BAB X RUNTUHNYA KABINET AMIR SYARIFUDDIN DAN MOH. HATTA
B
ab ke 10 ini akan membahas mengenai runtuhnya Kabinet Amir Syarifuddin dan Moh. Hatta. Kabinet Amir Syarifuddin dan Kabinet Moh, Hatta merupakan dua kabinet yang memegang pemerintahan
selama periode revolusi fisik berlangsung antara tahun 1945-1950. Kedua kabinet tersebut menjadi topik pembahasan politik pada Bab ini. TIK Setelah mempelajari Bab 10 ini, mahasiswa diharapkan dapat: 1. Mendeskripsikan program kerja Kabinet Amir Syarifuddin dalam menjalankan pemerintahan. 2. Menganalisis berbagai faktor penyebab runtuhnya Kabinet Amir Syarifuddin 3. Mendeskripsikan proses pergantian Kabinet Amir Syariffuddin ke Kabinet Hatta 4. Mendeskripsikan
strategi
Kabinet
Hatta
dalam
menjalankan
pemerintahan Indonesia 5. Menganalisis faktor eksternal dan Internal penyebab runtuhnya Kabinet Hatta. 6. Menganalisis peranan partai politik dalam pemerintahan Indonesia pada masa revolusi fisik.
Periode revolusi fisik tahun 1945 sampai 1950 dalam Pemerintah Republik Indonesia identik dengan jatuh bangunnya kabinet. Menurut Herbert Feith, jatuh bangunnya kabinet ketika itu karena pemimpin sentral Republik Indonesia terpecah mengenai berbagai aspek dari pandangan dan persepsi mengenai Republik Indonesia dan dunia. Dalam bidang politik luar negeri, persaingan antar elit terjadi di seputar dua pertanyaan, yaitu pertama, bagaimana menghadapi Belanda; dan kedua, persoalan perumusan identitas internasional Republik Indonesia. Mengenai yang pertama, pemerintah Republik Indonesia menghadapi
267 | S N I 5
tekanan politik yang amat kuat dalam perundingan dengan Belanda. Mengenai yang kedua, para elit bersaing, yang terpecah dalam garis politik dan ideologi, serta berbeda pandangan dalam konteks bipolarisme dunia (Ganewati Wuryandari, 2008:67-68). Tiga pasangan pemimpin angkatan 1945 dengan tiga dinamika perjuangan memberikan warna khas bagi revolusi Indonesia. Ketiga pasangan itu yaitu; Ir. Sukarno dengan Drs. Mohammad Hatta, Sutan Syahrir dengan Mr. Amir Syarifuddin, dan Tan Malaka dengan Jenderal Sudirman. Ir. Sukarno dan Drs. Mohammad Hatta duduk manunggal dalam pucuk pimpinan negara dan pemerintahan dari kalangan nasionalis, Sutan Syahrir dan Mr. Amir Syarifuddin membentuk suatu kekuatan baru yang bersendi pada pemikiran intelektualistis sebagai alumni dari PNI Gaya Baru dan Partindo, disamping itu pasangan Tan Malaka dan Jenderal Sudirman mempunyai urat dan akar langsung di kalangan pemuda - pemuda radikal dan anggota pasukan. Masa kabinet pertama ditandai dengan orang-orang yang menduduki kabinet sebagai kolaborator Jepang menjadi senjata Belanda dalam melakukan provokasi, dengan harapan Sekutu menilai pemerintah Republik Indonesia adalah buatan Jepang. Munculnya isu ini memberikan peluang Sutan Syahrir untuk melakukan kampanye bahwa perubahan dalam pemerintahan dianggap perlu guna memperkokoh kedudukan Republik Indonesia di dunia internasional, maka muncullah Sutan Syahrir dengan predikat bukan kolaborator Jepang ke panggung politik sebagai pimpinan eksekutif ditemani Mr. Amir Syarifuddin. Kampanye Sutan Syahrir untuk merombak pimpinan pemerintahan dan menghapus kolaborator Jepang menyinggung posisi Jenderal Sudirman sebagai pimpinan PETA. Maka Jenderal Sudirman mendekati Tan Malaka sebagai kekuatan penentang Sutan Syahrir. Semenjak tahun 1946 pimpinan tertinggi pemerintahan dipegang oleh pasangan Sutan Syahrir dengan Mr. Amir Syarifuddin dan pasangan Ir. Sukarno dengan Drs. Mohammad Hatta yang mendukung politik diplomasi Sutan Syahrir. Sebaliknya politik diplomasi ini ditentang oleh kelompok Tan Malaka dengan Jenderal Sudirman yang condong kepada garis politik keras. Maka pada proses diplomasi pertama dengan Belanda mengenai
268 | S N I 5
Perjanjian Linggarjati pasangan Tan Malaka dan Jenderal Sudirman menjadi oposisi terhadap kebijakan Sutan Syahrir melalui Persatuan Perjuangan. Peristiwa 3 Juli 1946 menjadi bukti sikap elit politik terhadap kebijakan Pemerintah. Reaksi atas peristiwa 3 Juli 1946 pasangan Ir. Sukarno dengan Drs. Mohammad Hatta berperan sebagai penengah, Jenderal Sudirman sendiri bersikap luwes, sedangkan kelompok Tan Malaka ditangkap. Salah satu corak sistem pemerintahan parlementer di Republik Indonesia yaitu menganut banyak partai, maka dalam menjalankan pemerintahan tidak ada partai yang dominan. Koalisi dari berbagai macam partai merupakan salah satu cara dalam memperkuat jalannya pemerintahan. Sedangkan partai yang tidak tergabung dalam koalisi membentuk oposisi. Pertentangan tidak hanya muncul dalam setiap individu tetapi juga muncul dalam partai politik yang bergabung dalam kelompok tertentu. Setelah muncul Persatuan Perjuangan yang berimbas pada pergolakan Kabinet Syahrir II, maka harapan muncul dengan menyatukan berbagai kalangan partai politik dalam Kabinet Syahrir III. Campur tangan presiden dalam pembentukan komposisi kabinet masih besar, kekuatan nasionalis (Partai Sosialis dan Partai Nasional Indonesia), agama (Masyumi dan Partai Kristen) dan komunis dari Partai Komunis Indonesia. Komposisi partai dalam kabinet diharapkan dapat menghancurkan kekuatan Dr. H.J. van Mook melalui meja perundingan. Setelah melalui perundingan dengan Belanda dan Agresi Militer Belanda I memunculkan pertentangan dalam kehidupan kepartaian di Republik Indonesia. Pertentangan ini memecah kekuatan menjadi dua kelompok yang saling beradu. Kedua kelompok itu ialah partai - partai pendukung pemerintah mengenai hasil Perjanjian Linggarjati. Kelompok yang mendukung Pemerintah dikenal dengan sebutan Sayap Kiri yang berasal dari Partai Sosialis, Pesindo, Partai Buruh, dan Partai Komunis Indonesia. Kelompok yang menentang Pemerintah dikenal dengan sebutan Benteng Republik yang berasal dari PNI, Masyumi, dan Partai Rakyat. Dibawah ini dijelaskan mengenai bagaimana kabinet yang berlaku di Indonesia pada awal kemerdekaan.
