BAB V PENUTUP
5.1
Kesimpulan Panggilan hidup manusia merupakan anugerah Allah. Manusia dipanggil
untuk hidup bersama Allah. Konsekuensi praktis dari pandangan demikian mau melegitimasi karunia Allah sebagai faktor utama dalam sejarah keselamatan manusia. Oleh karena itu, jawaban konkret manusia ialah mengambil bagian dalam keselamatan Allah. Konsepsi demikian menyata dalam tiap sakramensakramen sebagai manifestasi relasi Allah dan manusia. Sakramen sebagai sebuah simbol real yang mengungkapkan jati diri Gereja sebagai sebuah sakramen Kristus. Sakramen-sakramen merupakan tahap paling konkret di mana keselamatan Allah dalam Kristus dapat dialami. Hal demikian dimaksudkan bahwa Sakramen dimaksudkan untuk menguduskan manusia, membangun tubuh Kristus dan mempersembahkan ibadat kepada Allah. Sakramen tidak hanya meneguhkan iman tetapi memupuk, meneguhkan dan mengungkapkan iman. Bukan hanya menganugerahkan rahmat tetapi mempersiapkan kaum beriman untuk memperoleh rahmat yang membuahkan hasil: menyembah Allah secara benar dan mengamalkan cinta kasih. Legalitas Sakramen dipahami bahwa Tuhan hadir dan menyertai manusia dalam sebuah rahmat Ilahi yang hanya datang dan bersumber dari Allah. Melalui sakramen kita dapat diubah secara rohani menjadi yang Ilahi, dan dengan demikian kita dapat dibentuk oleh Allah agar dapat lebih serupa dengan diri-Nya.
Dengan adanya sakramen kita manusia dapat lebih didekatkan pada Allah, asalkan manusia senantiasa mau membuka dirinya dengan tulus dan ikhlas dengan suatu kepercayaan yang total bahwa dalam dan melalui sakramen Allah hadir dan mau menyelamatkan manusia. Sakramen Tahbisan (Sacramentum Ordinis) sebagai salah satu dari ketujuh sakramen Gereja mau menekankan peristiwa tahbisan yang mengubah dan menguduskan seseorang menjadi pelayan khusus dalam Gereja. Pengertian demikian mau mengafirmasi bahwa dengan menerima sakramen tahbisan seorang pelayan Tuhan dapat merayakan sakramen-sakramen dalam Gereja sebagai bukti kehadiran Allah yang menyelamatkan umat manusia. Lebih lanjut, dengan menerima sakramen tahbisan, seseorang masuk dalam relasi kaum klerus yang membuatnya berbeda dalam pelayanan di Gereja dengan kaum awam yang tidak menerima sakramen ini. Sakramen-sakramen dalam Gereja hanya dapat dilayani oleh para kaum tertahbis, para kaum tertahbislah yang menjadi pemimpin dalam setiap perayaan sakramen yang berlangsung dalam Gereja, sedangkan para kaum awam hanya mengambil bagian dalam setiap perayaan-perayaan sakramen yang berlangsung. Adapun Imamat umum kaum beriman dan Imamat jabatan atau hirarkis, kendati berbeda hakikatnya dan bukan hanya tingkatannya, saling terarahkan. Konsili Vatikan II menegaskan bahwa pada dasarnya Imamat umum dan Imamat jabatan itu adalah sama, keduanya dengan cara khasnya masing-masing mengambil bagian dalam satu Imamat Kristus. Dengan kekuasaan kudus yang ada padanya, Imam pejabat atau mereka yang telah menerima rahmat sakramen
tahbisan ini (Diakon, Imam, dan Uskup) akan membentuk dan memimpin umat keimanan atau umat beriman kristiani yang hanya menerima Imamat umum berkat rahmat sakramen pembaptisan, penguatan dan ekaristi. Ia menyelenggarakan korban Ekaristi atas nama Kristus, dan mempersembahkannya kepada Allah atas nama segenap umat. Imamat ini mereka laksanakan dalam menyambut sakramensakramen, dalam berdoa dan bersyukur, dengan memberi kesaksian hidup suci, dengan pengingkaran diri serta cinta kasih yang aktif. Sakramen Tahbisan dalam