BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Sejak berdirinya Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Gorontalo hingga akhir tahun tujuh puluhan menempati gedung lama di Kelurahan Tenda Kotamadya Gorontalo yang menurut perkiraan dibangun pada tahun 1817/1818 oleh bangsa Portugis. Mengingat bahwa kondisi bangunan Lembaga Pemasyarakatan Gorontalo ini sudah tidak representatif lagi untuk dihuni oleh tahanannya maka Lembaga Pemasyarakatan ini dipindahkan ke Jl. Katamso No. 33 Kelurahan Donggala, Kecamatan Kota Selatan, Kota Gorontalo, dibangun pada tahun 1983 dan diresmikan pada tahun 1984 oleh Menteri Kehakiman Bapak Ali Said, SH dan hanya memiliki kapasitas 210 (dua ratus sepuluh) orang. Kemudian hal ini berdasarkan Keputusan Menteri Kehakiman RI Nomor : M. 01. PR. 07. 01 Tahun 1985 Lembaga Pemasyarakatan Gorontalo menjadi Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB. Pada waktu itu Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Gorontalo masih berada dibawah naungan Kantor Wilayah Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Provinsi Sulawesi Utara, namun sejak bulan Juli 2002 Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Gorontalo resmi berpisah dari Kantor Wilayah Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Provinsi Sulawesi Utara. Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Gorontalo kini mengalami perubahan klas sejak tanggal 31 Desember 2003 berdasarkan Surat Keputusan Menteri
30
Kehakiman dan Hak Asasi Manusia RI Nomor : M. 16. FR. 07. 03 Tahun 2003 menjadi Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA. Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Gorontalo memiliki wilayah hukum provinsi Gorontalo baik dari Pengadilan Negeri Limboto, Pengadilan Negeri Limboto Cab. Kwandang, dan Pengadilan Negeri Gorontalo. Dalam pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA yang terkait dengan
efektif
dan
layak
tidaknya
pembinaan
didalam
Lembaga
Pemasyarakatan Klas IIA Gorontalo yang secara idealnya sesuai dengan kondisi atau kapasitas bangunan khususnya blok-blok hunian narapidana pada Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA berkapasitas 210 (dua ratus sepuluh) orang. Setelah beberapa tahun berjalan Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Gorontalo mengalami perkembangan dan tepatnya pada tahun 2006 mengalami renovasi bangunan karena menyesuaikan isi penghuni yang semakin meningkat, maka Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Gorontalo yang awalnya hanya berkapasitas 210 orang meningkat menjadi kurang lebih 350 orang hingga sekarang. Warga binaan maupun tahanan ditempatkan dibeberapa blok yang terdiri dari : 1) Blok Narkoba terdiri dari 6 (enam) kamar yang dihuni oleh tahanan (titipan dari polisi, jaksa, hakim), dan narapidana. Blok Narkoba hanya dihuni oleh orang-orang yang terlibat dalam kasus narkoba itu sendiri.
31
Tidak dicampur baur dengan tahanan atau warga binaan lain. Yang masing-masing kamar dihuni 1 (satu) sampai 10 (sepuluh) orang. 2) Blok Tahanan Terdiri dari 10 (sepuluh) kamar. Yang masing-masing kamar dihuni 8 (delapan) sampai 12 (dua belas) orang. Dari 10 (sepuluh) kamar, ada 1 (satu) kamar yang dinamakan kamar orientasi atau kamar pengenalan lingkungan. Dimana kamar itu di isi oleh tahanan/warga binaan yang baru masuk di Lembaga Pemasyarakatan. 3) Blok Narapidana dibagi menjadi 3 (tiga) blok -
Blok Narapidana 10 (sepuluh) kamar
-
Blok BIII terdiri dari 8 (delapan) kamar
-
Blok BC terdiri dari 6 (enam) kamar
4) Blok Pengasingan (BP) mempunyai 3 kamar Blok pengasingan merupakan tempat bagi narapidana diasingkan oleh karena satu penyakit yang dapat menular bagi narapidana lainnya. 5) Blok Karantina Blok karantina merupakan tempat bagi warga binaan yang melakukan pelanggaran didalam Lapas. 6) Blok Wanita Blok Wanita merupakan tampat bagi tahanan maupun warga binaan wanita.
