BAB IV PENGOLAHAN DATA
IV.1 SOFTWARE BERNESE 5.0 Pengolahan data GPS High Rate dilakukan dengan menggunakan software ilmiah Bernese 5.0. Software Bernese dikembangkan oleh Astronomical Institute University of Berne Swiss, salah satu institusi yang bergerak dalam bidang pengembangan ilmu pengetahuan. Software ini bisa digunakan untuk berbagai macam keperluan, antara lain : •
Pengadaan jaringan kontrol.
•
Pemantauan fenomena geodinamika bumi.
•
Pemodelan serta pemetaan troposfer dan ionosfer di suatu wilayah.
•
Pemantauan penurunan bangunan-bangunan tinggi.
•
Penentuan pusat masa bumi.
•
Penentuan parameter rotasi bumi dan orbit satelit.
•
Dan berbagai aplikasi yang membutuhkan ketelitian tinggi lainnya.
Software Bernese versi 5.0 merupakan software Bernese generasi kelima yang dilengkapi
dengan
berbagai
kelebihan
dibanding
generasi-generasi
sebelumnya dalam hal kemudahan, kecepatan, serta algoritma dan pemodelan matematikanya. Di samping itu, tampilan Bernese 5.0 juga lebih baik. Dalam pengolahan data GPS menggunakan Bernese, data sudah dalam bentuk format RINEX (Receiver Indenpendent Exchange). Di dalam data format RINEX terdapat RINEX Observation files dan RINEX navigation files. Pada RINEX Observation files disimpan data pengamatan
fase dan data
pseudorange, sedangkan pada RINEX navigation files disimpan data-data orbit satelit. Data yang akan diolah dalam software Bernese adalah data
29
pengamatan fase dan pseudorange, sedangkan data navigation files tidak digunakan. Untuk mengganti informasi orbit satelit dari navigation files, maka
digunakan
GPS
data
precise
ephimeris
yang
didapatkan
dari
International GNSS Service (IGS) sebagai data yang memberikan informasi posisi orbit lebih teliti. Pada tugas akhir ini, data pengamatan stasiun IGS High-Rate titik JOG2 dan DGAR didapatkan dari CDDIS (The Crustal Dynamics Data Information System). Data pengamatan disimpan setiap 15 menit dalam satu RINEX, sehingga untuk mendapatkan data pengamatan yang lama perlu dilakukan penggabungan RINEK. Penggabungan tersebut dilakukan setiap 6 jam. Pada saat pengamatan, data yang didapatkan tidak terlepas dari kesalahan dan bias. Oleh karena itu diperlukan parameter-parameter untuk mengurangi kesalahan dan bias tersebut.
Parameter-parameter tersebut adalah parameter model Atmosfer (.ION), parameter Orbit (.ERP, .DCB, .PRE dan .IEP), dan informasi jam satelit yang kemudian akan digunakan sebagai acuan untuk mengkoreksi kesalahan jam.
IV. 2 PSEUDO KINEMATIK SOFTWARE BERNESE
Pada umumnya Pseudo Kinematik dikenal sebagai metode penentuan posisi GPS statik yang lama pengamatannya singkat untuk keperluan survey, namun Software Bernese membuat terminologi yang berbeda. Metode penentuan posisi Pseudo Kinematik Software Bernese merupakan metode yang digunakan untuk menentukan “solusi kinematik” dari pengamatan GPS dengan menggunakan data fase dan data code. Proses ini dilakukan secara double-difference, yaitu mengolah data dari 2 station koordinat, salah satu titik digunakan sebagai titik statik dan satunya lagi sebagai kinematik . Pada mode Bernese, salah satu solusi koordinat statik yang dihasilkan digunakan sebagai “patokan” untuk menentukan solusi koordinat
30
kinematik. Koordinat statik JOG2 yang digunakan adalah 7o 45’ 49.728417’’ LS, 110o 22’ 20.858984’’ BT dan tinggi 174.0773 m pada datum WGS 1984. Solusi koordinat kinematik yang didapat merupakan selisih koordinat dari koordinat statik .
Sebelum menentukan solusi koordinat kinematik terlebih dahulu dilakukan penentuan nilai parameter estimasi Ionosfer, Troposfer dan Ambiguitas fase secara statik. Setelah didapatkan nilai parameter estimasi kemudian dilakukan perhitungan koordinat tiap epok. Untuk pengolahan titik statik (receiver tidak bergerak), berarti solusi koordinat tidak berubah dalam beberapa meter. Mode ini tidak bisa bekerja dengan baik pada receiver yang bergerak cepat. Sama halnya dengan, tingkat ketelitian yang dihasilkan pada metode ini bergantung pada faktor-faktor umum seperti geometri satelit, jumlah satelit, kondisi ionosfer dll.
