BAGIAN III. PEMISAHAN CAMPURAN HETEROGEN (SEDIMENTASI) Sebelum membicarakan secara rinci operasi sedimentasi, terlebih dahulu dibahas alat-alat pemisah padat-cair yang sering dijumpai di industri kimia. Campuran padat-cair sering disebut dengan suspensi (suspension) atau slurry. Ada beberapa tujuan yang diharapkan dari pemisahan suspensi yaitu: 1. Mengambil padatan dari cairannya 2. Mengambil cairan dari padatannya 3. Mengambil keduanya 4. Keduanya tidak dimanfaatkan, tetapi dilakukan untuk tujuan pencegahan terhadap pencemaran lingkungan. Secara skematis pemisahan campuran padat-cair, yang sering disebut dengan suspension atau slurry, dapat digambarkan sebagai berikut.
Suspension
Liquid + some solids
Solids+some liquid
Gambar 1. Skema alat pemisah padat-cair Klasifikasi prinsip pemisahan padat-cair dapat digambarkan secara skematis pada Gambar 2: Pemisahan padat-cair
Cairan yang ditahan Padatan bebas bergerak (liquid constrained-particles free)
Flotasi Sedimentasi Sentrifigasi -dispersed air - Thickener -Fixed wall -dissolved air -clarifier (hidrocyclones) -electrolytic -Rotating wall
Padatan yang ditahan Cairan bebas bergerak (particles constrained-liquid free)
Cake filtration -vacuum -pressure -centrifugal
Deep bed Screening filtration -dewatering -sand -vibrating screen -cake
Gambar 2. Klasifikasi proses pemisahan padat-cair (Svarovsky,1981)
Ukuran butir padatan dan konsentrasi padatan dalam slurry dapat digunakan sebagai dasar pemilihan alat pemisah yang sebaiknya digunakan. Alat pemisah padat-cair yang sebaiknya digunakan, dipilih berdasarkan ukuran partikel dan konsentrasi padatan digambarkan secara skematis pada Gambar 3.
1
Ukuran butir
d < 5 µ flokulasi
Konsentrasi rendah
Alat
tinggi
thickener
Deep bed filter Cartridge filters Precoal filtration Sedimenting centrifuges
5 µ < d < 50 µ
tinggi
d > 50 µ
rendah rendah
tinggi
thickener
Cake filtration R V filters Pressure filters Plate and frame filters
Settling tanks Centrifuges Hydrocyclones Screens
filtering Centrifuges
Gambar 3. Dasar pemilihan alat pemisah padat cair (Svarovsky, 1981)
SEDIMENTASI adalah salah satu operasi pemisahan campuran padatan dan cairan (slurry) menjadi cairan bening dan sludge (slurry yang lebih pekat konsentrasinya) pemisahan dapat berlangsung karena gaya grafitasi yang terjadi pada butiran tersebut.
Operasi sedimentasi termasuk pada kelompok pemisahan liquid constrainedparticles free, karena walaupun fluidanya bergerak kecepatan gerak butiran relatif lebih cepat dibandingkan kecepatan gerak fluidanya.
Operasi sedimentasi dapat digunakan pada pemisahan butir padatan dengan berbagai ukuran, tetapi dapat bekerja optimum pada konsentrasi padatan yang relatif rendah. Karena pada konsentrasi padatan yang tinggi kecepatan sedimentasi menjadi lambat. Pada keadaan ini waktu sedimentasi yang dibutuhkan menjadi sangat lama, sehingga sebaiknya dipilih alat pemisah yang lain, misalnya filtrasi. Fenomena gerakan butir padatan dalam cairan dapat juga diterapkan pada jenis alat pemisah yang lain misalnya elutriasi dan flotasi, oleh sebab itu pada topik bahasan ini juga dibicarakan alat-alat pemisah tersebut.
Banyak sekali tipe alat pemisah yang didasarkan atas operasi sedimentasi, pada pembicaraan ini sedimentasi dikelompokan menjadi tiga fenomena tipe sedimentasi, seperti yang dituliskan dalam Tabel I.
2
Tabel I. Fenomena tipe sedimentasi (Svarovsky, 1981) Fenomena tipe pengendapan Tipe I. Discrete particle
Diskripsi
Penggunaan
Konsentrasi padatan rendah, sehingga Elutriasi, gravity tank, butir padatan dapat dipandang sebagai settling satu butir yang mengendap, karena klasifikasi, sizing interaksi dengan butir lainnya dapat diabaikan pengaruhnya atau pengaruhnya masih dapat ditampung dalam faktor koreksi. Tipe II.Hindered settling Thickener atau compression settling Konsentrasi padatan relatif tinggi, sehingga pengaruh antar butir tidak dapat diabaikan pengaruh-nya, pada kondisi ini kecepatan sedimentasi sangat dipengaruhi konsentrasi padatan Tipe III. Flokulasi Flokulasi, Selama pengendapan terjadi koagulasi penggabungan butir padatan , karena ukuran butir bertambah besar maka kecepatan pengendapan juga bertambah besar.
