PENGARUH ABU VULKANIK PADA PERTUMBUHAN, LUAS SERANGAN DAN INTENSITAS SERANGAN KARAT TUMOR PADA SEMAI SENGON Effect of volcanic ash on growth, disease incidence and disease severity of gall rust on Falcataria moluccana seedlings Siti Husna Nurrohmah1, Agus Wahyudi2, dan Liliana Baskorowati1
Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan Jl. Palagan Tentara Pelajar Km 15, Purwobinangun, Pakem, Sleman, Yogyakarta 55582 2) Fakultas Biologi, Universitas Gadjah Mada Jl. Teknika Selatan, Sekip Utara, Yogyakarta 55281 e-mail:
[email protected] 1)
ABSTRACT The study aimed to examine the effect of volcanic ash on growth, disease incidence and severity of gall rust on sengon seedlings. Treaments were used compound af volcanic ash and planting medium with the comparison of 0:4 (M1), 1:3 (M2), 1:1 (M3), 3:1 (M4) and 4:0 (M5). Growth parameters including height, number of leaves, and the level of chlorophyll were measured. Artificial inoculation using fresh spore of Uromycladium tepperianum were applied 3 times: at the first, fourth and seven days after the second leaves of seedlings emerged, then the gall rust disease symptom were scored weekly for a month. The results showed that seedlings exhibited treatment M1 and M2 more optimal growth than the others. However, sengon with higher concentration volcanic ash performed the slowest growth compared to other treatments. Disease incidence and severity were ranged of 0-80% and 0-24%. Seedling sengon with treatment M2, M3 and M5 emerged the symptoms of gall rust however, seedlings with treatments of M1 and M4 did not show the symptomps. Key words: volcanic ash, growth, disease severity, disease incidence, Falcataria moluccana ABSTRAK Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh abu vulkanik terhadap pertumbuhan, luas serangan serta intensitas serangan karat tumor pada semai sengon. Perlakuan yang digunakan adalah campuran abu vulkanik dan media tanam dengan perbandingan 0:4 (M1), 1:3 (M2), 1:1 (M3), 3:1 (M4) dan 4:0 (M5). Pertumbuhan tanaman yang meliputi tinggi, jumlah daun dan kadar klorofil diamati setiap minggu. Semai dari berbagai konsentrasi abu vulkanik diinokulasi dengan menggunakan suspensi spora jamur Uromycladium tepperianum segar sebanyak 3 kali yaitu pada hari ke-1, ke-4 dan ke-7. Semai yang telah diinokulasi diamati gejala dan serangan karat tumor dengan skoring penyakit. Hasil penelitian menunjukkan semai sengon M1 dan M2 memiliki pertumbuhan yang lebih optimal dibanding semai sengon lainnya. Sengon dengan konsentrasi abu vulkanik yang lebih tinggi justru pertumbuhannya terhambat baik tinggi, jumlah daun maupun kadar klorofil. Hal ini menunjukkan bahwa abu vulkanik dengan konsentrasi tinggi akan menghambat pertumbuhan karena konsentrasi yang terlalu pekat sulit untuk diserap oleh tanaman. Luas serangan dan intensitas serangan penyakit karat tumor pada semai sengon berkisar antara 0-80% dan 0-24%. Semai sengon
Tanggal diterima: 3 Desember 2013; Direvisi: 26 Desember 2013; Disetujui terbit: 15 Oktober 2014
93
Jurnal Pemuliaan Tanaman Hutan Vol. 8 No. 2, September 2014, 93-107
yang menunjukkan gejala terserang karat tumor adalah semai sengon yang diberi perlakuan M2, M3 dan M5 sedangkan pada M1 dan M4 tidak nampak adanya gejala serangan karat tumor. Kata kunci: abu vulkanik, pertumbuhan, luas serangan, intensitas serangan, Falcataria moluccana I. PENDAHULUAN
Material-material vulkanik yang merupakan
Hutan tanaman rakyat di sekitar lereng
senyawa oksida antara lain Silika dioksida
Gunung Merapi memiliki nilai penting dari
(SiO2) 54,56%, Aluminium Oksida (Al2O3)
segi ekologi, sosial dan ekonomi. Sejak
18,37%, Ferri Oksida (Fe2O3) 18,59% dan
progam penanaman tahun 1983 berupa
Kalsium Oksida (CaO) 8,33%
proyek sengonisasi, banyak penduduk di
logam berat yang ada berupa Kadmium (Cd),
sekitar hutan di Sleman mengembangkan
Tembaga (Cu), Arsen (Ar) dan Plumbum
jenis sengon Falcataria moluccana.
(Pb) (Sudaryo dan Sutjipto, 2009; Maspary,
Meletusnya Gunung Merapi pada bulan
2010). Unsur yang paling umum ditemukan
Oktober 2010 dan diikuti letusan yang
dalam abu vulkanik adalah Sulfat (S),
lebih besar pada tanggal 5 Nopember 2010
Klorida (Cl), Natrium (Na), Kalsium (Ca),
telah mengakibatkan kerusakan berbagai
Kalium (K), Magnesium (Mg) dan Fluoride
habitat flora dan fauna di lereng Gunung
(F). Ada juga unsur lain seperti Seng (Zn),
Merapi dan hutan sengon rakyat. Banyak
Cadmium (Cd) dan Timah (Sn), tetapi dalam
tanaman sengon yang terkena dampak secara
konsentrasi yang lebih rendah (Wilson et al.,
langsung akibat semburan awan panas dan
2007). Unsur-unsur yang terkandung dalam
materi vulkanik yang dikeluarkan oleh
abu vulkanik turut memberikan kontribusi
Gunung Merapi (Indresputra dkk., 2013).