269 | S N I 5
A. Kabinet Amir Syarifuddin Latar
belakang
terbentuknya
kabinet
Amir
Syarifuddin
dengan
dikeluarkannya maklumat Wakil Presiden no.x pada tanggal 16 Oktober 1945 yang menjadi landasan perubahan sistem pemerintahan Presidensiil menjadi sistem parlementer. Sutan Syahrir menjadi orang pertama yang dipercaya menjabat sebagai Perdana menteri di dalam sistem parlementer tersebut yang kemudian karena adanya sikap pro dan kontra terhadap perjanjian Linggajati Kabinet Syahrir bubar dan digantikan oleh Kabinet Amir Syarifuddin (Surono, 2005) Perpecahan di kubu Kabinet Syahrir, yaitu terjadi mosi tidak percaya dari Masyumi yang merupakan akibat dari Perundingan Linggarjati. Di dalam Partai Sosialis juga terjadi perpecahan, dimana Syahrir dikenal sebagai Partai Sosialis Kanan dan Amir Sjarifuddin sebagai Partai Sosialis Kiri. Seperti kita ketahui, Partai Sosialis Kiri kemudian bergabung dengan Partai Komunis Indonesia dalam Front Demokrasi Rakyat (FDR) ((Slamet Mulyana, 2008)
Gambar. Amir Syarifuddin, tokoh sosialis, komunis, dan menteri Indonesia. Sumber foto: PNRI.go.id
Pada pukul 03.15, Presiden Soekarno menerima secara resmi penyerahan mandat kabinet Syahrir dan sejak saat itu kekuasaan sepenuhnya terdapat ditangan Presiden. Pada malam itu datang kabar dari pihak Belanda yang mengharapkan
270 | S N I 5
jawaban pemerintah Indonesia paling lambat tanggal 27 Juni 1947. Demikianlah pada malam itu dibentuk komisi untuk membantu presiden dalam menyusun jawaban atas nota pemerintah Belanda. Panitia dibantu oleh Amir Sjarifuddin (Partai Sosialis), Sujono Hadinoto (PNI), Harsono Cokroaminoto (Masyumi), Tambunan (Parkindo) dan Kasimo (PKRI). Presiden Soekarno pada tanggal 30 Juni telah menunjuk Amir Syarifuddin, Sukiman, A.K Gani dan Setiadjit sebagai formatur untuk membentuk kabinet koalisi, tetapi gagal membentuk kabinet nasional. Dalam tempo 14 jam, kabinet nasional terbentuk. Pada tanggal 3 Juli, kabinet baru dibawah pimpinan Amir Syarifuddin dilantik. Dan kabinet ini bertugas untuk menjawab nota dari Belanda (Slamet Mulyana, 2008). Soekarno menunjuk Amir untuk membuktikan kepiawannya mengusung kabinet dan menjalankan pemerintahannya. Presiden menuntut Perdana Menteri yang baru untuk membentuk kabinet koalisi antara PS, PNI, Masyumi, dan PBI. Akan tetapi usaha ini gagal. Amir kemudian membentuk kabinet sesuai kemampuan. Pada dasarnya, Amir masih mengandalkan Partai Sosialis sebagai penyokongnya, ditambah dari PNI dan Masyumi. Untuk pertama kalinya pula seorang Katolik, pemimpin Parkindo (Partai Katolik Indonesia) I. J. Kasimo dan seorang
komunis
Maruto
Darusman,
menduduki
kursi
dalam
kabinet
pemerintahan. Amir pun masih mengunci jabatan Menteri Pertahanan. Adapun Program Kerja Kabinet Amir Syarifuddin yaitu: 1. Menjawab Nota Dari Belanda Nota Belanda pada tanggal 29 Juni yang dikirim oleh Van Mook belum mendapat jawaban dari Presiden. Nota inilah yang harus dijawab oleh Kabinet Amir. Nota balasan akhirnya dikirim oleh Kabinet amir pada tanggal 8 Juli. Isinya yang perlu mendapat perhatian adalah Pemerintah Republik ingin perhubungan luar negeri Republik Indonesia yang telah ada diberi tempat yang sesuai dalam rencana yang dimaksudkan. Berkenaan dengan soal keamanan dan ketertiban dalam negeri, pemerintah tetap berpendirian seperti yang telah tertera dalam nota presiden.
271 | S N I 5
Pertemuan antara Perdana Menteri Amir Syarifuddin dengan Jenderal Van Mook berlangsung pada tanggal 14 dan 15 juli 1947. Perundingan menemui jalan buntu. Indonesia tetap mempertahankan kesatuan bersama. Indonesia tidak mau kalah dengan pihak Indonesia dan menginginkan perhentian permusuhan. Keinginan tersebut disambut baik oleh kedua belah pihak dan keduanya mengumumkan perhentian permusuhan. Tetapi pihak Belanda ingkar dan yang harus menghentikan permusuhan hanya dari pihak Indonesia.
