34
BAB V PEMBAHASAN
5.1. Hasil Sintesis Mg1-xNixFe2O4 Telah berhasil disintesis nanopartikel magnetik Mg1-xNixFe2O4 dengan metode kopresipitasi. nanopartikel magnetik yang dihasilkan berwarna hitam kecokelatan. Serbuk partikel hasil sintesis selanjutnya dikarakterikasi dengan XRD, TEM, VSM, dan FTIR.
a
c
b
Gambar 5.1. (a)Proses sintesis nanopartikel Mg1-xNixFe2O4 , (b) nanopartikel Mg1xNixFe2O4 telah di furnace, dan (c) nanopartikel Mg1-xNixFe2O4 hasil sintesis yang telah dihaluskan membentuk serbuk partikel. 5.2. Analisis X-Ray Diffractometer (XRD) XRD digunakan untuk mengidentifikasi stuktur kristalin dari sampel nanopartikel magnetik Mg1-xNixFe2O4. Panjang gelombang (λ) sinar X yang digunakan adalah 1,5406 Å. Selanjutnya data yang diperoleh diolah menggunakan software Origin 9.0, Match!2 , dan Maud. sehingga diperoleh grafik seperti yang ditampilkan pada gambar 5.2.
34
34
35
(a)
(b)
35
36
(c)
(d)
37
(e)
(f) Gambar
5.2.
Spektrum
XRD,
(c)Mg0.5Ni0.5Fe2O4,
(a)Mg0.7Ni0.3Fe2O4, (d)Mg0.4Ni0.6Fe2O4,
(f) Gabungan x=0,3 s.d x=0,7.
(b)Mg0.6Ni0.4Fe2O4, (e)Mg0.3Ni0.7Fe2O4,
38
Berdasarkan grafik yang disajikan pada gambar 5.2 menunjukkan puncak puncak difraksi dari sampel Mg1-x Nix Fe2O4 yang dilengkapi indeks miller (hkl) dari sampel.
Puncak-puncak diffraksi yang muncul merupakan indeks miller khas dari struktur spinel. Indeks miller khas dari spinel ferrit yaitu (111), (220), (311), (222), (400), (422), (511), dan (440) (Gabal dkk,2014). Proses penentuan puncak – puncak diffraksi ini dengan menandai setiap puncak yang muncul didalam spektrum dengan menggunakan software Match!2 yang kemudian dilanjutkan dengan mengidentifikasi fasa yang mungkin muncul, Maka pada software tersebut muncul garis dan hkl untuk setiap fasa yang berimpit dengan puncak yang telah ditandai. Puncak – puncak yang dilewati atau berimpit oleh garis standar fasa kemudian dianggap sebagai puncak diffraksi dan memiliki hkl masing-masing. Sedangkan yang tidak dilewati garis standart maka dianggap noise. Pada gambar 5.2 (a) puncak diffraksi yang muncul adalah (220), (311), (331), dan (422). Pada gambar 5.2 (b),(c),dan (d) puncak diffraksi yang muncul adalah (311) dan (331). Pada gambar 5.2e puncak diffraksi yang muncul adalah (220), (311), (331), dan (444). Dari seluruh gambar yang disajikan pada gamabr 5.2 terlihat jelas bahwa tidak semua puncak diffraksi yang muncul itu sama. Ketidak munculan puncak–puncak tersebut mungkin disebabkan oleh noise yang terlalu besar, sehingga puncak yang seharusnya muncul menjadi tidak terlihat, noise yang terlalu besar tersebut mungkin disebabkan oleh settingan instrument dari alat XRD yang digunakan. Faktor lain yang mungkin menyebabkan puncak-puncak diffraksi tidak terlihat adalah proses sintesis kimia yang tidak sempurna. Pada gambar 5.2 (f) menunjukkan gabungan spektrum XRD dari variasi x = 0,3 hingga x=0,7 . dari gambar 5.2 (f) tersebut hanya dua puncak diffraksi yang terlihat jelas yaitu (311) dan (331) namun kedudukan kedua puncak tersebut mengalami pergeseran yang tidak signifikant. Pergeseran ini mungkin disebabkan oleh instrumentasi alat XRD. Puncak-puncak diffraksi yang disajikan dalam gambar 5.2 juga memberikan informasi tingkat kekristalan yang berbeda untuk setiap x yang berbeda. Kekristalan terbesar ini ditandai dengan tingginya intensitas puncak diffraksi terbentuk. Dari gambar 5.2, sampel yang memiliki kekeristalan tertinggi terdapat x=0,5 dengan
39