pada kesuburan tanah di sekitar Gunung
Abu vulkanik adalah bahan material
sedangkan
Merapi (Hermawati dkk., 2011).
vulkanik jatuhan yang disemburkan ke
Pengembangan hutan rakyat banyak
udara saat terjadi suatu letusan dan dapat
mengalami hambatan terutama gangguan
jatuh pada jarak mencapai ratusan bahkan
hama dan penyakit (Indresputra dkk., 2013).
ribuan kilometer dari kawah karena
Perubahan ekosistem hutan dari hutan
pengaruh hembusan angin (Hermawati dkk.,
alam ke hutan tanaman yang kebanyakan
2011). Abu vulkanik banyak mengandung
monokultur atau campuran terbatas dapat
berbagai senyawa oksida dan logam berat.
meningkatkan potensi serangan penyakit
94
Pengaruh Abu Vulkanik pada Pertumbuhan, Luas Serangan dan Intensitas Serangan Karat Tumor pada Semai Sengon Siti Husna Nurrohmah, Agus Wahyudi, dan Liliana Baskorowati
(Tri Waluyo dan Anggraini, 2000). Tanaman
dkk., 2012). Selanjutnya benih
sengon banyak terserang penyakit karat
dikecambahkan pada medium pasir yang
tumor yang disebabkan oleh Uromycladium
telah disiram air sehingga media pasir yang
tepperianum. Penyakit karat tumor telah
cukup lembab dan basah tapi tidak terendam
menjadi epidemi terutama di Pulau Jawa dan
air. Setelah berkecambah dan berumur 1
Bali (Rahayu, 2008).
minggu, bibit sengon disapih dalam wadah
sengon
Merapi banyak
polybag ukuran 7 x 12 cm yang berisi media
menghasilkan materi vulkanik terutama abu
berupa top soil, pasir dan kompos dengan
vulkanik, sehingga diperlukan penelitian untuk
perbandingan 7:2:1 sampai bibit sengon
mengetahui pengaruh abu vulkanik terhadap
berumur 2,5 bulan.
Letusan Gunung
pertumbuhan sengon. Selain itu diperlukan
Bibit sengon umur 2,5 bulan kemudian
juga kegiatan inokulasi jamur U. tepperianum
dipindahkan ke pot dengan 5 perlakuan
penyebab karat tumor pada sengon untuk
media tumbuh yang berbeda dengan
mengetahui informasi awal ketahanan sengon
menggunakan metode Permono (2011) yaitu
terhadap penyakit karat tumor.
media yang berisi campuran abu vulkanik dan media tanam dan dengan perbandingan
II. METODOLOGI DAN METODE Penelitian dilakukan di persemaian Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan (BBPBPTH) Yogyakarta. Adapun tahapan kegiatan yang
(M2), 1:1 (M3), 3:1 (M4) dan 4:0 (M5). Untuk masing-masing variasi perlakuan abu vulkanik Gunung Merapi digunakan 5 ulangan. Pengukuran tinggi dan jumlah daun dilakukan seminggu sekali sampai
dilakukan adalah sebagai berikut:
bibit berumur 12 minggu. Selain itu, kadar
1. Percobaan perlakuan abu vulkanik Benih tanaman sengon
konsentrasi sebagai berikut: 0:4 (M1), 1:3
klorofil daun juga diukur. Daun sengon yang yang
merupakan daun majemuk diukur dengan
digunakan merupakan provenan dari Papua.
cara setiap pasang dihitung sebagai 1 daun.
Benih sengon dikecambahkan dengan cara
Pengukuran kadar klorofil dilakukan dengan
direndam dalam air panas (80°C) selama 15-
cara daun diambil sebanyak 0,1 gram.
30 menit. Kemudian biji direndam kembali
Selanjutnya daun ditumbuk hingga halus
dalam air dingin selama 24 jam (Susanto 95
Jurnal Pemuliaan Tanaman Hutan Vol. 8 No. 2, September 2014, 93-107
menggunakan mortar dan dilarutkan dengan
yang mengandung spora yang masih segar
aseton 70%. Setelah itu disaring untuk
dengan kerapatan spora minimal
mendapatkan ekstrak murninya. Selanjutnya
per mm kubik. Spora diperoleh dari tanaman
ekstrak yang diperoleh diukur absorbansinya
sengon yang telah terinfeksi karat tumor di
dengan alat spektrofotometer pada panjang
Kaliurang dan sekitarnya. Inokulasi dilakukan
gelombang 646 nm dan 663 nm. Selanjutnya
3 tahap yaitu:
dilakukan penghitungan klorofil a dan b
1. Hari pertama bibit sengon disemprot
spora
menurut rumus Harborne (1987) yaitu:
dengan air, kemudian bagian pucuk
Klorofil a
ditetesi dengan 1 ml suspensi spora dan
= 12,21 A663 - 2,81 A646 (mg/L)
Klorofil b
= 20,13 A646 - 5,03 A663
terakhir disemprot dengan suspensi spora 2. Hari ke-4, bibit sengon disemprot lagi
(mg/L) Kadar klorofil total = 17,3 A646 + 7,18 A663
dengan suspensi spora 3. Hari ke-7, bibit sengon disemprot dengan suspensi spora
(mg/L) Kadar klorofil yang terukur selanjutnya
Selanjutnya bibit sengon yang telah
dikonversi ke dalam satuan mg/g dengan
diinokulasi diamati seminggu sekali dengan
rumus sebagai berikut:
memberi nilai skor sesuai gejala yang
10/1000 x kadar klorofil 0,1 mg/g 2. Inokulasi dengan spora jamur Uromycladium tepperianum Bibit sengon yang digunakan merupakan bibit sengon hasil eksplorasi dari Papua. Bibit
muncul dengan ketentuan sebagai berikut: Skor
Keterangan
0 1
Tanaman sehat, tidak ada gejala Gejala awal, ada infeksi, pucuk
2
melengkung dan kaku Pucuk melengkung dan kaku, ada garis putih atau coklat muda
yang telah diberi perlakuan media tumbuh
pada pucuk, tangkai daun dan atau
dibagi dua kelompok. Kelompok pertama tidak diinokulasi dan kelompok kedua diinokulasi.