pelaksanaannya sebagai bagian dari tradisi Gereja Katolik tidak luput dari seperangkat aturan atau hukum yang mengaturnya. Konteks berhukum dalam Sakramen Tahbisan diatur agar memiliki legalitas formalnya di tengah perubahan. Adapun hukum yang mengaturnya dimuat dalam sederet peraturan-peraturan yang disebut dengan Hukum Kanonik. Hukum Kanonik inilah yang memberikan gambaran tentang struktur dasar Gereja, termasuk di dalamnya jabatan-jabatan Paus dan Uskup, susunan Sakramen, dan juga aturan-aturan yang berkaitan dalam Gereja. Hukum Kanonik dalam pembahasannya merangkul mengenai Tata Tertib dan Disiplin dalam Gereja. Dan kanon-kanon Gereja menjadi kaidah-kaidah atau norma-norma yang digunakan untuk mengatur kehidupan eksternal Gereja. Dalam kaitannya dengan Sakramen Tahbisan. Kitab Hukum Kanonik tidak hanya berbicara tentang Sakramen Tahbisan itu pada tataran umum. Namun Kitab Hukum Kanonik pun membahas secara khusus tentang jenis-jenis tahbisan yang ada dalam Gereja Katolik yakni tentang tahbisan Episkopat, tahbisan Presbiterat, dan tahbisan Diakonat, dan berbicara tentang penumpangan tangan dan doa yang
terjadi dalam perayaan Sakramen Tahbisan yang sudah ditetapkan dalam bukubuku liturgi untuk masing-masing jenis tingkatan tahbisan. Sebagaimana sakramen-sakramen lainnya sakramen pentahbisan ini juga diatur sesuai dengan ketentuan-ketentuannya dalam hukum Gereja Katolik yang dimuat dalam Kitab Hukum Kanonik Tahun 1983 yang merupakan undangundang revisi dari Kitab Hukum Kanonik 1917. Ada dua butir kanon yang berbicara tentang sakramen pentahbisan. Dalam kedua butir kanon tersebut dibicarakan tentang tahbisan, dikatakan bahwa dengan adanya sakramen pentahbisan ini menurut ketetapan Ilahi sejumlah orang dari kaum kristiani diangkat untuk menjadi pelayan suci dengan ditandai materai yang tidak terhapuskan, dan dikuduskan untuk menggembalakan umat Allah dengan melaksanakannya dalam pribadi Kristus kepala, masing-masing menurut tingkatannya, tugas-tugas mengajar, menguduskan dan memimpin. 5.2
Saran Sakramen
sebagai
sebuah
simbolisasi
karunia
Allah
merupakan
representasi panggilan Allah kepada manusia. Apa yang tampak dalam Gereja menjadi simbol real yang efektif dan menghadirkan keselamatan Allah dalam Yesus Kristus. Legalitas ketujuh sakramen merupakan pengungkapan Gereja sebagai sakramen dasar. Sakramen bukan sekedar ritus tetapi menghadirkan karya penyelamatan Allah dalam Kristus bagi dunia. Konsepsi sakramentalitas sendiri dapat diperluas dalam berbagai bidang kehidupan Gereja, karena segala hal yang berciri sakramental menunjuk hidup bersama Allah, maka Yesus Kristus adalah
sakramen hidup Allah sendiri. Dalam Yesus Kristus hidup Allah dinyatakan dan diwahyukan secara sempurna. Sakramen tahbisan sebagai bagian dari ketujuh sakramen merupakan pengejewantahan panggilan Allah dan jawaban bebas manusia sebagai ciptaanNya. Seperangkat aturan bagi pelayan Tuhan tersebut terdapat dalam Kanon 1008 yang merupakan sebuah titik tolak kaum beriman Kristiani untuk menemukan jawaban bebasnya sebagai pelayan Tuhan. Refleksi praktis dari tulisan ini, hemat penulis bahwa konteks Sakramen Tahbisan yang termaktub dalam Kanon 1008 semestinya dimaknai sebagai bentuk aturan, norma, tata cara dalam berpikir, bertindak sebagai seorang Imam dan calon Imam. Seorang terpanggil semestinya memiliki dedikasi yang tinggi untuk melihat keseluruhan proses panggilan dan rahmat tahbisan sebagai sebuah karunia cuma-cuma dari Allah.