32
Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Gorontalo didalam membina warga binaan yang berada didalam Lembaga Pemasyarakatan tersebut ditunjang dengan bangunan yang ada dan kemudian sarana dan prasarana yang tentunya dapat menunjang kelancaran proses pembinaan kepada warga binaan itu sendiri. Sebagai tempat pembinaan, Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Gorontalo mempunyai fasilitas atau sarana dan prasarana sebagai penunjang pembinaan antara lain : 1) Gedung Kantor terdiri dari ruang Kalapas, ruang Ketatausahaan, ruangan Kasimin Kamtib, ruangan Kasi Giatja, ruangan K.P.L.P, ruangan Registrasi
dan
pembinaan
yang
merupakan
tempat
pelaksanaan
administrasi dan registrasi bagi tahanan yang baru masuk maupun warga binaan yang telah manyelesaikan masa hukumanya (bebas) . 2) Ruangan Pendidikan merupakan tempat pelaksanaan kegiatan belajar mengajar bagi warga binaan/anak didik.. 3) Ruangan Keterampilan merupakan tempat pembinaan kemandirian, dimana para warga binaan/anak didik diberikan program-program keterampilan kerajinan tangan industri rumah tangga, reparasi mesin, pertukangan, perbengkelan dan elektronika. 4) Blok-blok hunian terdiri dari : - Blok kamar tahanan pria yang berjumlah 10 kamar; - Blok kamar narapidana pria yang berjumlah 21 kamar; - Blok kamar tahanan/narapidana wanita yang berjumlah 6 kamar. 33
5) Ruangan serba guna merupakan tempat pertemuan/diadakan acara-acara seremonial didalam lingkungan pegawai Lembaga Pemasyarakatan. 6) Dapur/Gudang merupakan tempat pengolahan dan penyimpanan makanan bagi penghuni Lapas. 7) Masjid merupakan tempat beribadah warga binaan yang beragama Islam. 8) Gereja merupakan tempat beribadah warga binaan yang beragama Kristen. 9) Ruangan Perkunjungan merupakan tempat pertemuan antara penghuni Lapas dengan keluarga, kerabat dan teman. 10) Ruangan Poliklinik merupakan tempat pemeriksaan dan pengobatan bagi penghuni Lapas. 11) Warung Serba Ada merupakan tempat penjualan barang-barang kebutuhan sehari-hari yang disediakan bagi penghuni maupun pegawai Lapas. 12) Kebun merupakan tempat bagi para penghuni yang sudah diasimilasi untuk bekerja/mengolah lahan menjadi produktif dengan ditanami tanaman seperti jagung, pisang maupun beternak itik/unggas dan kolam ikan. 13) Lapangan Tenis. 14) Lapangan Bola Voli. 15) Lapangan Sepak Takrauw. Untuk
meningkatkan
sumber
daya
manusia,
petugas
Lembaga
Pemasyarakatan sebagai abdi negara dan abdi masyarakat wajib menghayati serta mengamalkan tugas-tugas pembinaan pemasyarakatan dengan penuh tanggung jawab. Untuk meningkatkan/melaksanakan kegiatan pembinaan
34
pemasyarakatan yang berdaya guna, tepat guna dan berhasil guna, petugas pemasyarakatan harus memiliki kemampuan profesional dan integritas, moral yang tinggi. Untuk itu petugas pemasyarakatan harus dibekali dengan berbagai kegiatan dan bentuk pelatihan-pelatihan, antara lain : 1) Diklat Kesamaptaan Diklat ini merupakan bentuk pelatihan kemiliteran yang bekerjasama dengan pihak Kepolisian dan TNI yang bertujuan untuk membentuk dan memperlengkapi pegawai Lembaga Pemasyarakatan dengan keterampilan. 2) Diklat Pendidikan Dasar Pemasyarakatan 3) Diklat Narkotika 4) Diklat Komputer, dan sebagainya Untuk menunjang pelaksanaan pembinaan kepada warga binaan di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Gorontalo maka hal ini sangat penting terasakan karena dengan kemampuan pendidikan yang dimilki oleh petugas Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Gorontalo dapat menciptakan suatu pembinaan yang efektif bagi warga binaan itu sendiri atau yang diharapkan dalam maksud dan tujuan pemasyarakatan bagi warga binaan.
35
STRUKTUR ORGANISASI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KELAS II A GORONTALO KALAPAS A. Ridar Sutaryanto,BC, IP. SH KASUBAG TATA USAHA Karman Saleh
KAUR KEPEGAWAIAN DAN KEUANGAN
KAUR UMUM Suharto S Hilipito
Zaitun Z. Tui
KASI BIMBINGAN NARA PIDANA DAN ANAK DIDIK
KASI KEGIATAN KERJA Hamid Siba
Herman Mulawarman, Amd.IP, S.sos
KASI ADMINISTRASI KEAMANAN DAN TATA TERTIB Ismail mustafa
KASUBSI REGISTRASI Hesti Paudi
KASUBSI BIMBINGAN KERJA DENGAN PENGELOLAAN ASIL KERJA
KASUBSI KEAMANAN Simon Rahim
Husin Nento
KASUBSI BIMBINGAN PEMASYARAKATAN DAN PERAWATAN
KASUBID SARANA KERJA Rahman Ma’ruf
KASUBSI PELAPORAN Ramli Yasin
Kasim Mohungo, S.sos
36
4.2 Faktor Penyebab Terjadinya Tindak Pidana Narkotika dan Psikotropika Narkotika merupakan salah satu obat-obatan yang sangat mempengaruhi fisik maupun mental bagi setiap orang yang menyalahgunakan barang tersebut. Sehingganya narkotika dilarang keras oleh pemerintah untuk di konsumsi secara bebas, karena akan berdampak negatif bagi si pengguna narkotika tersebut. Hal tersebut juga dijelaskan dalam Undang-Undang No 35 Tahun 2009 pada Pasal ayat 1 yang berbunyi Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintesis maupun semi sintesis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menhilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan kedalam golongan-golongan sebagaimana terlampir dalam Undang-undang ini1. Adapun yang menjadi beberapa dampak bagi pengguna narkotika antara lain: 1. Dampak Terhadap Fisik Pemakai narkoba mengalami kerusakan organ tubuh yang menjadi sakit sebagai langsung adanya narkoba dalam dara, misalnya kerusakan paru-paru, ginjal, hati, otak, jantung, usus, dang sebagainya. Pemakai narkoba juga dapat terkena penyakit infeksi, seperti hepatitis, HIV/AIDS, sfilis,dan sebagainya. Kuman atau virus masuk ke tubuh pemakai karena cara pemakaian narkoba. Adapun yang menjadi dampak terhadap fisik antara lain: 1