komposisi Mg0,5Ni0,5Fe2O4 (lihat gambar 5.2c). Sedangkan sampel yang memiliki tingkat kekristalan terendah ditemukan pada sampel x=0,4 (lihat gambar 5.2.b) hal ini ditandai dengan rendahnya puncak diffraksi yang dihasilkan. Tingkat kekristalan yang dihasilkan dari kelima sampel berbeda. Hal ini mungkin disebabkan ketidak sempurnaan hasil sintesis nanopartikel, sehingga tingkat kekristalan yang dihasilkan juga berbeda. Penentuan puncak-puncak diffraksi dalam spektrum XRD dapat ditentukan hklnya dengan menggunakan (JCPDS card No: 88-1935) sebagai acuan ketika Mgrich dengan komposisi nikel (x=0,3 s.d 0.5) dan (No: 86-2267) ketika Ni-rich dengan komposisi nikel (x=0,6 s.d 0,7) sebagai acuan standart. Dari gambar 5.2(f) terlihat jelas bahwa puncak hkl (311) pada bidang 2θ mengalami pergeseran. Pergeseran ini mungkin disebabkan oleh kerandoman orientasi kristal yang mungkin terbentuk akibat dari proses sintesis kimia. Atau dapat juga disebabkan oleh instrumentasi alat. 5.2.1. Pengaruh Komposisi Nikel Terhadap Ukuran Butir dan Parameter Kisi Eksperimen Dari puncak puncak hkl yang diidentifikasi maka dapat ditentukan lattice parameter (a), ukuran butir (t), full width hight maximum (FWHM) seperti yang disajikan pada tabel 5.1. Tabel 5.1. Komposisi x didalam Mg1-xNixFe2O4 terhadap lattice parameter(a), ukuran butir (t), dan strain Parameter Ukuran Strain No Sampel 2θ Kisi (Å) Butir (nm) 34,27 1 Mg0,7Ni0,3 Fe2O4 8,67 ±0,14 42,6±0,2 0,63 34,33 2 Mg0,6Ni0,4 Fe2O4 8,66 ±0,45 15,2±0,2 1,76 34,58 3 Mg0,5Ni0,5 Fe2O4 8,60 ±0,20 47,5±0,3 0,56 34,59 4 Mg0,4Ni0,6 Fe2O4 8,59 ±0,22 46,2±0,3 0,57 35,04 5 Mg0,3Ni0,7 Fe2O4 8,49 ±0,17 45,7±0,3 0,57 Dari Tabel 5.1 dapat dilihat bahwa posisi 2θ puncak tertinggi (311) setiap sampel memiliki pergeseran. Namun pergeseran yang terjadi dari kelima sampel sangat kecil. Pergeseran ini mungkin disebabkan oleh suhu pengukuran yang berbeda untuk setiap sampel. Atau dapat juga disebabkan perbedaan komposisi nikel didalam nanopartikel Mg1-xNixFe2O4. Akibat dari perbedaan komposisi ini
40
memungkinkan merubah kedudukan atom didalam kristal. Akibat dari perubahan kedudukan atom dalam kristal, maka memungkinkan kristal tersebut mengalami strain. Munculnya strain pada kristal dapat mempengaruhi parameter kisi dari kristal itu sendiri. Dari Tabel 5.1 parameter kisi terbesar pada nanopartikel Mg1-xNixFe2O4 terdapat pada komposisi nikel (x=0,3). Nilai parameter kisi yang dihasilkan adalah 8, 67 Å, dengan ukuran butir yang dihasilkan sebesar 42,6 nm. Untuk parameter kisi terkecil terdapat komposisi nikel (x=0,7) dengan ukuran butir 45,7 nm. Dari Tabel 5.1 dapat dilihat nilai parameter kisi semakin menurun seiring dengan bertambahnya komposisi nikel didalam nanopartikel Mg1-xNixFe2O4. Besarnya nilai parameter kisi dan ukuran butir dihitung berdasarkan spektrum XRD yang dihasilkan (lihat gambar 5.2). Dari gambar 5.2 terlihat bahwa spektrum XRD yang dihasilkan memiliki puncak diffraksi yang cenderung sharp, kecuali pada gambar 5.2 (b) hasil spektrum XRD untuk komposisi nikel (x=0,4) memiliki puncak diffraksi yang sedikit melebar (broad). Sharp atau broad nya puncak diffraksi yang dihasilkan akan mempengaruhi besarnya ukuran butir yang dihasilkan. Dari Tabel 5.1 terlihat bahwa ukuran butir untuk komposisi x=0,4 sebesar 15,2 nm. Ukuran ini adalah ukuran terkecil dari ukuran yang dihasilkan oleh keempat variasi x lainnya. Ukuran butir terbesar terdapat pada sampel (x=0,5) sebesar 47,5 nm. Pada sampel (x=0,5) juga memiliki kristalinitas terbesar dibandingkan keempat sampel lainnya. hal ini dapat dilihat dari spektrum XRD yang dihasilkan (gambar 5.2c). Pada gambar 5.2c tersebut puncak diffraksi terbentuk sangat sharp dan memiliki intensitas tertinggi dibandingkan dari variasi x lainnya. Grafik perbandingan ukuran butir dan paramter kisi terhadap variasi komposisi nikel (x) dapat dilihat pada gambar 5.3 berikut:
41
Gambar 5.3. Pengaruh komposisi nikel terhadap parameter kisi terhadap ukuran butir. Dari grafik (lihat gambar 5.3) terlihat jelas bahwa seiring bertambahnya komposisi logam Ni dapat mempengaruhi parameter kisi. Parameter kisi yang dihasilkan menurun seiring dengan meningkatnya komposisi nikel didalam nanopartikel Mg1-xNixFe2O4. Namun penurunan yang terjadi pada parameter kisi tidaklah begitu signifikan. Hal ini ditandai besarnya ralat yang dihasilkan (lihat Tabel 5.1). sehingga dapat disimpulkan meningkatkan komposisi nikel kedalam nanopartikel Mg1-xNixFe2O4 tidak begitu mempengaruhi parameter kisi. Dari gambar 5.3 juga terlihat estimasi ukuran butir untuk setiap variasi x cenderung sama, namun