46
BAB IV PEMBAHASAN
4.1
Mould Level Measuring System
Berthold LB 452 adalah suatu alat ukur radiasi yang memiliki sensitivitas yang tinggi. Alat ukur ini dilengkapi dengan sumber radioaktif yang dirancang khusus dengan bentuk geometri mould. Level baja cair didalam mould dideteksi melalui dinding mould tanpa menyentuh baja cair. Keluarannya berupa sinyal proporsi yang sebanding dengan ketinggian level baja cair. Prinsip pengukuran mold memanfaatkan proses absorsi radiasi Gamma yang menembus melalui baja cair dalam mould. Dalam pengukuran tersebut menggunakan beberapa komponen, yaitu : a) Rod Source b) Shielding c) Detektor dengan kabel dengan pipa pelindung d) Evaluation Unit castXpert LB 452 e) Terminal Box f) Jalur koneksi antara terminal box dengan LB 452
Gambar 4.1 : Konfigurasi Pengukuran
47
Hasil dari pengukuran didapatkan berdasarkan peredaman radiasi yang melintasi suatu zat.
I0 = Intensitas paparan radiasi I= radiasi yang tertangkap 𝜌= Massa jenis zat peredam π = koefisien absorsi (tergantung dari sumber radiasi yang digunakan ( Co-60 ))
Gambar 4.2 : Prinsip Pengukuran Panjang rod source / batang radiasi yang digunakan tergantung dengan geometri pengukuran serta konstruksi mould. Cakupan pengukuran ditentukan dengan perpotongan garis yang membentuk segitiga pada detektor. Biasanya, cakupan pengukuran berkisar antara 100 mm sampai dengan 250 mm ,semua ketidak linearan yang disebabkan oleh geometri pengukuran dikompensasi oleh fungsi non-linear yang sesuai oleh sumber radioaktif sehingga intensitas radiasi yang keluar dari detektor selalu linear dan sebanding dengan level mould yang sebenarnya. Oleh karena itu, tidak diperlukan linearisasi secara elektronik.
48
Gambar 4.3 : Cakupan Pengukuran Sumber radioaktif Co-60 dipergunakan pada alat ukur ini. Sumber radioaktif ini dikelilingi oleh logam dengan berbagai ukuran celah untuk menghasilkaan distribusi intensitas yang diperlukan. Benda ini kemudian dipasang didalam kapsul baja khusus yang diberikan “THE GERMAN FEDERAL INSTITUTE OF MATERIAL TESTING” dan selanjutnya dikirimkan ke PTB STANDARD OFFICE untuk dilegalisir. Sumber radioaktif Co-60 memiliki waktu penuh 5,3 tahun. Umumnya sumber radioaktif ini dirancang untuk pemakaian dalam jangka waktu kurang lebih 5 tahun. Dalam pengukuran level mold pada CCM SSP1, digunakan radiasi Gamma dari cobalt-60 dengan energy sebesar 1.17 atau 1.33 MeV dalam bentuk padat/metal seperti kawat. Detektor mengubah sinar Gamma yang tertangkap kedalam kedalam pulsa listrik. Banyaknya pulsa yang dihasilkan detektor berbanding lurus dengan intensitas paparan radiasi yang tertangkap. Konter yang dipakai menggunakan sebuah scintillator, dikarenakan cocok untuk radiasi gamma, dan sensitivitas yang tinggi dalam spesifikasi tertentu.
49
Gambar 4.4 : Prinsip Scintilator Pulsa yang dihasilkan oleh scintillator nantinya akan dikonversikan kedalam bentuk arus 4 – 20 mA sebagai sebuah masukan yang dapat dibaca oleh kontroller / PLC dengan besarnya range yang dapat diatur untuk menentukan tinggi minimum dan maksimum sebuah mold. Selain itu, berthold lb 452 juga memiliki fitur lain yang dapat dipakai untuk kalibrasi, relay, display dan input. Arus 4 – 20 mA ini yang nantinya akan memberikan informasi berapa ketinggian baja cair yang terdapat dalam mold. Tabel 4.1 : Koneksi berthold LB - 452
50
4.2
PLC System
Dalam proses percetakan baja pada mesin CCM, hampir setiap tugas / sub pekerjaan mempunyai PLC sendiri, seperti : ď‚·
Hydraulic – Con : Menangani masalah hidrolik
ď‚·
Safety PLC :Menangani persinyalan yang membutuhkan fail-safe
ď‚·
Drive – Con :Menangani mesin – mesin penggerak ( withdrawl, oscilator )
ď‚·
Spray – Con : Menangani spray baja pada saat dicetak
ď‚·
Level – Con : Menangani ketinggian baja pada mould
ď‚·
Dan lain – lain.
