Bab IV Pembahasan
IV.1 Rancangan alat Asap cair dari tempurung kelapa dibuat dengan teknik pirolisis, yaitu dekomposisi secara kimia bahan organik melalui proses pemanasan tanpa atau sedikit oksigen atau reagen lainnya. Alat yang digunakan untuk membuat asap cair diberi nama pirolisator yang terdiri dari pemanas, tangki pemanas, pipa penyalur asap, tangki kondensor dan penampung. Rangkaian alat pirolisator sederhana yang digunakan dalam membuat asap cair dari tempurung kelapa terlihat pada Gambar IV.1
3
4
2
1 5
Gambar IV 1 alat pirolisator sederhana Pemanas yang digunakan adalah kompor minyak tanah kapasitas 5 liter, kompor disimpan dibawah drum (no.1). Kompor minyak tanah menggunakan pompa
31
untuk mengatur nyala api, umumnya kompor ini dinamakan dengan kompor semawar. Tangki pemanas menggunakan drum (no.2) yang tertutup rapat, pipa penyalur asap menggunakan pipa stainless berdiameter 0,5 inci (no.3), sedangkan tangki kondensor menggunakan ember plastik (no.4). Di dalam ember terdiri dari pipa spiral yang disambung dengan pipa plastik dan direndam dalam air. Ujung pipa dalam kondensor disambung kembali dengan selang plastik, dan ujung selang dimasukkan ke dalam botol penampung (no.5).
IV.2 Pembuatan asap cair Pada pembuatan asap cair dengan metode pirolisis, api tidak langsung kontak dengan tempurung kelapa. Walau tak langsung menyentuh api, tempurung kelapa dalam drum memanas dan mengeluarkan asap. Karena drum tertutup rapat, asap terperangkap dalam drum, lama kelamaan asap dalam drum semakin tebal, akibatnya asap terdorong ke pipa penyalur asap. Asap terus mengalir menuju pipa spiral yang ada dalam kondensor yang telah diisi air, asap dalam bentuk gas berubah wujud menjadi cair. Cairan asap dialirkan ke bagian bawah ember (kondensor) yang telah diberi lubang dan ditampung. Asap cair yang dihasilkan berwarna coklat dan masih tercium bau asap, dan gambar asap cair yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar IV.2
1. Asap cair sebelum dekantasi 2. Asap cair setelah dekantasi
1
2
Gambar IV 2 Asap cair hasil pirolisis Asap cair hasil pirolisis langsung, berwarna coklat dan masih mengandung tar. Setelah disimpan selama dua minggu, tar mengendap. Hasil dekantasinya dapat
32
dilihat pada Gambar IV.2
no.2, dan tar selain mengendap, menempel pada
dinding plastik (Gambar IV.2 no.1). Asap cair baru dihasilkan pada menit ke-10, setelah nyala api menjadi berwarna biru. Pengaturan nyala api dilakukan di luar dengan cara dipompa. Setelah nyala api dari kompor berwarna biru, kompor minyak tanah disimpan di bawah drum dan pada saat itu perhitungan waktu dimulai. Sebelum asap mencair, pada botol penampung terlebih dahulu dihasilkan asap putih, seperti terlihat pada Gambar IV.3 berikut.