3
batang Terdapat gall pada tangkai daun,
4
atau pucuk daun Terdapat gall pada pucuk dan atau
5
batang Semai mati, kering
Inokulasi yang dilakukan menggunakan metode yang dikembangkan oleh Rahayu (2008) yaitu dengan menggunakan suspensi
96
Pengaruh Abu Vulkanik pada Pertumbuhan, Luas Serangan dan Intensitas Serangan Karat Tumor pada Semai Sengon Siti Husna Nurrohmah, Agus Wahyudi, dan Liliana Baskorowati
Skor penyakit karat tumor digunakan untuk menghitung luas serangan dan intensitas serangan. Pengamatan tersebut dilakukan tiap minggu selama sebulan. Perhitungan luas serangan maupun intensitas serangan adalah dengan menggunakan formula sebagai berikut (Chester, 1959):
III. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pertumbuhan Tanaman 1. Tinggi Semai Sengon Hasil penelitian menunjukkan adanya pengaruh abu vulkanik terhadap beberapa aspek pertumbuhan. Perlakuan abu vulkanik menggunakan beberapa perbandingan abu vulkanik dan media tanam yaitu 0:4 (M1), 1:3 (M2), 1:1 (M3), 3:1 (M4) dan 4:0 (M5). Pertambahan tinggi semai sengon selama
Keterangan : LS = Luas serangan IS = Intensitas serangan n = J u m l a h s e m a i y a n g terinfeksi N = Jumlah semai dalam tiap ulangan z1, z2,...., zx = Jumlah skor Z = Skor maksimal
12 minggu pada berbagai konsentrasi abu vulkanik dapat dilihat pada Gambar 1.
Data hasil pengukuran tinggi, jumlah daun dan kadar klorofil dianalisis menggunakan ANOVA (Analysis of
Gambar 1. Pertambahan tinggi semai sengon pada berbagai konsentrasi abu vulkanik selama 12 minggu [ (M1 (0:4), M2 (1:3), M3 (1:1), M4 (3;1) dan M5 (4:0)]
Varians), maka dilanjutkan dengan uji DMRT (Duncan’s Multiple Range Test)
Gambar 1 menunjukkan hasil
dengan tingkat kepercayaan 95% untuk
pengamatan di persemaian selama 12 minggu
mengetahui perbedaan diantara perlakuan
yaitu adanya variasi pertumbuhan tinggi pada
(Gomes, 1984).
konsentrasi abu vulkanik yang berbedabeda. Secara umum pola pertumbuhan pada berbagai konsentrasi abu vulkanik menunjukkan kenaikan secara perlahan pada minggu ke-1 sampai minggu ke-10, dengan 97
Jurnal Pemuliaan Tanaman Hutan Vol. 8 No. 2, September 2014, 93-107
kenaikan tinggi yang agak tajam pada minggu
yang diperlukan oleh tanaman adalah unsur
ke-11 sampai minggu ke-12. Tanaman
nitrogen yang merupakan bahan dasar
sengon yang tidak diberi abu vulkanik
struktural lamela tengah, dinding sel primer,
(M1) memberikan hasil pertumbuhan tinggi terbesar dengan pertambahan tinggi sebesar 10,42 cm, sedangkan sengon yang diberi abu vulkanik dengan perbandingan 1:3 (M2), 1:1(M3); 3:1(M4) dan 4:0 (M5) menunjukkan pertambahan tinggi lebih rendah dibandingkan
membran plasma. Selain itu unsur Nitrogen diperlukan sebagai molekul fungsional dimana keberadaan molekul ini dapat memacu pertumbuhan tanaman (Rukminah, 2010). Pertumbuhan tanaman sengon yang
kontrol (M1). Hasil rerata pertambahan tinggi
lambat terjadi disebabkan nitrogen pada
dapat dilihat pada Tabel 1.