terjadi anomali pada x=0,4. Ukuran butir yang dihasilkan sebesar 15,2 nm. Anomali ini mungkin disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya, parameter sintesis berupa pencampuran kimia, strain kristal, dan distribusi kation-kation. Parameter sintesis didalam pencampuran kimia dan suhu sintesis memberikan kontribusi utama terhadap ukuran butir dan parameter kisi nanopartikel yang dihasilkan. Pencampuran kimia dimaksud disini adalah penggunaan NaOH dan HCl didalam proses sintesis. Penggunaan dua senyawa basa dan asam tersebut pada dasarnya memberikan kontribusi terhadap pH larutan. Pada
42
penelitian ini konsentrasi NaOH dan HCl dikontrol konstant (tidak berubah) yaitu sebesar 7,8. pH larutan ini memberikan pengaruh terhadap kinerja reaksi seiring dengan disubsitusikan logam Nikel kedalam Mg1-xNixFe2O4. Ketika komposisi logam nikel ditingkatkan kedalam larutan nanopartikel Mg1-xNixFe2O4 maka pH yang dimiliki larutan pun akan berubah, namun perubahan pH yang terjadi tidaklah begitu signifikan. Perubahan pH yang terjadi berkisar 0,2. pH larutan ini merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi hasil dari sintesis dengan metode kopresipitasi. Proses sintesis yang berjalan sempurna juga menghasilkan kristalinitas yang ideal dan ukuran butir cenderung seragam. Apabila proses sintesis tidak sempurna maka kristal yang dihasilkan akan mengalami cacat kristal (strain). Microstrain atau strain dapat merupakan suatu tanda ketidak sempurnaan suatu kristal. Nilai strain dari kisi kristal berbanding terbalik dengan ukuran butir partikel yang dihasilkan. Seperti yang disajikan dalam Tabel 5.1. Dari tabel 5.1 terlihat jelas bahwa ukuran strain terbesar dimiliki oleh x =0,4 dengan komposisi Mg0,6Ni0,4Fe2O4 dengan ukuran 1,76 yang memiliki ukuran butir terkecil yaitu 15,2 nm. Sedangkan strain terkecil dimiliki oleh sampel x=0,5 yang memiliki komposisi Mg0,5Ni0,5Fe2O4 dengan nilai strain 0,56 dan memiliki ukuran butir terbesar 47,5 nm. Strain pada kristal dapat diminimalisir atau dihilangkan dengan melakukan proses pemanasan lanjutan berupa anneling dengan suhu tinggi (Cullity, 1972). Pengaruh lain dari meningkatnya komposisi nikel pada nanopartikel Mg1xNixFe2O4
berdampak pada parameter kisi yang disebabkan oleh distirbusi kation-
kation penyusunnya. Pendistribusian kation – kation ini mungkin disebabkan oleh pH yang berubah seiring dengan meningkatnya komposisi logam nikel kedalam nanopartikel Mg1-xNixFe2O4 seperti yang sudah dijelaskan diatas. Secara teoritik logam Ni memiliki karakteristik invers spinel yang menempati subkisi oktahedral (B). sedangkan Mg memiliki karateristik normal spinel dan menempati subkisi tetrahedral (A) (Shrikant dkk, 2013). Sehingga pendistribusian ion – ion dari Mg1xNixFe2O4
dapat ditulis dengan persamaan berikut:
[Mg1-x2+Fe3+1-x]A [NixFe3+1-x]B
(5.1).
43
Dari persamaan tersebut dapat diasumsikan penyebaran ion Ni didalam subkisi oktahedral (B) yang menggantikan ion Fe3+ dan penyebaran ion Mg pada subkisi tetrahedral (A) yang menggantikan komposisi ion Fe3+. Hal yang sama juga dijelaskan dalam (Shrikant dkk, 2013). Lihat tabel (5.2). Selain distribusi kation, radius kation pada tetrahedral (rB) dan oktahedral (rA) juga dapat ditentukan dengan persamaan 5.2 sebagai berikut: 𝐴 𝐴 𝐴 𝐴 𝑟𝐴 = (𝐶𝑀𝑔 2+ )(𝑟𝑀𝑔2+ ) + (𝐶𝐹𝑒 3+ )(𝑟𝐹𝑒 3+ )
𝑟𝐵 =
(𝐶 𝐴 2+ )(𝑟 𝐴 2+ )+(𝐶 𝐴 3+ )(𝑟 𝐴 3+ ) 𝑁𝑖 𝑁𝑖 𝐹𝑒 𝐹𝑒
(5.2),
2
rA adalah radius kation pada subkisi tetrahedral (A) dan rB adalah radius kation pada subkisi oktahedral (B), r merupakan jari-jari ionik dan C merupakan konsentrasi komposisi unsur (Mohammed dkk, 2011). Tabel 5.2. Distribusi Kation Mg2+,Ni2+, dan Fe3+ dalam subkisi struktur kristal. Komposisi Distribusi kation Parameter rA rB Kimia Kisi (a) 2+ 3+ 2+ 3+ 2− Mg0,7Ni0,3Fe2O4 [𝑀𝑔0,7 𝐹𝑒0,3 ]𝐴 [𝑁𝑖0,3 𝐹𝑒1,7 ]𝐵 𝑂4 0,738 0,7665 8,67 ±0,14 2+ 3+ 2+ 3+ 2− Mg0,6Ni0,4Fe2O4 [𝑀𝑔0,6 𝐹𝑒0,4 ] [𝑁𝑖0,4 𝐹𝑒1,6 ] 𝑂4 8,66 ±0,45 0,744 0,762 𝐴
𝐵