PENGENDAPAN TIPE I: DISCRETE PARTICLES (Konsep ini antara lain diterapkan pada alat elutriasi, gravity settling tank, klasifikasi, dan sizing) Tipe pengendapan ini terjadi bila konsentrasi padatan rendah, sehingga butir padatan dapat dipandang sebagai satu butir yang mengendap, karena interaksi dengan butir lainnya dapat diabaikan pengaruhnya atau dapat dinyatakan dalam faktor koreksi. Perancangan alat sedimentasi tipe discrete particle didasarkan atas neraca gaya pada butir padatan. Oleh sebab itu pada bagian ini gerak butir padatan dalam fluida dibicarakan dengan cukup rinci Gerak jatuh butir padatan dalam fluida diam Anggapan yang diambil untuk menggambarkan gerak butir padatan dalam fluida diam adalah sebagai berikut: 1. Padatan tidak berpori 2. Fluida incompressible 3. Gravitasi bumi seragam 4. Pengaruh butiran lain diabaikan Ka Fd
Fluida diam
F = G – Ka – Fd
(1)
dengan
G = gaya berat Ka = gaya keatas Fd = gaya gesek F = gaya neto yang diterima butir padatan
F
G Persamaan (1) bila dijabarkan dapat dituliskan sebagai berikut:
3
m
dv m =mgρ g - Fd dt ρs
(2)
Gaya Gesek Selama butir padatan bergerak dalam cairan akan terjadi gaya gesek antara padatan dan cairan. Butir padatan bergerak dengan kecepatan v dalam fluida yang diam atau fluida yang bergerak dengan kecepatan vf (tetapi vf lebih kecil dari v), karena ada beda kecepatan antara butir padatan dan fluida maka akan terjadi transpor momentum dari butir padatan ke fluida. Sedangkan yang dimaksud dengan gaya gesek yaitu perubahan momentum tiap satuan waktu; Gaya gesek = Fd = perubahan momentum terhadap waktu = Fd =
dmu dt
(3)
dmu du dm =m +u dt dt dt
(4)
Dengan Fd = gaya gesk yang terjadi pada fluida m = massa fluida u = kecepatan maksimum fluida yang dipengaruhi oleh gerakan padatan u=f(v). Jika v tetap maka u juga tetap atau du/dt = 0, sehingga Fd dapat dituliskan menjadi Fd = u
dm dt
(5)
dm =Av ρ dt
(6)
Substitusi antara pesamaan (5) dan (6) dapat disusun menjadi persamaan berikut: Fd = u A v ρ
(7)
Persamaan (7) dapat dituliskan sebagai 2
Fd = fd
v A r ρ 2
(8)
vr = kecepatan relatif padatan terhadap fluida fd = faktor gesek
Kecepatan relatif Padatan diam Fluida bergerak dengan kecepatan U Kecepatan relatif pada keadaan ini yaitu Vr = U
(9)
Padatan bergerak dengan kecepatan V
Fluida diam
4
Kecepatan relatif pada keadaan ini yaitu Padatan bergerak dengan kecepatan V V
Vr = V
(10)
U Fluida bergerak dengan kecepatan U Kecepatan relatif pada keadaan ini yaitu Vr = V – U
(11)
Fluida bergerak dengan kecepatan U dengan arah berlawanan U V Padatan bergerak dengan kecepatan V, Kecepatan relatif pada keadaan ini yaitu Vr = V + U
(12)
Faktor gesek (fd ) Untuk ukuran butir, bentuk butir, kekasaran butir, dan sifat fluida ( ρ dan µ ), kecepatan padatan yang berbeda akan menyebabkan gaya gesek yang berbeda. Pengaruh peubah-peubah ini terhadap gaya gesek dinyatakan dengan faktor gesek. Hubungan antara nilai faktor gesek dengan peubah-peubah tersebut diperoleh secara empiris dan disajikan dalam bentuk grafik, yang dinyatakan pada Gambar 4 dan Gambar 5. Gambar 4 berlaku untuk butiran yang bentuknya tidak teratur dan mempunyai ukuran yang acak. Pada keadaan ini ukuran butir dinyatakan dengan Dave diameter rerata antara butir yang lolos dan tertahan ukuran ayakan tertentu. Absis Gambar 4 adalah bilangan Reynolds (Re =
ρ .v.Dave ), ordinat nilai f D , dan µ
parameternya jenis padatan. Gambar 5 disusun berdasarkan padatan dengan bentuk tertentu dan ukuran tertentu. Untuk padatan yang tidak berbentuk bola diameternya dinyatakan dengan diameter ekuivalen (De). Absis Gambar 5 berupa bilangan Reynolds (Re =
ρ .v.De ), ordinat nilai f D , dan µ
parameternya berupa faktor bentuk ( ϕ ). Diameter equivalen ( De) Diameter ekuivalen adalah diameter bola yang mempunyai volum sama dengan volum butir padatan. Faktor bentuk (spherecity) Faktor bentuk adalah luas permukaan bola yang mempunyai volum sama dengan volum butir padatan dibagi luas permukaan padatan
5
Friction factor, fD
Reynolds Number, Based on Average Screen Size
Friction factor, fD
Gambar 4. Hubungan antara faktor gesek vs bilangan Reynolds dan jenis padatan (Brown, 1955)
Reynolds Number, Based on De
Gambar 5. Hubungan antara faktor gesek vs bilangan Reynolds dan bentuk padatan (Brown, 1955)
Contoh 1
Butir padatan berbentuk silinder diameter D dan tinggi L, dengan L= 2D. Diameter equivalen (De) dan faktor bentuk ( ϕ ) , untuk padatan ini dapat ditentukan sebagai berikut: πD 2 4
πD 2 4
L=
πDe 3
2D=
De= D 3 3
6
πDe 3 6
(C1.1)
(C1.2) (C1.3) 6
ϕ=
πDe2
=
2 π4 D 2 + πDL
D 2 (3) 2 / 3 = 0,832 2 2 1 2 D + 2D
(C1.4)
Kondisi aliran laminer Pada kondisi aliran laminer bilangan Reynolds kurang dari satu (Re <1) hubungan antara Re dan fd merupakan garis lurus dan tidak berpotongan, sehingga dapat dinyatakan dengan persamaan berikut Log fd = a log Re + log C
(13)
atau fd =
C Re
(14)
Untuk butir berbentuk bola nilai C = 24, sehingga nilai faktor friksi untuk butir yang berbentuk bola dan pada kedaan laminer f 24 Re
fd =
(15)
Persamaan (8) disubstitusikan ke persamaan (2) diperoleh persamaan sebagai berikut: dv F =m =mgdt
m
ρ
2
ρ
g - fd A
s
v ρ 2 r
(16)
Pada persamaan (16) dapat dilihat bahwa dengan adanya percepatan maka kecepatan gerak padatan (v) semakin besar, nilai vr juga semakin besar, menyebabkan nilai Fd semakin besar, sehingga nilai F menurun. Perubahan ini terjadi pada keadaan transient (unsteady state), perubahan ini berlangsung sampai
dv = 0 atau tidak ada percepatan, atau dt
suatu keadaan dimana nilai F = 0 atau
nilai v tetap. Keadaan ini disebut KEADAAN KECEPATAN TERMINAL (nilai v maksimum). Pada keadaan ini persamaan (16) dapat ditulis sebagai berikut:
vr maksimun =
2mg ( ρ − ρ ) f ρρ A s
d
(17)
s
Untuk butir yang berbentuk bola dan sifat gerakannya laminer A=
πD
2
4 πD ρ m= 6 24 fd = Re
(18)
3
s
(19) (20)
