63
BAB V BENTUK WACANA POLITIK VIDEOGRAFIS Peraturan yang dibuat oleh penguasa memang pada akhirnya akan berdampak kepada masyarakat luas. Seperti yang diutarakan Foucault bahwa pengetahuan yang terbentuk dalam konteks relasi dan praktik – praktik kekuasaan dan selanjutnya berperan dalam pengembangan, perbaikan, dan pemeliharaan teknik – teknik kekuasaan yang baru (Barker, 2000: 85). Pemeliharaan teknik kekuasaan yang baru ini kemudian akan menguntungkan beberapa pihak yang dekat dengan pembuat peraturan dan akan meninggalkan akibat kepada pihak lainnya dalam hal ini masyarakat. Dengan kata lain, pembuatan peraturan yang jarang melibatkan masyarakat kemudian berdampak kepada keadilan terhadap masyarakat yang bersangkutan. Salah satunya adalah wacana Reklamasi Teluk Benoa. Wacana Reklamasi Teluk Benoa merupakan sebuah fenomena yang sedang berkembang sejak akhir tahun 2012 di Bali. Berawal dari diterbitkannya Surat Keputusan
Gubernur
Bali
Nomor
2138/02-CL/HK/2012
Tentang
Rencana
Pemanfaatan dan Pengembangan Kawasan Perairan Teluk Benoa yang memberi izin kepada PT. Tirta Wahana Bali International (PT. TWBI) untuk melakukan reklamasi di perairan Teluk Benoa. Di lain hal kawasan Teluk Benoa telah ditetapkan sebagai kawasan konservasi berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 45 tahun 2011. Ketimpangan dalam penegakan peraturan tersebut kemudian mencuat lewat berbagai penyaluran informasi baik melalui media massa dan internet.
64
Masyarakat pada akhirnya mengetahui wacana ini dan bereaksi sesuai dengan informasi yang mereka dapatkan. Ketika masyarakat mempertanyakan dan memperjuangkan peruntukan Teluk Benoa agar kembali sesuai dengan berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 45 tahun 2011 yang diperkuat oleh UU No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil serta Perda No. 16 Tahun 2009 tentang RTRW Provinsi Bali, haluan mengejutkan muncul dari keputusan Presiden Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono yang menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 51 tahun 2014 yang isinya dapat mempertimbangkan dan mengganti Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 45 tahun 2011. Perubahan peraturan yang terkesan memuluskan peruntukan Teluk Benoa agar dapat di reklamasi berlanjut pada reaksi masyarakat yang tidak setuju maupun setuju. Mulai dari demonstrasi di jalan, pemasangan media baliho sampai kepada penyampaian pesan lewat media massa dalam bentuk videografis. Berbagai tayangan berita muncul di layar kaca televisi hingga menyentuh kanal youtube sebagai penyedia dan penyalur video gratis. Sekilas ini dapat dikatakan sebagai perang media dalam peruntukannya untuk mendapatkan perhatian masyarakat. Memuluskan agenda politik baik bagi penolak reklamasi maupun pendukungnya atas nama revitalisasi dengan media videografis. Videografis
yang
diproduksi
memuat
beberapa
bentuk.
Dalam
mengidentifikasi mengenai bentuk videografis, maka akan dibagi menjadi empat bentuk yakni dalam tayangan berita, iklan, video pendek dan film. Setiap bagian
65
bentuk ini akan dijelaskan mengenai esensi dari wacana politik yang dibentuk untuk mendapatkan perhatian masyarakat secara luas.
5.1 Wacana Politik dalam Tayangan Berita Wacana reklamasi Teluk Benoa mendapatkan porsi dalam setiap tayangan berita. Tayangan berita tersebut dimulai dari ulasan berita pendek hingga tayangan bincang – bincang secara live. Beberapa stasiun televisi yang mengulas tayangan berita mengenai wacana reklamasi Teluk benoa tersebut berasal dari stasiun televisi lokal dan stasiun televisi nasional. Informasi Wacana reklamasi Teluk Benoa masuk ke dalam masyarakat yang memang telah dekat dengan budaya televisi di Indonesia sejak tahun 1962. Jauh sebelum itu, masyarakat dunia telah mengenal tayangan berita melalui media televisi dari abad ke 20. Televisi memainkan peranan penting dan dalam beberapa kasus masih menjadi sarana komunikasi massal di antara radio dan koran. Televisi domestik kala itu menggunakan sinyal elektromekanis yang ditayangkan pertama kali di tahun 1920. Semenjak era tersebut, perlahan namun pasti semakin banyak keluarga memiliki pesawat televisi di rumah mereka. Penggunaan citra satelit sebagai pemancar merupakan sebuah titik perubahan. Sebuah satelit yang bernama Telstar milik perusahaan telekomunikasi AT & T, diluncurkan oleh NASA pada tanggal 10 Juli 1962, dan gambar televisi pertama disampaikan dari bumi ke ruang angkasa dan kembali ke bumi di Stasiun Andover, Maine pada hari yang sama.
66
Sebelum adanya era satelit, stasiun TV harus merekam materinya ke kaset yang kemudian akan diterbangkan ke negara tujuan. Hal ini akan memungkinkan penundaan jam siaran. Konsep siaran langsung hari ini membuka wawasan bahwa transmisi satelit memiliki peranan kuat tentang tingkat kecepatan dan akurasi dari siaran televisi yang mampu menyampaikan berita serta berbagai materi lainnya. Penggunaan satelit sebagai media penyambung antara pembuat pesan dalam media televisi dan penerima pertama kali disiarkan di seluruh atlantik dan Amerika Serikat dan daratan Eropa. (sumber: dailymail.co.uk) Perbedaan yang paling jelas antara televisi dengan radio dan surat kabar adalah bahwa siaran media visual televisi mempunyai keterbatasan ruang. Ketika siaran berita, kata – kata atau cerita yang diberikan lebih sedikit dibandingkan koran. Akibatnya, berita dalam televisi memiliki cakupan yang kurang luas dengan informasi yang lebih singkat (Robinson & Davis, 1990; 1992, hal. 10, 1996, hal. 92– 96; Mondak, 1995, hal. 78; Vinson, 2003, hal. 27–33; Project for Excellence in Journalism, 2004a, 2004b). Tayangan visual berita merupakan penyebaran informasi mengenai peristiwa terbaru melalui media visual. Berita bisa berlangsung dari beberapa detik hingga beberapa jam dengan menyajikan perkembangan terbaru peristiwa yang terjadi. Tayangan visual berita masih mendapat tempat di masyarakat karena mengikuti perkembangan teknologi, perkembangan gaya penyiaran berita, mode penyiar berita, gaya penyampaian berita dan berita yang ditampilkan semakin dekat dengan masyarakat yang menonton.
67
Berbagai stasiun televisi telah menyiapkan spot untuk penyiaran berita setiap harinya. Jika pada tahun 1962 Indonesia hanya memiliki TVRI sebagai portal berita televisi pertama, hari ini kian banyak stasiun televisi menampikan tayangan berita. Hal lain yang berpengaruh adalah ketika masyarakat tidak bisa mengontrol kecepatan yang di mana mereka harus menerima dan kemudian harus memproses informasi dalam satu tayangan berita. Berbeda dengan pembaca koran yang dapat memproses informasi dengan kemampuan mereka sendiri (karena mereka membaca dan membaca). 50 tahun setelah satelit televisi pertama diluncurkan, terjadi perubahan dalam proses penyebaran informasi berita melalui televisi. Perkembangan teknologi memungkinkan berita yang disiarkan oleh televisi dapat disimpan dalam kanal internet. Efeknya membuat masyarakat semakin mudah mengakses berita terkait yang sebelumnya telah diproduksi oleh stasiun televisi terkait dengan wacana reklamasi Teluk Benoa. Kemampuan internet yang mampu memberikan akses dari pembuat berita hingga penerima tayangan berita tanpa kendala jarak dan waktu menjadikan tayangan berita masih berpengaruh pada masyarakat. Berita merupakan paket informasi tentang kejadian terbaru yang terjadi di suatu tempat yang difasilitasi dengan konsep industri. Ini yang menjadikan siaran berita menjadi produk yang bisa dijual. Topik umum untuk laporan berita dapat ditinjau berupa tayangan politik, perang, bisnis, kegiatan ringan hingga acara hiburan. Tidak luput juga tentang kegiatan terbaru di tempat yang sangat terpencil yang pada akhirnya dapat disaksikan oleh masyarakat di belahan dunia lain.
68
Berbagai tayangan berita tidak hanya dapat disaksikan melalui media videografis namun juga hingga media cetak dan medium lainnya. Anggapan masyarakat melihat berita adalah sebagai hal yang patut dipercaya karena mengulas kejadian yang sebenarnya. Hal yang terjadi cenderung berlawanan. Konsep berita saat ini tidak murni sebagai produk jurnalis yang mengedepankan netralitas. Berbagai berita pesanan juga telah menjadi budaya di beberapa negara. Seperti ketika negara mengatur masyarakatnya dengan memunculkan berita yang memperlihatkan kestabilan ekonomi negara agar masyarakat tidak menjadi panik. Di masa sekarang, pihak yang membuat berita tidak selalu berasal dari satu kubu penguasa. Kepentingan yang tumbuh turut memberikan kontribusi dalam membuat saluran media videografis dengan isi berita yang telah dimodifikasi. Kemampuan para pemilik modal yang dibantu dengan kekuatan penguasa lalu memberikan andil besar dalam pengkonstruksian berita. Seperti yang tercermin dalam konsep threefolding oleh Nicanor Perlas yang dimana pemerintah sebagai pemegang kekuasaan politik bersama para pengusaha sebagai cerminan aspek ekonomi turut mengatur budaya sosial yang diwakili oleh aspek masyarakat. Penguasaan antara kekuasaan dan kekuatan juga menjadi cerminan dalam sebuah tayangan berita. Foucault mengutarakan tiga aspek dalam kajian post strukturalis tentang fenomena yang terjadi di masyarakat tercermin dalam relasi antara kekuasaan dan pengetahuan. Tayangan berita turut memberikan andil dalam memfasilitasi kekuasaan dalam menyebarkan pengetahuan yang dikonstruksi untuk membentuk wacana dalam masyarakat. Tujuannya adalah untuk menunjukkan dominasi kekuatan pada
69
masyarakat tentang wacana yang dibentuk. Tayangan berita lalu menjadi kanal dalam memuluskan wacana politik tentang reklamasi Teluk Benoa.
5.2 Wacana Politik dalam Tayangan Iklan Wacana reklamasi Teluk Benoa yang saat ini sedang berada dalam perdebatan antara beberapa pihak juga telah membuka kesempatan bagi tayangan iklan yang terkait dengan isu tersebut dalam beberapa media massa. Iklan yang tercantum dalam berbagai koran dan beberapa media cetak kemudian merambah pada media videografis. Melalui peruntukan media videografis, wacana reklamasi Teluk Benoa diseting menjadi sebuah konsep iklan yang tujuannya mampu menarik minat dari masyarakat ketika ditayangkan. Tidak hanya hari ini, peruntukan media videografis dalam tayangan iklan sudah dimulai jauh sebelum era layar kaca berkembang. Pesan komersial dan publikasi kampanye politik sudah ditemukan dalam reruntuhan bangsa Arab kuno. Orang-orang mesir menggunakan papyrus untuk membuat pengumuman mengenai barang-barang yang di jual dan membuat poster yang ditempelkan di dinding. Iklan mengenai „lost and found‟ juga mulai marak di Yunani dan Romawi kuno. Lukisan dinding dan batu untuk iklan komersial merupakan manifestasi lain dari bentuk periklanan kuno, dimana hal itu menunjukkan kehadiran iklan masa lalu di bagian Asia, Afrika, dan Amerika Selatan (Bhatia, 2000: 62-68).
70
Penemuan mesin cetak Guttenberg pada tahun 1450 meningkatkan jumlah orang untuk berbisnis iklan. Periklanan menjadi bisnis massal. Bentuk awalnya berupa poster, selebaran dan iklan baris di surat kabar. Ditemukannya televisi juga menjadi tonggak awal perubahan media iklan ke dalam visual bergerak seperti kemunculan iklan pertama di NBC dan MTV. Dikaitkan dengan periklanan, media videografis dalam bentuk tayangan iklan memiliki tujuan sama seperti fungsi iklan pada umumnya. Sebuah bentuk komunikasi terhadap komoditi atau produk serta jasa yang memiliki keterkaitan dengan masalah pemasaran. Media iklan memberikan informasi tentang suatu produk atau layanan menggunakan metode persuasif. Hal ini dilakukan agar berita atau pesan dapat dipahami, diterima dan diingat. Sebuah hal yang memungkinkan jika pada akhirnya produk atau layanan itu direspon dengan tindakan tertentu Layaknya produk yang dibeli atau mendatangi objek yang diiklankan dan lain sebagainya. (Anastasi, 1989: 439). Tayangan iklan mempunyai bobot yang berbeda dengan tayangan berita dan lainnya. Adanya pembatasan waktu dan kemampuan tayangan iklan dalam mempersuasi masyarakat untuk mendapatkan perhatian secara penuh dan bertujuan agar masyarakat membeli produk atau menyetujui pesan yang diiklankan. Dengan adanya tantangan dalam penyebaran informasi iklan yang seringkali bersaing dengan tayangan iklan lain, kemampuan pengemasan iklan menjadi penting. Iklan yang dibuat tidak hanya mengiklankan suatu fungsi atau kegunaan produk atau jasa yang
71
diiklankan maupun diinformasikan, tapi lebih kepada kemampuan memberi „nilai‟ lebih suatu produk. Anne Anastasi lanjut mengatakan bahwa untuk menjual suatu produk tidak hanya meng-appeal suatu kebutuhan, tetapi dapat dikembangkan untuk mendekatkan pada dorongan - dorongan lain. Seperti nilai akan prestise, kejantanan, situasi akrab, asosiasi kesegaran, dan lain sebagainya. Dia mencontohkan pula keamanan atau penghindaran bahaya pasti merupakan pertimbangan penting untuk membeli kendaraan, tetapi pilihan sebenarnya tentang kendaraan apa yang dibelinya mungkin didasarkan atas status sebagai simbol sosial, atau nilai-nilai abstrak lain yang berhubungan dengan ekspektasi sosial terhadap individu. (Anastasi, 1989: 453). Kemampuan ini diperkuat dengan memaksimalkan tanda – tanda visual dan audio. Melalui gerakan yang telah diatur, intonasi disertai mimik yang meyakinkan, suasana sekitar yang diatur kemudian akan merepresentasikan momen yang lebih kuat dibandingkan iklan – iklan tidak bergerak seperti iklan di media cetak. Nuansa imaji tertentu lalu terbentuk di benak masyarakat dengan pengarahan dari pembuat tayangan iklan. Situasi ini kemudian membuat sejumlah pengaruh kepada penikmat iklan (penonton tayangan iklan) terhadap objek yang diiklankan. Strategi berikutnya adalah menggapai hal – hal yang menjadi rasa ingin tahu ataupun kepentingan dan kebutuhan dari masyarakat. Begitu hal ini tumbuh dalam benak masyarakat, hal ini memungkinkan munculnya penafsiran ganda (polisemik). Masyarakat akan melihat iklan tersebut dengan berlatarkan kepentingannya dan hal ini akan menambah daya tarik visual dalam pemikiran masyarakat.
72
Perilaku sosial kemudian akan tumbuh dalam masyarakat terkait iklan yang disaksikan. Hal yang disebut sebagai sosiogenis ini merupakan kepentingan sekunder di luar kepentingan utama. Jadi selain mampu memberikan tafsiran ganda terhadap hal yang ditampilkan, kebutuhan sosial yang justru jauh dari kebutuhan utama akan ikut berkembang. Hal ini akan menjadi wajar mengingat tujuan dari iklan adalah untuk membujuk masyarakat dalam mengambil tindakan tertentu. Keseluruhan tujuan tersebut adalah disetujui makna iklan tersebut oleh masyarakat. Iklan di jaman sekarang tidak selalu memperlihatkan suatu barang yang dijual atau jasa yang dijajakan secara konkret. Kadang beberapa media videografis terlihat seperti berita maupun film namun sebenarnya itu adalah iklan yang dibalut pemberitaan atau iklan yang dibalut dengan film. Sering ditemukan dengan istilah advertorial. Peruntukan cara pengiklanan ini ditujukan agar masyarakat melihat media videografis yang mereka saksikan adalah sesuatu yang faktual dan bukannya iklan. Dengan cara begini masyarakat akan memiliki kemungkinan percaya yang tinggi terhadap media yang mereka saksikan. Dibandingkan saat masyarakat diminta untuk meng-iya-kan sebuah tayangan iklan yang terlihat seperti tayangan iklan. Tayangan iklan yang peruntukannya adalah untuk menyiarkan maksud dari pembuat iklan agar disetujui dan cenderung dipesan oleh pemilik modal telah mampu dimodifikasi di jaman sekarang. Iklan tidak selalu menjadi area penjualan produk atau penawaran jasa namun telah menjadi medium dalam penyebaran wacana politik. Sebuah tayangan yang dipesan dan dikonstruksi sedemikian rupa oleh pemilik kepentingan dengan bentuk iklan. Bertujuan agar apa yang diiklankan baik produk
73
dan jasa diterima oleh masyarakat. Seperti layaknya pengiklanan wacana reklamasi Teluk Benoa agar diterima di masyarakat.
5.3 Wacana Politik dalam Tayangan Film Ketertarikan masyarakat yang memiliki basic pembuatan media audio visual membuat wacana reklamasi Teluk Benoa mampu dikemas dalam bentuk film. Melalui durasi yang tidak pendek, wacana terkait diberikan porsi dalam dua bentuk film yaitu film dokumenter dan film fiksi. Wacana terkait terangkum dalam berbagai ekspresi, kejadian dan momen yang tepat disertai dengan penceritaan yang lengkap. Wacana yang terdapat dalam film kemudian disebarkan melalui kanal internet. Program film yang bermula dari sebuah alat bernama magic lantern kemudian akan mampu meberikan kesan dan pemahaman yang lebih mendalam kepada masyarakat terkait wacana reklamasi Teluk Benoa. Magic lantern merupakan sebuah alat yang dapat memproyeksikan gambar dengan bantuan cahaya lentera. Penggunaan magic lantern pada tahun 1800-an meningkat di Eropa dan Amerika Serikat. Kepopuleran magic lantern masuk dalam kebudayaan masyarakat yang terlihat dalam setiap pesta makan malam yang selalu menampilkan gambar dari magic lantern. Kemampuan magic lantern ini diakui sebagai sebuah penemuan penting yang mampu membuat mata mempertahankan visual yang terlihat bahkan setelah sumber visualnya terhapus. Pengembangan magic lantern kemudian terjadi dari berbagai sisi oleh penemu – penemu di seluruh dunia.
74
Penemuan yang mengarahkan magic lantern menjadi suatu dasar karya yang berhubungan dengan media videografis adalah hasil karya dari Eadweard Muybridge. Pada tahun 1872, seorang pria bernama Eadweard Muybridge mulai bereksperimen untuk menangkap gambar bergerak. Pria ini menempatkan dua belas kamera di trek balap kuda, menyebar benang di trek, dan melekat benang ke dalam kontak picu kamera. Ketika kuda berlari di trek, kaki kuda akan menyentuh benang dan menstimulasi pengambilan gambar secara berurutan. Hasil akhir adalah dua belas foto yang menunjukkan kiprah kuda ketika berlari. Penemuan itu lalu disebut zoopraxiscope. Kemampuan zoopraxiscope dalam memproyeksikan gambar-gambar ini didaulat sebagai yang dikenal gerak fotografi dan film pertama yang pernah ada. (sumber: history of film di http://ths1.ttsd.k12.or.us). Berlanjut pada tahun 1885, dua orang bernama George Eastman dan William H. Walker mengembangkan gulungan film pertama. Film merupakan kertas yang peka cahaya dan dibuat dengan emulsi gelatin. Satu tahun kemudian bahan film digantikan oleh seluloid yang merupakan bahan plastik sintetis. Film berbahan seluloid diciptakan pada tahun 1870. Penggunaan film lalu diaplikasikan pada sebuah alat yang dikenal sebagai kamera di masa ini. Seiring berjalannya waktu, media penyimpanan yang bernama film ini mengalami pergeseran. Berturut – turut dari selluloid (film), pita analog hingga media digital seperti cakram, chip maupun memori. Sehingga dapat disimpulkan bahwa film awalnya merupakan karya sinematografi yang memanfaatkan media film (selluloid) sebagai penyimpan gambar.
75
Film pertama kali dipertontonkan untuk khalayak umum dengan membayar berlangsung di Grand Cafe Boulevard de Capucines, Paris, Perancis pada 28 Desember 1895. Peristiwa ini sekaligus menandai lahirnya film dan bioskop di dunia. Karena lahir secara bersamaan inilah, maka saat awal-awal ini berbicara film artinya juga harus membicarakan bioskop. Meskipun usaha untuk membuat “citra bergerak” atau film ini sendiri sudah dimulai jauh sebelum tahun 1895, namun dunia internasional mengakui bahwa peristiwa di Grand Cafe inilah yang menandai lahirnya film pertama di dunia. (sumber: perfilman.perpusnas.go.id). Sejalan dengan perkembangan teknologi, film kini bisa diproduksi tanpa menggunakan media film (selluloid) sebagai penyimpan gambar. Bisa dikatakan media selluloid sudah semakin sedikit digunakan. Kebanyakan sinematografer (sebutan bagi orang yang menjalani kegiatan sinematografi termasuk pembuat film) menggunakan media yang lebih ringkas seperti cakram maupun memory. Sehingga pada saat pasca produksi, karya videografis pun akan dapat disimpan dengan lebih fleksibel. Penyimpanan akhir bisa berupa data digital, analog ataupun media selluloid. Perkembangan teknologi media penyimpan ini telah mengubah pengertian film dari istilah yang mengacu pada bahan menuju suatu bentuk karya seni audiovisual. Singkatnya film kini diartikan sebagai suatu genre (cabang) seni yang menggunakan audio (suara) dan visual (gambar) sebagai medianya. Film yang diawali dari gambar berurutan kuda yang sedang berlari pada sebuah zoopraxiscope lalu berkembang perlahan menuju penayangan gambar bisu, film hitam putih hingga film berwarna yang dapat kita nikmati saat ini.
76
Konglomerasi dalam industri film turut membentuk persepsi bahwa peruntukan film adalah bagi pemilik modal besar. Kontrol para konglomerat besar industri film mempunyai akses terhadap pendistribusian film ke bioskop dan stasiun televisi. Film yang merupakan sebuah kerja kolektif memiliki kemampuan dalam menghasilkan karya yang menggambarkan segmentasi pada penontonnya. Film di jaman dahulu yang hanya terbatas bagi pemilik modal besar sekarang berubah dengan pemanfaatan teknologi yang meningkat. Peningkatan teknologi berakibat pada peningkatan sumber daya. Alat – alat rekam yang dahulu terbatas, berukuran besar dan mahal kini dapat diwakili dengan ukuran yang lebih ringkas dan dengan harga yang dapat dijangkau. Produk film yang dihasilkan bervariasi dari yang bergenre fiksi dan dokumenter. Penempatan makna dari pembuat film juga masuk kedalam karya film yang mereka produksi. Maksud dari pembuat film tercermin dari karyanya. Medium is the message. Marshall Mc Luhan mengatakan bahwa pesan yang disampaikan tercermin dari medianya. Tayangan film, tentunya mengandung maksud dari pembuat yang ingin disampaikan kepada masyarakat lewat media film. Film merupakan media yang kuat dalam menyampaikan sebuah pesan videografis. Film juga dapat menjadi media yang tepat ketika akan melanggengkan wacana reklamasi dari pembuatnya. Agar masyarakat mau menerima atau menolak dengan informasi yang lengkap.
77
5.4 Wacana Politik dalam Tayangan Video Pendek Minat yang besar dari masyarakat untuk mengemas wacana reklamasi Teluk Benoa dominan membuahkan hasil berupa video pendek. Dibantu dengan alat rekam yang semakin mudah didapatkan di masa sekarang, video pendek mampu menyebarkan informasi seputar reklamasi Teluk Benoa secara singkat dengan informasi yang cukup dipahami masyarakat. Secara bentuk, film dan video pendek sejatinya merupakan jenis yang berbeda namun tumbuh bersama dengan kapasitas dan popularitas yang sama bahkan sejak era film baru dimulai. Tonggak video pendek berawal dari komedian Charlie Chaplin dengan karyanya Making a Living yang dibuat pada tahun 1914. Video pendek juga menjadi daya tarik dalam penyampaian pesan karena dengan durasinya yang pendek mampu mengantarkan pesan yang ingin disampaikan dengan cepat. Film pendek yang diproduksi cukup banyak seperti yang dilakukan oleh DW Griffith, "Birth of Nation". Pada tahun 1920, tiket yang dibeli untuk menyaksikan program videografis bervariasi antara video pendek berdurasi 510 menit, kartun serta newsreel. Pada 1930, sistem distribusi berubah di banyak negara karena sebuah depresi besar. Pemilik bioskop kemudian membuat program pilihan mereka sendiri. Studio penayangan film menjual paket yang berpusat pada film utama dan video pendukung seperti kartun dan video pendek lain. Dengan munculnya fitur ganda, tayangan video pendek diputuskan sebagai kategori yang bersifat komersial. Beberapa pembuat video pendek diantaranya adalah George O'Hanlon Joe McDoakes serta karya animasi dari studio seperti Walt Disney Productions dan Leon
78
Schlesinger Productions / Warner Bros Cartoons. Pada pertengahan 1950-an, dengan kemunculan televisi, tayangan komersial yang dikonsep secara live menjadi mati serta digantikan peruntukannya dengan penayangan video pendek. Video pendek kemudian menjadi media bagi pembelajaran siswa serta pengaplikasian beberapa pekerjaan khusus. Tayangan video pendek terkadang disiarkan sebagai pengisi ketika sebuah film atau acara lain tidak sesuai dengan jadwal siaran standar. Salah satu stasiun televisi yang terfokus pada penayangan video pendek adalah ShortsTV. Tidak banyak juga televisi yang akhirnya mau menampung video pendek dan menyiarkannya seperti televisi komersial lain. Kemampuan video pendek sejatinya membutuhkan semacam eksebisi seperti pameran dan festival dalam menjangkau audiens. Beberapa festival internasional juga telah membuka kesempatan bagi video pendek untuk berkompetisi seperti Sundance Film Festival (USA), Cannes Film Festival (Prancis), Toronto International Film Festival (Kanada), Flickerfest International Short Film Festival (Australia), Short Shorts Film Festival (Jepang) dan lainnya. Penyebaran video pendek yang paling efektif diluar festival untuk jaman sekarang adalah melalui kanal internet seperti laman youtube maupun vimeo. Karakter pembuatan video pendek biasanya ditujukan untuk pembuat film pemula. Aktor profesional terkadang membuat video pendek sebagai bentuk ekspresi. Pendayagunaan sumber daya yang lebih murah jika dibandingkan dengan pembuatan film panjang. Ditunjang dengan teknologi yang meningkat, video pendek menjadi
79
sebuah tren yang terus berkembang dalam masyarakat di samping perkembangan film (dengan durasi yang panjang). Banyak pendapat yang mengatakan bahwa video pendek merupakan reduksi dari film panjang yang memberikan kebebasan kepada pembuatnya untuk menentukan durasi film yang bersangkutan. Pendapat lain mengungkapkan bahwa video pendek adalah cara pengembangan konsep cerita yang cermat dan bukannya sesi cut dari film. Sebuah imitasi bawah sadar dari format paling populer di Indonesia: Sinetron. Sebuah ide panjang, versi membosankan dari satu ide, bisa menjadi sederhana dan cerdas setelah diperlakukan dengan cara yang tepat. (sumber: minikino.org). Dalam penyaluran pesan kepada masyarakat, video pendek kini menjadi alternatif di luar media videografis yang lain. Penyebaran ideologi juga dapat terjadi melalui video pendek di luar tayangan iklan, berita hingga film. Perkembangan teknologi juga memberi peran yang berarti pada video pendek. Seperti Instagram maupun Facebook yang mengakomodasi pemutaran video berdurasi cepat sehingga membuat para pemangku kepentingan juga mengikutinya dengan membuat video berdurasi pendek yang berisi informasi yang ingin disampaikan kepada masyarakat. Dalam wacana relasi kekuasaan dan pengetahuan, Foucault mengatakan bahwasanya kekuasaan membentuk pengetahuan agar tercipta sebuah wacana di masyarakat yang diinginkan oleh penguasa. Video pendek juga telah menjadi sebuah media dalam penyebaran wacana politik tentang reklamasi teluk Benoa. Baik bagi pihak yang menyetujuinya atas nama reklamasi maupun kelompok tolak reklamasi.
80
BAB VI IDEOLOGI YANG MEMBENTUK WACANA POLITIK VIDEOGRAFIS
Ideologi ada dalam setiap wacana yang terangkum dalam media video dan film yang memiliki kaitan terhadap isu reklamasi. Ibaratnya sebuah motor penggerak bagi mesin yang telah diciptakan, ideologi ini yang kemudian menjadi pesan tersirat yang disampaikan lewat media film dan video kepada masyarakat luas. Dalam perjalanannya, Ideologi mengalami perubahan dari yang awalnya bersifat turunan dan stabil menjadi realis dan mengikuti konstruksi sosial. Diawali dari konsep dunia idea yang dicetuskan plato yang melukiskan idea sebagai sesuatu yang kekal sampai Aristoteles yang memperlihatkan bahwa Idea tidak selalu esensial dan pengalaman pribadilah yang membentuk Ide dari setiap manusia. Ideologi bersifat dinamis dan dapat dinilai dari berbagai sudut pandang. Ideologues yang merupakan sebuah pandangan negatif terhadap ideologi muncul sebagai bantahan yang memperlihatkan bahwa ideologi tidak selalu sejalan dengan segala aspek masyarakat. Dalam The German Ideology, Marx dan Engels mengemukakan bahwa ideologi adalah sebuah doktrin palsu dan kepalsuan itu bertahan karena digunakan untuk kepentingan kelas borjuis. Konsep ini lalu dikenal sebagai Kesadaran Palsu. Pengaruh Ideologi dalam kekuasaan menjadi utama saat dijabarkan. Ideologi menjadi dasar ketika kekuasaan dilancarkan. Foucault melihat ideologi dari sudut tarik ulur kekuasaan antar kelompok – kelompok dalam masyarakat. Kekuasaan dan
81
posisi sosial menjadi indikasi dari praktek – praktek ideologi. French dan Raven juga mendeskripsikan teori kekuasaan berdasarkan ideologi dari yang dimiliki oleh pemangku kuasa. Kekuasaan tanpa Ideologi ibaratnya sayur tanpa garam. Saling melengkapi. Tanpa Ideologi, kekuasaan akan dianggap kosong. Pengaruh Ideologi sangat kuat mengakar bagi pemilik kuasa untuk mendapatkan apa yang diinginkan. Merunut sejarah, tidak sedikit juga ideologi yang dipraktekan tidak sesuai dengan kondisi masyarakatnya. Semua itu dilakukan agar pemilik kuasa mendapatkan akses penuh dalam melanggengkan ideologinya. Foucault (dalam Foss, 1985: 205) mengatakan bahwa kekuasaan merupakan bagian yang melekat dengan susunan diskursif wacana. Ini berarti bahwa dalam setiap wacana terkandung kekuasaan dan wacana serta kekuasaan adalah hal yang tidak dapat dipisahkan. Media videografis merupakan tempat dimana ideologi dari pihak pendukung dan penolak reklamasi bertemu. Lewat media videografis juga akan diperlihatkan bagaimana para aktor – aktor dari kedua pihak yang berseberangan ini beradu. Seperti dalam liputan Bali TV bertajuk Dialog Merah Putih dengan judul Perubahan Perpres Lancarkan Reklamasi Teluk Benoa pada tanggal 25 Juni 2014. Dialog ini menghadirkan I Made Mangku sebagai pihak pendukung dan Wayan Gendo Suardana sebagai pihak yang menolak reklamasi. Lewat media videografis, mereka didaulat mewakili suara masyarakat dalam memberikan pandangannya lewat acara dialog live.
82
Media videografis juga telah menjadi jalur dalam melancarkan pemikiran pemilik ideologi kepada masyarakat luas. Selain lewat acara dialog langsung, terdapat berbagai macam produk videografis yang digunakan agar maksud dari pemilik ideologi diketahui hingga diterima oleh masyarakat. Suatu media yang memberikan gambaran terhadap isu reklamasi ini lalu menjadi sebuah pola hipersemiotika di masyarakat. Tanda – tanda yang dipertunjukkan kepada masyarakat ini lalu menjadi penanda kembali terhadap apa yang diinginkan dari pembuat konten videografis dari masyarakat. Pendekatan semiotik atau semiologi didasarkan pada asumsi bahwa tindakan manusia atau hal yang dihasilkannya menunjukkan makna asalkan tindakan tersebut berfungsi sebagai tanda. Tentu ada sistem konvensi dan pembedaan yang mendasarinya dan yang memungkinkan adanya makna tersebut. Dimana ada tanda, disitulah ada sistem (Culler, 1996: 74). Agar dapat membedah lebih jauh terhadap ideologi yang dimiliki oleh pemilik konten terhadap isu reklamasi, maka perlu untuk menelisik setiap tanda yang muncul baik berupa visual maupun audio dalam setiap media videografis yang diperlihatkan. Karena lewat tanda itulah akan tercermin pesan yang diinginkan dari pemilik ideologi. Pilliang melihat tanda sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari obyek referensinya serta pemahaman subyek atas tanda. Tanda merupakan bagian dari rantai komunikasi yang memiliki peran penting dalam komunikasi. Tanda ini yang lalu menjadi ideologi. Berikut ideologi yang kemudian terlihat dari berbagai wacana yang ditekankan dari masing – masing pihak lewat berbagai media.
83
6.1 Ideologi Penguasa Pemilik modal besar menjadi pihak yang didaulat sebagai pemrakarsa reklamasi di Teluk Benoa. Akibat dari posisi Teluk Benoa yang strategis bagi perkembangan ekonomi menyebabkan keinginan bagi para penguasa dan pemilik modal untuk menguasai Teluk Benoa dengan jalan direklamasi. Niat para penguasa dan pemilik modal yang awalnya menginginkan perbaikan Teluk Benoa kemudian pecah seiring dengan naiknya isu untuk menolak reklamasi dari masyarakat. Dari awal bergulirnya isu reklamasi, terdapat tokoh – tokoh dari dua kubu yang vokal menyuarakan pendapatnya masing - masing. Dimulai dari pihak yang setuju diwakilkan oleh I Made Mangku. Seorang pengamat lingkungan yang juga menjadi aktor pelaksana reklamasi di Teluk Benoa. I Made Mangku dengan teguh mengatakan bahwa reklamasi ini semata – mata adalah gerakan dari para penguasa dan pemilik modal yang selanjutnya disebut sebagai „gajah besar‟. Awalnya mereka bersatu untuk membantu Bali. Namun ketika gejolak politik terjadi, blok yang dihuni “gajah – gajah besar” yang seharusnya menjadi satu ini pecah. Ada yang setuju untuk di reklamasi dan ada yang tidak. Karena perpecahan ini juga yang akhirnya menyebabkan para penguasa dan pemilik modal yang satu dan lainnya saling berseteru. Ada juga peran para “gajah” ini yang mendukung pihak yang menolak reklamasi agar mampu menggagalkan “gajah” lain yang bersama dengan pemerintah.
84
Gambar 6.1 Wawancara I Made Mangku, Pengamat Lingkungan 9 Juli 2015 (Dok: pribadi, 2015) Kebijakan pemimpin yang memberikan ruang terhadap isu reklamasi ini dianggap sebagai sebuah kebijakan yang mengandung unsur yang tidak baik. Dalam berita Kebijakan Tamasika, DPRD mesti bersikap, Gede Pasek Suardika, anggota DPR-RI mengutarakan dalam pandangan menolak namun masih berkaitan dengan wacana penguasa sebagai hal yang tidak terpisahkan dari isu reklamasi. Kebijakan reklamasi Teluk Benoa ini kebijakan yang tamasika. Ini untuk kemakmuran investor dan lingkungan Bali dijual murah.
Gambar 6.2 Berita Kebijakan Tamasika, DPRD mesti bersikap milik kmb29 (sumber : Balipost, 14 Agustus 2014)
85
Meskipun tidak terdapat definisi jelas dari kata „gajah besar‟ yang diutarakan oleh I Made Mangku maupun investor, seperti yang diungkapkan Gede Pasek Suardika, merujuk kepada pemrakarsa ataupun pihak selain pemrakarsa, namun wacana kekuasaan ini menjadi satu bukti kuat bahwa para penguasa (pemegang titah) memegang peranan dalam isu reklamasi. Dalam pernyataannya, Foucault melihat bahwa kekuasaan atau power mampu membentuk dan menentukan adanya realitas – realitas yang diciptakan secara subjektif, untuk kepentingan dan tujuan dari power domination atau kekuasaan yang mendominasi (Ida, 2014: 111 – 112) dan pada akhirnya kekuasaan merupakan bagian yang melekat dengan susunan diskursif wacana (dalam Foss, 1985: 205). “Mantan Wakil Kepala Staf Angkatan Udara (Wakassau) RI Gede Sudana mengungkap berbagai hal tentang latar belakang keluarnya Perpres No. 51 Tahun 2014. Pria yang mengaku berteman akrab dengan Menko Polhukam Djoko Suyanto ini menuturkan bila Presiden Susilo Bambang Yudhoyono terpaksa menandatangani perpres yang mengubah kawasan konservasi di Teluk Benoa itu.”
86
Gambar 6.3 Berita Adanya Rujukan dari Pemda di Bali milik kmb32 (sumber : Balipost, 13 Agustus 2014) Dalam berita Adanya Rujukan dari Pemda di Bali, disiratkan kekuasaan yang mencengkram sehingga mampu melahirkan Peraturan Presiden No. 51 Tahun 2014 yang mengubah peruntukan kawasan konservasi menjadi layak untuk direklamasi. Seperti yang diutarakan Gede Sudana dalam wawancara berita terkait, bahwa adanya rujukan yang membuat seorang Presiden RI harus menandatangani Perpres tersebut dan menyisakan keadaan seperti hari ini.
6.2 Ideologi Ekonomi Perbincangan tentang ekonomi merupakan hal yang diperdebatkan selanjutnya dalam isu reklamasi Teluk Benoa. Pulau Bali yang disokong pariwisata yang memperlihatkan peningkatan ekonomi signifikan sejak akhir 1970-an menjadi dalih bahwa isu reklamasi ditumpu wacana ekonomi dari berbagai pihak yang berkepentingan. Dari era tersebut, Bali dirancang menjadi sebuah induk pariwisata massal yang terfokus di selatan Bali, tepatnya di kawasan Nusa Dua, Kabupaten Badung. (Nordholt, 2010: 7). Dari dokumenter Kontemplasi Bali, disebutkan bahwa peningkatan wisatawan dalam rangka lawatannya ke Bali memberikan hasil yang cukup menggiurkan bagi perekonomian Bali. Terlihat dari peningkatan pengunjung yang tercatat dari 120.000 orang pertahun meningkat hingga 2.500.000 orang
87
pertahun. Boom pariwisata berdampak seketika pada lingkungan, perekonomian, dan hubungan sosial. Naiknya jumlah hotel, restoran, art shop hingga ruko mengakibatkan, kira – kira, 1.000 hektar sawah lenyap. Hingga pada tahun 2001, Bali hanya memiliki 86.000 hektar lahan sawah yang tersisa. Lanskap tradisional tersebut kini telah menjadi bagian dari paket wisata (Nordholt, 2010: 9).
Gambar 6.4 Cover Dokumenter Kontemplasi Bali (sumber : Dokumenter Kontemplasi Bali kerjasama Badan Promosi Pariwisata Daerah, Persatuan Hotel dan Restauran Indonesia dengan Program Pasca Sarjana Universitas Udayana 2014). Apa yang anda lihat dari masyarakat Bali beberapa tahun terakhir? Jika kita melihat bahwa di jaman dulu sedikit yang mebakti (sembahyang) ke pura kenapa sekarang orang beramai- ramai sampai antri hanya untuk ke pura? Perekonomian yang meningkatlah yang menyebabkan masyarakat bisa seperti sekarang ini. Karena mereka sekarang sudah layak hidupnya, jadi mereka bisa lebih khusyuk untuk bersembahyang. Tidak seperti dulu. Pariwisata salah satunya yang menjadi faktor terbesar dalam meningkatkan perekonomian rakyat Bali. (Wawancara I Made Mangku, Pengamat Lingkungan, 9 Juli 2015)
Dalam wawancara dengan I Made Mangku, terlihat bahwa pengaruh pariwisata ini juga yang menjadi kaitan besar terhadap wacana penguasa yang
88
menginginkan adanya pembangunan masif di Bali dengan iming – iming peningkatan ekonomi bagi rakyatnya. Nicanor Perlas, dalam bukunya Shaping Globalization: Civil Society, Cultural Power and Threefolding, melihat adanya kesatuan yang kuat antara penempatan kemitraan strategis antara masyarakat sipil dengan pemerintah yang menginginkan peningkatan perekonomian mengundang pengaruh bisnis yang diwakilkan oleh pemilik modal. Hal ini lalu menjadi cerminan konseptual Threefolding yang menegaskan ketiga aspek yang saling mendukung. Akibat dari tidak tertatanya komunikasi antara ketiga aspek ini yang belakangan memunculkan suara dukungan dan menolak isu reklamasi di Teluk Benoa. Semasih sistem kita dengan investor adalah transaksional, maka yang mendapatkan keuntungan ekonomi adalah tokoh – tokoh yang dekat dengan pemrakarsa. Masyarakat luas tidak mendapatkan keuntungan yang semestinya. Namun jika dibuat sistem dengan adanya gabungan dari otoritas di mana lokasi itu akan dibangun, maka hal yang bersifat transaksional itu minim terjadi. (Wawancara I Made Mangku, Pengamat Lingkungan, 9 Juli 2015)
I Made Mangku juga mengakui bahwa hal yang transaksional atau yang lazim disebut sebagai pelicinan proyek terhadap orang – orang yang memiliki pengaruh kerap dijadikan jalan bagi para pemrakarsa agar proyeknya dilanggengkan. Hal ini kerap dilakukan dengan berbagai cara yang beragam. Baik dari memberikan sejumlah uang atau dengan memberikan bantuan berupa materi yang dibalut dengan maksud yang tidak terkesan kongkrit.
89
''Sikap bendesa terhadap rencana reklamasi selama ini tidak transparan. Ini ada sesuatu yang ditutup-tutupi. Sikap bendesa sepertinya menyetujui reklamasi, padahal masyarakat tegas menolak rencana itu. Kami juga akan pertanyakan, apa kaitannya bantuan Rp 2 miliar dari Artha Graha itu dengan reklamasi,” tegas pihak Sabha Desa Tanjung Benoa, Made Yonda Wijaya.
Gambar 6.5 Berita Dinilai Pro-reklamasi, Masyarakat Tanjung Benoa Minta Penjelasan Bendesa. milik kmb25 (sumber : Balipost, 13 Agustus 2014)
Dalam berita Dinilai Pro-reklamasi, Masyarakat Tanjung Benoa Minta Penjelasan Bendesa, Made Yonda Wijaya mempertanyakan tentang bantuan 2 miliar rupiah kepada terhadap desa Tanjung Benoa dari Artha Graha yang disebut – sebut juga menjadi pemrakarsa reklamasi. Motif – motif ekonomi ini tidak hanya berlaku pada golongan pemilik kepentingan namun kerap dijadikan gerakan pada level grass root (masyarakat). Membawa unsur ekonomi sebagai salah satu hal yang diyakini berpengaruh terhadap isu reklamasi diyakini masyarakat benar adanya baik dari kubu pendukung maupun penolak reklamasi.
90
"Yang pertama revitalisasi itu mampu membuka lapangan pekerjaan, masyarakat Bali tidak perlu bekerja di luar negeri. Dan, kami mendukung apa yang akan dilakukan pemerintah demi kebaikan Bali," jelas I Wayan Lanang Sudira, koordinator lapangan, seusai aksi mendukung Perpres Nomor 51/2014 di Kantor Gubernur Bali, Renon, Denpasar.
Gambar 6.6 Berita Sejumlah Ormas Bali Dukung Revitalisasi Teluk Benoa, penulis Puji Sukiswanti (sumber : http://daerah.sindonews.com, 30 Juni 2014) “Bali adalah daerah Pariwisata, membutuhkan tempat pariwisata alternatif. Rencana rekamasi Teluk Benoa sangat cocok untuk perkembangan pariwisata di Bali. Rekalamasi nantinya akan membuka banyak lapangan pekerjaan, reklamasi harus sukses,” kata koordinasi aksi, Lanang Sudira.
91
Gambar 6.7 Berita Dukung Reklamasi, Aksi Damai di DPRD Bali Kondusif, Penulis Sri Lestari (sumber : http://jaringnews.com, 30 Juni 2014)
"Kami mendukung kebijakan pemerintah dalam pembangunan, yaitu rencana reklamasi di perairan Teluk Benoa, karena kami nilai dengan adanya reklamasi tersebut akan membuka lahan pekerjaan dan peningkatan perekonomian rakyat," kata Made Derik Jaya selaku koordinator Bali Harmoni.
Gambar 6.8 Berita Ratusan warga datangi DPRD dukung reklamasi Benoa, Penulis I Komang Suparta (sumber : http://antaranews.com, 11 November 2013)
Adanya keyakinan kuat sebagian masyarakat bahwa reklamasi Teluk Benoa akan membantu meningkatkan perekonomian rakyat Bali. Seperti yang tercantum dalam berita Dukung Reklamasi, Aksi Damai di DPRD Bali Kondusif dan Berita Ratusan warga datangi DPRD dukung reklamasi Benoa yang mengisyaratkan tentang aksi damai masyarakat agar reklamasi dapat terjadi. Terdapat poin ekonomi
92
yang kuat di dalam setiap penyampaiannya. Bahwasanya reklamasi akan menjadi salah satu upaya dalam menyerap tenaga kerja masyarakat dan menjadi destinasi wisata alternatif. Selain dukungan, penolakan juga terjadi dari pihak seberang. Poin ekonomi juga menjadi salah satu alasan bahwa reklamasi tidak harus terjadi karena perekonomian masyarakat Bali tidak tergantung sepenuhnya dari pariwisata masif. Bahkan cenderung proyek reklamasi ini hanya menguntungkan beberapa pihak. Tidak termasuk masyarakat Bali secara luas. Walau kuantitas wisatawan Bali meningkat, hal ini justru akan berdampak kepada kondisi mass tourism (turisme massal). "Kami memandang peraturan yang dikeluarkan pada saat-saat akhir pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tersebut sarat dengan kepentingan bisnis yang akibatnya akan sangat merugikan kehidupan sosial, ekonomi, kebudayaan, dan bahkan politik di Propinsi Bali," kata Juru Bicara ForBali, Made Supriatma. "Dalam pandangan kami, reklamasi ini hanyalah sebuah tipu daya untuk menguasai tanah yang memiliki nilai ekonomi sangat tinggi.”
Gambar 6.9 Berita WNI di Washington demo tolak reklamasi Teluk Benoa,
93
Penulis Laurencius Simanjuntak (sumber : http://merdeka.com, 13 April 2015)
"Pariwisata itu harusnya dikelola oleh masyarakat lokal. Cuma sudah kadung salah konsep dari awal, terlalu cepat booming sehingga kedepannya akan susah diatur lagi. Dampak dari mass tourism hanya memakai (sarana pariwisata) saja. Tidak memikirkan efeknya ke lingkungan. Ke masyarakat. Poinnya hanya mengeruk keuntungan.” (Wawancara Gede Astana Jaya, Pengelola Jaringan Ekowisata Desa, Dok : Dokumenter Kala Benoa oleh Watchdoc, 2015)
Gambar 6.10 Cuplikan Kala Benoa Pada Film Kala Benoa, terdapat wawancara terhadap Gede Astana Jaya yang memiliki makna sama dengan pendapat Made Supriatma pada berita WNI di Washington demo tolak reklamasi Teluk Benoa. Mereka melihat bahwa perekonomian yang baik itu tidak semata – mata berasal dari reklamasi yang akan dibangun. Adanya unsur lain seperti nuansa politik untuk menguasai aset tanah yang bernilai ekonomi sangat tinggi perlu menjadi perhatian. Walaupun pariwisata pada akhirnya menjadi jawaban, namun dengan kondisi sekarang, pariwisata Bali telah salah kaprah. Hanya akan menjadikan Bali sebagai destinasi mass tourism yang berakibat tidak baik terhadap lingkungan. Mereka memiliki pandangan berbeda
94
dengan Lanang Sudira di berita Dukung Reklamasi, Aksi Damai di DPRD Bali Kondusif dan Made Derik Jaya di berita Dukung Reklamasi, Aksi Damai di DPRD Bali Kondusif. "Kekhawatiran yang sama juga dialami masyarakat di Tanjung Benoa yang menggantungkan hidup dari wisata bahari serta mencari ikan sebagai nelayan. Ketua Badan Pengawas Koperasi Segaraning Harum Tanjung Benoa I Made Mentra, S.E, M.M. mengatakan, Tanjung Benoa memiliki 428 nelayan yang menggantungkan hidup di Teluk Benoa. Jika benar Teluk Benoa di-urug, maka nelayan nelayan di Tanjung akan kehilangan mata pencaharian mereka. Nanti katanya akan butuh banyak karyawan, tetapi penduduk Tanjung Benoa itu sudah tidak mungkin direkrut. Sekarang saja dengan banyak hotel di Tanjung dan Nusa Dua, berapa persen masyarakat yang dipekerjakan? Kalaupun kerja, paling hanya dikontrak satu tahun, sudah itu diberhentikan dengan berbagai alasan.”
Gambar 6.11 Berita Pariwisata Bunuh Pariwisata, Penulis rin (sumber : Balipost, 16 Agustus 2014)
95
Dalam berita Pariwisata Bunuh Pariwisata, Pesimisme diutarakan I Made Mentra, S.E, M.M terhadap isu reklamasi. Perekonomian yang meningkat dari sisi pariwisata pada akhirnya akan menggerus mata pencaharian utama warga yang berada di sekitar Teluk Benoa. Serta tidak adanya kepastian bahwa sumber pekerjaan mereka terganti dengan adanya pembangunan di Teluk Benoa. Reklamasi Teluk Benoa bukan menjadi jawaban atas masalah peningkatan perekonomian di Bali.
6.3 Ideologi Lingkungan Lingkungan menjadi hal yang diperdebatkan antara kedua pihak yang berseteru tentang isu reklamasi di Teluk Benoa. Adanya perubahan bentuk Teluk Benoa ketika direklamasi kelak sudah tentu memberikan dampak kepada lingkungan. Reklamasi merupakan upaya teknologi yang dilakukan manusia untuk merubah suatu lingkungan alam menjadi lingkungan buatan, mangrove dan terumbu karang menjadi suatu bentang alam daratan (Maskur, 2008). Dalam beberapa hal, isu reklamasi digunakan pihak yang mendukung sebagai landasan dalam melakukan revitalisasi.
“Saat ini muara dari 5 daerah aliran sungai yang besar berpotensi membawa sampah yang volumenya sangat besar ke Teluk Benoa setiap musim hujan. Selanjutnya teluk akan menjadi gudang sampah raksasa. Hal ini akan menyebabkan sedimentasi (pengendapan) di daerah Teluk Benoa. Teluk Benoa akan menjadi dangkal. Jika tidak diadakan revitalisasi, semua ini akan menjadi buruk. Maka dibentuklah konsep revitalisasi berbasis reklamasi. Sehingga endapan sampah ini akan dibuat jalur airnya kembali sehingga arusnya kemudian akan menjadi normal. Seperti contoh, tukad Mati saat ini penuh dengan sampah dan tidak ada aliran air. Ketika hujan terjadi, kuta menjadi banjir. Masyarakat kita mengira bahwa sudah ada yang mengurus sampah yang mereka buang seenaknya. Sehingga daerah aliran sungai
96
menjadi tersumbat. Maka dari itu revitalisasi, salah satu tujuannya, adalah mengembalikan fungsi daerah aliran sungai tersebut. (Wawancara I Made Mangku, Ketua Sekretariat Kerja PPLH Dok : Benoa ku Sayang Benoa ku Malang oleh 8-11 Metro TV, 26 November 2014) “Aktivitas lingkungan di Teluk Benoa akan berpengaruh terhadap aktivitas ekonomi masyarakat sekitar. Di Teluk Benoa sudah ada pelabuhan, ada jalan di atas perairan dan jalur pipa. Jika nanti terjadi pendangkalan karena sampah – sampah tersebut maka kita harus mengembalikan fungsinya. Yaitu dengan revitalisasi berbasis reklamasi.
Gambar 6.12 Wawancara Made Gunaja, Dinas KKP Provinsi Bali, (Dok : Benoa ku Sayang Benoa ku Malang oleh 8-11 Metro TV, 26 November 2014)
Dalam talkshow dengan tajuk Benoa ku Sayang, Benoa ku Malang, terdapat wawancara terhadap I Made Mangku dan Made Gunaja.yang mengaitkan masalah lingkungan yang perlu diperbaiki di Teluk Benoa. Hal yang kemudian terjadi adalah penegasan dari pihak yang mendukung reklamasi bahwasanya jika reklamasi tidak dilakukan, maka lambat laun fungsi Teluk Benoa akan terhenti dan mengakibatkan hal yang merugikan di tempat lain. Aliran sungai yang tertutup sampah dan tanah
97
yang memiliki endapan sampah akan merugikan masyarakat sekitar Teluk Benoa hingga masyarakat luar. Seperti banjir ketika musim hujan di daerah Kuta karena endapan sampah di Teluk Benoa menutup aliran air. Dirasa saat ini Teluk Benoa sedang dalam keadaan kritis, maka revitalisasi berbasis reklamasi menjadi opsi penyelamatan lingkungan yang terbaik menurut kedua narasumber tersebut. Pemikiran terbalik justru datang dari Conservation National Indonesia dengan Kajian Modeling Dampak Perubahan Fungsi Teluk Benoa untuk Sistem Pendukung Keputusan (Decision Support System) dalam Jejaring KKP Bali dengan tim penulisnya antara lain Ketut Sudiarta, I Gede Hendrawan, Ketut Sarjana Putra dan I Made Iwan Dewantara (2014). Conservation National Indonesia mengutarakan dampak lingkungan yang ditimbulkan dengan direklamasinya perairan Teluk Benoa adalah penggenangan dan banjir di hinterland yang disebabkan oleh peristiwa backwater. Dengan kata lain, reklamasi menyebabkan debit air tidak seimbang dan air laut pasang akan menggenangi daerah sekitarnya yang mempunyai topografi rendah. Reklamasi justru akan memperparah banjir pada saat hujan datang.
98
Gambar 6.13 Ilustrasi Teluk Benoa Kiri adalah citra Teluk Benoa sekarang Kanan adalah ilustrasi Teluk Benoa setelah direklamasi (Sumber : Conservation National Indonesia, 2014)
Keberadaan perairan Teluk Benoa mempunyai fungsi maha penting dalam manajemen banjir kawasan perkotaan di sekitarnya. Dengan semakin bertambahnya porsi lahan terbangun dan kedap air di DAS hinterlandnya, maka di masa depan jumlah aliran air permukaan yang masuk ke dalam teluk akan semakin meningkat. Konservasi
perairan
Teluk
Benoa
merupakan
pilihan
yang
tepat
untuk
menyelamatkan manusia beserta berbagai aset di sekitarnya dari bencana banjir. (Sumber : Conservation National Indonesia, 2014) Adanya analisa yang bertentangan melihat lingkungan di isu reklamasi diutarakan dari para pakar lingkungan masing – masing. Masalah sampah menjadi penting untuk diantisipasi karena jika tidak direvitalisasi (dengan cara mereklamasi) maka akan menyebabkan banjir di lain tempat ketika hujan datang. Seperti yang diutarakan I Made Mangku dan Made Gunaja dalam dialog di Metro TV. Ketika Conservation National Indonesia mengungkapkan, justru banjir akan terjadi saat Teluk Benoa direklamasi. Karena dengan menambahnya volume tanah di lokasi maka aliran air yang menuju Teluk Benoa akan meningkat dan merembes ke daerah dengan lokasi yang lebih rendah. Seperti wawancara berikut terhadap Agung Wardana yang mengutip penelitian dari Conservation International terhadap Teluk Benoa.
99
“Pembuatan pulau baru di Teluk Benoa dikhawatirkan berdampak besar bagi lingkungan. mengutip pemodelan yang dilakukan Conservation International (CI) dimana pengurukan laut seluas 838 hektar untuk kawasan wisata terpadu ini akan menyebabkan perubahan arus air. Dampak lanjutannya adalah abrasi dan beberapa wilayah yang secara geografis berposisi rendah bakal tergenang banjir rob,” Kata Agung Wardana, koordinator kelompok yang menamakan diri Sekar Diaspora Bali”
Gambar 6.14 Berita Orang Bali di Luar Negeri Tolak Reklamasi di Benoa, Penulis Rofiqi Hasan (sumber : Tempo.co, 26 April 2014) Dalam memaksimalkan reklamasi di Teluk Benoa, dibutuhkan material seperti pasir dengan jumlah puluhan juta ton. Pasir material itu akan didatangkan dari pantai Sawangan , Nusa Dua, Karangasem, dan Sekotong di Lombok Barat. Dengan adanya pemindahan secara massif dan jumlah yang banyak, Geomorfologist, Drs. R. Suyarto mengungkapkan bahwa hal itu akan menimbulkan kerusakan lingkungan di
100
tempat lainnya. Selanjutnya hal itu akan berpotensi menimbulkan abrasi karena tenaga hidro oceanografi menjadi lebih dinamis seperti biasanya. Saat pasir dikeruk cukup dalam pada laut yang masih berhubungan dengan pantai, ketika ada arus maka arus yang datang akan menjadi lebih kencang dan menyebabkan abrasi lebih kuat lagi. (sumber : Majalah Balipost edisi ke 50, hal 6).
Gambar 6.15 Berita Buat 12 Pulau Keruk Pasir di Nusa Dua (sumber : Majalah Balipost) “Hal ini dapat kita pelajari dari kasus reklamasi Pulau Serangan yang makin memperparah abrasi pantai di Bali. Hal ini tentu akan menghilangkan keindahan pantai di Bali,” ungkap I Komang Wira Adhi Mahardika, Koordinator STT Suka Duka Padangtegal Kelod, Ubud.
101
Gambar 6.16 Berita Pemuda Padangtegal Kelod Tolak Reklamasi, Penulis kmb16 (sumber : Balipost, 12 Agustus 2014)
Dalam berita Pemuda Padangtegal Kelod Tolak Reklamasi, Koordinator Pemuda yang bernama I Komang Wira Adhi Mahardika menyetujui bahwasanya ketika reklamasi dilakukan maka akan menyebabkan abrasi di Pantai Bali. Proses abrasi sendiri merupakan kerusakan lingkungan karena adanya hantaman arus yang menjadi lebih kencang dari biasanya disebabkan susunan pasir yang berubah karena reklamasi menurut Geomorfologist Drs. R. Suyarto dalam berita Buat 12 Pulau Keruk Pasir di Nusa Dua.
6.4 Ideologi Perlawanan Pertentangan visi yang dibentuk penguasa elit kemudian berlanjut pada perpecahan blok. Wacana yang semula hanya milik segelintir orang lalu turun ke level masyarakat dan mengakibatkan perpecahan pada level grass root. Ada yang menolak dan ada yang mendukung. Suara – suara protes keras terdengar menandakan sebuah ketidakpuasan terhadap pola kerja pemerintah yang menaungi Bali. Sebuah pola perlawanan dalam bentuk berbagai atraksi parade budaya, poster – baliho
102
penolakan dan tulisan di berbagai media. Dalam permasalahan pariwisata, gerakan protes dan perlawanan telah dimulai di Bali ketika tumbuhnya perasaan tidak puas terhadap masuknya investor Jakarta pada tahun 1993 (Nordholt, 2010: 10). Kala itu gerakan protes diwakili oleh koalisi luas kalangan kelas – menengah untuk menentang invasi kapitalisme Jakarta dan kerusakan lingkungan yang menyertainya. Adanya gerakan protes juga terjadi pada proyek reklamasi Serangan yang berlangsung pada tahun 1994 yang merubah lahan sebesar 111 hektar menjadi 481 hektar. Walaupun gerakan protes terjadi, namun akhirnya reklamasi tetap dilakukan oleh PT Bali Turtle Island Development (BTID) yang didukung Kodam IX. 21 tahun setelahnya, gerakan protes ini berubah bentuk menjadi aksi tolak reklamasi Teluk Benoa. Berbagai rasa ketidakpuasan terhadap kinerja pemerintah menghiasi setiap sudut pulau Bali dan membangkitkan gerakan perlawanan.
103
Gambar 6.17 Berbagai atribut dan aksi penolakan (Sumber: dokumen pribadi, forbali.org)
104
BAB VII IMPLIKASI WACANA POLITIK VIDEOGRAFIS KEPADA MASYARAKAT
Wacana reklamasi Teluk Benoa kini menjadi perhatian khalayak luas. Sekian hari semakin banyak pihak yang turut memberikan suara terhadap perkembangan wacana ini. Berawal dari diterbitkannya Surat Keputusan Gubernur Bali Nomor 2138/02-CL/HK/2012 yang kontra terhadap peruntukan Teluk Benoa sebagai kawasan konservasi berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 45 tahun 2011. Kemudian disahkannya Peraturan Presiden Nomor 51 tahun 2014 yang isinya dapat mempertimbangkan dan mengganti Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 45 tahun 2011. Wacana reklamasi lalu menjadi semakin gencar bergulir. Wacana reklamasi yang informasi awal hanya diketahui oleh para pemegang kekuasaan dari jajaran pemimpin Republik Indonesia seperti presiden dan gubernur kini telah diketahui masyarakat. Wacana ini bahkan merambah hingga kepada masyarakat yang tinggal di luar Indonesia. Berbagai reaksi muncul menanggapi wacana terkait. Suara penolakan dan dukungan berada hingga level jalanan lewat berbagai aksi untuk menarik simpati masyarakat sekaligus mengedukasi dengan pengetahuan yang dimiliki masing – masing pihak. Media juga memainkan peran dalam penyebaran wacana reklamasi dengan berbagai cara. Seperti pemuatan berita lewat liputan pihak terkait, tayangan berita, film pendek, sampai berbagai baliho dan spanduk yang bertengger di jalan – jalan.
105
Khusus penyebaran media video memakai sarana dan konektivitas dari dunia maya selain mengandalkan peran stasiun televisi. Ini dimaksudkan agar mampu menggapai perhatian lebih besar disamping juga melihat perkembangan masyarakat menanggapi wacana ini dengan komentar yang mereka berikan. Media videografis yang lahir secara viral dan sporadis kemudian memperlihatkan
sebuah
perkembangan
yang
menarik.
Khususnya
dalam
perkembangan budaya masyarakat. Kelahiran budaya visual (visual culture) merujuk pada kondisi dimana visual menjadi bagian dari kehidupan sosial. Budaya ini akhirnya tergantung pada interpretasi partisipan yang bermakna dan apa yang ada di sekitar mereka. (Ida, 2014: 127). Budaya visual yang turut mengiringi wacana reklamasi kini bisa di temukan di mana – mana. Semudah pengguna komputer mengetik kata „Reklamasi Teluk Benoa‟ di laman pencari google dan ratusan entri akan disediakan termasuk didalamnya entri yang berupa video. Berbagai video dengan durasi panjang dengan konteks penceritaan yang cukup lengkap melihat wacana reklamasi Teluk Benoa, video pendek tentang aksi masyarakat, video berita singkat berbentuk liputan sampai video berbentuk iklan dengan durasi yang pendek. Dalam menganalisa video – video ini tentunya mengikutkan metode analisa khusus media visual dan gambar bergerak (moving image). Sehingga analisa ini akan membantu menentukan seberapa jauh implikasi dari video – video tersebut ketika disaksikan oleh masyarakat. Adapun kedua analisa itu antara lain metode analisa naratif dengan penggabungan teori hipersemiotika dan analisa unsur diagesis. Metode
106
analisa naratif mengungkapkan jalan cerita dari video bersangkutan dengan cara memperhatikan aspek dalam video seperti plot dan struktur. Tentunya dengan pengaruh hipersemiotika, semua tanda dalam video pada akhirnya memiliki maknanya sendiri. Analisa unsur diagesis merupakan cara untuk melihat dan membedakan antara dimana teks pendukung video itu diciptakan dan segala tambahan fitur yang ada untuk memperkuat penyaluran pesan dari pembuat video kepada penonton. Video – video yang diperlihatkan dibedakan menjadi beberapa genre sesuai peruntukannya kepada masyarakat. Dalam pembagiannya, video tersebut dibedakan menjadi tayangan berita (liputan, berita, dialog), tayangan iklan, tayangan film dan video pendek. Sumber didapatkan dari unduhan laman pencari video Youtube.com yang mengarahkan kepada channel pengunggah video langsung. Channel yang dimaksud adalah milik dari stasiun televisi, kelompok dan pribadi masyarakat
7.1 Implikasi Wacana Politik dalam Tayangan Berita Berbagai macam tayangan berita diproduksi terkait dengan wacana reklamasi Teluk Benoa. Dominan tayangan berita yang muncul adalah tayangan dari stasiun televisi BALI TV. Kemudian mengikuti tayangan berita dari TV One, Metro TV dan lainnya. Bentuk dari tayangan berita ini ada yang berupa liputan berita hingga dialog. Berikut adalah beberapa tayangan berita dengan analisa terhadap penontonnya.
107
7.1.1 Dialog Merah Putih - Perubahan Perpres Lancarkan Reklamasi Teluk Benoa Bali TV adalah stasiun televisi swasta siaran gratis berjaringan terestrial di Indonesia yang berpusat di Bali. Berdiri dibawah kepemimpinan Satria Naradha yang merupakan pemimpin Kelompok Media Bali Post. Kekuatan daya pancar saat ini adalah 10 kilo watt yang dipancarkan dari Bukit Bakung, Jimbaran di channel 39 UHF untuk wilayah Denpasar dan 51 UHF untuk wilayah Singaraja dengan kekuatan daya pemancar sebesar 2 kilo watt di Desa Anturan. Dengan moto Matahari Dari Bali, Bali TV hadir sebagai program yang memfokuskan terhadap kebudayaan, adat istiadat, dan keunikan yang khas dari Pulau Bali. Selain itu, moto Matahari dari Bali ini juga berasal dari nama perusahaan tersebut, yaitu "Rhanada". Jika dijabarkan, arti "Rha" adalah bahasa Yunani yang berarti Matahari, sementara "Nadha" dalam bahasa sansakerta berarti mencerahkan. Dan bila disatukan, maka Matahari yang mencerahkan adalah moto dan logo Bali TV hingga saat ini. Bali TV pertama kali mengucara pada bulan 26 Mei 2002. (sumber: balitv.tv) Salah satu program acara di Bali TV, Dialog Merah Putih, mengangkat wacana tentang reklamasi Teluk Benoa. Bertajuk Perubahan Perpres Lancarkan Reklamasi Teluk Benoa yang disiarkan secara langsung kepada masyarakat dan diunggah di youtube.com pada tanggal 25 Juni 2014. Mengundang dua narasumber yaitu I Made Mangku sebagai Pengamat Lingkungan dipertemukan dengan Wayan
108
„Gendo‟ Suardana, Koordinator ForBali. Acara ini dibawakan oleh presenter Agung Mia. Dalam tayangan ini diperlihatkan kedua narasumber memiliki landasan yang berbeda memandang wacana reklamasi Teluk Benoa. I Made Mangku berposisi sebagai pihak pendukung dengan terus mengedepankan aspek teknik dan kemampuan reklamasi yang sebenarnya berfungsi untuk merevitalisasi Teluk Benoa sehingga memberikan pengaruh yang baik bagi Bali. Wayan Gendo Suardana selaku pihak yang menolak dengan keras dan memperlihatkan kecacatan hukum tentang wacana reklamasi serta pengaruh lingkungan sosial budaya yang buruk yang terjadi ketika reklamasi diamini. Acara ini berlangsung selama satu jam dengan pembagian 15 menit untuk opening dan closing dengan penampilan penyanyi dan 45 menit untuk sesi dialog.
Gambar 7.1 Cuplikan Perubahan Perpres Lancarkan Reklamasi Teluk Benoa, (Dok : Dialog Merah Putih oleh Bali TV, 25 Juni 2014)
109
Saya mendengarnya mekaluk – kalukan (campur – campur tidak jelas). Ada yang bilang reklamasi bagus. Ada yang tidak. Kalau saya yang tidak mengerti masalah teknis reklamasi, menurut saya dibiarkan seperti orang dulu. Diamkan saja peruntukan pulau ini apa adanya. Supaya tidak ada masalah. Saya tidak tahu. Jika nanti reklamasi terjadi, katanya sih tidak akan ada banjir. Tapi seberapa jauh itu akan berhasil? Biarkan saja. Pulau dan alam ini diciptakan oleh Tuhan. Biar Tuhan yang mengatur. Manusia cuma memelihara. Jangan merubah – rubah. (Wawancara I Gusti Ngurah Putra, 62 tahun, 26 Juli 2015)
Dalam menonton tayangan Perubahan Perpres Lancarkan Reklamasi Teluk Benoa, seorang laki – laki bernama I Gusti Ngurah Putra, berumur 62 tahun, diwawancara lebih lanjut menyikapi tentang pesan apa yang beliau dapatkan setelah menontonnya. Adanya kebingungan menyikapi isu reklamasi teluk Benoa dan rasa skeptis menjadi dominan dalam pernyataannya. Sebuah argumentasi mewakili bahwasanya terjadi pemisahan antara kenyataan yang dikonstruksi oleh media dengan kenyataan sosial yang tumbuh di masyarakat. “To distinguish between the „real‟ and what is socially constructed as „real‟[…]” (Davies and Mosdell, 2006: 9). Ini berarti bahwa I Gusti Ngurah Putra memberikan dan menciptakan sebuah konstruksi „kenyataan‟ baru diantara kenyataan yang „diciptakan‟ antara dua narasumber dalam tayangan Perubahan Perpres Lancarkan Reklamasi Teluk Benoa. Sebuah kenyataan yang mempertanyakan seberapa jauh reklamasi akan berperan dan memberikan solusi untuk membiarkan peruntukan pulau Bali tanpa dirubah lewat reklamasi. Sebuah kenyataan yang berada di luar dari isi perdebatan antara kedua narasumber di tayangan terkait.
110
Video ini membuat saya kaget. Karena saya mendengar akan di-urug sekian hektar. Akan ada pengaruh negatif seperti daerah yang terendam seperti Sidakarya. Ya, cukup kaget sih. Mereka berdua sudah bawa bukti – buktinya dan video ini sudah membawa kejelasan informasi bagi masyarakat. Video ini membuat saya lebih aware tentang reklamasi. Banyak juga yang harus dipikirkan kalau harus dilakukan reklamasi. (Wawancara Ni Made Adinda Wikan Dewi, 18 tahun, 25 Juli 2015)
Pelajar berumur 18 Tahun bernama Ni Made Adinda Wikan Dewi memberikan respon terhadap tayangan Perubahan Perpres Lancarkan Reklamasi Teluk Benoa. Adanya perubahan diri serta persetujuan pribadi dalam mengikuti alur dari isi video membuat Adinda sulit melihat kemungkinan yang akan terjadi akibat kuatnya bukti antara kedua narasumber menanggapi wacana reklamasi Teluk Benoa. Perubahan diri yang terjadi terlihat ketika Adinda kaget dan mulai aware (memberi perhatian lebih) terhadap isu reklamasi setelah menyaksikan tayangan Perubahan Perpres Lancarkan Reklamasi Teluk Benoa. “World outside and pictures in our heads” (Lippman, 1998: 3). Ini berkaitan dengan tulisan Lippman yang mengatakan bahwa fungsi media sebagai pembentuk gambaran realitas yang sangat berpengaruh terhadap khalayak. Hal ini telah berhasil dimainkan dalam tayangan Perpres Lancarkan Reklamasi Teluk Benoa yang menginginkan adanya perubahan dan pola pikir pada masyarakat setelah melihat tayangan ini. Bahwasanya interpretasi media terhadap berbagai peristiwa secara radikal dapat mengubah interpretasi orang terhadap suatu realitas dan pola tindakan mereka (Hamad, 2004: 25)
111
Talkshow ini lebih berimbang, mendiskusikan reklamasi teluk benoa dari dua pembicara yang pro dan kontra. seru nih. Pak Mangku tampil cukup percaya diri dan meyakinkan, kayanya dia les di John Robert Power dulu. Moderatornya lumayan juga, kayanya dia tolak reklamasi tapi mencoba netral. Dialog ini jika ditonton oleh masyarakat awam akan lebih memungkinkan untuk dikritisi oleh mereka, karena perseteruannya ditampilkan dengan sejujurnya, tidak ada upaya penggiringan opini. Dialog ini tidak akan membuat penonton langsung instantly pro atau kontra, justru setelah menonton dialog ini penonton awam akan terpancing untuk mencari tahu lebih banyak soal isu ini, apa sih yang diobrolin, yang benar siapa sih sebenarnya, dsb. Karena dialog ini tidak terlalu naratif atau mendikte secara detail soal reklamasi, jadi penonton mau tidak mau harus mencari tahu lebih banyak lagi supaya tidak paham setengah-setengah. Karena ada beberapa pembicaraan yang hanya bisa dimengerti kalau penonton mengetahui latar belakangnya. Begitu. (Wawancara I Dewa Ayu Diah Cempaka Dewi, 22 tahun, 2 Agustus 2015)
Mahasiswa berumur 22 Tahun Memberikan respon setelah menyaksikan tayangan terkait. I Dewa Ayu Diah Cempaka Dewi telah melakukan sebuah validitas dialogis yang dimodifikasi. Validitas Dialogis adalah sebuah pendekatan yang memiliki kriteria dalam menentukan sebuah penelitian (Saukko, 2003: 20-21). I Dewa Ayu Diah Cempaka Dewi menggunakan kriteria Truthfulness (reliabilitas/ bisa dipercaya) dan Self reflexivity (refleksi diri) dengan menggunakan dirinya sebagai objek penelitian dan bersamaan dengan itu menggunakan tayangan Perubahan Perpres Lancarkan Reklamasi Teluk Benoa. Adanya pendapat yang meragukan pernyataan narasumber hingga membuat pemikiran terhadap kemampuan menggiring opini yang dilakukan oleh pembawa acara memunculkan semacam reaksi dalam menganalisa masyarakat lewat pandangan dirinya. Adanya kemampuan masyarakat yang mampu mencerna segala informasi yang diberikan oleh kedua narasumber
112
hingga kejujuran bahwa hal – hal yang berkait dengan reklamasi Teluk Benoa akan bisa dimengerti jika telah terdapat latar belakang yang ada dalam kepala masyarakat.
Setelah menonton video ini, jujur saya bilang, bahasanya agak berat. Awalnya saya kurang mengerti tapi akhirnya mengerti juga. Ternyata memang benar kalau reklamasi akan memberikan dampak yang banyak. Seperti daerah Sidakarya yang tenggelam ataupun populasi mangrove yang berkurang. Entah kenapa saya malah setuju ke pihak yang kontra. Saya setuju pada pernyataan bahwa untuk mengajegan Bali tidak harus dengan reklamasi. (Wawancara Luh Gede Kumala Ratih, 20 tahun, 25 Juli 2015)
Luh Gede Kumala Ratih, seorang mahasiswa berumur 20 tahun memberikan respon yang berkaitan dengan bahasa. Bahasa adalah unsur utama dalam konstruksi realitas (Berger and Luckman, 1967: 34 - 36). Memakai kemampuan bahasa sebagai alat konseptual dan alat narasi, Luh Gede Kumala Ratih berusaha memahami secara pribadi makna yang terkandung dalam bahasa yang digunakan walau baginya bahasa yang di dengar dalam tayangan Perubahan Perpres Lancarkan Reklamasi Teluk Benoa itu sangat berat. Dengan pemahaman isi tayangan yang terwakilkan dalam berbagai bahasa yang ada (verbal dan non-verbal), Luh Gede Kumala Ratih mengungkapkan pesan berupa dukungan kepada pihak tolak reklamasi setelah selesai menyaksikan penuh tayangan terkait. Adanya sebuah simbol yang mengatakan dalam mensejahterakan Bali tidak harus dengan reklamasi menjadi sebuah bahasa dan penyampaian makna paling kuat bagi Luh Gede Kumala Ratih.
113
7.1.2 Eight Eleven (8-11) - Benoaku Sayang, Benoaku Malang MetroTV adalah sebuah stasiun televisi swasta berita yang berkedudukan di Indonesia. MetroTV didirikan oleh PT Media Televisi Indonesia, resmi mengudara sejak 25 November 2000 di Jakarta. Metro TV dimiliki Media Group pimpinan Surya Paloh yang juga memiliki harian Media Indonesia. PT Media Televisi Indonesia memperoleh izin penyiaran atas nama "MetroTV" pada tanggal 25 Oktober 1999. Pada tanggal 25 November 2000, pertama kali MetroTV mengudara dalam bentuk siaran ujicoba di 7 kota. Pada awalnya, hanya bersiaran 12 jam sehari, namun sejak tanggal 1 April 2001, MetroTV mulai mengudara selama 24 jam. Hanya mengandalkan 280 orang stasiun ini beroperasi pada awalnya. Tapi seiring perkembangan dan kebutuhan, MetroTV mempekerjakan lebih dari 900 orang, sebagian besar di ruang berita dan daerah produksi. (sumber: metrotvnews.com) Eight Eleven (8-11) adalah liputan yang menayangkan berita, hiburan, kesehatan yang terbaru yang ada di Metro TV. Salah satu acara di 8-11 yang mengikuti wacana reklamasi Teluk Benoa yang berjudul „Benoaku Sayang, Benoaku Malang.‟ Ditayangkan pada tanggal 27 November 2014, pukul 10.00 wib. Konsepnya Benoaku Sayang, Benoaku Malang merupakan dialog yang menghadirkan dua narasumber. Narasumber tersebut adalah I Made Mangku sebagai Ketua Sekretariat Kerja PPLH dan Made Gunaja sebagai Dinas KKP Provinsi Bali. Benoaku Sayang, Benoaku Malang ditayangkan selama 30 menit dan dibawakan oleh presenter Chandra Dewi.
114
Pembahasan Benoaku Sayang, Benoaku Malang adalah melihat reklamasi yang diklaim sebagai cara untuk merevitalisasi Teluk Benoa. Fungsi positifnya diutarakan tidak saja bagi lingkungan namun akan berdampak pada sosial, budaya hingga perekonomian masyarakat menjadi lebih baik. Adanya penegasan dari narasumber bahwa untuk melihat rencana reklamasi ini jangan terlepas dari makna revitalisasi sebab itu yang membuat masyarakat terpecah. Selain memperlihatkan dialog terhadap pengaruh positif dari reklamasi, 8-11 juga menampilkan video sisipan yang beriringan dengan penjelasan dari narasumber. Seperti ketika narasumber memberikan informasi tentang sampah, visual tayangan video dibagi dua antara narasumber yang menjelaskan dengan visual sampah. Pembagian visual ini menjadi penguat makna ketika narasumber berbicara tentang urgensi bahwa Teluk Benoa perlu direvitalisasi. Selain tayangan visual yang dibagi, terdapat juga pendapat sisipan diantaranya I Gede Nyoman Wiranatha, Kepala Dinas Kehutanan Bali yang memberikan penjelasan bahwa kawasan Tahura Ngurah Rai jika tidak diproses maka akan terdegradasi baik karena sampah atau kelumpuhan. Ada juga pendapat sisipan atas nama Sumadi selaku Pembersih Sampah Harian di Mangrove Centre. Mengutarakan ketika pintu sungai dibuka maka akan datang banyak sampah yang kemudian langsung dibawa ke TPA. Pendapat sisipan berikutnya datang dari Ketut Sukada sebagai warga Tanjung Benoa dan pengamat lingkungan dan pesisir. Ia menjelaskan bahwa hal – hal ekstrim seharusnya manusia yang mengatur. Hal ekstrim itu antara lain pelarang atau kajian tentang limbah
115
beracun. Jika misalkan limbah beracun itu berada di Teluk Benoa, seolah – olah Teluk Benoa menjadi septic tank Denpasar. Dengan pola pengaturan plot cerita pada video yang dimulai dari Teluk benoa yang krisis akan sampah dan penjelasan bahwa kawasan Tahura suatu saat akan tenggelam karena sampah, maka perlu adanya tindakan besar untuk memperbaikinya. Dua narasumber di awal lalu memberikan jalan cerah bahwa hal yang bisa diandalkan adalah revitalisasi dengan jalan reklamasi. Menuju akhir acara 8-11, terdapat telepon dari Wayan Muka selaku Ketua LPM Tanjung Benoa yang mengatakan bahwa kondisi Teluk Benoa tidak seperti dahulu. Banyak sampah dan sebagainya. Perlu adanya semacam revitalisasi yang mengajak kerjasama dengan pihak swasta karena proses ini akan menghabiskan biaya yang banyak dan tidak hanya cukup mengandalkan dari program pemerintah.
Gambar 7.2 Cuplikan Benoa Ku Sayang, Benoa Ku Malang (Dok : 8-11 oleh Metro TV, 27 November 2014)
116
Video ini mengajak orang untuk mendukung revitalisasi Benoa. Sekaligus menyadarkan kita bahwa mangrove itu penting karena ada tempat perdagangan, disana juga ada tempat kehidupan. Tapi persuasifnya kurang membuat tertarik dan bahasanya “tinggi”. (Wawancara A.A. Istri Sinta Pradnyaswari, 20 Tahun, 24 Juli 2015)
A.A. Istri Sinta Pradnyaswari, seorang mahasiswa yang berumur 20 tahun telah menentukan pendapatnya sesuai agenda setting yang diterapkan pada tayangan Benoa Ku Sayang, Benoa Ku Malang. Agenda setting yang dibuat oleh tayangan Benoa Ku Sayang, Benoa Ku Malang memiliki makna bahwa revitalisasi berbasis reklamasi itu penting dilaksanakan di Teluk Benoa. Walaupun dari segi konstruksi realitas yang dibangun dalam bahasa menurutnya masih kurang dapat menjangkau seluruh masyarakat namun pendapatnya yang menyetujui bahwa reklamasi itu perlu diadakan cukup sesuai dengan keinginan dari tayangan Benoa Ku Sayang, Benoa Ku Malang. Agenda setting ini termasuk dalam sebuah komunikasi politik. Tujuan komunikasi politik adalah pembentukan pendapat umum (Nimmo, 1978: 1-20).
Kalo pendapat saya dengan video ini, Saya tidak tahu apa yang dibilang di itu benar, tapi sih kayaknya orang yang terkenal kayak gitu juga tidak ngawag ngomong, pasti ada dasar mereka, Tidak asal gitu. Jadi, ya, kelihatan jadinya yang pro itu mengupayakan berbagai cara biar masyarakat awam itu bingung dan akhirnya pro ke reklamasi. (Wawancara I Wayan Krisna Adijaya, 17 tahun, 24 Juli 2015) Pelajar yang bernama I Wayan Krisna Adijaya mendapati dirinya berada dalam konstruksi sosial yang dibangun oleh tayangan Benoa Ku Sayang, Benoa Ku Malang. Dengan konsep yang coba dihubung – hubungkan seperti ketika kedua
117
narasumber pada tayangan Benoa Ku Sayang, Benoa Ku Malang menghubungkan perlunya revitalisasi untuk meningkatkan perekonomian masyarakat, memperbaiki alam dan menambah devisa negara melalui pariwisata. Discourse (wacana) tersebut kemudian tercampur dengan berbagai wacana lain sehingga menghasilkan wacana beragam / discourses. Idealnya memang discourse diartikan sebagai contoh aktual dari ujaran, pembicaraan, tulisan atau komunikasi linguistik dalam medium yang berbeda (Eisenhart and Johnstone, 2008: 8). Discourses dimaksudkan memperkuat makna kepada masyarakat dan urgensi terhadap teluk Benoa jika tidak direvitalisasi. Seperti alam akan tambah rusak, perekonomian tidak akan meningkat dan pariwisata akan stagnan. Walaupun begitu, I Wayan Krisna Adijaya mencoba membuat sebuah konstruksi sosial pribadi yang diutarakan lewat pernyataannya bahwa tayangan ini mengupayakan masyarakat agar bingung dan mendukung reklamasi.
Video ini jelas sekali ingin memaparkan, atau tepatnya mempersuasi mengapa kita harus mendukung "revitalisasi" dengan berbagai alasannya. Sayangnya, tidak ada tanggapan dari pihak lain untuk mengimbangi, jadi bisa dicurigai kalau sesi wawancara ini memang "pesanan" dari pemerintah. Sebenarnya aku nggak bisa melihatnya secara netral, karena aku sudah terlanjur banyak baca soal reklamasi, jadi selama nonton acara ini dalam kepalaku seolah berpendapat "ah bullshit bullshit bullshit bullshit..". Video ini cukup "berbahaya" jika ditonton oleh mereka yang tidak mengikuti isu ini sedari awal, karena mereka tidak tahu wacana dari sisi lainnya. Narasumbernya jelas sekali hanya dari pihak pemerintah, mana narasumber dari pihak aktivis atau pemerhati lingkungan? Kalau mau dilihat jeli, ini pertanyaan dan jawabannya sudah disiapkan, supaya kelihatan ilmiah, intelek. Ini bukan debat atau diskusi untuk mencari solusi dari kasus revitalisasi benoa, tapi ini upaya menggiring opini. Masyarakat awam yang menonton talkshow ini besar kemungkinan akan pro "revitalisasi". (Wawancara I Dewa Ayu Diah Cempaka Dewi, 22 tahun, 2 Agustus 2015)
118
Tayangan Benoa Ku Sayang, Benoa Ku Malang adalah sebuah wacana yang di agenda kan untuk membuat masyarakat menyetujui tujuan revitalisasi berbasis reklamasi Teluk Benoa. Agenda Setting yang diutarakan oleh Nimmo sebagai sebuah komunikasi politik untuk pembentukan pendapat umum tidak selalu terjadi pada masyarakat. Adanya pertahanan terhadap konstruksi sosial yang coba dibangun dari tayangan Benoa Ku Sayang, Benoa Ku Malang tidak membuat I Dewa Ayu Diah Cempaka Dewi, seorang mahasiswa berumur 22 tahun, menyetujui makna yang dibangun tersebut. Bahkan dirinya mampu mempertanyakan kesahihan tayangan terkait akibat tidak menampilkan secara utuh kedua pihak yang berseberangan terkait wacana reklamasi teluk Benoa. Kecenderungan penggunaan konsep Validitas Dialogis yang merupakan sebuah pendekatan yang memiliki kriteria dalam menentukan sebuah penelitian membuat I Dewa Ayu Diah Cempaka Dewi mampu melepaskan diri dari makna yang coba dibangun dari tayangan Benoa Ku Sayang, Benoa Ku Malang dengan dirinya.
7.1.3 Kabar Petang - Massa Dukung Reklamasi Teluk Benoa TvOne (sebelumnya bernama Lativi) adalah sebuah stasiun televisi swasta Indonesia. Berawal dari penggunaan nama Lativi, stasiun televisi ini didirikan pada tanggal 30 Juli 2002 oleh Abdul Latief dan dimiliki oleh ALatief Corporation. Pada saat itu, konsep penyusunan acaranya adalah banyak menonjolkan masalah yang berbau klenik, erotisme, berita kriminalitas dan beberapa hiburan ringan lainnya.
119
Sejak tahun 2006, sebagian sahamnya juga dimiliki oleh Grup Bakrie yang juga memiliki stasiun televisi antv. Pada tanggal 14 Februari 2008, Lativi secara resmi berganti nama menjadi tvOne, dengan komposisi 70 persen berita, sisanya gabungan program olahraga dan hiburan. Abdul Latief tidak lagi berada dalam kepemilikan saham tvOne. Komposisi kepemilikan saham tvOne terdiri dari PT Visi Media Asia Tbk sebesar 49%, PT Redal Semesta 31%, Good Response Ltd 10%, dan Promise Result Ltd 10%. Direktur Utama tvOne saat ini adalah Ardiansyah Bakrie. (sumber: tvonenews.tv) Salah satu program acara berita dari TV One dengan nama Kabar Petang mengangkat satu liputan yang berkaitan dengan wacana reklamasi Teluk Benoa pada tahun 2013. Diunduh dari akun Berita Indonesia pada tanggal 25 Oktober 2013, liputan ini memperlihatkan adanya aksi dari salah satu organisasi massa dengan nama Gerakan Bali Harmoni membawa spanduk dan poster menuju sebuah kantor media terbesar di Bali. Dalam penyampaiannya, massa meminta media yang bersangkutan tidak memprovokasi dan menggalang opini untuk menolak reklamasi Teluk Benoa. Dengan alasan bahwa reklamasi dibutuhkan dalam menjalankan revitalisasi yang akan memberikan manfaat dalam meningkatkan perekonomian warga sekitar. Dalam liputannya, Kabar Petang memberikan informasi bahwa proyek reklamasi Teluk Benoa telah ditandatangani Gubernur Bali, I Made Mangku Pastika namun menjadi pro dan kontra karena ditengarai merusak lingkungan.
120
Gambar 7.3 Cuplikan Massa Dukung Reklamasi Teluk Benoa (Dok : Kabar Petang oleh TV One – Berita Indonesia, 25 Oktober 2013) Itu tidak semua orang tanjung benoa yang setuju. Karena aku tinggal di Bali jadi aku tahu situasinya. Aku sempat dengar di beberapa media lain kalau tidak semua yang setuju. Sepertinya itu yang dibayar saja yang demo tapi ada kemungkinan ini mempengaruhi masyarakat dan bisa saja mereka setuju sama reklamasi kalau menonton itu. (Wawancara Ni Putu Putri Wirasari, 21 Tahun, 20 Juli 2015)
Dalam konstruksi realitas, tayangan Massa Dukung Reklamasi Teluk Benoa menggalang makna bahwa terdapat kelompok masyarakat yang menginginkan adanya partisipasi dari pihak media terbesar di Bali agar tidak menggalang opini untuk menolak reklamasi. Ni Putu Putri Wirasari, seorang mahasiswa berumur 21 tahun melihat hal itu sebagai kenyataan yang tidak sebenarnya. Adanya rasa skeptik yang tinggi berdasarkan pengalamannya mengetahui informasi mengenai reklamasi Teluk Benoa membuatnya menilai bahwa aksi protes tersebut hanya sebatas konstruksi sosial yang coba dibangun di media agar masyarakat percaya bahwa banyak yang mendukung reklamasi. Menurut Davies and Mosdell, konstruksi sosial yang dibangun oleh media merupakan hal yang tidak sama dengan kenyataan sosial yang tumbuh di
121
masyarakat. Seperti kenyataan bahwa banyak yang mendukung aksi reklamasi dibantah dengan pernyataan bahwa orang yang ada di tayangan itu hanya orang yang dibayar.
Kalau menurut saya itu hanya memaparkan bahwa ada sebagian warga yang mendukung reklamasi. Kalau dari cara dia menyajikan, selama ini kan lebih terdengar bahwa banyak penolakan terhadap reklamasi. Sebenarnya ada loh masyarakat di Bali yang juga mendukung reklamasi di Teluk Benoa. Itu saja yang saya dapatkan informasinya. Tapi ini tidak terlalu berpengaruh. Karena berita ini cuma memaparkan dan bersifat netral. (Wawancara Novita Dewi, 25 Tahun, 19 Juli 2015)
Liputan setiap peristiwa yang notabene merupakan suatu upaya menyusun realitas yang semula terpenggal – penggal (acak) menjadi tersistematis sehingga membentuk wacana yang bermakna (Hamad, 2004: 10) relevan dengan pernyataan dari Novita Dewi. Karyawan swasta yang berumur 25 tahun setelah menonton tayangan Massa Dukung Reklamasi Teluk Benoa. Baginya kejadian kelompok masyarakat yang mendatangi kantor media di Bali tersebut hanyalah sebagai upaya penyusunan cerita untuk di laporkan kepada masyarakat. Bahwasanya ada juga kelompok masyarakat yang mendukung upaya reklamasi di Bali. Bagi Novita Dewi, hal ini hanya bersifat reportase netral dan tidak memiliki kekuatan untuk menggalng massa untuk meningkatkan pemahaman terhadap wacana reklamasi teluk Benoa.