Gambar IV 3 Asap putih Dan beberapa menit kemudian asap cair menetes karena terjadi proses kondensasi. Kondisi alat pada saat asap mulai mencair adalah suhu pemanasan 280oC (dengan cara mengukur suhu drum bagian bawah), suhu drum bagian atas 70oC, dan suhu pipa stainless mencapai 42oC. Pada menit ke-45, proses pencairan asap berhenti, walaupun pemanasan terus dilakukan. Indikator yang menunjukkan proses pembuatan asap cair telah selesai adalah penetesan asap cair sudah berhenti, suhu pipa stainless menurun dari 42oC menjadi 24oC, dan suhu tong atas menjadi 54oC. Asap cair yang dihasilkan masih mengandung tar, dan setelah disimpan selama dua minggu, tar mengendap. Setelah dilakukan dekantasi dan penyaringan
33
terhadap asap cair, diperoleh volume asap cair sebanyak 124 mL. pH asap cair hasil pirolisis langsung, sebesar 2,9 jadi asap cair yang dihasilkan bersifat asam. Asap cair larut sempurna dalam metanol. Dalam kloroform asap cair membentuk dua fasa dan dalam aseton tidak larut dan warnanya keruh. Pada penelitian ini, dari 2 kg tempurung kelapa dihasilkan asap cair sebanyak 124 mL. Jadi untuk 1 kg tempurung kelapa asap cair yang dihasilkan adalah 62 mL atau 0,062 liter. Maka rendemen asap cair yang dihasilkan adalah 62 mL dalam 1 Kg tempurung kelapa. Rendemen yang diperoleh masih sangat kecil dibandingkan yang ada di literatur, hal ini dapat diakibatkan oleh beberapa faktor. Faktor yang paling berpengaruh adalah suhu pemanasan, proses pendinginan dan ukuran partikel tempurung kelapa. Untuk memproleh produk asap cair atau cuka kayu dengan rendemen tinggi, pemanasan sebaiknya dilakukan sampai 400oC. Pada penelitian ini pemanasan dengan menggunakan kompor minyak tanah, suhu maksimum hanya 280oC, yang mengakibatkan rendemen yang diperoleh sangat kecil. Asap cair yang dihasilkan dari pirolisis didinginkan supaya menjadi cairan. Produk asap cair ini juga dipengaruhi oleh teknik pendinginan asap, rendemen cuka kayu atau asap cair akan tinggi jika teknik pendinginan dengan media air yang disirkulasikan (30 - 45%). Pada penelitian ini sirkulasi air dilakukan dengan cara manual, dimana lubang pada bagian bawah kondensor dibuka dan pada bagian atas diisi air kembali. Ukuran partikel tempurung kelapa pada penelitian ini relatif besar-besar, sehingga luas permukaannya menjadi lebih kecil dan berakibat pada rendahnya rendemen yang dihasilkan.
34
IV.3 Pemurnian asap cair Setelah dilakukan satu kali distilasi warna asap cair berubah dari warna coklat menjadi warna kuning dan masih tercium bau asap, walaupun baunya tidak sehebat asap cair yang dihasilkan langsung dari pirolisis. Destilat mulai menetes pada suhu 86oC, suhu naik terus hingga konstan pada suhu 98oC. Gambar destilat hasil distilasi ke-1 asap cair tertera pada Gambar IV.4 berikut.
1.Asap cair hasil pirolisis langsung 2.Asap cair hasil distilasi ke-1 1
2
Gambar IV 4 Destilat ke-1 Residu dari distilasi ke-1 berwarna hitam pekat (Gambar IV.5), hal ini berarti bahwa asap cair yang dihasilkan langsung dari pirolisis masih mengandung tar yang berbahaya bagi kesehatan.
Gambar IV 5 Residu distilasi ke-1
35
Pemurnian asap cair bertujuan memisahkan tar dari asap cair, sehingga asap cair menjadi lebih aman bila digunakan sebagai bahan pengawet. Dari hasil distilasi ke-1 diperoleh residu berupa tar yang sangat kental dan hitam. Agar kandungan tar menjadi seminimal mungkin, maka dilakukan distilasi ke-2. Destilat hasil distilasi ke-2 menjadi lebih bening bila dibandingkan dengan hasil distilasi ke-1 dan bau asap menjadi berkurang. Destilat ke-2 dan residu yang dihasilkan terlihat pada Gambar IV.6 di bawah ini.
1. Residu hasil distilasi ke-2 2. Destilat hasil distilasi ke-2
1
2
Gambar IV 6 Destilat ke-2 dan residu Asap cair hasil distilasi ke-2 lebih bening (Gambar IV.6 no 2) dan bau asapnya berkurang. Destilat mulai keluar pada suhu 86oC, suhu naik terus hingga konstan pada suhu 98oC. Residu (no1) yang dihasilkan dari distilasi ke-2 mempunyai jumlah yang lebih kecil bila dibanding distilasi ke-1, kekentalannya juga berkurang. Dengan melakukan distilasi ke-2, maka kualitas asap menjadi lebih baik karena jumlah tar yang terkandung dalam asap cair menjadi lebih sedikit.