bibit tanaman sengon yang diberi perlakuan abu vulkanik tidak berada dalam bentuk
Tabel 1. Rerata pertambahan tinggi semai sengon dengan perlakuan abu vulkanik pada minggu ke-12 pada uji DMRT, n=10 Perlakuan media
Tinggi awal semai
M1
7,03
M2
Tinggi akhir semai
Pertambahan tinggi semai
17,45
10,42 ± 2,38a
7,31
16,12
8,81 ± 2,42bc
M3
6,82
14,61
7,79 ± 3,16b
M4
6,88
15,01
8,13 ± 3,23bc
M5
6,08
9,38
3,30 ± 2,02a
Keterangan: angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak ada beda nyata antar perlakuan [(M1 (0:4), M2 (1:3), M3 (1:1), M4 (3;1) dan M5 (4:0)]
yang dapat diserap oleh tanaman. Menurut Rukminah (2010) pengaruh yang tidak nyata dari perlakuan abu vulkanik dapat terjadi karena unsur-unsur hara termasuk Nitrogen yang terdapat di dalam tanah tidak terlepas dari proses imobilisasi. Oleh karenanya, untuk menjadi unsur hara yang tersedia bagi tanaman memerlukan waktu yang cukup lama. Konsentrasi abu vulkanik yang terlalu
Hasil analisis menunjukkan semai
banyak menyebabkan media tanam menjadi
sengon yang tidak diberi abu vulkanik
keras dan kurang baik untuk menyangga
tumbuh paling cepat dibandingkan semai
air, sehingga air tersebut tidak bisa masuk
yang diberi abu vulkanik, bahkan pemberian
ke dasar pot dan akar tanaman tidak dapat
abu vulkanik 100 persen (M5) menunjukkan
menyerapnya. Jika air sebagai pelarut
pertumbuhan semai paling lambat. Tanaman
jumlahnya sedikit maka unsur Nitrogen
memerlukan unsur hara dalam proses
berada dalam bentuk yang tidak larut,
pertumbuhannya. Salah satu unsur hara
akibatnya tanaman tidak dapat menyerap
98
Pengaruh Abu Vulkanik pada Pertumbuhan, Luas Serangan dan Intensitas Serangan Karat Tumor pada Semai Sengon Siti Husna Nurrohmah, Agus Wahyudi, dan Liliana Baskorowati
dengan baik dan dapat menyebabkan
vulkanik 100 % (M5). Hasil uji DMRT pada
pertumbuhan tinggi tanaman terhambat
taraf kepercayaan 95 % juga menunjukkan
(Salisbury dan Ross, 1995).
hasil yang berbeda nyata antara perlakuan dengan kontrol (tabel 2).
2. Jumlah Daun Pertumbuhan juga dapat dilihat dari pertambahan jumlah daun. Perlakuan abu vulkanik juga menunjukkan perbedaan pada pertambahan jumlah daun. Hasil pertambahan jumlah daun pada semai sengon dengan berbagai konsentrasi abu vulkanik ditunjukkan pada Gambar 2. Gambar 2 menunjukkan peningkatan
Gambar 2. Rerata pertambahan jumlah daun semai tanaman sengon setelah perlakuan abu vulkanik selama 12 minggu [ (M1 (0:4), M2 (1:3), M3 (1:1), M4 (3:1) dan M5(4:0)].
jumlah daun tertinggi terjadi pada semai sengon yang diberi abu vulkanik dengan konsentrasi rendah yaitu M2, M3 dan M4 sedangkan semai sengon yang tidak diberi abu vulkanik (M1) menunjukkan penambahan jumlah daun yang lebih rendah. Namun pertambahan jumlah daun terendah terjadi pada semai sengon yang diberi media abu
Hal ini terjadi kemungkinan karena semai tanpa abu vulkanik tidak memiliki cukup unsur hara sehingga pertumbuhannya lebih lambat. Namun demikian secara umum terjadi penurunan pertumbuhan dengan meningkatnya konsentrasi abu vulkanik dari M2 hingga M5.
Tabel 2. Rerata pertambahan jumlah daun semai sengon setelah perlakuan abu vulkanik sampai pada minggu ke-12 pada uji DMRT, n=10
Perlakuan media M1 M2 M3 M4 M5
Jumlah awal daun
Jumlah akhir daun 16,5 16,5 16,1 15,8 10,2
51,1 63,4 56,8 53,8 33,2
Pertambahan jumlah daun 34,6 ± 10,88b 46,9 ± 11,79c 40,7 ± 15,23bc 38,0 ± 12,15bc 23,0 ± 9,91a
Keterangan: angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak ada beda nyata antar perlakuan [(M1 (0:4), M2 (1:3), M3 (1:1), M4 (3:1) dan M5(4:0)]
99
Jurnal Pemuliaan Tanaman Hutan Vol. 8 No. 2, September 2014, 93-107
3. Kadar klorofil
klorofil total sebesar 1,05; 0,58 dan 1,63
Kadar klorofil juga dapat dijadikan
merupakan kadar terendah dibanding kadar
sebagai parameter pertumbuhan tanaman.
klorofil pada daun tanaman sengon yang
Semakin tinggi kadar klorofil maka proses
diberi perlakuan abu vulkanik dengan
fotosintesis akan berlangsung lebih optimal.
konsentrasi lebih rendah.
Kadar klorofil yang diukur meliputi klorofil
Klorofil merupakan senyawa pigmen
a, b dan klorofil total. Adapun kadar klorofil
yang berfungsi menyeleksi panjang
semai sengon pada berbagai konsentrasi
gelombang cahaya yang digunakan
abu vulkanik dapat dilihat pada Gambar 3.
energinya dalam proses fotosintesis. Daun
Berdasarkan gambar 3 dapat dilihat bahwa
juga mempunyai pigmen lain seperti karoten
pemberian abu vulkanik mempengaruhi
(berwarna jingga), xantofil (berwarna
kadar klorofil tanaman sengon. Pada sengon
kuning), dan antosianin (berwarna merah,
dengan pemberian abu vulkanik menunjukkan
biru, atau ungu) tergantung derajat keasaman
penurunan kadar klorofil dengan semakin
(Nugroho dkk., 2007). Proses pembentukan
meningkatnya konsentrasi abu vulkanik.
klorofil memerlukan unsur nitrogen di dalam
Namun pengecualian terjadi pada semai sengon
tanah. Tanaman yang kekurangan unsur
tanpa abu vulkanik (M1) yang menunjukkan
nitrogen akan menunjukkan gejala klorosis
kadar klorofil lebih rendah dari M2 dan M3.
pada daun. Dalam prosesnya, tanaman tidak dapat menggunakan Nitrogen secara langsung tetapi harus difiksasi terlebih dahulu oleh bakteri Rhizobium Sp. Nitrogen difiksasi menjadi Ammonia (NH3) supaya dapat digunakan dalam proses pembentukan
Gambar 3. Rerata kadar klorofil semai tanaman sengon setelah perlakuan abu vulkanik selama 12 minggu [(M1 (0:4), M2 (1:3), M3 (1:1), M4 (3:1) dan M5(4:0)].