gD ( ρ − ρ ) 18µ 2
vr maksimun =
s
(21)
persamaan ini dikenal dengan HUKUM STOKE’S
7
Contoh soal 2 Suatu bola diameternya = 0.2cm, densitasnya = 8 g/cm3 dilepaskan dalam cairan yang mempunyai ρ =1g/cm3 dan µ = 1 poice, percepatan gravitasinya 10 m/det2 a. Tentukan kecepatan maksimumnya b. Berapa waktu yang diperlukan untuk mencapai kecepatan bola 8 cm/detik dan berapa jarak yang sudah pada kecepatan ini. JAWAB a. ρ = 1 g/cm3, ρ s = 8 g/cm3, µ = 1 poice =1 g/cm/det, g = 1000 cm/det2. Dicoba seandainya sistem memenuhi keadaan laminer, sehingg hukum Stoke’s dapat digunakan:
vr maksimun =
Re =
gD 2 ( ρ s − ρ ) 1000.(0,2) 2 .(8 − 1) cm = = 15,5 18µ 18.100 det ik
ρ .v r .D 1(15,5)(0,2) = = 3,1 atau Re > 1 sehingga kondisi turbulen, µ 1
vr maksimun =
4 gD( ρ s − ρ ) = 3 fd ρ
4.1000.0,2.(8 − 1) 43,2 = 3. f D .1 fD
(C2.1)
ρ .v r .D 1.v r .(0,2) = = 0,2 vr µ 1 fd = f (Re, ϕ ) yang disajikan pada Gambar 5, pada keadaan ini ϕ = 1
Re = Re =
(C2.2) (C2.3)
Persamaan (C2.1), (C2.2), dan (C2.3) merupakan persamaan simultan sehingga penyelesaiannya secara coba-coba. fD Vm Re fD C2.1 C2.3 C2.2 cocokan bila belum cocok ulang fD coba-coba Vm Re fD hasil hitungan 1 43,2 8,64 4,3 4.3 20,8 4,16 8 10 13,6 2,72 12,5 25 8,64 1,73 19 17 2,09 17 cocok 10,45 Jadi kecepatan terminal butir padatan di atas adalah 10,45 cm/detik b. Keadaan transient (proses untuk mencapai kecepatan maksimum)
Butir berbentuk bola dv ρ = g (1 ) - fd vr2 ρ dt ρs
A m
2 v ρ = g (1 ) - fd r ρ ρs 2
π
D2 π D3ρ 6 s 4
3ρvr dv ρ = g (1 ) - fd = Fv dt ρs 4D ρs 2
dt =
1 Fv
dv
Waktu untuk mencapai V=8 cm ditentukan dengan persamaan integrasi berikut t
v =8
∫ dt = ∫ 0
v =0
1 Fv
diselesaikan dengan integrasi numeris
dv
Jarak yang telah ditempuh diselesaikan dengan persamaan v =8
Jarak = s = v dt =
∫
v =0
1 Fv
vdv
diselesaikan secara integrasi numeris
8
v 0 1 2 3 4 5 6 7 8
Re 0 0,2 0,4 0,6 0,8 1.0 1,2 1.4 1,6
fD ~ 120 70 48 40 30 25 22 18
1/Fv 0 1,2 10-3 1,34 10-3 1,5 10-3 1,74 10-3 1,9 10-3 2,2 10-3 2,7 10-3 3 10-3
V 1/Fv 0 1,2 10-3 2,68 10-3 4,5 10-3 6,8 10-3 9,5 10-3 13,2 10-3 18,9 10-3 24 10-3
v F1v
1 1 versus v dan v versus v FV FV 1 1 1 1 1 1 + + + ... + ) Waktu = t = ∆v( 2 Fvo Fv1 Fv 2 2 Fv8 1 1 t =1( 0 + 1,2.10 −3 + 1,34.10 −3 + ... + 3.10 −3 ) = 0,014 detik 2 2
Nilai t dan s adalah luasan di bawah kurva
1 1 1 1 1 1 +v +v + ... + .v ) Jarak = s = ∆v( .v Fv1 Fv 2 2 Fvo 2 Fv 8 1 1 t =1( 0 + 1,2.10 −3 + 2,68.10 −3 + ... + .2410 −3 ) = 0,068 cm. 2 2 Kesimpulan yang dapat diambil dari contoh kasus ini adalah, waktu dan jarak tempuh butiran pada kedaan transient (yang dibutuhkan untuk mencapai keadaan kecepatan terminal) adalah sangat kecil, sehingga dapat diabaikan pengaruhnya. Oleh sebab itu pada perancangan alat yang menggunakan dasar gerakan butir padatan dalam fluida, dasar perhitungan yang digunakan adalah kecepatan terminalnya.
9
BILA FLUIDA BERGERAK KEATAS DENGAN KECEPATAN Uf TIGA KEMUNGKINAN YANG TERJADI YAITU
1. Bila kecepatan terminal butir padatan pada fluida tersebut (Vm) lebih besar dari kecepatan aliran fluida ke atas (Uf), pada keadaan ini partikel bergerak ke bawah dengan kecepatan Vm - Uf 2. Bila kecepatan terminal butir padatan pada fluida tersebut (Vm) sama dengan kecepatan aliran fluida ke atas (Uf), pada keadaan ini partikel akan stasioner Vm = Uf 3. Bila kecepatan terminal butir padatan pada fluida tersebut (Vm) lebih kecil dari kecepatan aliran fluida ke atas (Uf), pada keadaan ini partikel bergerak ke atas dengan kecepatan Uf –Vm MEKANIKA GERAK PARTIKEL PADA KONDISI INI DIMANFAATKAN UNTUK PEMISAHAN PADATAN SECARA ELUTRIASI, KLASIFIKASI, SIZING, DAN SORTING. Elutriasi = adalah pemisahan padatan menjadi dua fraksi atau lebih yang berdasarkan perbedaan kecepatan terminalnya dalam fluida yang bergerak ke atas. Klasifikasi = adalah pemisahan padatan menjadi dua fraksi atau lebih yang berdasarkan perbedaan kecepatan terminalnya dalam fluida. Sizing = adalah pemisahan padatan yang sama densitasnya, tetapi berbeda ukurannya dengan menggunakan kecepatan aliran fluida. Sorting = adalah pemisahan padatan yang sama bentuk dan ukurannya tetapi berbeda densitasnya, dengan menggunakan kecepatan aliran fluida.
Pada pemisahan ini yang memegang peran penting adalah perbedaan densitas padatan ( ρ ) dan ukuran padatan (D). Bila dijumpai campuran padatan A dan B dengan ρ A > ρ B tetapi jika DB > DA ada kemungkinan campuaran padatan tersebut tidak dapat terjadi pemisahan dengan sempurna. Oleh sebab itu perlu ditentukan batas kisaran ukuran campuran padatan yang dapat memberikan pemisahan yang sempurna. V A max =
V B max =
4 gD A ( ρ A − ρ ) 3 f DA ρ 4 gDB ( ρ B − ρ ) 3 f DB ρ
Pemisahan tidak dapat berlangsung dengan sempurna bila V A max = VB max 4 gD A ( ρ A − ρ ) 3 f DA ρ
=
4 gDB ( ρ B − ρ ) 3 f DB ρ
4 gD A ( ρ A − ρ ) 4 gD B ( ρ B − ρ ) = 3 f DA ρ 3 f DB ρ
atau dapat dituliskan sebagai
10
DA f ρ −ρ = DA B DB f DB ρ A − ρ
Pada kedaan laminer
f DA DB = maka f DB D A DA ρ − ρ 0,5 ) =( B DB ρA − ρ
Pada keadaan turbulent f DA = f DB maka
DA ρ −ρ = B DB ρ A − ρ
Jadi dapat disimpulkan bahwa pemisahan campuran butir padatan A dan B dapat berlangsung dengan baik bila Separation Ratio (perbandingan ukuran partikel yang terkecil terhadap ukuran partikel B yang terbesar) menurut persamaan DA ρ −ρ n =( B ) DB ρA − ρ
Nilai n= 0,5 untuk keadaan laminer, nilai 0.5< n <1 untuk keadaan transisi, dan n = 1 untuk keadaan turbulen. Jika nilai ρ fluida yang bertugas sebagai media pemisah nilainya sama atau mendekati nilai ρ B sehingga nilai ρ B − ρ = 0 atau mendekati nol. Bila keadaan ini terjadi pemisahan dapat berlangsung sempurna pada sembarang perbandingan ukuran butir A dan B. Untuk mendapatkan fluida pemisah yang mempunyai densitas tinggi dapat dilakukan dengan: 1. Melarutkan soluble materian ke dalam cairan. 2. Mendispersikan padatan berukuran halus ke dalam cairan.