Undang-undang No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika. Pasal 1 ayat 1
37
Sakaw: Bila pemakaian narkoba dihentikan, yang bersangkutan akan mengalami sakaw. Sakaw itu rasanya sakit sekali. Bila tidak tertahankan, biasanya yang bersangkutan akan putus asa kemudian bunuh diri dan mati sia-sia. Kriminalitas: Bila tidak dapat menahan diri karena sakaw, pemakai narkoba kembali memakai narkoba. Selanjutnya, ia akan menjadi pemakai yang setia atau pecandu. Orang seperti ini seringkali menjadi penjahat yang berbahaya bagi masyarakat. Penjahat narkoba sering kali meninggal karna dibunuh oleh sesama pemakai., sindikat narkoba, tertembak oleh aparat karena melarikan diri saat ditangkap, atau dihukum mati oleh pengadilan. Overdosis: Pemakai narkoba yang setia suatu saat akan mengalami kelebihan dosis sehingga merasakan penderitaan luar biasa yang disebut overdosis. Penderitaan overdosis biasanya berakhir dengan kematian. Penyakit berbahaya: Penggunaan alat untuk memakai narkoba (alat suntik, silet, pisau, garpu, dan lain-lain) sering kali menyebabkan terjadinya penularan penyakit berbahaya yang mematikan (HIV/AIDS, hepatitis B/C, dan sifilis). Banyak pemakai narkoba yang hidupnya berakhir kematian akibat menderita hepatitis, AIDS, sfilis,dan lain-lain. Pengguna narkoba sering kali mendatangkan penyakit atau kerusakan pada organ tubuh (otak, jantung, hati, paru-paru, dan sebagainya) yang dapat mematikan. Narkoba mengotori dan meracuni organ tubuh sehingga tidak dapat berfungsi normal. Banyak pemakai narkoba meninggal akibat serangan jantung, stroke, gagal ginjal, dan lain-lain.
38
Salah tolong, mengakibatkan kematian: Tanda-tanda sakaw dan over dosis pada berbagai jenis narkoba sulit dibedakan. Apalagi kalau yang bersangkutan menggunakan berbagai jenis narkoba. Oleh karna itu, salah tolong tidak jarang terjadi. Akibatnya bisa fatal. Dikira sakaw, padahal over dosis. Bila di tolong sebagai sakaw, keadaannya malah bertambah parah sehingga menyebabkan kematian. 2. Dampak Terhadap Mental dan Moral Pemakaian narkoba menyebabkan kerusakan pada sel-sel otak, syaraf, pembulu darah, darah, tulang, dan seluruh jaringan pada tubuh manusia. Kerusakan jaringan itu kemudian menyebabkan kerusakan pada sel-sel organ tubuh, seperti otak, pembulu darah, jantung, paru-paru, hati, ginjal, usus, tulang, gigi, dan lain-lain. Kerusakan organ menyebabkan terjadinya gangguan fungsi organ yang dapat mendatangkan sters sehingga pelaku dapat mengalami kematian akibat serangan jantung, stroke, gagal ginjal, dan lainlain. Semua yang dialami penderita akibat penyakit seperti tersebut di atas mendatangkan perubahan sifat, sikap, dan perilaku. Pemakai narkoba berubah menjadi tertutup karena malu akan dirinya, takut mati, atau takut perbuatannya diketaui. Karena menyadari buruknya perbuatan yang ia lakukan. Sebagai akibat dari adanya 3 sifat jahat narkoba yang khas, pemakai narkoba beruba menjadi egois, eksklusif, paranoid (selalu curiga dan bermusuhan), jahat (psikosis), bakan tidak pedili orang lain (asosial). Karena tuntutan kebutuhan fisik tersebut, sangat banyak pemakai narkoba yang mental dan moralnya rusak. Banyak yang terjebak menjadi
39
pelacur, penipu, penjahat, bahkan pembunuh. Kejahatan itu tak jarang dilakukan terhadap saudara, bahkan ayah dan ibunya sendiri. Ditunjang oleh kondisi fisik yang semakin buruk dan lemah, pemakai narkoba akan berubah menjadi pemalas. Karena malas, ia tidak berkembang dan menjadi bodoh. Karena bodoh dan boros ia akan menjadi miskin. Orang miskin yang mempunyai kebutuhan mahal akan berubah menjadi jahat. Kalau saja pengguna narkoba itu cepat meninggal, mungkin akibatnya lebih ringan bagi masyarakat. Namun, karena sebelum meninggal ia menyalami perubahan mental dan moral, pengguna narkoba sungguhsungguh menjadi ancaman, penyakit, dan malapetaka bagi bangsa. 3. Dampak Terhadap Keluarga, Masyarakat, dan Bangsa Pemakai narkoba tidak hanya mengalami gangguan keseatan fisik karna kerusakan fungsi organ, tetapi juga karna datangnya penyakit menular. Selain itu, kerusakan yang tidak kala bahayanya adalah gangguan psikologis serta kerusakan mental dan moral. Bila kerusakan tatanan keidupan ini meluas ke seluruh pelosok negeri, pembangunan akan terhambat, kemiskinan meluas, kekacauan merata, dan kejahatan muncul di mana-mana. Jika demikian, sekeras apapun usaha kita membangun negara, kehancuran bangsa ini tinggal menunggu waktu saja.2 Adapun yang menjadi dampak terhadap keluarga, masyarakat, dan bangsa antara lain: Masalah psikologi: Bila seorang anggota keluarga terkena narkoba, berbagai masalah akan muncul dalam deluarga itu. Mula-mula yang timbul 2
Subagio Partodiharjo,kenali narkoba dan musuhi penyalah gunaannya.PT Gelora Aksara Pratama, 2010, hlm.31-34.
40
adalah masalah psikologis, yaitu gangguan keharmonisan rumah tangga yang karena munculnya rasa malu dari ayah, ibu, dan saudara-saudaranya kepada tetangga dan masyarakat. Masalah ekonomi/keuangan Masalah psikologi tadi kemudian meningkat menjadi masalah ekonomi. Banyak uang terbuang sia-sia anya untuk berobat dalam jangka waktu yang lama. Banyak uang dan barang yang hilang karena dicuri atau dijual oleh pengguna untuk membeli narkoba. Masalah kekerasan dan kriminalitas: Masalah ekonomi dapat meningkat lagi menjadi munculnya kekerasan dalam keluarga. Perkelahian, pemaksaan, penganiayaan, bahkan pembunuhan antara sesama anggota keluarga. Kejahatan tadi kemudian dapat menyebar ke tetangga, lalu ke masyarakat luas. Dimulai dari masalah narkoba, masalah-masalah lain yang lebih luas dan berbahaya, seperti kriminalitas, prostitusi, korupsi, kolusi, dan nepotisme, dan lain-lain. Bila kerusakan tatanan kehidupan ini meluas ke seluruh pelosok negeri, pembangunan akan terhambat, kemiskinan meluas, kekacauan merata, dan kejahatan muncul dimana-mana. Sedangkan psikotropika merupakan obat penenang bagi penderita penyakit autis dan psikotropika juga digunakan sebagai obat untuk orang yang dalam masa oprasi. Tetapi pada kenyataannya psikotropika sudah di salah gunakan oleh masyarakat, dalam artian masyarakat telah mengkonsumsi obat tersebut secara berlebihan (over dosis) atau tidak sesuai dengan anjuran dokter. Hal ini juga dijelaskan dalam Undang-undang No 5 tahun 1997 tentang psikotropika pada pasal 1 ayat 1 yang berbunyi psikotropika adalah
41
zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang berhasiat psikoaktif
yang berpengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang
menyebabkan perubahan khas pada aktifitas mental dan perilaku3. Dalam hal ini peneliti mewawancarai salah seorang responden dari BNNP Budi Kurniawan Kiayi4 menjelaskan bahwa psikotropika adalah tadinya pada tahun
1997 itu di pisahkan dari narkotika, karna narkotika lebih berbahaya dari psikotropika tetapi setelah melihat fakta di lapangan pengguna narkotika dan psikotropika sama bahayanya karna dua-duanya menimbulkan stimulus dan halusinasi dang unjung-ujungnya ketika keduanya tidak menggunakan akan menimbulkan depresi. Akhirnya sabu yang tadinya masuk dalam golongan narkotika ketika pada tahun 2009 telah digabung dengan narkotika golongan 1 yang telah diatur dalam Undang-Undang No 35 tahun 2009 tentang Narkotika. Berdasarkan penjelasan di atas narkotika dan psikotropika merupakan jenis obat-obatan yang dalam kadar tertentu dapat mempengaruhi tingkat kesadaran dan perilaku pengguna sehingganya dapat berpengaruh dan membahayakan baik si pengguna secara pribadi dan bahaya sosial. Soerdjono Dirdjosisworo5 bahwa bahaya dan akibat narkotika jika disalahgunakan dapat bersifat bahaya pribadi, bahaya narkotika bersifat pribadi dapat menimbulkan pengaruh dan efek-efek terhadap tubuh si pemakai dengan gejala-gejala sebagai berikut: 3 4
5
Undang-undang No. 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika. Pasal 1ayat 1 Budi Kurniawan Kiayi. Anggota BNNP Gorontalo, Wawancara. 23 september 2013
Djoko Prakoso, Bambang Riyadi dan Amir Muksin,Op.cit, hlm 475-476
42
a) Euphoris suatu rangsangan kegembiraan yang tidak sesuai dengan kenyataan dan kondisi badan si pemakai; b) Dellirium suatu keadaan dimana pemakai narkotika mengalami penurunan
kesadaran
dan
timbulnya
kegelisahan
yang
dapat
