189
BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1.
Kesimpulan Berdasarkan hasil yang telah diperoleh dari uraian pada Bab V,
memperhatikan tujuan penelitian, kerangka permasalahan, dan batasan-batasan yang dikemukakan dapat disimpulkan bahwa: 1.
Untuk suatu daerah aliran sungai yang mana di dalamnya terdapat dua prasarana sumberdaya air berupa bendung dan bendungan yang tersusun secara seri dalam satu aliran sungai, pengelolaan sumberdaya air di antara keduanya dapat dilakukan dengan lebih efektif dan efisien jika pola operasi bendung dan bentungan tersebut disatukan (diintegrasikan) untuk memenuhi suatu tujuan pemanfaatan air tertentu.
2.
Jika bendungan dan bendung tersusun seri dalam satu sungai guna memenuhi kebutuhan air irigasi, maka pola operasi bendungan dapat dilakukan harian sedangkan pola operasi bendung tetap dua mingguan sesuai dengan penentuan kebutuhan air irigasi dengan ketentuan sebagai berikut: 1) Pola operasi bendungan tetap menggunakan kebijakan kurva aturan (rule curve) dikombinasikan dengan kebijakan pola standar operasi (standard operation policy). 2) Potensi sumberdaya air yang terdapat di antara bendungan dan bendung diperhitungkan sebagai sumberdaya air aktif yang akan menentukan besarnya ketersediaan air di sungai pada pintu bendung.
190
3) Waktu konsentrasi (time of concentration) air sejak pelepasan dari bendungan hingga mencapai pintu bendung perlu diperhitungkan guna menentukan saat pelepasan (release). 4) Banyaknya air yang dilepas (release) tergantung pada dua hal, yaitu: a) Ketersediaan air di pintu bendung. Jika ketersediaan lebih besar dari kebutuhan maka bendungan tidak perlu melepas air (Release = nol). b) Ketinggian muka air waduk. Jika muka air waduk berada di atas kurva aturan atas (KAA) maka sejumlah air dikeluarkan (release) untuk mengembalikan posisi muka air waduk berada dalam aras aman antara kurva aturan atas (KAA) dan kurva aturan bawah (KAB). Jika muka air waduk berada di antara KAA dan KAB maka jumlah air yang dilepas (release) sesuai dengan kebutuhan dikurangi dengan air yang telah tersedia di sungai. Jika muka air waduk berada di antara KAB dan KABK (kurva aturan bawah kritis) maka jumlah air yang dilepas (release) maksimum sebanyak 70% dari tingkat kebutuhan air harian. Jika muka air waduk berada di bawah KABK maka waduk tidak melepas (release) air hingga posisi muka air waduk kembali pada aras aman. 3.
Konsep Integrasi pola operasi bendungan berbasis harian dengan pola operasi
bendung
berbasis
dua
mingguan,
dinilai
layak
untuk
dipertimbangkan sebagai suatu pola operasi bendungan karena memiliki indeks kehandalan (reliability) sebesar 0,91-0,95 saat musim normal dan 0,98 saat musim kering. serta indeks kelentimgan (reciliency) sebesar 0,0110,033 pada saat musim normal dan 0,021 pada saat musim kering.
191
4.
Integrasi pola operasi bendungan berbasis harian dan pola operasi bendung berbasis dua mingguan untuk memenuhi kebutuhan irigasi dan pemeliharaan sungai pada saat musim normal akan dapat meningkatkan luas areal tanam pada musim gadu tahun berikutnya hingga 60% dengan tanpa menyebabkan penurunan muka air waduk hingga melewati aras aman.
5.
Integrasi pola operasi bendungan berbasis harian dan pola operasi bendung berbasis dua mingguan untuk memenuhi kebutuhan irigasi dan pemeliharaan sungai pada saat musim kering masih mampu untuk melayani kebutuhan air irigasi dan pemeliharaan sungai jika luas areal irigasi pada musim rendeng dan gadu masing-masing seluas 80 dan 60% dari luas areal musim normal.
6.
