BAB IV PENGOLAHAN DATA
BAB IV PENGOLAHAN DATA
4.1
Sumber Data
Pemodelan dispersi polutan dari cerobong asap pabrik dengan Gaussian Plume Model akan diterapkan pada kondisi nyata dengan data yang diperoleh dari PT. KL. Pabrik tersebut bergerak di bidang industri pembuatan kertas di daerah Probolinggo, Jawa Timur. Cerobong asap yang ada di pabrik tersebut berfungsi sebagai saluran pembuangan polutan hasil pembakaran batu bara. Batu bara dibakar untuk menggerakkan turbin yang berfungsi sebagai pemasok listrik di kawasan pabrik, perumahan, masjid, sekolah dan fasilitas lain di sekitarnya milik PT. KL. Oleh karena itu cerobong asap bekerja selama 24 jam sehari. Berikut adalah foto udara PT. KL dan kawasan sekitarnya yang diambil dari Google Earth. Dari gambar di bawah ini, terlihat bahwa topografi di sekitar cerobong asap adalah daerah urban.
54
BAB IV PENGOLAHAN DATA
Gambar 4.1. Foto udara PT. KL dan kawasan sekitarnya dengan Google Earth
Pada Gambar 4.1 lokasi cerobong asap ditandai dengan lingkaran merah. Berikut adalah perbesaran dari lokasi cerobong asap yang diamati.
Gambar 4.2. Perbesaran lokasi cerobong asap
55
BAB IV PENGOLAHAN DATA Data yang diperoleh dari PT. KL. •
Lokasi Pengukuran
: Cerobong Ketel No. 2 Tinggi (h)
: 20 meter
Diameter (d) : 2 meter •
Waktu Pengukuran
: Selasa, 1 Mei 2007 Pukul 10.05 – 10.55 WIB
•
Hasil Pengukuran
:
1. Faktor Kimia Rata-rata Kadar Terukur No. 1.
Parameter
( ρ : massa jenis)
Nitrogen dioksida
Satuan
42
(NO2)
mg
2.
Sulfur dioksida (SO2)
28
3.
Total partikel
4
m3
Tabel 4.1. Hasil pengukuran massa jenis polutan yang dibuang
2. Faktor Fisik No.
Parameter
Simbol
Hasil Pengukuran
Satuan
m
1.
Kecepatan aliran gas
vpc
16,26
2.
Suhu gas
Tpc
160
°Celcius
3.
Suhu udara
Tu
28 – 32
°Celcius
4.
Kecepatan angin*
u
1,6 – 2,9
5.
Arah angin
-
Timur Laut
m
det
det -
Tabel 4.2. Hasil pengukuran karakteristik fisik polutan dan kondisi meteorologis sekitar pabrik (*) Diukur pada ketinggian 10 meter
Dari hasil pengukuran di atas terlihat bahwa masukan untuk persamaan
Gaussian Plume Model dan persamaan Holland belum semua terpenuhi, yaitu laju emisi polutan atau aliran massa polutan yang dibuang per satuan waktu (Q) dan tekanan udara sekitar (Pa). Nilai Q dapat diperoleh dari aliran volume polutan yang dibuang per satuan waktu (V) yang dinyatakan dengan V = A v pc
(5.1)
56
BAB IV PENGOLAHAN DATA sedangkan V dapat dinyatakan dengan V =
Q
ρ
, sehingga diperoleh
Q = Aρ v pc
dengan A adalah luas penampang keluarnya polutan =
(5.2)
( )
1 π d 2 m2 . 4
Dari data pada Tabel 4.1, terlihat bahwa kadar partikel debu yang dibuang sangat kecil sehingga diasumsikan ukuran partikel debu sama dengan ukuran molekul-molekul gas. Selain itu, diasumsikan pula bahwa tidak ada reaksi kimia yang terjadi pada polutan selama berdispersi di udara yang dapat menyebabkan jumlah polutan berubah. Laju emisi polutan berdasarkan data adalah Q = QNO2 + QSO2 + Q partikel
(
= Av pc ρ NO2 + ρ SO2 + ρ partikel = 3,8 gr
)
det
Tekanan udara di atmosfer adalah fungsi dari ketinggian dari permukaan laut. Tekanan akan berkurang dengan bertambahnya ketinggian. Tekanan udara pada permukaan laut adalah 1013 milibar dan tekanan udara di atmosfer pada ketinggian tertentu dapat diperoleh dengan aproksimasi berikut:
Pa = 1013 ( 0,963)
a
(milibar )
(5.3)
dengan a adalah ketinggian dari permukaan laut per 1000 kaki atau 304,8 meter. Tekanan udara sebagai masukan pada persamaan Holland diukur pada tinggi fisik cerobong asap (h = 20 meter). Sementara itu, PT. KL terletak pada ketinggian 48 meter dari permukaan laut sehingga Pa akan dihitung pada ketinggian 68 meter. Perhitungan dengan (5.3) memberikan
Pa = 1013 ( 0,963)
68
304,8
= 1004,5 milibar
4.2 Lokasi Pengamatan Lokasi pengamatan yang dipilih untuk ditentukan konsentrasinya adalah pemukiman penduduk yang paling dekat dengan cerobong asap, pemukiman penduduk di selatan cerobong asap untuk mewakili kondisi di siang hari, dan pemukiman penduduk di sebelah utara cerobong asap untuk mewakili kondisi di malam hari.