2+ 3+ 2+ 3+ Mg0,5Ni0,5Fe2O4 [ 𝑀𝑔0,5 𝐹𝑒0,5 ]𝐴 [𝑁𝑖0,5 𝐹𝑒1,5 ]𝐵 𝑂42− 0,75 0,7575 8,60 ±0,20 2+ 3+ 2+ 3+ 2− Mg0,4Ni0,6Fe2O4 [𝑀𝑔0,4 𝐹𝑒0,6 ] [ 𝑁𝑖0,6 𝐹𝑒1,4 ] 𝑂4 8,59 ±0,22 0,756 0,753 𝐴 𝐵 2+ 3+ 2+ 3+ 2− Mg0,3Ni0,7Fe2O4 [𝑀𝑔0,3 𝐹𝑒0,7 ] [ 𝑁𝑖0,7 𝐹𝑒1,3 ] 𝑂4 0,762 0,7485 8,49 ±0,17 𝐴 𝐵 Dari data yang disajikan pada tabel 5.2 bahwa parameter kisi terbesar
terdapat pada sampel x=0,3 yang memiliki komposisi Mg0,7Ni0,3Fe2O4. Besarnya parameter kisi pada x=0,3 adalah 8,67 ±0,14 Å. Sedangkan radius kation pada subkisi tetrahedral (A) dan Oktahedral (B) yang dimiliki oleh sampel x=0,3 berturut –turut adalah 0,738 Å dan 0,7665 Å. Sehingga dapat diasumsikan dalam satu parameter kisi terdapat beberapa kation yang menempati subkisi tetrahedral (A) dan oktahedral (B). Besarnya radius kation rA dan rB dipengaruhi dengan banyaknya jumlah ion Ni2+ dan Mg2+ dalam nanopartikel Mg1-xNixFe2O4. Hal ini disebabkan karena masing-masing unsur memiliki radius ionik yang berbeda. Ion Fe3+ memiliki radius ionik (0,78 Å) yang tersebar didalam subkisi tetrahedral (A) dan oktahedral (B). Pada subkisi tetrahedral (A) juga ditempati oleh ion Mg2+ yang beradius (0,72 Å) dan pada subkisi oktahedral (B) juga ditempati
44
oleh ion Ni2+ yang beradius (0,69 Å). Dari pola data yang disajikan pada tabel 5.2 juga menampilkan bahwa parameter kisi (a) seolah tidak memberikan pengaruh terhadap radius dari subkisi rA dan rB. Tetapi rA dan rB dipengaruhi oleh meningkatnya konsentrasi ion Ni2+ kedalam nanopartikel Mg1-xNixFe2O4. Lihat gambar 5.4 berikut.
Gambar 5.4. Grafik pengaruh konsentrasi X terhadap radius ionik pada subkisi tetrahedral(A) dan oktahedral(B). Dari pola data grafik yang disajikan pada gambar 5.4 terlihat jelas bahwa radius kation pada subkisi tetrahedral (A) mengalami peningkatan seiring dengan meningkatnya komposisi konsentrasi nikel didalam nanopartikel Mg1-xNixFe2O4. Peningkatan ini mungkin menginformasikan berapa banyak ruang yang digunakan kation untuk mengisi subkisi tetrahedral yang terbentuk didalam parameter kisi dari suatu kristal, peningkatan ukuran radius kation pada subkisi tentunya tidak terlepas dari banyaknya ion – ion yang terdistribusi pada subkisi tersebut. Radius subkisi oktahedral (B) yang dihasilkan cenderung menurun seiring dengan bertambahnya komposisi konsentrasi Nikel didalam nano partikel Mg1-xNixFe2O4. Menurunnya radius kation yang menempati subkisi oktahedral (B) dapat diasumsikan bahwa
45
ruang yang ditempati oleh ion – ion pada subkisi oktahedral(B) didalam parameter kisi (a) semakin berkurang. Banyaknya ruang yang ditempati oleh ion –ion pada subkisi tetrahedral (A) dan oktahedral (B) dalam satu paramter kisi ditentukan oleh distribusi ion-ion penyusunnya. Dalam penelitian ini ion-ion yang dimaksud adalah Ni2+, Mg2+, Fe3+, dan O2-. Kation-anion dalam suatu substruktur tetrahedral (A) dan oktahedral (B) memiliki keterkaitan (terikat) satu sama lain. Panjang ikatan ini dipengaruhi oleh komposisi logam Ni kedalam nanopartikel Mg1-xNixFe2O4. Komposisi konsentrasi Ni berpengaruh pada panjang ikatan cation-anion (bonds lengths) yang terdapat pada ruang tetrahedral (A) yang disebut dengan RA, dan pada ruang oktahedral (B) yang disebut RB. Nilai dari panjang ikatan dapat dihitung dengan persamaan 5.3 dan 5.4 berikut: 1
𝑅𝐴 = 𝑎√3(𝛿 + )
(5.3),
8
𝛿
1
𝑅𝐵 = 𝑎√3𝛿 2 − 2 + 16
(5.4)
(Mohammed dkk, 2012). Dimana 𝑎 merupakan paramater kisi dan 𝛿 deviasi dari parameter oxygen (uideal =0,375). besarnya nilai RA dan RB disajikan didalam tabel 5.3 berikut Tabel 5.3. Informasi bond lenghts cation-anion pada subkisi tetrahedral(A) dan oktahedral (B) Komposisi rA rB a u RA RB 𝛿 Kimia 0,38 0,01 2,09 2,05 Mg0,7Ni0,3Fe2O4 0,738 0,7665 8,66 Mg0,6Ni0,4Fe2O4 0,744
0,762
8,60
0,38
0,01
2,09
2,05
0,75
0,7575
8,59
0,39
0,02
2,10
2,02
Mg0,4Ni0,6Fe2O4 0,756
0,753
8,49
0,39
0,02
2,11
2,02
Mg0,3Ni0,7Fe2O4 0,762
0,7485
8,67
0,39
0,02
2,11
1,98
Mg0,5Ni0,5Fe2O4
Nilai u untuk nanopartikel Mg1-xNixFe2O4 yang disajikan didalam tabel 5.3 bervariasi dari 0,38 hingga 0,39. Nilai u meningkat seiring dengan meningkatnya komposisi Nikel (Ni) yang terdapat pada nanopartikel Mg1xNixFe2O4.
