46
Bab IV Profil Daerah Studi IV.1 Gambaran umum Daerah Aliran Sungai IV.1.1 Daerah Aliran Sungai Siak Sungai Siak merupakan sungai terdalam di Indonesia, dengan bagian yang terdalam bisa mencapai 30 meter, sungai ini sangat padat dilayari kapal-kapal besar, kargo, tanker maupun speedboat. Seluruh Daerah Aliran Sungai (DAS) Siak berada di Provinsi Riau, melewati empat wilayah administrasi kabupaten dan satu wilayah administrasi kota yaitu Kabupaten Rokan Hulu, Kabupaten Bengkalis, Kabupaten Siak, Kabupaten Kampar dan Kota Pekanbaru. DAS Siak termasuk DAS kritis, kawasan rawan bencana banjir dan longsor, terjadi berbagai pencemaran, erosi dan pendangkalan. Kejadian banjir di Provinsi Riau akibat meluapnya Sungai Siak dan anak-anak sungainya merupakan indikator adanya perubahan ekosistem pada DAS tersebut. Perubahan ekosistem tersebut disebabkan oleh wilayah dalam DAS Siak merupakan daerah yang potensial berkembang bagi kegiatan sosial ekonomi masyarakat. Di sepanjang Sungai Siak terutama di Pekanbaru ke arah hilirnya mempunyai potensi yang sangat tinggi untuk berkembangnya kegiatan sosial dan ekonomi. Perkembangan penduduk dan ekonomi yang mendorong berkembangnya kawasan budidaya dan pemukiman berpengaruh secara signifikan terhadap perubahan ekosistem sungai Siak (Departemen PU, 2005).
Daerah Aliran sungai DAS Siak merupakan DAS keempat terbesar di Riau setelah DAS Kampar, Rokan dan Indragiri. Sungai Siak memiliki panjang 345 km (yang bisa dilayari 240 km), luas DAS 11.026 Km2 , memiliki fluktuasi debit yang tinggi, Q maks 1700 m3/detik, Q min 45 m3/detik dan Q normal 200-300 m3/detik (Kimpraswil Riau, 2004). Sungai ini memiliki kedalaman rata-rata antara 8 hingga 12 meter (Bappenas, 2006). Perbandingan
Qmaks/Qmin : 37,8, yang berarti
bahwa pada musim hujan, air sangat berlebihan yang menyebabkan terjadinya banjir sementara pada musim kemarau air sangat kurang dan dibawah batas lestari sungai (Departemen PU, 2005).
47
Topografi wilayah DAS Siak relatif datar, ketinggian permukaan rata-rata 0-2 m dpl, kemiringan berkisar 0-5 %. Variasi 2 – 40 % di bagian hulu. Secara garis besar ketinggian bagian hulu DAS Siak dikategorikan menjadi empat golongan yaitu: antar 1–10 m dpl, 1-25 m dpl, 25-100 m dpl, 100-500 m dpl. Jenis tanah di DAS Siak bagian hulu terbagi menjadi dua yaitu organosol gley humus dan podsolik merah kuning, bertekstur halus (liat), sedang (lempung) dan kasar (pasir), dengan kedalaman topsoil antara 30-60 cm dan >90 cm dari atas permukaan tanah (Departemen PU, 2005).
Sungai ini menjadi sangat penting sebagai jalur pelayaran dan perdagangan di Riau karena menghubungkan langsung dengan Kota Pekanbaru, Ibu Kota Provinsi Riau. Jumlah penduduk yang tinggal di sepanjang DAS Siak yang pada tahun 2004 mencapai lebih dari 1 juta orang, yang tersebar di Kota Pekanbaru 693.912 orang, kabupaten Siak 286.245 orang, sisanya berada di wilayah kabupaten Rokan Hulu, Kampar dan Bengkalis (Bappenas, 2006, Regionalinvestment, 2007). DAS Siak memegang beberapa peranan penting, antara lain: •
Menjadi sumber air minum bagi masyarakat Pekanbaru, Siak, Kampar, Rokan Hulu dan Bengkalis.
•
Dimanfaatkan untuk keperluan lain seperti areal pertanian, perikanan, rekreasi, industri, dan transportasi.