57
BAB IV PENGOLAHAN DATA 4.2.1 Pemukiman Penduduk Terdekat dengan Cerobong Asap Kasus 1: Kondisi sebenarnya Misalkan pemukiman penduduk terdekat dengan cerobong asap disebut dengan Pemukiman 1. Jarak Pemukiman 1 (P1) dengan lokasi cerobong asap (O) adalah 140 m yang ditandai dengan garis merah seperti pada gambar berikut.
Gambar 4.3. Pemukiman penduduk terdekat dengan cerobong asap (1)
Keterangan: : sumbu-x positif (OX) : sumbu-y positif (OY) : garis yang menghubungkan cerobong asap dengan pemukiman penduduk (OP1 = 140 meter)
XOP1
: sudut antara OX dan OP1 (112°)
YOP1
: sudut antara OY dan OP1 (22°)
Pada saat pengukuran, angin bertiup ke arah timur laut sehingga sumbu-x positif berimpit dengan arah timur laut yang ditandai dengan garis biru dan sumbu-y positif berimpit dengan arah barat laut yang ditandai
58
BAB IV PENGOLAHAN DATA dengan garis hijau. Lokasi Pemukiman 1 yang dinyatakan dengan koordinat Cartesius adalah:
x
= OP1 cos ( XOP1 ) = 140 cos (112° ) = −52, 4 m
y
= OP1 cos (YOP1 ) = 140 cos ( 22° ) = 129,8 m
z
= 0 m (karena berada pada permukaan tanah)
Berdasarkan data pada Tabel 4.2, dipilih angin berkecepatan 2,2
m
bertiup ke arah timur laut saat intensitas radiasi sinar matahari
det
adalah sedang (kelas kestabilan B) dan suhu udara sekitar pabrik adalah 30°C. Data hasil penghitungan adalah:
σ y = 16,61 m
σ z = 12,91 m
uh = 2,44 m
det
uh: kecepatan angin pada tinggi fisik cerobong asap untuk menghitung plume rise
Besarnya plume rise akan dihitung dengan persamaan Briggs dan Holland. Tabel perbandingan hasil penghitungan dengan kedua persamaan tersebut adalah: Briggs
Holland
ΔH
33,35 m
41,52 m
H
53,35 m
61,52 m
uH
2,83 m
2,89 m
C
2,13.10-20 g
det m3
det
1,25.10-21 g
m3
uH: kecepatan angin pada tinggi efektif cerobong asap untuk menghitung konsentrasi polutan dengan Gaussian Plume Model
Dari tabel di atas terlihat bahwa konsentrasi polutan di Pemukiman 1 sangat kecil. Hal ini disebabkan oleh lokasi Pemukiman 1 yang berlawanan arah dan sangat jauh dari pergerakan polutan, yaitu sepanjang sumbu-x yang ditandai dengan garis biru pada Gambar 4.3. Oleh karena itu, konsentrasi polutan di Pemukiman 1 dapat diabaikan.
59
BAB IV PENGOLAHAN DATA Kasus 2: Arah angin dirubah Misalkan arah angin dirubah sehingga Pemukiman 1 berada pada kondisi terburuk, yaitu berada paling dekat dengan lintasan pergerakan polutan. Arah angin dirubah menjadi barat laut seperti pada gambar berikut.