Gambar. Kabinet Amir Syarifuddin pada saatrapat dengan Soekarno. Sumber: http://kepustakaan-presiden.pnri.go.id
Aksi perhentian permusuhan ini gagal setelah Perdana Menteri Belanda Dr. Louis memberikan kuasa penuh kepada Van Mook untuk melakukan aksi militer karena Indonesia tidak memenuhi Persetujuan Linggarjati dan menolak usul Belanda. Akibat ucapan dari Dr. Louis, di Indonesia terjadi penangkapan besar-besaran tokoh-tokoh di Indonesia. dengan demikian Kabinet Amir Syarifuddin gagal dalam membalas nota dari Jenderal Van Mook. Dalam menjalankan pemerintahannya, Kabinet Amir mengalami beberapa masalah misalnya : 1. Gagalnya perjanjian Renville Perundingan resmi digelar di atas kapal angkut Amerika Serikat bernama Renville yang berlabuh di lepas pantai Jakarta pada 8 Desember. Seperti yang dilakukan Sjahrir semasa menjabat pimpinan pemerintahan, Amir mengetuai delegasi perundingan dari pihak Indonesia. Adapun pihak Belanda dipimpin oleh Kolonel KNIL bernama Abdulkadir Wijoyoatmojo. Pihak Belanda berusaha agar garis
pertahanan
yang
telah
berhasil
direbut
pada
Agresi
Militernya
272 | S N I 5
dipertahankan. Sedangkan RI meminta agar tentara Belanda menarik diri ke kedudukan semula sesuai perundingan Linggarjati. Agenda lainnya adalah ketika persoalan pembentukan Republik Indonesia Serikat. Belanda mengusulkan agar bahwa RI adalah salah satu negara bagian disamping Negara Sumatera, Negara Indonesia Timur, Negara Pasundan dan lain-lain. Padahal, hasil salah satu perundingan Linggarjati adalah bahwa RIS adalah pemerintahan sementara (interim government) yang dibawahi oleh RI dan Belanda. Saat perundingan berjalan, Belanda seakan mengancam secara halus apabila konsesi-konsesi yang ditawarkan tidak diindahkan, maka mesiu yang selanjutnya bicara. Amerika Serikat pun tidak akan mendukung Indonesia apabila menolak penawaran Belanda. Amir berdiri terjepit. Pada akhirnya pada 17-19 Januari 1948, Perundingan Renville selesai dan kesepakatan disetujui. Dengan disetujui perjanjian Renville membuat kerugian di pihak Indonesia dan hal inilah yang menjadi penyebab jatuhnya Kabinet Amir Sjarifuddin. 2.
Agresi Militer Belanda 1 Pasal-pasal yang ada dalam perundingan Linggarjati banyak menimbulkan
kesalahpahaman di antara Belanda dan Indonesia. Setelah menandatangani perjanjian Linggarjati, Indonesia membuka kantor diplomatik dinegara lain. Usaha ini dimaksudkan untuk mencari dukungan dari luar negeri. Keadaan ini tidak dapat diterima oleh Belanda, sehingga hubungan luar negeri harus menyangkut dengan Belanda. Kesalahpahaman ini mengirimkan ultimatum kepada Indonesia untuk membentuk tentara keamanan bersama. Ultimatum ini ditolak oleh Indonesia sehingga Belanda melancarkan agresi militernya ke Indonesia. Serangan militer dilancarkan Belanda ke Indonesia pada tanggal 21 Juli 1947. Dari Jakarta dan Bandung dua divisi Belanda bergerak menduduki sebagian besar wilayah Jawa Barat. Dari Surabaya, dua brigade bergerak menguasai sebagian besar Jawa Timur dan Madura. Kesatuan wilayah perkebunan di Sumatera Timur menguasai instalasi minyak bumi dan batu bara di daerah Palembang. Kekuatan
personil keamanan Indonesia sangat tidak berdaya
273 | S N I 5
mengahadapi serangan ini, sehingga banyak wilayah Indonesia yang diterapkan dalam Perundingan Linggarjati jatuh ke tangan Belanda (Aritanto, 2011:23). Pada saat perundingan berlangsung diadakan reshuffle Kabinet Amir Syarifuddin. Tujuan pemerintah adalah untuk memperkuat kabinetnya dalam rangka mengahadapi perundingan dengan Belanda. Walaupun kabinet Amir merupakan kabinet koalisi yang kuat, namun setelah kabinet Amir menerima hasil perjanjian Renville, partai-partai politik kembali menentangnya dan menarik kembali menteri-menterinya dari kabinet. Sebagai hasil sidang Dewan partai tanggal 18 Januari 1948, PNI menuntut supaya Kabinet Amir menyerahkan mandatnya kepada Presiden. PNI menolak Persetujuan Renville, karena persetujuan tersebut tidak menjamin dengan tegas akan kelanjutan dan kedudukan Republik. Kabinet Amir yang hanya didukung oleh sayap kiri tidak berhasil dipertahankan dan pada tanggal 23 Januari 1948 Amir Sjarifuddin menyerahkan kembali mandatnya kepada Presiden Soekrano (Djoened, 1993:144). Didalam tubuh pemerintahan terjadi pertentangan internal terkait hasil Perundingan Renville yang ditanda tangani oleh Amir. Sebelum penandatangan terjadi, Sjahrir dan pengikutnya yang telah melebur didalam PS membentuk Partai Sosialis Indonesia (PSI) pada 12 Februari di Yogyakarta. PNI dan Masyumi menilai Amir membawa pulang kekalahan yang sangat merugikan. Tidak bedanya dengan Sjahrir, Amir pun ditikam dari belakang oleh rekan-rekannya sendiri. PNI dan Masyumi menarik perwakilannya dari jajaran kabinet pemerintahan. Itu berarti Amir tidak lagi mendapat suara mayoritas dari Parlemen. Koalisi hancur, kabinet menjadi lumpuh dan Amir membubarkan kabinetnya pada 23 Januari 1948.
B. Kabinet Moh. Hatta Dugaan mengenai terpilihnya Drs. Mohammad Hatta sebagai pengganti Mr. Amir Syarifuddin sudah diketahui jauh hari sebelum Kabinet Amir Syarifuddin jatuh. Terpilihnya Drs. Mohammad Hatta sebagai perdana menteri terkait dengan kondisi kabinet sebelumnya sesuai dengan pendapat Herbert Feith, ditambah dengan besarnya pencitraan pemimpin Republik Indonesia kala itu
274 | S N I 5
dimana terjadi ketergantungan tokoh politik kepada Ir. Sukarno dan Drs. Mohammad Hatta. Pada tanggal 24 Januari 1948 Kabinet Amir Syarifuddin menyerahkan jabatannya sebagai perdana menteri kepada presiden. Malam itu juga presiden menunjuk Drs. Mohammad Hatta sebagai formatur kabinet. 1.