Terlihat sekali TV one mendukung alias pro reklamasi. Media ini juga menjadi areal perang politik. Sekarang kita melihat darimana kita mengambil berita tersebut. Sisi positif atau negatif. Orang - orang yang terlihat apakah orang pesanan atau bayaran? Kita masih belum tahu mereka
122
itu siapa. Berita ini masih rancu. Kita harus menyaring lagi dan berfikir ulang apakah kita harus ikut – ikutan pro atau tolak. (Wawancara Nur Rangga Sidharta, 21 tahun, 26 Juli 2015)
Dalam hipersemiotika, adanya suatu kondisi yang didalamnya terdapat kepalsuan berbaur dengan keaslian ataupun tanda melebur dengan realitas. Sebuah konteks yang dimana tanda yang ditunjukkan memiliki makna lain. Dalam pengungkapannya, terdapat hal yang kemudian akan menjadi hal yang kemudian disebut kenyataan. Nur Rangga Sidharta, mahasiswa yang berumur 21 tahun menangkap realitas terhadap tayangan Massa Dukung Reklamasi Teluk Benoa merupakan kenyataan bahwa media TV One mendukung reklamasi dengan cara menayangkan video tersebut. Menurutnya, perlu digali lebih jauh terhadap makna yang tersembunyi lewat berbagai informasi lain agar masyarakat dapat memilih akan pro ataupun tidak.
Saya merasa di video itu adanya keberpihakan media terhadap isu tertentu. Adanya pengusaha atau pihak tertentu yang membantu media untuk pro reklamasi. Tapi kalau dari sisi berita itu masih kurang. Kurang bisa menarik minat pemirsa. Terlalu banyak kata – kata yang tidak dimengerti. (Wawancara Irmei Febe Sitorus, 21 tahun, 26 Juli 2015)
Irmei Febe Sitorus, mahasiswa berumur 21 tahun mengungkapkan bahwa tayangan Massa Dukung Reklamasi Teluk Benoa memiliki makna tersembunyi di balik judul yang diperlihatkan. Dengan menggunakan hipersemiotika, akan terlihat adanya dukungan media yang menyetujui isu reklamasi dari salah satu sisi
123
berdasarkan tayangan tersebut. Lebih jauh diungkapkan adanya pihak ketiga baik pengusaha atau pihak tertentu yang menyetir media untuk menaikkan berita tentang masyarakat yang setuju reklamasi melakukan aksi di Bali. Seperti Novita Dewi, Irmei melihat berita ini tidak memiliki kekuatan untuk menggalng massa untuk meningkatkan pemahaman terhadap wacana reklamasi teluk Benoa.
7.1.4 Lipstik.TV - Melanie Subono Tolak Reklamasi Di Teluk Benoa Bali Penyedia layanan seluler, Telkomsel, meluncurkan konten berkonsep mobile video entertainment dengan nama Lipstik.TV. Konsep Lipstik.TV memiliki konsep menonton televisi tidak dengan cara konvensional (menonton di depan televisi) namun melalui perangkat smartphone maupun peralatan mobile lain. Direktur Utama Sarwoto Atmosutarno menegaskan dalam keterangan resmi pada tanggal 14 April 2011, Lipstik.TV menampilkan konten seperti Top Movie Channel, (film Hollywood dan lokal), My Secret Life (kehidupan pribadi selebritas lokal), cuplikan episode Fear Factor, La Liga (cuplikan pertandingan Liga Spanyol), Jazirah Nabi Channel (sejarah agama Islam dan kehidupan Nabi) dan Music Legend Channel (biografi musisi dunia). Sejak 24 April 2013, Lipstik.TV memiliki akun di youtube.com dengan 61.860 subscriber (pelanggan) dan telah disaksikan lebih dari 51 juta pengunjung. (sumber: telsetnews.com; lipstik.tv) Selain konten hiburan, Lipstik.TV juga memiliki liputan yang sempat menaikkan wacana reklamasi Teluk Benoa. Dengan judul Melanie Subono Tolak Reklamasi Di Teluk Benoa Bali, Lipstik.TV memberikan perspektif lewat artis
124
Melanie Subono yang membuat konser tolak reklamasi di kawasan Jakarta Selatan. Diawali dengan narasi dari awal liputan dimulai beserta visual yang menunjukkan keadaan Melanie Subono duduk dalam kondisi jumpa pers beserta teman – teman tolak reklamasi yang memakai kaos serupa. Dalam liputan ini, Melanie Subono memulai pandangannya tentang reklamasi dengan mengutip isi Pasal 33 UUD 1945 yang menegaskan tanah, air dan apa yang ada di dalamnya adalah milik rakyat namun berakhir pada kepemilikan pihak yang rakus. Melanie Subono juga menyoroti aspek ekonomi dalam konteks lapangan pekerjaan yang dijanjikan pihak pemrakarsa kepada masyarakat Bali. Diungkapkan bahwa hal itu mungkin akan diingkari oleh pihak pemrakarsa dengan cara outsourcing dan menurutnya pihak pemrakarsa hanya lebih peduli keuntungan pribadi dibandingkan masyarakat Bali. Akhir liputan ini memperlihatkan sikap optimis Melanie Subono bahwa dirinya tidak akan berhenti untuk menolak reklamasi melihat banyaknya gerakan serupa di daerah – daerah lain untuk menolak reklamasi.
Gambar 7.4 Cuplikan Melanie Subono Tolak Reklamasi Di Teluk Benoa Bali (Dok : Lipstik.TV, 2 Oktober 2014)
125
Pesan video ini adalah mereka yang menolak reklamasi telah memperluas massa sampai ke Jakarta. Semakin banyak orang, mungkin, bisa mengalahkan prepres yang mendukung reklamasi. Mereka tetap optimis. Mau berhasil ataupun tidak berhasil, mereka tetap menolak. (Wawancara Ni Made Adinda Wikan Dewi, 18 tahun, 26 Juli 2015)
Discourse (wacana) yang diungkap dalam tayangan Melanie Subono Tolak Reklamasi Di Teluk Benoa Bali menyentuh berbagai wacana lain. Seperti lingkungan, ekonomi dan sosial budaya. Dengan gabungan wacana / discourses yang dikombinasikan membuat sebuah pernyataan penolakan tinggi terhadap rencana reklamasi teluk Benoa. Agenda setting lalu terjadi pada tayangan ini kepada Ni Made Adinda Wikan Dewi. Pelajar berumur 18 tahun. Agenda setting melihat media adalah dengan tidak menyuruh audiens untuk berfikir, tetapi media membentuk apa yang harus dipikirkan oleh audiens (Baran, 2002: 384). Terlihat dalam pernyataannya yang sesuai dengan yang diutarakan dengan isi tayangan Melanie Subono Tolak Reklamasi Di Teluk Benoa Bali.
Melanie Subono lebih mensosialisasikan tolak reklamasi ke masyarakat yang ada di Jakarta. Untuk lebih mendukung masyarakat di Bali untuk menolak reklamasi. (Wawancara Luh Gede Kumala Ratih, 20 tahun, 26 Juli 2015)
Mirip dengan Ni Made Adinda Wikan Dewi, mahasiswa yang bernama Luh Gede Kumala Ratih mengungkapkan kesimpulan tayangan Melanie Subono Tolak Reklamasi Di Teluk Benoa Bali dengan lebih singkat. Kesamaannya terlihat dari
126
kesimpulan Luh Gede Kumala Ratih dengan isi video tentang Melanie Subono yang mensosialisasikan tolak reklamasi ke masyarakat yang ada di Jakarta.
Video tersebut sangat berpengaruh, menurut saya. Komentar dari Melanie tadi menggambarkan keadaan yang sebenarnya. Seperti masalah pekerjaan apakah nanti milik orang Bali atau tidak ketika reklamasi itu terjadi. (Wawancara Nur Rangga Sidharta, 21 tahun, 26 Juli 2015)
Discourse / wacana ekonomi menjadi hal yang menarik perhatian Nur Rangga Sidharta, mahasiswa berumur 21 tahun setelah menyaksikan tayangan Melanie Subono Tolak Reklamasi Di Teluk Benoa Bali. Munculnya pertanyaan tentang, apakah pekerjaan di atas kawasan reklamasi Teluk Benoa akan dimiliki rakyat Bali tidak terlihat jelas bahkan cenderung mustahil. Konstruksi sosial yang dibuat oleh tayangan Melanie Subono Tolak Reklamasi Di Teluk Benoa Bali memiliki pengaruh yang sama terhadap Nur Rangga Sidharta. Adanya ketidak setujuan terhadap proyek reklamasi teluk Benoa yang dilihat dari faktor ekonomi.
Di sini lebih membangkitkan semangat yang menonton. Narasumber yang diperlihatkan juga adalah orang terkenal alias diketahui masyarakat. Justru biasanya isu yang terjadi yang melibatkan orang yang dikenal itu menarik simpati masyarakat. Sehingga masyarakat akan terpengaruh dengan isi dari video ini. (Wawancara Irmei Febe Sitorus, 21 tahun, 26 Juli 2015) Dalam penyampaian komunikasi politik dengan media videografis, pengaruh yang kuat dapat dibantu dengan figur yang cukup dikenal. Simbol – simbol politik
127
seperti keuntungan material, peningkatan status, pemberian identitas dan penyebaran informasi (Hamad, 2004: 10) merupakan
cara untuk mendatangkan keuntungan
politik. Melanie Subono yang merupakan artis ibukota menggunakan konteks simbol politik pemberian identitas dan penyebaran informasi sebagai cara untuk memberitahu masyarakat Jakarta bahwa sedang terjadi penolakan terhadap wacana reklamasi teluk Benoa di Bali. Irmei Febe Sitorus, mahasiswa berumur 21 tahun juga mengungkapkan bahwa dengan peran Melanie Subono sebagai narasumber dalam tayangan Melanie Subono Tolak Reklamasi Di Teluk Benoa Bali akan mampu menarik simpati dari masyarakat sehingga masyarakat memiliki kecenderungan untuk mengikuti wacana reklamasi teluk Benoa.
7.2 Implikasi Wacana Politik dalam Tayangan Iklan “Advertising is the non personal communication of information usually paid for and usually persuasive in nature about products, services or ideas by identified sponsors through the various media.”(Bovee, 1992: 7). Secara makna, iklan adalah komunikasi non personal, cenderung dibayar dan biasanya persuasif dalam menjelaskan tentang produk, jasa atau ide oleh sponsor yang diidentifikasi melalui berbagai media. Adanya persepsi iklan pada jaman dahulu dan sekarang hanya terletak desain iklan tersebut di buat. Dahulu iklan dibuat memang seperti layaknya iklan. Terlihat jelas ketika mempersuasi penonton untuk mengikuti apa yang iklan tersebut ingin dapatkan dari penonton. Namun hal tersebut tidak berlaku di saat ini. Konsep iklan
128
tertutup oleh liputan, berita maupun video pendek lain. Secara fisik, videografis tersebut berbentuk layaknya video pendek namun memiliki konten iklan di dalamnya yang mengajak, mendorong dan membujuk masyarakat luas agar tertarik pada pesan yang disampaikan hingga melakukan pada apa yang diinginkan oleh pembuat konten iklan. Hal ini kerap disebut dengan advertorial yang merupakan bentuk periklanan yang dibawakan dengan gaya bahasa jurnalistik. Konteks Advertorial adalah penggabungan bahasa inggris advertising dan editorial. Advertising merupakan terjemahan langsung dari periklanan sedangkan editorial merupakan pernyataan tentang opini yang merupakan sikap resmi dari redaksi. (Iriantara: 2006, 126-136).
7.2.1 For Bali For Indonesia - Hebohnya Tolak Menolak Reklamasi Di Bali Sebuah video pendek yang teridentifikasi sebagai iklan telah diunggah oleh akun For Bali For Indonesia di laman youtube.com dengan judul Hebohnya Tolak Menolak Reklamasi Di Bali pada tanggal 26 Agustus 2014. Video iklan ini menggunakan teknik narasi dan menceritakan dengan runut penjelasan terhadap reklamasi. Reklamasi dijelaskan tidak selalu memberikan dampak negatif. Dengan juga memperlihatkan contoh daerah reklamasi lain seperti Singapura, Dubai hingga pantai Mertasari, Sanur yang masih dalam kondisi baik seperti sekarang. Video ini juga mempertanyakan kenapa masyarakat sangat heboh terhadap wacana reklamasi. Dengan visualisasi yang dijelaskan bahwa masalah – masalah di Bali seperti banjir, krisis air dan hutan, kerusakan biota laut, abrasi, peningkatan kriminalitas dan
129
berubahnya masyarakat bali sebagai masyarakat marjinal apakah akan hilang tanpa dilakukannya reklamasi. Video ini mengajak generasi muda untuk berfikir dengan seimbang terhadap reklamasi. Dijelaskan bahwa jika reklamasi terjadi dengan cara yang baik, semestinya semua akan tetap baik – baik saja. Selain itu faktor ekonomi dan pariwisata juga turut dimasukkan dalam video ini. Adanya kekhawatiran bahwa jika Bali tidak berkembang maka akan tidak dapat menarik wisatawan untuk datang kembali ke Bali. Konten video ini tetap mencoba berada pada jalur netral dan menyerahkan pendapat kepada penonton apakah setuju atau tidak terhadap reklamasi. Dengan juga saran untuk tetap membuka diri terhadap informasi tentang reklamasi. Di akhir video, terdapat ajakan untuk tetap menjaga Bali agar menjadi ikon wisata dunia serta adanya penekanan lewat narasi dalam video agar mengunjungi website dari pengunggah video untuk mendapatkan informasi reklamasi yang benar. Video iklan ini telah disubscribe oleh 257 akun dan disaksikan lebih dari 98.000 kali. Laman komentar untuk akun ini ditutup oleh pengunggah video.
Gambar 7.5 Cuplikan Hebohnya Tolak Menolak Reklamasi Di Bali (Dok : For Bali For Indonesia, 26 Agustus 2014)
130
Video 4balinesia membuat kita lebih terbuka sekaligus menjadi dibingungkan apalagi masyarakat awam, karena video ini hanya memberikan contoh positif dari reklamasi yang akan mempengaruhi orang itu lebih condong ke arah pro dengan reklamasi. Dengan kemasan yang, seolah – olah, mereka itu membuat kita lebih terbuka, masalah - masalah yang sebenarnya tidak hilang jika tidak di reklamasi. Sebenarnya ini akan mampu akan merubah pikiran orang. Saya sempat juga mengikuti akun ig @4balinesia yang malah membuat kita sendiri bingung karena dia bilang tolak reklamasi tapi yang tersirat adalah pro. (Wawancara I Wayan Krisna Adijaya, 17 tahun, 26 Juli 2015)
Benturan konstruksi sosial yang dibangun oleh video iklan Hebohnya Tolak Menolak Reklamasi Di Bali terjadi dengan pemikiran pelajar berumur 17 tahun, I Wayan Krisna Adijaya.
Dengan semiotika
yang dibangun, tayangan ini
menyampaikan bahwa perlu adanya pemikiran mendalam untuk melakukan reklamasi dan secara tidak langsung mengatakan bahwa reklamasi menjadi salah satu cara penyelamatan untuk Bali. Dengan penyampaian yang terkesan netral, I Wayan Krisna Adijaya melihat adanya sebuah pesan yang coba diplintir lewat tayangan Hebohnya Tolak Menolak Reklamasi Di Bali yang memberikan kebingungan ketika ditelaah lebih jauh. Adanya informasi lain yang telah didapatkan oleh I Wayan Krisna Adijaya dan ketika coba disamakan dengan video Hebohnya Tolak Menolak Reklamasi Di Bali menyebabkan benturan makna antara pelajar dan tayangan ini. Video ini memaparkan, oh, “kamu itu mendengarkan tentang reklamasi Teluk Benoa itu carilah dengan utuh dan lengkap”. Tapi secara tidak langsung. Dia itu menggiring kita bahwa reklamasi itu akan baik – baik saja kalau dilakukan dengan cara dan di tempat yang benar. Tetapi dia berusaha untuk netral namun ada beberapa kata yang menggiring kita untuk setuju. Salah satunya lewat link atau acuan di akhir video. Video ini sebenarnya
131
menggiring ke Pro tapi mengarahkan pendengarnya untuk mencari informasi yang benar. Tapi bagi orang awam, ini tidak serta merta akan membuat orang setuju. Sebenarnya setiap daerah berkembang dengan dilihat juga kondisinya. Apakah reklamasi itu satu - satunya cara untuk mensejahterakan? Atau tidak ada cara lain atau tidak di daerah yang lain? Kenapa harus disana? Itu yang membuat saya berfikir bahwa reklamasi akan berdampak besar pada lingkungan. (Wawancara Novita Dewi, 25 Tahun, 19 Juli 2015)
Adanya sebuah framing agenda terhadap wacana reklamasi Teluk Benoa lewat tayangan Hebohnya Tolak Menolak Reklamasi Di Bali justru terlihat dengan konstruksi kenyataan yang tumbuh di benak Novita Dewi, karyawan swasta berumur 25 tahun. Kesadaran yang tumbuh di diri Novita melihat bahwa tayangan ini berusaha mengarahkan penonton untuk menyetujui reklamasi namun melibatkan partisipasi dari penonton agar memperoleh informasi dengan cara mereka sendiri. Rasa skeptis Novita terlihat pada pertanyaannya apakah reklamasi perlu dilakukan dan apakah harus di Teluk Benoa. Sehingga tumbuh sebuah kenyaataan baru di diri Novita yang berlainan dengan makna yang coba diberikan oleh tayangan Hebohnya Tolak Menolak Reklamasi Di Bali.
Pendapat saya untuk video yang ini tentang reklamasi yang sering dianggap negatif bagi masyarakat, sebelumnya saya sangat tidak setuju tentang reklamasi tetapi setelah saya menonton video ini saya jadi berfikir dua kali. Kalau memang reklamasi sebenernya malah berdampak bagus bagi masyarakat dan bagi lingkungan, kenapa tidak? Tapi bukan juga saya mendukung revitalisasi teluk benoa. Reklamasi akan bagus jika memang dilakukan oleh orang - orang lokal dan tidak dipergunakan sebagai
132
kepentingan pribadi atau memperkaya suatu perusahaan nanti yang rugi kita sendiri. Padahal kita yang punya Bali. (Wawancara A.A Ayu Ariwidiyani Dewi, 17 tahun, 26 Juli 2015)
Dalam studi kajian budaya, adanya pembentukan wacana yang dibuat lewat media
video
mampu
mempengaruhi
khalayak
yang
menyaksikan.
Baran
menyebutkan hal ini sebagai agenda setting. Kemampuannya adalah membuat audiens tidak berfikir lebih jauh terhadap apa yang dibentuk oleh tayangan Hebohnya Tolak Menolak Reklamasi Di Bali. Pelajar yang berumur 17 tahun, A.A Ayu Ariwidiyani Dewi, memaknai tayangan tersebut dengan cara ikut menyetujui apa yang diutarakan tayangan itu untuk mencari informasi lebih jauh terhadap informasi reklamasi dan persetujuannya bahwa jika direklamasi akan baik untuk lingkungan dan masyarakat, kenapa harus ditolak?
Ada pesan yang dilihat yaitu kita sebaiknya subjektif serta menelaah informasi lebih dalam baru memutuskan kita setuju atau tidak setuju. Tapi ada bagian yang aku kurang setuju. Kalau reklamasi adalah untuk perbaikan, aku setuju. Tapi kalau reklamasi yang akan dicanangkan ini bukan untuk perbaikan. Tapi reklamasi ini bertujuan untuk membangun gedung – gedung tinggi tapi berkedok perbaikan. Mungkin investor sekarang bisa menjanjikan bahwa apa yang mereka lakukan ini untuk Bali dan tidak akan merusak Bali, tapi apakah ada jaminan untuk investor kalau reklamasi ini malah merusak? Ga ada kan? Disana dikatakan orang akan bosan dengan Bali yang itu - itu saja. Padahal banyak wisatawan kemari karena mencari Bali yang asli, bukan mencari Bali yang dipermak. Untuk apa mereka repot – repot berwisata jauh – jauh ke Bali, untuk mencari hotel? Di negara mereka saja sudah banyak hotel kan? Video ini bisa mengajak orang awam untuk setuju karena alasan perbaikan Bali lewat reklamasi. (Wawancara Ni Putu Putri Wirasari, 21 Tahun, 20 Juli 2015)
133
Respon Mahasiswa berumur 21 Tahun, Ni Putu Putri Wirasari, menggunakan Validitas Dialogis sebagai pendekatan yang memiliki kriteria khusus dalam analisanya. Ditambah dengan pengetahuan yang dimiliki oleh Ni Putu Putri Wirasari terhadap reklamasi Teluk Benoa, Ia hanya melihat tayangan Hebohnya Tolak Menolak Reklamasi Di Bali hanya sebuah penggiringan makna dan masih lebih dominan memiliki efek negatif. Terdengar dari pernyataannya yang tidak menyetujui reklamasi dengan mengatasnamakan pariwisata. Serta keraguan terhadap investor yang akan mau bertanggung jawab jika reklamasi pada akhirnya malah merusak.
7.3 Implikasi Wacana Politik dalam Tayangan Film Film / movie adalah sebentuk karya kreatif yang memiliki arti “gambarhidup atau gambar bergerak”. Dalam perjalanannya film menjadi sebuah pengekspresian. Dengan ideologi yang terdapat dalam setiap karya film menjadikan film sebagai media yang kuat dalam menyampaikan pesan. Genre film terbagi antara dokumenter dan fiksi. Saat ini terdapat beberapa film yang mengandung pesan terhadap wacana reklamasi teluk benoa. Konteksnya adalah untuk menyebarkan pesan yang ingin diberikan oleh pembuat film kepada masyarakat.
7.3.1 Watchdoc – Kala Benoa Watchdog Image merupakan akun dibawah program Ekspedisi Indonesia Biru gagasan Dandhy dan Suparta. Konsep Indonesia Biru lebih menekankan kepada
134
sebuah konsep tentang kehidupan sosial yang berkeadilan secara ekonomi, arif dalam budaya, dan lestari bagi lingkungan. Dimulai dari bulan Januari 2015, Dandhy dan Laksono berkeliling Indonesia dan membuat film dokumenter, mengumpulkan foto dan menulis artikel sebagai rekam jejak mereka melihat Indonesia melalui konsep backpack journalism alias jurnalisme ransel hingga akhir Desember 2015. Kala Benoa merupakan film dokumenter yang dibuat oleh Dandhy Laksono dan Suparta Arz. Kala Benoa diunggah di laman youtube.com oleh akun Watchdoc Image pada tanggal 6 April 2015. Berdurasi 50 menit 21 detik, Kala Benoa bercerita tentang kekhawatiran terhadap wacana reklamasi terhadap kelangsungan Bali. Diawali dengan kehidupan masyarakat Bungin, Nusa Tenggara Barat, yang dihuni oleh masyarakat Bajo. Bungin merupakan lokasi reklamasi buatan penduduk lokal dengan luas 12 hektare dan dihuni 3.120 jiwa. Awal film ini membandingkan kerja keras masyarakat Bungin mereklamasi sendiri tanahnya dan digunakan untuk keperluan tempat tinggal. Lalu alur film berangkat menuju perbandingan terhadap keinginan investor yang ingin mereklamasi Teluk Benoa secara masif. Kala Benoa juga menceritakan kearifan lokal masyarakat Bali Tenganan yang masih teguh dengan tradisinya dalam menyikapi globalisasi. Ada juga Kala Benoa menyorot sebuah LSM yang bernama Jaringan Ekowisata Desa (JED) yang mengembangkan sistem pariwisata berbasis kearifan lokal. Di film ini juga diperlihatkan adanya perlawanan dari masyarakat ketika merespon wacana reklamasi Teluk Benoa. Adanya pernyataan dalam video sisipan ketika pemrakarsa proyek membuat Diskusi Undangan Konsultasi Publik Amdal PT. TWBI yang mengatakan
135
bahwa pemrakarsa tidak akan mungkin menghancurkan Bali lewat proyek reklamasi Teluk Benoa. Ada juga bantahan dari pihak penolak reklamasi bahwa proses yang dibuat merupakan proses yang cacat hukum. Pola penceritaan Kala Benoa kemudian melompat kembali pada sorot masyarakat yang masih memegang teguh nilai lokal dalam kehidupan mereka dan dijadikan perbandingan ketika nantinya globalisasi atas nama reklamasi menyerang. Kekhawatiran masyarakat juga terbersit dalam film ketika wacana reklamasi terjadi yang berarti akan ada banyak hal harus dikorbankan. Mulai dari faktor ekonomi (lapangan pekerjaan nelayan yang hilang), faktor sosial budaya yang tergerus sampai faktor lingkungan yang rusak akibat reklamasi. Kemudian film memperlihatkan visual dari masyarakat Bungin yang masih sabar ketika tetap mereklamasi pulaunya dengan bermodalkan karang – karang mati dan diambil secara manual dan perlahan. Akhir film menunjukkan dua pembuat Kala Benoa menaiki motor melanjutkan perjalanannya.
Gambar 7.6 Cuplikan Kala Benoa (Dok : Watchdoc Image, 6 April 2015)
136
Filmnya lumayan daripada tidak ada sama sekali. Kita yang di Bali ngapain aja? Kenapa tidak ada yang buat film dokumeter #tolakreklmasi? Coba bisa lebih mendalam kayak kenapa ngurug secara niskala misalnya? Terus ada wawancara ke anak mudanya. Cari fakta – fakta yang belum ada ke permukaan. Tidak usah wawancara selebritis, bila perlu wawancara yang pro. Alasan mereka pro. Ungkap latar belakangnya. (Wawancara Putu Hendra Brawijaya Putra, 37 Tahun, 19 Juli 2015)
Adanya sebuah kenyataan yang terbangun pada masyarakat membuat Kala Benoa direspon sebagai sebuah karya yang ditunggu. Terlihat dari penyataan Putu Hendra Brawijaya Putra, Wiraswasta berumur 47 tahun yang mengatakan filmnya lumayan daripada tidak ada sama sekali. Namun saran tetap ada layaknya sepertidiperbanyak wawancara kepada pihak seberang demi mengungkap motivasi dari pendukung reklamasi. Saran ini bisa dipakai sebagai pengembangan karya yang berhubungan dengan reklamasi teluk Benoa kedepannya.
Kalau dari isi film 80% sudah tersampaikan. Aku cukup tergugah dengan film tersebut karena ada pengetahuan baru tentang Bali juga yang aku dapat. Gambarnya bagus. Aku sudah dua kali menonton film ini, Pertama di puputan bersama anak - anak dari Banyuwangi dan yang kedua tetap nonton sendiri dan tetap menangis sendiri di beberapa bagian. Jadi menurutku, tidak harus mereklamasi teluk Benoa hanya untuk membuat Bali lebih maju karena potensi Bali ada pada tradisi, budaya dan alamnya. Cukup kembangkan yang sudah ada serta tidak perlu menambah atau mengadakan yang memang tidak perlu ada. (Wawancara Maria Pankratia Mete Seda, 28 Tahun, 19 Juli 2015)
Pengalaman Maria Pankratia Mete Seda, seorang karyawan swasta yang merangkap mahasiswa berumur 28 Tahun terhadap tayangan Kala Benoa turut
137
membantu
pembentukan
pemahaman
terhadap
reklamasi
teluk
Benoa.
Pengalamannya menonton film ini sebelum penulis mengajaknya menonton film ini kembali turut menyuarakan aspirasinya dalam menolak reklamasi. Potensi film ini membuat keputusan Maria semakin kuat dalam menolak reklamasi yang darinya lebih menekankan pada aspek tradisi, budaya dan alam serta cukup memaksimalkan hal tersebut tanpa perlu reklamasi.
Kalau kala Benoa, film ini sih sebenarnya menceritakan bagaimana seharusnya pariwisata di kelola dengan baik oleh orang lokal. Jadi misalnya sebelum reklamasi saja orang lokal saja sudah tidak boleh ke pantainya sendiri, apa lagi reklamasi yang dibuat untuk kepentingan orang - orang lain? Semakin tertindas orang lokal toh. Jadi video ini sebenarnya akan membuka pikiran kita untuk tidak perlu lagi mereklamasi, kelola sendiri pariwisata. Hotel, tempat pariwisata dan yang lain - lain sudah sangat banyak. Tambah lagi di reklamasi. (Wawancara I Wayan Krisna Adijaya, 17 tahun, 26 Juli 2015)
Sebagai seorang pelajar, I Wayan Krisna Adijaya melihat kenyataan yang ada di sekitarnya dengan film Kala Benoa. Adanya kesamaan pandangan lalu mencetuskan pemikiran bahwa pariwisata jika dikelola dengan baik maka semua akan baik – baik saja. Pengelolaan dengan baik itu tidak termasuk dengan reklamasi. Muncul keraguan jika sebelum direklamasi masyarakat sudah tidak bisa ke pantai ke pantainya sendiri, apa yang akan terjadi ketika reklamasi telah terjadi. Kejemuan diri juga terpancar dari kenyataan bahwa sudah terlalu banyak infrastruktur wisata terbangun, tidak perlu semestinya membangun lagi.
138
Filmnya memiliki sisi keberpihakan ke masyarakat sekitar yang terkena dampak jika dilakukan reklamasi. Mungkin karena keberpihakan itu, jadinya kurang eksplorasi ke sisi investornya, sebenarnya rancangan mereka seperti apa? Tanggapan mereka terhadap semua keluhan, kekhawatiran, dan penolakan msyarakat bagaimana? Kalau sampai masyarakat dan pemerintah bilang tidak boleh direklamasi apa mau legowo atau memang ingin menghalalkan segara cara agar tetap terlaksana? Tapi memang sebuah film layaknya memilih berpihak kemana. Saya sependapat dengan narasumber lokal yang ada pada film yang menolak reklamasi. Masak masa depan pariwisata Bali harus selalu tergantung pada investor, pembangunan-pembangunan, dan privatisasi yang dilakukannya. Kalau memang berdampak negatif, sebaiknya tidak dilakukan reklamasi. Seperti di film, masih banyak usaha pariwisata lokal yang dapat menghidupkan pariwisata Bali dengan tetap berlandaskan pada tradisi dan kelestarian lingkungan. (Wawancara Putu Harum Bawa, 21 tahun, 24 Juli 2015)
Mahasiswa yang beumur 21 tahun, Putu Harum Bawa menyadari bahwa harus ada keberpihakan dalam penciptaan sebuah karya. Dalam hal ini Kala Benoa menyoroti pada pihak yang menolak reklamasi. Namun keberpihakan ini turut membuat pertanyaan baru dalam diri Putu Harum Bawa terhadap pihak yang mendukung reklamasi. Melalui analisa validitas dialogis, didapatkan juga kenyataan yang membentuk Putu Harum Bawa melihat reklamasi lebih jauh. Kenyataan itu adalah tidak selamanya pariwisata itu bergantung pada investor. Namun lebih banyak mengkonsentrasikan pariwisata melalui tradisi dan lingkungannya.
139
7.3.2 Panak Meong – Pray, Voiced & Persuade Panak Meong merupakan sebuah wadah kreasi yang menelurkan film semi dokumenter berjudul Pray, Voiced & Persuade pada tanggal 6 Agustus 2014. Film ini disutradarai oleh Putu Dharma Yusa yang merupakan warga Bali yang hidup di perantauan ibukota. Pray, Voiced & Persuade diawali dengan informasi mengenai adanya wacana reklamasi Teluk Benoa di Bali. Informasi yang awalnya didapatkan dari broadcast BBM ini lalu didapatkan oleh seorang remaja yang kemudian mencetak informasi ini dalam beberapa lembar kertas. Alur film kemudian berlanjut pada kegiatan beberapa warga Bali yang ada di Jakarta dan juga mengemukakan pendapat mereka terhadap wacana reklamasi Teluk Benoa. Berbagai cara muncul dalam mengekspresikan penolakan tersebut. Di mulai dari menandatangai petisi penolakan lewat internet, menciptakan lagu bahkan menyebarkan informasi dengan menyebarkan poster. Berdurasi sepanjang 22 menit 10 detik, film ini menekankan bahwasanya dukungan kepada penolakan reklamasi di Bali tetap ada walaupun mereka berada di Jakarta. Sutradara Pray, Voiced & Persuade mengutarakan bahwa film ini di dedikasikan untuk ForBali dan gerakan serupa yang mendukung kelestarian alam dan lingkungan.
140
Gambar 7.7 Cuplikan Pray, Voiced & Persuade (Dok : Panak Meong – Putu Dharma Yusa, 6 Agustus 2014)
Film ini menceritakan pergerakan anak - anak muda yang menolak reklamasi teluk Benoa yg mempunyai dampak buruk bagi kedepannya. Video ini juga mengajak para generasi muda untuk tetap menjaga kelestarian alam yg telah kita punya. Kalau menurut aku, video ini cukup dapat mengajak orang awam untuk menolak reklamasi karena dikemas dengan bahasa yang santai, mudah dimengerti, diberikan pengertian sebelumnya tentang apa itu reklamasi dan bagaimana cara men-support-nya. Dan menggunakan media - madia yang memang sedang dipakai oleh anak muda dan juga dengan cara yang unik yaitu lewat musik. (Ni Made Adinda Wikan Dewi, 18 tahun, 26 Juli 2015)
Ni Made Adinda Wikan Dewi, pelajar berumur 18 tahun melihat film Pray, Voiced & Persuade sebagai gerakan yang dekat dengan dirinya sebagai generasi muda. Adanya persetujuan dalam diri Adinda terhadap isu tolak reklamasi turut terwakilkan dalam film tersebut. Ditambah dengan samanya umur generasi yang melakukan gerakan tolak reklamasi dengan dirinya yang masih pelajar membuat satu kesepahaman bahwa tolak reklamasi akan bernilai positif. Termasuk dengan berbagai media yang terpampang dalam film seperti koran dan musik.
141
Saya sedikit merinding waktu pertama melihat. Begitu besar spirit anak muda untuk mengajak kita bagaimana melindungi Bali dari reklamasi dan menjelaskan dampak reklamasi. Film ini bagus untuk ditonton. Orang akan penasaran terhadap wacana reklamasi. Setelahnya mereka akan mencari referensi dan akhirnya mengetahui. (Wawancara Nur Rangga Sidharta, 21 tahun, 26 Juli 2015)
Adanya reaksi secara mental kepada Nur Rangga Sidharta, mahasiswa 21 tahun membawa sebuah pengalaman baru setelah menonton film Pray, Voiced & Persuade. Kesadaran ini kemudian disusul akan perlunya masyarakat untuk mencari informasi lebih tentang reklamasi agar dapat mengetahui lebih jauh tentang reklamasi. Dia lebih menekankan kepada spirit anak muda yang terus berjuang untuk melindungi Bali.
Menyentuh sekali saat penari yang bernama Nareswari berbicara. Benarbenar dapat sekali pesannya dan dari film ini aku jadi mengetahui web ForBali itu. Tapi menurutku, tidak semua orang akan mendapatkan maksud dari isi film ini. (Wawancara Rahayu Murti, 18 tahun, 20 Juli 2015)
Penokohan menjadi penting dalam analisa Rahayu Murti, pelajar berumur 18 tahun ketika menonton Pray, Voiced & Persuade. Penokohan ini merupakan agen dalam menyampaikan pesan politik yang dalam film ini menyampaikan bahwa masyarakat di luar Bali juga berjuang untuk menolak reklamasi. Penokohan ini menjadi penting dalam penyampaian pesan dan dapat memberi sebuah kenyataan
142
baru terhadap Rahayu yaitu adanya website ForBali untuk menemukan lebih jauh informasi tentang reklamasi Teluk Benoa.
Lumayan menggugah hati setelah melihat perjuangan anak muda melalui gerakan tolak reklamasi. Anak - anak muda mulai bangkit kepeduliannya kepada alam. Mereka telah antisipasi jangka panjang yang akan terjadi setelah 5 tahun atau 10 tahun kedepan. Tidak melihat hanya efek setahun atau dua tahun. (Wawancara Irmei Febe Sitorus, 21 tahun, 26 Juli 2015)
Pengembangan analisa menjadi poin terhadap Irmei Febe sitorus, mahasiswa berumur 21 tahun terhadap film Pray, Voiced & Persuade. Sebuah pemikiran yang menjadi kesimpulan film tentang perlunya menjaga Bali untuk jangka panjang. Bukan melakukan sesuatu bagi Bali yang justru membuat Bali menjadi tidak lebih baik untuk kedepannya. Seperti menjalankan kepentingan yang hanya memberikan efek baik dalam jangka waktu pendek namun tidak untuk jangka panjang.
7.4 Implikasi Wacana Politik dalam Tayangan Video Pendek Video pendek merupakan sebuah video yang dianggap tidak terlalu panjang bahkan sebagai sebuah film. Tidak ada batasan yang jelas terhadap definisi video pendek. Dari penjelasan Academy of Motion Picture Arts and Sciences, didefinisikan sebuah video pendek sebagai video asli yang memiliki waktu berjalan 40 menit atau kurang, termasuk semua credit title.
143
Perkembangan teknologi juga memberi peran yang berarti pada video pendek. Seperti Instagram maupun Facebook yang mengakomodasi pemutaran video berdurasi cepat. Hal ini berimplikasi pada para pemangku kepentingan yang mengikuti dengan membuat video berdurasi pendek. Video pendek yang berisi informasi yang ingin disampaikan kepada masyarakat memiliki keuntungan karena pesan yang disampaikan bisa direspon dalam durasi yang pendek.
7.4.1 For BALI – Klip Bali Tolak Reklamasi ForBALI adalah aliansi masyarakat sipil lintas sektoral yang terdiri dari gerakan mahasiswa, LSM, musisi, seniman, dan individu-individu yang peduli lingkungan hidup. For Bali memiliki perhatian besar terhadap perencanaan reklamasi seluas 838 hektar di Teluk Benoa. Adanya kekhawatiran bahwa rencana reklamasi Teluk Benoa akan memberikan dampak negatif terhadap sektor ekonomi, sosial, budaya dan lingkungan Bali (sumber: forbali.org) Gerakan ForBALI berawal dari pertengahan tahun 2013 ketika wacana reklamasi mulai didengungkan lewat Surat Keputusan Gubernur Bali Nomor 1727/01-B/HK/2013
Tentang
Izin
Studi
Kelayakan
Rencana
Pemanfaatan,
Pengembangan dan Pengelolaan Wilayah Perairan Teluk Benoa. Berlanjut sampai hari ini, ForBALI membuat petisi dan aktif memberikan informasi kepada masyarakat tentang penolakan reklamasi Teluk Benoa lewat berbagai aksi, event maupun gerakan dunia maya dengan penyebaran artikel, foto dan video.
144
Lagu Bali Tolak Reklamasi merupakan kolaborasi musisi Bali dalam membuat sebuah lagu yang mewakili pesan untuk menolak reklamasi Teluk Benoa. Diunggah oleh akun ForBali pada tanggal 25 Agustus 2013 dengan 1.122 subscribes (pelanggan). Klip Bali Tolak Reklamasi memberikan tanda penolakan lewat lirik dan visualisasi aksi serta sisipan pendapat dari wawancara. Isi dari wawancara terhadap Gendo Suardana memperlihatkan bahwa reklamasi Teluk Benoa merupakan cara untuk menurunkan kualitas lingkungan dan masyarakat untuk hari ini dan masa depan. Adanya kerjasama antara penguasa dan pengusaha akan terus bergulir dalam melanggengkan rencana reklamasi Teluk Benoa sehingga penolakan terhadap rencana reklamasi merupakan harga mati. Visual klip Bali Tolak Reklamasi lebih didominasi dengan pengambilan gambar secara live pada saat perekaman klip dan gabungan video aksi yang dilakukan oleh ForBALI.
Gambar 7.8 Cuplikan Klip Bali Tolak Reklamasi (Dok : ForBali, 25 Agustus 2013)
145
Video yang bernyanyi itu? Saya merasa cocok dengan video itu. Yang menolak reklamasi. Jika bisa tidak ada reklamasi. Kan reklamasi itu rencana buat pulau. Bali ini sudah ciptaan Tuhan. Pulau ini ciptaan Tuhan. Apa urusannya kita mau mereklamasi? (Wawancara I Gusti Ngurah Putra, 62 tahun, Pensiunan, 26 Juli 2015)
Melalui medium musik, video ini memberikan ketertarikan kepada I Gusti Ngurah Putra, pensiunan berumur 62 tahun terhadap wacana reklamasi Teluk Benoa. Terlihat dari penyataannya yang mengatakan dirinya cocok dengan video Klip Bali Tolak Reklamasi. Disertai dengan pengetahuan personal terhadap reklamasi dan membangun sebuah kenyataan baru bahwa manusia tidak ada urusannya bersikap seperti Tuhan. Seperti membangun pulau baru dengan reklamasi.
Video ini menceritakan gerakan, khususnya kita sebagai anak muda dan masyarakat luas untuk sadar dengan isu reklamasi Teluk Benoa. Mereka mengatakan akan ada kerusakan lingkungan, ada konspirasinya dikit dan membuat kita lebih aware sama isu reklamasi. Kalau video ini dilihat sama orang lain, pasti akan tergerak hatinya kalau isu itu bisa membahayakan. Tapi tergantung kita lihat dari perspektif mana juga. (Wawancara Ni Made Adinda Wikan Dewi, 18 tahun, 26 Juli 2015)
Konstruksi kenyataan baru kemudian muncul setelah menonton video Klip Bali Tolak Reklamasi. Bagi Ni Made Adinda Wikan Dewi, hal yang berhubungan reklamasi cenderung berimplikasi tidak baik pada lingkungan dan hal ini merupakan konspirasi pihak lain. Di satu sisi, video ini membangkitkan kesadaran Adinda untuk lebih memberi perhatian pada reklamasi Teluk Benoa.
146
Video ini menyiratkan pesan untuk membuat masyarakat menolak reklamasi. Supaya masyarakat memberikan dukungan kepada kelompok anti reklamasi. (Wawancara Luh Gede Kumala Ratih, 20 tahun, 26 Juli 2015)
Luh Gede Kumala Ratih, mahasiswa berumur 20 tahun menyiratkan secara jelas konteks video ini untuk menyebarkan pesan kepada masyarakat untuk menolak reklamasi. Dan juga pesan utama dari video Klip Bali Tolak Reklamasi adalah memberikan dukungan kepada kelompok anti reklamasi.
Pesan di video ini memperlihatkan kalau ada ketakutan jika Bali direklamasi. Ini akan mendatangkan investor luar yang mengatas namakan orang lokal. Lalu Bali akan menjadi jarang akan hal berbau budaya dan alam karena akan dibangun hotel dan mal. Video ini cukup mempengaruhi saat ditonton. (Wawancara A.A. Istri Sinta Pradnyaswari, 20 Tahun, 24 Juli 2015)
Adanya kenyataan baru yang tumbuh setelah menonton Klip Bali Tolak Reklamasi adalah kepada kekhawatiran akan adanya kelompok penguasa yang mengatasnamakan orang Bali dalam membangun industri pariwisata di Bali. A.A. Istri Sinta Pradnyaswari, Mahasiswa berumur 20 Tahun mengindikasikan bahwa video ini cukup mempengaruhi dirinya ketika ditonton. Mempengaruhi dalam hal mendapatkan informasi tentang pengaruh negatif dari reklamasi Teluk Benoa.
147
7.4.2 Forum FBKSB – Bali Dukung Reklamasi Teluk Benoa Akun Forum FBKSB (Bersama Kita Satu Bali) mengunggah video pendek dengan judul Bali Dukung Reklamasi Teluk Benoa pada tanggal 22 April 2015. Forum FBKSB merupakan ruang dialog forum bersama untuk semua golongan, agama dan lapisan komponen (sumber: fbksb.com). Bali Dukung Reklamasi Teluk Benoa merupakan video pendek dengan durasi 5 menit 47 detik dan menampilkan aksi rakyat Bali yang mendukung revitalisasi (reklamasi) yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Peduli Pariwisata dan Budaya Bali. Aksi yang berlangsung pada tanggal 20 April 2015 di Gedung DPRD ini diklaim diikuti oleh ribuan masyarakat. Dimulai dengan tipikal latar musik yang menggugah, video ini kemudian memperlihatkan masyarakat Bali yang membawa spanduk, baliho serta atribut kebudayaan berjalan dan memasuki gedung DPRD Bali. Berbagai orasi dukungan dan parade budaya dipertontonkan sampai ratusan pemuka agama (pemangku) ditampilkan sedang mendoakan aksi agar berjalan lancar. Ditegaskan dengan running text yang menjelaskan hal yang bersangkutan. Beralih kepada sambutan dari pimpinan DPRD yang mengapresiasi kedatangan peserta aksi karena dinilai santun. Serta ditegaskan bahwa akan ada pansus yang akan mempelajari wacana reklamasi Teluk Benoa yang terkait denganuran Perpres No. 51 Tahun 2014 serta mendiskusikannya dengan pemerintah pusat. Jika pemerintah pusat menyetujui, maka DPRD akan melaksanakan instruksi selanjutnya. Akhir video memperlihatkan kondisi Teluk Benoa dengan kondisi air laut yang surut dan tampilan logo Aliansi
148
Masyarakat Peduli Pariwisata dan Budaya Bali. Video ini mempertontonkan kekuatan massa yang besar dalam mendukung reklamasi teluk Benoa.
Gambar 7.9 Cuplikan Bali Dukung Reklamasi Teluk Benoa (Dok : Forum FBKSB, 22 April 2015) Video ini menyajikan informasi bahwa revitalisasi adalah jalan terbaik untuk meningkatkan kondisi ekonomi rakyat Bali. Padahal (menurut saya) kalau untuk peningkatan ekonomi, tidak harus dilihat dari satu sisi. Masih banyak sektor yang perlu diolah. Di sini sangat menonjolkan bagaimana teluk Benoa yang harus diperbaiki. Agak tidak fair. Karena tadi ada gambar teluk benoa yang sedang surut. Seharusnya diperlihatkan kondisi teluk benoa yang tidak dalam kondisi surut juga (pasang). Iming - iming ekonomi sangat mempengaruhi pikiran masyarakat kita dan itu semua ada di video ini. Sayangnya pesan nya kurang panjang. Kalau orangnya agak malas menonton, video ini tidak terlalu memberikan efek. (Wawancara Putu Ary Setiyawan, 23 Tahun, 19 Juli 2015) Adanya pengetahuan yang melatar belakangi Putu Ary Setiyawan, 23 Tahun, Karyawan Swasta terhadap wacana reklamasi membuat sebuah resistensi diri ketika menonton video Bali Dukung Reklamasi Teluk Benoa. Dalam pengamatannya, terdapat beberapa hal yang tidak sesuai yang ditampilkan dalam video tersebut.
