BAB IV KONFIGURASI RANTAI PASOKAN KERTAS 4.1 Struktur Jaringan Pasokan Kertas Suatu rantai pasokan terbentuk lewat interaksi semua pihak yang terlibat,baik langsung maupun tidak langsung, dalam upaya pemenuhan permintaan konsumen. Rantai pasokan meliputi tidak saja produsen (manufacturer) dan pemasok, namun juga transportir, pedagang besar (wholesalers), toko ritel, bahkan termasuk juga konsumen (Chopra dan Meindl 2001). Secara umum, dalam jaringan pasokan kertas, sebagian besar perusahaan (produsen) kertas di Indonesia mendapatkan pulp dari perusahaan penghasil (pemasok) pulp. Sebagian lainnya mampu memproduksi pulp sendiri. Yang terakhir ini diistilahkan dengan integrated pulp and paper mill atau pabrik pulp dan kertas terintegrasi. Produk kertas selanjutnya didistribusikan di dalam negeri melalui distributor, pedagang besar, ritel, sebelum akhirnya sampai di tangan konsumen akhir. Untuk produk yang dipasarkan ke luar negeri, jalur distribusi kertas biasanya melalui eksportir lokal yang akan berhubungan langsung dengan importir dari negara lain. Pola general rantai pasokan kertas ini diilustrasikan pada Gambar 7. Penghasil Serpih Kayu Hutan
Penghasil Pulp
Distributor/ Pedagang Besar
Penghasil Kertas
Eksportir Lokal
Ritel
Konsumen Akhir
Importir Luar
Gambar 7. Pola general rantai pasokan kertas (diadaptasi dari Data Consult Inc. 1996, Martel et al. 2005, dan Carlsson et al. 2006) Produksi kertas terkonsentrasi terutama di pulau Jawa dengan persentase kapasitas terpasang sebesar 85 persen dari total produksi nasional. Sedangkan perusahaan pulp sebagian besar pabriknya terdapat di Sumatra dengan persentase kapasitas mencapai 86 persen (APKI 2007 dalam Putra 2009). Indonesia memiliki potensi lahan/hutan yang cukup luas untuk pengembangan hutan tanaman industri (HTI) sebagai sumber bahan baku yang berkelanjutan. Pada tahun 2012 saja proyeksi pasokan bahan baku kayu yang dari HTI sebesar 34.6 juta m3. Bahkan pada 2025 alokasi proyeksinya mencapai 60.8 juta m3 (Departemen Perindustrian, 2009). Walaupun dengan dukungan sumberdaya hutan tanaman yang signifikan dalam produksi kertas, kertas bekas ternyata menyumbang lebih dari setengah kebutuhan serat yang digunakan pada industri kertas (Gambar 8). kertas bekas tersebut terutama banyak digunakan pada pabrik kertas kemasan dan koran (Recovered Paper Market 2010) Imported recovered paper 22% Virgin wood pulp 45% Domestic recovered paper 32%
Non-wood pulp 1%
Gambar 8. Konsumsi golongan serat untuk produksi kertas Indonesia (Recovered Paper Market 2010)
25
Pada kasus PT Kertas Leces (PTKL), pola rantai pasokan yang terjadi sedikit berbeda. Peran yang diambil oleh PTKL adalah sebagai produsen antara (intermediary producer) yang menghasilkan produk-produk kertas setengah jadi. Hasil produk tersebut dibeli oleh para konsumen lembaganya yang, saat ini, lebih banyak merupakan perusahaan konversi kertas (converters). Selain perusahaan konversi kertas, konsumen PTKL adalah distributor kertas gulungan besar. Dari sisi pasokan bahan baku, sebenarnya PTKL mampu memproduksi pulp sendiri (integrated), dengan ampas tebu sebagai input utamanya. Ampas tebu biasanya diperoleh dari pabrikpabrik gula di sekitar PTKL. Namun, saat penelitian ini dilaksanakan, PTKL menggunakan pulp virgin sebagai bahan baku kertasnya. Hal ini dikarenakan pabrik-pabrik gula lebih memilih menjadikan ampas tebu sebagai bahan bakar daripada menjualnya kepada PTKL. Selain dari ampas tebu dan pulp virgin, bahan baku serat PTKL sebagian juga berasal dari kertas bekas. Porsinya mencapai sekitar 10 sampai 15 persen pada produksi kertas PTKL. Ilustrasi pola rantai pasokan kertas PTKL adalah seperti ditunjukkan oleh Gambar 9. Pabrik Gula