Program Kerja Kabinet Hatta Masa kerja Kabinet Hatta dimulai pada tanggal 29 Januari 1948 sampai 4
Agustus 1949. Masa kurun waktu 18 bulan atau satu setengah tahun bukanlah masa yang panjang dan bukan berarti program kerja yang direncanakan dapat berjalan dengan baik. Terdapat kejadian diluar dugaan yang mempengaruhi jalannya roda pemerintahan Kabinet Hatta. Adapun kejadian dalam negeri yang mempengaruhi Pemerintahan Kabinet Hatta adalah sebagai berikut: 1. Bulan pertama sampai Agustus 1948 Kabinet Hatta berusaha untuk menyelenggarakan Perjanjian Renville dengan Belanda walaupun menemui jalan buntu. 2. Bulan September 1948 timbul Pemberontakan PKI di Madiun. Peristiwa ini dapat diatasi dalam waktu dua minggu. 3. Bulan Desember 1948 sampai Juli 1949 terjadi Agresi Militer Belanda II dan tokoh tokoh Pemerintah ditawan. Pada 22 Desember 1948 Presiden Soekarno, Perdana Menteri Hatta, dan beberapa menteri ditawan Belanda (Moh. Hatta,1979:543), sampai dibebaskan kembali pada tanggal 6 Juli 1949. Kepemimpinan dilimpahkan kepada Menteri Kemakmuran Mr. Syafruddin Prawiranegara yang mengungsi ke Sumatera (Zed, 1997)
Terdapat dua bagian dalam program kerja Kabinet Hatta, adapun hasil program kerja selama Kabinet Hatta menjalankan pemerintahan adalah sebagai berikut: 1) Penyelenggaraan Persetujuan Renville Persetujuan gencatan senjata dan dasar-dasar untuk mencapai persetujuan politik merupakan syarat utama Persetujuan Renville. Meskipun dalam pelaksanaannya kemerdekaan dagang dan lalu lintas yang merupakan bagian dari gencatan senjata tidak dapat diselesaikan dikarenakan Belanda
275 | S N I 5
menganggap hal ini termasuk dalam persetujuan politik. Hambatanhambatan dalam sikap Belanda yang keras kepala dan selalu menuduh Republik Indonesia melakukan pelanggaran gencatan senjata sering terjadi dalam delapan bulan pertama.
Gambar. Mohammad Hatta. Sumber: Indonesian Embassy in the Netherlands
Pokok Persetujuan Renville ialah pembentukan Negara Indonesia Serikat, pembentukan pemerintah interim, Uni Indonesia Belanda dan Plebisit. Mengenai pembentukan pemerintahan interim, Uni Indonesia Belanda dan Plebisit merupakan hal yang banyak mengalami pertentangan. Kedudukan Tentara Republik Indonesia dan perhubungan Republik Indonesia dengan luar negeri menurut Belanda keduanya harus dihapuskan, sebaliknya Tentara Republik Indonesia harus digunakan sebagai sumbangan dalam pembangunan Tentara Federal Negara Indonesia Serikat. Hubungan Republik Indonesia dengan luar negeri tidak bisa dihapuskan karena masa interim merupakan masa yang dinamis bukan suatu masa yang berhenti atau mundur. Konsepsi Belanda mengenai Uni Indonesia Belanda tidak jelas, sebab Belanda berpegang pada dua fikiran yang berlainan. Satu sisi mengakui Uni adalah perhubungan antara dua negara yang sama-sama merdeka tetapi di sisi lain bentuknya disesuaikan dengan sistem kakaisaran yang dahulu.
276 | S N I 5
Mengenai plebisit Republik Indonesia berpendapat hanya diadakan di daerah-daerah Republik Indonesia yang diduduki Belanda setelah Agresi Militer I, tetapi dari pihak Belanda akan diadakan di seluruh Jawa, Sumatra dan Madura (Toer, 2003). Bahkan Belanda membentuk negara boneka dan melakukan plebisit dengan sengaja tanpa memberitahukan terlebih dahulu kepada KTN (Kahin, 1995). Dengan perbuatannya itu menimbulkan kesan seolah-olah tidak ingin mencapai persetujuan, karena akan berakibat pada lahirnya Negara Indonesia Serikat. Sampai dengan bulan Agustus 1948 hasil perundingan politik hampir nihil, lagi pula Belanda menunggu instruksi dari Den Haag dalam soal tersebut, maka pihak Republik Indonesia dengan resmi menyatakan menunda segala perundingan politik. Berbagai perbuatan Belanda yang mengindikasikan adanya ketidakinginan dalam tercapainya Negara Indonesia Serikat dimanfaatkan pihak Republik Indonesia untuk menarik simpati anggota KTN maupun negara-negara di dunia yang tergabung dalam PBB. 2) Rasionalisasi dan Reorganisasi Dasar rasionalisai adalah perimbangan antara pengeluaran dengan pendapatan. Jalan yang harus ditempuh untuk mencapai perimbangan itu menurut Moh. Hatta, (1992) ialah: a. Mengurangkan pengeluaran negeri b. Memperbesar masuknya pajak c. Memperbesar produksi d. Mengadakan sanering uang berhubung dengan banyaknya uang palsu yang beredar dan dengan merosotnya mata uang. Menurut Ketetapan Presiden tanggal 13 Agustus 1948 telah ditetapkan Undang-Undang Nomor 25 Tentang Penetapan Pajak. Berhubungan dengan besarnya biaya penghidupan dewasa ini akan terdapat perubahan dalam tarif pajak dengan memperhatikan keadaan keuangan negara (Pramodya, 2003). Blokade Belanda menyulitkan pihak Republik Indonesia dengan memotong sumber pendapatan, pembelian senjata
dan
pasokan
obat-obatan.
Republik
Indonesia
terpaksa
277 | S N I 5
megeksploitasi opium yang ditinggalkan oleh Belanda dan Jepang (Rose, 1991) Drs. Mohammad Hatta menunjukkan keberhasilan pemerintahnya dengan menyatakan bahwa meskipun dalam situasi darurat, pemerintah berhasil memperluas sawah sampai 75.000 hektar, membentuk berbagai koperasi
pertanian,
mengendalikan
harga-harga
dan
mencegah
penimbunan. Untuk memperbesar produksi koperasi pemintalan benang Pemerintah telah memberikan modal sebesar Rp. 5 juta di Silungkang, Sawahlunto, Sumatra Barat. Sementara itu untuk memperbesar usahausaha koperasi rakyat di Sumatera Barat Pemerintah juga telah memberikan sejumlah modal dengan perjanjian bahwa pokok tersebut habis 3 bulan supaya dikembalikan.