149
Resistensi diri yang dimaksud muncul dari pernyataan yang ditekankan pada makna, “padahal, menurut saya” oleh Putu Ary Setiyawan. Pengetahuan yang dimiliki Ary lebih memfokuskan pada sektor ekonomi yang, menurutnya, merupakan hal penting yang dapat mempengaruhi masyarakat Bali ketika menonton video ini. Terjadinya penolakan terhadap agenda setting yang dibuat dalam video. Agenda setting ini termasuk dalam sebuah komunikasi politik. Tujuan komunikasi politik adalah pembentukan pendapat umum (Nimmo, 1978: 1-20). Namun dalam hal ini, Ary memberikan respon yang membantah terhadap pendapat yang dibangun oleh Nimmo bahwasanya komunikasi politik yang dibentuk sesuai dengan pendapat umum yang terbangun setelah video disiarkan.
Menurut saya itu seperti orang ikut –ikutan. Para pendukung yang hanya mengikuti bapak – bapak yang berkuasa. Tadi saya lihat dan mengenali beberapa orang di video itu. Beberapa saya tahu kalau orang – orang itu dekat dengan pemerintahan. Jelas mereka mendukung. Tapi tidak tahu juga, mungkin mereka mendapatkan informasi yang bagus – bagus tentang reklamasi. Kalau saya kan tidak tahu. (Wawancara I Gusti Ngurah Putra, 62 tahun, 26 Juli 2015)
Keterkaitan antara objek yang ditonton dan subjek yang menonton dapat mempengaruhi sebuah analisa video. I Gusti Ngurah Putra, pensiunan berumur 62 tahun mengetahui beberapa tokoh yang muncul dalam video Bali Dukung Reklamasi Teluk Benoa. Pengalaman yang mempertemukan masyarakat yang berlainan dengan media video turut membangun sebuah penilaian khususnya dalam wacana yang bersangkutan. Dalam analisanya, I Gusti Ngurah Putra mengetahui bahwa beberapa
150
tokoh yang muncul dalam video memang dikenal dekat dengan para penguasa pemerintahan bahkan sejak beberapa waktu yang lalu. Adanya kedekatan ini yang diindikasi sebagai proses dukungan penuh kepada pendukung reklamasi yang memang menjadi bagian dari pekerjaan dari pemerintah. Dalam bahasa lain, apa yang terjadi ini disebut I Gusti Ngurah Putra sebagai momen milu – milu (sekedar mengikuti).
Pesannya adalah untuk mengajak masyarakat Bali untuk mendukung program reklamasi Teluk Benoa. Untuk orang awam, video ini akan memberikan pengaruh yang kuat. Video ini hanya menitikberatkan kalau revitalisasi di Bali itu perlu sedangkan pandangan perlu itu hanya dilihat dari satu kacamata yaitu dari sisi pariwisata. Dengan revitalisasi bisa mendongkrak pariwisata Bali padahal kalau kita lihat sendiri di Bali itu tidak kurang lokasi wisata. Lalu, kenapa ditonjolkan suasana ketika teluk benoa itu surut? Itu apa maksudnya? Bukannya karena keadaannya seperti itu kita seharusnya lebih memperhatikan lingkungan. Karena setahu saya reklamasi itu kan mengurug tanah, menimbun tanah buat pulau baru. Tapi di video itu ditunjukkan kondisi teluk benoa yang surut. Bagi saya agak aneh, logikanya, di tempat yang seharusnya ga terlalu surut airnya kenapa harus dibangun pulau disana? Kenapa tidak dibuat cagar alam? Agar ekosistem itu terjaga. Gambar teluk benoa yang surut itu sebenarnya tidak bagus. Sekarang ditambah dengan reklamasi, bisa ga ada air jadinya. (Wawancara Putu Ananta Prasetya Yogantara, 22 Tahun, 25 Juli 2015)
Agenda Setting yang bentuk (framing) untuk menyebarkan pesan agar masyarakat mengetahui bahwa terdapat banyak pihak yang mendukung reklamasi memiliki penolakan pada diri Putu Ananta Prasetya Yogantara, karyawan swasta berumur 22 tahun. Skeptisisme yang diutarakan oleh Ananta berpusat pada dua hal.
151
Pariwisata dan lingkungan. Menurutnya perlu ada perbandingan yang sesuai dalam memandang pariwisata. Tidak selalu lewat revitalisasi mampu mendongkrak pariwisata Bali. Dari pandangan tentang lingkungan, Ananta mempermasalahkan beberapa scene video yang justru akan mematikan makna dari yang disampaikan oleh video Bali Dukung Reklamasi Teluk Benoa. Ini menjadi resistensi terhadap agenda setting yang berusaha dibangun oleh video Bali Dukung Reklamasi Teluk Benoa.
7.4.3 Yan Jambrong – Aksi Pro Reklamasi Ribuan Bohong Belaka Yan Jambrong adalah akun personal yang mengunggah video Aksi Pro Reklamasi Ribuan Bohong Belaka pada tanggal 12 Mei 2015. Dengan durasi sepanjang 1 menit 40 detik, video ini memperlihatkan sisi sebaliknya dari aksi dukungan reklamasi di Gedung DPRD yang terjadi sebelumnya yaitu pada tanggal 20 April 2015. Dengan mengambil visual dari video Bali Dukung Reklamasi Teluk Benoa unggahan Forum FBKSB sebagai klip awal, video lalu memperlihatkan visual dari sisi berbeda ketika ada orasi dari salah satu orator terhadap dukungannya pada reklamasi. Ditambah dengan text yang mempertanyakan kemana ribuan rakyat Bali yang mendukung ketika orasi sedang berjalan.
152
Gambar 7.10 Cuplikan Aksi Pro Reklamasi Ribuan Bohong Belaka (Dok : Yan Jambrong, 12 Mei 2015) Video ini lucu sekali. Karena memperlihatkan kebohongan apalagi setelah kita menonton video sebelumnya. Sebaiknya kita lebih pintar memilih apakah kita mau mendukung atau tidak. (Wawancara Putu Ary Setiyawan, 23 Tahun, 19 Juli 2015)
Sebuah ideologi perlawanan mewakili perekam video Aksi Pro Reklamasi Ribuan Bohong Belaka dan kemudian mengunggahnya dalam laman youtube. Ideologi perlawanan ini yang kemudian membuka bukti kenyataan yang terjadi pada saat demonstrasi rakyat yang mendukung reklamasi. Sebuah citra yang dibangun lalu berakhir menjadi konstruksi sosial yang hanya berlaku di video Bali Dukung Reklamasi Teluk Benoa tatkala video Aksi Pro Reklamasi Ribuan Bohong Belaka diperlihatkan pada Putu Ary Setiyawan, karyawan Swasta berumur 23 tahun. Di sini Ary juga memberikan sebuah perspektif baru dalam menilai reklamasi dan menentukan keputusan untuk mendukungnya atau tidak.
Video ini memiliki pesan simple. Video ini memperlihatkan kejadian sebenarnya ketika ada demo besar – besaran pada saat mendukung revitalisasi. Di video sebelumnya itu penuh sarat editan. Logika orang
153
demonstrasi kan satu suara. Di sini ada orang orasi malah semuanya pulang. Kan aneh? Ini namanya demonstrasi atau sales? Kalau kita sales, jual barang orang dengerin ga masalah. Kalau ini demonstrasi „kan minimal ada yang memperhatikan. Tadi itu kosong lo. Orang jalan pulang. Keliling - keliling tidak jelas. (Wawancara Putu Ananta Prasetya Yogantara, 22 Tahun, 25 Juli 2015)
Pesan tunggal yang tercipta dari video Aksi Pro Reklamasi Ribuan Bohong Belaka dikatakan oleh Putu Ananta Prasetya Yogantara, Karyawan Swasta berumur 22 Tahun. Sebuah pesan yang berkaitan dengan video Bali Dukung Reklamasi Teluk Benoa ini mengisyarakatkan kejadian sebenarnya bahwa terjadi pembentukan makna akan adanya banyak masyarakat yang mendukung yang justru terungkap sebaliknya dengan keberadaan video ini. Pernyataan yang memperkuat kebohongan dalam kejadian Bali Dukung Reklamasi Teluk Benoa adalah ketika masyarakat banyak yang meninggalkan salah satu tokoh yang berorasi. Semestinya, jika satu suara, saat ada tokoh yang memberikan orasi maka sepatutnya banyak masyarakat yang mendengarkan. Bukan berjalan – jalan dan meninggalkan orator. Ananta mempetanyakan tokoh itu sebagai orator atau sales.
Video yang ketiga itu memperlihatkan banyak orang yang malah pulang. Ya jelas, sama dengan tidak ada artinya mendengarkan orang yang orasi tadi. Apakah bukti kata – kata itu ada tidak? Benar apa tidak? Itu buktinya mereka malah pulang. Sing kel mragat gae asane (sepertinya tidak akan menyelesaikan apa – apa). Kalau saya menduga, sepertinya reklamasi ini pasti akan terjadi. Jika sudah begitu, bagaimana nanti? Sama seperti di Sesetan, jika nanti benar banjir disana. Apa bapak gubernur nyidang ngitungin? (bisa memperkirakan?) Pang de mare wug, mare megebur.
154
Maaf, bukannya ngomong untung rugi. Reklamasi ini rasanya menguntungkan sepihak. Menguntungkan seseorang. Sebab Bali selatan terkenal pariwisata. Nyatanya dia membuka lahan di situ. Dia tidak memikirkan lebih jauh. Sekarang saja jalan sudah macet apalagi nanti setelah reklamasi, ya tambah macet. Engken kayang totone? (bagaimana itu semua?) Jelas dia tidak memikirkan karena hanya mencari keuntungan. (Wawancara I Gusti Ngurah Putra, 62 tahun, 26 Juli 2015)
Dengan pengetahuan yang didapat dari video sebelumnya (Bali Dukung Reklamasi Teluk Benoa), I Gusti Ngurah Putra, pensiunan berumur 62 tahun menyaksikan video Aksi Pro Reklamasi Ribuan Bohong Belaka dan memberikan penilaian bahwa apa yang dilakukan oleh pihak pendukung yang ada di video merupakan hal yang tidak berarti. Pernyataannya diwakilkan ketika melihat banyak masyarakat pulang ketika sedang terjadi orasi. Ideologi perlawanan juga tampak dari I Gusti Ngurah Putra lewat pernyataannya yang mempertanyakan kebijakan reklamasi ini akan menjadi tanggung jawab siapa. Rasa tidak percaya terhadap pemerintahan muncul dari komentarnya tentang gubernur yang tidak bisa berfikir panjang terhadap adanya rencana reklamasi teluk Benoa.
7.4.4 Yudhayo27 – Bali Tolak Reklamasi - Perjuangan masih panjang Akun yudhayo27 adalah akun personal yang mengunggah video Bali Tolak Reklamasi - Perjuangan masih panjang. Video ini diunggah pada tanggal 1 Juni 2015 yang memperlihatkan rangkuman aksi parade budaya dalam menolak reklamasi pada tanggal 28 Mei 2015. Aksi parade budaya yang ditampilkan kemudian menonjolkan beberapa orator dengan visualisasi masyarakat yang mendengarkan orasi dan
155
mengikuti aksi sambil berjalan. Diselingi dengan yel – yel penolakan dan lagu Bali Tolak Reklamasi dengan masyarakat yang ikut menyanyi. Di akhir video ditampilkan tulisan yang mengajak masyarakat untuk terus berjuang demi kepentingan Bali dan melindungi Bali dari incaran orang rakus. Video ditutup dengan tampilan alamat untuk menghubungi organisasi forbali.org baik dari website hingga media sosial.
Gambar 7.11 Cuplikan Bali Tolak Reklamasi - Perjuangan masih panjang (Dok : yudhayo27, 1 Juni 2015)
Karena kebetulan saya mengetahui tentang isu reklamasi sebelumnya, video ini semakin membangkitkan semangat saya untuk menolak reklamasi. (Wawancara Ni Putu Putri Wirasari, 21 Tahun, 20 Juli 2015)
Mahasiswa berumur 21 tahun, Ni Putu Putri Wirasari, mengungkapkan bahwa video ini mewakili ideologi perlawanannya terhadap reklamasi Teluk Benoa. Selain mewakili, video ini juga menjadi „bahan bakar‟ bagi Ni Putu Putri Wirasari untuk semakin menolak reklamasi.
156
Video ini membuat saya lebih menolak lagi. Dengan beberapa orasi dari narasumber, membuat orang sangat terpengaruh untuk menolak reklamasi. Video ini menceritakan bagaimana perjuangan ForBali sendiri yang sudah lebih dari 2 tahun menolak reklamasi, mengajak orang agar tetap menolak reklamasi walaupun perjuangannya masih panjang. (Wawancara I Wayan Krisna Adijaya, 17 tahun, 26 Juli 2015)
Secara bertahap agenda-setting terjadi mulai dari penciptaan kesadaran, menentukan prioritas dan mempertahankan isu. Agenda setting yang terdapat dalam video Bali Tolak Reklamasi - Perjuangan masih panjang adalah untuk membakar semangat masyarakat untuk semakin menolak reklamasi. I Wayan Krisna Adijaya, Pelajar berumur 17 tahun yang memiliki pengetahun tentang reklamasi kemudian menyetujui agenda setting video ini. Terlihat dari pernyataannya terhadap prioritas forbali yang konsisten selama dua tahun dalam menolak reklamasi.
Kalau video ini, menurut saya, mengajak orang yang memiliki kecenderungan yang sudah menolak untuk lebih mengekspresikan penolakannya mereka. Yang lebih banyak dipaparkan adalah, “ayo kita tunjukkan penolakan!” lalu alasan nya lebih cenderung ke tidak percaya kepada pemerintah dan pengelola. Alasan logis kenapa harus menolak tidak banyak dijelaskan. Jadi yang menonton ini cenderung sudah tahu informasi bahwa reklamasi ini tidak baik. Intinya mengajak masyarakat untuk tidak pasif. Namun ini akan menyisakan pertanyaan kenapa penolakan ini harus ada? Untuk semua jawabannya diberikan lewat link atau acuan di akhir video. (Wawancara Novita Dewi, 25 Tahun, 19 Juli 2015) Liputan setiap peristiwa yang notabene merupakan suatu upaya menyusun realitas yang semula terpenggal – penggal (acak) menjadi tersistematis sehingga membentuk wacana yang bermakna (Hamad, 2004: 10). Hal ini tidak terjadi dalam
157
pandangan Novita Dewi, karyawan swasta berumur 25 tahun ketika menyaksikan video Bali Tolak Reklamasi - Perjuangan masih panjang. Menurutnya video ini hanya berimplikasi langsung kepada orang yang menolak reklamasi dan informasi tentang penolakan yang ada di dalam video ini cukup minim. Informasi yang perlu dicari hanya terwakilkan dari link yang ada di akhir video.
Pesan di video ini adalah jelas mengajak masyarakat Bali untuk menolak reklamasi Teluk Benoa. Aksi penolakan tepatnya. Bagi masyarakat, hal ini bisa mempengaruhi. Masalahnya adalah bagaimana kita bisa mengedukasi masyarakat. Berikan alasan kenapa ini harus ditolak? Apa sih dampaknya? Lalu kita kembalikan kepada masyarakat Bali untuk memilih. (Wawancara Putu Ananta Prasetya Yogantara, 22 Tahun, 25 Juli 2015)
Putu Ananta Prasetya Yogantara, karyawan swasta berumur 22 Tahun melihat pesan konkret untuk menolak reklamasi teluk Benoa. Terwakilkan dengan bahasa yang secara verbal maupun non verbal mengisyaratkan untuk menolak reklamasi Teluk Benoa. Bahasa adalah unsur utama dalam konstruksi realitas (Berger and Luckman, 1967: 34 - 36). Dalam membangun kenyataan di lapangan lewat video video Bali Tolak Reklamasi - Perjuangan masih panjang, Putu Ananta Prasetya Yogantara mengungkapkan bahwa makna video ini adalah menolak reklamasi teluk Benoa. Sesuai dengan agenda setting yang tercermin dalam video Bali Tolak Reklamasi - Perjuangan masih panjang. Secara semiotik juga didukung dengan visual masyarakat yang menolak. Ini sesuai dengan pendekatan semiotik atau semiologi didasarkan pada asumsi bahwa tindakan manusia atau hal yang
158
dihasilkannya menunjukkan makna asalkan tindakan tersebut berfungsi sebagai tanda yang mengandung sistemyang mendasari makna - makna yang ada tersebut. Dimana ada tanda, disitulah ada sistem (Culler, 1996: 74).
159
BAB VIII SIMPULAN DAN SARAN
Bali merupakan tujuan wisata dunia yang berkembang sejak akhir tahun 1970 ketika diresmikannya konsep pariwisata massal yang berada di daerah selatan Bali (Nordholt, 2010: 8). 40 tahun sebelumnya, bandara Udara Ngurah Rai telah menempatkan Bali menjadi tonggak awal area pertemuan antara lokalitas timur dan globalisasi barat. Bali telah menerima perubahan global dengan membuka diri terhadap kedatangan pengunjung dari daerah hingga negara lain. Perubahan drastis masyarakat yang awalnya mendominasi sektor pertanian perlahan berubah haluan menjadi pariwisata. Pembangunan demi pembangunan bertambah mengiringi gejolak wisata yang meningkat. Sebagai penjaga, konsep konsep lokal lalu tumbuh subur di masyarakat layaknya Tri Hita Karana yang merupakan falsafah hidup masyarakat dalam menghargai lingkungan, manusia dan pencipta sekaligus sebagai benteng ketika menghadapi konteks globalisasi yang terkesan liberal, individual dan mengancam. Bali sebagai „pintu utama‟ Indonesia juga memiliki tugas sebagai penyumbang devisa sebesar 45% dari sektor wisata (sumber: Kompas, 14 Mei 2010). Tingginya kebutuhan negara terhadap Bali menjadikan para pemangku kepentingan selalu menjadikan Bali sebagai objek untuk meningkatkan pendapatan negara. Ketika Tri Hita Karana bertemu dengan pengaruh globalisasi dan diwadahi oleh kepentingan pemangku kekuasaan negara, peraturan yang awalnya dibuat untuk melindungi Bali
160
dari sektor lingkungan yang tercermin dari Perpres No. 45 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang lalu berubah menjadi pemanfaatan lahan konservasi sejak tahun 2014. Tahun di mana isu reklamasi dimuluskan lewat keluarnya Peraturan Presiden No. 51 Tahun 2014 dan membawa babak baru bagi masyarakat Bali. Reklamasi Teluk Benoa mempengaruhi masyarakat Bali dari berbagai sektor. Ditambah dengan kecanggihan teknologi dalam mendapatkan pesan membuat mega proyek reklamasi menjadi perhatian hingga level masyarakat. Simpatisan masyarakat memberikan respon dengan mengirim dan menerima informasi melalui media yang beragam. Modernitas yang terjadi di Bali menjadikan masyarakat menjadi tergantung pada aspek visual. Budaya visual menjadi bagian dari kehidupan sosial (Ida, 2014: 127). Budaya visual ini yang kemudian membentuk secara kongkrit media – media yang merangkum wacana reklamasi Teluk Benoa. Seperti videografis. Tingginya jumlah dan jenis videografis yang membawa pesan kepada masyarakat untuk menolak maupun mendukung menjadi menarik untuk diperhatikan. Ditambah dengan kemajuan teknologi yang memudahkan masyarakat untuk mengaksesnya. Bali sebagai tempat dimana terjadinya wacana reklamasi, juga menjadi areal pemroduksi media videografis sekaligus pengonsumsi videografis yang bersangkutan.
8.1 Simpulan Dalam penelitian mengenai Wacana Politik Videografis tentang Reklamasi Teluk Benoa, dapat ditarik beberapa kesimpulan. Pertama, bentuk wacana politik
161
videografis tentang reklamasi Teluk Benoa dapat dibagi menjadi empat bentuk wacana politik. Terbagi antara wacana politik dalam ragam tayangan berita, tayangan iklan, tayangan film dan tayangan video pendek. Masing – masing bentuk wacana politik ini memiliki kelebihan dan kekurangannya masing – masing. Tayangan berita lebih cenderung digunakan oleh pemilik stasiun televisi besar dalam menyebarkan wacana reklamasi melalui konteks yang lebih serius, berdasarkan fakta dan up to date. Lewat konten dialog hingga liputan, tayangan berita berimplikasi membuat penonton menanggapi wacana reklamasi menjadi lebih serius namun kadang lewat waktu yang sangat pendek. Bentuk lainnya adalah tayangan iklan. Iklan yang merupakan wadah komunikasi yang cenderung dibayar dan biasanya persuasif dalam menjelaskan tentang produk, jasa atau ide oleh sponsor. Kecenderungan konsep iklan adalah ringan, fokus dan memakai waktu yang pendek. Dalam perubahan jaman, konsep iklan dalam videografis dibalut dan dibuat pada akhirnya tidak seperti iklan. Implikasi yang terjadi membuat masyarakat cenderung mengikuti tanpa mengetahui bahwa yang bersangkutan sedang melihat iklan. Konsep tayangan film merupakan pendekatan yang selanjutnya digunakan dalam wacana politik videografis tentang reklamasi Teluk Benoa. Film yang diolah sedemikian rupa berdasarkan peruntukannya akan menjadi dokumenter maupun fiksi memberikan waktu khusus bagi masyarakat untuk menyaksikannya. Pesan yang terkandung kemudian dibentuk dalam plot khusus yang menjadi benang merah
162
terhadap cerita film. Karakteristik penonton film merupakan tipikal yang tepat pada saat tayangan film dipertontonkan. Bentuk wacana politik terakhir merupakan tayangan video pendek. Sebuah konsep yang mirip dengan film namun disusun sedemikian rupa sehingga memiliki durasi yang lebih pendek. Tayangan video pendek dapat juga berupa klip musik, laporan kegiatan dalam hal ini liputan singkat aksi dan lainnya. Wacana video pendek memiliki kecenderungan diproduksi secara personal walaupun ada juga yang menyelenggarakannya secara kolektif. Dengan durasi yang pendek, varian pesan yang beragam dan kemudahan akses teknologi, tayangan video pendek menjadi lebih gampang diakses jika dibandingkan tayangan film. Kehidupan masyarakat Bali yang bersinggungan dengan budaya global lewat rencana reklamasi Teluk Benoa merupakan sebuah pencapaian konsep Threefolding yang menaungi tiga aspek penting. Pemerintah yang mewakili sistem politik, Masyarakat dengan budaya serta para pengusaha (pemrakarsa proyek reklamasi) yang mengatasnamakan perekonomian. Dalam penelitian ini juga menjadi jelas terungkap bagaimana kepentingan yang didasari ideologi masing - masing bertemu dan memberikan pengaruh pada masyarakat. Ideologi ekonomi yang menjadi hal major yang "dimainkan" oleh pemrakarsa bertemu dengan ideologi lingkungan yang juga dikembangkan oleh masyarakat. Sebuah konsep lokal tentang penghormatan pada lingkungan beradu dengan konsep kapitalis atas nama perbaikan ekonomi. Pertemuan ini juga yang melahirkan ideologi perlawanan terhadap pemerintah yang dilakukan oleh masyarakat luas. Gerakan perlawanan ini juga diindikasi sebagai ketidakpuasan
163
masyarakat Bali terhadap kinerja pemerintah dalam membuat peraturan yang baik bagi masyarakat. Dalam hal ini ketidakpercayaan masyarakat penolak rencana reklamasi terhadap kelompok pendukung reklamasi yang mengatasnamakan revitalisasi. Tesis ini memperlihatkan bahwa masyarakat juga dapat menumbuhkan pandangannya terhadap wacana reklamasi Teluk Benoa dan tidak serta merta dipengaruhi seluruhnya oleh media videografis yang diciptakan. Karakter masyarakat yang terbagi menjadi masyarakat penerima pesan, masyarakat yang menegosiasi serta memodifikasi pesan hingga masyarakat yang menolak pesan yang dikonstruksi oleh media videografis. Masyarakat yang dibentuk pengetahuannya lewat berbagai informasi, pengetahuan dan latar belakangnya turut memberikan andil saat harus “menilai” wacana politik videografis. Dominasi masyarakat berada pada posisi negosiasi yang memperlihatkan bahwa masyarakat masih memikirkan kembali informasi yang mereka terima dari media videografis. Informasi yang diterima ini lalu dipertimbangkan sesuai dengan kepentingan masyarakat. Masih sedikit yang langsung menerima (setuju) maupun menolak secara keseluruhan terkait informasi perihal wacana reklamasi Teluk Benoa. Semua kembali lagi pada kekuatan media dalam mempersuasi masyarakat. Walaupun masyarakat berada pada tahap negosiasi (mempertimbangkan) ide dan informasi yang ada pada media videografis, hal ini tidak menutup kemungkinan jika masyarakat akan mengikuti pesan yang ada di dalam tiap – tiap media videografis.