Pada konsentrasi abu vulkanik tertinggi (M5) kadar klorofil a, b maupun 100
klorofil daun (Hendriyani dkk., 2009). Pemberian abu vulkanik dalam konsentrasi tinggi menghambat proses pertumbuhan. Semakin tinggi kadar abu vulkanik dalam media diikuti dengan menurunnya pertumbuhan baik tinggi, jumlah daun maupun kadar klorofil. Menurut Wahyuni dkk. (2012), abu vulkanik
Pengaruh Abu Vulkanik pada Pertumbuhan, Luas Serangan dan Intensitas Serangan Karat Tumor pada Semai Sengon Siti Husna Nurrohmah, Agus Wahyudi, dan Liliana Baskorowati
mengandung unsur-unsur yang dibutuhkan oleh tanaman baik unsur mayor maupun unsur minor. Unsur mayor meliputi unsur Al, Si, Cu dan Fe sedangkan unsur minor meliputi unsur I, Mg, Mn, P, S dan Ti. Didalam abu vulkanik ditemukan unsur K dan P dengan kadar yang cukup sebagai unsur hara. Dengan adanya unsur-unsur tersebut, abu vulkanik turut memberi konstribusi pada kesuburan tanah (Hermawati, 2011). Dengan melihat kandungan abu vulkanik yang kaya dengan unsur yang dibutuhkan oleh tanaman, maka semestinya pemberian abu vulkanik dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman. Namun hasil penelitian yang dilakukan ternyata justru menunjukkan hasil sebaliknya. Tanaman sengon yang diberi abu vulkanik konsentrasi lebih tinggi ternyata menunjukkan pertumbuhan yang lebih lambat. Menurut penelitian Wahyuni dkk. (2012), kadar sulfur berkolerasi dengan Ph yang cenderung asam sehingga dapat menurunkan kesuburan tanah. Pada umumnya konsentrasi nutrisi yang terlalu tinggi dapat menyebabkan respon fisiologi pada tanaman seperti halnya respon terhadap salinitas yaitu terjadinya penurunan pertumbuhan, jumlah daun yang lebih sedikit dan tampilan tanaman yang pendek (Kang dkk., 2011). Konsentrasi nutrisi yang tinggi dapat menurunkan kecepatan transpirasi, hantaran stomata (stomata conductance) dan evapotranspirasi. Menurut Maggio dkk. (2007) penurunan pertumbuhan tanaman berkaitan dengan penurunan hantaran stomata (stomata conductance). Oleh karena itu kedepannya perlu dilakukan penelitian untuk memanfaatkan abu vulkanik secara optimal, dengan mencari kisaran konsentrasi abu vulkanik yang tepat untuk pertumbuhan
tanaman atau dengan memberikan perlakuan tertentu pada abu vulkanik sebelum digunakan pada tanaman misalnya dengan mencampur abu vulkanik dengan campuran media lain. B. Luas serangan dan Intensitas Serangan Penyakit Semai sengon yang tidak diinokulasi jamur U. tepperianum dengan perlakuan abu vulkanik menunjukkan nilai luas serangan dan intensitas serangan karat tumor sebesar 0%. Semai sengon yang diinokulasi menunjukkan adanya gejala serangan karat tumor dengan nilai luas serangan dan intensitas serangan yang bervariasi, seperti pada Gambar 4 dan Gambar 5.
Gambar 4. Luas serangan karat tumor pada semai sengon pada berbagai konsentrasi abu vulkanik [(M1 (0:4), M2 (1:3), M3 (1:1), M4 (3:1) dan M5(4:0)].
Gambar 5. Intensitas serangan karat tumor pada semai sengon pada berbagai konsentrasi abu vulkanik [(M1 (0:4), M2 (1:3), M3 (1:1), M4 (3:1) dan M5(4:0)].
101
Jurnal Pemuliaan Tanaman Hutan Vol. 8 No. 2, September 2014, 93-107
Pada gambar 4 nampak bahwa semai
Pada penelitian ini, berdasarkan data luas
sengon yang telah diinokulasi sampai
serangan dan intensitas serangan tersebut
minggu kedua pada semua perlakuan
tidak tampak adanya korelasi peningkatan
belum menunjukkan gejala serangan jamur
serangan penyakit karat tumor dengan
U. tepperianum. Gejala baru muncul pada
meningkatnya konsentrasi abu vulkanik
minggu ke-3 dan minggu ke-4 pada semai
ataupun sebaliknya. Pada pertumbuhan yang
sengon yang diberi perlakuan M2, M3 dan
optimal tumbuhan memiliki penampakan
M5 dengan luas serangan masing-masing
yang lebih bagus tampak sehat, daunnya
sebesar 40%, 20% dan 80% sedangkan
hijau dan segar seperti tampak pada Gambar
semai sengon yang diberi perlakuan abu
7B. Namun terlihat bahwa tanaman yang
vulkanik M1 dan M4 tidak menunjukkan
tidak menunjukkan gejala serangan penyakit
gejala terserang karat tumor.