Gambar 4.4. Pemukiman penduduk terdekat dengan cerobong asap (2)
Lokasi Pemukiman 1 dalam koordinat Cartesius adalah
x
= OP1 cos ( XOP1 ) = 140 cos ( 22° ) = 129,8 m
y
= OP1 cos (YOP1 ) = 140 cos ( 68° ) = 52, 4 m
z
=0m
Untuk angin yang bertiup ke barat laut, diperoleh
σ y = 40,5 m
σ z = 33,11 m
uh = 2,44 m
det
Tabel perbandingan hasil penghitungan dengan persamaan Briggs dan Holland adalah:
60
BAB IV PENGOLAHAN DATA Briggs
Holland
ΔH
61,02 m
41,52 m
H
81,02 m
61,52 m
uH
3,01 m
2,89 m
C
6,46.10-6 g
det m
3
det
2,39.10-5 g
m3
Nilai x yang berbeda memberikan koefisien dispersi yang berbeda pula. Dari tabel di atas terlihat bahwa plume rise dengan persamaan Briggs menjadi lebih besar karena x yang bertambah (plume rise versi Briggs adalah fungsi dari x). Hal ini menyebabkan tinggi efektif cerobong asap dan kecepatan angin pada H juga menjadi lebih besar. Untuk angin yang bertiup ke barat laut, konsentrasi polutan menjadi jauh lebih besar.
Kasus 3: Kelas kestabilan atmosfer dirubah Data kecepatan angin pada Tabel 4.2 menunjukkan bahwa kelas kestabilan atmosfer yang mungkin terjadi pada saat pengukuran adalah kelas A, B, atau C seperti pada Tabel 1.1. Pada dua kasus sebelumnya, konsentrasi polutan ditentukan pada kelas kestabilan B. Pada Kasus 3, akan dicoba kelas kestabilan C untuk kondisi yang sama dengan Kasus 2 kecuali angin bertiup dengan kecepatan 2,5
m
det
. Data hasil
penghitungan adalah:
σ y = 27,84 m
σ z = 25,96 m
uh = 2,87 m
det
Tabel perbandingan hasil penghitungan dengan persamaan Briggs dan Holland adalah: Briggs
Holland
ΔH
51,86 m
35,29 m
H uH
71,86 m
55,29 m
3,71 m
3,52 m
C
det
1,65.10-6 g
m3
det
8,.31-6 g
m3
61
BAB IV PENGOLAHAN DATA Dari tabel di atas, terlihat bahwa konsentrasi polutan menjadi lebih kecil pada kondisi atmosfer yang lebih stabil. Selanjutnya akan dilihat konsentrasi polutan di Pemukiman 1 pada malam hari untuk kondisi yang sama dengan Kasus 2 tetapi dengan kelas kestabilan F (perhatikan kembali Tabel 1.1) dan suhu udara sekitar pabrik adalah 25°C, karena suhu udara di malam hari relatif lebih kecil. Data hasil penghitungan adalah:
σ y = 13,92 m
σ z = 9,5 m
uh = 3,79 m
det
Tabel perbandingan hasil penghitungan dengan persamaan Briggs dan Holland adalah: Briggs
Holland
ΔH
39,8 m
27,28 m
H
59,8 m
47,28 m
uH
7,31 m
C
2,56.10-15 g
6,35 m
det m3
det
4,98.10-12 g
m3
Dengan suhu udara sekitar yang lebih kecil, selisih antara suhu polutan dan suhu udara sekitar menjadi lebih besar sehingga polutan akan bergerak naik lebih jauh atau plume rise lebih besar. Walaupun begitu, kondisi atmosfer yang lebih stabil memberikan plume rise, nilai koefisien dispersi, tinggi efektif cerobong asap, dan konsentrasi polutan yang lebih kecil. Walaupun penghitungan plume rise dengan persamaan Holland tidak memperhitungkan kelas kestabilan atmosfer, plume rise versi Holland tidak memberikan hasil yang sama untuk Kasus 2 dan Kasus 3. Hal ini dikarenakan konversi kecepatan angin dari ketinggian 10 meter ke tinggi fisik cerobong asap melibatkan kelas kestabilan atmosfer. Selain itu, kondisi atmosfer yang lebih stabil memberikan konversi kecepatan angin menjadi lebih besar dengan bertambahnya ketinggian. Hal ini terlihat dari tingginya kecepatan angin pada kelas kestabilan F walaupun tinggi efektif cerobong asap pada kelas ini lebih kecil daripada kelas kestabilan C.
62
BAB IV PENGOLAHAN DATA Kasus 4: Kecepatan angin dirubah Pada Kasus 4, angin dipilih bertiup dengan kecepatan 2,9 m
det
dan
kondisi lainnya sama dengan Kasus 2. Data hasil penghitungan adalah:
σ y = 40,5 m
σ z = 33,11 m
uh = 3,22 m
det
Tabel perbandingan hasil penghitungan dengan persamaan Briggs dan Holland adalah: Briggs
Holland
ΔH
46,29 m
31,5 m
H
66,29 m
51,5 m
uH
3,85 m
3,71 m
C
1,36.10-5 g
det m3
det
3,12.10-5 g
m3
Kecepatan angin yang lebih besar memberikan nilai koefisien dispersi tetap (jelas karena koefisien dispersi adalah fungsi dari x dan kelas kestabilan atmosfer). Sementara itu, plume rise menjadi lebih kecil karena angin yang lebih kencang akan lebih cepat membelokkan polutan yang bergerak naik setelah keluar dari cerobong asap. Dengan plume rise yang lebih kecil, pergerakan polutan akan lebih dekat dengan permukaan tanah sehingga konsentrasi polutan di pemukiman menjadi lebih besar.
