BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASAN
Bab ini akan membahas tentang hasil penelitian yang telah diperoleh sekaligus pembahasannya. Hasil penelitian ini menjawab masalah penelitian pada bab I yaitu apakah pengeluaran pemerintah daerah berpengaruh terhadap Pendapatan Asli Daerah di Kota Salatiga tahun 1980 – 2010 dan apakah jumlah penduduk berpengaruh terhadap Pendapatan Asli Daerah di Kota Salatiga tahun 1980 – 2010. 1.1.
Diskripsi Objek Penelitian Kota Salatiga terletak antara 007.17’ dan 007.17’.23” Lintang Selatan dan
antara 110.27’.56,81” dan 110.32’.4,64” di kelilingi oleh wilayah Kabupaten Semarang, antara lain: a. Sebelah Utara: Kecamatan Pabelan (Desa Pabelan dan Desa Pajaten) dan Kecamatan Tuntang (Desa Kesongo, Desa Watu serta Desa Agung b. Sebelah Selatan: Kecamatan Getasan (Desa Sumogawe, Desa Samirono serta Desa Jetak) dan Kecamatan Tengaran (Desa Patemon dan Desa Karang Duren) c. Sebelah Timur: Kecamatan Pabelan (Desa Ujung-ujung, Desa Sukoharjo serta Desa Glawan) dan Kacamatan Tengaran (Desa Bener, Desa Tegal Waton serta Desa Nyamat) d. Sebelah Barat: Kecamatan Tuntang (Desa Candirejo, Desa Jombor, Desa Sraten serta Desa Gendongan) dan Kecamatan Getasan (Desa Polobogo).
Kota Salatiga di lalui oleh jalan Arteri Primer (jalan nasional) SemarangSolo, Salatiga menjadi perlintasan dua kota besar di Jawa Tengah (SemarangSolo) serta perlintasan dari Jawa Timur (jalur tengah) ke Semarang dan Jawa Barat sehingga transportasi darat melalui Salatiga cukup ramai. Salatiga berjarak 100 km dari Yogyakarta dan 53 km dari Solo, serta Secara administratif Kota Salatiga mempunyai 4 Kecamatan dan 22 Kelurahan, dengan Jumlah RT 1038 dan RW 198 pada Tahun 2010. 1.2. Analisis Data 1.2.1. Pengeluaran Pemerintah Daerah “Menyatakan pengeluaran daerah adalah semua pengeluaran kas daerah periode tahun anggaran tertentu. Serta memberikan penjelasan tentang belanja daerah yaitu semua pengeluaran kas daerah dalam periode tahun anggaran tertentu yang menjadi beban daerah”. Pengeluaran pemerintah juga sangat mempengaruhi fasilitas dan layanan pemerintah kepada masyarakat umum. Semakin banyak pengeluaran pemerintah dilakukan maka semakin baik fasilitas/ infrastruktir yang ada ini daerah tersebut. Oleh karena itu, pemerintah daerah harus dengan jeli dan seksama dalam merencanakan fasilitas apa saja yang dibutuhkan masyarakat umum demi kepuasan dalam pelayanannya. Berikut adalah data tentang banyaknya Pengeluaran Pemerintah daerah di Kota Salatiga Tahun 1980-2010.