Masing – masing dari PLC tersebut saling terhubung dan terintegrasi menggunakan jaringan ethernet, sedangkan hubungan antara PLC dengan perangkan input/outputnya menggunakan perantara PROFIBUS.
Gambar 4.5 : Sistem Kontrol CCM Dengan saling terhubungnya masing-masing PLC serta pengalamatan pada tiap I/O, seluruh variabel – variabel pengukuran dan kondisi mesin dapat terpantau dengan cara tagging ( penamaan ) perangkat, yang nantinya akan ditampilkan kedalam sebuah
51
komputer yang berfungsi sebagai HMI ( Human Machine Interface ). Selain untuk memantau kondisi mesin, HMI juga digunakan untuk menjalankan mesin ( driver penggerak ) menentukan nilai set – point, serta mencatat hasil produksi dan status I/O tertentu selama perangkat dijalankan. 4.3
Actuator System
Dalam proses percetakan baja pada mould, banyaknya aliran baja cair diatur oleh stopper. Stopper ini digerakkan oleh propotionalvalve yang bergerak untuk menaikkan atau menurunkan stopper sesuai dengan setpoint yang dikehendaki. Telah kita ketahui bahwa dasar dalam elektronik ketika sebuah kumparan yang melewati inti kawat akan menimbulkan medan magnet. Apabila gaya ini diaplikasikan kepada armature ( torak ) akan menghasilkan sebuah pergerakan menuju init dari medan magnet tersebut, inilah dasar dari cara kerja solenoid valve. Pada solenoid konvensional, gaya tarik yang ditimbulkan berbanding lurus dengan jarak ( gap ) antara torak dengan penyangga, namun pada propotional solenoid telah didesain sedemikian rupa supaya gaya tarikan tetap konstan terhadap pergerakan.
Gambar 4.6 : Gaya Tarik Pada Torak
52
Gambar diatas menjelaskan bahwa apabila nila I konstan, maka gaya tarikan yang dihasilkanpun mendekati konstan sepanjang pergerakan. Oleh karena F α i F = k ii maka dinamakan propotional valve. Untuk memperoleh posisi torak tertentu pada pada saat pergerakan yang stabil, harus membutuhkan gaya penyeimbang yang sesuai dengan gaya magnet tersebut. Kita dapat memakai sebuah pegas sebagai penyeimbang gaya torak yang akan meredam gaya magnet dan mempertahankan posisi torak. Kenaikan arus berakibat pada kenaikan gaya torak yang akan menyebabkan ketidakseimbangan gaya pada pegas, dan memerlukan pengaturan ulang gaya pegas tersebut. Untuk mendapatkan gaya pegas yang sesuai dengan gaya torak, propotional valve dilengkapi feedback yang dapat menunjukkan dimana posisi torak tersebut, sehingga didapatkan nilai yang linier antara torak, gaya pegas serta posisi pergerakat torak tersebut. Feedback dapat berupa variabel resistor yang nilainya berubah seiring pergerakan torak tersebut, mengirimkan sinyal berupa tegangan untuk selanjutnya mengatur gaya pegas agar sesuai dengan gaya magnet ada posisi yang diinginkan.
