT.PST
setidaknya hakim dalam menyikapi perkara setidaknya dapat menyikapi dengan lebih teliti, baik dan cermat. Melihat terdapat kesalahan dalam putusan yakni pada pertimbangan hukum hakim dalam putusan Nomor: 61/Pdt.Sus-Hak Cipta/2013/PN.NIAGA.JKT.PST yakni pada pernyataan “Menimbang, bahwa gugatan Pembatalan Hak Cipta cukup di tunjuk kepada pihak yang nyata-nyata melakukan Pelanggaran Hak Cipta tersebut, dimana menurut dalil gugtan penggugat dalam perkara ini, yang melakukan pelanggaran hak cipta
penggugat adalah tergugat dalam perkara a quo,....” Setidaknya hal ini merupakan bukti baru atau novum dalam putusan tersebut yang seharusnya dalam putusan Mahkamah agung mendapatkan perhatian khusus sedangkan kita ketahui apabila pertimbangan hakim tidak di teliti, baik dan cermat, maka putusan hakim yang berasal dari pertimbangan hakim tersebut akan dibatalkan oleh Pengadilan Tinggi/ Mahkamah Agung.
DAFTAR PUSTAKA BUKU Achmad Ali,S Dan Wiwiek Heryani.2012. Asas-asas Hukum Pembuktian Perdata.Jakarta: Pramedia Group. Bambang Sunggono.1998.Metode penelitian Hukum, Jakarta: PT.RajaGrafindo Persada Budi Agus Riswadi dan M Syamsudin.2004.Hak Kekayaan Intelektual Dan Budaya Hukum. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. ---------.Buku Panduan Hak Kekayaan Intelektual. 2013. Banten. Direktorat Jendral Hak Kekayaan Intelektual Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia. BPHN.1976. Seminar Hak Cipta.Bandung; Binacipta. Eddy Damian,S.H. Hukum Hak Cipta. 2002. Bandung: P.T. Alumni Bandung. I.P.M. Ranuhandoko. 2008. Teminologi hukum.Jakarta: Sinar Grafika. Lilik Mulyadi,S.H.,M.H. 2002. Hukum Acara Perdata menurut Teori dan Praktik Pradilan Indonesia.Jakarta:Djambatan. Masri Maris, 2006. Buku Panduan Hak Cipta Asia versi Indonesia. Ikatan Penerbit Indonesia (Ikapi). Jakarta. Indonesia.Diterjemahkan dari Tamotsu Huzomi. .2004. Asian Copyright Handbook. Asia/Pasific Cultural Center for UNESCO.Japan. M.Yahya Harahap.2004. Hukum Acara Perdata:Gugatan, persidangan, pembuktian, dan Putusan pengadilan. Jakarta: Sinar Grafika. Muhammad Djumhana dan R. Djubaedillah.1997.Hak Kekayaan Intelektual (sejarah, teori, dan prakteknya di indonesia).Bandung: PT. Citra Aditya Bakti. Mukti fajar ND dan Yulianto Achmad, 2010. Dualisme Penelitian Hukum Normatif & Empiris. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Mukti Arto. 2004. Praktek Perkara Perdata pada Pengadilan Agama, cet V. Yogyakarta, Pustaka Pelajar. OK.Saidi.2015..Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual (intellectual property rights).jakarta:PT.RajaGrafindo Persada. Sarwono. 2012.Hukum Acara PerdataTeori dan Praktik.Jakarta:Sinar Grafika. Sophar Maru Hutagalung,S.H.,M.H..2012. Hak cipta:kedudukan dan perananya dalam pembangunan. Jakarta: Sinar Grafika. Soejono Soekanto dan Sri Mamudji.2011.Penelitian Hukum Normatif (suatu tinjauan singkat).Jakarta: Rajawali Pers. V.Harlen Sinaga. 2015. Hukum Acara Perdata dengan Pemahaman Hukum Materiil.Jakarta: Penerbit Erlangga. JURNAL/MAJALAH/KORAN Syauzul Wisda Pradipta dan Drs.Aan Permana, M.M.2012 Upaya Penerapan Hak Cipta Terhadap Pemanfaatan Koleksi Bukan Buku Di Perpustakaan Daerah Provinsi Jawah Tengah. Jurnal Ilmu perpustakaan.1(1). 2012.
INTERNET E-Tutorial HKI. Pengertian Hak Kekayaan Intelektual. http://e-tutorial.dgip.go.id/ . Diakses 19 Oktober 2015 Wikipedia. Istilah Buku. https://id.wikipedia.org/wiki/Buku Di akses 11 November 2015 PERUNDANG-UNDANGAN Andi Hamzah, KUHP dan KUHAP, (Jakarta, Rineka Cipta, 1996) Putusan Nomor : 61/PDT.SUS/HAK CIPTA/2013/PN.NIAGA.JKT.PST. Putusan Nomor: 306 K/Pdt.Sus-HKI/2014 Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta Undang-undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta