37
BAB V KONDISI KERJA PEKERJA CV. MEKAR PLASTIK INDUSTRI Kondisi kerja pekerja CV. Mekar Plastik merupakan perlakuan perusahaan kepada pekerja, baik laki maupun perempuan yang meliputi pembagian kerja secara seksual, status pekerja, pengupahan, jaminan kerja, dan jaminan keluarga.
5.1
Pembagian Kerja secara Seksual Gender tidak menjadi masalah jika tidak menyebabkan ketimpangan gender
terhadap salah satu jenis kelamin, namun gender yang berlaku di komunitas seringkali diadopsi oleh berbagai pihak yang berkepentingan sehingga melakukan ketimpangan gender dalam skala yang lebih luas (Widanti, 2005). Dalam hal ini, perempuan sering menjadi korban ketimpangan gender terutama dalam lingkungan keluarga, komunitas dan tempat kerja. Perbedaan jenis kelamin melahirkan perbedaan gender dan perbedaan gender telah melahirkan berbagai ketidakadilan. Faktor yang menyebabkan ketidakseimbangan atau ketidakadilan gender adalah akibat gender yang dikonstruksi secara sosial dan budaya. Beberapa anggapan yang memojokkan kaum perempuan dalam konteks sosial ini memunculkan sejumlah persoalan, seperti terjadinya pembagian kerja secara seksual yang dialami pekerja CV. Mekar Plastik Industri. Perusahaan melakukan pembagian kerja secara seksual berdasarkan kemampuan dan keahlian pekerja dalam mengoperasikan alat-alat atau mesin di pabrik. Tak lepas dari itu, perusahaan juga masih memiliki bias gender tinggi yang melekat dan itu menjadi prinsip pembagian kerja yang utama. Stereotip gender dalam masyarakat, memandang perempuan sebagai makhluk yang lemah lembut, bersifat melayani, tergantung, emosional, dan tidak bisa bekerja kasar seperti mengangkat barang atau mesin berat, sedangkan lakilaki dianggap sebagai makhluk yang berjiwa pemimpin, mandiri, kuat, dan rasional. Oleh karena itu, perempuan ditempatkan pada bagian packing yang ringan dan tidak membutuhkan banyak tenaga karena dianggap tidak mampu mengoperasikan mesin-mesin berat.
38
Ada beberapa pekerjaan yang khusus dilakukan oleh pekerja laki-laki, yaitu bagian service mesin, gudang mesin, dan ekspedisi. Pekerjaan tersebut dianggap kerja kasar dan memerlukan tenaga yang besar dan kuat serta ketangkasan yang cepat. Pada Tabel 4 disajikan data komposisi jumlah responden pekerja CV. Mekar Plastik Industri berdasarkan jenis kelamin dan jenis pekerjaan. Tabel 4. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Jenis Kelamin dan Jenis Pekerjaan, CV. Mekar Plastik Industri, 2009 Jenis Kelamin Jenis Pekerjaan
Laki-laki
Perempuan
Jumlah
Persentase
Jumlah
Persentase
Operator Packing
5
16,7
30
100
Operator Mesin
25
83,3
0
0
Total
30
100
30
100
Berdasarkan pada Tabel 4, dapat disimpulkan bahwa seluruh responden perempuan sebanyak 30 orang (100%) bekerja sebagai operator, dan 25 orang (83,3%) pekerja laki-laki bekerja di bagian mesin, sedangkan hanya 5 orang (16,7%) pekerja laki-laki yang bekerja sebagai operator. Di perusahaan tersebut, sebenarnya tidak ada pekerjaan yang khusus dilakukan oleh perempuan, namun biasanya perempuan ditempatkan di bagian packing (pengepakan barang), walaupun ada juga laki-laki yang ditempatkan di bagian packing. Pekerjaan tersebut tidak memerlukan tenaga kasar dan kuat, yang penting memiliki tingkat ketelatenan yang tinggi. Pembagian kerja secara seksual yang didasarkan pada stereotip gender ini mengakibatkan terjadinya peminggiran perempuan, dan biasanya perempuan menjadi korban yang tidak dapat berbuat apa-apa. Dengan adanya pembagian kerja secara seksual tersebut, perempuan sudah berada dalam posisi yang termarjinalkan
(mengalami
marginalisasi-ketidakadilan
gender),
namun
perempuan itu sendiri juga masih memiliki bias gender yang tinggi dan mereka juga tidak mau bekerja kasar seperti yang dilakukan laki-laki. Pembagian kerja antara laki-laki dan perempuan yang dipengaruhi oleh stereotip gender tersebut, sudah berlaku di komunitas dan memiliki kekuatan
39
mengikat tertentu seperti norma, walaupun tidak ada peraturan khusus yang mengatur sistem pembagian kerja tersebut. Pembagian kerja secara seksual ini tergolong marginalisation as concentration on the margins of the labour market dan marginalisation as feminisation or segregation yang berarti terjadi peminggiran posisi perempuan dalam sektor publik pada jenis-jenis pekerjaan yang berupah rendah, kondisi kerja buruk, dan tidak memiliki kestabilan kerja, serta mengalami feminisasi dan segregasi.
5.2
Status Kerja Status kerja pekerja menggambarkan tingkat kerentanan pekerja untuk
dikeluarkan jika terjadi pemecatan. Status kerja merupakan variabel untuk melihat kondisi kerja pekerja dalam suatu perusahaan, apakah telah baik atau tidak. Status kerja pekerja di CV. Mekar Plastik dibedakan menjadi dua, yaitu pekerja tetap dan pekerja harian lepas. Pekerja tetap disebut juga karyawan atau pekerja waktu tidak tertentu (tidak rentan dipecat), sedangkan pekerja harian lepas disebut juga pekerja waktu tertentu (rentan dipecat). Pekerja tetap memiliki status dan kondisi kerja yang lebih baik dibandingkan pekerja harian lepas, seperti mendapatkan berbagai tunjangan dan fasilitas perusahaan. Status pekerja ini sangat berpengaruh pada pembagian upah kepada pekerja, terlepas dari adanya pembagian kerja seksual berdasarkan gender. Status pekerja dapat menyebakan ketimpangan apabila pekerja laki-laki dan perempuan diperlakukan berbeda. Pada Tabel 5 disajikan data komposisi jumlah responden pekerja CV. Mekar Plastik Industri berdasarkan jenis kelamin dan status pekerja. Seperti yang dapat dilihat pada Tabel 5 bahwa jumlah pekerja laki-laki yang statusnya pekerja tetap di CV. Mekar Plastik Industri lebih banyak dibandingkan perempuan, yaitu 63,3% dari total pekerja laki-laki, sedangkan jumlah pekerja perempuan yang statusnya pekerja tetap yaitu 46,7% dari total pekerja perempuan. Untuk pekerja harian lepas, jumlah pekerja perempuan lebih banyak dibandingkan pekerja laki-laki, yaitu 53,3% dari total pekerja perempuan, sedangkan pekerja laki-laki yang status kerjanya sebagai pekerja harian lepas sebesar 36,7% dari total pekerja laki-laki.
40
Tabel 5. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Jenis Kelamin dan Status Pekerja, CV. Mekar Plastik Industri, 2009 Jenis Kelamin Jenis Pekerjaan
Laki-laki
Perempuan
Jumlah
Persentase
Jumlah
Persentase
Harian Lepas
11
36,7
16
53,3
Pekerja Tetap
19
63,3
14
46,7
Total
30
100
30
100
Jenis pekerjaan laki-laki seperti mesin dan ekspedisi membutuhkan keahlian dan keterampilan khusus dalam mengoperasikannya, tingkat kesulitannya juga lebih tinggi dibandingkan denga bagian packing (pengepakan), sehingga tingkat kerentanan dipecat juga kecil pada bagian mesin. Sebaliknya, jenis pekerjaan packing dianggap sepele dan tidak membutuhkan keahlian khusus seperti bagian mesin, sehingga tingkat kerentanan dipecatnya lebih tinggi dibandingkan dengan bagian mesin yang biasa dipegang oleh laki-laki. Pada posisi ini, perempuan kembali mengalami ketimpangan/ketidakadilan karena merasa berada pada posisi yang rentan atau tidak aman dalam hal pekerjaan, sehingga mereka cenderung pasrah dan tidak berani melawan atau meminta haknya kepada perusahaan karena takut dipecat.
5.3
Pengupahan Dalam hal pengupahan, CV. Mekar Plastik Industri dianggap belum
memenuhi syarat Upah Minimum Regional seperti yang telah ditetapkan Gubernur Jawa Barat dalam Keputusan Gubernur Jawa Barat No. 561/Kep.684Bangsos/2008, sebesar Rp.1.000.950,- untuk wilayah Kabupaten Bandung. Upah yang diberikan perusahaan terdiri atas dua tingkat, yaitu Rp31.000,- per hari untuk karyawan tetap, baik pekerja laki-laki maupun pekerja perempuan, dan pekerja laki-laki harian lepas, dan Rp.25.000,- per hari untuk pekerja perempuan yang harian lepas. Pembagian upah ini dianggap tidak adil oleh pekerja perempuan namun mereka tidak dapat menuntut hak lebih karena itu adalah kebijakan perusahaan, selain itu mereka juga takut dipecat tanpa uang pesangon. Pembagian upah ini dipengaruhi oleh adanya pembagian kerja secara seksual dan pembagian
41
status kerja. Seperti yang telah dibahas sebelumnya, sebagian besar laki-laki yang menjadi operator mesin memiliki tingkat kerentanan dipecat yang lebih kecil dibandingkan dengan perempuan sebagai operator packing yang jenis pekerjaanya diaanggap sepele. Data Tabel 6 menunjukkan komposisi jumlah responden pekerja CV. Mekar Plastik Industri berdasarkan gender dan upah.
Tabel 6. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Jenis Kelamin dan Upah, CV. Mekar Plastik Industri, 2009 Jenis Kelamin Upah
Laki-laki
Perempuan
Jumlah
Persentase
Jumlah
Persentase
Rendah (
0
0
14
46,7
Tinggi (≥ UMR)
30
100
16
53,3
Total
30
100
30
100
Dapat dilihat pada Tabel 6 bahwa pekerja laki-laki memiliki upah yang lebih tinggi daripada pekerja perempuan. Tinggi rendahnya upah ditentukan berdasarkan Upah Minimum Regional (UMR) wilayah regional kajian penelitian, yaitu Kabupaten Bandung, sebesar Rp.1.000.950,- untuk industri plastik. Bila upah di atas UMR, maka dapat dikatakan, upah yang diterima pekerja lebih tinggi, begitupun sebaliknya, bila upah yang diterima kurang dari UMR, maka dapat dikatakan upah yang diterima pekerja adalah di bawah rata-rata. Berdasarkan persentase jumlah responden berdasarkan jenis kelamin dan upah, sebanyak 100% pekerja laki-laki mendapatkan upah yang tinggi (≥ UMR) dan hanya 53,3% pekerja perempuan yang mendapatkan upah tinggi, dan 46,7% pekerja perempuan mendapatkan upah yang rendah (< UMR). Dapat dilihat juga, hampir tidak ada (0%) pekerja laki-laki yang mendapatkan upah di bawah UMR. Hal ini dikarenakan pekerja laki-laki memiliki tanggung jawab yang lebih besar dan membutuhkan tenaga yang lebih banyak dalam proses produksi dibandingkan perempuan, sehingga upahnya diberikan lebih besar oleh perusahaan (bias gender perusahaan terhadap pekerja). Perbedaan upah ini merupakan salah satu ketimpangan yang dialami oleh pekerja perempuan karena mereka berada dalam posisi yang termarjinalisasikan dan mereka tidak dapat berbuat apa-apa karena
42
takut dipecat, namun hal ini ternyata tidaklah menjadi suatu masalah yang besar bagi pekerja perempuan, karena mereka merasa bahwa uang yang mereka dapatkan dari hasil bekerja bukanlah suatu nafkah utama untuk keluarga, tetapi merupakan uang tambahan nafkah untuk membantu suami dalam memenuhi kebutuhan rumahtangga. Di samping gender sebagai pembanding utama pembagian upah, hal yang perlu diperhatikan lebih spesifik adalah status pekerja. Status pekerja sangat mempengaruhi perusahaan dalam hal memberikan upah kepada pekerja. Besarnya upah yang diterima pekerja tergantung dari bagaimana statusnya sebagai pekerja di CV. Mekar Plastik Industri, yaitu sebagai pekerja harian lepas atau pekerja tetap. Tabel 7 menunjukkan komposisi pekerja berdasarkan status pekerja dan upah/gaji yang diterima pekerja.
Tabel 7. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Jenis Kelamin, Status Pekerja, dan Upah, CV. Mekar Plastik Industri, 2009 Upah Jenis Kelamin
Laki-laki Perempuan
Status Pekerja
≥ UMR
< UMR
Jumlah
Persentase
Jumlah
Persentase
Pekerja Tetap
19
100
0
0
Harian Lepas
11
100
0
0
Pekerja Tetap
14
100
0
0
Harian Lepas
0
0
16
100
Dapat dilihat pada Tabel 7 bahwa pekerja yang berstatus pekerja tetap memiliki upah yang lebih tinggi daripada pekerja yang berstatus pekerja harian lepas. Upah yang lebih tinggi tersebut adalah upah yang besarnya sama atau di atas UMR, begitupun sebaliknya, bila upah yang diterima kurang dari UMR, maka dapat dikatakan upah yang diterima pekerja adalah rendah. Berdasarkan Tabel 7 dapat dilihat bahwa jumlah laki-laki pekerja tetap dan menerima upah yang tinggi lebih banyak dibandingkan perempuan yang sebagian besar berstatus pekerja harian lepas dan menerima upah yang lebih rendah. Perbedaan upah ini adalah salah satu bentuk ketidakadilan gender (marginalisasi) yang dilakukan perusahaan terhadap pekerja, apalagi sebagian besar korbannya
43
adalah pihak perempuan yang ditempatkan sebagai pekerja harian lepas, walaupun entah secara sengaja atau tidak perusahaan menempatkan perempuan dalam posisi tersebut. Perempuan masih saja dianggap sebagai makhluk yang lemah dan tidak berdaya dalam sektor publik, dan mereka juga takut untuk menuntut hak-haknya karena menganggap dirinya akan kalah jika melawan pihak perusahaan yang besar dan berkuasa tersebut.
5.4
Jaminan Kerja Jaminan kerja merupakan salah satu aspek penting dalam melihat baik atau
tidak baiknya kondisi kerja seorang pekerja dalam suatu perusahaan. Seperti yang tercantum dalam Peraturan Perusahaan CV. Mekar Plastik Industri, pekerja berhak untuk menerima jaminan kerja berupa jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua bagi yang ikut, jaminan beribadah, jaminan beristirahat, dan jaminan kematian, libur atau cuti jika sakit, libur tahunan/hari raya, upah lembur, libur cuti pernikahan/ kematian/kelahiran, dan pesangon bila terjadi PHK. Pada Tabel 8 disajikan komposisi jumlah responden pekerja CV. Mekar Plastik Industri berdasarkan jenis kelamin dan jaminan kerja yang diperoleh.
Tabel 8. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Jenis Kelamin dan Jaminan Kerja, CV. Mekar Plastik Industri, 2009 Jenis Kelamin Jaminan Kerja
Laki-laki
Perempuan
Jumlah
Persentase
Jumlah
Persentase
Baik
23
76,7
17
56,7
Tidak Baik
7
23,3
13
43,3
Total
30
100
30
100
Berdasarkan Tabel 8 bahwa pekerja laki-laki memiliki jaminan kerja yang lebih baik daripada pekerja perempuan. Baik atau tidaknya ukuran kualitas jaminan kerja ditentukan oleh banyaknya jaminan yang diterima pekerja selama pekerja bekerja di CV. Mekar Plastik Industri. Data pada Tabel 8 menunjukkan sebesar 76,7% pekerja laki-laki mendapatkan jaminan kerja baik dan 56,7%
44
pekerja perempuan mendapatkan jaminan kerja yang baik pula, serta 43,3% pekerja perempuan lainnya mendapatkan jaminan kerja yang tidak baik. Untuk perolehan jaminan kerja, antara laki-laki dan perempuan tidak dibedakan bila status kerjanya adalah pekerja tetap, namun untuk pekerja harian lepas, antara pekerja laki-laki dan perempuan dibedakan, misalnya dalam hal pengupahan, pekerja laki-laki mendapatkan upah yang lebih besar dibandingkan pekerja perempuan; laki-laki mendapatkan jaminan kesehatan untuk istri dan anaknya berobat di poliklinik perusahaan, sedangkan perempuan hanya mendapatkan jaminan kesehatan untuk dirinya sendiri saja. Hal ini merupakan suatu ketimpangan gender yang menimpa pekerja perempuan, karena perempuan yang bekerja di CV. Mekar Plastik Industri ini dianggap sebagai perempuan lajang/belum menikah, sehingga tidak memiliki yang lebih. Selain akibat adanya stereotip gender, jaminan kerja yang didapat pekerja dipengaruhi oleh status pekerja. Pada Tabel 9 dapat dilihat komposisi jumlah responden pekerja CV. Mekar Plastik Industri berdasarkan jenis kelamin, status pekerja, dan jaminan kerja yang diperoleh.
Tabel 9. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Jenis Kelamin, Status Pekerja, dan Jaminan Kerja, CV. Mekar Plastik Industri, 2009 Jaminan Kerja Jenis Kelamin
Status Pekerja
Baik
Tidak baik
Total
Jumlah
Persentase
Jumlah
Persentase
Pekerja Tetap
19
100
0
0
19 (100%)
Harian Lepas
4
36,36
7
63,63
11 (100%)
Pekerja Tetap
14
100
0
0
14 (100%)
Harian Lepas
3
18,75
13
81,25
16 (100%)
Laki-laki
Perempuan
Berdasarkan Tabel 9 dapat diidentifikasi bahwa jika status pekerja pekerja baik maka jaminan kerja yang didapatkan juga baik. Hal ini dapat dilihat dari besarnya jumlah pekerja berstatus pekerja tetap yang mendapatkan jaminan kerja
45
yang baik lebih besar daripada pekerja berstatus harian lepas yang mendapatkan jaminan kerja baik, namun ini juga terkait dengan gender atau jenis kelamin, karena sebagian besar pekerja yang berstatus pekerja tetap adalah berjenis kelamin laki-laki, dan pekerja yang berstatus harian lepas sebagian besar adalah perempuan dan mendapatkan jaminan kerja yang tidak baik. Seperti yang telah dibahas sebelumnya, pekerja laki-laki dianggap memiliki tanggung jawab yang lebih besar dalam menafkahi keluarganya dibandingkan perempuan. Pemberian jaminan kerja yang diberikan perusahaan, semuanya sudah diatur dalam Peraturan Perusahaan CV. Mekar Plastik Industri untuk karyawannya, namun pada kenyataanya jaminan kerja yang diterima oleh pekerja ternyata tak sebanyak yang dijanjikan perusahaan tersebut dalam peraturan yang dibuatnya. Hal ini disebabkan karena kurangnya pemahaman pekerja terhadap peraturan perusahaan yang memuat hak dan kewajiban pengusaha dan pekerja. Seperti yang telah dibahas di atas, pekerja berhak menerima jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan beribadah, jaminan beristirahat, dan jaminan kematian, libur atau cuti jika sakit, libur tahunan/hari raya, upah lembur, libur cuti pernikahan/kematian/kelahiran, dan pesangon PHK, namun pada kenyataannya, hak-hak itu hanya ditujukan untuk pekerja tetap, bukan untuk pekerja harian lepas. Pekerja harian lepas tidak mendapatkan libur tahunan/hari raya, jaminan kesehatan, dan pesangon saat PHK. Bahkan banyak yang mengeluh karena seminggu menjelang Hari Raya Lebaran, mereka langsung dipecat tanpa pesangon dengan alasan perusahaan sedang tidak produktif atau sepi order. Pemecatan pekerja seperti ini harusnya dapat dihindari jika antara pengusaha dan pekerja saling terbuka dan mentaati peraturan yang sudah dibuat bersama.
5.5
Jaminan Keluarga Selain pemberian jaminan kerja, perusahaan juga memberikan jaminan
keluarga bagi pekerja yang statusnya pekerja tetap, yaitu Tunjangan Hari Raya, santunan melahirkan karyawan (untuk pekerja perempuan), dan pemberian jaminan hutang. Jamian keluarga ini diberikan oleh perusahaan sebagai salah satu wujud kepedulian perusahaan terhadap kesejahteraan keluarga pekerjanya. Adapun jaminan keluarga lain seperti santunan menikah pertama kali, santunan
46
melahirkan karyawan/istri karyawan, santunan anak khitan/sunatan/pembaptisan anak karyawan, santunan anggota dalam satu rumah meninggal dunia, santunan kematian orangtua/mertua, santunan kematian istri, anak atau suami, santunan perkawinan anak, pinjaman/hutang, santunan jika pekerja ditahan yang tertera dalam Undang-undang No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, tidak semua dipenuhi oleh CV. Mekar Plastik Industri kepada para pekerjanya. Perusahaan hanya memberikan jaminan lain seperti santunan menikah, santunan anggota keluarga meninggal, santunan istri/anak karyawan, itupun tidak sepenuhnya diberikan, harus melalui beberapa keputusan dari pihak perusahaan. Sebagian besar sumbangan yang seharusnya diberikan oleh perusahaan oleh pekerja, biasanya diberikan oleh teman-teman kerjanya sendiri berupa sumbangan sukarela, bukan dari perusahaan, walaupun hak-hak jaminan keluarga seperti yang disebutkan di atas, tertera dalam Peraturan Perusahaan CV. Mekar Plastik Industri. Dalam hal ini perusahaan belum memenuhi hak-hak pekerja dan kewajiban pengusaha sebagaimana yang tercantum pada undang-undang dan peraturan perusahaan. Untuk Tunjangan Hari Raya diberikan 7 (tujuh) hari sebelum Hari Raya, dan itu berlaku untuk pekerja yang berstatus pekerja tetap, sedangkan untuk pekerja harian lepas, seharusnya tidak perlu khawatir, karena menurut Peraturan Perusahaan Bab IX pasal 31 mengenai tunjangan, tertulis:
“ Bagi karyawan yang telah melewati masa percobaan tetapi belum memiliki masa kerja (satu) tahun, besarnya THR dihitung secara proporsional.....”
Pernyataan tersebut seharusnya dapat menjadi solusi bagi pekerja yang berstatus harian lepas untuk mendapatkan tunjangan hari raya, namun nyatanya mereka tidak mendapat tunjangan tersebut dan jaminan yang lain. Mereka hanya mengharapkan belas kasih pihak perusahaan atau teman-temannya yang mampu untuk memberikan mereka bantuan saat hari raya itu tiba. Tidak ada sedikitpun pemberian barang ataupun uang untuk pekerja harian lepas untuk mereka merayakan hari raya, walaupun banyak diantara mereka yang sudah bekerja lebih dari lima tahun, sedangkan menurut Peraturan Perusahaan, karyawan hanya
47
melewati masa kontrak tiga bulan, dan mendapatkan hak pengangkatan menjadi karyawan dan uang penghargaan masa kerja. Pada Tabel 10 ditunjukkan komposisi jumlah responden pekerja CV. Mekar Plastik Industri berdasarkan jenis kelamin dan jaminan keluarga yang diperoleh.
Tabel 10. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Jenis Kelamin dan Jaminan Keluarga, CV. Mekar Plastik Industri, 2009 Jenis Kelamin Jaminan Keluarga
Laki-laki
Perempuan
Jumlah
Persentase
Jumlah
Persentase
Baik
0
0
0
0
Tidak Baik
30
100%
30
100%
Total
30
100%
30
100%
Dapat dilihat pada Tabel 10 bahwa tidak ada pekerja yang mendapatkan jaminan keluarga yang baik. Walaupun ada beberapa jaminan keluarga yang diberikan kepada pekerja, tak mencapai setengah dari keseluruhan jaminan yang ada diberikan oleh perusahaan kepada pekerja. Peneliti pun mencoba membandingkan komposisi jumlah responden pekerja CV. Mekar Plastik Industri berdasarkan jenis kelamin, status pekerja, dan jaminan keluarga yang dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Jenis Kelamin, Status Pekerja, dan Jaminan Keluarga, CV. Mekar Plastik Industri, 2009 Jaminan Keluarga Jenis Kelamin
Laki-laki Perempuan
Status Pekerja
Baik
Tidak Baik
Jumlah
Persentase
Jumlah
Persentase
Pekerja Tetap
0
0
19
100
Harian Lepas
0
0
11
100
Pekerja Tetap
0
0
14
100
Harian Lepas
0
0
16
100
48
Seperti yang dapat dilihat pada Tabel 11 tentang jaminan keluarga pekerja berdasarkan jenis kelamin dan status pekerja, 100% responden baik pekerja lakilaki dan pekerja perempuan yang berstatus harian lepas atau pekerja tetap, tidak mendapatkan fasilitas dan pelayanan jaminan keluarga yang baik. Hal ini menunjukkan adanya ketidakpedulian perusahaan terhadap kesejahteraan keluarga pekerja, dan terjadinya penyimpangan Peraturan Perusahaan yang telah dibuat dan disepakati bersama antara pihak-pihak terkait lainnya. Jika pun ada jaminan keluarga yang diberikan, biasanya berupa pinjaman atau pemberian hutang dari perusahaan kepada pekerja yang birokrasinya sulit, sehingga pekerja pun malas atau enggan untuk meminjam ke perusahaan. Santunan-santunan seperti santunan anggota keluarga meninggal yang dijanjikan perusahaan pun sulit didapatkan, biasanya santunan yang diterima pekerja pada kejadian seperti itu berasal dari sumbangan sesama pekerja lainnya yang sifatnya sukarela dan tidak mengikat.
Ikhtisar CV. Mekar Plastik Industri melakukan pembagian kerja secara seksual berdasarkan dari kemampuan dan keahliannya dalam mengoperasikan alat-alat atau mesin di pabrik. Namun tak lepas dari itu, pihak pengusaha juga masih memiliki bias gender yang tinggi yang melekat. Perempuan ditempatkan pada bagian packing yang ringan dan tidak membutuhkan banyak tenaga karena dianggap tidak mampu mengoperasikan mesin-mesin berat, dan laki-laki pada bagian bagian service mesin, gudang mesin, dan ekspedisi. Pekerjaan tersebut dianggap kerja kasar dan memerlukan tenaga yang besar dan kuat serta ketangkasan yang cepat. Pembagian kerja secara seksual ini tergolong marginalisation as concentration on the margins of the labour market dan marginalisation as feminisation or segregation. Status kerja pekerja adalah tingkat kerentanan pekerja untuk dikeluarkan jika terjadi pemecatan. Sebagian besar pekerja laki-laki di CV. Mekar Plastik Industri berstatus pekerja tetap, sedangkan perempuan sebagian besar berstatus pekerja harian lepas. Kondisi kerja ini belum baik karena masih terjadi ketimpangan/marginalisasi. Marginalisasi ini tergolong marginalisation as concentration on the margins of the labour market.
49
Dalam hal pengupahan, CV. Mekar Plastik Industri dianggap belum memenuhi syarat Upah Minimum Regional sebesar Rp.1.000.950,- untuk wilayah Kabupaten Bandung. Upah yang diberikan perusahaan kepada pekerja laki-laki jumlahnya lebih besar daripada upah pekerja perempuan. Untuk pekerja tetap, pekerja laki-laki dan perempuan besarnya upah sama, namun untuk pekerja harian lepas, upah pekerja laki-laki dan perempuan dibedakan. Hal ini dikarenakan pekerja laki-laki memiliki tanggung jawab yang lebih besar dan membutuhkan tenaga yang lebih banyak dalam proses produksi dibandingkan perempuan, sehingga upahnya diberikan lebih besar oleh perusahaan. Marginalisasi ini tergolong marginalisation as economic inequality dan marginalisation as feminisation or segregation. Pada perusahaan CV. Mekar Plastik Industri, jaminan kerja yang diberikan telah cukup baik, namun terdapat perbedaan antara pekerja laki-laki dan pekerja perempuan. Pekerja laki-laki mendapatkan jaminan kerja yang lebih banyak dibandingkan pekerja perempuan. Hal ini disebabkan karena kurangnya pemahaman pekerja terhadap peraturan perusahaan yang memuat hak dan kewajiban pengusaha dan pekerja, dan dipengaruhi juga oleh status pekerja itu sendiri. Marginalisasi ini tergolong marginalisation as economic inequality. Selain pemberian jaminan kerja, perusahaan juga memberikan jaminan keluarga bagi pekerja yang statusnya pekerja tetap, yaitu Tunjangan Hari Raya, santunan melahirkan karyawan (untuk pekerja perempuan), dan pemberian jaminan hutang, namun tidak ada pekerja yang mendapatkan jaminan keluarga yang baik secara keseluruhan. Sama halnya seperti jaminan kerja, pekerja laki-laki mendapatkan jaminan keluarga lebih banyak dibandingkan dengan pekerja perempuan, misalnya saja dalam hal pengobatan/kesehatan. Hal ini disebabkan adanya kebijakan perusahaan dalam peraturan perusahaan yang menganggap bahwa laki-laki memiliki tanggungan hidup yang banyak sebagai kepala keluarga, sedangkan perempuan dianggap bekerja tambahan untuk keluarga, oleh karena itu juga perempuan banyak yang ditempatkan pada posisi pekerjaan yang rentan (harian lepas) dibandingkan dengan laki-laki. Marginalisasi ini tergolong marginalisation as economic inequality.
50
Kondisi kerja pekerja CV. Mekar Plastik secara umum belum baik, karena banyak faktor yang mempengaruhinya seperti adanya stereotip gender dan pembagian kerja secara seksual, dan kurangnya pemahaman pekerja terhadap peraturan perusahaan yang memuat hak dan kewajiban pengusaha dan pekerja yang perlu dilihat lagi hubungannya secara nyata. Namun, sudah dapat diduga bahwa dari beberapa alat ukur kondisi kerja seperti status pekerja, pengupahan, jaminan kerja, dan jaminan keluarga, perempuan sudah berada pada posisi yang termarjinalisasikan (mengalami marginalisasi). Marginalisasi ini menempatkan perempuan pada posisi yang lebih rendah daripada laki-laki dalam sektor publik.
51
BAB VI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KONDISI KERJA PEKERJA CV. MEKAR PLASTIK INDUSTRI 6.1
Stereotip Gender dan Pembagian Kerja secara Seksual Stereotip masyarakat tentang gender adalah pelabelan suatu sifat gender
yang sudah melekat pada kaum laki-laki dan perempuan yang dikonstruksikan secara sosial maupun kultural. Stereotip gender dalam masyarakat, memandang perempuan sebagai makhluk yang lemah lembut, bersifat melayani, tergantung, emosional, dan tidak bisa bekerja kasar seperti mengangkat barang berat, sedangkan laki-laki dianggap sebagai makhluk yang berjiwa pemimpin, mandiri, kuat, dan rasional. Stereotip yang berkembang di masyarakat akan memunculkan dampak bias gender yang cukup besar, dan kemudian menimbulkan ketidakadilan gender antara laki-laki dan perempuan, seperti dalam hal pembagian kerja yang dilakukan oleh CV. Mekar Plastik Industri kepada pekerjanya. Perusahaan CV. Mekar Plastik Industri melakukan pembagian kerja secara seksual pada pekerja berdasarkan dari kemampuan dan keahliannya dalam mengoperasikan alat-alat atau mesin di pabrik. Namun tak lepas dari itu, pihak pengusaha juga masih memiliki bias gender yang cukup tinggi sama dengan stereotip yang melekat di masyarakat. Oleh karena itu, perempuan ditempatkan pada bagian operator packing yang ringan dan tidak membutuhkan banyak tenaga karena dianggap tidak mampu mengoperasikan mesin-mesin berat, dan laki-laki ditempatkan pada bagian operator mesin berat. Pada Tabel 12 ditunjukkan seberapa besar stereotip gender yang masih melekat pada pekerja dilihat dari jenis kelamin dan jenis pekerjaan pekerja CV. Mekar Plastik Industri. Berdasarkan Tabel 12 dapat diidentifikasi bahwa bias gender pekerja CV. Mekar Plastik Industri adalah tinggi. Hal ini dapat dilihat dari penempatan 28 orang perempuan yang memiliki bias gender tinggi (93,3% dari total pekerja perempuan) sebagai operator packing dan 25 orang laki-laki yang memiliki bias gender tinggi (83,3% dari total pekerja laki-laki) sebagai operator mesin, serta 2 orang pekerja perempuan lainnya yang memiliki bias gender rendah (100% dari total pekerja perempuan) pada jenis pekerjaan operator.
52
Tabel 12. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Jenis Kelamin, Jenis Pekerjaan, dan Stereotip Gender, CV.Mekar Plastik Industri, 2009 Stereotip Gender Jenis Kelamin
Laki-laki
Jenis Pekerjaan
Bias gender rendah
Jumlah
Persentase
Jumlah
Persentase
Operator Mesin
25
83,3
0
0
Operator Packing
5
16,7
0
0
30
100
0
0
Operator Mesin
0
0
0
0
Operator Packing
28
93,3
2
6,7
28
93,3
2
6,7
Total Perempuan
Bias gender tinggi
Total
Sebagian besar pekerja memiliki bias gender yang tinggi karena menganggap bahwa perempuan adalah makhluk yang lemah lembut dan tidak cocok bekerja di sektor publik dibandingkan dengan laki-laki yang dianggap sebagai kepala keluarga pencari nafkah yang kuat dan pemimpin. Hal ini membuktikan bahwa pandangan masyarakat khususnya pekerja masih sangat didominasi oleh akar budaya sosial maupun kultural mengenai gender. Adapun perempuan yang memiliki bias gender rendah beranggapan bahwa perempuan boleh saja bekerja membantu suami dan tidak harus memiliki sifat yang manja dan lemah lembut. Seperti yang dikatakan oleh salah seorang karyawati bernama IMT, 38 tahun, CV. Mekar Plastik Industri berikut: “Perempuan jaman sekarang mah ga boleh manja neng..kalo manjamanja aja ga bisa makan dong..gaji suami paling berapa sih? ga cukup buat makan dan keperluan lain sebulan....” (IMT, 38 tahun, Karyawati CV. Mekar Plastik Industri)
Penempatan posisi jenis pekerjaan ini, dipertimbangkan juga oleh pihak perusahaan berdasarkan stereotip gender pihak perusahaan dan pengalaman. Pihak perusahaan menganggap bahwa perempuan tidak cocok untuk bekerja kasar dan mengendalikan mesin-mesin berat seperti yang dilakukan laki-laki. Pekerjaan
53
operator mesin adalah pekerjaan yang membutuhkan tenaga kuat, kasar, dan tangkas seperti yang dimiliki laki-laki, sedangkan pekerjaan operator packing hanya membutuhkan keterampilan dan ketelitian seperti yang dimiliki perempuan. Pembagian jenis pekerjaan secara seksual yang didasarkan pada streotip gender ini mengakibatkan terjadinya marginalisasi perempuan atau peminggiran, dan biasanya perempuan menjadi korban yang tidak dapat berbuat apa-apa. Dengan adanya pembagian kerja secara seksual tersebut, perempuan sudah berada dalam posisi yang termarjinalisasikan (mengalami marginalisasi-ketidakadilan gender) dan tidak dapat melakukan apa-apa untuk mendapatkan haknya secara penuh sesuai dengan yang peraturan perusahaan dan undnag-undang tentang ketenagakerjaan karena takut dipecat. Marginalisasi perempuan dalam perusahaan menjadi lebih kuat dengan kurangnya pemahaman pekerja terhadap kewajiban dan hak-haknya sebagai pekerja, sehingga perempuan menerima ketimpangan yang tidak dapat dielakkan. Pada Tabel 13 ditunjukkan komposisi jumlah responden pekerja CV. Mekar Plastik Industri berdasarkan jenis kelamin, status pekerja, dan jenis pekerjaan. Tabel 13. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Jenis Kelamin, Jenis Pekerjaan, dan Status Kerja, CV.Mekar Plastik Industri, 2009 Jenis Pekerjaan Jenis Kelamin
Laki-laki
Status Pekerja
Total
Operator Packing
Jumlah
Persentase
Jumlah
Persentase
Pekerja Tetap
19
63,3
0
0
Harian Lepas
6
20,0
5
16,7
25
83,3
5
16,7
Pekerja Tetap
0
0
14
46,7
Harian Lepas
0
0
16
53,3
0
0
30
100
Total Perempuan
Operator Mesin
Berdasarkan Tabel 13 dapat disimpulkan bahwa jumlah pekerja laki-laki dengan status pekerja tetap (63,3%) lebih tinggi lebih banyak daripada jumlah pekerja perempuan yang berstatus pekerja tetap (46,7%). Hal ini dipengaruhi juga oleh adanya pembagian kerja secara seksual yang dilakukan oleh perusahaan
54
kepada pekerja. Dari Tabel 13 dapat dilihat bahwa persentase jumlah pekerja perempuan ditempatkan pada bagian operator packing dengan tingkat kerentanan dipecat yang tinggi (harian lepas) lebih besar (100%) dibandingkan laki-laki yang hanya 16,7%. Untuk dapat melihat kondisi kerja, tidak hanya perlu diperhatikan stereotip gender dan pembagian kerja secara seksualnya saja, namun juga perlu dilihat status pekerja tersebut dalam perusahaan. Pada Tabel 14 disajikan data komposisi jumlah responden berdasarkan jenis kelamin, status pekerja, dan kondisi kerja. Tabel 14. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Jenis Kelamin, Status Kerja, dan Kondisi Kerja, CV.Mekar Plastik Industri, 2009 Kondisi Kerja Jenis Kelamin
Laki-laki
Perempuan
Status Pekerja
Baik
Tidak Baik
Total
Jumlah
Persentase
Jumlah
Persentase
Pekerja Tetap
14
73,7
5
26,3
19 (100%)
Pekerja Harian Lepas
0
0
11
100
11 (100%)
Pekerja Tetap
14
100
0
0
14 (100%)
Pekerja Harian Lepas
0
0
16
100
16 (100%)
Berdasarkan pada Tabel 14 dapat disimpulkan bahwa jumlah pekerja lakilaki dan perempuan yang berstatus pekerja tetap memiliki proporsi yang tetap dengan kondisi kerja yang baik, namun jika dibandingkan dengan yang berstatus harian lepas, pekerja perempuan memiliki proporsi yang lebih banyak dibandingkan pekerja laki-laki yang berstatus harian lepas, yaitu 100% secara keseluruhan pekerja perempuan. Ketidakadilan gender ini terlihat pada perbedaan upah antara pekerja harian lepas laki-laki dan pekerja harian lepas perempuan. Seperti yang telah dibahas sebelumnya, upah yang diberikan perusahaan kepada pekerja tetap sebesar Rp.31.000,- per hari dengan jumlah yang sama antara pekerja laki-laki dan perempuan, namun upah yang diberikan perusahaan kepada pekerja harian lepas laki-laki sebesar Rp.31.000,- per hari dan Rp.25.000,- per
55
hari untuk pekerja perempuan. Perbedaan ini juga terlihat pada pemberian jaminan kerja dari perusahaan yang diberikan berdasarkan status kerja pekerja tersebut, dan ini didasarkan juga oleh adanya stereotip gender yang memandang bahwa laki-laki memiliki tanggung jawab dan jumlah tanggungan keluarga yang lebih besar dibandingka pekerja perempuan. Jika disimpulkan secara umum dan logis, hubungan antara stereotip gender, pembagian kerja secara seksual, dan status pekerja saling berpengaruh, namun jika diuji, pembagian kerja secara seksual tidak memiliki hubungan langsung dengan kondisi kerja pekerja itu sendiri karena memiliki nilai p value pada kolom sig. (2 tailed) sebesar 0,228>0,05 level of significant (α) sehingga Ho diterima (pembagian kerja secara seksual tidak berkorelasi dengan kondisi kerja). Jika dilakukan pengujian korelasi antara status pekerja dengan kondisi kerja, terlihat nilai p value pada kolom sig. (2 tailed) sebesar 0,000<0,05 level of significant (α) sehingga Ha diterima (pembagian kerja secara seksual berkorelasi dengan kondisi kerja) dengan keeratan korelasi yang sangat kuat sebesar 0,846, namun perlu diingat bahwa status pekerja (pekerja tetap atau harian lepas) tetap dipengaruhi oleh adanya stereotip gender dan pembagian secara seksual. Dengan adanya stereotip gender antara pekerja dan perusahaan yang menganggap bahwa perempuan adalah makhluk yang lemah dan tidak dapat bekerja kasar, sebagian besar pekerja perempuan ditempatkan pada pekerjaan di bagian operator packing, dengan status pekerja yang rentan akan tindak pemecatan (harian lepas) karena pekerjaan tersebut dianggap sepele oleh pihak perusahaan, sedangkan laki-laki sebagian besar ditempatkan pada pekerjaan di bagian mesin yang tidak rentan terhadap tindak pemecatan (pekerja tetap) karena dianggap cocok bekerja di bagian tersebut yang membutuhkan tenaga kasar dan kuat seperti yang dimiliki kaum laki-laki. Jadi, sudah jelas bahwa yang berpengaruh pada terhadap kondisi kerja pekerja itu adalah status pekerja, yang juga merupakan alat ukur kondisi kerja pekerja dalam perusahaan, disertai dengan pengaruh stereotip gender dan pembagian kerja secara seksual.
