BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Dari studi yang telah dilakukan, maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Setelah melakukan pengujian dilaboratorium, pengaruh proses pengeringan terhadap benda uji yang diambil dari tanah permukaan diketahui bahwa bahwa parameter kadar air (Wc), angka pori (e), dan derajat kejenuhan (Sr) nilainya cenderung menurun. Untuk kadar air pada siklus 1 awal memiliki rata – rata 11,523%, siklus 3 memiliki rata-rata 11,430% dan siklus 5 memiliki nilai rata – rata 8,007%. Untuk angka pori pada siklus 1 memiliki nilai rata – rata 0,188, pada siklus 3 memiliki rata – rata nilai sebesar 0,194 dan pada siklus 5 memiliki rata – rata nilai 0,094. Sedangkan untuk derajat kejenuhan pada siklus 1 memiliki nilai rata-rata 21,361, untuk siklus 3 memiliki rata – rata nilai 21,753 dan untuk siklus 5 memiliki nilai rata – rata 18,146. Sedangkan untuk parameter tegangan air pori negatif (suction) juga cenderung mengalami penurunan untuk tiap siklusnya. Pada tegangan kuat geser tanah (c), dan sudut geser dalam (φ) yang ditinjau dari proses pengeringan nilainya cenderung meningkat. Untuk rata – rata nilai tegangan air pori negatif pada siklus 1 adalah 12917,569 kPa, untuk rata – rata nilai pada siklus 3 adalah 4846,904 kPa dan untuk siklus 5 memiliki rata – rata nilai 189256,545 kPa. Untuk kohesi tanah pada siklus 1 memiliki nilai rata – rata sebesar sebesar 0,005 kg/cm2, untuk siklus 3 memiliki rata – rata nilai sebesar 0,009 kg/cm2 dan untuk siklus 5 memiliki rata – rata nilai sebesar 0,009 kg/cm2. Untuk sudut geser pada siklus 1 memiliki nilai rata – rata sebesar 1,537o, pada siklus 3 memiliki nilai rata – rata sebesar 0,833o dan pada siklus 5 memiliki nilai rata – rata sebesar 1,254o.
153
154 2. Dari simulasi permodelan lereng dengan menggunakan
program Plaxis yang disertai proses pengeringan didapat angka keamanan (SF) yang berbeda. Berikut kondisi lereng beserta nilai keamanan yang paling kritis dari setiap kondisi : a. Siklus 1 Kemiringan lereng 25° Lereng dalam keadaan paling kritis terdapat pada kondisi kering 25% dari inisial dengan SF = 1,030. Dan pada kondisi kering 25% dari basah 100% dengan SF = 1,030. Kemiringan lereng 45° Lereng mengalami kelongsoran tanah permukaan kecuali pada kondisi siklus kering 100% dan kering 50% dari inisial. Kemiringan lereng 60° Lereng mengalami kelongsoran tanah permukaan dalam semua kondisi pada siklus ini (kering 25% dari basah 100% – kering 100%). Kemiringan lereng 75° Lereng mengalami kelongsoran tanah permukaan dalam semua kondisi pada siklus ini (kering 25% dari basah 100% – kering 100%). b. Siklus 3 Kemiringan lereng 25° Lereng dalam keadaan paling kritis terdapat pada kondisi kering 50% dari basah 100% dengan SF = 1,100, dan longsor pada kering 25% dari basah 100%. Kemiringan lereng 45°
155 Lereng mengalami kelongsoran tanah permukaan pada kondisi kering 25% dari basah 100%, kering 50% dari basah 100% dan kering 5% dari basah 100%. Kemiringan lereng 60° Lereng mengalami kelongsoran tanah permukaan dalam semua kondisi pada siklus ini (kering 25% dari basah 100% – kering 100%). Kemiringan lereng 75° Lereng mengalami kelongsoran tanah permukaan dalam semua kondisi pada siklus ini (kering 25% dari basah 100% – kering 100%). c. Siklus 5 Kemiringan lereng 25° Lereng dalam keadaan mendekati area kritis terdapat pada lereng 50% dari basah 100% dengan SF = 1,100, dan longsor pada kering 25% dari basah 100%. Kemiringan lereng 45° Lereng mengalami kelongsoran tanah permukaan pada kondisi kering 25% dari basah 100%, kering 50% dari basah 100% dan kering 5% dari basah 100% dan kritis di siklus lainnya. Kemiringan lereng 60° Lereng mengalami kelongsoran tanah permukaan dalam semua kondisi pada siklus ini (kering 25% dari basah 100% – kering 100%). Kemiringan lereng 75° Lereng mengalami kelongsoran tanah permukaan dalam semua kondisi pada siklus ini (kering 25% dari basah 100% – kering 100%).
156 3.