Pada tanggal 11 Agustus 1948
dikeluarkan uang kertas baru Uang Republik Indonesia (ORI) bernilai Rp. 100,00.10 Mulai 1 November diedarkan ORI baru bernilai Rp. 40,00, Rp. 100,00, dan Rp. 400,00. Dimulai usaha rekonstruksi dan koordinasi di kalangan-kalangan kepolisian ketentaraan. Dengan Penetapan Wakil Presiden merangkap Menteri Pertahanan, maka mulai tanggal 1 April 1948 dihapuskan susunan Polisi Tentara (PT), Polisi Tentara Laut (PTL), Polisi Angkatan Udara (PAU) dan Pengawas TNI. Sejak itu anggota-anggota badan tersebut disatukan dalam satu Corps Polisi Militer (CPM). Badan ini terbagi dalam dua corpsen, yaitu Corps Polisi Militer di Jawa dan Corps Polisi Militer di Sumatera. Dengan perubahan tersebut, sekarang hanya ada dua alat kepolisian negara yaitu Polisi Negara dan Corps Polisi Militer. Dalam wawancara Wakil Panglima Besar Jenderal Mayor A.H. Nasution dengan wartawan Antara pada tanggal 26 Mei 1948 mengenai rencana rasionalisasi tentara. Setelah pelaksanaan gencatan senjata lebih kurang sudah ada 50.000 orang yang sudah dan akan dipindahkan ke lapangan pembangunan. Untuk mencapai pembentukan tentara reguler maka akan diadakan seleksi baik dalam hal semangat maupun kepandaian militer. Karena berbagai kesukaran baik material maupun psikologis
278 | S N I 5
pelaksanaan rasionalisasi ini belum dapat seluruhnya berjalan dengan lancar. Tetapi di berbagai daerah di Jawa Tengah yaitu Magelang dan sekitarnya serta Jawa Timur usaha ke arah itu dapat terlaksana. 2. Strategi Kabinet Hatta Dalam Menjalankan Pemerintahan Tujuan politik luar negeri pada masa Kabinet Hatta adalah mendapatkan pengakuan dunia internasional. Tidak hanya khusus pada politik luar negeri saja, bahwa yang termuat dalam program kerja kabinet condong ke arah pengakuan kedaulatan. Pencapaian pengakuan di dunia internasional tidak akan tercapai apabila negara yang kembali menjajah Indonesia belum mengakui Indonesia sebagai negara yang merdeka. Untuk itu setiap kabinet pasti mempunyai strategi dalam mencapai tujuannya. Menurut William D. Coplin terdapat empat indikator yang dapat dipakai untuk memahami perilaku politik luar negeri (Wuryandari, 2008). Tentu saja Kabinet Hatta I pasti melihat indikator tersebut sebagai pendukung dalam melaksanakan strateginya.
Gambar. Kabinet Hatta I dalam forum rapat. Sumber: Wikipedia.com
Adapun strategi Kabinet Hatta dalam menjalankan pemerintahannya adalah sebagai berikut: 1. Konteks Internasional Situasi politik internasional yang sedang terjadi pada waktu tertentu dapat mempengaruhi bagaimana negara itu akan berperilaku. Dalam kaitan ini, William D. Coplin lebih lanjut menyatakan bahwa ada tiga elemen penting dalam membahas dampak konteks internasional terhadap politik luar negeri suatu negara, yaitu geografis, ekonomis dan politis. 279 | S N I 5
Perancang kebijakan Amerika Serikat menganggap Hindia Belanda sebagai gabus yang diatasnya ekonomi Belanda berpijak, yang menyediakan 20 persen pendapatan nasionalnya dan bila bisa dipulihkan kembali akan sangat berguna bagi negara itu. Mereka yakin bila Belanda tidak terus mengendalikan minyak, timah, karet dan kopra dari kepulauan tersebut, bahkan suntikan dana Amerika Serikat secara besar-besaran tidak akan dapat memperkuat perekonomian negara itu, sehingga bisa menghambat kekuatan politik radikal di sana. Demikian pula investasi Amerika Serikat di Indonesia khususnya minyak dan karet, mempengaruhi kebijakan Amerika Serikat (Kahin, 1997). Pembagian dunia atas dua blok, yakni blok sosialis komunis Uni Soviet dan blok demokrasi kapitalis Amerika Serikat. Masing - masing negara yang adikuasa ini berupaya menarik sebanyak mungkin negara ke dalam ruang lingkup pengaruhnya. Persaingan dan pertentangan di antara keduanya mempengaruhi strategi politik yang akan dilaksanakan oleh negara manapun di dunia (Fernandes, 1998) Perebutan pengaruh ideologi dalam kawasan tertentu terutama Indonesia berakibat pada pasang surutnya hubungan Amerika Serikat dengan Republik Indonesia dan Uni Soviet dengan Republik Indonesia. Melihat perkembangan komunis yang dominan pasca Perang Dunia II di Eropa Barat dibandingkan dengan Asia membuat fokus perhatian Amerika Serikat condong kepada Eropa terutama Belanda. Tetapi sejak pertengahan 1948, dengan adanya kemajuan komunisme di negeri Cina, negara-negara di Asia Selatan dan Tenggara nampaknya memasuki front perbatasan komunis yang sedang bergerak maju. Pemerintah Amerika Serikat secara berangsur-angsur beralih kepada suatu apresiasi yang lebih baik terhadap Republik Indonesia. Sebagai pesaing Amerika Serikat, Uni Soviet bertindak sebaliknya. Awal perjuangan kemerdekaan Indonesia selalu didukung Uni Soviet melalui Dewan Keamanan PBB mengenai perang Indonesia dengan NICA. Tetapi setelah komunis dihancurkan oleh Pemerintah Drs. Mohammad Hatta pada September 1948 maka Uni Soviet bersifat menjauh.