Contoh soal Sizing (Diambil dari Brown, Chapter 7 nomor 5 ) Padatan charcoal yang dapat dianggap berbentuk bola mempunyai specific gravity 0,8 ingin dipisahkan dalam ukuran tertentu dalam kolom yang dialiri udara pada suhu 200C dan tekanan atmosferis dengan kecepatan aliran 10 fps. Charcoal dimasukkan pada bagian atas kolom dan udara dialirkan dari bagian bawah. Tentukan ukuran butir charcoal terkecil yang ada pada hasil bawah. Jawab
g g g ρ udara = 1,2910 −3 3 µ udara = 0,01810 −2 3 cm. det cm cm Dasar perhitungan untuk menentukan ukuran butir padatan terkecil yang dapat terendapkan adalah bila kecepatan terminal butir ukuran tersebut sama dengan kecepatan aliran udara ke atas . Padatan halus dan udara
ρ charcoal = 0,8
Padatan umpan
Udara
Padatan ukuran besar
11
Uf = Vmax ft cm 30,48cm x = 304,8 ft det ik det ik Dicoba kondisi gerakan padatan dalam fluida laminer; gD 2 ( ρ s − ρ ) 1000 D 2 (0,8 − 1,310 −3 ) Vmax = Æ 304,8 = Æ D2 = 0,001236 cm2 ÆD = 0,035 cm −2 18µ 18.0,01810 Cek nilai Reynolds nya U f = 10
Re =
Vm =
ρVmax D 1,3.10 −3.304,8.0,035 = = 77,046 µ 0.018.10 − 2 4 gD ( ρ s − ρ ) Æ 304,8 = 3 fD ρ
fD= f(Re)
Æ KEADAAN TURBULEN
4.1000.D(0.8 − 1,3.10 −3 ) Æ D = 0,11341 fD 3 f D 1,3.10 3
Gambar
ρVD 1,3.10 −3.304,8.D Re = = = 2201,33D µ 0.018.10 − 2 Persamaan simultan tersebut diselesaikan dengan cara coba-coba Coba fD Æ hitung D Æ hitung Re
coba terus sampai cocok
Baca Re dalam gambar Coba nilai fD 4 1,75
Re terhitung 1000 437,5
Re grafik 35 430 cocok
KONDISI YANG MEMBERIKAN PENYIMPANGAN TERHADAP KONDISI IDEAL (ASUMSI-ASUMSI YANG DIAMBIL UNTUK PENYUSUNAN PERSAMAAN GERAK DI ATAS). 1. Hindered settling Hindered settling adalah suatu kondisi dimana ada pengaruh antar partikel. Hal ini terjadi bila konsentrasi padatan cukup. PENDEKATAN YANG DIGUNAKAN UNTUK KONDISI INI 1. Partikel dianggap bergerak dalam fluida yang bercampur dengan padatan. Untuk kondisi ini dapat didekati dengan kondisi discrete partcle tetapi sifat fluida ( ρ , µ ) diganti dengan sifat slrurry ( ρ b , µ b ) . Sehingga persamaan kecepatan terminal pengendapan pada keadaan ini dapat dituliskan sebagai berikut:
vr maksimun = vr maksimun =
2mg ( ρ s − ρ b ) fd ρb ρs A
gD 2 ( ρ s − ρ b ) 18µ b
(22) (23)
Nilai ( ρ b , µ b ) ditentukan dengan sebagai berikut: ρb =
Berat.campuran.total 100.x.ρ + (1 − x)100 ρ s = 100 volume.total
(24)
dengan x= fraksi volume cairan dalam slurry
12
Fs or µ/µb
Nilai µ b dapat ditentukan dengan menggunakan Gambar (6)
Volume Fraction of Fluid in slurry, X
Gambar(6). Faktor pengendapan pada kondisi hindered settling dan µ b versus Fraksi volume cairan dalam slurry (X) (Brown, 1955)
2. Untuk butir berbentuk bola, pendekatan yang lain yang dapat digunakan untuk menentukan kecepatan maksimum pada keadaan hindered settling adalah dengan persamaan berikut: Vhindered settling = Fs (Vdiscrete paticle)
(25)
Vh = Fs Vrmaksimum
(26)
Atau
Dengan nilai Fs dapat ditentukan dari Gambar (6) atau ditentukan dengan persamaan berikut: Fs =
X2 101,82 (1 − X )
Fs = 0,123
X3 (1 − X )
Untuk kondisi laminer
(27)
Untuk kondisi laminer dan X kurang dari 0,7
(28)
3. Kecepatan pengendapan pada kondisi hindered settling yang sangat dipengaruhi oleh konsentrasi padatan atau pengaruh antar butir tidak dapat diabaikan. Pendekatan matematis untuk peristiwa semacam ini sangat kompleks oleh sebab itu analisis terhadap peristiwa ini dilakukan secara percobaan laboratorium (empiris ). Pembahasan lebih rinci untuk kondisi ini dibahas pada fenomena tipe pengendapan II. 2. Flokulasi Flokulasi adalah suatu peristiwa dimana butir-butir padatan saling bergandengan, keadaan ini menyebabkan v maksimumnya semakin besar. Zat yang mendorong terjadinya flokulasi disebut flocullant agent. Pendekatan matematis 13
untuk peristiwa semacam ini sangat kompleks oleh sebab itu analisis terhadap peristiwa ini dilakukan secara percobaan laboratorium (empiris). Pembahasan lebih rinci untuk kondisi ini dibahas pada fenomena tipe pengendapan III.