Pemasok Kertas Bekas
Pemasok Pulp
PTKL
Distributor/ Pedagang Besar
Ritel
Konsumen Akhir/ Pasar
Perusahaan Konversi Kertas
Gambar 9. Pola rantai pasokan kertas PT Kertas Leces Ampas tebu termasuk dalam golongan serat non-kayu. Bambu dan jerami adalah contoh komoditas lain yang juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku serat non-kayu untuk produksi kertas. Kelangkaan pasokan ampas tebu mengakibatkan pabrik pulp PTKL tidak bekerja. Kondisi demikian sebenarnya mempunyai sisi yang kurang baik karena salah satu aset tetap pabrik menganggur. Bahkan, sekalipun tidak difungsikan, perawatan mesin tetap dijalankan sehingga menimbulkan biaya tersendiri. Untuk itulah kemudian, saat ini PTKL berupaya mengelola ladang tebu sendiri dengan menjadikan PT Perkebunan Nusantara (PTPN) XI sebagai pihak yang diajak kerjasama. Harapannya di masa akan datang pasokan ampas tebu untuk produksi kertas PTKL dapat terjaga dan pabrik (mesin) pulp dapat kembali difungsikan. Dari Gambar 9, terdapat dua klasifikasi struktur rantai pasokan spesifik yang terjadi. Hal ini bergantung pada jenis pasar yang dituju dan kegunaan akhir kertas. Ketiga struktur rantai pasokan tersebut adalah sebagai berikut. a. Pemasok bahan baku – PTKL – Perusahaan konversi kertas (Konverter) – Distributor – Ritel – Konsumen akhir b. Pemasok bahan baku – PTKL – Distributor – Konsumen Pengguna Struktur rantai pasokan pertama lebih cenderung terjadi pada jenis kertas tulis cetak dan tisu. Konverter akan mengolah lanjut produk kertas gulungan besar dari PTKL hingga menjadi ukuranukuran yang lebih kecil (misalnya dalam ukuran A4, kwarto, F4 untuk kertas tulis cetak; gulungan atau lembaran kecil untuk tisu). Biasanya konverter juga sekaligus memberikan merek bagi produk yang sudah diolahnya tersebut. Selanjutnya, dari konverter produk yang sudah diberi merek dan dikemas biasanya akan dipasarkan melalui agen-agen kertasnya di tingkat distributor sebelum akhirnya dijual di toko-toko ritel hingga sampai di tangan konsumen akhir.
26
Struktur rantai pasokan kedua lebih sering terjadi pada jenis kertas industri (bahan pengemas dan pembungkus) dan kertas koran. Distributor yang telah membeli kertas dari PTKL akan memasarkannya kepada jaringan konsumen lembaga yang dimilikinya. Dalam kasus kertas medium liner misalnya, sasaran penjualannya adalah industri kemasan kotak karton gelombang, atau industri olahan lain yang membuat kemasan kartonnya sendiri. Contoh lain, pada kasus kertas koran, konsumennya adalah perusahaan-perusahaan yang bergerak dibidang percetakan dan penerbitan. Jadi, kertas yang sampai di tangan konsumen akhir melalui jalur ini bukanlah produk kertas semata, melainkan hadir dengan “rupa” yang berbeda; kemasan pada berbagai produk, koran, buku bacaan, dan sebagainya.