56
6.2
Kurangnya Pemahaman Pekerja terhadap Peraturan Perusahaan Kurangnya pemahaman pekerja terhadap kewajiban dan hak-haknya sebagai
pekerja dalam perusahaan telah menjadi salah satu faktor penyebab perbedaan kondisi kerja yang nyata antara pekerja laki-laki dan perempuan dalam perusahaan. Marginalisasi ini nampak dalam hal ketimpangan upah, status pekerja, jaminan kerja, dan jaminan keluarga, yang merupakan variabel-variabel kondisi kerja pekerja dalam perusahaan yang lebih jauh lagi akan berpengaruh pada kesejahteraan keluarga pekerja pabrik. Tingkat pemahaman pekerja terhadap Peraturan Perusahaan yang memuat hak dan kewajiban pekerja dan pengusaha dihitung berdasarkan tingkat pengetahuan pekerja dengan tingkat pelaksanaan pekerja terhadap tentang Peraturan Perusahaan. Hal ini untuk mengetahui seberapa besar hubungan pemahaman pekerja akan peraturan perusahaan di tempat mereka bekerja yang terhadap kondisi kerja. Pada Tabel 15 dapat dilihat hubungan dan komposisi jumlah responden berdasarkan jenis kelamin, tingkat pemahaman, dan kondisi kerja pekerja. Tabel 15. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Jenis Kelamin, Tingkat Pemahaman Pekerja Terhadap Peraturan Perusahaan, dan Kondisi Kerja, CV.Mekar Plastik Industri, 2009 Jenis Kelamin
Tingkat Pemahaman Pekerja
Kondisi Kerja Baik
Tidak Baik
Total
Jumlah
Persentase
Jumlah
Persentase
Paham
12
63,16
7
36,84
19 (100%)
Tidak Paham
2
18,18
9
81,81
11 (100%)
Paham
10
66,67
5
33,33
15 (100%)
Tidak Paham
4
26,67
11
73,33
15 (100%)
Laki-laki
Perempuan
Berdasarkan Tabel 15 dapat dilihat sebanyak 63,16% pekerja laki-laki yang paham akan peraturan perusahaan yang memuat hak dan kewajiban mereka dengan kondisi kerja yang baik, 81,81% pekerja laki-laki yang tidak paham akan
57
peraturan tersebut dengan kondisi kerja yang tidak baik. Mengenai tingkat pemahaman, jumlah pekerja perempuan yang tidak paham lebih banyak dibandingkan dengan yang paham. Jika dibandingkan dengan pekerja laki-laki, persentase jumlah laki-laki yang paham dan memiliki kondisi kerja yang baik lebih besar daripada pekerja perempuan. Hal ini disebabkan oleh pola pikir perempuan yang biasa menerima apa adanya atas kondisi kerja yang mereka terima (stereotip gender). Mereka tidak memiliki keberanian untuk meminta hak mereka secara penuh dan terang-terangan kepada pihak perusahaan karena status kerja mereka yang rentan dipecat sebagai operator packing, berbeda dengan pekerja laki-laki yang lebih berani dan terbuka dalam meminta hak-haknya kepada pihak perusahaan karena status kerjanya yang lebih kuat. Pada Tabel 15 juga dapat dilihat hubungan atau korelasi antara tingkat pemahaman pekerja akan peraturan perusahaan yang memuat hak dan kewajiban dengan kondisi kerja. Data menunjukkan ada 22 pekerja laki-laki dan perempuan yang paham dan memiliki kondisi kerja yang baik, dan hanya enam pekerja yang tidak paham memiliki kondisi kerja yang baik. Begitupun sebaliknya, terdapat 20 pekerja yang tidak paham memiliki kondisi kerja tidak baik, dan 12 orang pekerja yang paham memiliki kondisi kerja yang tidak baik. Data tersebut membuktikan adanya hubungan silang berhubungan antara tingkat pemahaman dengan kondisi kerja. Semakin tinggi pemahaman pekerja terhadap Peraturan Perusahaan dan terhadap kewajiban dan hak-haknya sebagai pekerja, maka semakin baik pula kondisi kerjanya, sedangkan semakin rendah tingkat pemahaman pekerja terhadap Peraturan Perusahaan dan terhadap kewajiban dan hak-haknya sebagai pekerja, semakin tidak baik kondisi kerjanya. Jika dilakukan pengujian korelasi dengan Uji Korelasi Spearman antara status pekerja dengan kondisi kerja, terlihat nilai p value pada kolom sig. (2 tailed) sebesar 0,001<0,05 level of significant (α) sehingga Ha diterima (tingkat pemahaman pekerja berkorelasi dengan kondisi kerja) dengan keeratan korelasi yang kuat sebesar 0,413.
58
Ikhtisar Pada penelitian di CV. Mekar Plastik Industri, Kelurahan Cilampeni, Kecamatan Katapang, Kabupaten Bandung tidak ada hubungan langsung antara stereotip gender dengan kondisi kerja (tidak diuji), namun stereotip gender mempengaruhi adanya pembagian kerja secara seksual yang dilakukan pihak perusahaan, yang nantinya pembagian kerja tersebut akan mempengaruhi status pekerja itu sendiri. Status pekerja adalah tingkat kerentanan pekerja atas tindak pemecatan berdasarkan jenis pekerjaan (pembagian kerja) yang termasuk dalam alat ukur kondisi kerja. Dapat disimpulkan bahwa stereotip gender, pembagian kerja secara seksual, dan kondisi kerja saling saling berpengaruh, namun jika diuji, pembagian kerja secara seksual tidak memiliki hubungan langsung dengan kondisi kerja pekerja itu sendiri Selain stereotip gender, ada faktor lain yang turut mempengaruhi kondisi kerja pekerja dalam perusahaan, yaitu tingkat pemahaman pekerja akan Peraturan Perusahaan yang memuat hak dan kewajiban pekerja dan pengusaha. Tingkat pemahaman pekerja memiliki hubungan nyata dengan nilai keeratan korelasi yang kuat sebesar 0,413. Semakin tinggi pemahaman pekerja terhadap Peraturan Perusahaan dan terhadap kewajiban dan hak-haknya sebagai pekerja, pekerja dapat melakukan kewajibannya dengan baik dan meminta haknya secara penuh kepada pihak perusahaan, sehingga semakin baik kondisi kerjanya.
59
BAB VII KESEJAHTERAAN KELUARGA PEKERJA PABRIK CV. MEKAR PLASTIK INDUSTRI
Kesejahteraan keluarga pekerja adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan keluarga yang membuat sebuah keluarga merasa aman dan bahagia. Keluarga pekerja di CV. Mekar Plastik Industri secara umum belum sejahtera. Kesejahteraan keluarga pekerja pabrik dapat diukur melalui kondisi infrastruktur perumahan, kesehatan, pendidikan anak, pola konsumsi, dan kepemilikan aset. Namun diduga ada faktor lain yang turut mempengaruhi tingkat kesejahteraan keluarga tersebut, yaitu pendapatan total keluarga dan jumlah tanggungan keluarga. Faktor-faktor ini akan dibahas lebih dalam pada sub bab berikut.