Kasus 5: Suhu udara sekitar dirubah Pada Kasus 5, suhu udara sekitar dipilih sebesar
37°C dengan
kondisi lainnya sama dengan Kasus 2. Sebenarnya suhu udara tersebut tidak terdapat dalam data. Akan tetapi jika dipilih suhu seperti dalam data, kasus ini tidak akan memberikan hasil yang signifikan pada konsentrasi polutan. Data hasil penghitungan adalah:
σ y = 40,5 m
σ z = 33,11 m
uh = 2,44 m
det
Tabel perbandingan hasil penghitungan dengan persamaan Briggs dan Holland adalah:
63
BAB IV PENGOLAHAN DATA Briggs
Holland
ΔH
59,9 m
40,36 m
H uH
79,9 m
60,36 m
3m
2,88 m
C
det
7,03.10-6 g
m
3
det
2,56.10-5 g
m3
Suhu udara yang lebih besar memberikan nilai koefisien dispersi tetap (jelas karena koefisien dispersi adalah fungsi dari x dan kelas kestabilan atmosfer). Sementara itu, plume rise menjadi lebih kecil karena selisih antara suhu polutan dan suhu udara lebih kecil, dengan kata lain suhu udara yang lebih besar akan mengurangi efek suhu tinggi polutan saat keluar dari cerobong asap. Dengan plume rise yang lebih kecil, pergerakan polutan akan lebih dekat dengan permukaan tanah sehingga konsentrasi polutan di pemukiman menjadi lebih besar.
4.2.2 Pemukiman Penduduk di Sebelah Utara Cerobong Asap Misalkan pemukiman penduduk di sebelah utara cerobong asap disebut dengan Pemukiman 2. Pengamatan di Pemukiman 2 ini dilakukan untuk mewakili konsentrasi polutan di suatu pemukiman penduduk pada malam hari karena pada malam hari angin bertiup dari darat ke laut. Letak PT. KL sendiri cukup dekat dengan laut, kira-kira di sebelah selatan Laut Jawa. Selanjutnya akan dilihat konsentrasi polutan di Pemukiman 2 pada malam hari jika angin bertiup ke utara dengan kecepatan 3 g
m3
dan suhu udara
sekitar pabrik adalah 23°C dengan kondisi atmosfer pada kelas kestabilan F. Kecepatan angin yang tinggi dan suhu udara yang rendah diambil untuk mewakili kondisi meteorologis di malam hari. Jarak Pemukiman 2 (P2) dengan lokasi cerobong asap (O) adalah 416 m yang ditandai dengan garis merah seperti pada gambar berikut.
64
BAB IV PENGOLAHAN DATA
Gambar 4.5. Pemukiman penduduk di sebelah utara cerobong asap
Lokasi Pemukiman 2 dalam koordinat Cartesius adalah:
X
= OP2 cos ( XOP2 ) = 416 cos ( 0° ) = 416 m
Y
= OP2 cos (YOP2 ) = 416 cos ( 90° ) = 0 m
Z
=0m
Untuk kondisi meteorologis di atas, diperoleh
σ y = 42,37 m
σ z = 26,12 m
uh = 4,54 m
det
Tabel perbandingan hasil penghitungan dengan persamaan Briggs dan Holland adalah: Briggs
Holland
ΔH
72,46 m
22,91 m
H uH
92,46 m
42,91 m
C
11,39 m
det
1,81.10-7 g
m3
7,19 m
det
3,92.10-5 g
m3
65
BAB IV PENGOLAHAN DATA Perhatikan bahwa plume rise versi Briggs pada kasus ini sangat besar dibandingkan plume rise versi Holland. Hal ini dikarenakan Briggs memperhitungkan jarak sepanjang sumbu-x untuk menentukan plume rise, selain memperhitungkan kelas kestabilan atmosfer. Berbeda dengan Pemukiman 1, selisih antara plume rise versi Briggs dan Holland tidak terlalu besar karena jarak Pemukiman 1 dengan cerobong asap tidak sebesar Pemukiman 2. Sementara itu, konsentrasi polutan antara Briggs dan Holland memberikan hasil yang berlawanan jika dibandingkan dengan Kasus 2. Konsentrasi polutan dengan plume rise versi Briggs menjadi lebih kecil sementara dengan plume rise versi Holland konsentrasi menjadi lebih besar. Selanjutnya akan dilihat jika atmosfer berada dalam kelas kestabilan D. Data hasil penghitungan adalah:
σ y = 61,63 m
σ z = 54,91 m
uh = 3,56 m
det
Tabel perbandingan hasil penghitungan dengan persamaan Briggs dan Holland adalah: Briggs
Holland
ΔH
92,35 m
29,2 m
H
112,35 m
49,2 m
uH
5,49 m
4,47 m
C
7,98.10-6 g
det m3
det
5,33.10-5 g
m3
Pada kondisi atmosfer yang lebih stabil, plume rise akan lebih kecil karena pergolakan udara yang mendorong polutan untuk bergerak naik setelah keluar dari cerobong asap lebih sedikit. Selain itu, konversi kecepatan angin juga lebih besar. Akan tetapi, kedua hal tersebut tidak memberikan konsentrasi polutan yang lebih besar karena yang lebih penting adalah dengan pergolakan udara yang lebih sedikit, tingkat dispersi polutan lebih kecil atau koefisien dispersinya lebih kecil.