Lebih lanjut representasi praktis dari Kanon 1008
mengharuskan agar tiap pelayan, entah sebagai Imam dan calon Imam untuk mengambil langkah profetis demi sebuah perbaikan diri. Disposisi batin demikian yang menjadikan seorang calon Imam, Imam dan kaum biarawan/ti memiliki ketetapan hati yang berpusat kepada Allah Tuhan sekaligus memaknai panggilan Tuhan sebagai sebuah ketetapan Ilahi yang tak terbantahkan.
DAFTAR PUSTAKA KITAB SUCI Lembaga Alkitab Indonesia, Alkitab (LAI), Jakarta, 1995. KAMUS Dagun M. Save, Kamus Besar Ilmu pengetahuan, Jakarta: Lembaga Pengkajian Kebudayaan Nusantara, 1997. Budi Susianto Sivester, Kamus Kitab Hukum Kanonik, Yogyakarta: Kanisius 2014. DOKUMEN-DOKUMEN GEREJA Konsili Vatikan II, Dei Verbum, Konstitusi Dogmatis tentang Wahyu Ilahi, (18 November1965), dalam Hardawiryana, R., (penerj.), Dokumen Konsili Vatikan II, Jakarta: OBOR, 2006. ---------------, Lumen Gentium, Konstitusi Dogmatis tentang Gereja, (21 November 1964), dalam Hardawiryana, R., (penerj.), Dokumen Konsili Vatikan II, Jakarta: OBOR, 2006. ---------------, Presbyterorum Ordinis, Dekrit tentang Pelayanan dan Kehidupan Para Imam, (7 Desember 1965), dalam Hardawiryana, R., (penerj.), Dokumen Konsili Vatikan II, Jakarta: OBOR, 2006. ---------------, Sacrosanctum Concilium, Konstitusi Dogmatis tentang Liturgi Suci, (4 Desember 1965, dalam Hardawiryana, R., (penerj.), Dokumen Konsili Vatikan II, Jakarta: OBOR, 2006. Yohanes Paulus II, Paus (promulgatus) Codex Iuris Canonici. M. Dcccc. LXXXIII, Rubiyatmoko R. D. R, (editor), Kitab Hukum Kanonik, Jakarta: Grafika Mardi Yuana, Bogor, 2006 .---------------, Promulgator, Katekismus Gereja Katolik, dalam Embuiru, Herman (penerj.), Ende: Arnoldus, 1995. BUKU-BUKU BÖhm Cornelis, (penerj.), Redemptionis Sacramentum, Jakarta: OBOR 2004. Coriden, James A., An Introduction To Canon Law, London: Geoffrey Chapman,1991. George J, Donal, Imam Masa Kini, Maumere: Ledalero, 2003. Gronen, C., Pengantar Kedalam Perjanjian Baru, Yogyakarta: Kanisius, 1984. Gula M. Richard, Etika Pastoral, Yogyakarta: Kanisius, 2009.
Hane, Emanuel, Hakekat Sakramen Tahbisan, Jakarta: Konfrensi Wali Gereja, 2006. Kempis, Tomas A, J.O.H Padmasepoetra (penerj.), De Imitatione Christi Mengikuti Jejak Kristus, Tulisan Suci dan Inspirasional dari Thomas A Kempis ( 1380-1471), Jakarta: OBOR, 1977. Kusumawanta Bagus Gusti, Dominikus, Imam Di Ambang Batas, Yogyakarta: Kanisius, 2009. Martasudjita, E., Sakramen-Sakramen Gereja, Tinjauan Teologis Liturgis Dan Pastoral, Yogyakarta: Kanisius, 2003. Masan, Markus dkk., Penuntun Praktis Mengenal Sakramen Gereja, Jakarta: Fidei Press, 2011. Punda P., Herman, Sakramen dan Sakramentali Dalam Gereja, Kupang: Pusat Studi Humaniora, Fakultas Filsafat Agama Widya Mandira Kupang, 2012. Wolor, Jhon, Menggugat Identitas Pastor dan Keabsahan Sakramen, Umat Bertanya Gereja Menjawab, Jakarta: Prestasi Pustaka Kasih, 2009. Ximenes C. da Helena, Panggilan dan Kepribadian Tinjauan Psikologis, Yogyakarta: Sanjuan, 2013. MODUL Punda Panda, Herman, Sakramentologi (diktat), Kupang: Fakultas Filsafat UNWIRA, 2007. Subani, Yohanes, Pengantar Hukum Gereja, (diktat), Kupang : FF, 2006
Lampiran 1 KUISIONER PENELITIAN TENTANG PEMAHAMAN UMAT MENGENAI SAKRAMEN DAN PARA PELAYAN SAKRAMEN Keterangan :
Jumlah 20 pernyataan. Berilah tanda centang (ѵ) pada kolom setuju atau tidak setuju sesuai pendapat anda atas pernyataan yang ada.