Metode tersebut banyak diaplikasikan pada pemantauan geodinamika bumi, pengamatan atmosfer, erupsi gunung api dll. Pada Tugas Akhir ini, metode Pseudo Kinematik digunakan untuk menentukan solusi koordinat kinematik stasiun GPS High-Rate Yogyakarta tiap epok. Berikut adalah program-program pengolahan Pseudo Kinematik pada Software Bernese 5.0 : •
RXBOV3
Mengkonversi data pengamatan (RINEX) pada format Bernese.
•
POLUPD
Mengkonversi data Informasi Orbit pada format Bernese.
•
PRETAB
Membuat Tabular Orbit dan File Jam Satelit
•
CODSPP
Proses Sinkronisasi Jam Satelit dengan jam Receiver
•
SNGDIF
Pembentukan Baseline antar titik GPS
•
MAUPRP
Penyaringan Cycle Clips
31
•
GPSEST
Pemeriksaan kualitas data dan penyimpanan residu.
•
REDISP
Melihat residu yang ada pada data.
•
RESRMS
Penyaringan Residu
•
SATMARK
Pembuangan Outliers
•
GPSEST
Membuat solusi ionosfer bebas.
• GPSEST •
GPSEST
Menentukan resolusi ambiguitas fase dengan metode Quasi Ionospher Free (QIF) “Solusi Kinematik”
Data yang diolah adalah data setiap 6 jam pengamatan, ini dilakukan karena keterbatasan software Bernese 5.0 dalam pengolahan jumlah epok. Pada Bernese 5.0 jumlah maksimal epok yang bisa disimpan adalah 30.000. Panjang Baseline kedua titik antara Diego Garcia (DGAR) dengan Yogyakarta (JOG2) adalah 4118.226558 Km yang didapatkan dari hasil program SNGDIF. Sebagai informasi, data dari stasiun GPS High-Rate Yogyakarta putus selama 1 jam, yaitu pada pukul 21.30.00 - 22.29.59 waktu UTC DoY 147.
Pengolahan data Rineks per 6 jam dilakukan untuk menentukan parameter-parameter estimasi seperti troposfir, ionosfer, ambiguitas fase dan penyaringan residu. Kemudian pada tahapan solusi koordinat kinematik tiap epok, observation windows memecah setiap 1 jam. Untuk tingkat ketelitian dari hasil pengolahan dapat dilihat secara lengkap pada lampiran C.
32
Berikut adalah contoh standar deviasi dari DoY 146.
Gambar 4.1 Standar Deviasi DoY 146
Pemecahan setiap 1 jam ini mengakibatkan tidak sinkronnya koordinat antar 1 jam atau bisa disebut dengan Jump/Loncatan. Setelah penggabungan koordinat setiap 1 jam, hasil koordinat setiap 6 jam tersebut kembali digabungkan setiap hari (per DoY). Jump kembali terjadi karena pemecahan nilai ambiguitas fase setiap 6 jam yang berbeda. Untuk itu diperlukan metode untuk menghilangkan jump setiap 6 jam dan 1 jam. Pada saat penggabungan jump, diasumsikan bahwa koordinat sebelumnya dianggap benar. Sebagai contoh, dalam penggabungan koordinat kinematik hasil pengolahan pada DoY 145 pukul 00.00.00-05.59.59 UTC, maka selisih antara detik ke 3600 dengan detik 3599 dijadikan nol (0), demikian seterusnya setiap kelipatan 1 jam. Begitu pula dengan penggabungan jump per 6 jam, namun nilai selisih yang dijadikan nol (0) adalah antara detik ke 21601 dengan detik ke 21600.
33
Berikut adalah persamaan yang digunakan :
Δut|t-1 = ut - ut-1
...................................... (1)
ΔÛ t|t-1 = 0 , t modulus 3600
...................................... (2)
ΔÛ t|t-1 = 0 , t modulus 21600
...................................... (3)
Ût = Ût-1 + ΔÛ t|t-1
...................................... (4)
Dengan :
t
: Waktu, dalam detik
ut
: Koordinat pada detik ke t
Δut|t-1
: Selisih koordinat antar detik
ΔÛt|t-1
: Selisih koordinat yang sudah dikoreksi
Ût
: Koordinat yang sudah dikoreksi
t modulus 3600
: Untuk penghilangan jump per 1 jam
t modulus 21600
: Untuk penghilangan jump per 6 jam
Gambar dibawah merupakan contoh dari penghilangan jump setiap 1 jam komponen Northing DoY 144 12.00.00-17.59.59 UTC dan penghilangan jump setiap 6 jam komponen Northing DoY 146 00.00.00-23.59.59 UTC.