Saat ini lalu lintas pelayaran di Sungai Siak sangat padat, terutama dilalui oleh kapal-kapal besar seperti tanker, kargo, dan speedboat. Hasil penelitian Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada menunjukkan bahwa abrasi yang terjadi setiap tahunnya mencapai 7,3 m. Di beberapa tempat, rumah warga yang 30 tahun lalu berada kira-kira 50 meter dari pinggiran sungai, kini berada tepat di bibir tebing dan terancam ambruk seperti yang telah terjadi pada bangunanbangunan lain sebelumnya. Meskipun sungai Siak merupakan sungai terdalam di Indonesia, namun saat ini terjadi penumpukan sedimen di dasar sungai yang telah mencapai ketinggian 8 meter. Hal ini mengindikasikan adanya erosi yang sangat besar di bagian hulu sungai. Adanya sedimen dapat mengganggu pelayaran
48
terutama saat muka air surut di musim kemarau. Di lain pihak, dalam musim hujan dapat terjadi bahaya banjir karena berkurangnya kapasitas sungai dalam menampung aliran air (Departemen PU, 2005).
IV.1.2 Daerah Aliran Sungai Kampar Daerah Aliran sungai Kampar merupakan DAS terbesar di provinsi Riau dengan panjang 580 km (yang bisa dilayari 300 km), luas DAS 24.548 Km2 (24.548 km2 berada di wilayah Provinsi Riau dan 3.462 km2 di wilayah Sumatera Barat). Sungai Kampar memiliki fluktuasi debit yang tinggi, Q maks 2200 m3/detik, Q min 49m3/detik dan Q normal 500-700 m3/detik (Kimpraswil Riau, 2004). Sungai ini memiliki kedalaman rata-rata ± 7,7 meter, lebar rata-rata ±143 meter. Penduduk yang tinggal di sepanjang DAS Kampar pada tahun 2003 berjumlah lebih dari 700.000 orang (BPK, 2008, Pelalawankab, 2007, Regionalinvestment, 2007). DAS Kampar memegang beberapa peranan penting, antara lain: •
Merupakan tempat keberadaan 1 waduk dari PLTA terbesar di Riau yakni PLTA Koto Panjang, yang beroperasi sejak tahun 1998.
•
Menjadi sumber air minum bagi masyarakat Kabupaten Kampar, Pelalawan dan Kuantan Singingi di Riau, serta Lima Puluh Kota di Sumatera Barat. Khusus di daerah Pelalawan yang merupakan lokasi penelitian ini, terdapat Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Kampar dengan debit 5 – 10 liter detik.
•
Dimanfaatkan untuk keperluan lain seperti areal pertanian (sayursayuran, rambutan, durian, jagung, nanas), perikanan (tambak udang, tambak ikan, perikanan tangkap), transportasi, dan industri (1 industri besar, 97 industri kecil dan menengah) (Regionalinvestment, 2007).
Topografi daerah aliran sungai Kampar khususnya wilayah kabupaten Pelalawan merupakan dataran rendah dan sebagian merupakan daerah perbukitan bergelombang. Secara umum ketinggian beberapa daerah berkisar antara 3 – 6 meter, dengan kemiringan lahan rata-rata 0 ~ 15% dan 15 ~ 40%. Sementara wilayah dataran rendah, umumnya merupakan rawa gambut, dataran aluvium
49
sungai dengan daerah dataran banjir. Dataran ini dibentuk oleh endapan aluvium muda dan aluvium tua yang terdiri dari endapan pasir, danau, lempung, sisa tumbuhan dan gambut. Sedangkan daerah yang berbukit dan bergelombang tanahnya termasuk jenis organosal (hostosal) dan humus yang mengandung bahan organik (BKPMD-Pelalawan, 2007).
IV.2. Segmentasi sungai IV.2.1 Sungai Siak Sungai Siak dapat dibagi atas beberapa segmen berdasarkan kemiringan dasar sungai yaitu: daerah aliran bagian hulu (upstream) panjangnya 65 km dengan kemiringan dasar sungai 0,002, bagian tengah (midle stream) 80 km dengan kemiringan dasar sungai 0,00025, dan bagian hilir (down stream) 200 km dengan kemiringan 0,00003 (Kimpraswil Riau, 2004). DAS Siak berada pada beberapa wilayah administrasi kabupaten dan kota. DAS Siak hulu merupakan hulu Sungai Tapung Kanan dan memiliki banyak anak sungai antara lain: Sungai Tapung Kiri, Sungai Kasikan, Sungai Kepanasan. Sungai-sungai yang terdapat di bagian hilir antara lain Sungai Siak, Sungai Perawang, Sungai Mentawai, Sungai Tualang, Sungai Basar dan Sungai Balam Tinggi. Sungai-sungai tersebut difungsikan sebagai jaringan transportasi, sebagai MCK, bahan baku air minum dan pemenuhan untuk kebutuhan industri (Departemen PU, 2005).