3. Immobile fluid Untuk butiran padatan yang bentuknya tidak beraturan, maka akan ada fluida yang terjerap di permukaan padatan tersebut. Faktor koreksi untuk peristiwa ini dapat dituliskan dengan persamaan berikut: Fs =
dengan a =
VH 0,123(1 + a) 2 a 3 (x − ) = Vm 1− x 1+ a
(29)
volume" immobile. fluids" volume. particle
4. Pengaruh dinding Pengaruh dinding tempat penampung (container) tidak dapat diabaikan DC D tidak cukup besar besar atau nilai C kurang dari 20. D D
pengaruhnya, bila nilai
dengan Dc = diameter container
Bila pengaruh dinding berpengaruh maka diperlukan faktor koreksi sebagai berikut: Faktor.koreksi = (1 −
Faktor.koreksi = 1 − (
DC 2, 25 ) D
DC 1,5 ) D
Untuk kondisi laminer
(30)
Untuk kondisi turbulent
(31)
PERSAMAAN UMUM GERAK PARTIKEL
Bila ada gaya yang bekerja pada butir padat kearah vertikal dan horisontal FD
KA FDv
FDh
Vh
Vv Vr G Gambar 7. Skema gaya yang bekerja pada padatan ke arah vertikal dan horisontal Neraca gaya arah vertikal
FV = G – KA - FDV
(32)
FV = G – KA - FD sin α
(33)
14
ρAVr2 Vv dVv m ρg − f D m = mg − ρs 2 Vr dt ρAVr VV dVv ρ = g (1 − ) − f D ρs 2m dt Neraca gaya arah horisontal
(34)
(35)
Fh = - FDh
(36)
Fh = - FD cos α
(37)
ρAVr2 Vh dVh m = − fD dt 2 Vr
(38)
ρAVr Vh dVh = − fD 2m dt
(39)
dengan Vr = (Vh2 + Vv2 ) f D = f (Re, ϕ ) ρVr D Re =
µ
(40) (41) (42)
Persamaan 32 sampai 42 merupakan persamaan yang simultan. Untuk pola aliran laminer
fD =
C C Cµ = = Re ρVr D ρVr D
(43)
µ
ρAVr VV Cµ dVv ρ = g (1 − ) − ρs dt 2m ρV r D dVv CµAVV ρ = g (1 − ) − dt ρs 2mD
ρAVr Vh Cµ dVh = − fD dt 2m ρV r D dVh CµAVh =− dt 2mD
(44)
(45)
(46)
(47)
Pada kondisi pola aliran laminer persamaan 43 sampai 47 bukan merupakan simultan.
15
PERSAMAAN GERAK PARTIKEL DALAM HORISONTAL DENGAN KECEPATAN Uf
Fuida
FLUIDA
YANG
BERGERAK
Uf KA FDv
FD
Uf-Vh
Dh
Vr
Vh
v
G Gambar 8. Skema gaya yang bekerja pada padatan pada fluida yang bergerak horisontal
FV = G – KA - FDV FV = G – KA - FD sin α
ρAVr2 Vv dVv m m = mg − ρg − f D dt 2 Vr ρs ρAVr VV dVv ρ = g (1 − ) − f D ρs dt 2m Neraca gaya arah horisontal Fh = FDh Fh = FD cos α m
ρAVr2 (U f − Vh ) dVh = fD 2 dt Vr
ρAVr (U f − Vh ) dVh = − fD dt 2m dengan Vr = {(U f − Vh ) 2 + Vv2 } f D = f (Re, ϕ ) ρVr D Re =
µ
Pada keadaan terminal atau
dVv dVh = 0 dan =0 dt dt
Maka − fD
ρAVr (U f − Vh ) 2m
=0
sehingga
Vh max = U f Vr = {(U f − U f ) 2 + Vv2 } atau
16
Vr max = Vv max g (1 −
ρAVr max VV max ρ ) − fD =0 2m ρs Vv max =
sehingga
g (1 −
ρ ρs
) 2m
f D ρA
untuk butir berbentuk bola Vv max =
4 gD ( ρ s − ρ ) 3 fDρ
PENERAPAN PERSAMAAN GERAK BUTIR PADATAN PADA FLUIDA YANG BERGERAK Gerakan butir padat pada fluida yang bergerak horisontal dapat digunakan sebagai dasar perancangan beberapa alat pemisah padat cair, misalnya gravity settling tank, flotator, elutriator, double cone classifier, spitzkastan, dan masih banyak lagi.
17
Gambar 9. Peralatan dalam industri kimia yang didasarkan atas gerak padatan dalam fluida yang bergerak ke atas (Brown ,1955 ) Contoh soal 4 1.Gravity settling tank digunakan untuk membersihkan air limbah dari oil refinery. Limbah cair itu mengandung 1% minyak dengan specific gravity = 0,87, Ukuran butirnya terdistribusi antara 10 µm sampai 50 µm . Berapa panjang gravity settling tank yang harus dirancang bila diketahui debit air limbah yang mengandung minyak sebanyak 0,63 liter per detik, lebar dan tinggi gravity settling tank tersebut ditentukan sebesar 3 meter dan 2 meter. Untuk kasus ini gravity settling tank berfungsi sebagai flotator karena densitas minyak lebih kecil dari densitas minyak ( ρ s < ρ ). Penyelesaian Seperti diketahui bersama bahwa keadaan transient gerakan butir padat dalam fluida relatif singkat, sehingga yang digunakan untuk dasar perancanagan suatu alat yaitu kondisi terminal. Vh max = U f
Vv max =
g (1 −
ρ ρs
) 2m
f D ρA
=
4 gD(1 −
ρs ρ
)
3 fD
f D = f (Re, ϕ ) ρVvr max D Re =
µ
Asumsi yang diambil untuk menyelasaikan permasalahan ini yaitu 1. Sifat fisis cairan sama dengan sifat fisis air ( ρ = 1 g cm3 , µ = 1cp = 10 −2
g cm. det ik
), adanya
minyak diabaikan pengaruhnya, 2. Butir minyak berbentuk bola 3. Yang digunakan sebagai dasar perhitungan yaitu diameter minyak ukuran terkecil (10 µm = 10 −3 cm) , karena bila butir terkecil sudah sampai dipermukaan berarti semua butir minyak sudah sampai di permukaan). 3
Q Q 630 cm det il Vh max = U f = = = = 0,0105 cm det ik A wxh 300cmx 200cm
Vv max =
4 gD (1 − 3 fD
ρs ρ
)
=
4.1000.10 −3 (1 − 0,187 ) 0,4163 = 3 fD fD
Dicoba seandainya gerakan butir kearah vertikal laminer:
18
Cµ 24.10 −2 240 = = −3 ρVr D 1.Vv max .10 Vv max 0,17333 = sehingga Vvmax = fD =
240
Vv max
Vvmax = 7,222 10-4 cm det ik ρVvr max D 1.7,22210 −4.10 −3 Re = = = 7,22210 −5 < 1 µ 10 − 2 Pola aliran laminer cocok dengan anggapan. Waktu yang diperlukan oleh butir terkecil sampi di permukaan air adalah tinggi.gravity.settling . tan k 200cm Waktu = = = 2,7710 5 det ik = 77 jam −4 resul tan te.kecepa tan .butir 7,22210 Waktu tinggal fluida dalam tangki sama dengan waktu yang diperlukan butir terkecil sampai dipermukaan cairan. Jadi panjang gravity setling tank (L) yang seharusnya dibuat adalah: L = Uf x waktu tinggal L = 0,0105 cm det ik x 2,77 105 detik = 29 m.