66
BAB IV PENGOLAHAN DATA 4.2.3 Pemukiman Penduduk di Sebelah Selatan Cerobong Asap Misalkan pemukiman penduduk di sebelah selatan cerobong asap disebut dengan Pemukiman 3. Pengamatan di Pemukiman 3 ini dilakukan untuk mewakili konsentrasi polutan di suatu pemukiman penduduk pada siang hari karena pada siang hari angin bertiup dari laut ke darat atau dari utara ke selatan. Akan dilihat konsentrasi polutan di Pemukiman 3 pada siang hari jika angin bertiup ke selatan dengan kecepatan 2,2 g
m3
dan suhu udara
sekitar pabrik adalah 30°C dengan kondisi atmosfer pada kelas kestabilan A. Perhatikan kasus ini tidak jauh berbeda dengan Kasus 2. Jarak Pemukiman 3 (P3) dengan lokasi cerobong asap (O) adalah 440 m yang ditandai dengan garis merah seperti pada gambar berikut.
Gambar 4.6. Pemukiman penduduk di sebelah selatan cerobong asap
Lokasi Pemukiman 3 dalam koordinat Cartesius adalah:
x
= OP3 cos ( XOP3 ) = 440 cos ( 0° ) = 440 m
y
= OP3 cos (YOP3 ) = 440 cos ( 90° ) = 0 m
z
=0m
67
BAB IV PENGOLAHAN DATA Untuk kondisi meteorologis di atas diperoleh
σ y = 129,84 m
σ z = 126,72 m
uh = 2,44 m
det
Tabel perbandingan hasil penghitungan dengan persamaan Briggs dan Holland adalah: Briggs
Holland
ΔH
137,68 m
41,52 m
H
157,68 m
61,52 m
uH
3,33 m
2,89 m
C
1,01.10-5 g
det m3
det
2,25.10-5 g
m3
Selanjutnya akan dilihat jika atmosfer berada dalam kelas kestabilan C. Data hasil penghitungan adalah:
σ y = 89,26 m
σ z = 88 m
uh = 2,53 m
det
Tabel perbandingan hasil penghitungan dengan persamaan Briggs dan Holland adalah: Briggs
Holland
ΔH
132,99 m
40,1 m
H
152,99 m
60,1 m
uH
3,8 m
3,15 m
C
8,9.10-6 g
det m
3
det
3,85.10-5 g
m3
Dari tabel di atas terlihat bahwa konsentrasi polutan dengan plume
rise versi Holland lebih besar pada kondisi atmosfer yang lebih stabil. Hal ini kontradiksi dengan pembahasan sebelumnya dan menunjukkan kelemahan persamaan Holland yang tidak memperhitungkan kelas kestabilan atmosfer dan lokasi pada sumbu-x. Kelemahan ini juga ditunjukkan oleh kasus berikut.
68
BAB IV PENGOLAHAN DATA 4.2.4 Perubahan Kondisi Topografi di Sekitar Cerobong Asap Pada ketiga pemukiman di atas, akan dilihat konsentrasi polutan jika dimisalkan daerah di sekitar cerobong asap adalah daerah rural. Pemukiman 1 Dengan kondisi yang serupa pada Kasus 2, diperoleh
σ y = 23,94 m
σ z = 13,20 m
uh = 2,39 m
det
Tabel perbandingan hasil penghitungan dengan persamaan Briggs dan Holland adalah Briggs
Holland
ΔH
62,3 m
42,39 m
H
82,3 m
62,39 m
uH
2,83 m
C
4,48.10-13 g
2,74 m
det m
3
det
1,79.10-9 g
m3
Dari tabel di atas terlihat bahwa konsentrasi polutan di daerah rural lebih kecil daripada konsentrasi polutan di daerah urban.