IV.2.2 Sungai Kampar Sungai Kampar dapat dibagi atas beberapa segmen berdasarkan kemiringan dasar sungai yaitu: daerah aliran bagian hulu (upstream) panjang 170 km dengan kemiringan dasar sungai 0,00287, bagian tengah (midle stream) 160 km dengan kemiringan dasar sungai 0,00025, dan bagian hilir (down stream) 250 km dengan kemiringan 0,00005 (Kimpraswil Riau, 2004).
IV.3 Sistem Daerah Aliran Sungai IV.3.1 Sungai Siak Sistem daerah aliran sungai Siak terdiri dari 4 Sub DAS utama. Cakupan DAS Siak meliputi Kabupaten Rokan Hulu, Kabupaten Kampar, Kota Pekanbaru,
50
Kabupaten Bengkalis dan Kabupaten Siak, dari keseluruhan wilayah DAS Siak terbagi menjadi dua bagian wilayah yaitu bagian hulu dan hilir dari masingmasing sungai. Adapun wilayah-wilayah yang tercakup dalam masing-masing bagian DAS Siak adalah: • Bagian Hulu Bagian hulu dari DAS Siak adalah dari dua sungai yaitu Sungai Tapung Kanan (Sub DAS Tapung Kanan) yang termasuk dalam wilayah Kabupaten Rokan Hulu dan Kecamatan Tapung Hulu Kabupaten Kampar, dan Sungai Tapung Kiri (Sub DAS Tapung Kiri) yang termasuk dalam wilayah Tandun Kabupaten Rokan Hulu dan Kecamatan Tapung Kiri Kabupaten Kampar. Kedua sungai menyatu di daerah Palas (Kabupaten Kampar) dan dekat Kota Pekanbaru pada Sungai Siak Besar. • Bagian Hilir Bagian hilir dari DAS Siak adalah pada Sungai Siak Besar (Sub DAS Siak Besar) yang terletak di desa Palas (Kabupaten Kampar) - Kota Pekanbaru – Kota Perawang (Kabupaten Siak) – Kota Siak Sri Indrapura dan bermuara di Tanjung Belit (Sungai Apit, Kabupaten Siak) (Departemen PU, 2005). Lokasi penelitian di sungai Siak terletak di Sub DAS Siak Besar.
IV.3.2 Sungai Kampar Sistem daerah aliran sungai Kampar terdiri dari 3 Sub DAS utama yakni: Sub DAS Kampar (Besar), Kampar Kiri, dan Kampar Kanan. Masing-masing mempunyai hulu beragam,
yang semuanya mengalir ke Sungai Kampar dan
bermuara ke selat Malaka (Kimpraswil Riau, 2006). Lokasi penelitian di sungai Kampar terletak di Sub DAS Kampar (Besar).
IV.4 Kondisi tata guna lahan IV.4.1 Tata guna lahan DAS Siak Hampir sama dengan provinsi-provinsi lainnya di Sumatera, di Riau terjadi konversi lahan yang tinggi yang secara intensif telah merusak hutan
51
terutama di DAS Siak. Demikian pula usaha-usaha perkebunan, telah mengkonversi lahan cukup luas dari hutan menjadi lahan-lahan perkebunan. Selain itu dengan adanya pemekaran wilayah, secara tidak langsung mempengaruhi perubahan tata guna lahan di DAS Siak (Departemen PU, 2005).
Pada tahun 2006, komposisi tata guna lahan di Kota Pekanbaru yang terleak di DAS Siak di sebelah hulu lokasi pengambilan sampel, seperti terlihat dalam tabel IV.1. Dan Tabel IV.2 menunjukkan komposisi tata guna lahan di DAS Siak yang berada di wilayah kabupaten Siak (lokasi pengambilan sampel hingga muara sungai).