4.1.1 Anggota Rantai Pasokan Rantai pasokan kertas PTKL, sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 9, melibatkan beberapa pihak dengan peran dan aktivitasnya masing-masing. Berikut ini rincian untuk masing-masing anggota rantai pasokan tersebut. a. Pemasok PTKL menjalin hubungan dengan banyak pemasok dalam rangka memenuhi permintaan pelanggannya. Pemasok PTKL dapat dibedakan setidaknya dalam empat golongan, yaitu pemasok bahan baku serat, pemasok bahan kimia, pemasok bahan embalase dan penunjang lain, dan pemasok barang-barang teknik. Pemasok bahan baku serat terbagi lagi dalam tiga kelompok, yaitu pabrik-pabrik gula (pemasok ampas tebu), perusahaan penghasil pulp, dan pengepul kertas bekas. Contoh bahan kimia yang dipasok untuk PTKL antara lain pati, bahan pengisi, retention agent, anti-slime agent, dan lain-lain. Selanjutnya, yang dimaksud dengan bahan embalase dan penunjang lain yaitu bahan-bahan untuk keperluan pengemasan produk (seperti paper core, shrinkage film, kertas kraft) dan bahan-bahan semacam oli, solar untuk mendukung kelancaran proses produksi. Golongan yang terakhir, barang teknik, mencakup peralatan dan perlengkapan mesin, motor, listrik, transportasi, dan sebagainya. PTKL menganut strategi banyak pemasok dalam sistem pengadaannya. Para pemasok ini sebelumnya sudah harus mengajukan diri untuk masuk dalam daftar rekanan mampu (DRM) PTKL. Beberapa persyaratan terlebih dahulu harus dipenuhi oleh calon pemasok, antara lain meliputi akta notaris, SIUP (Surat Izin Usaha dan Perusahaan), NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak), dan data profil bisnis dan neraca perdagangan. Setelah masuk dalam DRM, barulah sebuah perusahaan berhak mendapatkan penawaran saat PTKL akan melakukan pembelian barang. Hubungan yang terjalin antara PTKL dengan para pemasok umumnya bersifat beli putus. Kontrak dengan perusahaan pemasok tertentu untuk suatu jangka waktu sangat jarang dilakukan, dan hanya terjadi pada kasus-kasus khusus. b.
Perusahaan Manufaktur Pada rantai pasokan kertas, predikat perusahaan manufaktur diposisikan pada pabrikpabrik penghasil kertas. Secara spesifik, dalam kasus ini, perusahaan manufaktur tersebut adalah PTKL. Pusat kegiatan dan aktivitas rantai pasok dipandang melalui perspektif PTKL sebagai inti penggerak. PTKL memproduksi berbagai jenis dan variasi kertas berdasarkan pesanan pelanggannya. Pesanan dapat datang melalui telepon, faks, email, atau surat. Setelah dilakukan negosiasi dan konfirmasi kepada calon pembeli mengenai harga, gramatur, ukuran, kuantitas, kualitas, pembayaran, dan waktu pengiriman produk, dan telah ditetapkan dalam purchasing order (PO), PTKL akan melakukan produksi kertas sesuai pesanan tersebut.
27
Aktivitas produksi PTKL bersifat make-to-order. Artinya, produksi baru dimulai ketika ada pesanan dari pelanggan. Produksi dilakukan dengan mengolah bahan-bahan baku yang sudah distok dalam gudang. Stocking atau penyimpanan bahan-bahan baku dalam jumlah tertentu selalu diterapkan oleh PTKL sebagai salah satu strategi persediaannya. Hal ini dilakukan untuk menjaga daya respon PTKL dalam hal pemenuhan pesanan dari pelangganya. Setelah produk dihasilkan kemudian dilakukan pengemasan dan selanjutnya pengiriman produk ke konsumen. Untuk pengiriman, PTKL memanfaatkan jasa transportir karena ketiadaan armada angkutan yang dimiliki sendiri oleh PTKL. Sistem pembayaran yang ditetapkan oleh PTKL untuk saat ini biasanya pembeli membayarkan setidaknya 50 persen dari harga di awal kesepakatan (sebelum proses produksi dimulai), dan 50 persen sisisanya setelah produk pesanan diterima oleh pelanggan. c.