IV.4 Karakterisasi Asap Cair IV.4.1 Karakterisasi asap cair dengan menggunakan spektroskopi IR Dari spektrum inframerah dapat disimpulkan adanya gugus fungsi berdasarkan serapan pada bilangan gelombang tertentu. Bilangan gelombang untuk beberapa
36
gugus fungsi berbeda, tergantung pada jenis vibrasinya. Serapan untuk beberapa gugus fungsi disajikan pada Tabel IV.1 berikut: Tabel IV 1 Serapan beberapa gugus fungsi Panjang Gelombang (μm)
Bilangan Gelombang
2,7 – 3,3
3750 – 3000 cm-1
Regang O−H, N−H
3,0 – 3,4
3300 – 2900 cm-1
−C≡ C−H, C=C-H, Ar−H ,regang C−H
3,3 – 3,7
3000 – 2700 cm-1
−CH3; − CH2− ; C−H
4,2 – 4,9
2400 – 2100 cm-1
Regang C ≡ C, C≡ N
5,3 – 6,1
1900 – 1600 cm-1
Regang C=O (asam , aldehida, keton, amida, ester, anhidrida)
5,9 – 6,2
1675 – 1500 cm-1
Regang C=C (alifatik dan aromatik), C=N
6,8 – 7,7
1475 – 1300 cm-1
Lentur C−H
10,0 -15,5
1000 – 650 cm-1
Lentur C=C, Ar−H ( luar bidang)
Ikatan yang menyebabkan absorpsi
Serapan beberapa gugus fungsi, secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 1. Pada spektrum IR dari asap cair terdapat gugus O−H, indikasinya adalah adanya vibrasi ulur O−H pada serapan dengan bilangan gelombang 3357,28 cm-1 dan vibrasi tekuk O-H terjadi pada serapan dengan bilangan gelombang 1402,25 cm-1. Spektrum inframerah dari asap cair hasil dari pirolisis langsung, terlihat pada Gambar IV.7 berikut.
37
105 %T
758.02 738.74 704.02 692.44
60
1016.49
2945.30 2881.65 2818.00
75
1271.09
1402.25 1369.46
90
1643.35 1631.78
45
30
3358.07 3346.50
15
0
4500 4000 asap cair awal
3500
3000
2500
2000
1750
1500
1250
1000
750 1/cm
Gambar IV 7 Spektrum IR asap cair Serapan gugus O−H yang muncul memiliki pita serapan yang melebar. Dengan melebarnya pita serapan pada 3357,28 cm-1 menunjukkan adanya ikatan hidrogen. Ikatan hidrogen yang ada dalam asap cair bisa terjadi karena adanya ikatan hidrogen antar molekul atau intra molekul, dan telah diketahui bahwa asap cair yang dihasilkan berupa campuran beberapa senyawa, dan bukan senyawa murni. Serapan pada bilangan gelombang 1637,56 cm-1 menunjukkan adanya gugus karbonil, walaupun secara umum serapan dari vibrasi ulur C = O muncul pada daerah antara1640-1820 cm-1. Serapan gugus karbonil berada diluar range 16401820 cm-1 karena diakibatkan adanya interaksi antara molekul yang mempengaruhi pergeseran frekuensi vibrasi. Faktor yang berpengaruh pada vibrasi ulur C=O adalah keadaan fisik, pengaruh elektronik dan massa gugus-gugus yang bertetangga, konyugasi, ikatan hidrogen baik intramolekul ataupun antar molekul, serta regangan cincin. Karena asap cair bersifat campuran, kemungkinan besar gugus karbonil yang ada dalam asap cair dipengaruhi oleh konyugasi, gugus yang bertetangga ataupun adanya ikatan hidrogen. Sehingga untuk memperjelas adanya gugus karbonil
38