Tabel IV.1 Komposisi tata guna lahan DAS Siak di wilayah Kota Pekanbaru tahun 2006 No
Deskripsi
1 Pemukiman 2 Industri 3 Persawahan 4 Tanah Kering 5 Perkebunan 6 Hutan 7 Lahan Kosong, Rusak 8 Perairan dan lainnya Sumber: Regionalinvestment, 2007
Persentase (%) 70,08 1,07 0,14 19,91 0,54 5,01 1,13 2,11
Tabel IV.2 Komposisi tata guna lahan DAS Siak di wilayah Kabupaten Siak tahun 2006 No
Deskripsi
1 Pemukiman 2 Industri 3 Persawahan 4 Tanah Kering 5 Perkebunan 6 Hutan 7 Lahan Kosong, Rusak 8 Perairan dan lainnya Sumber: Regionalinvestment, 2007
Persentase (%) 3,54 0,42 0,82 59,86 10,26 15,73 4,52 4,99
52
Pada saat ini di DAS Siak terdapat sedikitnya 26 industri besar (14 di Kabupaten Siak dan 12 di Kota Pekanbaru) dan sebanyak 2.376 industri kecil dan menengah. Industri besar antara lain: PT. Chevron Pasific Indonesia (bidang perminyakan), PT. Indah Kiat Pulp and Paper Tbk (pulp dan kertas), PT. Surya Dumai, PT. Siak Raya (Pengolahan Kayu) dan sebagainya. Industri kecil dan menengah berupa aneka industri, yaitu industri makanan dan minuman, logam dan elektronika, kerajinan rotan dan kayu, dan lain-lain (Depkes, 2007). Di samping industri di atas, dibagian hulu DAS Siak, terdapat sejumlah industri kelapa sawit (CPO) yang cukup besar seperti: PTP. II Tandun, PTP.V Sungai Tapung, dan PTP. II Terantan di Kabupaten Kampar, PTP.V Sungai Galuh di Kabupaten Bengkalis, dan di bagian hilir terdapat PT. Musi Mas, PT. Astra, dan PTP. II Sungai Buatan di Kabupaten Siak (PT. IKPP, 1999). Berdasarkan struktur mata pencaharian penduduk yang tinggal di wilayah DAS Siak adalah bergerak di sektor pertanian, perdagangan, jasa, industri, konstruksi / bangunan. Sebagian besar mata pencaharian penduduk di bagian hulu sampai hilir DAS Siak yang tinggal di pedesaan pada umumnya sebagai petani, baik dari usaha tani tanaman semusim maupun perkebunan. Untuk bagian hulu ketergantungan terhadap sektor pertanian lebih besar terutama usaha tani tanaman semusim dan perkebunan rakyat yang berupa kelapa sawit, karet dan gambir. Ketergantungan penduduk terhadap sumberdaya hutan juga masih sangat tinggi. Di bagian hilir, dari arah Pekanbaru ke hilir, kehidupan sosial ekonomi masyarakat lebih beragam, berbagai kegiatan mulai dari pertambangan, pengangkutan dan industri pulp telah memicu berkembangnya kegiatan perkotaan. Kota Pekanbaru sebagai ibukota provinsi dan pusat perdagangan regional, telah mendorong tumbuhnya pusat-pusat perdagangan di sepanjang bagian hilir Sungai Siak, seperti Kota Perawang dan Siak Sri Indrapura (Departemen PU, 2005).
IV.4.2 Tata guna lahan DAS Kampar Kondisi tata guna lahan di DAS Kampar khususnya di wilayah kabupaten Pelalawan yang merupakan lokasi dimana penelitian ini dilakukan, dapat dilihat pada Tabel IV.3 di bawah ini.