Pemukiman 2 Dengan kondisi yang serupa dengan Pemukiman 2 pada kelas kestabilan D, diperoleh data hasil penghitungan adalah
σ y = 30,4 m
σ z = 15,54 m
uh = 3,38 m
det
Tabel perbandingan hasil penghitungan dengan persamaan Briggs dan Holland adalah Briggs
Holland
ΔH
97,61 m
30,87 m
H
117,61 m
50,87 m
uH
4,56 m
3,96 m
C
2.10-16 g
det m3
det
3,03.10-6 g
m3
69
BAB IV PENGOLAHAN DATA Dari tabel di atas terlihat bahwa konsentrasi polutan di daerah rural lebih kecil daripada konsentrasi polutan di daerah urban.
Pemukiman 3 Dengan kondisi yang serupa dengan Pemukiman 3 pada kelas kestabilan A, diperoleh data hasil penghitungan adalah
σ y = 102,22 m
σ z = 89,09 m
uh = 2,37 m
det
Tabel perbandingan hasil penghitungan dengan persamaan Briggs dan Holland adalah Briggs
Holland
ΔH
141,55 m
42,68 m
H
161,55 m
62,68 m
uH
2,99 m
2,69 m
C
8,54.10-6 g
det m3
det
3,83.10-6 g
m3
Jika plume rise dihitung dengan persamaan Briggs, konsentrasi polutan semakin kecil tetapi jika dengan persamaan Holland konsentrasi polutan semakin besar. Seharusnya konsentrasi polutan pada daerah rural lebih kecil. Hal ini dikarenakan pergolakan udara di daerah urban lebih besar akibat tabrakan dengan bangunan-bangunan sehingga kondisi atmosfer menjadi lebih tidak stabil dibandingkan di daerah rural. Dengan kata lain, tingkat dispersi polutan di daerah rural lebih rendah sehingga nilai σ di daerah rural akan lebih kecil dan konsentrasi polutan pada daerah tersebut menjadi lebih kecil. Hal ini kontradiksi dengan konsentrasi polutan dengan plume rise versi Holland. Jadi kasus ini juga menunjukkan kelemahan persamaan Holland.
4.3
Perbandingan Persamaan Briggs dan Holland
Holland mempublikasikan persamaan untuk menentukan plume rise sekitar tahun 1940. Persamaan tersebut sederhana dan mudah digunakan sehingga telah banyak digunakan. Akan tetapi, Holland tidak memperhitungkan kestabilan 70
BAB IV PENGOLAHAN DATA atmosfer dan jarak sepanjang sumbu-x. Kestabilan atmosfer mempengaruhi sejauh mana polutan mampu bergerak naik setelah keluar dari cerobong asap. Untuk atmosfer yang stabil, polutan lebih leluasa bergerak naik sehingga lintasan pergerakan polutan akan semakin jauh dari permukaan tanah. Sementara itu, dengan semakin besar x maka polutan akan bergerak lebih tinggi lagi sebelum mencapai tinggi maksimumnya dan bergerak horizontal bersama angin. Seiring berjalannya waktu, Briggs mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi plume rise seperti yang dijelaskan pada Bab III. Mulai tahun 1969, Briggs mencoba mengajukan persamaan penentuan plume rise untuk menutupi kekurangan Holland dengan memperhitungkan kestabilan atmosfer dan jarak sepanjang sumbu-x. Setelah melalui serangkaian proses revisi, pada tahun 1972 Briggs mempublikasikan seperangkat persamaan penentuan plume rise yang lebih teliti. Persamaan ini lebih rumit dan akan lebih mudah digunakan dengan program komputer karena lebih banyak parameter yang diperhitungkan. Dari berbagai kasus penentuan konsentrasi sebelumnya, diperoleh bahwa persamaan Briggs dan Holland tidak memberikan plume rise yang sama. Pada berbagai kasus di Pemukiman 1 perbedaannya dapat mencapai 20 m. Hal ini dikarenakan kondisi yang dipilih pada pemukiman tersebut menyangkut kecepatan angin dan kelas kestabilan atmosfer. Sementara itu, di Pemukiman 2 dan Pemukiman 3 perbedaannya mencapai 70 m. Hal ini dikarenakan pemukiman tersebut berada jauh dari cerobong asap. Perbedaan plume rise versi Briggs dan Holland akan semakin signifikan untuk jarak yang semakin jauh dari cerobong asap dan untuk kondisi atmosfer yang lebih tidak stabil. Persamaan Holland memang lebih mudah digunakan tetapi lebih aman untuk jarak sepanjang sumbu-x yang dekat dengan cerobong asap dan pada kondisi atmosfer yang stabil. Sementara itu, persamaan Briggs dapat digunakan pada berbagai kasus tetapi lebih rumit dan memerlukan tingkat ketelitian yan tinggi sehingga akan lebih mudah digunakan jika dibuat dalam program komputer. Oleh karena itu, program penentuan konsentrasi yang dibuat dengan MATLAB akan menggunakan persamaan Briggs untuk menentukan
plume rise.