No
PERNyATAAN
1
Imam Diakon dan Uskup adalah mereka yang sudah menerima sakramen Pembabtisan. Imam Diakon dan Uskup adalah mereka yang sudah menerima sakramen Imamat. Diakon, Imam dan Uskup yang sudah ditahbiskan menggantikan posisi Allah dalam menyelamatkan umat manusia di dunia. Rahmat sakramen berasal dari para pelayan sakramen. Rahmat sakramen berasal dari Allah.
2
3
4 5 6
7
8
9
10
Sakramen dalam Gereja Katolik layak diterimakan oleh para pelayan sakramen yang terlibat dalam skandal. Daya guna sakramen tidak tergantung pada Imam ataupun disposisi si pelayan (dan atau penerima). Sakramen yang dibawakan oleh para pelayan sakramen yang terlibat skandal adalah sah Sakramen yang diterimakan oleh para pelayan sakramen yang terlibat dalam skandal itu berdaya guna. Perayaan sakramen yang dibawakan oleh para pelayan sakramen yang
Jumlah Responden dan Responden persentasi 100 Orang Responden Setuju Tidak Setuju Tidak Setuju Setuju
11
12
13
14
15 16
17
18
19 20
sudah meninggalkan Gereja Katolik atau sudah meninggalkan imannya sebagai seorang yang beriman katolik adalah tidak sah. Sebelum merayakan Sakramen para pelayan sakramen harus mempersiapkan diri terlebih dahulu. Sebelum merayakan Sakramen para pelayan sakramen harus mempersiapkan diri terlebih dahulu walaupun ia terlibat skandal yang berat Para pelayan sakramen yang terlibat skandal atau masalah serius yang bertentangan dengan kehidupannya sebagai kaum tertahbis pantas merayakan sakramen-sakramen dalam Gereja Katolik. Pelayan sakramen yang sudah di ex komunikasikan dari Gereja Katolik masih memiliki rahmat untuk merayakan sakramen. Rahmat itu berasal dan bersumber dari pelayan sakramen. Para pelayan sakramen yang melakukan skandal dengan tahu dan mau telah menghilangkan rahmat sakramen yang ada dalam dirinya. Sah atau tidak sahnya sebuah perayaan sakramen bergantung mutlak pada disposisi batin para pelayan sakramen meskipun ia terlibat skandal. Umat sebagai penerima sakramen dianjurkan untuk tidak menerima sakramen dari para pelayan sakramen yang terlibat skandal. Para pelayan sakramen dilarang untuk tidak berbuat dosa. Para pelayan sakramen adalah mereka yang dipilih karena hidup mereka suci dan tak bercelah. RATA-RATA
Lampiran II Jumlah Responden 100 Orang NO Pernyataan Responden Setuju Tidak Setuju 1 Imam, Diakon, dan Uskup adalah 92 8 mereka yang sudah menerima sakramen Pembabtisan. 2 Imam, Diakon, dan Uskup adalah 82 18 mereka yang sudah menerima sakramen Imamat. 3 Diakon, Imam, dan Uskup yang sudah 57 43 ditahbiskan menggantikan posisi Allah dalam menyelamatkan umat manusia di dunia. 4 Rahmat sakramen berasal dari para 53 47 pelayan sakramen. 5 Rahmat sakramen berasal dari Allah. 83 17 6
7
8
9
10
11
12