53
Tabel IV.3 Komposisi tata guna lahan di DAS Kampar 2006 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Deskripsi Pemukiman Industri Persawahan Ladang / tadah hujan Suaka Marga Satwa Hutan, termasuk rawa gambut Perikanan Lahan Kosong, Rusak Perairan dan lainnya
Persentase (%) 29,22 0,16 0,95 0,50 31,54 35,05 0,13 13,23 8,09
Sumber: Regionalinvestment, 2007
IV.5 Tingkat pencemaran IV.5.1 Sungai Siak Pencemaran sungai Siak semakin meningkat sejak booming industri yang menempati sepanjang DAS Siak. Pencemaran pada Sungai Siak diakibatkan oleh adanya limbah dari industri yang berada sepanjang aliran sungai, pelayaran, dan limbah rumah tangga di sekitarnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah oksigen terlarut (DO) dalam air sungai lebih kecil dari 1 ppm, sehingga mengancam kelangsungan hidup ikan dan biota air di dalamnya. Hal ini terbukti pada bulan Juni 2004 dimana sejumlah 1,5 - 5 ton ikan mati dalam waktu yang bersamaan akibat kekurangan oksigen. Hal ini membawa dampak yang buruk bagi penduduk yang berprofesi sebagai nelayan karena hasil tangkapan tidak mencukupi lagi untuk kebutuhan sehari-hari. Dengan demikian banyak diantaranya yang beralih profesi sebagai penebang liar yang justru menambah parah kerusakan lingkungan dan DAS Siak itu sendiri (Departemen PU, 2005).
Dalam Keputusan Gubernur Riau Nomor 12 tahun 2003 tentang Peruntukan dan Baku Mutu Air Sungai Siak, ditetapkan bahwa sungai Siak mulai dari titik S-4 (37 km di hulu PT. I) hingga muara sungai Siak di Desa Sungai Apit diperuntukan sebagai air baku air minum dengan teknologi yang sesuai, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut. Sesuai dengan peruntukan tersebut, baku mutu air sungai Siak
54
digolongkan sebagai kelas III. Hasil pengujian kualitas air sungai Siak oleh Bapedalda Provinsi Riau pada tahun 2005-2006 disajikan pada bab V dalam Tabel V.9, V.10, V.11 dan V.12.
IV.5.2 Sungai Kampar Tingkat pencemaran sungai Kampar, hingga saat ini belum separah kondisi sungai Siak. Namun demikian sejumlah aktifitas di sepanjang daerah aliran sungai berpotensi menimbulkan pencemaran yang lebih berat jika tidak dikendalikan secara serius.
Dalam Keputusan Gubernur Riau Nomor 23 tahun 2003 tentang Peruntukan dan Baku Mutu Air Sungai Kampar, ditetapkan bahwa sungai Kampar diperuntukan sebagai air baku air minum dengan teknologi baku pengelolaan air minum, prasarana/sarana rekreasi, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut. Sesuai dengan peruntukan tersebut, baku mutu air sungai Kampar digolongkan sebagai kelas II. Hasil pengujian kualitas air sungai Kampar oleh Bapedalda Provinsi Riau pada tahun 2005-2006 disajikan ada bab V dalam Tabel V.13, V.14, V.15 dan V.16.
Beberapa aktivitas pada DAS Kampar yang berpotensi menimbulkan pencemaran badan sungai dapat dikelompokan sebagai berikut: •
Domestik, meliputi aktivitas pemukiman dan rumah tangga.
•
Industri, terdapat 1 industri besar, 97 industri kecil dan menengah meliputi berbagai aktivitas industri seperti industri pengolahan kayu, kepala sawit (CPO), industri pulp dan kertas, dan lain-lain.
•
Pertanian, meliputi aktivitas pertanian yang dilakukan masyarakat disekitarnya baik sawah dengan sistem irigasi maupun tadah hujan, seperti sayur-sayuran, padi, jagung, nanas dan lain-lain.
•
Perkebunan: kelapa sawit, karet, rambutan, durian dan lain-lain.
•
Perikanan, dimana merupakan salah satu mata pencaharian penduduk di kawasan DAS Kampar.
55
IV. 6 Gambaran umum industri pulp dan kertas IV.6.1 PT. I Terletak di Kota Perawang, Kabupaten Siak, Provinsi Riau, berjarak kurang lebih 1 km dari pinggir sungai Siak, mulai beroperasi sejak tahun 1984. Perusahaan ini terletak di atas areal seluas 2400 hektar. Telah menerapkan dan memperoleh sertifikat ISO 9002 (Sistem Manajemen Mutu) dan ISO 14001 (Sistem Manajemen Lingkungan) sejak tahun 1996 dari Badan Sertifikasi DNV (Det Norske Veritas), dan SMK3 Sejak tahun 1998 dari Badan Sertifikasi Sucofindo.