menimbulkan gangguan terhadap gerakan anggota tubuh si pemakai; c) Hellusinasi: suatu suatu keadaan dimana si pemakai mengalami “khayalan” seperti melihat, mendengar yang tidak ada kenyataannya; d) Weaknes: kelemahan yang dialami pisik atau psikhis atau keduaduanya. e) Drowsiness: kesadaran merosot seperti orang mabok kacau ingatan, mengantuk; f) Koma: keadaan si pemakai narkotika sampai pada puncak kemerosotan yang akhirnya dapat membawa kematian. Disamping efek-efek terhadap tubuh seperti gejala tersebut diatas maka bahaya tersebut adalah si penyalahgunaan narkotika yang lambat laun bila tidak mendapat perawatan yang layak akan sampai kepada titik koma (jadi disini ada efek ketagihan dan kehancuran). Bahaya penyalahgunaan narkotika terhadap masyarakat. Sebagaiman diketahui bahwa orang –orang yang kecanduan narkotika disaat ketagihan mengalami penderitaan yang hebat yang harus dipenuhi dengan cara bagaimanapun saja. Bagi orang yang berpenghasilan rendah maka korban narkotika itu akan terpaksa melakukan pencurian, penjambretan dan
43
kejahatan kriminal lainnya, sehingga dalam hal ini akan mengganggu ketentraman masyarakat. Penyalahgunaan obat narkotika selain menimbulkan akibat personality bagi seseorang juga akan menimbulkan akibat yang menyangkut persoalan hukum antara lain: Tidak dapat disangkal lagi bahwasanya bagi seorang pecandu narkotika itu membutuhkan dalam jumlah yang relatif banyak, sedangkan harga daripada narkotika
mahal,
lemah/berantakan
maka akan
bagi
mereka
menyebabkan
yang
keadaan
timbulnya
ekonominya
pengertian
dalam
mewujudkan tindan pidana. Hal ini disebabkan orang ketagihan narkotika harus bekerja sama dengan pelanggar ukum baik penjual, pengedar, pemilik dan lain-lain6. Adapun hasil data penulis yang di peroleh dari BNNP tentang jumlah dari pengguna narkotika dan psikotropika dari tahun-ketahun yaitu:
6
Ibid, hlm 476
44
Tabel 1
Data Pengguna Narkotika dan Psikotropika Tahun 2010-2013 JENIS
Narkotika
Psikotropika
1. 2. 3. 4. 1. 2. 3. 4.
Ganja Heroin Kokain Morfin Ekstasi Halcion Equanil Centrax
Jumlah
2010
2011
TAHUN 2012
10 orang
25 orang
45orang
20 orang
25 orang
14 orang
30 orang
18 orang
35 orang
39 orang
75 orang
38 orang
2013
Sumber BNNP Gorontalo Dari penjelasan tabel 1 di atas dapat disimpulkan bahwa jumlah pengguna Narkotika dan Psikotropika dari tahun 2010-2013 berubah-ubah. Adapun Jenis Narkotika yang sering di konsumsi oleh pengguna yaitu heroin, karena barang tersebut yang sering di perjual belikan oleh pengedar kepada si pengguna. Sedangkan jenis Psikotropika yang sering digunakan oleh pengguna yaitu ekstasi. Berdasarkan hasil wawancara penulis kepada warga binaan Narkotika dan Psikotropika, sebagian besar pengguna Narkotika dan Psikotropika tidak menyelesaikan pendidikan (putus sekolah) sebagian kecil dari mereka yaitu berpendidikan SMA dan ada yang pendidikan terahirnya strata 1 (S1).
45
Dari beberapa orang yang menjadi pengguna Narkotika dan Psikotropika berdasarkan jumlah tabel diatas sebagian besar pengguna Narkotika dan Psikotropika adalah laki-laki dan pengguna yang berjenis kelamin perempuan itu tidak terlalu banyak di bandingkan dengan pengguna yang berjenis kelamin laki-laki, sesuai data yang teliti oleh penulis di BBNP jumlah pengguna Narkotika dan Psikotropika di tahun 2013 yaitu laki-laki jumlahnya 33 orang sedangkan perempuan jumlahnya 5 orang. sehinggaya pengguna Narkotika dan Psikotropika lebih di dominasi oleh pengguna yang berjenis kelamin laki-laki. Disamping itu Adapun status ekonomi dari pengguna bersadaskan tabel di atas, ada pengguna yang status ekonominya lemah (tidak mampu), alasannya dengan menjalankan bisnis Narkotika dan Psikotropika akan mendapatkan keuntungan yang sangat besar dalam waktu sekejap, Ada juga pengguna yang status ekonominya tinggi, akan tetapi sebahagian besar pengguna berstatus ekonomi tinggi (mampu). Alasannya si pengguna dapat membeli barang tersebut berapapun harganya demi kesenangan sesaat. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti mengenai analisis kriminologi tentang narkotika dan psikotropika terdapat beberapa faktor penyebab terjadinya rindak pidana narkotika dan psikotropika diantaranya: Faktor penyebab yang ada didalam diri (internal) pelaku. a) faktor diri sendiri dalam hal ini terbagi atas dua yang pertama keluarga yang dalam kondisi sudah tidak sepaham (brocken home).