Konverter (Perusahaan Konversi Kertas) Konverter juga merupakan pihak yang dilibatkan sebagai anggota rantai pasokan kertas PTKL. Konverter disini bukan saja perusahaan yang hanya mengkonversi kertas ukuran besar menjadi kertas ukuran kecil yang dapat dikonsumsi langsung oleh konsumen akhir, akan tetapi termasuk juga perusahaan kertas lain yang dengan alasan tertentu melakukan outsourcing produksi kertas kepada PTKL. Banyak perusahaan kertas yang juga memiliki pabrik konverting di dalamnya. Perusahaan semacam ini biasanya menciptakan merek tertentu dan produknya dikenal di konsumen tingkat akhir. Saat penelitian dilakukan, sekitar 80 persen produk kertas PTKL dibeli oleh pelanggan jenis konverter, yaitu PT Tjiwi Kimia. Perusahaan tersebut – sekalipun mampu memproduksi kertas dengan mesin (pabrik) sendiri – membeli produk kertas PTKL, terutama kertas HVS gramatur rendah.
d.
Distributor atau Pedagang Besar Distributor atau pedagang besar memainkan peran yang signifikan dalam rantai pasokan kertas. Jika perusahaan manufaktur memproduksi kertas dengan make-to-order, maka distributor atau pedagang besar cenderung menerapkan make-to-stock. Artinya, produk kertas yang ada di distributor atau pedagang besar sengaja disiapkan untuk mengantisipasi ragam pesanan dari para pelanggannya. Dengan demikian, pembacaan kecenderungan permintaan pasar harus mampu dilakukan pada tingkatan ini. Distributor umumnya adalah agen-agen kertas yang mengumpulkan berbagai varian produk kertas (baik dari satu atau lebih jenis kertas) dari beberapa perusahaan kertas. Di tingkat ini, produk yang ditawarkan oleh distributor dapat berupa masih dalam ukuran besar atau sudah dalam ukuran-ukuran kecil, bergantung dari target konsumennya.
e.
Ritel dan Konsumen Produk-produk kertas dalam bentuk gulungan atau lembaran kecil yang sudah siap langsung dikonsumsi selanjutnya dipasarkan melalui toko-toko ritel, supermarket, atau pun tempat-tempat penjualan lain. Dari ritel inilah konsumen akhir melakukan transaksi pembelian untuk produk-produk kertas (tulis cetak, tisu, bungkus, dan lain-lain) yang dibutuhkan. Untuk menarik konsumen, ritel terkadang melakukan aktivitas pemasangan display produk atau pun menerapkan potongan harga untuk tingkat pembelian tertentu.
28
4.1.2 Entitas Rantai Pasokan 4.1.2.1 Produk Secara umum, kertas dapat dibagi dalam lima jenis berdasarkan kegunaan akhirnya, yaitu kertas tulis cetak, kertas koran, kertas bahan pengemas (kertas kantong semen, kertas corrugating medium dan kraft liner, kertas bungkus, board), kertas tisu, dan kertas khusus (Departemen Perindustrian 2009). Pada 2008 diperkirakan sebanyak 9.5 juta ton kertas diproduksi di Indonesia (Tabel 10), dengan tingkat konsumsi pada sekitar 6 juta ton. Tabel 10. Produksi dan konsumsi kertas di indonesia (dalam juta ton) Jenis Kertas Kertas koran Kertas tulis cetak Kertas tisu Kertas pengemas Lainnya Total
Produksi 0.6 4.5 0.3 4.0 0.2
Konsumsi 0.4 1.7 0.2 3.7 0.0
9.5
6.0
Sumber: Recovered Paper Market (2010)
Berdasarkan sasaran pasarnya, kertas dapat dibedakan menjadi produk antara dan produk hilir. Contoh kertas sebagai produk antara yaitu Medium Liner dan Kraft Liner. Kedua jenis kertas ini merupakan bahan baku untuk industri kemasan kotak karton gelombang. Selain itu, kertas yang masuk golongan produk antara adalah jenis tisu dan tulis cetak dalam bentuk roll (gulungan) besar. Selanjutnya, kertas sebagai produk hilir antara lain kertas tulis cetak ukuran A4, letter, folio, buku tulis, tisu rumah tangga, dan sebagainya (Departemen Perindustrian 2009). Tabel 11. Variasi jenis kertas produksi PT Kertas Leces Kelompok Produk Kertas industri
Kertas tulis cetak
Kertas tisu
Ragam Corrugating medium Briefcard ND Briefcard SW Briefcard MG Drawing paper Woodfree offset printing Copying paper Duplicating paper Newsprint MG tissue Toilet tissue Facial tissue Napkin tissue Towel tissue