Tabel 4.1 Jumlah Pengeluaran Pemerintah Daerah Di Kota Salatiga Tahun 1980-2010 No
Tahun
1
1980
Jumlah Pengeluaran Pemerintah Daerah Rp
409.041.050
2
1981
Rp
651.844.505
3
1982
Rp
875.938.248
4
1983
Rp
986.979.257
5
1984
Rp
1.133.988.000
6
1985
Rp
1.314.833.000
7
1986
Rp
2.181.478.000
8
1987
Rp
2.489.451.000
9
1988
Rp
3.514.795.000
10
1989
Rp
4.103.548.000
11
1990
Rp
6.478.114.000
12
1991
Rp
7.373.294.000
13
1992
Rp
7.551.567.143
14
1993
Rp
10.424.543.000
15
1994
Rp
11.282.094.000
16
1995
Rp
13.523.823.000
17
1996
Rp
14.735.599.000
18
1997
Rp
18.697.997.000
19
1998
Rp
23.113.719.000
20
1999
Rp
32.097.894.980
21
2000
Rp
30.916.999.178
22
2001
Rp
74.258.249.000
23
2002
Rp
125.161.854.000
24
2003
Rp
161.955.254.976
25
2004
Rp
168.950.587.817
26
2005
Rp
172.229.939.971
27
2006
Rp
225.666.718.901
28
2007
Rp
253.773.747.814
29
2008
Rp
368.393.972.667
30
2009
Rp
432.656.545.000
31
2010
Rp
418.615.915.631
Sumber: Data dan Informasi Pengeluaran Pemerintah Daerah Kota Salatiga 2010
Tabel
4.1
menunjukkan
bahwa
Pengeluaran Pemerintah Daerah di Kota
Salatiga
dari
tahun 1980-2010 terus mengalami dari
tahun
kenaikan 1980 sebesar
Rp.409.041.050,00 dan
mencapai angka tertinggi pada tahun 2009 sebesar Rp.432.656.545.000,00 tetapi pada tahun 2010 mengalami penurunan menjadi Rp.418.615.631,00. 1.2.2. Jumlah Penduduk Tabel 4.2 Jumlah Penduduk Kota Salatiga
Tahun 1980-2010 No
T ah un
Jumlah P en duduk
1
1980
79824
2
1981
81554
3
1982
83151
4
1983
83893
5
1984
84551
6
1985
84651
7
1986
85055
8
1987
85524
9
1988
85995
10
1989
86371
11
1990
86476
12
1991
86700
13
1992
142095
14
1993
144650
15
1994
144620
16
1995
144466
17
1996
144477
18
1997
144295
19
1998
144483
20
1999
144639
21
2000
144796
22
2001
145301
23
2002
145649
24
2003
166825
25
2004
166750
26
2005
166738
27
2006
167350
28
2007
168066
29
2008
168981
30
2009
170024
31
2010
171327
Tabel 4.2 menunjukkan bahwa jumlah penduduk di Kota Salatiga dari tahun 1980-2010 terus peningkatan. Pada tahun 1991 penduduk berjumlah 86.700 jiwa sedangkan pada tahun 1992 penduduk berjumlah 142.095 jiwa. Kenaikan yang sangat tinggi itu disebabkan karena perluasan wilayah. Jumlah penduduk Kota Salatiga paling banyak berada pada tahun 2010 dengan jumlah 171.327 jiwa.
1.2.3. Pendapatan Asli Daerah Tabel 4.3 Jumlah Pendapatan Asli Daerah Di Kota Salatiga Tahun 19802010 (dalam satuan rupiah) No
Tahun
1
1980
Rp
Jumlah Pendapatan As li Daerah 148.863.537
2
1981
Rp
168.775.318
3
1982
Rp
281.144.524
4
1983
Rp
260.657.381
5
1984
Rp
-
6
1985
Rp
470.452.000
7
1986
Rp
858.541.000
8
1987
Rp
1.016.514.000
9
1988
Rp
1.293.661.000
10
1989
Rp
1.509.725.000
11
1990
Rp
1.633.087.200
12
1991
Rp
2.246.332.300
13
1992
Rp
2.635.208.900
14
1993
Rp
3.562.316.200
15
1994
Rp
4.891.257.000
16
1995
Rp
6.155.072.400
17
1996
Rp
6.706.136.000
18
1997
Rp
7.863.241.700
19
1998
Rp
8.899.964.270
20
1999
Rp
9.743.200.000
21
2000
Rp
9.809.800.000
22
2001
Rp
10.501.150.000
23
2002
Rp
17.703.850.000
24
2003
Rp
20.181.957.100
25
2004
Rp
21.621.211.750
26
2005
Rp
27.784.724.565
27
2006
Rp
32.449.466.498
28
2007
Rp
36.192.748.028
29
2008
Rp
33.107.194.040
30
2009
Rp
52.911.035.460
Tabel 4.3 menunjukkan banyaknya Pendapatan Asli Daerah di Kota Salatiga tahun 1980-2010. Dari tahun ke tahun jumlah Pedapatan Asli Daerah selalu mengalami kenaikan. Data yang di gunakan selama 31 tahun, tetapi pada tahun 1984 data di anggap outliyer. Maka dari itu data yang digunakan hanya berumlah 30 tahun. Jumlah Pendapatan Asli Daerah pada tahun 1980 paling sedikit yaitu sebesar Rp.148.863.537,00 dan Pendapatan Asli Daerah tertinggi pada tahun 2010 sebesar Rp.52.911.035.460,00.