PENGENDAPAN TIPE II. HINDERED SETTLING Fenomena pengendapan tipe II atau hidered settling terjadi pada pengendapan slurry dengan konsentrasi padatan yang tinggi, sehingga adanya pengaruh antar butir padatan tidak dapat diabaikan pengaruhnya. Kecepatan pengendapan dipengaruhi oleh sifat fluida, sifat dan ukuran padatan, dan konsentrasi slurry. Atau dapat dinyatakan dengan persamaan berikut: v = f ( ρ , µ , ρ s , D, ϕ , g , C ) Pemodelan matematis untuk kondisi hindered settling ini sulit dilakukan, oleh sebab itu kecepatan sedimentasi ditentukan berdasarkan hasil pengamatan laboratorium dalam percobaan secara batch untuk jenis slurry tertentu. Bila jenis slurry tertentu maka nilai ρ , µ , ρ s , D, ϕ , g tetap, maka kecepatan sedimentasi hanya merupakan fungsi konsentrasi saja atau v = f (C ) .Sehingga dalam perancangan thickener untuk pemisahan campuran padat-cair jenis tertentu diperlukan data hubungan antara kecepatan pengendapan fungsi konsentrasi dari percobaan batch dalam laboratorium untuk campuran tersebut. Sedimentasi batch Data yang menyatakan hubungan antara kecepatan sedimentasi dan konsentrasi untuk suatu jenis slurry tertentu diperoleh dari percobaan laboratorium yang dilakukan secara batch. Adapun pelaksanaannya sebagai berikut. Slurry dengan konsentrasi tertentu diaduk agar uniform dimasukkan dalam tabung kaca berskala dengan diameter sekitar 10 cm (agar pengaruh dinding dapat diabaikan dan tidak mudah patah) dan tingginya sekitar 40 cm, keadaan ini dinyatakan sebagai waktu mula-mula (t=0). Perubahan tinggi bidang batas antara lapisan bening dan keruh untuk waktu-waktu tertentu dicatat, pengamatan dihentikan bila lapisan jernih dan keruh tidak berubah lagi. Skema sedimentasi secara batch dinyatakan pada skema berikut ini.
19
Gambar 10. Skema sedimentasi secara batch dan data pengamatan laboratorium Data pengamatan laboratorium yang diperoleh adalah H = f(t) perlu diubah menjadi v = f (C ) Penentuan V berdasarkan data batch Kecepatan turunnya bidang batas bening keruh merupakan kecepatan sedimentasi. Sehingga kecepatan sedimentasi dapat ditentukan berdasarkan tangen arah garis singgung pada berbagai titik dalam kurva Z vs t.
Hi − H L , dengan HI tL adalah intersep garis singgung. Dengan cara yang sama dapat ditentukan kecepatan sedimentasi pada berbagai titik dalam kurva tersebut.
Tangen arah garis singgung yang melalui titik A( tL,HL) adalah v L =
Penentuan C berdasarkan data batch Konsentrasi pada setiap posisi pada kolom percobaan batch selalu berubah, perubahan konsentrasi yang ditentukan berdasarkan data H=f(t) dapat dijelaskan sebagai berikut.
20
VZ C
V + ∆V
C + ∆C
V
Gambar 11 . Skema perubahan konsentrasi pada kolom percobaan batch Kalau ditinjau titik (posisi) dengan konsentrasi tetap C seolah-olah posisi itu bergerak ke atas dengan kecepatan VZ. Neraca massa padatan pada zone yang mempunyai konsentrasi tetap C Æ C+ ∆ C A(V + ∆V + VZ )C = A(V + VZ )(C + ∆C )
VZ = C
dV −V dC
Pada zone dengan C tetap, V tetap, Nilai VZ =
dV juga tetap, ,maka VZ tetap, dC
ZL tL
Misal zone yang mempunyai konsentrasi CL bergerak ke atas dengan kecepatan VZ yang tetap, mula-mula zone tersebut berada di dasar tabung. Pada waktu t=0 (pada keadaan awal) semua partikel berada di atas zone dengan konsentrasi CL yang beradadi dasar tabung. Pada waktu tertentu (tL) saat CL berada di zone paling atas maka semua padatan berada di bawah zone tersebut. Jadi pada waktu tL semua partikel melewati zone tersebut, atau dapat dituliskan dengan persamaan berikut:
A(VL + VV )C L t L = AZ 0 C 0 CL =
Z 0C0 = (VL + VZ )t L
CL =
Z 0C0 (VL t L + Z L )
Z 0C0 Z (V L + L )t L tL
dengan VL = kecepatan pengendapan butir padat terhadap tabung VV= kecepatan zone dengan konsentrasi tertentu terhadap tabung Z0= tinggi lapisan keruh dan bening mula=tinggi slurry dalam kolom C0= konsentrasi padatan pada slurry mula-mula Dari data batach dan dengan menggunakan persamaan (???) dan (???) dapat ditentukan hubungan kecepatan sedimentasi fungsi konsentrasi untuk suatu slurry tertentu. Data ini kemudian digunakan sebagai dasar perancangan thickener.
21
Sedimentasi kontinyu
Gambar 12 Skema thickener (Ryenolds, 1982 ) Neraca massa padatan pada thickener Karena pada campuran ini tidak ada perubahan volume (konstraksi volum) maka neraca massa sama dengan neraca volum.
FC F = VCV + LCU dengan F, V, dan L adalah debit umpan, hasil atas (beningan) dan hasil bawah (sludge), (l/jam)
C F , CV , danCU adalah konsentasi padatan dalam umpan, hasil atas, dan hasil bawah. Bila dikehendaki beningan bebas padatan ( CV = 0) maka persamaan (??) dapat dituliskan menjadi FC F = LCU
DASAR PERANCANGAN THICKENER Luas penampang thickener
Ada dua dasar pertimbangan yang digunakan untuk menentukan luas penampang thickener yang dibutuhkan, yaitu didasarkan atas hasil beningan dan hasil sludge.
Dasar perancangan 1 Tidak ada butiran padat yang bergerak ke atas terikut aliran hasil atas, oleh sebab itu luas penampang harus cukup luas. Butiran tidak bergerak ke atas bila kecepatan terminal butir padat lebih besar dari kecepatan aliran cairan ke atas ( Vm > V f ). Oleh sebab itu luas pemampang minimum yang harus dirancang didapatkan dari persamaan berikut :
Vm = V f =
debit.aliran.beningan Q = luas. penampang. min imum A min imum A min imum =
Q Vm
Dasar perancanagan 2 Luas penampang harus cukup untuk melewatkan gerakan padatan ke bawah. Jumlah total padatan yang bergerak (FL) ke bawah terdiri dari padatan yang dibawa aliran ke bawah (terangkut oleh bulk flow) dan padatan yang kebawah karena mempunyai kecepatan pengendapan, atau dapat dituliskan dengan persamaan berikut:
22
FL = L.C + A.V .C FL = f (C )
nilai FL = f (C ) berubah terhadap posisi dalam ketinggian thickener. Total padatan yang ada dalam thickener adalah sama dengan padatan yang ada dalam arus umpan ( FC F ) sehingga bila nilai FL > FC F maka batasan di atas sudah terpenuhi. Luas penampang minimum yang dibutuhkan adalah bila FL = FC F , sehingga luas penampang minimum yang dibutuhkan yang didasarkan atas batasan ini dapat ditentukan dengan persamaan berikut:
FL = FC F = L.C + Amin imum .V .C atau F .C F − L.C V .C karena nilai CdanV berubah pada setiap posisi ketinggian thickener maka akan diperoleh beberapa nilai A minimum. A minimum yang dipilih sebagai dasar perancangan adalah A minimum yang nilainya paling besar. Amin imum =
Kedalaman thickener Salah satu dasar pertimbangan untuk menentukan kedalaman thickener ditentukan berdasarkan kecepatan aliran hasil bawah. Dasar perancangan kedalaman thickener adalah waktu tinggal slurry dalam thickener.