Gramatur (gsm) 70, 120, 125 120, 160, 180 120, 150, 150 150 70, 120 45, 50, 55, 56, 58, 60, 70, 80 70, 80 69 48.8 14, 16, 17, 18, 20, 30 15, 17, 21 13.5, 14.5 17, 18, 22 25, 45
PTKL merupakan perusahaan yang mampu menghasilkan berbagai jenis kertas. Produk kertas PTKL mencakup hampir semua jenis kertas, yaitu kertas industri, kertas tulis cetak, kertas tisu, dan kertas koran. Untuk setiap jenis kertas, PTKL dengan lima mesin kertas yang dimiliki dapat memproduksi dalam berbagai gramatur (Tabel 11). Pada umumnya, produk kertas yang dihasilkan
29
oleh PTKL masih dalam bentuk gulungan dan lembaran besar. Kertas dalam ukuran besar inilah yang, baik secara langsung ataupun tidak, menjadi pasokan bagi industri-industri hilir kertas yang membutuhkan untuk diproses lebih lanjut sehingga dapat dimanfaatkan oleh konsumen tingkat akhir. Produksi kertas di PTKL disesuaikan dengan permintaan pelanggan. Dengan kapasitas produksi yang hanya 640 ton per hari, PTKL akan cenderung memproduksi pesanan ragam kertas spesifik yang belum banyak diproduksi oleh pabrik-pabrik kertas lain. Misalnya untuk jenis kertas tulis cetak, hampir semua produksinya diarahkan untuk memenuhi permintaan untuk gramatur rendah, antara 45 sampai dengan 56 gsm. Produk jenis ini bahkan sebagian besar dipasok untuk PT Tjiwi Kimia. Dengan langkah seperti ini, PTKL mampu bertahan di tengah persaingan pabrik-pabrik kertas lainnya yang lebih efisien. Sebagai bentuk perhatian yang serius terhadap mutu produk, PTKL menerapkan sistem manajemen mutu dan berhasil memperoleh sertifikasi ISO 9001:2000 dari SISC. Selain itu, aspek lingkungan juga mendapat porsi perhatian yang besar dari perusahaan. Hal ini terbukti dengan manajemen lingkungan yang baik dan telah menperoleh sertifikasi ISO 14001. 4.1.2.2 Pasar Permintaan kertas di Indonesia secara jumlah cukup besar. Dari 5.47 juta ton pada 2004, permintaan terhadap kertas meningkat menjadi 6.0 juta ton atau naik rata-rata 3.13 persen per tahun. Namun, jika dilihat dari pemakaian kertas per kapita (Tabel 12), Indonesia masih relatif rendah (26 kg/kapita/tahun), jauh tertinggal dari negara tetangga Malaysia (110.8 kg/kapita/tahun), terlebih dari Jepang, Amerika Serikat, dan Finlandia. Hal ini mengindikasikan bahwa pasar untuk komoditas kertas di Indonesia masih sangat berpeluang untuk terus berkembang. Tabel 12. Konsumsi kertas per kapita di beberapa negara (dalam kg/kapita/tahun) No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Negara Finlandia Amerika Serikat Jepang Kanada Italia Taiwan Inggris Singapura Prancis
Konsumsi 368.6 288.0 145.5 206.0 204.6 204.0 199.5 197.7 182.9
No. 10 11 12 13 14 15 16 17 18
Negara Malaysia China Thailand Brazil Indonesia Mesir Filipina India Afganistan
Konsumsi 110.8 54.8 62.1 42.2 26.0 20.0 17.4 7.7 0.2
Sumber: Departemen Perindustrian (2009) Disamping itu, lebih dari sepertiga produk kertas yang diproduksi di Indonesia diserap oleh pasar ekspor. Menurut Departemen Perindustrian (2009), pada periode 2004-2008 ekspor kertas meningkat dari 2.58 juta ton menjadi 4.76 juta ton. Penyerapan terbesar yaitu pada jenis kertas tulis cetak, dimana 60 persen dari produksi dalam negeri adalah untuk diekspor (Tabel 10) Dalam kasus PTKL, jangkauan pasarnya meliputi dalam dan luar negeri. Pelanggan dalam negeri menyerap sekitar 90 persen dari total produksi PTKL, dan hanya 10 persen saja yang diekspor. Daftar pelanggan PTKL (tahun 2009) disajikan secara lengkap pada Tabel 13. Konsumen langsung dari kertas produksi PTKL adalah konsumen lembaga (perusahaan kertas lain, konverter, distributor). Hal ini dikarenakan produk yang dihasilkan masih berupa produk antara dalam bentuk gulungan dan lembaran ukuran besar.