46
b) Faktor ekonomi, ketika pelaku berada dalam kondisi ekonomi lemah secara otomatis si pelaku akan mencari apasaja yang bisa mendapatkan keuntungan yang besar dalam waktu sekejap. c) lemahnya iman dari si pelaku dalam hal ini kurangnya pendidikan agama bagi si pelaku. Faktor penyebab yang ada di luar diri (eksternal) pelaku a) Faktor lingkungan (ikut-ikutan), dimana lingkungan sangat berpengaruh didalam penyalahgunaan narkotika dan psikotropika. b) faktor keluarga (bagi wanita), dalam hal ini si pengguna sering di perlakukan secara kasar oleh suaminya sehingganya jalan satusatunya
untuk
melampiaskan
amarahnya
si
pengguna
mengkonsumsi narkotika dan psikotropika. Adapun teori yang berkaitan dengan faktor penyebab si pelaku mengkonsumsi narkotika dan psikotropika adalah teori BONGER. BONGER
memberikan
definisi
kriminologi
sebagai
ilmu
pengetahuan yang bertujuan menyelidiki gejala kejahatan seluas-luasnya. Melalui definisi ini, Bonger lalu membagi kriminologi ini menjadi kriminologi murni yang mencakup: 1) Antropologi Kriminil Ialah ilmu pengetahuan tentang manusia yang jahat (somatis).
47
2) Sosiologi kriminil Ialah ilmu pengetahuan tentang kejahatan sebagai suatu gejala masyarakat. 3) Psikologi kriminil Ilmu pengetahuan tentang penjahat yang dilihat dari sudut jiwanya. 4) Psikopatologi dan Neuropatologi Kriminil Ialah ilmu tentang penjahat yang sakit jiwa atau urat syaraf. 5) Penelogi Ialah ilmu tentang tumbuh dan berkembangnya hukuman. Adapun yang menjadi hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti mengenai analisis kriminologi tentang narkotika dan psikotropika terdapat beberapa pendapat diantaranya: Rifendy Luawo7 berpendapat Narkotika dan Psikotropika adalah jenis obat-obatan yang dilarang oleh pemerintah untuk disalahgunakan karena merupakan suatu perbuatan yang melanggar hukum sehingganya bagi yang menggunakan narkotika tersebut akan mendapat sanksi pidana sesuai aturan yang berlaku. Sarton idrus8 berpendapat narkotika adalah zat adiktif dan obat terlarang yang bisa merugikan bagi si pengguna narkotika dan hal itu dilarang oleh
7 8
Rifendy Luawo. Narapida Lapas Kelas II A Gorontalo, Wawancara. 20 september 2013 Sarton idrus. Narapida Lapas Kelas II A Gorontalo, Wawancara. 20 september 2013
48
pemerintah
untuk
disalahgunakan
maupun
diedarkan
secara
bebas.
Berdasarkan penjelasan tersebut menurut peneliti narkotika dan psikotropika merupakan kejahatan yang melanggar hukum serta mendapatkan sanksi pidana dikarenakan dampak yang ditimbulkan dari kejahatan tersebut dimana dapat berpengaruh negatif terhadap si pengguna secara pribadi serta sosial dalam msyarakat. Berbicara soal tindakan kejahatan yang dilakukan dengan sengaja serta melawan hukum maka hal ini dapat ditinjau dari segi kriminologi. Hal ini dijelaskan oleh beberapa responden hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti diantaranya Budi Kurniawan Kiyai9 menjelaskann Kriminologi adalah Ilm u yang mempelajari tentang kejahatan serta bertujuan untuk mempelajari sebabsebab sehingga orang melakukan kejahatan dan dampak dari kejahatan itu sendiri. Abdulkarim Engahu10 menjelaskan kriminologi adalah suatu tindakan kejahatan yang didasari oleh sebab-sebab kejahatan itu terjadi dan dampak yang diakibatkan oleh kejahatan itu sendiri. Hal ini juga di kemukakan oleh beberapa ahli diantaranya Steven Hurwitz11 kriminologi sebagai bagian dari Criminal scince yang dengan penelitian empiriknya atau nyata berusaha untuk memberikan gambaran tentang faktor-faktor kriminalitas etimology of crime.