dalam asap cair diperlukan data pendukung seperti data NMR atau analisis kimia lainnya. Selain ada gugus O−H dan gugus karbonil, asap cair juga mengandung gugus eter (C−O) dengan serapan terjadi pada daerah 1271 cm-1. Asap cair hasil distilasi ke-1, mempunyai gugus fungsi yang sama dengan asap cair hasil pirolisis langsung, yaitu adanya serapan gugus O−H pada 3224,98 cm-1, gugus karbonil pada 1641,42 cm-1 dan gugus metoksi pada 1278,81 cm-1. Seperti halnya asap cair dari destilat ke-1, destilat ke-2 juga mengandung gugus dengan serapan pada pada bilangan gelombang 3240,41 cm-1, gugus
O−H
karbonil pada 1641,42 cm-1 dan gugus metoksi pada 1114,86 cm-1. Spektrum inframerah asap cair dari destilat ke-1 dan destilat ke-2 dapat terlihat pada Gambar IV.8 dan IV.9. 105 %T
788.89
1365.60
15
1641.42
2881.65 2814.14
30
1396.46
45
1278.81
60
1016.49
2102.41
75
707.88
1049.28
90
3224.98
0
-15
-30 4500 4000 asap cair 2
3500
3000
2500
2000
1750
1500
Gambar IV 8 Spektrum IR destilat ke-1
39
1250
1000
750 1/cm
105 %T
1114.86 1097.50
90
1359.82
2115.91
75
1016.49
731.02 678.94 642.30 628 79
15
1641.42
2945.30 2881.65
30
2812.21
45
1274.95
1411.89 1398.39
60
3240.41
0
-15 4500 4000 Destila2 asap2
3500
3000
2500
2000
1750
1500
1250
1000
750 1/cm
Gambar IV 9 Spektrum IR destilat ke-2 Residu asap cair mempunyai gugus yang sama dengan asap cair hasil pirolisis langsung, dan asap cair hasil distilasi ke-1 dan ke-2. Perbedaannya spektrum residu asap cair mengandung gugus aromatik dengan serapan pada bilangan gelombang 1606,70 cm-1, 1514,2 cm-1 dan 1477,47 cm-1. Spektrum inframerah dari residu hasil distilasi asap cair dapat terlihat pada Gambar IV.10 di bawah ini.
40
105 %T 90
9 2 3 .9 0
75
0 4500 Residu
4000
3500
3000
2500
2000
1750
8 5 2 .5 4 8 1 0 .1 0
1 3 9 6 .4 6 1 3 5 9 .8 2
7 5 4 .1 7 6 6 5 .4 4 6 4 8 .0 8 6 3 4 .5 8
3 6 .5 5
1 7 0 8 .9 3
15
1 2 4 0 .2 3
2 8 0 8 .3 6
1 6 0 6 .7 0 1 5 9 5 .1 3
2 8 8 1 .6 5
30
1 5 1 4 .1 2
1 4 7 7 .4 7
45
1 1 7 0 .7 9 1 0 9 9 .4 3 1 0 8 3 .9 9 1 0 4 9 .2 8 1 0 3 5 .7 7
9 9 3 .3 4
60
1500
1250
1000
750 1/cm
Gambar IV 10 Spektrum IR dari residu asap cair IV.4.2 Karakterisasi asap cair dengan menggunakan GC (gas kromatografi ) Karakterisasi asap cair hasil distilasi ke-2 dengan gas kromatografi, bertujuan mengetahui senyawa kimia yang terdapat pada asap cair terutama senyawa fenol dan turunannya. Sebagai larutan standar digunakan fenol yang dilarutkan dalam metanol pa (pro analit). Dalam kromatografi komponen-komponen terdistribusi dalam dua fasa yaitu fasa diam dan fase bergerak. Pada kromatografi gas fasa bergeraknya adalah gas (N2) dan fasa diamnya berupa zat padat (silikagel). Asap cair hasil distilasi ke-2 diinjeksikan pada alat GC yang sudah diatur sesuai kondisi. Senyawa dalam destilat akan menguap dan dibawa oleh gas pembawa menuju kolom. Zat terlarut akan teradsorpsi pada bagian atas kolom dari fasa diam, kemudian akan merambat dengan laju rambatan masing-masing komponen