30
Tabel 13. Daftar pelanggan PT Kertas Leces No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
Pelanggan Dalam Negeri PT Pabrik Kertas Tjiwi Kimia PT Gaya Sastra Indah PD Abadi Jaya PT Bintang Niaga I. PT Sinar Lancar K. PT Idebaru Inti PT Rakhmat Abadi PT Mandira Prima P. PT Graha Kerindo U. PT Nusa S. Utama PT Purabarutama PT Lebercon PT Solo Murni PT Universal Jaya K. PT Surindo Teguh G. PT Kimberly PT Megah Sembada PT Artha Teguh P. CV Putra Tunggal PT Grafitecindo Megah U. PT Duta Paper PT Printec Perkasa PT Grafitecindo Ciptaprima Koperasi Karyawan
No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Pelanggan Luar Negeri Advance Agro Tips I Lokomotif Eka Sakti Kian Hwa Agency ATA AGA Thong Guan Seaman Paper Three System Fidel
Sumber: Dokumen Laporan PTKL (2009)
4.1.2.3 Persaingan dan Keunggulan Kompetitif Pada 2007, terdapat 81 perusahaan kertas, dimana 10 perusahaan merupakan perusaahaan terintegrasi (pabrik menghasilkan pulp dan kertas), dengan kapasitas terpasang mencapai 11 juta ton per tahun (APKI 2007 dalam Putra 2009). Tahun 2010, jumlah tersebut meningkat menjadi 85 perusahaan dengan kapasitas 13 juta ton/tahun. Dengan kapasitas demikian, Indonesia menempati peringkat sebelas dunia untuk industri kertas dan peringkat sembilan dunia untuk industri pulp (Balai Besar Pulp dan Kertas 2010). Industri pulp dan kertas memiliki struktur pasar oligopoli ketat, dimana empat perusahaan terbesar mempunyai pangsa pasar lebih dari 60 persen. Struktur pasar industri pulp dan kertas yang bersifat oligopoli ketat mengimplikasikan bahwa terdapat beberapa perusahaan yang mendominasi pasar. Dominasi beberapa perusahaan ini menyebabkan perusahaan lain tidak bisa menentukan harga kecuali dengan mengikuti tingkat harga yang ditetapkan oleh perusahaan dominan tersebut. Pada 2006, pangsa pasar terbesar berdasarkan kapasitas terpasang dalam industri pulp dan kertas adalah PT Indah Kita Pulp & Paper. Perusahaan ini menyerap pangsa pasar sebesar 30.71 persen untuk pulp dan 20.56 persen untuk kertas, kemudian diikuti oleh Pindo Deli Pulp & Paper dengan 13.94 persen, dan PT Tjiwi Kimia 10.79 persen di urutan ketiga (APKI 2007 dalam Putra 2009). Pangsa pasar beberapa perusahaan disajikan pada Tabel 14.