9
Budi Kurniawan Kiayi. Anggota BNNP Gorontalo, Wawancara. 23 september 2013 Abdulkarrim Engau. Anggota BNNP Gorontalo, Wawancara. 23 september 2013 11 Yesmil Anwar dan Adang. Kriminologi, Bandung, PT.Revika aditama. 2010, hlm 9 10
49
Wilham Sauer12 kriminologi merupakan ilmu pengetahuan tentang kejahatan yang dilakukan oleh indifidu dan bangsa-bangsa yang berbudaya. J.m.van bemmelen13 suatu ilmu yang mencari sebab-sebab dari kelakuankelakuan yang asusila. Hal yang sama juga dikemukakan oleh Soerjono Soekanto14 bahwa salah satu masalah struktural yang perlu di perhatikan dalam analisis kriminologi di Indonesia adalah masalah kemiskinan. Dalam kriminologi, keadaan ini seyogianya dianggap sangat penting karna kemiskinan merupakan bentuk bentuk kekerasan struktural dengan amat banyak korban. Kemiskinan bukan sekedar masalah budaya yang dapat dilihat dari sudut kebudayaan kemiskinan (the culture of proverty), seakan-akan bagian wajar dari proses budaya semata-mata, melainkan harus dilihat sebagai suatu proses pemelataran yang merupakan produk bekerjanya keputusan-keputusan dan jaringan-jaringan organisasi sosial, ekonomi, dan politik. Sehingganya dalam konsep kriminologi hal ter sebut mempengaruhi suatu tindakan kejahatan yang dilakukan oleh menusia. Adapun kajian tentang kriminologi dapat dilihat dari tiga aspek sosial diantaranya 4.2.1 Kejahatan dan masyarakat Perkembangan dan perubahan-perubahan
yang terjadi baik secara
institusional maupun intelektual dalam Kriminologi menunjukan terjadi perubahan-perubahan dielektis antara pengetahuan dan pemikirang dengan 12
ibid, hlm 9 ibid, hlm 9 14 Ibid, hlm 60 13
50
realitas
sosial,
serta
juga
tahap-tahap
pencapaian
hasil-hasil
yang
diantisipasikan dalam praktik sosial bidang ilmu pengetahuan ini. Kriminologi masa lalu beranjak dari pemahaman yang dangkal mengenai kejahatan, padahal kejahatan tak hanya bisa di tilik dari segi fenomenalnya saja, melainkan merupakan aspek yang tidak terpisah dari konteks politik, ekonomi dan sosial masyarakatnya, termasuk dinamika sejarah kondisikondisi yang melandasinya (yakni struktur-struktur sosial yang ditentukan secara historis). Kejahatan sebagai suatu gejala adalah selalu kejahatan dalam masyarakat (crime in society), dan merupakan bagian dari keseluruhan proses-proses sosial produk sejarah dan senantiasa terkait pada proses-proses ekonomi yang begitumempengaruhi hubungan antar manusia. Pemehaman kejahatan pada masa lampau seringkali kehilangan makna oleh karna meninggalkan konsep total masyarakat (the total concept of society). Perspektif
pemerataan keadilan dan kemakmuran dalam konteks
masyarakat membangun seperti Indonesia, harus dilandasan oleh suatui titik tolak dan landasan pengertian mengenai pembangunan yang bersendikan pengalaman langsung dari masyarakat Indonesia sendiri. 4.2.2 Kejahatan dan Ketidakadilan Sosial Kejahatan-kejahatan konvensional mulai surut dari perhatian mereka, dan digantikan oleh kejahatan-kejahatan
yang lebih menusuk akibatnya
terhadapmasyarakat; atau kejahatan-kejahatan konvesional dijelaskan dan
51
dianalisa dengan mengungkapkan keseluruhan hubungannya dengan kondisikondisi politis, ekonomi, dan sosial dalam masyarakat. Kejahatan-kejahatan utama yang patut memperoleh tekanan perhatian Kriminologi di negara-negara yang sedang membangun adalah kejahatankejahatan yang melembaga serta kejahatan-kejahatan struktural yang berkisar pada bentu-bentuk, pengebirian, pemerasan dan penindasan hak-hak dasar manusia baik sebagai perorangan maupun dalam ikatan kelompoknya. Hal ini juga dikemukakan oleh Bonger15 berpendapat bahwa kejahatan merupakan kejadian dari perbuatan amoral, oleh sebab itu perbuatan amoral adalah perbuatan anti sosial, namun demikian haruslah dilihat juga bentuk tingkahlakunya dan masyarakat, sebab perbuatan seseorang tidaklah sama dan satu perbuatan amoral belum tentu dapat dihukum. Dengan demikian, maka unyuk memperoleh pemahaman yang lebih dari sekedar pemahaman awam kejahatan, Kriminologi membutuhkan suatu pengamatan tajam dan mendalam mengenai masah-masalah struktural dalam masyarakat,
serta
dipendensi
kejahatan
atas
kekuatan-kekuatan
makrososiologis yang melatarbelakanginya. Salah satu masalah struktural yang perlu diperhatikan di dalam analisa Kriminologi di Indonesia adalah kemiskinan.
15
Ibid. hlm 319
52
4.2.3 Ketidakadilan Sosial dan Epidemi Kriminalitas Dalam studi para Kriminologi masa kini, diyakini bahwa kejahatankejahatan utama yang patut memperoleh tekanan perhatian Kriminologi di negara-negara yang sedang membangun adalah kejahatan-kejahatan struktural yang berkisar pada bentuk-bentuk, pengebirian, pemerasan, dan penindasan hak-hak dasar manusia, baik sebagai perorangan maupun dalam ikatan kelompoknya. Dengan demikian, maka untuk memperoleh pemahaman yang lebih dari sekedar pemahaman awam kejahatan, Krimunologi membutuhkan suatu pengamatan tajam dan mendalam mengenai masalah-masalah struktural dalam masyarakat, serta dependensi kejahatan atas kekuatan-kekuatan makrososiologis yang melatar belakanginya16. Selain beberapa aspek diatas kriminologi juga diklasifikasikan menjadi tiga kelompok oleh Williams dan Marilyn.17McShane adapun tiga kelompok tersebut adalah: 1. Teori abstrak atau teori makro (macrotheories). Pada asasnya, teori-teori dalam klasifikasi ini mendeskripsikan korelasi antara kejahatan dengan masyarakat. Termasuk kedalam macrotheoris ini adalah teori anomie dan teori konflik. 2. Tteori-teori mikro (microtheories) yang bersifet lebih kongkrit. Teori ini ingin menjawab mengapa seorang/kelompok orang dalam masyarakat melakukan
kejahatan
atau
menjadi
kriminal
(etiology
criminal).