1.3. Hasil Uji Asumsi Klasik Pengujian asumsi klasik merupakan syarat utama dalam persamaan regresi. Maka dari itu harus dilakukan 4 pengujian yaitu: (1) data berdistribusi normal (Uji Normalitas) (2) tidak terdapat autokorelasi (Uji Autokorelasi) (3) tidak terdapat multikolinearitas antar variabel independen (Uji multikolinearitas) (4) tidak terdapat heteroskedastisitas (Uji Heteroskedastisitas). Dalam analisis regresi perlu di perhatikan adanya penyimpangan – penyimpangan atas asumsi klasik, jika tidak di penuhi maka variabel – variabel yang menjelaskan akan menjadi tidak efisien. 1.3.1. Uji Normalitas Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui apakah data yang digunakan terdistribusi secara normal. Untuk menguji normalitas data, penelitian ini menggunakan analisis grafik dan analisis statistik. Gambar 4.2 Hasil Uji Normalitas: Grafik Normal Probability Plot
Berdasarkan gambar 1 hasil uji normalitas dengan menggunakan normal probability plot, dapat dilihat bahwa data (titik) menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal. Hal ini menunjukkan bahwa data yang
digunakan menunjukkan pola distribusi normal, maka model regresi memenuhi uji asumsi klasik. 1.3.2. Hasil Uji Multikolonieritas Uji Multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah ditemukan adanya korelasi antar variabel independen dalam model regresi. Jika tidak terjadi korelasi antar variabel independen maka dapat dikatakan bahwa model regresi tersebut baik. Gejala Multikolinieritas dapat dideteksi dengan melihat nilai tolerance di atas 0,10 ( VIF < 10 ).
Tabel 4.4 Hasil Uji Multikolinieritas
Model
Unstandardized Coefficients B
1
(Constant) -5.528E9 PENGEL UARAN PEMERIN TAH DAERAH JUMLAH PENDUD UK
Std. Error
Standardized Coefficients Beta
Collinearity Statistics T
2.348E9
Sig.
-2.355
.026
Tolerance
VIF
.101
.005
.862
18.509
.000
.532
1.879
72044.90 6
20088.164
.167
3.586
.001
.532
1.879
a. Dependent Variable: PAD
Berdasarkan Tabel 4.4 Hasil Uji Multikolinieritas, dapat dilihat bahwa nilai tolerance Pengeluaran Pemerintah Daerah sebesar 0,532 dan jumlah penduduk 0,532. Kedua variabel independen tersebut memiliki nilai tolerance diatas 0,10. Untuk nilai VIF Pengeluaran Pemerintah Daerah sebesar 1,879 dan jumlah penduduk sebesar 1,879. Dari kedua variabel independen tersebut memiliki nilai VIF dibawah 10. Hal ini menunjukkan bahwa antar variabel independen tidak terjadi korelasi sehingga bebas dari gejala multikolinieritas.
1.3.3. Hasil Uji Autokorelasi Uji Autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam suatu model regresi linier ada korelasi antar kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu t-1 (sebelumnya). Pengujian ini menggunakan model Durbin-Watson (dw test) dengan ketentuan sebagai berikut : Tabel 4.5 Pengambilan Keputusan Autokorelasi Hipotesis nol
Keputusan
Tidak ada autokorelasi positif Tidak ada autokorelasi positif Tidak ada autokorelasi negatif Tidak ada autokorelasi negatif Tidak ada autokorelasi, positif atau negatif
Jika
Tolak No decision Tolak No decision Tidak ditolak
0
Tabel 4.6 Hasil Uji Autokorelasi : Durbin – Watson Model Summaryb Change Statistics
Std. Error R Model 1
R .984a
Adjusted
Square R Square .969
.967
of the
R Square
F
Estimate
Change
Change
2.81308E 9
.969
419.38 5
df1
df2 2
27
Sig. F
Durbin-
Change
Watson
.000
2.209
a. Predictors: (Constant), PENDUDUK, ABD b. Dependent Variable: PAD
Berdasarkan hasil pengujian autokorelasi (Tabel 4.6), maka dapat dilihat bahwa nilai Durbin-Watson adalah sebesar 2,209. Nilai tersebut akan dibandingkan dengan nilai tabel dengan tingkat signifikansi 5%, jumlah sampel 168 dan jumlah variabel independen 4 (k=4). Oleh karena nilai DW 2,096 lebih besar dari batas atas (du) 1,761 dan kurang dari (4-du) 2,238, maka keputusannya
adalah H0 tidak ditolak. Maka kesimpulan yang dapat diambil adalah tidak terdapat autokorelasi (sesuai dengan tabel pengambilan keputusan). 1.3.4. Hasil Uji Heterokedastisitas Pengujian ini bertujuan untuk untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap, maka disebut homokedastisitas dan jika berbeda disebut heteroskedastisitas. Pengujian dapat dilakukan dengan melihat gambar plot antara nilai prediksi variabel independen (ZPRED) dengan residualnya (SRESID). Model regresi yang baik adalah tidak terjadi heteroskedastisitas. Gambar 4.3 Hasil Uji Heteroskedastisitas
Hasil uji heteroskedastisitas dengan scatterplot menunjukkan titik-titik yang menyebar secara tidak beraturan dan data tersebar secara acak di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y. Dengan demikian maka dapat ditarik kesimpulan bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas pada model regresi.
1.4. Hasil Uji Statistik 1.4.1. Uji Koefisien Determinasi (R2) Koefisien determinasi digunakan untuk menguji tingkat keterikatan antara variabel dependen dan variabel independen yang bisa dilihat dari besarnya nilai adjusted R-square (R2). Tabel 4.7 Hasil Uji Koefisien Determinasi
Model 1
R
R Square .984a
Adjusted R Square
.969
Std. Error of the Estimate
.967
2.81308E9
a. Predictors: (Constant), PENDUDUK, ABD b. Dependent Variable: PAD
Tabel 4.7 hasil uji koefisien determinasi, dapat dilihat bahwa nilai adjusted R2 adalah 0,967 yang artinya 96,7% variasi Pendapatan Asli Daerah dapat dijelaskan oleh kedua variabel independen yaitu Pengeluaran Pemerintah Daerah dan jumlah penduduk. Sedangkan sisanya (100% - 96,7% = 3,3%) dipengaruhi oleh variabel independen lain yang tidak dijelaskan oleh model penelitian ini. 1.4.2. Uji Signifikansi Simultan (Uji F) Pengujian simultan bertujuan untuk mengetahui apakah variabel-variabel independen secara bersama-sama mempengaruhi variabel dependen secara signifikan. Pengujian ini menggunakan uji F yaitu dengan membandingkan nilai signifikansi F dengan nilai signifikansi yang digunakan (0,05).
Tabel 4.8 Hasil Uji F ANOVAb Model 1
Sum of Squares
Df
Mean Square
Regression
6.638E21
2
3.319E21
Residual
2.137E20
27
7.913E18
Total
6.851E21
29
F 419.385
Sig. .000a
a. Predictors: (Constant), PENDUDUK, ABD b. Dependent Variable: PAD
Berdasarkan tabel uji ANOVA atau uji F, diperoleh F hitung sebesar 419.385 dengan tingkat signifikansi 0,000. Oleh karena nilai signifikansi F dibawah 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa secara simultan semua variabel independen yaitu Pengeluaran Pemerintah Daerah dan Jumlah Penduduk berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen : Pendapatan Asli Daerah. Dengan demikian model regresi dapat digunakan untuk memprediksi Pendapatan Asli Daerah. 1.4.3. Uji Signifikansi Parameter Individual (Uji t) Uji statistik t menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel independen secara individual dalam menerangkan variasi variabel dependen.
Tabel 4.9 Hasil Uji t
Model 1
Unstandardized
Standardized
Coefficients
Coefficients
B (Constant)
-5.528E9
2.348E9
.101
.005
72044.906
20088.164
PPD PENDUDU K
Std. Error
Beta
T
Sig.