Sakramen dalam Gereja Katolik layak diterimakan oleh para pelayan sakramen yang terlibat dalam skandal. Daya guna sakramen tidak tergantung pada Imam ataupun disposisi si pelayan (dan atau penerima). Sakramen yang dibawakan oleh para pelayan sakramen yang terlibat skandal adalah sah Sakramen yang diterimakan oleh para pelayan sakramen yang terlibat dalam skandal itu berdaya guna. Perayaan sakramen yang dibawakan oleh para pelayan sakramen yang sudah meninggalkan Gereja Katolik atau sudah meninggalkan imannya sebagai seorang yang beriman katolik adalah tidak sah. Sebelum merayakan Sakramen para pelayan sakramen harus mempersiapkan diri terlebih dahulu. Sebelum merayakan Sakramen para pelayan sakramen harus mempersiapkan diri terlebih dahulu walaupun ia terlibat skandal yang
Jumlah % 100
100
100
100 100
74
26
100
58
42
100
59
41
100
61
39
100
54
46
100
100
0
100
57
43
100
13
14
15 16
17
18
19 20
berat Para pelayan sakramen yang terlibat skandal atau masalah serius yang bertentangan dengan kehidupannya sebagai kaum tertahbis pantas merayakan sakramen-sakramen dalam Gereja Katolik. Pelayan sakramen yang sudah di ex komunikasikan dari Gereja Katolik masih memiliki rahmat untuk merayakan sakramen. Rahmat itu berasal dan bersumber dari pelayan sakramen. Para pelayan sakramen yang melakukan skandal dengan tahu dan mau telah menghilangkan rahmat sakramen yang ada dalam dirinya. Sah atau tidak sahnya sebuah perayaan sakramen bergantung mutlak pada disposisi batin para pelayan sakramen meskipun ia terlibat skandal. Umat sebagai penerima sakramen dianjurkan untuk tidak menerima sakramen dari para pelayan sakramen yang terlibat skandal. Para pelayan sakramen dilarang untuk tidak berbuat dosa. Para pelayan sakramen adalah mereka yang dipilih karena hidup mereka suci dan tak bercelah.
82
18
100
94
6
100
24
76
100
76
24
100
50
50
100
41
59
100
40
60
100
52
48
100
Lampiran III Indikator dan Skor
NO
PERNYATAAN
Jumlah Responden 100 Orang Respon
Respon dan Prosentase
Setuju Tidak Setuju Setuju 1
2 3
4 5 6
7
8
9
10
11
TDK SETU JU 92 8 ( 92 % ) ( 8 % )
Imam Diakon dan Uskup adalah mereka yang sudah menerima sakramen Pembabtisan Imam Diakon dan Uskup adalah mereka yang sudah menerima sakramen Imamat Diakon, Imam dan Uskup yang sudah ditahbiskan menggantikan posisi Allah dalam menyelamatkan umat manusia di dunia Rahmat sakramen berasal dari para pelayan sakramen Rahmat sakramen berasal dari Allah
92
8
82
18
57
43
53
47
83
17
Sakramen dalam Gereja Katolik layak diterimakan oleh para pelayan sakramen yang terlibat dalam skandal Daya guna sakramen tidak tergantung pada imam ataupun disposisi si pelayan (dan atau penerima) Sakramen yang dibawakan oleh para pelayan sakramen yang terlibat skandal adalah sah Sakramen yang diterimakan oleh para pelayan sakramen yang terlibat dalam skandal itu berdaya guna Perayaan sakramen yang dibawakan oleh para pelayan sakramen yang sudah meninggalkan Gereja Katolik atau sudah meninggalkan imannya sebagai seorang yang beriman katolik adalah tidak sah Sebelum merayakan Sakramen para pelayan sakramen harus mempersiapkan diri terlebih dahulu
74
26
58
42