Nilai u menyatakan menyatakan ukuran distorsi trigonal dari koordinat
46
oksigen yang terdapat pada subkisi tetrahedral(A) dan subkisi oktahedral (B). Peningkatan ini terjadi seiring dengan meningkatnya konsentrasi nilai x pada Nikel (Ni). Hal yang sama juga dijelaskan oleh (Amer dkk., 2011). Nilai RA dan RB semakin meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi Nikel (Ni), lihat gambar 5.4. Meningkatnya ion Ni2+ didalam nanopartikel Mg1-xNixFe2O4 menyebabkan ekspansi pada subkisi oktahedral (B). Akibat dari ekspansi ion Mg2+ pada ruang tetrahderal (A) menyebabkan perpindahan anion oksigen karena penyusutan pada subkisi oktahedral (B). Nilai dari RA, dan RB menjelaskan panjang ikatan. Panjang ikatan yang terdapat pada subkisi tetrahedral (A) lebih panjang dari pada yang terdapat pada subkisi oktahedral (B). panjang ikatan ini juga dapat menjelaskan kekuatan ikatan kovalen ion Fe3+ yang terdapat pada subkisi tetrahedral (A) dan oktahedral (B). Akibat dari penyusutan subkisi oktahderal (B) dan mengembangnya subkisi tetrahedral (A) tidak memberikan pengaruh terhadap parameter kisi yang dibentuk, namun memberikan pengaruh terhadap kedudukan ion-ion yang terdapat didalam parameter kisi tersebut. Kedudukan ion –ion ini nantinya akan memberikan juga pengaruh pada energi yang terdapat didalam parameter kisi. Nilai 𝛿 semakin meningkat seiiring meningkatnya komposisi Ni (x). Hal ini menginformasikan bahwa adanya proses ekspansi pada subkisi tetrahedral (A). Terjadinya ekspansi pada subkisi tetrahedral (A) mungkin disebabkan oleh perbedaan radius ionik dari Mg2+ dan Fe2+ . Pada subkisi tetrahedral(A) diisi oleh ion Mg2+ yang memiliki radius ionik lebih besar daripada radius ionik Ni yang menempati subkisi oktahedral (B). selain ion Mg dan Ni yang mengisi kedua subsiki terdapat juga ion Fe3+ yang mengisi kedua subkisi. Akibat dari ekspansi yang terjadi pada subkisi tetrahedral(A) menyebabkan terjadinya penyusutan pada subkisi oktahedral (B). Penyusutan pada subkisi oktahedral (B) mungkin disebabkan oleh pergerakan anion. Anion yang terdekat pada subkisi tetrahedral (A) bergerak menjauhi kation tanpa merubah struktur simetri.
47
Gambar 5.5. Grafik pengaruh konsentrasi X terhadap panjang ikatan pada subkisi tetrahedral(RA) dan oktahedral(RB). Dari gambar 5.5 terlihat pola data RA semakin meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi Nikel didalam nanopartikel Mg1-xNixFe2O4. Hal ini dapat diasumsikan bahwa panjang ikatan antar ionik didalam subkisi tetrahedral (A) dalam satu kisi parameter semakin meningkat. Begitu juga pola data yang disajikan oleh RB cenderung berbentuk pola fluktuatif menurun, hal ini dapat diasumsikan panjang ikatan antar ionik pada subkisi oktahedral (B) secara keseluruhan mengalami penyusutan seiring dengan bertambahnya konsentrasi nikel didalam nanopartikel Mg1-xNixFe2O4. Ketika RA mengembang maka RB menyusut, begitupun sebaliknya. 5.2.2. Pengaruh Konsentrasi Nikel Terhadap Parameter Kisi Secara Teoritik Parameter kisi secara eksperimen telah dihitung dan dibahas dalam subbab 5.2.1. Parameter kisi juga dapat ditentukan secara teoritik dapat dihitung dengan persamaan 5.5. Persamaan ini menggunakan radius kation sebagai unsur utama didalam menghitung parameter kisi. 8
𝑎𝑡ℎ = 3√3 [𝑟𝐴 + 𝑅0 + √3(𝑟𝐵 + 𝑅0 )] (Gabal dkk, 2012).
(5.5)
48
Dimana rA dan rB merupakaan radius kation dari tetrahedral (A) dan oktahedral (B), Ro merupakan radius ion Oksigen (1,35 Å) . Dengan menggunakan persamaan 5.5 tersebut dapat diperoleh parameter kisi secara teoritik seperti yang disajikan didalam tabel 5.4 berikut. Tabel 5.4. Perbandingan parameter kisi secara teoritik(ath) dan ekperimen (aexp) Komposisi No Konsentrasi (ath) (aexp) Ni 1 0,3 8,41 8,67 2 0,4 8,43 8,66 3 0,5 8,44 8,60 4 0,6 8,44 8,59 5 0,7 8,41 8,49 Dari tabel 5.4. tersebut terdapat perbedaan parameter kisi secara teoritik yang dihitung menggunakan persamaan 5.4 dengan parameter kisi eksperimen yang dihitung menggunakan persamaan 4.1 secara grafik dapat dilihat pada gambar 5.5.