71
BAB IV PENGOLAHAN DATA 4.4
Konsentrasi Maksimum di Sepanjang Lokasi Pengamatan
Konsentrasi maksimum di sepanjang lintasan pergerakan polutan yang melewati Pemukiman 1 dengan angin yang bertiup ke barat laut, di Pemukiman 2, dan di Pemukiman 3 akan ditentukan dengan program penentuan konsentrasi. Selain itu, lokasi terjadinya konsentrasi maksimum juga dapat diketahui sehingga akan terlihat apakah ketiga lokasi pengamatan tersebut merasakan konsentrasi maksimum polutan hasil dispersi cerobong asap pabrik. Berikut adalah gambar tampilan program penentuan konsentrasi yang dibuat dengan GUI MATLAB tersebut.
Gambar 4.7. Tampilan program penentuan konsentrasi dengan GUI MATLAB
Cara penggunaan program tersebut adalah sebagai berikut. 1.
Pada panel ‘Kondisi Sekitar Pabrik dan Kestabilan Atmosfer’ pilih tipe daerah dan kelas kestabilan atmosfer pada lokasi pengamatan dengan memasukkan angka yang sesuai.
2.
Pada panel ‘Karakteristik Polutan’ masukkan massa jenis polutan (rho), kecepatan polutan (v_pc) dan suhu polutan (T_pc) saat keluar dari cerobong asap.
3.
Pada panel ‘Karakterisitik Cerobong’ masukkan tinggi fisik (h) dan diameter (d) cerobong asap. 72
BAB IV PENGOLAHAN DATA 4.
Pada panel ‘Karakteristik Atmosfer’ masukkan suhu udara sekitar (T_u) dan kecepatan angin (u).
5.
Pada panel ‘Lokasi’ masukkan jarak cerobong asap dengan lokasi pengamatan yang dipilih (Jarak), sudut antar sumbu-x dan garis yang menghubungkan cerobong asap dengan lokasi pengamatan (alpha), sudut antar sumbu-y dan garis yang menghubungkan cerobong asap dengan lokasi pengamatan (beta), dan ketinggian lokasi pengamatan dari permukaan tanah (z).
6.
Tekan tombol ‘Tentukan Lokasi’, kemudian akan muncul lokasi pengamatan dalam koordinat Cartesius.
7.
Tekan tombol ‘Hitung’, kemudian akan muncul besarnya plume rise (delta_h), tinggi efektif cerobong asap (H), koefisien dispersi pada sumbu-
y dan sumbu-z (Sigma_y dan Sigma_z), dan besarnya konsentrasi polutan di lokasi pengamatan tersebut. 8.
Untuk membuat grafik plume rise terhadap x (grafik sebelah kiri) dan konsentrasi polutan terhadap x (grafik sebelah kanan), masukkan titik akhir dan interval antar tiap titik kemudian tekan tombol ‘Plot’. Selain grafik, pada panel ‘Maksimum’ akan muncul konsentrasi maksimum dan lokasi terjadinya konsentrasi maksimum.
Selanjutnya akan dilihat konsentrasi maksimum polutan dan lokasi terjadinya konsentrasi maksimum sepanjang garis yang menghubungkan cerobong asap dan pemukiman penduduk di ketiga pemukiman penduduk yang dipilih. Kasus yang dipilih adalah kasus yang memberikan konsentrasi polutan yang paling besar, yaitu Kasus 4 untuk Pemukiman 1, kelas kestabilan D untuk Pemukiman 2, dan kelas kestabilan A untuk pemukiman 3.
73
BAB IV PENGOLAHAN DATA
Gambar 4.8. Grafik plume rise dan konsentrasi polutan terhadap x di Pemukiman 1 untuk Kasus 4
Selain digambarkan dengan grafik, program penentuan konsentrasi ini juga menentukan konsentrasi maksimum dan lokasi terjadinya konsentrasi maksimum sepanjang pergerakan polutan yang melalui Pemukiman 1, yaitu
Cmax = 1,36.10-5 g
m3
xmax = 150 m
Sementara itu, Pemukiman 1 terletak pada lokasi 129,8 m sepanjang lintasan pergerakan polutan. Jadi lokasi Pemukiman 1 cukup dekat dengan lokasi terjadinya konsentrasi maksimum dan akan merasakan pengaruh konsentrasi maksimum tersebut. Apalagi ditambah dengan kenaikan konsentrasi polutan yag cukup tajam seperti pada Gambar 4.8.