Gambar 4.7 : Konfigurasi propotional valve dengan pegas penyeimbang dan feedback
53
Feedback berupa tegangan ± 10 V inilah yang nantinya akan dimasukkan ke sistem kontrol pada mesin CCM untuk menandakan bahwa setpoint pergerakan posisi stopper sudah terpenuhi. Tabel 4.2 : Spesifikasi actuator & mould
54
4.4
Safety Logic
Sistem safety pada sebuah proses kendali telah menjadi acuan dan kebutuhan sebagai persyaratan dalam “Electrical Standard for Industrial Machinery” ( NFPA79 ) sesi 9.6.3 yang menyatakan bahwa stop pada katagori 0 harus hanya menggunakan hardwired komponen electro-mechanical dan tidak tergantung oleh komponen elektronik ( perangkat lunak maupun perangkat keras ) atau sebuah sinyal perintah yang ditransmisikan melalui komunikasi jaringan. Meskipun persyaratan ini telah ditetapkan untuk rangkaian emergency stop, dewasa ini sistem rangkaian hard-wired telah tergantikan oleh sistem safetyPLC maupun PLC standar yang bekerja secara redudant ( bergantian ).
Gambar 4.8 : Kebutuhan Sistem Pengamanan
Pada Continous Casting Machine SSP1 digunakan Safety PLC sebagai kendali stop katagori 0 serta perintah yang mencakup masukan dan keluaran presisi tinggi dan membutuhkan fail-safe untuk mengatasi keadaan – keadaan yang terjadi diluar proses kendali mesin tersebut. Konstruksi dari safety PLC mempunyai berbagai komponen yang mendukung kinerja dari sistem tersebut, seperti redudant processor dan pembacaan input yang lebih sensitif. Safety PLC selalu dituntut untuk mempunyai kehandalan yang tinggi selama beroperasi.
55
Gambar 4.9 : Perbedaan Arsitektur PLC
Pada pengoperasian mesin CCM, sinyal -
sinyal terbagi untuk diproses melalui
standard PLC dan safety PLC. Untuk pengoperasian yang membutuhkan kehandalan, fail-safe serta kecepatan dalam memproses suatu kondisi digunakan safety PLC.
56
Gambar 4.10 : Contoh Penggunaan Safety PLC Terlihat pada gambar, apabila prekondisi untuk menggerakkan tundish telah terpenuhi, safety PLC akan mengeluarkan output yang menyalakan relay, dimana relay tersebut memberi catu daya kesistem yang berhubungan dengan tundish.
57
4.5
Sistem Kendali Level Baja Cair
Sistem pengendalian level baja cair pada CCM menggunakan sistem closed loop yang mengendalikan aliran baja cair dari tundish kedalam mould untuk menjaga level baja agar tetap pada posisinya sehingga dapat memenuhi kebutuhan mold sesuai dengan setpoint pada saat proses awal casting maupun pada saat casting berlangsung. Dalam kasus ini, yang bertindak sebagai input adalah berthold 452 sebagai pengukur ketinggian baja cair, lalu dengan tambahan informasi dari feedback akan
masuk kepada kontroller berupa PLC S7-400 untuk memberi perintah
kepada aktuator berdasarkan banyaknya Error dan perhitungan Propotional, Integral dan Derrifative ( PID ). Pada saat proses berjalan secara otomatis, laju dari aktuator stopper akan naik turun berdasarkan kebutuhan mold.
Gambar 4.11 : Sistem Kendali Level Mould Pengendalian menggunakan PID selama ini merupakan sebuah cara yang umum digunakan dalam sistem kendali yang menggunakan umpan balik / feedback. Pergerakan dari aktuator untuk menggerakkan stopper dikendalikan berdasarkan parameter Propotional, Intergral danderifative, agar didapat kecepatan dan kestabilan respon yang terbaik.
58
Gambar 4.12 : Kontrol PID Nilai propotional atau biasa disebut dengan gain, berperan dalam menentukan besarnya sinyal keluaran terhadap adanya perubahan sinyal masukan. Dalam hal ini, apabila nilai propotional besar, maka pergerakan stopper juga akan besar berbanding lurus dengan nilai feedback dan masukan, namun apabila nilai ini terlalu besar dapat menyebabkan ketidakstabilan dalam sistem.