karat tumor adalah semai yang mendapat
Intensitas serangan yang ditunjukkan
perlakuan M1 dan M4. Semai M1 memiliki
oleh sengon yang terserang cukup rendah
pertumbuhan tinggi yang lebih bagus
dengan nilai intensitas serangan sampai
dibanding semai lainnya meskipun tanaman
minggu ke-3 adalah sebesar 8%, 4% dan
sengon M4 menunjukkan pertumbuhan yang
16 % sedangkan pada minggu ke-4 terjadi
lebih rendah dari M2 dan M3. Semai sengon
kenaikan serangan dengan nilai intensitas
M1 dan M4 memiliki daya tahan yang lebih
serangan 16%, 4% dan 24%. Berdasarkan
dibanding semai lainnya karena terjadinya
tabel status luas serangan dan intensitas
penyakit dipengaruhi oleh inang, patogen
serangan penyakit karat tumor pada sengon
dan lingkungan. Tanaman yang memiliki
(Rahayu, 2010), nilai intensitas serangan
ketahanan terhadap suatu penyakit bisa
dikategorikan masih rendah karena
memberikan respon lebih tahan terhadap
dibawah 25%. Tanaman sengon yang
serangan penyakit dari pada tanaman yang
terserang menunjukkan gejala awal saja,
rentan. Penyakit dapat terjadi karena adanya
yaitu tampak adanya garis putih seperti
interaksi inang, patogen dan lingkungan.
tampak pada Gambar 7A. Tanaman yang
Inang yang rentan, patogen yang virulen dan
terserang adalah semai sengon yang diberi
kondisi lingkungan yang menguntungkan
pelakuan abu vulkanik M2, M3 dan M5.
akan menyebabkan penyakit berkembang
102
Pengaruh Abu Vulkanik pada Pertumbuhan, Luas Serangan dan Intensitas Serangan Karat Tumor pada Semai Sengon Siti Husna Nurrohmah, Agus Wahyudi, dan Liliana Baskorowati
(Widyastuti, 2005). Meskipun tanaman
Tanaman yang toleran dapat menghasilkan
sengon yang digunakan berasal dari Papua
tanaman yang baik meskipun terserang
bukan berarti tidak terserang penyakit
patogen tetapi akan lebih baik jika tidak
karat tumor, namun demikian penelitian
terinfeksi.
sebelumnya (Charomaeni dan Ismail, 2008;
Menurut Rahayu (2008), pada
Rahayu dkk., 2010; Baskorowati dkk.,
umumnya tanaman sengon yang tidak
2012) mengindikasikan bahwa sengon dari
terserang karat tumor adalah tanaman yang
Papua terutama dari Wamena lebih toleran
memiliki kenampakan kokoh dan kuat
dibanding tanaman sengon provenan lainnya
meskipun tidak selalu demikian. Serangan
terutama provenan Jawa. Menurut Agrios
karat tumor pada tanaman yang kokoh akan
(1996) toleransi merupakan kemampuan
berdampak lebih kecil dibanding serangan
tanaman untuk menghasilkan tanaman yang
pada tanaman yang mempunyai kenampakan
sehat meskipun tanaman tersebut telah
lemah.
terinfeksi patogen. Tanaman yang toleran dapat terinfeksi oleh patogen tetapi tetap hidup dan memperlihatkan sedikit kerusakan atau tidak menunjukkan gejala sama sekali.
A
B
Gambar 6. (A) Gejala serangan karat tumor pada semai sengon berupa garis putih yang memanjang, dan (B) semai sengon sehat yang tidak terserang karat tumor
103
Jurnal Pemuliaan Tanaman Hutan Vol. 8 No. 2, September 2014, 93-107
Tanaman sengon yang terserang
berlebihan baik ukuran dan jumlahnya.
menunjukkan gejala bervariasi tergantung
Tanaman sengon di Pulau Jawa
respon inang terhadap patogen. Pada semai
menurut beberapa hasil penelitian memiliki
yang diinokulasi gejala yang nampak adalah
keragaman genetik rendah sehingga
munculnya garis putih samar-samar dan baru
berpotensi menjadikan tanaman rentan
nampak pada minggu ke-3. Menurut Rahayu
terhadap serangan penyakit (Seido dan
dkk. (2010) gejala umum yang muncul pada
Widyatmoko, 1993; Suharyanto dkk.,
semai yang terinfeksi jamur karat tumor
2002). Ketahanan tanaman sengon terhadap
adalah daun mengeriting, melengkung tidak
serangan karat tumor bervariasi, hasil
berkembang dengan normal, daun terasa
penelitian menunjukkan provenan yang
kaku, mudah rontok, pertumbuhan lambat,
berasal dari Wamena yaitu Siba Hubikosi
kadang muncul garis putih memanjang yang
dan Elaigama Hubikosi tergolong lebih
biasanya akan berkembang adanya bercak
toleran terhadap serangan karat tumor
coklat, bagian ini biasanya akan berkembang
karena memiliki luas serangan dan intensitas
menjadi tumor. Karat tumor disebabkan oleh
serangan lebih rendah dibanding dari ras
jamur U. tepperianum, pada kondisi yang
lahan Jawa yakni Candiroto, Kediri dan
sesuai dan lingkungan yang menguntungkan
Wonosobo (Baskorowati dan Nurrohmah,
teliospora berkecambah membentuk
2011).