31
Tabel 14. Pangsa pasar beberapa perusahaan berdasarkan kapasitas terpasang tahun 2006 Nama Perusahaan Indah Kiat Pindo Deli Tjiwi Kimia Fajar Surya Wisesa Riau Andalan Kiani Kertas Tanjungenim Lestari Surabaya Agung
Pangsa Pulp (%) 30.71 31.02 8.14 6.97 -
Pangsa Kertas (%) 20.56 13.94 10.79 6.66 4.64
Sumber: APKI (2007) dalam Putra (2009)
Dalam persaingan yang ketat dan terbuka, sebuah perusahaan – relatif dibandingkan dengan para pesaingnya – perlu menetapkan serangkaian kebutuhan konsumen yang dibidik untuk dipenuhi dengan produk atau jasa hasil produksinya. Ini disebut sebagai strategi kompetitif perusahaan. Strategi kompetitif ditetapkan berdasarkan pada bagaimana konsumen memprioritaskan antara harga, waktu pengiriman, variasi, dan kualitas dari produk yang diinginkannya. Strategi kompetitif ini membutuhkan pelaksanaan peran dan strategi yang baik dari semua fungsi rantai nilai (value chain) perusahaan; pengembangan produk baru, pemasaran dan penjualan, operasi, distribusi, serta palayanan (Chopra dan Meindl 2001). Sehubungan dengan hal di atas, PTKL bertujuan untuk memproduksi pulp dan berbagai jenis kertas yang bermutu dengan harga yang kompetitif baik di pasar domestik maupun pasar internasional. Dari pernyataan tujuan ini ada tiga aspek yang menjadi titik tekan dalam penetapan strategi kompetitif perusahaan, yaitu variasi, mutu/kualitas, dan harga produk. Adanya lima mesin kertas yang mampu menghasilkan berbagai jenis kertas (misalnya tulis cetak, industri, dan tisu) adalah bukti dari keinginan perusahaan untuk menghasilkan variasi produk yang tinggi. Pada sisi lain, kepercayaan pabrik kertas lain (seperti Tjiwi Kimia), pemerintah, dan konsumen luar negeri menjadi bukti lain bahwa PTKL menyediakan produk kertas berkualitas tinggi. Hal ini tentu sangat dipengaruhi oleh pengalaman PTKL sendiri yang sudah bergerak dalam industri kertas sekian lama, serta didukung dengan sertifikasi ISO 9001 yang telah berhasil diperoleh. Pada sisi lain, dalam hal harga PTKL nampaknya belum bisa cukup kompetitif karena kapasitas produksi yang tidak besar (640 ton/hari) serta dibutuhkannya setup mesin berkali-kali sebagai konsekuensi dari variasi produk. Pada kondisi demikian, PTKL tidak bisa mencapai skala ekonomis sebesar pabrik-pabrik kertas lain dengan kapasitas yang lebih besar dan perubahan setup mesin yang rendah. Namun demikian, aspek biaya ini selalu menjadi perhatian perusahaan agar bisa seefisien mungkin (sehingga tingkat harga bisa kompetitif) dan, dengan demikian, mendapat lebih banyak pelanggan. Adapun pangsa pasar PTKL per produk kertas berdasarkan kapasitas produksi dapat dilihat pada Lampiran 1.
4.2 Proses Bisnis Rantai Pasokan Kertas Rantai pasokan merupakan rangkaian proses serta aliran yang terjadi didalam dan diantara tingkat-tingkat berbeda yang bekerjasama untuk memenuhi kebutuhan konsumen akan suatu produk. Proses-proses dalam rantai pasokan tersebut , menurut Chopra dan Meindl (2001), dapat ditinjau dari dua sudut pandang, yaitu:
32
1. Tinjauan siklus (cycle view): proses-proses dalam rantai pasokan dibagi ke dalam serangkaian siklus, dimana setiap siklus terjadi ketika dua tingkat (pihak) rantai pasokan bertemu. 2. Tinjauan dorong/tarik (push/pull view): proses-proses dalam rantai pasokan dibagi kedalam dua katagori bergantung pada apakah proses tersebut dilaksanakan sebagai respon terhadap atau sebagai antisipasi dari pesanan konsumen. Proses tarik diawali karena adanya pesanan konsumen, sedangkan proses dorong dilaksanakan sebagai antisipasi pesanan konsumen.