Gambar 4.13 : Hubungan Antara Nilai P dan Waktu Variabel integral ( reset / perubahan ) menentukan seberapa cepat nilai keluaran yang diberikan berdasarkan adanya nilai penyimpangan terhadap set-point dan
59
waktu. Dalam hal ini, apabila semakin kecil nilai I, maka semakin cepat pula kontrol respon sistem mesin CCM terhadap perubahan sinyal masukan dan waktu. Fungsi derifativemempunyai peran untuk memprediksi dan mengantisipasi kesalahan yang akan terjadi pada waktu mendatang, dengan menggunakan nilai derifative yang tepat, maka akan berdampak pada menurunnya osilasi pada sistem.
Gambar 4.14 :Formula dan Perbandingan kurva PID Dapat kita lihat ada kurva diatas mempunyai fungsi P ( s ) = 1 / ( s + 1 )3, kendali propotional pada kurva kiri, kendali PI pada kurva tengah dan PID . Parameter yang dipakai dalammesin CCM ini ini hanya dapat hanya dapat dirubah dan dilihat didalam sebuah blok dalam program PLC.Ketinggian level moulddipengaruhi oleh posisi stroke aktuator sebagai tempat masuknya baja cair serta casting speed, sebagai keluaran baja yang telah dicetak dalam mold dan ditarik oleh withdrawl drives. Semakin cepat proses penarikan baja ini semakin besar pula laju aliran baja cair yang dibutuhkan.
60
Setpoint casting speed ini serta nilai feedback berupa posisi aktuator stopper dan ketinggian level mould dapat diberikan dan dipantau melalui komputer HMI operator yang terdapat dalam ruang kendali.
Gambe 4.15 : Tampilan Setpoint dan Feedback Sebelum proses casting dimulai, terdapat beberapa kondisi yang harus terpenuhi sebagai persyaratan agar dapat casting, yaitu : ď‚·
Tundish berada di area casting
ď‚·
Level mould berada antara nilai ambang batas minimal dan maksimal
ď‚·
Indikasi bahwa pengukuran mould berjalan
ď‚·
Adanya koneksi ( pulsa adanya sambungan ) dengan PLC
ď‚·
Sistem elektrikal berjalan
ď‚·
Sistem hidrolik berjalan
ď‚·
Terdapat feedback posisi actuator
61
Proses casting dimulai ketika level mould sudah memasuki nilai setpoint, setelah itu, setpoint
ketinggian level mould akan berubah secara berdasarkan nilai setpoint
casting speed.
Gambar 4.16 : Garis waktu saat proses casting Pada saat kendali stopper pada posisi otomatis, pergerakan propotionalvalve diatur berdasarkan variabel PID yang sudah diperhitungkan agar mencapai kestabilan dan kecepatan sistem sesuai yang diinginkan. Proses casting dapat dimulai melalui beberapa tahap.
62
Gambar 4.17 : Tahapan saat casting T1 :
Prekondisi untuk dimulainya proses casting terpenuhi Terindikasi dengan berkedipnya lampu pada panel operasi dan di HMI
T2 :
Tahapan casting dimulai oleh operator
T3 :
Tahapan memulai casting secara otomatis ( PID Control ) Kendali PID telah aktif dan ketinggian mold diatur oleh PLC
T5 :
Proses casting otomatis dimulai
Gambar 4.18 : Tampilan HMI saat proses casting
63
4.6
Pemrograman PLC Siemens S7
Untuk memprogram PLC somatic S7-300, terlebih dahulu harus menyusun rack yang terdiri modul-modul yang dibutuhkan dan selalu diawali dengan modul catu daya dan modul CPU pada sebelah kiri dengan penghubung antar modul berupa konektor yang tersedia dibawah mmodul.
Gambar 4.19 : Susunan Modul Simatic S7-300 Keterangan modul-modul yang terdapat pada gambar 4.9, yaitu : 1.
Power supply PS305 type 6ES7307-1EA00-0AA0
2.
Central Processing Unit CPU 315 V2.0.11 type 6ES7315-2AG10-0AB0
3.
Digital input module DI32xDC24V type 6ES321-1BL00-0AB0
4.
Digital input module DI32xDC24V type 6ES321-1BL00-0AB0
5.
Digital output module DO32xDC24V/0.5A type 6ES322-1BL00-0AB0
6.
Communication Processor CP343-1 type 6GK7343-1EX30-0XE0
7.
Interface module ET200M type 6ES7153-1AA03-0XB0
8.