-2.355
.026
.862
18.509
.000
.167
3.586
.001
a. Dependent Variable: PAD
Berdasarkan Tabel 4.9 Pengujian Parsial, dapat dilihat bahwa dari kedua variabel independen, semua variabel Pengeluaran Pemerintah Daerah dan Jumlah Penduduk berpengaruh signifikan terhadap Pendapatan Asli Daerah. Hal ini ditunjukkan dengan nilai probabilitas Pengeluaran Pemerintah Daerah sebesar 0,00 dan Jumlah Penduduk sebesar 0,001 yang dibawah tingkat signifikansi 0,05. 1.5. Pembahasan 1.5.1. Pengaruh Pengeluaran Pemerintah Daerah dengan Pendapatan Asli Daerah Berdasarkan hasil pengujian tersebut, maka disimpulkan bahwa variabel dependen Pendapatan Asli Daerah dipengaruhi oleh variabel independen Pengeluaran Pemerintah Daerah dan Jumlah Penduduk. Dengan demikian persamaan sistematis sebagai berikut : PAD = -5.528E9 + 0,101 PPD + 72.044,906 JP Pengeluaran Pemerintah Daerah berpengaruh positif dan signifikan terhadap variabel Pendapatan Asli Daerah. Hal ini dibuktikan dari uji t, hasil yang diperoleh untuk variabel Pengeluaran Pemerintah Daerah sebesar 18.509 dengan
nilai signifikansi sebesar 0,00 dan mempunyai koefisien 0,101. Oleh karena itu tingkat signifikansi pengeluaran pemerintah daerah di bawah taraf signifikansi 0,05 maka hipotesis diterima. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa dalam penelitian ini Pengeluaran Pemerintah Daerah berpengaruh secara signifikan terhadap Pendapatan Asli Daerah. Artinya semakin tinggi Pengeluaran Pemerintah Daerah maka Pendapatan Asli Daerah juga akan semakin tinggi. Teori mereka didasarkan pada suatu pandangan bahwa pemerintah senantiasa berusaha memperbesar pengeluaran, sedangkan masyarakat tidak suka membayar pajak yang semakin besar untuk membiayai pengeluaran pemerintah yang semakin besar tersebut. Dalam perkembangan pemerintah dikemukakan oleh para ahli ekonomi dan dapat digolongkan ke dalam tiga golongan, yaitu (Guritno, 1994;169): a. Model Pembangunan Tentang Perkembangan Pengeluaran Pemerintah Model inl dikembangkan oleh Rostow dan Musgrave yang menghubungkan perkembangan pengeluaran pemerintah dengan tahap-tahap pembangunan ekonomi yang dibedakan antara tahap awal, tahap menengah dan tahap lanjut. Pada tahap awal perkembangan ekonomi, presentase investasi pemerintah terhadap total investasi besar sebab pada tahap ini pemerintah harus menyediakan prasarana. Pada tahap menengah pembangunan ekonomi, investasi pemerintah tetap diperlukan untuk meingkatkan pertumbuhan ekonomi agar dapat tinggal landas. Pada tingkat ekonomi yang lebih lanjut,Rostow mengatakan bahwa pembangunan ekonomi, aktivitas pemerintah beralih dari penyediaan prasarana ke pengeluaran-pengeluaran untuk aktivitas social seperti halnya, program kesejahteraan hari tua, program pelayanan kesehatan masyarakat, dan sebagainya. b. Hukum Wagner Wagner mengemukakan suatu teori mengenai perkembangan pengeluaran pemerintah yang semakin besar dalam pendapatan per kapita meningkat, secara relatif pengeluaran pemerintahpun akan meningkat. Wagner menerangkan mengapa peran pemerintah menjadi semakin besar, yang terutama disebabkan karena pemerintah harus mengatur hubungan yang timbul dalam masyarakat, hukum, pendidikan, rekreasi, kebudayaan dan sebagainya. Wagner mendasarkan pandangannya dengan suatu teori yang disebut teori organis mengenai pemerintah (organic theory of the state) yang
menganggap pemrintah sebagai individu yang bebas bertindak, terlepas dari anggota masyarakat lainnya. c. Teori Peacock dan Wiseman Teori mereka didasarkan pada suatu pandangan bahwa pemerintah senantiasa berusaha memperbesar pengeluaran, sedangkan masyarakat tidak suka membayar pajak yang semakin besar untuk membiayai pengeluaran pemerintah yang semakin besar tersebut. Teori Peacock dan Wiseman adalah pemerintah ekonomi menyebabkan pemungutan pajak yang semakin meningkat walaupun tarif pajak tidak berubah dan meningkatnya penerimaan pajak menyebabkan pengeluaran pemerintah juga semakin meningkat. Oleh karena itu, dalam keadaan normal, meningkatnya GNP menyebabkan penerimaan pemerintah yang semakin besar, begitu juga dengan pengeluaran pemerintah menjadi semakin besar.”