Konsep integrasi pola operasi bendungan berbasis harian dan pola operasi bendung berbasis dua mingguan untuk memenuhi kebutuhan irigasi dan pemeliharaan sungai ini memiliki kelebihan sebagaimana telah diungkapkan namun juga memiliki kelemahan sebagai berikut.
1) Konsep integrasi pola operasi bendungan berbasis harian dengan pola operasi bendung berbasis dua mingguan diuji melalui 6 (enam) tahapan yang dilakukan secara berkesinambungan dan saling terkait antara satu tahap dengan tahap lainnya. Di dalam implementasinya, terdapat 3 (tiga) hal pokok yang menjadi perhatian untuk menentukan waktu dan jumlah release harian, yaitu: (1) jumlah kebutuhan air harian pada pintu bendung saat (t + 1), (2) ketersediaan air harian di pintu bendung saat (t + 1), dan (3) kondisi elevasi muka air waduk saat (t)
192
2) Oleh karena variabel ketersediaan air sungai merupakan satu hal pokok yang harus diketahui sebelum release harian, maka diperlukan informasi tentang besar dan lama hujan dari daerah antara bendungan dan bendung hari ini (saat- t) untuk kemudian dikonversi menjadi besarnya debit aliran sungai yang akan tersedia di pintu bendung hari esok (saat t+1). 3) Hasil analisis debit aliran sungai pasca release harian menunjukkan rasio debit sungai yang masih cukup tinggi (Gambar 5.35 dan Gambar 5.39).
6.2.
Saran Hasil penelitian yang didasarkan pada hasil analisis sistem sebagaimana
diuraikan pada bab-bab terdahulu, maka dapat disarankan hal-hal sebagai berikut: 1.
Penelitian yang telah dilakukan ini dibatasi pada daerah tangkapan hujan (catchment area) di antara bendungan dan bendung yang ada di bawahnya. Analisis pengalihragaman hujan-debit aliran di antara kedua bangunan air tersebut dilakukan menggunakan model SWAT dengan software ArcSWAT versi 2009. Untuk menyempurnakan hasil analisis yang telah diperoleh ini, disarankan kepada penelitian selanjutnya untuk melakukan optimasi parameter dalam proses kalibrasi model SWAT sehingga diperoleh nilai output yang lebih memuaskan.
2.
Sebuah bendungan dibangun dengan satu atau beberapa fungsi tujuan. Dalam penelitian ini meskipun bendungan yang menjadi obyek lokasi pengujian model konsep memiliki beberapa fungsi (multi function) namun tujuan penelitian dibatasi hanya untuk kebutuhan irigasi.
Untuk
mendapatkan hasil model yang lebih baik maka disarankan dilakukan pengembangan konsep kepada peruntukkan pemanfaatan air yang lebih
193
bervariasi seperti untuk kombinasi antara kebutuhan irigasi dan pembangkit energi listrik atau antara kebutuhan irigasi, pembangkit listrik, dan kebutuhan domestik air bersih air minum. 3.
Disarankan untuk menguji keberlakuan model konsep pada daerah lain yang memiliki konfigurasi sistem sungai yang sama, seperti di Sungai Serang Jawa Tengah yang memiliki Bendungan Kedung Ombo dan Bendung Sedadi, atau di Sungai Citarum Jawa Barat yang memiliki Bendungan Jatiluhur dan Bendung Curug.
4.
Untuk menerapkan integrasi pola operasi bendungan berbasis harian dan pola operasi bendung berbasis dua mingguan diperlukan adanya fasilitas dan perangkat pendukung pengambilan keputusan release harian. Fasilitas dan perangkat pendukung tersebut antara lain stasiun klimatologi dan stasiun pencatat hujan otomatis minimal satu unit pada setiap sub DAS. Stasiun pengukur tinggi muka air sungai (SPAS) otomatis minimal tersedia satu unit di antara bendungan dan bendung. Data yang terekam pada ketiga jenis fasilitas tersebut harus dapat tersedia dan terbaca oleh bendungan setiap hari untuk keputusan release hari berikutnya (t+1).
5.
Informasi tentang hubungan lama hujan – intensitas hujan – debit sebagaimana disampaikan pada akhir Bab V dapat dipergunakan untuk keperluan praktis operasional bendungan berbasis harian.
193
RINGKASAN