Waktu tinggal =
Volume Massa = volume massa waktu waktu
Waktu tinggal rata-rata padatan pada bagian bawah= φ u =
HAC u FC F
FC F φU ACU Bila nilai φ u diketahui maka nilai H dapat ditentukan.
Sehingga H =
Penentuan φ u Nilai φ u dapat ditentukan secara grafis berdasarkan data laboratorium urutan penentuannya sebagai berikut:
Tarik garis singgung yang besarnya tetap pada kondisi awal dan kondisi akhir, buat garis bagi sudut yang terbentuk dari perpotongan kedua garis singgung tersebut. Titik potong antara garis bagi sudut dan kurva H vs t , diberi nama titik C (HC dan tC). Dibuat garis singgung melalui titik C, Nilai φ u merupakan titik patong antara garis singgung melaui C ini dengan garis horisontal melaui HU. Nilai HU ditentukan berdasarkan persamaan neraca massa padatan dalam kolom percobaan batch, sebagai berikut: A Co Ho = A CU HU sehingga HU =
AC o H o C o H o = ACU CU
23
Contoh soal:
Suatu industri mempunyai slurry dengan kandungan padatan yang sanagt rendah yaitu 5% berat. Untuk menadapatkan cairan yang bebas padatan dan slurry yang pekat dengan konsentrasi padatan 30%berat dipilih cara sedimentasi dalam thickener. Tentukan luas dan kedalaman thickener teoritis yang sebaiknya dibuat, bila industri tersebut mempunyai slurry sebanyak 36 ton/jam.Data sedimentasi secara batch yang dilakukan duilaboratorium disusun dalam tabel berikut: Tinggi bidang batas Waktu, detik ,cm 0 17 4 16 7 15 11 14 14 13 17 12 20.5 11 23.5 10 27.5 9 32 8 35.5 7 40 6 44 5 50 4.5 64 4 83 3.5 131 3.0
Penyelesaian
FC F = VCV + LCU
Æ
36.0.05 = V .0 + L.0.3 Æ L = 6
ton jam
ton 1000000 g 1 jam g = 10.000 jam ton 3600 det ik det ik ton g =1666,7 L=6 jam det ik F = 36
Rumus yang digunakan vL =
Hi − H L Z 0C0 17 x0.05 dan C L = = tL (VL t L + Z L ) (VL t L + Z L )
24
Amin bagian atas (bagian klarifikasi) Q , nilai Vm pada keadaan ini dapat ditentukan berdasarkan data batch H vs t A min imum = Vm pada kedaan awal yang nilainya masih tetap, pada kondisi ini sering disebut dengan free settling atau kondisi dimana konsentrasi padatan belum berpengaruh. Sedangkan Q adalah flow rate beningan.
Amin bagian bawah (bagian sedimentasi) glart gpdt 10.000 − 1666.7 xC x0,05 F .C F − L.C 500 − 1666,7C det il glart = Amin imum = = glart gpdt cm Vρ lart .C 1,2VC x1,2 3 xC V glart det ik cmlart
(A)
Hasil perhitungan disajikan pada tabel berikut ini HL, cm tL, detik 16 11 8 7 6 5 4.7 4.5 4.25 4 3.5 3.2 3
4 20.5 32 35.5 40 45 47.5 50 55 63.5 83 130 131
Hi 17 16.1 15.9 15.55 14.7 13 10.1 8.35 6.05 5.9 4.8 4.4 3
VL,cm/det ik 0.25 0.25 0.246 0.241 0.218 0.1789 0.114 0.077 0.033 0.030 0.016 0.0106 0.001
CL, g pdt/g Amin (pers. lart. A) 27777,8 0.05 27777,8 0.05 26251,8 0.0531 25901,9 0.0546 26696,7 0.0578 28044,4 0.0653 31276,6 0.0841 35118,2 0.1018 47779,1 0.1405 50154,3 0.144 60322,5 0.177 72642,1 0.193 33181,3 0.293
Amin bagian atas (bagian klarifikasi)
Debit cairan beningan = V = F-L=10.000
g det ik
1666,7
g g =8333,3 det ik det ik
cm det ik 3 g air cmair 8333,3 x1 det ik g air Q = = 33333,2cm 2 A min imum = cm Vm 0,25 det ik
Kecepatan terminal butir Vm= 0,25
Luas penampang minimum teoritis yang sebaiknya digunakan adalah Amin yang paling besar yang ditentukan berdasarkan Amin pada seksi klarifikasi dan seksi sedimentasi. Pada hasil perhitungan ini digunakan Amin teoritis sebesar = 72642,1 cm2. Kedalam thickener Kedalam thickener ditentukan beradsarkan persamaan berikut:
HU =
C o H o 17 x0.05 = = 2,8333 CU 0.3
25
ϕ U = 69,5 det ik H=
FC F φU 10000 x0,05 x69,5 = = 1,328cm AρCU 72642 x0,3x1,2
Kedalan thickener bila dihitung berdasarkan kelaman seksi sedimentasi sangat kecil, oleh sebab itu kelaman thickener ditentukan berdasarkan kedalaman beningan (3 ft sampai10 ft) yang seharusnya dirancang dengan dasar pertimbangan agar pengambilan beningan betul terbebas dari padatan, juga kemiringan dasar thickener dengan pertimbangan kemudahan pengambilan padatan. Kedalaman total thickener biasa sekitar 10 ft sampai 15 ft. Contoh ukuran thickener untuk bentuk rectangular dan sirkular yang sering dijumpai pada pemisahan primer pada pengolahan limbah (Reynolds, 1982) Uraian Kisaran Nilai umum nilai Rectangular 12 10 – 15 -Kedalaman, ft 80 – 130 50 – 300 -Panjang,ft 16 – 32 10 – 80 -Lebar.ft 3 -Kecepatan flight, 2 – 4 ft/menit Circular -Kedalaman, ft -Diameter, ft -Kemiringan dasar, in/ft Kecepatan flight, rpm
10 – 15 10 – 200 ¾-2 0,02 – 0,05
12 40 – 150 1 0,03
Gambar 12. Gambar Sederhana Bak Sedimentasi
26
Gambar 13. Thickener bentuk rectangular
27
Tangki Sedimentasi dengan Pipa Umpan Melalui Bawah Tanki
Tangki Sedimentasi dengan Pipa Umpan Menembus Dinding Tangki
Gambar 14. Thickener bentuk circular
28