Gambar 5.6. Grafik perbandingan parameter kisi teoritik (ath) dengan parameter kisi ekperimen (aexp).
49
Dari gambar 5.6. dapat dilihat perbedaan parameter kisi hasil perhitungan secara eksperimen (aexp) dan perhitungan secara teoritik(ath). Perhitungan parameter kisi secara teoritik berdasarkan distribusi kation yang tersebar didalam sub kisi tetrahedral(A) dan subkisi oktahedral(B) yang cenderung menurun meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi ion Ni2+ sebagai mana yang telah disajikan dalam tabel 5.2. hasil perhitungan parameter kisi secara teoritik seharusnya sama dengan yang disajikan dengan eksperimen sebagaimana dilaporkan oleh (Gabal dkk,2013). Namun hasil perhitungan eksperimen menampilkan hasil yang berbeda, grafik yang dihasilkan dari perhitungan secara ekperimen cenderung memiliki pola menurun seiring dengan bertambahnya komposisi nikel kedalam nanopartikel Mg1-xNixFe2O4. Secara eksperimen parameter kisi tertinggi terdapat pada x=0,3 dengan komposisi Mg0,7Ni0,3Fe2O4 yang bernilai 8,67 Å. Pada pola data secara eksperimen (aexp) nilai parameter kisi cenderung menurun dari 8,67 – 8,49 Å. Sedangkan yang terjadi pada perhitungan parameter kisi secara teoritik (ath) memiliki nilai yang meningkat dari 8,41 ke 8,43 Å. Ketika komposisi Mg2+ dan Ni2+ seimbang dengan nilai x =0,5 (Mg0,5Ni0,5Fe2O4) maka pola data yang ditunjukkan oleh perhitungan secara teoritik cenderung meningkat dari 8,43 hingga 8,44 Å. Sedangkan yang disajikan oleh pola data eksperimen nilai paramter kisi (aexp) cenderung menurun dari 8,66 hingga 8,60 Å. Ketidak sesuaian ini mungkin disebabkan oleh ketidak sempurnaan proses sintesis naopartikel.
5.2.3. Pengaruh Konsentrasi NikelTerhadap Kerapatan X-Ray (X-Ray Density) Kerapatan X-Ray dapat dihitung dengan dengan persamaan 5.6. 𝑍𝑀
𝜌 = 𝑁𝑎3 ρ
= rapat sinar X (X-Ray density),
Z
=number of molecules per unit cell (8),
N
= Bilangan Avogadro (6,0225 x 1023)
M
= Molecular weight.
(5.6),
50
Pengaruh konsentrasi nikel di dalam nanopartikel Mg1-xNixFe2O4
terhadap
kerapatan X-Ray dapat dilihat pada tabel 5.5 berikut: Tabel 5.5. X-Ray Density Komposisi aexp Konsentrasi Ni 0,3 8,67 0,4 8,66 0,5 8,60 0,6 8,59 0,7 8,49
ρ (g/cm3) 4,29 4,37 4,54 4,62 4,86
Dari tabel 5.5. dapat dilihat nilai dari kerapatan sinar X yang berada dari 4,29-4,86 g/cm3. Densitas X-Ray berbanding terbalik dengan parameter kisi. Ketika densitas X-Ray meningkat maka parameter kisi menurun, begitupun sebaliknya. Secara umum pola data yang dihasilkan oleh densitas X-Ray memiliki pola fluktuatif cenderung meningkat seiring dengan meningkatnya komposisi Nikeldidalam nanopartikel Mg1-xNixFe2O4. Hal yang sama telah dilaporkan oleh (Gabal dkk, 2012). Densitas X-Ray terbesar terdapat pada sampel x=0,7 dengan komposisi Mg0,3Ni0,7Fe2O4 dengan parameter kisi 8,49 Å dengan densitas 4,86 g/cm3. Hal ini menginformasikan kerapatan yang terjadi didalam parameter kisi pada sampel x=0,7 sangatlah besar. Sehingga dapat diasumsikan sub ruang kisi tetrahedral(A) dan oktahedral (B) tempat terdistrusinya ion-ion dalam satu parameter kisi menjadi sangat termampatkan. Dengan termampatnya parameter kisi oleh subkisi tetrahedral (A) dan oktahedral(B) yang disebabkan oleh distribusi dari kationkation penyusun sub kisi tersebut. Sehingga kemungkinan untuk terjadi ekpansi pada sub kisi sangatlah besar (nilai 𝛿 = 0,02). Akibat dari ekpansi ini maka terjadinya distorsi kisi pada kristal. 5.3. Analisis TEM Sampel yang dipilih untuk dikarakterisasi dengan TEM adalah sampel x=0,5 dengan komposisi Mg0,5Ni0,5Fe2O4. Pemilihan sampel ini berdasarkan komposisi konsentrasi Mg dan Ni yang seimbang. Analisis TEM diperlukan untuk
51
memperkuat hasil perhitungan XRD. Hasil pengamatan morfologi sampel A4 dan cincin diffraksinya dapat dilihat pada gambar 5.7 berikut.