Kongkretnya, teori-teori ini dapat bertendensi pada pendekatan psikologis 16 17
Ibid, hlm,57 Ibid, hlm,73
53
atau biologis. Termasuk dalam teori-teori ini adalah social control theory dan social learning theory. 3. Beidging Theories yang tidak termasuk kedalam kategori teori makro/mikro dan mendeskripsikan tentang struktur sosial dan bagaimana orang menjadi jahat. Namin kenyataannya, klasifikasi teori-teori ini kerap membahas epidemiologi yang menjelaskan rates of crime dan etiologi pelaku kejahatan. Termasuk kelompok ini adalah subculture theory dan differential theory. Berdasarkan beberapa penjelasan di atas mengenai analisis kriminologi tentang tindak pidana
narkotika dan psikotropika peneliti berkesimpulan
bahwa sebab-sebab yang mempengaruhi seseorang dalam suatu tindakan kriminal merupakan hal yang utama dalam pembahassan kriminologi itu sendiri, serta melihat seberapa besar faktot internal dan eksternal terhadap suatu tindakan penyalahgunaan narkotika dan psikotropika di indonesia. 4.3. Upaya Bagi Para Penegak Hukum Dalam Menyelesaikan Tindak Pidana
Narkotika Dan Psikotropika Kendala merupakan suatu faktor yang selalu dihadapi oleh penegak hukum. Penegak hukum dalam menjalankan perintah undang-undang tentunya di perhadapkan dengan masalah, baik yang bersifat internal maupun eksternal, kendala internal yaitu yang berasal dari dalam diri pelaku sedangkan kendala eksternal yaitu yang berasal dari luar diri pelaku. Kendala
54
internal maupun eksternal apabila dapat dihadapi akan memperoleh hasil yang sempurna. Adapun upaya-upaya yang dilakukan oleh BNN dalam menyelesaikan tindak pidana narkotika dan psikotropika antara lain: Upaya Prefentif a) Sosialisasi, dalam hal ini pihak BNN melakukan kegiatan sosialisasi yang melibatkan mahasiswa, siswa SMP dan siswa SMA, dan seluruh kariawan yang ada di tiap-tiap instansi. b) Iklan dalam hal ini pihak BNN melakukan pemasangan baliho tentang bahaya narkotika dan psikotropika, pembagian pin anti narkotika dan psikotropika ke masyarakat. Upaya Represif a) Proses hukum, dalam hal ini pihak BNN menyerahkan pelaku tindak pidana narkotika dan psikotropika ke pihak yang berwajib untuk di proses secara hukum. b) Rehabilitasi, pihak BNN akan merehabilitasi pengguna narkotika dan psikotropika sesuai tupoksi dari BNN. Ada pun yang menjadi tupoksi dari BNN yaitu menyusun dan melaksanakan kebijakan Nasoinal mengenai pencegahan, pemberantasan, penyalahgunaan gelap narkotika dan psikotropika.
55
Berdasarkan upaya dari BNN diatas dapat disimpulkan bahwa kinerja dari BNN yakni pencegahan, pemberantasan, penyalahgunaan gelap narkotika dan psikotropika sudah sesuai tupoksinya. Ada pun yang menjadi hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti mengenai kendala bagi penegak hukum dalam menyelesaikan tindak pidana narkotika dan psikotropika diantaranya: Budi Kurniawan Kyai18 berpendapat bahwa tindak pidana narkotika dan psikotropika termasuk dalam extra ordinary crime (kejahatan luar biasa) sehingganya penegak hukum harus melakukan penanganan khusus terhadap pelaku tindak pidana narkotika dan psikotropika. Dan adapun yang menjadi kendala bagi kami selaku penegak hukum dalam menyelesaikan tindak pidana narkotika dan psikotropika antara lain: 1. Belum ada kesadaran dari masyarakat untuk melapor ketika menemui pelaku yang sedang bertransaksi ataupun memakai, seharusnya ketika mereka melihat hal tersebut mereka segera melapor ke aparat setempat; 2. Dari pihak orang tua belum ada kesadaran untuk melapor bahwa anaknya adalah pengguna ataupun pengedar; 3. Sarana dan prasarana masih terbatas karena anggaran yang di gunakan oleh kami anggaran dari pemerintah, sedangkan pengedar menggunakan teknologi canggih yang sepuluh kali lipat lebih tinggi dari kami selaku
18
Budi Kurniawan Kiayi. Anggota BNNP Gorontalo, Wawancara. 27 november 2013
56
penegak hukum, sehingganya sarana prasarana sangat membantu dalam mengungkap kasus tindak pidana narkotika dan psikotropika.
57