Di hulu pabrik terdapat 2 pemukiman terdekat utama yakni Kota Pekanbaru dan Perawang yang berjarak kurang lebih 60 km dari Pekanbaru (kurang lebih 30 km melalui jalur sungai). Pada tahun 2004 total jumlah penduduk kedua kota ini adalah 790.209 orang (Regionalinvestment, 2007). PT. I merupakan salah satu perusahaan besar di wilayah ini dan merupakan satusatunya industri pulp dan kertas di daerah aliran sungai Siak.
IV.6.1.1 Proses Bleaching Metoda pembuatan pulp adalah dengan proses Kraft, dimana metode bleaching yang diterapkan adalah metode ECF (Elemental Chlorine Free), bahan pemutih yang digunakan adalah: kombinasi NaOH, O2, HCl, ClO2, Cl2, H2O2, NaOCl dan SO2. Pada tahun 2006, produksi rata-rata harian pulp adalah sebesar 5.225 ADT/day. Sedangkan produksi harian kertas adalah sebesar 2.250 ton/day.
Proses bleaching diawali oleh suatu proses dengan sistem oxygen delignification untuk memecah lignin sehingga bahan kimia untuk proses pemutihan menjadi lebih sedikit, selanjutnya pulp diputihkan dengan NaOH, O2, HCl, ClO2, Cl2, H2O2, NaOCl dan SO2. Pulp yang telah putih dengan konsistensi sekitar 2% sebagian dikirim ke unit pengeringan pulp untuk diproses menjadi lembaran pulp yang siap dijual, air yang dihilangkan dari proses ini sebagian dimanfatkan kembali untuk proses pengenceran pulp di pulp making plant dan sebagian lagi menjadi air limbah.
56
IV.6.1.2 Bahan baku Bahan baku yang dipergunakan adalah kayu keras tropis campuran dan kayu dari hasil Hutan Tanaman Industri (HTI) yaitu Eucalyptus dan Acasia.
IV.6.1.3 Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) PT. I memiliki 3 (tiga) unit instalasi pengolahan air limbah cair ( IPAL ) sistem biologis yang dilengakapi dengan pengolahan tahap III (tertiary treatment dengan penambahan kimia), dengan total kapasitas terpasang adalah 210.000 m3/hari (sistem biologis) dan 1 (satu) unit IPAL sistem kimia dengan kapasitas terpasang 80.000 m3/hari (untuk antisipasi keadaan darurat).
Debit rata-rata
harian limbah cair (effluent) saat ini adalah 220.235 m3/hari.
Limbah cair yang berasal dari seluruh pabrik yang tidak dapat direcovery dan yang dapat digunakan kembali dialirkan melalui parit yang menuju IPAL dan dipantau 1 kali dalam 2 jam, jika ditemukan penyimpangan maka segera di informasikan ke unit terkait dan dilakukan sistem NCR (Non-Conformace Report) sesuai sistem ISO 14001. Hal ini dapat secara efektif menjaga pembuangan atau kehilangan fiber, bahan kimia dan air ke air limbah.
Limbah cair yang memasuki IPAL terlebih dahulu dilewatkan melalui screen untuk menyaring benda-benda padat, air limbah yang telah tersaring mengalir ke kolam penyamaan untuk menyamakan beban air limbah dan kemudian dipompakan ke kolam primary clarifier untuk mengendapkan zat padat tersuspensi. Endapan atau lumpurnya dipompakan ke unit sludge thickener sedangkan overflownya ditampung pada buffer tank. Dalam buffer tank ini jika pH tidak netral, maka dinetralkan dengan HCl atau NaOH. Kemudian air yang telah netral ini dipompakan ke cooling tower untuk menurunkan temperatur air limbah, air yang telah diturunkan temperaturnya ini mengalir ke kolam aerated lagoon yang mengandung mikroorganisme aktif (activated sludge), untuk nutrisi mikroorganisme ini ditambah larutan urea dan asam fosfat. Aerated lagoon dilengkapi dengan surface aerator untuk menambah oksigen untuk kehidupan
57
mikroorganisme.