PENGENDAPAN TIPE III FLOKULASI Flokulasi atau koagulasi adalah termasuk operasi sedimentasi, dengan penambahan flocculant agent menyebabkan terjadinya penggabungan butir padatan selama mengendap. Sehingga flokulasi atau koagulasi merupakan peristiwa yang kompleks, karena kecepatan pengendapan dipengaruhi beberapa faktor antara lain sifat butir dan ukuran padat , sifat fluida, dan sifat flocculant agent. Untuk dasar perancangan flokulator digunakan data pengamatan secara batch di laboratorium Pengamatan flokulasi secara batch Alat yang digunakan berupa kolom yang dilengkapi lobang-lobang pengambilan cuplikan pada beberapa posisi. Tinggi kolom sekitar 3 meter atau tergantung dengan berapa banyak konsentrasi padatan dalam sludge yang diinginkan. Sedangkan diameter kolom sekitar 15 cm agar pengaruh dinding dapat diabaikan atau disesuaikan dengan tinggi kolom agar tidak patah. Percobaan dilakukan sebagai berikut; slurry yang telah dicampur dengan flocculant agent diaduk agar uniform dimasukkan ke dalam kolom. Setiap selang waktu tertentu diambil cuplikan dari setiap posisi untuk ditentukan konsentrasi padatannya. Data yang didapatkan adalah konsentrasi padatan © fungsi posisi (Z) dan waktu (t). Beradasarkan data tersebut kemudian ditentukan percent removal padatan ® untuk masingmasing cuplikan. Digambarkan hubungan antara pecent removal versus waktu dan posisi. Setelah itu ditentukan overall removal (Rt) versus kecepatan pengendapan padatan (v) dan waktu. Persamaan yang digunakan sebagai berikut:
Percent removal =
Konsentrasi. pada tan pada.t 0 − konsentrasi. pada tan pada.t konsentrasi. pada tan pada.t 0
Overall removal = (Rt) ∆h ∆h ∆h Rt = % R1 + 1 (% R2 − % R1 ) + 2 (% R3 − % R2 ) + 3 (% R4 − % R3 ) + ... H H H v=
tinggi.kolom.atau.tinggi.l int asan. pada tan H = waktu.untukRt.tertentu t
Untuk lebih memahami cara perhitungan pada peristiwa ini dibicarakan contoh perancangan tangki koagulasi sebagai berikut: Contoh soal
Rancanglah ukuran tangki koagulasi yang sebaiknya dibuat, untuk mengendapkan padatan sebanyak 60% dari padatan dalam umpan. Bila diketahui konsentrasi padatan dalam umpan 400 mg per liter atau 400 ppm dengan debit 100 m3 per jam. Berdaskan pengalaman faktor scale-up untuk kecepatan overfllow 0,65 dan untuk waktu tinggal 1.75. Data pengamatan secara batch yang berupa konsentrasi padatan (mg/l), fungsi waktu (menit), dan posisi lobang pengambilan cuplikan (ft) disajikan dalam tabel berikut ini:
Kedalaman, ft 2 4 6 8
Kedalaman, ft 2 4 6 8
t=10 menit 264 308 343 682
Konsentrasi padatan,mg/l t=20 t=30 t=45 t=60 menit menit menit menit 100 122 162 236 144 198 225 272 205 213 252 297 942 881 810 765
t=10 menit 0,34 0,23 0,142 -
Percent removal t=20 t=30 t=45 menit menit menit 0,70 0,59 0,41 0,51 0,44 0,32 0,47 0,37 0,257 -
t=60 menit 0,82 0,64 0,49 -
29
Data ini digambarkan dengan koordinat waktu (menit) vs kedalaman (ft) dengan parameter percent removal, sebagai berikut:
Berdasarkan gambar tersebut kemudian ditentukan overall removal (Rt) dan kecepatan pengendapan (Vo) sebagai berikut: Kurva 20% T= 16,5 menit = 0,275 jam gal 8 ft ⎛ 1440menit ⎞⎛ 7,48 gal ⎞ ⎟⎟ = 5222,5 Vo = ⎜ ⎟⎜⎜ 3 16,5menit ⎝ hari. ⎠⎝ ft hari. ft 2 ⎠ 6 (30 − 20) + 3,05 (40 − 30) + 1,55 (50 − 40) + 0,85 (60 − 50) + 0,4 (70 − 60) 8 8 8 8 8 Rt = 34,82
Rt=20+
Kurva 30% T= 30 menit = 0,5 jam gal 8 ft ⎛ 1440menit ⎞⎛ 7,48 gal ⎞ ⎟⎟ = 2872,32 Vo = ⎟⎜⎜ ⎜ 3 30menit ⎝ hari. ⎠⎝ ft hari. ft 2 ⎠ 6,3 3,5 (50 − 40) + 2 (60 − 50) + 1,15 (70 − 60) Rt = 30+ (40 − 30) + 8 8 8 8 Rt = 47,68
Kurva 40% T= 43 menit = 0,7166 jam gal 8 ft ⎛ 1440menit ⎞⎛ 7,48 gal ⎞ ⎟⎟ = 2154,24 Vo = ⎜ ⎟⎜⎜ 3 43menit ⎝ hari. ⎠⎝ ft hari. ft 2 ⎠ 5,85 (50 − 40) + 3,2 (60 − 50) + 2,2 (70 − 60) Rt = 40+ 8 8 8 Rt = 54,06 Kurva 50% T= 70 menit = 1,166 jam gal 8 ft ⎛ 1440menit ⎞⎛ 7,48 gal ⎞ ⎟⎟ = 1230,994 Vo = ⎜ ⎟⎜⎜ 3 70menit ⎝ hari. ⎠⎝ ft hari. ft 2 ⎠ Rt = 50+
7,15 (60 − 50) + 5,45 (70 − 60) 8 8
30
Rt = 65,75 Kurva 60% T= 85 menit = 1,416 jam gal 8 ft ⎛ 1440menit ⎞⎛ 7,48 gal ⎞ ⎟⎟ = 1013,76 Vo = ⎜ ⎟⎜⎜ 3 95menit ⎝ hari. ⎠⎝ ft hari. ft 2 ⎠ 7,2 (70 − 60) Rt = 60+ 8 Rt = 69 Dari hasil perhitungan ini dibuat grafik hubungan antara waktu vs overall removal dan grafik hubungan antara kecepatan pengendapan vs overall removal, sebagai berikut:
Berdasarkan gambar tersebut untuk total pengendapan 60% dapat ditentukan waktu pengendapan selama 0,94 jam dan kecepatan pengendapan 1625(gal/hari/ft2), data ini digunakan sebagai dasar perancangan bak koagulasi. Debit air limbah ayang akan dipisahkan padatannya = m 3 24 jam 1000l 1gal gal Q = 100 = 634,082 3 jam hari m 3,785l hari Q 634,082 = = 600 ft 2 Vox0,65 1625 x0,65 Q.xtx1,75 Kedalaman bak koagulasi yang dibutuhkan = H = = A 634,082 x0,9 x1,75 1hari 1 ft 3 = 8.22 ft 30 24 jam 7,48 gal Luas penampang bak koagulasi yang dibutuhkan =A=
31