164
8.2 Saran Beberapa saran yang menjadi pertimbangan untuk mendukung penelitian wacana politik videografis tentang reklamasi Teluk Benoa. Diantaranya masih ada jenis videografis yang tidak termasuk dalam ke empat bentuk wacana politik videografis. Sehingga kedepannya hal ini dapat dikaji lebih dalam. Mengingat reklamasi Teluk Benoa adalah wacana nasional yang berimplikasi tidak hanya kepada masyarakat Bali, ada baiknya dikembangkan melalui penelitian lain yang tidak linier sehingga memungkinkan membuka perspektif berbeda terhadap penelitian wacana reklamasi Teluk Benoa lainnya. Secara umum, saran ditujukan kepada pemerintah dalam hubungannya menciptakan suatu kebijakan yang berakibat baik kepada masyarakat dan lokasi di mana kebijakan itu diimplementasikan. Tidak semata – mata hanya melihat dari satu sisi pengembangan semata yang memberikan keuntungan secara global namun menyisakan hal yang merugikan secara lokal. Tidak semua pelaksana keputusan menjadi pihak yang disalahkan ketika adanya peraturan yang memuluskan terjadinya hal tersebut yang notabene dibuat oleh pihak penguasa (pemerintah). Perlu adanya keterbukaan baik dari pihak pemerintah, pemberi modal dan masyarakat jika memang tujuannya adalah mengangkat nilai dari lokasi yang diinginkan untuk dikelola. Kebaikan bersama bukannya kebaikan bagi segelintir pihak.
165
DAFTAR PUSTAKA Buku Anastasi, Anne. 1989. Bidang-Bidang Psikologi Terapan. Jakarta: Rajawali Pers. Baran, Stanley J. 2002. Introduction to Mass Communication: Media Literacy & Culture 2nd. New York : Mc Graw Hill. Barker, Chris. 2008. Cultural Studies: Teori dan Praktik. Yogyakarta: Kreasi Wacana. Barthes, Roland. 1977. Image, Musix, Test. New York: Hilldan Wang. Becker, H.S. 1989. Tricks of the Trade. Dalam Studies in Symbolic Interaction. United States: University of Chicago Press. Berger, AA, 1998. Media Analysis Technique, (2nd edition), London: Sage Publication. Berger, CR dan Chaffee, S. 1987. The Study of Communication as a science In C.R. Berger, Steven H. Chaffee (Ed.), Handbook of Communication Science. California: Sage Publication. Berger, Peter L and Luckman, Thomas. 1967. The Social Construction of Reality, A Treatise in the Sociology of Knowledge. New York: Anchor Books. Bhatia, Tej K. 2000. Advertising in Rural India: Language, Marketing Communication, and Consumerism. Tokyo: Tokyo University of Foreign Studies. Cohen, B.C. 1963. The Press and Foreign Policy. Princeton, NJ: Princeton University Press. Courtland Lowell Bovee, William F. Arens, Bovee. 1992. Contemporary Advertising. United States: McGraw-Hill School Education Group. Davies, MM and Mosdell, N. 2006. Practical Research Method for Media and Cultural Studies: Makin People Count. Edinburgh: Edinburgh University Press.
166
Denzin, Norman K. & Lincoln, Yvonna S. 2000. Handbook of Qualitative Research. London: Sage Publications. Dyer, G. 1993. Advertising as Communication. London : Methuen & Co.Ltd Eisenhart, C and Johnstone, B (ed). 2008. Discourse Analysis and Rhetorical Studies, in Johnstone, B and Eisenhart, C. Rhetoric in Detail: Discourse Analysis of Rhetorical Talk and Text. Amsterdam/Publishing: John Benjamins Publishing Company. Endraswara, Suwardi. 2003. Metodologi Penelitian Kebudayaan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Eriyanto. 2002. Analisa Framing. Yogyakarta : LKiS. Fontana, A. 1997. The Last Frontier: The Social Meaning of Growing Old. Beverly Hills, CA: Sage. Foss, Sonja K. 1985. Contemporary Perspectives on Rhetoric. Illinois: Waveland Press Inc. G, Ni Made Ras Amanda. 2014. Pertarungan Aktor Politik di Media Cetak dalam Pemilukada Bangli 2010. Disertasi. Bali. Program Pascasarjana Kajian Budaya. Fakultas Sastra dan Budaya. Universitas Udayana. Hall, S. 1997. Representation and Signifying Practices. London: Sage Publication. Hall, S. 2004. (Ed.). Representation: Cultural Representations and Signifying Practices. London: Sage/The Open University. Hamad, Ibnu. 2004. Konstruksi Realitas Politik dalam Media Massa: Sebuah Study Critical Discourse Analysis Terhadap Berita - Berita Politik. Jakarta: Granit. Hidayat, Dody N. 1999. Memantau Media. Memantau Arena Publik. Yogyakarta: LkiS Hutcheon, Linda. 2004. Politik Posmodernisme. Yogyakarta: Jendela. Ida, Rachmah. 2014. Metode Penelitian Studi Media dan Kajian Budaya. Jakarta: Prenada Media Group.
167
Iriantara, Yosal dan Surachman, A.Yani. 2006. Public Relations Writing. Bandung: PT.Remaja Rosdakarya. Karimah, Kismiyati El & Wahyudin, Uud. 2010. Filsafat dan Etika Komunikasi. Bandung: Widya Padjajaran. Kelakan, I G Ngurah Kesuma. 2005. Implementasi Kebijakan Pembangunan Bali Berwawasan Budaya Periode Tahun 1993-1997 Kajian Dari Aspek Budaya (Studi Kasus Terhadap Proyek Pembangunan Bali Nirwana Resort, Reklamasi Pantai Padanggalak, Reklamasi Pantai Serangan dan Pembangunan Padang Golf Selasih). Tesis. Bali. Program Pascasarjana Kajian Budaya. Fakultas Sastra dan Budaya. Universitas Udayana. Kumar, Arvind. 1998. Encyclopaedia of Mass Media and Communication Vol. 1. India: Mehra Offset Press. Lacey, N, 1998. Image and Representation: Key Concept in Media Studies. New York: Macmillan Press. Maskur, A. 2008. Rekonstruksi Pengaturan Hukum Reklamasi Pantai Di Kota Semarang. Tesis. Semarang. Program Pascasarjana Ilmu Hukum. Universitas Diponegoro. McLuhan, Marshall. 1994. Understanding Media: The Extensions of Man. USA: Massachusetts Institute of Technology. Moleong, Lexy. 2001. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Rosda Pers. Mondak, J. J. 1995. Nothing to read: Newspapers and elections in a social experiment. Ann Arbor: University of Michigan Press. Morley, David. 1981. Interpreting Television. In Popular Culture and Everyday Life. Milton Keynes: Open University Press. Nelson, C., Treichler, P.A, & Grossberg, L. 1992. “Cultural Studies,” dalam L. Grossberg, C. Nelson, & P.A. Treichler (Ed.). New York: Routledge. Nimmo, Dan D. 1978. Political Communication and Public Opinion in America. Santa Monica, California: Goodyear Publishing. Nordholt, Henk Schulte. 2010. Bali Benteng Terbuka 1995 – 2005. Bali: Pustaka Larasan.
168
Piliang, Yasraf A. 2003. Hipersemiotika: Tafsir Cultural Studies Atas Matinya Makna. Yogyakarta: Jalasutra. Ratna, I Nyoman Kutha. 2010. Metodologi Penelitian Kajian Budaya Ilmu Sosial Humaniora Pada Umumnya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Sapta, I Ketut. 2004. Reklamasi Pantai Serangan dan Implikasinya terhadap pelestarian Lingkungan: Kajian dari Perspektif Budaya. Tesis. Bali. Program Pascasarjana Kajian Budaya. Fakultas Sastra dan Budaya. Universitas Udayana. Saukko, P. 2003. Doing Research in Cultural Studies: An Introduction to Classical and New Methodological Approach. London: Sage Publication. Sedana, I Nyoman Bidi Sastra. 2014. Konstruksi Berita Kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar Tahun 2008 Pada Surat Kabar Lokal Bali. Tesis. Bali. Program Pascasarjana Kajian Budaya. Fakultas Sastra dan Budaya. Universitas Udayana. Simon, J Gibbs, Diobysios. 1998. Multimedia Programming Objects: Environment and Frameworks. New York: Association for Computing Machinery, Inc. (ACM). Suaka, I Nyoman. 2011. Representasi Budaya Populer Dalam Sinema Elektronika (Sinetron) Sitti Nurbaya Tayangan TVRI dan TRANS TV. Disertasi. Bali. Program Pascasarjana Kajian Budaya. Fakultas Sastra dan Budaya. Universitas Udayana. Vinson, C. D. 2003. Local media coverage of Congress and its members: Through local eyes. Cresskill, NJ: Hampton Press, Inc. Weinstein, D. & Weinstein, M. 1991. “George Simmel: Sociological Flaneur Bricoleur,” dalam tulisan Theory, Culture & Society, 8: 68-151. Widusaka, I Gede Alit. 2012. Representasi Visual Billboard Rokok Sampoerna A Mild di Kota Denpasar. Tesis. Bali. Program Pascasarjana Kajian Budaya. Fakultas Sastra dan Budaya. Universitas Udayana. Yatna, I Nyoman. 2005. Wacana Fotografis Tragedi Bom Bali - Perspektif Kebudayaan. Tesis. Bali. Program Pascasarjana Kajian Budaya. Fakultas Sastra dan Budaya. Universitas Udayana.
169
Aturan Perundangan Keputusan Gubernur Bali Nomor 1727/01-B/HK/2013 Tentang Izin Studi Kelayakan Rencana Pemanfaatan, Pengembangan dan Pengelolaan Wilayah Perairan Teluk Benoa. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Denpasar, Badung, Gianyar dan Tabanan. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 45 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Denpasar, Badung, Gianyar dan Tabanan. Undang - Undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau - pulau Kecil.
Jurnal Frey, J.H. & Fontana, A. 1991. “The Group Interview in Social Research,” dalam Social Science Journal. No. 28. Robinson, J. P., & Davis, D. K. 1990. “Television news and the informed public: An information-processing approach” Journal of Communication, No. 40, 106– 119. Sudiarta, Ketut; Hendrawan, Gede; Putra, Ketut; Dewantara; I Made. 2014. dalam Kajian Modeling Dampak Perubahan Fungsi Teluk Benoa untuk Sistem Pendukung Keputusan (Decision Support System) dalam jejaring KKP Bali.
Artikel Media Cetak 16, Kmb. Pemuda Padangtegal Kelod Tolak Reklamasi. (2014). Bali Post. 25, Kmb Dinilai Pro-reklamasi, Masyarakat Tanjung Benoa Minta Penjelasan Bendesa.. (2014). Bali Post.
170
29, Kmb. Kebijakan Tamasika, DPRD mesti bersikap. (2014). Bali Post. 32, Kmb. Adanya Rujukan dari Pemda di Bali. (2014). Bali Post. 32, Kmb. Adanya Rujukan dari Pemda di Bali. (2014). Bali Post. Data. Buat 12 Pulau Keruk Pasir di Nusa Dua. (2014). Bali Post. Rin, Pariwisata Bunuh Pariwisata. (2014). Bali Post
Artikel Online Dewsbury, Rick. Fifty years of satellite TV: How the world's first television broadcasts were beamed across the world. (2012). http:// dailymail.co.uk. Diakses pada tanggal 3 Agustus 2015. Divianta, Dewi. Pendukung Reklamasi Teluk Benoa Minta Warga Bali Tak Percayai Opini Negatif. (2014). http://liputan6.com. Diakses pada tanggal 30 April 2015 ForBali. Gerakan Bali Tolak Reklamasi Dianugerahi Editors' Choice Awards 2015. http://forbali.org. Diakses pada tanggal 15 Mei 2015 Hasan, Rofiqi. Orang Bali di Luar Negeri Tolak Reklamasi di Benoa. http://tempo.co. Diakses pada tanggal 15 Mei 2015 Lestari, Sri. Dukung Reklamasi, Aksi Damai di DPRD Bali Kondusif. (2014). http://jaringnews.com. Diakses pada tanggal 9 Mei 2015 Masykur, Shohib. Capitol Hill, WNI Kirim Pesan 'Tolak Reklamasi Teluk Benoa. (2015). http://news.detik.com. Diakses pada tanggal 15 Mei 2015 OL,
N3. Massa Desak Reklamasi Teluk Benoa Dilakukan. http://mediaindonesia.com. Diakses pada tanggal 30 April 2015
(2015)
Rindra. ForBali Dua Tahun Serukan “Tolak Reklamasi Teluk Benoa”. (2015) http://balipost.com. Diakses pada tanggal 30 April 2015
171
Saturi, Sapariah, Suryani, Luh De. Seruan Tolak Reklamasi Teluk Benoa dari Washington. (2015). http://mongabay.co.id. Diakses pada tanggal 15 Mei 2015 Simanjuntak, Laurencius. WNI di Washington demo tolak reklamasi Teluk Benoa, (2015). http://merdeka.com. Diakses pada tanggal 9 Mei 2015 Sukiswanti, Puji. Sejumlah Ormas Bali Dukung Revitalisasi Teluk Benoa. (2014). http://daerah.sindonews.com. Diakses pada tanggal 30 April 2015 Suparta, I Komang. Ratusan warga datangi DPRD dukung reklamasi Benoa. (2013). http://antaranews.com. Diakses pada tanggal 9 Mei 2015 Sutadi,
Heru. Sejarah Perkembangan Film Indonesia. (2009). http://perfilman.perpusnas.go.id. Diakses pada tanggal 4 Agustus 2015
Data Video Agung Yudha. Kontemplasi Bali. (2014). Youtube.com Dialog Merah Putih. Perubahan Perpres Lancarkan Reklamasi Teluk Benoa. (2014). Bali TV. Eight Eleven (8-11). Benoa Ku Sayang, Benoa Ku Malang. (2014). Metro TV. For Bali For Indonesia. Hebohnya Tolak Menolak Reklamasi Di Bali. (2014). Youtube.com. For BALI. Klip Bali Tolak Reklamasi. (2013). Youtube.com. Forum FBKSB. Bali Dukung Reklamasi Teluk Benoa. (2015). Youtube.com. Kabar Petang. Massa Dukung Reklamasi Teluk Benoa. (2013). TV One. Lipstik TV. Melanie Subono Tolak Reklamasi Di Teluk Benoa Bali. (2014). Lipstik.TV. Panak Meong. Pray, Voiced & Persuade. (2014). Youtube.com. Watchdoc. Kala Benoa. (2015). Youtube.com.
172
Yan Jambrong. Aksi Pro Reklamasi Ribuan Bohong Belaka. (2015). Youtube.com. Yudhayo27. Bali Tolak Reklamasi - Perjuangan masih panjang. (2015). Youtube.com.
Website Antaranews.com Balipost.com Daerah.sindonews.com Fbksb.com. History.com. Jaringnews.com Knowlarity.com. Lautkita.org. Lipstik.tv. Liputan6.com Mediaindonesia.com Merdeka.com Metrotvnews.com. Minikino.org Mongabay.co.id News.detik.com Pixshark.com. Splprints.com.
173
Telsetnews.com. Ths1.ttsd.k12.or.us Wikipedia.com.
174
PEDOMAN WAWANCARA Berikut adalah daftar panduan wawancara yang dapat dikembangakan sesuai dengan kebutuhan di lapangan.
1. Latar belakang wacana reklamasi Teluk Benoa. 2. Penjelasan sejauh mana mengetahui wacana reklamasi Teluk Benoa. 3. Penjelasan mengenai karakteristik masyarakat Bali terkait wacana reklamasi Teluk Benoa. 4. Penjelasan sejauh mana kepentingan yang ada terhadap wacana reklamasi Teluk Benoa. 5. Penjelasan informasi yang dominan didapatkan mengenai wacana reklamasi Teluk Benoa dari media tertentu. 6. Penjelasan dan pendapat setelah menyaksikan video mengenai wacana reklamasi Teluk Benoa.
175
DAFTAR INFORMAN
1.
a. Nama
: I Gusti Ngurah Putra
b. Umur
: 62 tahun
c. Jenis Kelamin : Laki-laki
2.
d. Pendidikan
: SMA
e. Pekerjaan
: Pensiunan
f. Alamat
: Jalan Gandapura III No 31, Kesiman, Denpasar Timur
a. Nama
: Made Mangku
b. Umur
: 45 tahun
c. Jenis Kelamin : Laki-laki
3.
d. Pendidikan
: Sarjana
e. Pekerjaan
: Pelaksana Proyek Reklamasi
f. Alamat
: Jalan By Pass Ngurah Rai No. 313 A, Betngandang, Sanur
a. Nama
: Putu Hendra Brawijaya Putra
b. Umur
: 37 tahun
c. Jenis Kelamin : Laki-laki
4.
d. Pendidikan
: Sarjana
e. Pekerjaan
: Wiraswasta
f. Alamat
: Jalan Tukad Batanghari IVA No. 6 Panjer, Denpasar
a. Nama
: Maria Pankratia Mete Seda
b. Umur
: 28 tahun
c. Jenis Kelamin : Perempuan d. Pendidikan
: Sarjana
e. Pekerjaan
: Karyawan Swasta
176
5.
f. Alamat
: Jalan Ida Bagus Oka, Gang Pasatempo No. 26, Denpasar
a. Nama
: Novita Dewi
b. Umur
: 25 tahun
c. Jenis Kelamin : Perempuan
6.
d. Pendidikan
: Sarjana
e. Pekejaan
: Karyawan Swasta
f. Alamat
: Jalan Noja II Gang VI No. 31 Denpasar
a. Nama
: Putu Ary Setiyawan
b. Umur
: 23 tahun
c. Jenis Kelamin : Laki-laki
7.
d. Pendidikan
: Sarjana
e. Pekerjaan
: Karyawan Swasta
f. Alamat
: Jalan Raya Abianbase, Perum Wana Asri No.17, Mengwi
a. Nama
: Putu Ananta Prasetya Yogantara
b. Umur
: 22 tahun
c. Jenis Kelamin : Laki-laki
8.
d. Pendidikan
: Sarjana
e. Pekerjaan
: Karyawan Swasta
f. Alamat
: Banjar Petangan Gede Desa Ubung Kaja, Denpasar Utara
a. Nama
: I Dewa Ayu Diah Cempaka Dewi
b. Umur
: 22 tahun
c. Jenis Kelamin : Perempuan d. Pendidikan
: Sarjana
e. Pekerjaan
:-
177
f. Alamat
: Jalan Pantai Masceti, Banjar Penulisan, Desa Medahan,
Blahbatuh, Gianyar
9.
a. Nama
: Nur Rangga Sidharta
b. Umur
: 21 tahun
c. Jenis Kelamin : Laki - laki d. Pendidikan
: Mahasiswa
e. Pekerjaan
: Karyawan Swasta
f. Alamat
: Jalan Made Bina Perum Bina Mulia No. 60, Ubung Kaja,
Denpasar Utara
10. a. Nama b. Umur
: Ni Putu Putri Wirasari : 21 tahun
c. Jenis Kelamin : Perempuan d. Pendidikan
: Mahasiswa
e. Pekerjaan
: Penyiar televisi
f. Alamat
: Jalan Tukad Pancoran IV No. 4 Denpasar.
11. a. Nama b. Umur
: Irmei Febe Sitorus : 21 tahun
c. Jenis Kelamin : Perempuan d. Pendidikan
: Mahasiswa
e. Pekerjaan
:-
f. Alamat
: Jalan Pulau Kae No. 52 Denpasar
12. a. Nama b. Umur
: Putu Harum Bawa : 21 tahun
c. Jenis Kelamin : Laki - laki d. Pendidikan
: Sarjana
178
e. Pekerjaan
:-
f. Alamat
: Denpasar
13. a. Nama b. Umur
: A.A. Istri Sinta Pradnyaswari : 20 tahun
c. Jenis Kelamin : Perempuan d. Pendidikan
: Mahasiswa
e. Pekerjaan
:-
f. Alamat
: Jalan Pulau Flores No. 3, Denpasar
14. a. Nama b. Umur
: Luh Gede Kumala Ratih : 20 tahun
c. Jenis Kelamin : Perempuan d. Pendidikan
: Mahasiswa
e. Pekerjaan
: Penyiar radio
f. Alamat
: Denpasar
15. a. Nama b. Umur
: Ni Made Adinda Wikan Dewi : 18 tahun
c. Jenis Kelamin : Perempuan d. Pendidikan
: Mahasiswa
e. Pekerjaan
:-
f. Alamat
: Jalan Raya Sesetan Cenigan Sari XV/10, Denpasar
16. a. Nama b. Umur
: Rahayu Murti : 18 tahun
c. Jenis Kelamin : Perempuan d. Pendidikan
: Mahasiswa
e. Pekerjaan
:-
179
f. Alamat
17. a. Nama b. Umur
: Denpasar
: I Wayan Krisna Adijaya : 17 tahun
c. Jenis Kelamin : Laki - laki d. Pendidikan
: Pelajar SMA
e. Pekerjaan
:-
f. Alamat
: Perumahan Nuansa Penatih No. A3, Denpasar Timur
18. a. Nama b. Umur
: A.A Ayu Ariwidiyani Dewi : 17 tahun
c. Jenis Kelamin : Perempuan d. Pendidikan
: Pelajar SMA
e. Pekerjaan
:-
f. Alamat
: Jalan Teuku Umar Gang Sesapi No. 4, Denpasar