280 | S N I 5
Drs. Mohammad Hatta mengarahkan perhatian pada struktur kekuatan bipolar yang muncul di dunia internasional setelah perang dunia II, dengan menyatakan: Tidak perduli betapapun tampak lemahnya kita sebagai bangsa yang baru memenangkan kemerdekaan jika dibandingkan dengan dua raksasa dalam konflik tersebut Amerika Serikat dan Uni Soviet pandangan pemerintah ialah bahwa kita harus tetap mendasarkan perjuangan kita atas prinsip bahwa kita harus percaya kepada diri sendiri dan bahwa kita harus berjuang dengan kekuatan dan kemampuan kita sendiri. Hal ini bukan berarti bahwa Republik Indonesia tidak akan mengambil keuntungan dari pergolakan politik internasional.
Untuk
mencapai
kedudukan
negara
yang
kuat
ialah
mempergunakan pertentangan internasional yang ada untuk mencapai tujuan nasional. Tetapi hendaknya didasarkan atas realitas yang ada. Tidak dengan sendirinya memilih diantara dua aliran yang bertentangan, yaitu komunis dan demokrasi kapitalis. Betapapun besarnya kedekatan terhadap salah satu dari kedua aliran tersebut. Tetapi tetap menentukan langkah sendiri dalam mencapai kemerdekaan 2. Perilaku Pengambil keputusan Dalam hal ini mencakup pihak eksekutif, kementrian dan lembaga negara di suatu pemerintahan. Perilaku Pemerintah yang dipengaruhi oleh persepsi, pengalaman, pengetahuan dan kepentingan individu dalam pemerintahannya menjadi faktor penting dalam penentuan kebijakan luar negeri. Pada tanggal 4 November 1948 Drs. Mohammad Hatta mengatakan bahwa keadaan politik yang menyelimuti hubungan Republik Indonesia dengan Belanda buruk sekali. Tetapi Drs. Mohammad Hatta masih percaya bahwa Republik Indonesia akan menarik keuntungan jika tetap melanjutkan perundingan. Selama Belanda masih tampak sebagai agresor, selama itu pula Republik Indonesia mendapatkan uluran tangan Dewan Keamanan, dalam hal ini simpati yang merupakan faktor kekuatan psikologis. Hingga akhirnya terjadi perundingan terakhir di Kaliurang sebelum Agresi militer Belanda II. Tanggal 11 Desember 1948 Belanda menyatakan bahwa perundingan di bawah pimpinan KTN sudah tidak ada gunanya lagi, dengan pernyataan ini
281 | S N I 5
terputuslah perundingan dengan Republik Indonesia. Atas saran Merle H. Cochran, tanggal 13 Desember Drs. Mohammad Hatta kembali membuka perundingan. Drs. Mohammad Hatta menyatakan bahwa Republik Indonesia bersedia memberikan konsesi lebih jauh, yaitu bersedia menyetujui kekuasaan penuh Wakil Belanda dalam suatu Pemerintah Federal Sementara, asalkan Republik
Indonesia
duduk
di
dalamnya.
Tetapi
Belanda
menuntut
diperbolehkannya tentara Belanda memasuki daerah Republik Indonesia untuk mengurusi masalah keamanan dan ketertiban. Betapa sulitnya untuk merubah Belanda untuk berbelok pada pendiriannya melihat kondisi Republik Indonesia yang lemah. Mereka tidak mampu melihat kenyataan bahwa simpati kepada Republik Indonesia baik secara eksternal maupun internal bisa meningkat menjadi kekuatan pemaksa yang lebih besar dibandingkan dengan kekuatan militer. Sesaat setelah Agresi Militer Belanda II dilancarkan, Drs. Mohammad Hatta mengadakan sidang darurat kabinet di Gedung Agung. Pada pembahasan terakhir mengenai apakah presiden dan wakil presiden akan ikut bergerilya atau tetap dalam kota. Keputusan akhir bahwa presiden dan wakil presiden tetap berada dalam kota. Critchley selaku anggota Australia untuk Komisi Tiga Negara pengganti C. Kirby berpendapat; Penangkapan mereka oleh pihak Belanda memberikan fokus perhatian bagi Komite Jasa Baik dan Dewan Keamanan supaya melepaskan dan mengembalikan mereka ke Yogyakarta. Penangkapan ini lebih merupakan usaha untuk menjaga status mereka sebagai pemimpin nasional, yang ditangkap di ibukota, ketimbang muncul sebagai pemberontak yang lari ke hutan-hutan. Menurut Drs. Mohammad Hatta, ada dua alasan mengapa ia dan Ir. Sukarno tidak bisa lari ke pegunungan pada akhir sidang darurat kabinet. Pertama, tidak cukup banyak pasukan di kota yang bisa melindungi pelarian mereka. Kedua, lebih menguntungkan dari sudut pandang laporan Komisi Tiga Negara kepada PBB, karena mereka akan dianggap sebagai korban Agresi Militer Belanda II. 3. Kondisi Ekonomi dan Militer
282 | S N I 5
Blokade Belanda menyulitkan pihak Republik Indonesia dengan memotong sumber pendapatan, pembelian senjata dan pasokan obat-obatan. Republik Indonesia terpaksa megeksploitasi opium yang ditinggalkan oleh Belanda dan Jepang. Dengan pelaksanaan program kerja Drs. Mohammad Hatta dapat menunjukkan keberhasilannya, perluasan sawah, sanering, koperasi dan peminjaman modal dari Pemerintah dapat dilaksanakan dalam kondisi yang terbatas. Pelaksanaan Hijrah pasukan Republik Indonesia merupakan ujian dimana Pemerintah Republik Indonesia akan mendapatkan penilaian dari dunia internasioanal dalam bidang-bidang sebagai berikut; Pertama, pelaksanaan administrasi Pemerintah Republik Indonesia untuk dapat membedakan mana pasukan Pemerintah dan mana yang tidak. Kedua, apakah Pemerintah cukup berwibawa, sehingga perintah-perintah akan ditaati oleh pasukannya. Ketiga, apakah pasukan Pemerintah cukup berdisiplin untuk melaksanakan tugas itu. Pembentukan tentara reguler sesuai dengan program kerja memperbaiki kinerja tentara Republik Indonesia dilihat dari segi persenjataan, moril maupun pengetahuan dalam bertempur. Ditambah lagi setelah terjadi peristiwa Pemberontakan PKI di Madiun tentara di Jawa lebih terintegrasi. Hal ini menjadi bukti betapa baik, loyal dan terkoordinirnya kekuatan ketentaraan Republik Indonesia. 4. Politik Dalam Negeri Yang dilihat adalah sistem pemerintahan atau birokrasi yang dibangun dalam suatu pemerintahan serta pengaruhnya terhadap perpolitikan nasional. Situasi politik yang terjadi dalam negeri akan memberikan pengaruh dalam perumusan dan pelaksanaan politik luar negeri. Pembentukan suatu kabinet presidensil yang bersifat nasional dan mencakup semua partai merupakan tujuan Drs. Mohammad Hatta dalam membentuk kabinet yang kuat. Drs. Mohammad Hatta memilih menggunakan sistem pemerintahan presidensil daripada parlementer. Pertama, hal ini terkait dengan kejadian kabinet sebelumnya yang terlalu mudah digulingkan pihak oposisi karena tidak ada kekuatan yang ada pada perdana menterinya. Kedua, kedudukan Dwitunggal tidak hanya merupakan simbol negara dilihat dari dasar konstitusionalnya