Analog input module AI8x12Bit type 6ES7331-7NF00-0AB0
9.
Analog output module AI8x12Bit type 6ES7332-5HD01-0AB0
64
Setelah modul tersebut tersusun dan dan tiap tiap modul diberi tegangan masukan 24 VDC dari catu daya, kita hidupkan power supply tersebut dan hubungkan konektor MPI pada modul CPU dengan komputer menggunakan kabel PC adapter MPI to USB.
1 PC
2 STEP 7
3 PC Adapter
4 SIMATIC S7- 300
Gambar 4.20 : Hubungan Antar Perangkat Setelah hardware telah terkonfigurasi, selanjutnya adalah masuk kedalam tahap pemrograman step7, dimulai dari membuka aplikasi dan membuat program baru.
65
Gambar 4.21 : Tampilan saat membuat proyek Setelah proyek telah terbuka, kita mengatur jalur komunikasi antara PLC dengan komputer yang digunakan, dalam hal ini yang digunakan adalah PC Adapter ( MPI )
Gambar 4.22 : Konfigurasi komunikasi Setelah itu, melakukan konfigurasi hardware sesuai dengan perangkat yang telah tersusun, kemudian download konfigurasi tersebut kedalam PLC.
Gambar 4.23: Konfigurasi Modul Setelah konfigurasi hardware dan komunikasi telah selesai, kita dapat mengisi program untuk dieksekusi PLC. Program yang dibuat harus dipanggil atau masuk
66
dalam cycle excecution dari PLC tersebut. Dalam kasus ini dipakai Organization Block 1 (OB1) yang berfungsi untuk membaca kondisi dan mengeksekusi program dan dalam tiap kurun waktu 1 detik.
Gambar 4.24 : Pembuatan Organization Block Pada OB1, dimasukkan sebuah blok sebagai kendali PID yang sudah disediakan pada aplikasi step7 dengan nama ”CONT_C” atau FB 41 yang terdapat pada standard library.
67
Gambar 4.25 : Konfigurasi FB 41 Parameter yang digunakan untuk simulasi yaitu : CYCLE : siklus waktu eksekusi blok. SP_INT : setpoint pada analog input ( dalam format REAL ). PV_PER : nilai aktual yang terima pada analog input. LMN_PER : variabel yang telah dimanipulasi pada analog output. Parameter yang berhubungan dengan I/O diisi dengan alamat masukan / keluaran yang aka dipakai, misalnya untuk PV_PER = PIW 256 dan LMN_PER = PQW 258, serta untuk cycle time dapat diisi T#1s ( 1 detik ). Parameter tersebut secara otomatis akan tertulis pada datablok yang digunakan pada Function Block tersebut, yang digunakan dalam kasus ini menggunakan DB2. Setelah parameter di compile dan download, sinyal keluaran, nilai P, I dan D dapat disimulasikan menggunakan aplikasi PID Control Parameter Assigment.
Gambar 4.26 : Aplikasi simulasi PID Langkah berikutnya yaitu membuka datablok dalam Online mode yang telah terisi oleh parameter untuk kemudian dipantau dan dimanipulasi variabel – variabel yang diperlukan.
68
Gambar 4.27 : Membuka datablock Nilai – nilai yang kita masukkan pada aplikasi ini akan tertulis pada FB 41 setelah melakukan proses download. Alamat yang dipakai yaitu, SP_INT = PIW 262, PV_PER = PIW 260 dan LMN_PER = PQW 260, dengan parameter P = 2 dan I = 20s
Gambar 4.28 : Tampilan Simulasi
69
4.7
Hasil pengujian PID
Pada awal pengetesan, dimasukkan nilai setpointsebesar 16.059 , nilai process value 0.00, maka kurva output akan bergerak naik secara signifikan.
Gambar 4.29: Kurva Error positif Ketika nilai process value kita beri nilai sebesar 18.084, nilai keluaran akan turun secara perlahan, dikarenakan Error tidak terlalu jauh.
Gambar 4.30 : Kondisi Error negatif Apabila kita berikan nilai setpoint dan process value dengan nilai yang sama, maka nilai keluaran akan stagnan mempertahankan posisinya.