41
yang sesuai dengan tetapan partisi (Kd) masing–masing komponen. Komponenkomponen tersebut terelusi sesuai dengan urutan
makin membesarnya nilai
koefisien partisi menuju kedetektor. Detektor mencatat sederetan sinyal yang timbul akibat perubahan konsentrasi dan perbedaan laju elusi. Sinyal akan tampak sebagai kurva antara waktu terhadap komposisi aliran gas pembawa. Waktu retensi untuk standar fenol adalah 6,218 menit dan pelarut (metanol) pada 2, 304 menit. Waktu retensi adalah waktu yang diperlukan oleh zat terlarut untuk bergerak dari awal injeksi ke detektor. Dari kromatografi gas diperoleh beberapa puncak dengan waktu retensi yang berbeda. Puncak yang tinggi muncul dengan waktu retensi 2,322, 3,015, 3,961, 6,346 dan 8,128 menit. Adanya puncak dengan waktu retensi 6,346 menit menujukkan adanya fenol pada asap cair hasil distilasi ke-2. Daftar kromatogram terlampir pada Lampiran 2.
IV.4.3 Karakterisasi asap cair dengan menggunakan proton NMR Asap cair
yang dikarakterisasi dengan NMR proton adalah asap cair hasil
distilasi ke-2. Destilat ke-2 mempunyai kadar tar yang minimal, sehingga bila digunakan untuk pengawetan dikatakan sudah berada dalam batas aman. Zat yang berbahaya dalam asap cair adalah minyak dan tar, sehingga dengan distilasi, tar dan minyak akan terpisah dan destilat dapat digunakan sebagai bahan pengawet yang lebih aman bila dibandingkan dengan formalin(Darmadji, 2006). Asap cair hasil distilasi ke-2 dikarakterisasi dengan NMR proton, dengan menggunakan pelarut metanol. Kondisi alat yang digunakan adalah dim size 13107, dim title 1 H, dimensin x = parts per million , site ECA 500. Karena destilat masih berupa campuran,maka identifikasi dilakukan hanya pada gugus fungsi tertentu yang ada dalam destilat asap cair.
42
Dengan NMR proton akan memperjelas keberadaan gugus fungsi berdasarkan pergeseran kimianya, karena tidak setiap proton dalam molekul beresonansi pada frekuensi yang identik sama. Hal ini disebabkan karena proton dalam molekul dikelilingi oleh elektron sehingga terjadi perbedaan lingkungan elektronik dari satu proton dengan proton lainnya. Data proton NMR berupa nilai pergeseran kimia dari tiap proton dalam suatu molekul, karena jenis dan lingkungan protonnya berbeda, maka nilai pergeseran kimianya juga berbeda. Satuan geseran kimia (δ) yang digunakan pada penelitian ini adalah ppm (part per million), yakni harga geseran kimia yang diperoleh dengan cara membagi pergeseran kimia dalam Hz untuk suatu proton yang diamati dengan frekuensi dalam M Hz dari spektrometer. Pada spektrum NMR proton terlihat dengan jelas adanya proton aldehid(−CHO) pada pergeseran kimia 9,59 ppm. Spektrum destilat hasil distilasi ke-2 dari asap cair disajikan pada Gambar IV.1
43