74
BAB IV PENGOLAHAN DATA
Gambar 4.9. Grafik plume rise dan konsentrasi polutan terhadap x di Pemukiman 2 untuk kelas kestabilan D
Konsentrasi maksimum dan lokasi terjadinya konsentrasi maksimum sepanjang lintasan pergerakan polutan yang melalui Pemukiman 2 adalah
Cmax = 8,25.10-6 g
m3
xmax = 350 m
Sementara itu, Pemukiman 2 terletak pada lokasi 416 m sepanjang lintasan pergerakan polutan yang cukup jauh dari lokasi terjadinya konsentrasi maksimum. Oleh karena itu, Pemukiman 2 tidak merasakan konsentrasi maksimum polutan tersebut. Perhatikan bahwa untuk kelas kestabilan D atau kondisi atmosfer yang netral, grafik konsentrasi polutan terhadap x akan mengalami penurunan kemudian akan bertambah lagi seperti pada Gambar 4.9. Akan tetapi secara umum, profil konsentrasi polutan sepanjang sumbu-x adalah seperti pada Gambar 3.10
75
BAB IV PENGOLAHAN DATA
Gambar 4.10. Grafik plume rise dan konsentrasi polutan terhadap x di Pemukiman 3 untuk kelas kestabilan A
Konsentrasi maksimum dan lokasi terjadinya konsentrasi maksimum sepanjang lintasan pergerakan polutan yang melalui Pemukiman 2 adalah
Cmax = 1,86.10-5 g
m3
xmax = 200 m
Sementara itu, Pemukiman 3 terletak pada lokasi 440 m sepanjang lintasan pergerakan polutan yang cukup jauh dari lokasi terjadinya konsentrasi maksimum. Oleh karena itu, Pemukiman 3 tidak merasakan konsentrasi maksimum polutan tersebut. Selanjutnya, akan ditentukan konsentrasi maksimum dan lokasi terjadinya konsentrasi maksimum sepanjang sumbu-x dengan metode seperti yang dijelaskan pada subbab 3.4 dengan (3.45) dan (3.46) untuk membandingkan dengan hasil di atas. (3.45) digunakan untuk memperoleh σ z sebagai fungsi dari
H, kemudian dari σ z dapat diperoleh x dan σ y . Selanjutnya konsentrasi maksimum polutan dapat diperoleh dengan (3.46). Pada Pemukiman 3 dengan kelas kestabilan D, diperoleh H = 49,2 m. Dengan metode di atas, diperoleh konsentrasi maksimum dan lokasi terjadinya konsentrasi maksimum sepanjang lintasan pergerakan polutan yang melalui Pemukiman 2 adalah
76
BAB IV PENGOLAHAN DATA Cmax = 1,78.10-6 g
m3
xmax = 258 m
Sementara itu pada Pemukiman 3 dengan kelas kestabilan A, diperoleh H = 61,52 m. Selanjutnya konsentrasi maksimum dan lokasi terjadinya konsentrasi maksimum sepanjang lintasan pergerakan polutan yang melalui Pemukiman 3 adalah
Cmax = 1,56.10-6 g
m3
xmax = 167 m
Perhatikan bahwa kedua hasil di atas menunjukkan suatu kontradiksi. Kedua hasil tersebut menunjukkan bahwa konsentrasi maksimum yang terjadi di sepanjang lintasan pergerakan polutan yang melalui Pemukiman 2 dan Pemukiman 3 justru lebih kecil dari konsentrasi polutan di Pemukiman 2 dan Pemukiman 3 dengan kelas stabilitas yang dipilih. Hal ini dapat terjadi akibat asumsi bahwa rasio σ y dan σ z adalah konstan, tidak dapat diterapkan pada kasus ini. Akan tetapi kontradiksi ini dapat pula terjadi akibat kelemahan persamaan Holland yang tidak memperhitungkan kelas stabilitas atmosfer dan jarak x untuk menentukan plume rise. Berbeda dengan penentuan konsentrasi maksimum dan lokasinya melalui program di atas yang memanfaatkan persamaan Briggs untuk menentukan plume rise. Jadi hal ini sekali lagi menunjukkan bahwa persamaan Briggs lebih ‘dapat dipercaya’.
77