Dalam
aerated
lagoon
air
limbah
diuraikan
oleh
mikroorganisme menjadi CO2 + H2O dan cell baru. Air limbah yang telah diuraikan mikroorganisme ini diendapkan pada bak secondary clarifier, sekitar 75 % lumpurnya dikembalikan ke aerated lagoon dan sekitar 25 % dipompakan ke sludge thickener. Air overflow dari secondary clarifier ini dipompakan ke bak floculator dan di bak ini diinjeksikan larutan alum sulphat atau PAC dan polymer. Setelah diaduk di bak floculator, kemudian dialirkan ke bak tertiary treatment untuk diendapkan. Endapannya dipompakan ke sludge thickener dan air overflownya ditampung pada bak effluent dan selanjutnya dialirkan ke sungai melalui alat ukur debit (pharshall flume) dan sebagian dialirkan ke kolam yang berisi ikan mas sebagai bio-indikator air limbah terolah. Campuran lumpur dari primary clarifier, secondary clarifier dan tertiary clarifier dipekatkan di unit sludge thickener, endapan sludge yang telah pekat dipompakan ke mixing tank untuk dicampur dengan larutan pembentuk flok (polymer), selanjutnya lumpur di press di unit belt press machine. Air filtrat belt press dan overflow sludge thickener dialirkan ke kolam penyamaan yang terdapat pada tahap awal IPAL.
IV.6.2 PT. R Terletak di Kota Pangkalan Kerinci, Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau, berjarak kurang lebih 4 km dari pinggir sungai Kampar, beroperasi sejak tahun 1995. Perusahaan ini menempati areal seluas kurang lebih 1750 hektar. Perusahaan ini telah menerapkan dan memperoleh sertifikat ISO 9002 (Sistem Manajemen Mutu) dan ISO 14001 (Sistem Manajemen Lingkungan) dari Badan Sertifikasi SGS sejak tahun 2002, dan SMK3 tahun 1999.
Di hulu pabrik terdapat 2 (dua) pemukiman terdekat utama yakni Kota Pangkalan Kerinci dan Langgam dengan total jumlah penduduk pada tahun 2003 adalah 69.990 orang (Pelalawankab, 2007). Pangkalan Kerinci berjarak tempuh kurang lebih 70 km dari Ibu Kota Provinsi Riau, Pekanbaru. PT. R merupakan satu-satunya industri pulp dan kertas di daerah aliran sungai Kampar.
58
IV.6.2.1 Proses Bleaching Metoda pembuatan pulp adalah dengan proses Kraft, yang didukung oleh super batch cooking, oxygen delignification, dan proses bleaching menerapkan metode ECF (Elemental Chlorine Free). Produksi rata-rata harian pulp adalah sebesar 5.006 ADT/day. Sedangkan produksi harian kertas adalah sebesar 1.750 ton/day (Bapedalda Riau, 2007).
Data yang lebih lengkap mengenai proses bleaching di PT. R tidak diperoleh, namun dalam tulisan ini kondisi proses bleaching di PT. R akan dideskripsikan berdasarkan perbandingan konsentrasi AOX yang diperoleh terhadap konsentrasi AOX effluent PT. I.
IV.6.2.2 Bahan baku Bahan baku yang dipergunakan adalah sama dengan PT. I yakni kayu keras tropis campuran dan kayu dari hasil Hutan Tanaman Industri (HTI) yaitu Eucalyptus dan Acasia.
IV.6.2.3 Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Diketahui bahwa proses pengolahan limbah pada IPAL PT. R juga menggunakan proses pengolahan biologis, dengan debit rata-rata harian limbah cair (effluent) adalah 234.083 m3/hari. (Bapedalda Riau, 2007) Namun data lengkap mengenai proses pada Instalasi Pengolahan Air Limbah PT. R tidak diketahui. Gambar IV.1 berikut ini menunjukkan peta tata guna lahan di provinsi Riau.
59
PT. I Sungai Siak
PT. R
Sungai Kampar
Gambar IV.1 Peta tata guna lahan di Provinsi Riau (Dephut, 2007)
Bagian lahan tertentu bersifat asam dan merupakan tanah organik, air tanahnya payau, kelembaban dan temperatur udaranya tergolong tinggi (Regionalinvestment, 2007). Seperti halnya daerah aliran sungai lainnya di Riau, umumnya bagian hilir daerah aliran sungai Siak dan Kampar merupakan lahan gambut dengan ketebalan gambut yang bervariasi, seperti terlihat pada Gambar IV.2.
60
Gambar IV.2 Peta kedalaman lahan gambut di Riau (Maanystavat, 2007)