(a)
(b) Gambar 5.7. (a) Morfologi sampel Mg0,5Ni0,5Fe2O4 (b) Cincin diffraksi yang terdapat pada sampel. Dari gambar 5.7 (a) terlihat jelas bahwa sampel secara keseluruhan mengalami aglomerasi sehingga sulit untuk diukur diameter ukuran butirnya. Dan bentuk sampel secara keseluruhan tidaklah bulat sempurna. Algomerasi mungkin terjadi karena dipengaruhi oleh pH dari larutan nanopartikel Mg1-xNixFe2O4 sewaktu sintesis. Kemudian pH larutan ini mempengaruhi energi ionik yang terdapat pada partikel. Sehingga pada partikel yang dihasilkan dapat terjadinya gaya tarik dan gaya tolak antar partikel. dengan adanya interaksi dari kedua gaya tersebut
52
yang disebabkan oleh gerak brown maka dihasilkan suatu energi kinetik. jika kekuatan ionik antar partikel cukup tinggi maka memungkinkan untuk terjadinya aglomerasi. Morfologi dari nanopartikel yang dihasilkan diasumsikan kurang mulus yang disebabkan oleh munculnya pori-pori sehingga bentuk dari nanopartikel yang dihasilkan tidaklah bulat sempurna seperti yang ditunjukkan pada gambar 5.7(a). Munculnya pori pada nanopartikel mungkin disebabkan adanya strain pada kristal. Pada pengujian TEM juga dapat dilihat pola cincin diffraksi seperti yang disajikan pada gambar 5.7(b). Pola – pola cincin diffraksi ini menginformasikan terdapatnya struktur poli kristalin pada sampel yang diuji. Dari cincin – cincin tersebut juga dapat diketahui bidang kristal hkl (311),(400), dan (420). 5.4. Analisis FTIR Sampel Mg1-xNixFe2O4 telah dilakukan analisa gugus fungsi dengan menggunakan FTIR. Spektrum analisa FTIR untuk dapat dilihat pada gambar 5.9 sebagai berikut:
Gambar 5.8. Spektrum FTIR Dari spektrum FTIR yang disajikan diatas, terdapat lima puncak serapan yang muncul dari tiap-tiap spektrum dari sampel. Pada sampel puncak serapan
53
yang terbentuk adalah 362,62 cm-1, 609,51 cm-1, 1357,89 cm-1, 1627,95 cm-1, dan 3417,86 cm-1. Pada sampel A7 terbentuk puncak serapan pada 347,19 cm-1, 609,51 cm-1, 1350,17 cm-1, 1627,92 cm-1, dan 3410,15 cm-1. Dari gambar 5.8 puncak serapan yang terbentuk cenderung tidak mengalami pergeseran yang signifikan. Pada puncak serapan 362,62 cm-1 mengintepretasikan terjadinya vibrasi streching gugus M-O di subkisi oktahedral. Hal yang sama telah pernah dijelaskan dalam penelitian El Hiti dkk (2006) yang menjelaskan bahwa terjadinya vibrasi streching didaerah 387- 425 cm-1 dibagian Oktahedral. Pada bilangan gelombang 609,51 cm-1 menginformasikan terjadinya vibrasi streching M-O di bagian tetrahedral (Hankare dkk, 2008) . puncak serapan selanjutnya terjadi pada bilangan gelombang 1357,89 cm-1 yang menginformasikan pada puncak serapan tersebut terjadinya bending O-H. Pada puncak serapan 1627,95 cm-1 ditemukannya bending dengan molekul H2O (Moradmard, 2015). Keberadaan molekul H2O dapat diasumsikan bahwa sampel tidak mengering secara sempurna. Pada bilangan gelombang 3410,15 cm-1 ditemukannya gugus O-H streching. Dari puncak –puncak serapan yang muncul dari ketiga sampel tersebut dapat asumsikan bahwa seluruh sampel memiliki struktur spinel. Karena ditemukannya gugus fungsi M-O streching pada bagian tetrahedral dan oktahedral. Meskipun logam Ni komposisinya ditingkatkan kedalam nanopartikel Mg1-xNixFe2O4 tetap tidak mengubah struktur kristal yang dibentuk. Untuk lebih jelas informasi puncak serapan yang muncul pada ketiga sampel dapat dilihat pada tabel 5.6 berikut. Tabel 5.6. Gugus fungsi dan bilangan gelombang pada analisa FTIR. No
Sampel
Bil.
Gugus
Gelombang
Fungsi
Interprestasi
362.62 M-O Streching (Oktahedral) 609,51 M-O Streching (Tetrahedral) 1 Mg0,5Ni0,5Fe2O4 1357,89 O-H Bending 1627,95 H-O-H Streching 3417,86 O-H Bending Keterangan : M=Ion Logam , O= Oksigen, H=Hidrogen.