Dari simulasi permodelan lereng dengan menggunakan program Plaxis yang disertai proses pengeringan dan energi hujan didapat angka keamanan (SF) yang berbeda. Berikut kondisi lereng beserta nilai keamanan yang paling kritis dari setiap kondisi : a. Siklus 1 setelah menerima energi hujan Kemiringan lereng 25° Lereng mengalami kelongsoran tanah permukaan pada kondisi kering 25% dari basah 100% dan kering 50% dari basah 100% dengan masing – masing SF dibawah 1. Kemiringan lereng 45° Lereng berada pada titik kritis pada kondisi kering 75% dari basah 100% dengan nilai SF = 1,077 dan mengalami kelongsoran tanah permukaan pada kondisi kering 25% dari basah 100% dan kering 50% dari basah 100% dengan masing – masing SF dibawah 1. Kemiringan lereng 60° Lereng berada pada titik kritis pada kondisi kering 75% dari basah 100% dengan nilai SF = 1,069 dan mengalami kelongsoran tanah permukaan pada kondisi kering 25% dari basah 100%, kering 50% dari basah 100%, inisial, kering 50% dari inisial dan kering 75% dari inisial dengan masing – masing SF dibawah 1. Kemiringan lereng 75° Lereng mendekati titik kritis pada kondisi kering 25% dari inisial, kering 50% dari inisial dan kering 75% dari inisial, sedangkan pada kondisi lainnya mengalami kelongsoran mengalami kelongsoran.
157 b. Siklus 3 setelah menerima energi hujan Kemiringan lereng 25° Lereng mengalami kelongsoran pada kondisi kering 25% dari basah 100% dan kering 50% dari basah 100%. Kemiringan lereng 45° Lereng mengalami kelongsoran pada kondisi kering 25% dari basah 100% dan kering 50% dari basah 100%, dan berada pada area kritis pada kondisi kering 75% dari basah 100% dengan SF = 1,113. Kemiringan lereng 60° Lereng mengalami kelongsoran pada kondisi kering 25% dari basah 100%, kering 50% dari basah 100% dan inisial. Kemiringan lereng 75° Lereng mengalami kelongsoran tanah permukaan dalam semua kondisi pada siklus ini (kering 25% dari basah 100% – kering 100%). c. Siklus 5 setelah menerima energi hujan Kemiringan lereng 25° Lereng dalam keadaan paling kritis terdapat pada kondisi kering 50% dari basah 100% dengan SF = 1,058, kering 75% dari basah 100% dengan SF = 1,178 dan kelongsoran pada kondisi kering 25% dari basah 100%. Kemiringan lereng 45° Lereng dalam keadaan paling kritis terdapat pada kondisi kering 75% dari basah 100% dengan SF = 1,007 dan kelongsoran pada
158 kondisi kering 25% dari basah 100% dan kering 50% dari basah 100%. Kemiringan lereng 60° Lereng dalam keadaan paling kritis terdapat pada kondisi kering 50% dari basah 100% dengan SF = 1,101 dan kelongsoran pada kondisi kering 25% dari basah 100% dan 25% dari inisial. Kemiringan lereng 75° Lereng mengalami kelongsoran tanah permukaan dalam semua kondisi pada siklus ini (kering 25% dari basah 100% – kering 100%). 6.2 Saran Berikut ini saran-saran untuk pengembangan penelitian selanjutnya: • Pada saat pengambilan benda uji di lapangan sebaiknya dilakukan dengan hati-hati agar benda uji tetap dalam keadaan undisturb, selain itu ring yang digunakan dibuat dalam bentuk dan ukuran yang seragam dan ditutup menggunakan lilin. • Setelah pengambilan bahan uji dari lapangan sesegera mungkin dilakukan pengujian parameter-parameter tanah di laboratorium agar kondisi tanah tidak berubah akibat faktor suhu yang berbeda. • Pada proses pengeringan diperlukan ring besi yang berukuran sama dengan ukuran alat pengujian direct shear sebab jika menggunakan pipa PVC terlalu banyak perlakuan terhadap tanah, dan untuk proses penyimpanan tanah yang sedang dalam proses pengeringan dan
159
•
• •
pembasahan, dilakukan di tempat yang perlakuan tempatnya seperti desikator dan mampu menampung untuk seluruh sampel tanah. Ketika proses pembasahan dan pengeringan diusahakan agar benda uji tidak mengalami gangguan untuk menghindari kehilangan material tanah. Mempelajari terlebih dahulu pemograman Plaxis sebelum mengoperasikan software ini. Untuk penelitian selanjutnya disarankan untuk meninjau kandungan organik (akar tumbuhan, dll) dalam tanah secara mikro,serta melihat pengaruh dan perilaku kandungan organik terhadap sifat fisik dan mekanis tanah.
160
“Halaman Ini Sengaja Dikosongkan”