basidiospora setelah 10 jam inokulasi dan 6
Pada penelitian yang dilakukan, semai
jam kemudian, membentuk buluh penetrasi
sengon yang diinokulasi hanya menunjukkan
(penetatrion peg) yang menembus lapisan
gejala adanya garis putih belum sampai
epidermis atau masuk melalui lubang
terbentuk
tanaman seperti stomata dan lentisel,
virulensi patogen, respon inang dan kondisi
kemudian membentuk hifa baik didalam
lingkungan. Patogen yang virulen dapat
maupun diantara sel-sel epidermis, xylem,
menimbulkan serangan penyakit yang
floem. Tumor terbentuk disebabkan oleh
tinggi. Respon inang terhadap serangan
hormon yang dihasilkan jamur karat tumor
patogen tergantung dari ketahanan tanaman
yang mengakibatkan terjadinya hyperplasia
terhadap serangan penyakit. Tanaman yang
sehingga merangsang pembentukan sel yang
tahan akan memberikan respon gejala
104
gall. Hal ini dipengaruhi
Pengaruh Abu Vulkanik pada Pertumbuhan, Luas Serangan dan Intensitas Serangan Karat Tumor pada Semai Sengon Siti Husna Nurrohmah, Agus Wahyudi, dan Liliana Baskorowati
terinfeksi ringan atau tidak terinfeksi sama
pemberian abu vulkanik konsentrasi
sekali, sedangkan tanaman yang rentan akan
tinggi yang menunjukkan pertumbuhan
menunjukkan gejala serangan yang parah
terhambat, ternyata memiliki tingkat
(L.V Crowder, 2006). Faktor lingkungan
serangan penyakit karat tumor lebih
yang memengaruhi perkembangan karat
tinggi dan sebaliknya tanaman sengon
tumor adalah kelembaban, kabut, kecepatan
dengan pertumbuhan yang lebih
angin, intensitas sinar matahari, ketinggian
tinggi, serangan penyakit karat tumor
dan kelerengan. Kabut dan kelembaban
juga menunjukkan luas dan intensitas
tinggi mendukung perkembangan jamur karat
serangan lebih rendah.
tumor, kabut dapat memacu perkecambahan teliospora menjadi basidiospora (Rahayu,
UCAPAN TERIMA KASIH
2010). Penulis mengucapkan terima kasih IV. KESIMPULAN DAN SARAN 1. Pada umumnya tanaman sengon yang diberi perlakuan abu vulkanik menunjukkan pertumbuhan yang terhambat. Sengon yang diberi perlakuan abu vulkanik dengan konsentrasi 3:1 (M2) 1:1 (M3), 3:1 (M4) dan 4:0 (M5) menunjukkan pola pertumbuhan yang menurun dengan meningkatnya konsentrasi abu vulkanik. 2. Luas serangan karat tumor pada semai sengon yang diinokulasi adalah berkisar 0 - 80% dan intensitas serangan berkisar 0 - 24 %. Abu vulkanik tidak berkorelasi secara langsung dengan tingkat serangan penyakit. Tanaman sengon dengan
kepada mahasiswa biologi UGM yang telah membantu penelitian abu vulkanik. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada tim sengon Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan baik peneliti maupun teknisi terutama pada Bapak Sukijan, Bapak Heri, dan Ibu Alin Maryanti .
DAFTAR PUSTAKA Agrios, G.N.1996. Ilmu Penyakit Tumbuhan. Gadjah Mada University Press.
Baskorowati, L. dan Nurrohmah, S. H. 2011. Variasi Ketahanan Terhadap Penyakit Karat Tumor Pada Sengon Tingkat Semai. Jurnal Pemuliaan Tanaman HutanVol. 5 No. 3, hal 129-138. Baskorowati, L., Susanto M. dan Charomaeni, M., 2012. Genetic Variability in Resistance of Falcataria moluccana (Miq.) Barneby & Grimes to Gall Rust Disease.Journal of Forestry Reserach, Vol. 9 No. 1, 2012. Page 1-9. Ministry of Forestry, Forestry
105
Jurnal Pemuliaan Tanaman Hutan Vol. 8 No. 2, September 2014, 93-107
Research and Development Agency, Jakarta, Indonesia. Charomaini M dan Ismail B., 2008. Indikasi awal ketahanan sengon (Falcataria moluccana) provenan Papua terhadap jamur Urromycladium tepperianum penyebab penyakit karat tumor (Gall rust). Jurnal Pemuliaan Tanaman Hutan Vol. 2 No. 2, hal 1-9.
Chester, K.S.,1959. How Sick is the Plant. J.G.H. Horsfall and A. Diamonds eds., Plant Pathology vol : 1. Academic Press, Inc, New York. Crowder, L.V. 2006. Genetika Tumbuhan. Yogyakarta: Gadjah Mada University.