7.1
Perumahan Perumahan adalah tingkatan keadaan infrastruktur rumah pekerja yang
menunjukkan tingkat kesejahteraan keluarga. Hal tersebut dapat dilihat dari status rumah, keadaan rumah dan alat penerangan. Semakin tinggi keadaan infrastruktur rumah pekerja maka semakin tinggi tingkat kesejahteraan keluarga pekerja tersebut. Pada Tabel 16 disajikan data kondisi infrastuktur rumah pekerja dan tingkat kesejahteraan keluarga pekerja yang akan dibandingkan antara pekerja laki-laki dan pekerja perempuan. Dapat dilihat pada Tabel 16 bahwa semakin baik keadaan infrastruktur rumah pekerja, semakin sejahtera juga tingkat kesejahteraan keluarganya. Hal ini dapat dilihat pada adanya hubungan antara perumahan dengan tingkat kesejahteraan yang dihitung dengan Uji Korelasi Spearman dengan melihat nilai p value pada kolom sig. (2 tailed) sebesar 0,000<0,05 level of significant (α) sehingga Ha diterima dan Ho ditolak (keadaan infrastruktur perumahan berkorelasi dengan tingkat kesejahteraan keluarga pekerja) dengan nilai keeratan korelasi sebesar 0,507 yaitu korelasi tersebut kuat.
60
Tabel 16. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Jenis Kelamin, Kondisi Perumahan, dan Tingkat Kesejahteraan, CV.Mekar Plastik Industri, 2009 Tingkat Kesejahteraan Jenis Kelamin
Kondisi Perumahan
Sejahtera
Tidak Sejahtera
Total
Jumlah Persentase Jumlah Persentase Baik
7
70
3
30
10 (100%)
Tidak Baik
2
10
18
80
20 (100%)
Baik
13
86,7
2
13,3
15 (100%)
Tidak Baik
8
53,3
7
46,7
15 (100%)
Laki-laki
Perempuan
Tabel 16 menunjukkan persentase pekerja perempuan yang memiliki keadaan infrastruktur rumah yang baik dan sejahtera sebesar 86,7% lebih tinggi daripada persentase pekerja laki-laki yang memiliki keadaan infrastruktur rumah yang baik dan sejahtera (70%). Hal ini tentu sangat berlawanan dengan kondisi kerja pekerja perempuan yang buruk (tidak baik), namun ternyata tingginya infrastruktur perumahan keluarga pekerja perempuan disebabkan karena sebagian besar pekerja perempuan memiliki suami yang juga bekerja sehingga pendapatan mereka bertambah untuk memperbaiki keadaan infrastruktur perumahan mereka, sedangkan sebagian besar pekerja laki-laki jarang sekali yang memiliki istri yang juga turut bekerja mencari nafkah keluarga. Ini membuktikan bahwa ternyata kondisi kerja yang diberikan perusahaan belum dapat memberikan kesejahteraan baik bagi pekerja perempuan maupun pekerja laki-laki.
7.2
Kesehatan Kesehatan keluarga adalah adalah status kesehatan dan taraf gizi keluarga
yang antara lain diukur melalui angka kesakitan, jenis pengobatan yang dilakukan, frekuensi makan dan jenis makanan yang dikonsumsi keluarga. Kesehatan merupakan salah satu variabel untuk melihat kesejahteraan keluarga. Semakin
61
baik kesehatan keluarga pekerja maka semakin sejahtera keluarga pekerja. Pada Tabel 17 disajikan kondisi kesehatan keluarga pekerja dan tingkat kesejahteraan keluarga pekerja yang dibandingkan antara pekerja laki-laki dan pekerja perempuan. Tabel 17. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Jenis Kelamin, Kondisi Kesehatan Keluarga, dan Tingkat Kesejahteraan, CV.Mekar Plastik Industri, 2009 Tingkat Kesejahteraan Jenis Kelamin
Kondisi Perumahan
Sejahtera
Tidak Sejahtera
Total
Jumlah Persentase Jumlah Persentase Laki-laki
Perempuan
Baik
9
30
21
70
30 (100%)
Tidak Baik
0
0
0
0
0
Baik
9
30
21
70
30 (100%)
Tidak Baik
0
0
0
0
0
Berdasarkan Tabel 17 dapat diketahui bahwa kondisi kesehatan keluarga pekerja sudah baik karena lebih dari 50% keluarga baik laki-laki maupun perempuan memiliki kondisi kesehatan yang baik. Itu berarti lebih dari 50% karyawan yang menjadi responden sakit <5 kali dalam satu tahun, dan jenis pengobatan yang dilakukan adalah dengan pergi ke medis atau dokter. Pada penelitian ini, hampir keseluruhan pekerja memiliki kondisi kesehatan yang baik, walaupun pekerja tersebut tidak sejahtera. Perbaikan kesehatan pekerja ini didukung oleh perusahaan dengan memberikan fasilitas pelayanan kesehatan dasar di POLIKLINIK BINA SEHAT yang dapat diakses oleh pekerja laki-laki beserta istri dan anaknya, namun tidak untuk suami atau anak dari pekerja perempuan. Perusahaan tidak menanggung biaya pengobatan/perawatan bagi pekerja
perempuan
atau
istri
pekerja
perempuan
yang
memeriksakan
kehamilannya dan untuk biaya bersalin. Perusahaan hanya menyediakan obatobatan ringan untuk tindakan pertolongan pertama, dan untuk pengobatan tingkat lanjut perusahaan memberikan bantuan maksimal 80% dari total biaya perawatan
62
di Rumah Sakit. Pembedaan akses kesehatan ini termasuk dalam marginalisation as economic inequality bagi pekerja perempuan. Jika dilihat dari perbedaan akses kesehatan antara pekerja laki-laki dan perempuan, pekerja perempuan tidak memiliki akses terhadap fasilitas pengobatan yang cukup untuk keluarganya, namun keadaan kesehatannya tetap saja baik. Setelah diteliti lebih lanjut, ternyata pekerja perempuan dan keluarganya tersebut masih mampu melakukan pengobatan di medis/dokter karena adanya tambahan pendapatan dari pihak suami yang bekerja. Ini berarti kondisi kerja yang diberikan perusahaan kepada pekerja perempuan, tidak terlalu berpengaruh pada kondisi kesehatan keluarga pekerja, khususnya keluarga pekerja perempuan.
7.3
Pendidikan Anak Pendidikan anak diukur dari banyaknya anak pada usia sekolah yang masih
sekolah dan tidak sekolah. Semakin banyak anak pada usia sekolah yang masih sekolah maka semakin tinggi tingkat kesejahteraan keluarga pekerja, namun pendidikan anak ini juga diukur dari banyaknya anak yang berhenti sekolah. Semakin banyak anak yang berhenti sekolah, maka dapat dikatakan bahwa tingkat kesejahteraan keluarga pekerja semakin tidak baik. Pada Tabel 18 ditunjukkan kondisi pendidikan anak pekerja dan tingkat kesejahteraan keluarga pekerja yang dibandingkan antara pekerja laki-laki dan pekerja perempuan. Tabel 18. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Jenis Kelamin, Pendidikan Anak, dan Tingkat Kesejahteraan, CV.Mekar Plastik Industri, 2009 Tingkat Kesejahteraan Jenis Kelamin
Pendidikan Anak
Sejahtera
Tidak Sejahtera
Jumlah Persentase Jumlah Persentase Laki-laki Perempuan
Total Responden Persentase
Baik
8
38,1
13
61,9
21 (100%)
Tidak Baik
1
11,1
8
88,9
9 (100%)
Baik
19
70,37
8
29,63
27 (100%)
Tidak Baik
2
66,7
1
33,3
3 (100%)
63
Berdasarkan Tabel 18 dapat dilihat bahwa kondisi pendidikan anak pekerja sudah baik karena lebih dari 50% keluarga baik laki-laki maupun perempuan memiliki kondisi pendidikan anak yang baik, namun hal ini tidak dapat dijadikan variabel pengaruh terhadap tingkat kesejahteraan keluarga pekerja karena sebagian besar anak-anak pekerja tersebut berada pada program pendidikan gratis. Pendidikan anak ini dihitung berdasarkan banyaknya anak yang melanjutkan sekolah pada usia sekolah tertentu lebih banyak daripada anak yang tidak sekolah karena DO, berhenti, ataupun bekerja. Berdasarkan hasil Uji Korelasi Spearman, tidak terdapat hubungan antara pendidikan anak dengan tingkat kesejahteraan. Hal tersebut dapat dilihat dengan melihat nilai p value pada kolom sig. (2 tailed) sebesar 0,054>0,05 level of significant (α) sehingga Ho diterima dan Ha ditolak (pendidikan anak tidak berkorelasi dengan tingkat kesejahteraan keluarga pekerja). Hal ini berlawanan dengan hipotesis yang menyatakan bahwa semakin baik pendidikan anak, maka semakin baik tingkat kesejahteraaannya, walaupun pada kenyataannya banyak keluarga pekerja yang tidak sejahtera tetapi tetap memiliki pendidikan anak yang baik. Hal ini tak lepas dari adanya campur tangan pemerintah yang memberikan fasilitas sekolah gratis berupa Pendidikan Dasar 9 Tahun secara gratis, dan berdasarkan data di lapangan, ternyata sebagian besar anak pekerja berusia sekitar 7 tahun-16 tahun (masa usia sekolah SD sampai SMP) sehingga mereka dapat menikmati program pendidikan gratis ini. Dengan adanya bantuan pendidikan dari pemerintah tersebut, pekerja merasa terbantu untuk menyekolahkan anak-anaknya. Mereka tidak perlu mengeluarkan biaya khusus yang besar untuk iuran sekolah ataupun buku-buku pelajaran karena ada subsidi pemerintah, dan anak-anaknya pun termotivasi untuk memanfaatkan peluang sekolah gratis ini sebagai dasar pendidikan mereka untuk masa depannya kemudian hari. Berbeda halnya saat anak tersebut harus memasuki sekolah SMA setelah lulus dari SMP. Setelah lulus SMP dari Program Pendidikan Gratis 9 Tahun tersebut, mereka tidak mendapatkan program sekolah gratis lagi karena belum ada program dari pemerintah yang memfasilitasi. Sebagian dari anak mereka ada yang dapat meneruskan pendidikan anaknya hingga tahap Sekolah Lanjutan Tingkat
64
Atas (SLTA), namun ternyata lebih banyak yang memilih berhenti melanjutkan sekolah ke SLTA lalu bekerja di pabrik seperti kedua orangtuanya karena merasa malas, buang-buang waktu dan uang saja. Banyak diantara mereka menjadi pekerja anak di beberapa pabrik tertentu yang memang membuka peluang untuk anak-anak di bawah umur bekerja, walaupun tak lebih dari seorang buruh serabutan biasa yang tak punya jaminan masa depan bagi si anak itu sendiri.