Daerah diharapkan dapat lebih mengoptimalkan penerimaan daerah. Pendapatan Asli Daerah secara statistik berpengaruh tarhadapa alokasi belanja modal dapat memberi sedikit acuan bahwa Pendapatan Asli Dearah sangat berperan penting dalam pembangunan daerah tersebut. Oleh karena itu daerah hendaknya lebih terpacu lagi untuk memanfaatkan sumber daya daerah untuk dapat digunakan dalam rangka kegiatan yang dapat meningkatkan pendapatan. 1.5.2. Pengaruh Jumlah Penduduk dengan PAD Variabel
jumlah
penduduk
berpengaruh
positif
terhadap
variabel
Pendapatan Asli Daerah dan signifikan. Hal tersebut dibuktikan dari nilai t hitung sebesar 3.586 dengan nilai Meningkatnya Pendapatan Asli Daerah dapat memberi keleluasaan kepada daerah tersebut untuk mengalokasikan ke kegiatan atau pengeluaran yang dapat memberi dampak terhadap peningkatan pembangunan daerah terutama pembangunan infrasturktur. Peningkatan alokasi belanja modal dalam bentuk aset tetap seperti infrastruktur dan peralatan merupakan hal yang sangat penting untuk meningkatkan produktivitas prekonomian karena semakin
tinggi pengeluaran pemerintah semakin tinggi pula produktivitas perekonomian. Dari peningkatan produktivitas perekonomian akan memberi dampak positif pada peningkatan pendapatan daerah tersebut. Signifikansi sebesar 0,001 mempunyai koefisien 72044.906. Oleh karena itu tingkat signifikansi di bawah taraf signifikansi 0,05 maka hipotesis 2 di terima. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa dalam penelitian ini jumlah penduduk berpengaruh terhadap Pendapatan Asli Daerah. Artinya semakin bertambahnya jumlah penduduk di suatu daerah maka Pendapatan Asli Daerah juga akan meningkat. Hal tersebut dikarenakan penduduk merasa nyaman dan puas akan fasilitas dan layanan yang di berikan pemerintah, sehingga masyarakat tidak akan enggan untuk membayar retribusi, pajak dan tuntutan daerah lainnya. Pemikiran tersebut sejalan dengan teori Adam Smeet (Paul A. Samuelson: 2004) yaitu: Pertumbuhan penduduk tinggi akan dapat menaikkan output melalui penambahan tingkat dan ekspansi pasar baik pasar dalam negeri maupun luar negeri. Penambahan penduduk tinggi yang diiringi dengan perubahan teknologi akan mendorong tabungan dan juga penggunaan skala ekonomi di dalam produksi. Penambahan penduduk merupakan satu hal yang dibutuhkan dan bukan suatu masalah, melainkan sebagai unsur panting yang dapat memacu pembangunan dan pertumbuhan ekonomi. Besarnya pendapatan dapat mempengaruhi penduduk. Jika jumlah penduduk meningkat maka pendapatan yang dapat ditarik juga meningkat . 1.5.3. Pengaruh Pengeluaran Pemerintah Daerah dan Jumlah Penduduk terhadap PAD di Kota Salatiga Tahun 1980-2010 Pengeluaran Pemerintah Daerah dan Jumlah Penduduk secara bersama-sama berpengaruh terhadap Pendapatan Asli Daerah di Kota Salatiga tahun 1980-2010. Hal ini dibuktikan dari nilai F sebesar 419.385 dengan nilai signifikansi 0,000.
Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa Pengeluaran Pemerintah Daerah dan Jumlah Penduduk sangat menentukan tingkat Pendapatan Asli Daerah.