Gomes. A. K dan A. A. Gomes. 1984. S t a t i s t i c a l P ro c e d u r a l f o r Agricultural Research. John Wiley & Sons, Inc. New York. Harborne, J. B. 1987. Metode Fitokimia: Penuntun Cara Modern Menganalisis Tanaman. Edisi ke-2. Penerbit ITB. Bandung. Hal. 260-261. Hendriyani, I. S. Setiari, dan Nintiya .2009. Kandungan Klorofil Dan Pertumbuhan Kacang Panjang (Vigna Sinensis) Pada Tingkat Penyediaan Tingkat Air yang Berbeda. J. Sains & Mat. Vol. 17. No. 3. Hal. 145-150. Hermawati, N., Handayani, N., Sunardi and Sardjono, Y. 2011. Aplikasi Tenaga Nuklir untuk Penentuan Kandungan Unsur Abu Vulkanik Gunung Merapi Pasca Erupsi 2010 dengan Metode Analisis Aktivasi Neutron Cepat (AANC). Prosiding Seminar Nasional ke-17 Teknologi dan keselamatan PLTN Serta Fasilitas Nuklir, Yogyakarta 1 Oktober 2011. Indresputra, F., Rahayu, S. And Widiyatno. 2013. Effect of pyroclastic cloud from Merapi volcano to the survival of Uromycladium tepperianum on Falcataria moluccana in Yogyakarta. The 3rd International Conference on Sustainable Future for Human Security SUSTAIN 2012. Procedia Environmental Sciences 17 ( 2013 ) 70 – 78.
106
Kang,Y.I, , Park, J. M., Kim, S. H. Kang, N. J, Park, K, S. Lee, S. Y, jeong, B. R. 2011. Effect of Root Zone PH and Nutrient Concentration on The Growth and Nutrient Uptake of Tomato Seedlings. Journal of Plant Nutrition, 34:640-652. Maggio, A., G. Raimondi, A. Martino, and S. De Pascale. 2007. Salt stress response in tomato beyond the salinity tolerance threshold. Environmental and Experimental Botany 59: 276– 282. Maspary. 2010. Efek abu vulkanik terhadap pertumbuhan tanaman. http:// paryos ml/ efek abu vulkanik. Diakses pada tanggal 14 Februari 2011. Permono, A. J. 2011. Pengaruh Variasi K o n s e n t r a s i A b u Vu l k a n i k Berdasarkan Kualitas Pertumbuhan Ditinjau dari Kajian Fisiologi. UGM. Jogjakarta . Rahayu, S. 2008. Penyakit Karat Tumor Pada Sengon (Falcataria moluccana (Miq.) Barneby & J.W. Grimes). Makalah Workshop Penanggulangan Serangan Karat Puru pada Tanaman Sengon, Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan, Yogyakarta. Prasad, P. 2007. Plant Physiology and Biochemistry. Photosynthesis and Transport of Organic Substances. Plant Physiology Research Centre (HAPPRC). Srinagar. Pp. 45-58.
Rahayu, S. 2008. Penyakit Karat Tumor Pada Sengon (Falcataria moluccana (Miq.) Barneby & J.W. Grimes). Makalah Workshop Penanggulangan Serangan Karat Puru pada Tanaman Sengon, Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan, Yogyakarta. Rahayu, S., Lee, S., S and Noor Aini, A. S. 2010. Uromycladium tepperianum, The gall Rust Fungus From Falcataria moluccana in Malaysia and Indonesia. Mycoscience. Pp 149153.
Pengaruh Abu Vulkanik pada Pertumbuhan, Luas Serangan dan Intensitas Serangan Karat Tumor pada Semai Sengon Siti Husna Nurrohmah, Agus Wahyudi, dan Liliana Baskorowati
Rahayu, S. 2010. Pelatian Penyakit Karat Tumor pada Sengon dan P e n g e l o l a a n n y a . Yo g y a k a r t a : Fakultas Kehutanan UGM. Rukminah. 2010. Peranan Unsur Nitrogen Bagi Tanaman Budidaya. Fakultas Pertanian. Universitas Muria. Kudus. Jawa tengah. Vol. 24 Salisbury, F. B. and Ross, C.W. 1995. Plant Physiology. Worth Publishers. California. Pp. 38-42. Seido, K and Widyatmoko, A.Y.P.B.C. 1993. Genetic Variation at Four Allozyme Loci in Paraserianthes falcataria at Wamena in Irian Jaya. Forest Tree Improvement Project Technical Report. Yogyakarta. Sudaryo dan Sutjipto. 2009. Identifikasi dan Penentuan Logam Pada Tanah Vulkanik di Daerah Cangkringan Kabupaten Sleman Dengan Metode Analisis Aktivasi Neutron Cepat. Jurnal Seminar Nasional Vol :715721. Suharyanto, Rimbawanto, A. and Isoda, K. 2002. Genetic Diversity and Relationship Analysis on Paraserianthes falcataria Revealed by RAPD Marker. In A. Rimbawanto
and M. Susanto (eds.). Proceedings International Seminar “Advances in Genetic Improvement of Tropical Tree Species”. Centre for Forest Biotechnology and Tree Improvement. Yogyakarta. Indonesia.
Susanto, Effendi, H. dan Maryanti, A. 2012. Petunjuk Teknis Pembangunan Kebun Benih Semai Falcataria moluccana (Sengon). Balai Besar penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan. Triwaluyo, T.H., dan I. Anggraeni. 2000. Hama dan Penyakit Hutan. Diktat Standar Diklat Wirawana (Forest Ranger). Pusdiklat Kehutanan dan Perkebunan Bogor. Wahyuni, E.T, Triyono, S dan Suherman, M. 2012. Penentuan Komposisi Kimia Abu Vulkanik dari Erupsi Gunung Merapi. Widyastuti, S.M, Sumardi dan Harjono.2005. Patologi Hutan. Gadjah Mada University Press. Wilson, T., G. Kaye, C. Stewart dan J. Cole. 2007. Impacts of the 2006 Eruption of Merapi Volcano, Indonesia, on Agriculture and Infrastructure. GNS Science Report 2007. Pp. 12-15.
107