283 | S N I 5
tetapi juga sebagai pemimpin-pemimpin besar yang merupakan pusat dari kepercayaan rakyat sehingga mempermudah mengkonsolidasikan berbagai golongan. Ketiga, tidak adanya ikatan partai memberikan peluang Drs. Mohammad Hatta untuk memilih menteri yang duduk dalam kabinet sesuai dengan keahliannya. Masuknya berbagai partai tanpa melihat perimbangan kekuatan dalam koalisi dan oposisi yang tampak dalam sistem pemerintahan parlementer memberikan kepercayaan kepada dunia internasional dalam pelaksanaan Persetujuan Renville. Bayangkan apabila Masyumi dan PNI menjadi formatur sekaligus partai yang dominan dalam kabinet mungkin dunia internasional tidak akan percaya karena sudah jelas bahwa kedua partai itu menolak Persetujuan Renville. Tidak ada kejadian dalam tubuh kabinet yang menandakan adanya perpecahan. Hanya saja muncul oposisi dari pihak yang tidak masuk dalam Kabinet Hatta I. Oposisi ini menamakan dirinya FDR, perkembangan pihak oposisi akhirnya berakhir dengan pemberontakan PKI di Madiun.
284 | S N I 5
Kesimpulan
Dalam dunia politik usaha untuk mendapatkan kekuasaan dan pengaruh sudah sangat umum terjadi. Para pemegang kekuasaan berusaha mempertahankan kekuasaanya dari pihak oposisi. Hal tersebut juga terlihat pada masa 1945-1947, hal itu terlihat dari usaha Amir Syarifudin yang berusaha keras menjatuhkan Kabinet Hatta dengan membentuk Front Demokrasi Rakyat. Pada masa 19451947 Indonesia sedang berusaha untuk mempertahankan kemerdekaan yang telah dicapai. Usaha-usaha untuk mempertahankan kemerdekaan mengalami masalah yang cukup sulit dan kompleks. Pergantian Kabinet terjadi di Indonesia, diawali dengan naiknya Syahrir sebagai perdana Menteri yang akhirnya turn setelah perjanjian Linggarjati, kemudian digantikan oleh Amir Syarifudin yang dipaksa turun akibat menandatangani Perjanjian Renville. Kebijakan Politik yang diambil oleh Amir Syarifuddin setelah kabinetnya terbentuk antara lain membuat nota balasan terhadap aide memoire Belanda, mengirimkan delegasi dalam KTN, mengadakan perjanjian Renville. Dalam keadaan yang bergejolak tersebut terjadi aksi militer Belanda I pada tanggal 21 Juli 1947 yang mendapat tanggapan serius bukan hanya dari Indonesia tetapi juga dunia internasional. Dewan Keamanan PBB kemudian membentuk suatu komisi yang bertugas untuk menjadi jembatan pertemuan antara pihak Indonesia dengan Belanda yang diberi nama Komisi Tiga Negara (KTN). Atas prakarsa dari komisi tersebut ditandatanganilah nota perjanjian antara Indonesia dengan Belanda yang diberi nama “Perjanjian Renville” yang pada akhirnya menjadi penyebab jatuhnya kabinet Amir Syarifuddin. Setelah Amir Syarifudin Mengundurkan diri, Drs. Mohammad Hatta yang juga wakil Presiden ditunjuk oleh Soekarno untuk mebentuk sebuah Kabinet Nasional yang dapat merangkul semua partai politik. Namun Hatta juga tidak berhasil mewujudkan Kabinet Nasional karena pihak kiri tidak mau mendukung Kabinet Hatta. Pihak kiri pada akhirnya menjadi pihak oposisi yang selalu menginginkan Kabinet Hatta mundur. Namun usaha dari sayap kiri untuk menjagal Kabinet Hatta tidak berhasil karena Kabinet Hatta merupakan kabinet
285 | S N I 5
yang kuat dan juga didukung oleh partai-partai besar (PNI dan Masyumi). Kebijakan-kebijakan Kabinet Hatta tidak dapat terlaksan secara keseluruhan karena terbentur oleh keadaan kondisi Negara. Namun Kabinet Hatta mempunyai sebuah andil yang besar dalam menyelesaikan konflik dengan Belanda dengan dihasilkannya Konferensi Meja Bundar.
286 | S N I 5
Latihan 1 1. Buatlah perbandingan antara kabinet Amir Syarifuddin dan Kabinet Hatta 2. Diskusikanlah hasil perbandingan tersebut. 3. Buatlah laporan mengenai kedua kabinet itu. 4. Bagaimana pendapat anda tentang pergantian kabinet yang sering terjadi di Indonesia pada saat itu. 5. Bagaimana dampak pergantian kabinet tersebut bagi Indonesia. Latihan 2 1. Sebelum Kabinet Amir Syarifuddin terbentuk, kabinet sebelumnya di Indonesia adalah... a. Kabinet Djuanda
d. Kabinet Wilopo
b. Kabinet Hatta
e. Kabinet Syahrir
c. Kabinet Sukiman 2. Program Kerja yang dilakukan oleh Kabinet Amir Syarifuddin adalah... a. Menjawab nota dari Belanda b. Menyusun hasil perundingan Linggarjati c. Membuat perjanjian baru dengan Belanda d. Memajukan kabinet Amir supaya tidak diganti oleh kabinet lain e. Bersaing dengan partai lain yang tidak mendukung kabinetnya. 3. Sebab jatuhnya kabinet Amir Syarifuddin adalah, kecuali... a. Gagalnya perjanjian Renville b. Adanya Agresi militer Belanda 1 c. Kabinet amir gagal dalam menjawab nota Belanda d. Tidak adanya dukungan dari parlemen e. Masa kerja Kabinet Amir berakhir. 4. Kabinet Amir Syarifuddin dibubarkan pada tanggal... a. 23 Januari 1948
d. 26 Januari 1948
b. 24 Januari 1948
e. 27 Januari 1948
c. 25 Januari 1948 5. Salah satu program kerja dari kabinet Hatta adalah...