7.4
Pola Konsumsi Pola konsumsi adalah tingkat pengalokasian pengeluaran uang dalam
keluarga untuk kebutuhan akan makanan dibandingkan dengan konsumsi non makanan. Pola konsumsi merupakan variabel untuk melihat kesejahteraan keluarga. Semakin tinggi pola konsumsi makanan dibandingkan non makanan, maka semakin rendah tingkat kesejahteraan keluarga. Pada Tabel 19 ditunjukkan pola konsumsi dan tingkat kesejahteraan keluarga pekerja yang dibandingkan antara pekerja laki-laki dan pekerja perempuan. Tabel 19. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Jenis Kelamin, Pola Konsumsi, dan Tingkat Kesejahteraan, CV.Mekar Plastik Industri, 2009 Tingkat Kesejahteraan Jenis Kelamin
Laki-laki Perempuan
Pola Konsumsi
Sejahtera
Tidak Sejahtera
Total Responden
Jumlah
Persentase
Jumlah
Persentase
Persentase
Baik
1
100
0
0
1 (100%)
Tidak Baik
8
27,6
21
72,4
29 (100%)
Baik
6
100
0
0
6 (100%)
Tidak Baik
15
62,5
9
37,5
24 (100%)
Berdasarkan Tabel 19 dapat disimpulkan bahwa pola konsumsi keluarga pekerja belum baik karena kurang dari 50% keluarga baik laki-laki maupun perempuan memiliki pola konsumsi yang baik. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya jumlah keluarga pekerja baik laki-laki maupun perempuan yang memiliki pola konsumsi baik, jauh lebih sedikit daripada jumlah keluarga pekerja yang memiliki pola konsumsi tidak baik.
65
Pola konsumsi keluarga ini dihitung dengan membandingkan persentase konsumsi makanan dengan konsumsi non makanan keluarga pekerja. Bila konsumsi keluarga terhadap non makanan lebih besar daripada konsumsi makanan, maka kondisi pola makan keluarga pekerja baik, begitupun sebaliknya, jika konsumsi keluarga terhadap makanan lebih besar daripada konsumsi non makanan, maka kondisi pola makan keluarga pekerja tidak baik. Pada keluarga pekerja CV. Mekar Plastik Industri, sebagian besar mengkonsumsi makanan pokok seperti beras (raskin), dengan menu tambahan seadanya seperti sayur, tahu, tempe, dan telur. Mereka jarang mengkonsumsi ayam, ikan, dan susu karena harganya mahal. Keadaan perekonomian yang semakin sulit dan harga-harga kebutuhan pokok yang terus meningkat, membuat mereka semakin tak bisa memenuhi kebutuhan gizi yang baik layaknya empat sehat lima sempurna, karena gaji/upah yang mereka dapat tidak mencukupi yang mereka butuhkan. Jika diuji dengan Uji Korelasi Spearman, dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara pola konsumsi dengan tingkat kesejahteraan. Hal tersebut dapat dilihat dengan melihat nilai p value pada kolom sig. (2 tailed) sebesar 0,004< 0,05 level of significant (α) sehingga Ha diterima dan Ho ditolak (pola konsumsi berkorelasi dengan tingkat kesejahteraan keluarga pekerja), dengan nilai korelasi yang lemah sebesar 0,363. Ini berarti dugaan yang menyatakan bahwa semakin tinggi pola konsumsi keluarga terhadap makanan dibandingakn non makanan (kondisi tidak baik), maka semakin tidak sejahtera keluarga tersebut adalah benar.
7.5
Kepemilikan Aset Kepemilikan aset adalah banyaknya jumlah barang berharga yang dimiliki
sebuah keluarga berupa barang mahal dan barang yang tidak mahal. Barang mahal seperti televisi, kulkas, komputer, parabola, handphone, DVD/VCD player dan kendaraan bermotor (sepeda motor). Barang tidak mahal seperti : kipas angin, telepon, rice cooker, radiotape, setrika. Kepemilikan aset merupakan variabel untuk melihat kesejahteraan keluarga dan dapat dilihat dari ada tidaknya aset. Semakin banyak barang yang dimiliki maka semakin tinggi kesejahteraan keluarga pekerja. Pada Tabel 20 ditunjukkan kepemilikan aset dan kesejahteraan keluarga pekerja yang dibandingkan antara pekerja laki-laki dan perempuan.
66
Tabel 20. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Jenis Kelamin, Kepemilikan Aset, dan Tingkat Kesejahteraan, CV.Mekar Plastik Industri, 2009 Tingkat Kesejahteraan Jenis Kelamin
Kepemilikan Aset
Sejahtera
Tidak Sejahtera
Jumlah Persentase Jumlah Persentase Laki-laki Perempuan
Total Responden Persentase
Baik
6
75
2
25
8 (100%)
Tidak Baik
3
13,63
19
86,37
22 (100%)
Baik
18
100
0
0
18 (100%)
Tidak Baik
3
25
9
75
12 (100%)
Berdasarkan Tabel 20 dapat disimpulkan bahwa pekerja perempuan yang memiliki aset baik dan sejahtera lebih banyak daripada keluarga pekerja laki-laki. Hal ini berlawanan dengan kondisi kerja pekerja perempuan yang cenderung tidak baik, namun karena sebagian besar pekerja perempuan memiliki suami yang juga bekerja sehingga pendapatan mereka bertambah dan dapat digunakan untuk membeli barang-barang kebutuhan rumahtangga, sedangkan sebagian besar pekerja laki-laki jarang sekali yang memiliki istri yang juga turut bekerja mencari nafkah keluarga, sehingga uang mereka hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan makan saja. Untuk melihat seberapa besar hubungan antara kepemilikan aset dan tingkat kesejahteraan keluarga pekerja, maka dilakukan uji korelasi dengan Uji Korelasi Spearman. Berdasarkan penghitungan uji korelasi, dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara kepemilikan aset dengan tingkat kesejahteraan. Hal tersebut dapat dilihat dengan melihat nilai p value pada kolom sig. (2 tailed) sebesar 0,000< 0,05 level of significant (α) sehingga Ha diterima dan Ho ditolak (kepemilikan aset berkorelasi dengan tingkat kesejahteraan keluarga pekerja), dengan nilai korelasi yang sangat kuat sebesar 0,740. Ini berarti bahwa semakin banyak aset yang dimiliki keluarga pekerja maka, tingkat kesejahteraan keluarga pekerja tersebut semakin meningkat.
67
7.6
Hubungan Kondisi Kerja dan Kesejahteraan Keluarga Kondisi kerja pekerja adalah perlakuan perusahaan kepada pekerja yang
meliputi status pekerja, pengupahan, jaminan kerja, dan jaminan keluarga. Kondisi kerja pekerja dalam perusahaan mempengaruhi tingkat kesejahteraan keluarganya. Diduga bahwa semakin baik kondisi kerja pekerja maka maka semakin baik pula tingkat kesejahteraan keluarganya. Hubungan ini dapat dilihat pada Tabel 21. Tabel 21. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Kondisi Kerja dan Kesejahteraan Keluarga Pekerja, CV. Mekar Plastik Industri, 2009 Kesejahteraan Keluarga Pekerja
Kondisi Kerja Total
Total
Sejahtera
Tidak Sejahtera
Baik
16 (57,1%)
12 (42,9%)
28 (100%)
Tidak Baik
14 (43,8%)
18 (56,3%)
32 (100%)
30
30
60 (100%)
Berdasarkan Tabel 21 dapat dilihat dari tabulasi silang bahwa kondisi kerja dengan tingkat kesejahteraan memiliki hubungan yang positif. Jumlah pekerja yang memiliki kondisi kerja baik dan memiliki tingkat kesejahteraan yang baik ada 57,1% dan pekerja yang memiliki kondisi kerja tidak baik dan memiliki tingkat kesejahteraan yang tidak baik ada 56,3%. Hubungan ini adalah positif bahwa semakin baik semakin baik kondisi kerja pekerja, maka semakin baik juga tingkat kesejahteraan yang didapatnya. Berdasarkan hasil Uji Korelasi Spearman, ditemukan bahwa ternyata tidak ada hubungan antara kondisi kerja dan tingkat kesejahteraan keluarga pekerja di CV. Mekar Plastik Industri. Hal ini dapat dilihat dengan nilai p value pada kolom sig. (2 tailed) sebesar 0,309 > 0,05 level of significant (α) sehingga Ho diterima dan Ha ditolak (kondisi kerja pekerja tidak berkorelasi dengan tingkat kesejahteraan keluarga pekerja), namun tetap memiliki korelasi sebesar 0,134 walaupun sangat lemah keeratan korelasinya. Ada kemungkinan bahwa kesejahteraan keluarga pekerja dipengaruhi oleh faktor lain seperti jumlah pendapatan total dan jumlah tanggungan keluarga pekerja.