Gambar IV 11 Spektrum NMR proton asap cair hasil distilasi ke-2
44
Spektrum NMR proton dari asap cair hasil distilasi ke-2 secara lengkap, dan nilai pergeseran kimia untuk pelarut terlampir pada Lampiran 3. Pada pergeseran kimia antara 6 ppm sampai 8 ppm terdapat dua proton singlet dengan integrasi 1,372 dan 0,839, proton doublet dengan integrasi 0,439 , dua proton triplet dengan integrasi 1,131 dan 4,165 dan kuartet dengan integrasi 7,107. Proton singlet artinya proton tersebut tidak mempunyai tetangga proton disamping kiri dan kanannya. Proton doublet mempunyai satu proton tetangga yang tidak ekivalen dengannya. Proton triplet mempunyai dua proton tetangga yang tidak ekivalen, begitu juga dengan proton kuartet mempunyai 3 proton tetangga yang tidak ekivalen dengan dirinya. Proton pada geseran kimia antara 6 ppm sampai 8 ppm sebagai indikator adanya gugus aromatik dari asap cair destilat ke-2. Selain ada proton dari gugus aldehid dan gugus aromatik, pada asap cair hasil distilasi ke-2 juga, terdapat proton dari gugus metoksi –OCH3 pada pergeseran kimia 3,6450 ppm dengan puncak tunggal atau singlet. Puncak singlet muncul karena proton pada CH3 yang terikat pada atom oksigen bersifat ekivalen dan tidak mempunyai proton tetangga yang tidak ekivalen dengan dirinya. Dari data NMR proton juga diperoleh pergeseran kimia pada 4,8966 ppm berbentuk singlet dengan puncak yang sangat tinggi, puncak ini menunjukkan adanya air dalam asap cair hasil distilasi ke-2. Adanya senywa alifatik pada asap cair hasil distilasi ke-2 ditunjukkan dengan adanya pergeseran kimia pada 1,0929 ppm dan 1,3935 ppm. Harga pergeseran kimia dapat dilihat pada Tabel IV.2
45
Tabel IV 2 Nilai pergeseran kimia untuk beberapa jenis proton JENIS PROTON
PERGESERAN KIMIA (ppm)
H−C−R
0,9 -1,8
H−C−C=C
1,6 – 2,6
H−C−C=O
2,1 – 2,5
H−C≡C
2,5
H−C−Ar
2,3 – 2,8
H−C−Br
2,7 – 4,1
H−C−O
3,3 – 3,7
H−C=C
4,5 - 6,5
H−Ar
6,5 – 8,5
H−C=O
9 – 10
H−O−C=O
10 – 13
Dengan proton NMR jelas bahwa tipe proton yang berbeda mempunyai perbedaan pergeseran kimia. Setiap jenis proton hanya mempunyai kisaran harga pergeseran kimia yang tertentu, sehingga harga dari pergeseran kimia untuk proton juga menunjukkan jenis dari proton tertentu. Pergeseran kimia dipengaruhi oleh faktor keelektronegatifan, efek induksi dan efek anisotropi. Proton aldehida terikat pada karbon sp2 muncul pada pergeseran kimia sekitar 9 – 10 ppm. Karena efek induksi dari atom oksigen yang bersifat elektronegatif, akan menurunkan kerapatan elektron pada proton yang terikat.
46
Dengan adanya efek induksi ini proton aldehida menjadi deshielding berada dalam daerah tak terlindungi. Selain ada efek induksi , pergeseran kimia yang besar pada proton aldehida disebabkan oleh adanya efek anisotropi. Yaitu efek yang disebabkan oleh adanya elektron phi yang berdekatan dengan proton yang diamati.