287 | S N I 5
a. Penyelenggaraan perjanjian Linggarjati b. Rasionalisasi dan Reorganisasi c. Menjawab nota dari Belanda d. Menyelesaikan konflik Indonesia-Belanda e. Membahas Agresi Militer Belanda 1 6. Masa kerja kabinet Hatta dimulai pada tanggal... a. 29 Januari 1948
d. 27 Januari 1948
b. 30 Januari 1948
e. 26 Januari 1948
c. 28 Januari 1948 7. Salah satu kejadian dalam negeri yang mempengaruhi Kabinet Hatta adalah... a. Agresi Militer Belanda 1 b. Terjadinya pemberontakan PKI Madiun 1948 c. Peristiwa Westerlling d. Terjadinya perjanjian Linggarjati e. Adanya gangguan keamanan dalam negeri 8. Salah satu program kerja kabinet Hatta adalah Rasionalisasi dan Reorganisasi yang merupakan perimbangan antara pengeluaran dengan pendapatan. Jalan yang harus ditempuh untuk mencapai perimbangan itu menurut Moh. Hatta adalah, kecuali... a. Mengurangkan pengeluaran negeri b. Memperbesar masuknya pajak c. Memperbesar produksi d. Mengadakan sanering uang berhubung dengan banyaknya uang palsu yang beredar dan dengan merosotnya mata uang e. Melakukan hubungan dagang dengan negara lain. 9. Strategi yang digunakan Moh. Hatta dalam menjalankan kabinetnya kecuali... a. Melalui konteks internasional b. Perilaku pengambilan keputusan c. Kondisi ekonomi dan militer d. Strategi perjuangan fisik e. Politik dalam negeri
288 | S N I 5
10. Keberhasilan program kerja kabinet Hatta dalam rasionalisasi dan reorganisasi adalah, kecuali... a. Pemerintah berhasil memperluas sawah sampai 75.000 hektar b. Membentuk berbagai koperasi pertanian c. Mengendalikan harga-harga dan mencegah penimbunan d. Dimulai usaha rekonstruksi dan koordinasi di kalangan kepolisian dan ketentaraan e. Stabilitas politik Indonesia semakin maju
Latihan 3 1. Sebutkan latar belakang terbentuknya Kabinet Amir Syarifuddin. 2. Apakah program kerja dari Kabinet Amir Syarifuddin. 3. Mengapa kabinet Amir Syarifuddin dibubarkan 4. Bagaimanakah usaha yang dilakukan oleh Kabinet Hatta dalam hal rasionalisasi dan reorganisasi. 5. Jelaskan strategi yang digunakan oleh Moh.Hatta dalam menjalankan kabinetnya. 6. Jelaskan program kerja dalam Kabinet Hatta 7. Mengapa kabinet Hatta bisa berlangsung lama dibandingkan dengan Kabinet Amir Syarifuddin. 8. Bagaimanakah situasi dalam negeri yang mempengaruhi jalannya Kabinet Hatta. 9. Bagaimanakah strategi politik dalam negeri yang digunakan Moh.Hatta dalam menjalankan pemerintahannya. 10. Bagaimanakah pengaruh Kabinet Amir Syarifuddin dan Kabinet Hatta bagi pemerintahan di Indonesia.
289 | S N I 5
DAFTAR PUSTAKA Abdullah, Husnial Husin. 1983. Sejarah Perjuangan Kemerdekaan Republik
Indonesia di Bangka Belitung. Jakarta: PT Karya Unipress. Ariyanto, Evi. 2011. Modul Sejarah Program IPS. Sukoharjo: Willian Press Audrey R. Kahin dan George McT. Kahin. 1997 Subversi Sebagai Politik Luar
Negeri: Meyingkap Keterlibatan CIA di Indonesia. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti Fernandes, Frans S. 1988. Hubungan Internasional dan Peranan Bangsa
Indonesia: Suatu Pendekatan Sejarah. Jakarta: P2LPTK. Ganewati Wuryandari, Dharurodin Mashad, Tri Nuke Pujiastuti, Athiqah Nur Alami. 2008. Politik Luar Negeri Indonesia di Tengah Pusaran Politik
Domestik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hatta, Mohammad. 1979. Memoir. Jakarta: Tintamas Hatta, Mohammad. 1992. Beberapa Pokok Pikiran. Jakarta: UI-Press Kahin George McTurnan. 1995. Refleksi Pergumulan Lahirnya Republik:
Nasionalisme dan Revolusi di Indonesia. Semarang: UNS Press. Mulyana, Slamet. 2008. Kesadaran Nasional Dari Kolonialisme Sampai
Kemerekaan.Yogyakarta: LKiS Yogyakarta. Nasution. 1994. Sekitar Perang Kemerdekaan Indonesia jilid VII. Bandung. Disjarah AD & Angkasa Bandung Poesponegoro, Marwati Djoened, et al. 1993. Sejarah Nasional Indonesia VI. Jakarta: Depdikbud. Ricklefs, M.C. 1999. Sejarah Indonesia Modern. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Rose, Mavis. 1991. Indonesia Merdeka: Biografi Politik Mohammad Hatta, Jakarta: PT Gramedia Surono. 2005. Amir Syarifuddin Dalam Pergolakan Politik Di Indonesia Tahun
1946-1948. Surakarta: UNS Toer, Pramoedya Ananta dkk. 2003. Kronik Revolusi Indonesia Jilid IV (1948). Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia.
290 | S N I 5
Zed, Mestika. 1997. Somewhere in the Jungle: Pemerintah Darurat Republik
Indonesia: Sebuah Mata Rantai Sejarah Yang Terlupakan. Jakarta: Grafiti.
291 | S N I 5
BAGAN MATERI
Pergolakan Politik Indonesia (1945-1949) Pergantian Kabinet
Kabinet Amir Syarifuddin
Kabinet Hatta
292 | S N I 5