54
5.5. Analisis Sifat Kemagnetan Pengukuran magnetisasi dari Mg1-xNixFe2O4 menggunakan VSM. Grafik M-H dari Magnesium NikelFerrite dengan variasi konsentrasi dari x=0,3 hingga x=0,7 pada suhu sintesis 900 C disajikan pada gambar 5.7. Hasil secara kuantitatif diolah menggunakan originlab 9.0. VSM dilakukan pada ke 5 sampel yaitu x=0,3 hingga x=0,5 yang secara kurva hysterisis disajikan pada gambar 5.9 berikut. X=0,3
X=0,5
X=0,4
X=0,6
55
X=0,7
Gambar 5.9.Kurva histersis hasil VSM sampel A2, A3, A4, A5, dan A6. Berdasarkan gambar 5.9 dapat disimpulkan bahwa pada saat diberikan medan magnet eksternal sebesar 15 kOe pada seluruh sampel, dapat dikatakan bahwa sampel secara keseluruhan tidak mencapai keadaan saturasi. Sehingga dapat diasumsikan bahwa sampel memiliki karakteristik ferrimagnetik. Dan seluruh kurva histerisis yang disajikan pada gambar 5.9 mengidentifikasikan bahwa seluruh sampel bersifat soft magnetik. 5.2.1. Pengaruh Komposisi Nikel terhadap Koersivitas Pensubsitusian komposisi nikel kedalam nanopartikel Mg1-xNixFe2O4 memberikan pengaruh terhadap ukuran butir seperti yang sudah dijelaskan pada subbab 5.2.1. Ukuran butir partikel yang dihasilkan akan memberikan pengaruh terhadap sifat kemagnetan yang ditimbulkan. Komposisi nikel (x), ukuran butir (t), dan Koersivitas (Hc) disajikan pada tabel 5.7 berikut. Tabel 5.7. Pengaruh subsitusi Nikel kedalam Mg1-xNixFe2O4 terhadap magnetisasi saturasi (Ms), Magnetisasi remanen (Mr), dan koersivitas (Hc) No 1 2 3 4 5
X
Komposisi
0,3 0,4 0,5 0,6 0,7
Mg0,7Ni0,3Fe2O4 Mg0,6Ni0,4Fe2O4 Mg0,5Ni0,5Fe2O4 Mg0,4Ni0,6Fe2O4 Mg0,3Ni0,7Fe2O4
Uk. Butir (nm) 42,6 15,2 47,5 46,2 45,7
Hc (Oe)
K
54,56 68,20 50,01 36,37 4,55
8,15 9,86 6,84 5,79 0,52
56
Dari data yang disajikan pada tabel 5.7 diatas koersivitas yang terjadi pada seluruh sampel bervariasi dari 4,5 Oe hingga 68,19 Oe. Secara umum jika diperhatikan pola data koersivitas dari tabel 5.7 cenderung menurun seiring dengan meningkatnya komposisi nikel didalam nanopartikel Mg1-xNixFe2O4. Secara grafik dapat dilihat pada gambar 5.10. Nilai koersivitas tertinggi terdapat pada sampel x=0,4 sebesar 68,18 Oe. Nilai koersivitas ini dapat diasumsikan karena kontribusi dari ion-ion penyusun yang tersebar kedua subkisi yaitu tetrahedral(A) dan oktaheral(B).
Gambar 5.10. Pengaruh komposisi nikel (X) terhadap ukuran butir (t) dan Koersivitas (Hc). Dari pola grafik yag disajikan pada gambar 5.10 terlihat jelas bahwa pola yang dihasilkan cenderung menurun. Namun pada x=0,4 terdapat kenaikan nilai koersivitas dari 54,56 menjadi 68,20. Fenomena yang terjadi pada x=0,4 dengan komposisi Mg0,6Ni0,4Fe2O4 dapat diasumsikan bahwa partikel yang dihasilkan bersifat single domain. Seperti yang dijelaskan pada gambar 5.12 ketika ukuran butir kecil dan koersvitas meningkat maka partikel bersifat single domain. Namun jika ukuran partikel meningkat dan koersivitas menurun maka partikel berada
57
diwilayah multi domain. Dari grafik yang disajikan pada gambar 5.10 terlihat bahwa sampel x=0,4 bersifat single domain. Sedangkan untuk x=0,3 , 0,5, 0,6, dan 0,7 partikel bersifat multi domain.
Gambar 5.11. Hubungan koersivitas magnetik dan ukuran partikel (Mathew dan Juang, 2007). Dari gambar 5.11 diatas ditampilkan analisis hubungan ukuran partikel terhadap koersivitas magnet. Dari gambar 5.11 dijelaskan bahwa pada area single domain koersivitas meningkat seiring dengan meningkatnya ukuran partikel dan koersvitas akan menurun seiring dengan menurunnya ukuran partikel. Sedangkan pada area multidomain koersivitas menurun seiring dengan meningkatnya ukuran butir. Pada partikel yang bersifat multidomain orientasi momen magnetnya cenderung bersifat acak. Hal ini menyebabkan interaksi antar partikel dan energi anistropinya akan semakin kecil sehingga untuk mendemagnetisasi membutuhkan medan eksternal yang lebih kecil. Meningkatnya koersivitas seiring dengan menurunnya ukuran partikel mungkin
disebabkan
sampel
yang
disintesis
mengalami
aglomerasi
(penggumpalan). Dengan terjadinya aglomerasi maka partikel-partikel diasumsikan memiliki banyak domain. Sehingga, ketahanan terhadap medan demagnetisasi semakin besar yang berarti nilai koersivitas semakin meningkat.
58
5.2.2. Magnetik Anisotropi pada H = 15 kOe Magnetik anisotropi dari nanopartikel Mg1-xNixFe2O4 erat kaitannya dengan energi yang dibutuhkan untuk memepertahankan keadaan awal momen magnetik yang dimilikinya. Perbandingan magnetik anisotropi untuk perbedaan komposisi nikel didalam nanopartikel Mg1-xNixFe2O4 disajikan dalam tabel 5.8. Tabel 5.8. Pengaruh komposisi Nikel kedalam Mg1-xNixFe2O4 terhadap magnetisasi magnetik anisotropi pada H = 15 kOe.
No 1 2 3 4 5
X 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7
Magnetisasi pada H max 15 kOe (emu /g) 14,20 13,74 12,99 15,13 10,94
B ( x 10-3)
5 4 5 5 4
Magnetik anisotropi terkait dengan energi yang dibutuhkan untuk mengubah orientasi arah momen magnetik suatu material dan terkait juga dengan kecenderungan untuk mempertahankan kondisi momen magnetik mula-mula. Saat magnetik anisotropinya besar akan dibutuhkan medan magnet luar yang besar untuk dapat menyearahkan momen magnetiknya, sehingga diperoleh magnetisasi saturasi yang besar pula.