68
7.7
Pendapatan Total Keluarga Pendapatan adalah jumlah uang yang dihasilkan rumahtangga selama satu
bulan bekerja. Pendapatan dapat berupa bantuan dari orang yang tinggal bersama dalam satu rumahtangga. Cara pengukuran tinggi rendahnya tingkat pendapatan total keluarga ini berdasarkan jumlah kecukupan pemenuhan kebutuhan keluarga pekerja tersebut dalam sebulan, yaitu sebesar Rp.1.500.000,- Semakin tinggi pendapatan keluarga maka kebutuhan keluarga dapat semakin terpenuhi, maka semakin tinggi juga tingkat kesejahteraan keluarga. Besarnya hubungan pendapatan total keluarga terhadap kesejahteraan keluarga pekerja berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada Tabel 22. Tabel 22. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Jenis Kelamin, Pendapatan Total Keluarga dan Kesejahteraan Keluarga Pekerja, CV. Mekar Plastik Industri, 2009 Tingkat Kesejahteraan Jenis Kelamin
Pendapatan Total Keluarga
Sejahtera
Tidak Sejahtera
Total
Jumlah Persentase Jumlah Persentase Persentase Laki-laki
Perempuan
≥Rp.1.500.000,-
4
66,67
2
33,33
6 (100%)
5
20,83
19
79,17
24 (100%)
≥Rp.1.500.000,-
20
74,1
7
25,9
27 (100%)
1
33,33
2
66,67
3 (100%)
Berdasarkan Tabel 22 dapat dilihat jumlah pekerja perempuan yang memiliki pendapatan total keluarga lebih dari dari Rp.1500.000,- lebih banyak dibandingkan dengan pekerja laki-laki. Keadaan seperti ini sangat berlawanan jika dilihat dari kondisi kerja perempuan yang cenderung berada pada posisi yang tidak baik dibandingkan pekerja laki-laki (termarjinalisasikan), namun dapat dikatakan logis karena hampir semua pekerja perempuan juga mendapatkan pendapatan tambahan dari suaminya yang bekerja, sementara hanya sedikit sekali pekerja laki-laki yang memiliki istri yang turut bekerja membantu mencari nafkah. Dari Tabel 22 dapat dilihat adanya hubungan positif bahwa semakin besar total pendapatan keluarga pekerja, maka semakin baik tingkat kesejahteraannya.
69
Data ini didukung dengan hasil Uji Korelasi Spearman dimana nilai p value pada kolom sig. (2 tailed) sebesar 0,000<0,05 level of significant (α) sehingga Ha diterima dan Ho ditolak total pendapatan keluarga pekerja berkorelasi dengan tingkat kesejahteraan keluarga pekerja) dengan nilai keeratan korelasi sebesar 0,503 yaitu korelasi tersebut kuat.
7.8
Jumlah Tanggungan Keluarga Jumlah tanggungan keluarga adalah orang yang hidupnya ditanggung oleh
kepala keluarga yang tinggal dalam satu rumahtangga, termasuk kepala rumahtangga itu sendiri. Semakin banyak jumlah tanggungan keluarga maka kebutuhan keluarga dapat semakin tidak terpenuhi, maka semakin rendah tingkat kesejahteraan keluarga. Hubungan jumlah tanggungan keluarga terhadap tingkat kesejahteraan keluarga pekerja dapat dilihat pada Tabel 23. di bawah ini. Tabel 23. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Jumlah Tanggungan Keluarga dan Kesejahteraan Keluarga Pekerja, CV. Mekar Plastik Industri, 2009 Jumlah Tanggungan Keluarga
Kesejahteraan Keluarga Pekerja
Total
Sejahtera
Tidak Sejahtera
Sedikit
16 (80%)
4 (20%)
20 (100%)
Banyak
14 (35%)
26 (65%)
40 (100%)
30
30
60 (100%)
Total
Berdasarkan Tabel 23 dapat dilihat bahwa jumlah tanggungan keluarga dengan tingkat kesejahteraan memiliki hubungan yang positif. Pada pekerja yang memiliki jumlah tanggungan keluarga banyak, sebagian besar termasuk dalam kategori tidak sejahtera. sebaliknya, peda keluarga yang memiliki jumlah tanggungan keluarga sedikit, sebagian bear termasuk dalam kategori keluarga sejahtera. Dengan demikian, terdapat hubungan antara jumlah tanggungan keluarga dengan kesejahteraan keluarga pekerja. Ini berarti semakin sedikit jumlah tanggungan keluarga, maka semakin baik tingkat kesejahteraan keluarga pekerja tersebut. Data ini didukung dengan hasil Uji Korelasi Spearman dimana nilai p value pada kolom sig. (2 tailed) sebesar 0,001 < 0,05 level of significant
70
(α) sehingga Ha diterima dan Ho ditolak (jumlah tanggungan keluarga berkorelasi dengan tingkat kesejahteraan keluarga pekerja) dengan nilai keeratan korelasi sebesar 0,424 yaitu korelasi tersebut kuat.
Ikhtisar Keluarga pekerja CV. Mekar Plastik Industri secara umum sudah hampir sejahtera
baik
keluarga
pekerja
laki-laki
maupun
pekerja
perempuan.
Kesejahteraan keluarga dapat dilihat dari perumahan, kesehatan, pendidikan anak, pola konsumsi, dan kepemilikan aset. Keadaan infrastruktur perumahan keluarga pekerja CV. Mekar Plastik Industri belum baik secara umum. Sebagian besar perumahan yang berkondisi baik infrastrukturnya dimiliki oleh keluarga pekerja perempuan yang sejahtera. Hal ini disebabkan karena sebagian besar pekerja perempuan memiliki suami yang juga bekerja sehingga pendapatan mereka bertambah untuk memperbaiki keadaan infrastruktur perumahan mereka, sedangkan sebagian besar pekerja lakilaki jarang sekali yang memiliki istri yang juga turut bekerja mencari nafkah. Kondisi kesehatan keluarga pekerja CV. Mekar Plastik Industri sudah baik karena baik keluarga pekerja laki-laki maupun keluarga pekerja perempuan memiliki kondisi kesehatan yang baik yaitu <5 kali sakit dalam satu tahun, dan jenis pengobatan yang dilakukan adalah dengan pergi ke medis atau dokter, walaupun keadaan pekerja tersebut tidak sejahtera. Perbaikan kesehatan pekerja ini didukung oleh perusahaan dengan memberikan fasilitas pelayanan kesehatan dasar di POLIKLINIK BINA SEHAT yang dapat diakses oleh pekerja laki-laki beserta istri dan anaknya, namun tidak untuk suami atau anak dari pekerja perempuan. Pembedaan akses kesehatan ini termasuk dalam marginalisation as economic inequality bagi pekerja perempuan. Kondisi pendidikan anak pekerja CV. Mekar Plastik Industri sudah baik karena lebih dari 50% keluarga baik laki-laki maupun perempuan memiliki kondisi pendidikan anak yang baik, namun hal ini tidak dapat dijadikan variabel pengaruh terhadap tingkat kesejahteraan keluarga pekerja karena sebagian besar anak-anak pekerja tersebut berada pada program pendidikan gratis. Pola konsumsi
71
keluarga pekerja CV. Mekar Plastik Industri belum baik karena sebagian besar keluarga baik pekerja laki-laki maupun pekerja perempuan memiliki pola konsumsi makanan yang lebih tinggi daripada konsumsi non makanannya. Gaji yang mereka dapatkan tidak besar dan hanya cukup untuk biaya makan mereka sehari-hari, itu menandakan bahwa tingkat pemenuhan kebutuhan mereka masih rendah. Kepemilikan aset adalah banyaknya jumlah barang berharga yang dimiliki sebuah keluarga berupa barang mahal dan barang tidak mahal. Kepemilikan aset keluarga pekerja perempuan CV. Mekar Plastik Industri lebih tinggi dibandingkan keluarga pekerja laki-laki. Tingginya kepemilikan aset pada keluarga pekerja perempuan disebabkan adanya uang tambahan untuk membeli barang-barang tersebut dari suami yang bekerja, sedangkan sebagian besar pekerja laki-laki jarang sekali yang memiliki istri yang juga turut bekerja mencari nafkah keluarga, sehingga uang mereka hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan makan saja. Mengenai hubungan antara kondisi kerja dan tingkat kesejahteraan keluarga pekerja, dilakukan Uji Korelasi Spearman yang mendapatkan kesimpulan bahwa tidak ada hubungan antara kondisi kerja dan tingkat kesejahteraan keluarga pekerja di CV. Mekar Plastik Industri. Hal ini dapat dilihat dengan nilai p value pada kolom sig. (2 tailed) sebesar 0,309>0,05 level of significant (α) sehingga Ho diterima dan Ha ditolak (kondisi kerja pekerja tidak berkorelasi dengan tingkat kesejahteraan keluarga pekerja), namun tetap memiliki korelasi sebesar 0,134 walaupun sangat lemah keeratan korelasinya. Ada kemungkinan bahwa kesejahteraan keluarga pekerja dipengaruhi oleh faktor lain seperti jumlah pendapatan total dan jumlah tanggungan keluarga pekerja. Secara umum, tingkat pendapatan total keluarga CV. Mekar Plastik Industri sudah tinggi (≥Rp.1.500.000,-), namun tingkat pendapatan total keluarga pekerja perempuan CV. Mekar Plastik Industri yang tinggi (≥Rp.1.500.000,-) lebih banyak dibandingkan dengan total pendapatan total keluarga pekerja laki-laki yang sebagian besar rendah (
72
mencari nafkah tambahan. Tingkat pendapatan total keluarga berkorelasi dengan tingkat kesejahteraan keluarga pekerja dengan nilai keeratan korelasi sebesar 0,503 yaitu korelasi tersebut kuat. Semakin tinggi tingkat pendapatan total keluarga pekerja, maka tingkat kesejahteraan keluarganya semakin meningkat. Keluarga pekerja CV. Mekar Plastik Industri sebagian besar memiliki jumlah tanggungan keluarga yang banyak. Berdasarkan penghitungan tabulasi silang, jumlah tanggungan keluarga memiliki hubungan yang positif dengan tingkat kesejahteraan keluarga pekerja, berarti semakin sedikit jumlah tanggungan keluarga, maka semakin baik tingkat kesejahteraan keluarga pekerja tersebut. Data ini didukung dengan dilakukannya Uji Korelasi Spearman dengan nilai keeratan korelasi sebesar 0,424 yaitu korelasi tersebut kuat. Semakin banyak jumlah tanggungan keluarga maka kebutuhan keluarga dapat semakin tidak terpenuhi, maka semakin rendah tingkat kesejahteraan keluarga pekerja.