34
Gambar 4.2 Contoh Penggabungan Jump 1 Jam Komponen Northing DoY 145
Gambar 4.3 Contoh Penggabungan Jump Per 6 Jam Komponen Northing Pada DoY 148
35
IV. 3 METODE FILTERING FINITE DIFFERENCE
Penggabungan koordinat kinematik setiap 6 jam setiap satu hari, setelah itu kemudian dilakukan filtering dengan metode Finite Difference. Metode ini sama dengan metode sebelumnya pada proses penghilangan jump tiap jam dan jump tiap 6 jam. Pada proses penggabungan Jump nilai yang ditentukan merupakan modulus dari indeks waktu, sedangkan pada Finite Difference ditetapkan sebuah Kosntanta (C) sebagai nilai selisih koordinat antar detik yang akan ‘dibuang’ atau dianggap outlier, nilai tersebut ditentukan dengan asumsi “bahwa tidak ada pergeseran lebih besar dari C” mengacu pada skala gempa Yogya yang ditimbulkan yakni 6,3 SR. [USGS, 2006]. Besar nilai konstanta yang digunakan adalah 20 cm.
Berikut adalah pesamaannya [Baker, 1995] :
Δut|t-1 = ut - ut-1
......................................Persamaan (5)
ΔÛ t|t-1 = Δut|t-1 , jika Δut|t-1 < C ......................................Persamaan (6) ΔÛ t|t-1 = 0,
jika Δut|t-1 > C ......................................Persamaan (7)
Ût = Ût-1 + ΔÛ t|t-1
......................................Persamaan (8)
Dengan :
t
: Waktu, dalam detik
ut
: Koordinat pada detik ke t
Δut|t-1
: Selisih koordinat antar detik
ΔÛt|t-1
: Selisih koordinat yang sudah dikoreksi
Ût
: Koordinat yang sudah dikoreksi
C
: Konstanta yang ditentukan (20 cm)
36
Gambar 3.4, 3.5, dan 3.6 merupakan
contoh proses Finite Difference ketiga
komponen Northing, Easting dan Up pada DoY 146.
Gambar 4.4 Proses Finite Difference Komponen Northing DoY 146
Gambar 4.5 Proses Finite Difference Komponen Easting DoY 146
37
Gambar 4.6 Proses Finite Difference Komponen Up DoY 146
Dari gambar dapat terlihat perbedaan sebaran titik antara grafik sebelum dan sesudah dilakukan Finite Difference. Sebaran titik-titik pada grafik sesudah proses filtering tersebut terlihat berkurang dibandingkan grafik yang sebelumnya, sebaran titik-titik tersebut adalah outlier yang dihilangkan pada proses Finite Difference. Perlu ditekankan disini bahwa outlier yang dihilangkan adalah selisih koordinat antar detik yang lebih besar dari 20 cm, hal ini berarti hanya pada batasan angka tersebut saja outlier yang dihilangkan. Akibatnya masih ada solusi koordinat sisa yang masih bercampur dengan outlier.
Dengan kata lain, selisih koordinat yang bernilai kurang dari 20 cm masih bisa dianggap benar. Hal ini dapat menyebakan perambatan kesalahan dan munculnya Jump yang seharusnya tidak terjadi. Sebagai contoh dapat dilihat pada gambar grafik DoY 145 (1 Hari sebelum gempa).
38
Gambar 4.7 Proses Finite Difference Komponen Northing DoY 145
Gambar 4.8 Proses Finite Difference Komponen Easting DoY 145
39
Gambar 4.9 Proses Finite Difference Komponen Up DoY 145
Pada DoY 145 terjadi Jump setelah proses filtering, ini dapat dilihat pada Komponen Northing dan komponen Up. Hal ini mucul karena masih adanya outlier yang tidak terdeteksi pada setiap selisih koordinat kurang dari 20 cm. Standar deviasi pengolahan dari DoY 145 dapat dilihat pada gambar 3.10.
Gambar 4.10 Standar Deviasi DoY 145
40