IV.4.4 Karakterisasi asap cair dengan menggunakan GC-MS Dalam spektroskopi massa, molekul-molekul organik ditembak dengan berkas elektron dan diubah menjadi ion-ion bermuatan positip. Ion bermuatan positip ini akan terdeteksi dengan alat ini. Berdasarkan perbandingan m/e (m adalah massa molekul, dan e muatan molekul) terhadap kelimpahannya. Pada spektogram GC-MS, beberapa gugus fungsi yang telah diketahui dengan inframerah menjadi lebih jelas, karena masing masing komponen zat yang ada dalam asap cair hasil distilasi ke-2 diketahui massa molekulnya. Sehingga senyawa yang ada dalam asap cair menjadi lebih jelas dan struktrurnya bisa diketahui. Zat yang terdapat dalam asap cair hasil analisis GCMS tertulis pada Tabel IV.3
47
Tabel IV 3 Hasil analisis GC-MS WAKTU
SI
RETENSI
BERAT
NAMA SENYAWA
KOMPOSISI (%)
MOLEKUL
4,202
96
60
Asam asetat
57,87
4,891
95
74
Asetol
5,49
6,283
91
88
1-Hidroksi-2-butanon
2,87
7,643
96
96
Furfural
4,54
7,907
90
82
Siklo pentenon
1,35
8,466
91
88
Asam piruvat
1,78
10,146
-
-
Tidak jelas
1,52
10,498
93
94
fenol
20,29
12,219
95
124
Guaiakol
4,28
Catatan: SI ; Identifikasi similaritas dengan data base Grafik m/e terhadap kelimpahan suatu senyawa hasil analisis asap cair hasil distilasi ke-2 terlampir pada Lampiran 4. Adanya beberapa senyawa dari hasil analisis GC-MS, didasarkan pada puncak kelimpahan terhadap nilai m/e yang diperoleh. Pola m/e yang diperoleh merupakan indikator adanya gugus fungsi. Fragmen yang karakteristik dari asam asetat C2H4O2 ( massa molekul 60 ) adalah m/e sebesar 43 (CH3−C≡O+) dan M-60 (M-CH3COOH). Dari seri m/e 60 dan m/e 43 senyawa kehilangan fragmen dengan m/e sebesar17 yaitu radikal OH, dan yang terdeteksi dengan alat GCMS adalah ion molekul positip dengan m/e 43 yaitu CH3−C≡O+. Asetol (1-hidroksi-2-propanon) C3H6O2 (massa molekul 74) mempunyai pola fragmentasi dengan m/e 74 ; 43 ; 31. Dari m/e 74 ke m/e 43 berarti terdapat
48
selisih dengan m/e 31 dan fragmen tersebut lepas sebagai radikal H2C-OH. Fragmen yang terukur adalah H3C−C≡O+ dengan m/e 43. 1-Hidroksi 2-Butanon C4H8O2 (massa molekul 88) mempunyai pola fragmentasi dengan m/e 88 ; 57 ; 42. Dari fragmen dengan m/e 88 menjadi m/e 57 berarti ada fragmen yang lepas dengan m/e 31. Fragmen tersebut adalah radikal H2C-OH, dan ion molekul yang terukur yaitu H3C-CH2-C≡O+ dengan m/e 57. Pada furfural (2-furan karboksal dehida) dengan rumus molekul C5H4O2 memiliki massa molekul 96, pola fragmentasinya m/e 96 ; 67 ; 53 dan 39. Dari m/e 96 menjadi 67 kehilangan –CHO radikal (massa molekul = 29). Dan fragmen yang terukur m/e 67 yaitu C4H3O+. Siklo pentenon C5H6O merupakan senyawa karbonil dengan massa molekul 82 pecah dengan melepaskan gugus CO dengan m/e 28, fragmen yang terdeteksi olah alat GCMS m/e 54 C4H6+. Asam piruvat (2-okso-asam propanoat) C3H4O3 massa molekul 88, memiliki peak dasar dengan m/e 43. Dari m/e 88 menjdi m/e 43 kehilangan fragmen dengan m/e 45 yaitu radikal CO2H, dan yang terdeteksi oleh alat fragmen dengan m/e 43 yaitu C2H3O+. Fenol C6H6O mempunyai massa molekul 94. Pola fragmentsi untuk fenol adalah m/e 94 ; 66 dan 39. Pemecahan yang paling umum untuk fenol adalah lepasnya CO (M-28). Sehingga yang terdeteksi dengan alat GCMS adalah m/e 66 yaitu C5H6+. Guaiakol (2-metoksi fenol) memiliki massa molekul 124 dengan rumus struktur C7H8O2. Pola fragmentasi yang dimiliki oleh guaiakol adalah m/e 124 ; 109 ; 81 ; 53 dan 39. Dari m/e 124 menjadi m/e 109 kehilangan radikal CH3 ( m/e 15 ).
49