58 42 ( 58 % ) ( 42% )
59
41
59 41 ( 59 % ) ( 41 % )
61
39
61 39 ( 61 % ) ( 39 % )
54
46
54 46 ( 54 %) ( 46 % )
100
0
100 0 ( 100 %) ( 0 % )
82 18 ( 82% ) ( 18% ) 57 43 ( 57 % ) ( 43 % )
53 47 ( 53% ) ( 47% ) 83 17 ( 83 %) ( 17% ) 74 26 ( 74 % ) ( 26 % )
12
Sebelum merayakan Sakramen para pelayan sakramen harus mempersiapkan diri terlebih dahulu walaupun ia terlibat skandal yang berat 13 Para pelayan sakramen yang terlibat skandal atau masalah serius yang bertentangan dengan kehidupannya sebagai kaum tertahbis pantas merayakan sakramen-sakramen dalam Gereja Katolik 14 Pelayan sakramen yang sudah di ex komunikasikan dari gereja katolik masih memiliki rahmat untuk merayakan sakramen 15 Rahmat itu berasal dan bersumber dari pelayan sakramen
57
43
57 43 ( 57 % ) ( 43 % )
82
18
82 18 ( 82 % ) ( 18 % )
94
6
94 6 ( 94 % ) ( 6 % )
24
76
24 76 ( 24 % ) ( 76 % )
16
76
24
76 24 ( 76 % ) ( 24 % )
50
50
50 50 ( 50 % ) ( 50 % )
41
59
41 59 ( 41 % ) ( 59 % )
40
60
52
48
40 60 ( 40 % ) ( 60 % ) 52 48 ( 52 % ) ( 48 % )
17
18
19 20
Para pelayan sakramen yang melakukan skandal dengan tahu dan mau telah menghilangkan rahmat sakramen yang ada dalam dirinya. Sah atau tidak sahnya sebuah perayaan sakramen bergantung mutlak pada disposisi batin para pelayan sakramen meskipun ia terlibat skandal Umat sebagai penerima sakramen dianjurkan untuk tidak menerima sakramen dari para pelayan sakramen yang terlibat skandal Para pelayan sakramen dilarang untuk tidak berbuat dosa Para pelayan sakramen adalah mereka yang dipilih karena hidup mereka suci dan tak bercelah RATA-RATA
64,45 % 35,55%
Lampiran IV Tabel : Skala Prosentase Jumlah Responden dan Interpretasi
No 1
2
3
Jumlah Responden
Interpretasi
Prosentase
100 Orang yang diambil
Umat memahami dengan baik 0 – 45
dari Paroki Santo Simon
tentang rahmat sakramen
Petrus Tarus khususnya
Umat
Kelompok Umat Basis ( K
tentang rahmat Sakramen
U B ) Santa Maria Ratu
Umat
Damai
memahami tentang rahmat
kurang
sakramen
sangat
memahami 46 – 70
kurang 71 - 100
Lampiran V Kuisioner kuisioner dibagikan kepada 100 Orang Umat Paroki St. Simon Petrus Tarus, Kelompok Umat Basis (KUB) Sta. Maria Ratu Damai Noelbaki.
Lampiran VI Daftar Informan 1. NAMA UMUR JENIS KELAMIN ALAMAT
: BENEDIKTUS BEN SOGE : 55 TAHUN : LAKI-LAKI : NOELBAKI
2. NAMA UMUR JENIS KELAMIN ALAMAT
: AGUSTINA A. SERAN : 52 TAHUN : PEREMPUAN : NOELBAKI
3. NAMA UMUR JENIS KELAMIN ALAMAT
: STEFANUS FLORIANUS GOO MASYA : 28 TAHUN : LAKI-LAKI : NOELBAKI
4. NAMA UMUR JENIS KELAMIN ALAMAT
: PETRUS TODA : 34 TAHUN : LAKI-LAKI : NOELBAKI
CUURICULUM VITAE
Nama Lengkap
:
Tempat dan Tanggal Lahir : Riwayat Pendidikan
Chanel Dorotheus Odjan Soge Kupang, 28 Maret 1991
:
SDK Santo. Yosep Noelbaki Kupang Tengah 1997 – 2003
SMPK Hati Tersuci Maria ( H T M ) Halilulik – Atambua 2003 – 2004
SMPK SANTA. Theresia Kupang 2004 – 2006
SMA Seminari Sta. Maria Imaculata Lalian 2006 - 2010
Fakultas Filsafat UNWIRA, Kupang 2011-201