4.2.1 Tinjauan Siklus Dalam rantai pasokan PTKL, secara sederhana, terdapat tiga tingkat yang dilibatkan, sebagaimana ditunjukkan oleh Gambar 10. Penulis membatasi tinjauan siklus dalam rantai pasokan kertas PTKL pada tiga tingkatan saja, yaitu konsumen, perusahaan manufaktur, dan pemasok. Konsumen yang dimaksud dalam konteks ini bukanlah konsumen akhir, melainkan konsumen lembaga dari PTKL, baik konverter maupun distributor.. Hal ini dikarenakan keterbatasan pencarian informasi dan investigasi lapangan yang dilakukan oleh penulis tentang proses yang terjadi pada tingkatan yang lebih atas. Konsumen SiklusPesanan Konsumen & Siklus Pabrikasi Perusahaan Manufaktur (PTKL) Siklus Pengadaan Pemasok Gambar 10. Siklus proses rantai pasokan PT Kertas Leces Siklus Pesanan Konsumen dan Siklus Pabrikasi Kedua siklus ini berlangsung hampir bersamaan. Kedua siklus tersebut terjadi ketika PTKL bertemu dengan rekanan pelanggan organisasionalnya. Semua proses mulai dari tahap pemasaran produk oleh perusahaan, pemesanan oleh pelanggan, sampai akhirnya kebutuhan tersebut dipenuhi dan diterima tercakup dalam siklus ini. Dalam rantai pasokan kertas PTKL, proses-proses yang terjadi dalam siklus pesanan konsumen dan siklus pabrikasi, meliputi:
PTKL memasarkan produknya
Pembeli menentukan kertas yang akan dibeli
PTKL menerima pesanan kertas dari pembeli dan menjadwalkan produksinya
PTKL memasok pesanan tersebut dengan menjalankan proses produksi dan mengirim hasil produksi kepada pembeli
Pembeli menerima pesanan yang telah dipenuhi oleh PTKL Tahapan-tahapan kegiatan ini terus berulang sebagai sebuah siklus. Dalam menjalankan fungsi pemenuhan kebutuhan atau pesanan konsumennya, PTKL melakukan penjawalan jangka pendek untuk pesanan kertas yang masuk. Proses produksi yang dilakukan oleh PTKL bukan dalam rangka menyediakan stok produk yang cukup dan siap untuk langsung dikirim ketika pesanan datang dari para pelanggannya. Siklus Pengadaan Siklus pengadaan berlangsung ketika terjadi interaksi antara produsen dengan pemasok. Kegiatan dalam siklus ini meliputi semua proses yang dilakukan untuk memastikan ketersediaan bahan baku sehingga proses produksi bisa berjalan dengan lancar sesuai dengan jadwal yang telah
33
ditetapkan. Untuk menjamin hal tersebut, produsen (PTKL) memesan bahan-bahan kebutuhan produksinya kepada para pemasok untuk menjaga tingkat keamanan (kecukupan) persediaan di gudang penyimpanan atau logistik. Siklus pengadaan dalam rantai pasokan kertas PTKL terdiri atas tahapan-tahapan subproses sebagai berikut.
Pembeli (PTKL) memesan bahan kebutuhan produksi berdasarkan perhitungan perkiraan yang sudah dilakukan (ditandai dengan pengiriman purchasing order)
Pemasok menerima pesanan tersebut dan merencanakan pemenuhannya.
Pemasok melakukan produksi dan pengiriman barang yang dipesan
Pembeli menerima barang yang dipesan dan melakukan pembayaran Pada siklus pengadaan ini, PTKL berfokus pada ketersediaan barang dan berusaha untuk mencapai skala ekonomis dalam pemesanan barang kebutuhannya. PTKL melakukan pengelolaan barang-barang logistik sehingga dimungkinkan untuk memperkirakan kebutuhannya dan memperhitungkan tingkat pesan ekonomis. Dalam upaya mendapatkan pasokan bahan kebutuhan produksi yang baik, PTKL menjalin kerjasama dengan banyak pemasok agar preferensi dari segi kualitas maupun harga bisa tersedia.
4.2.2 Tinjauan Dorong/Tarik Selanjutnya, tinjauan dorong/tarik pada proses-proses rantai pasokan PTKL ditunjukkan oleh Gambar 11. Perbedaan proses dorong dengan proses tarik adalah pada keputusan kapan eksekusi proses tersebut dilakukan; apakah sifatnya reaktif atau spekulatif terhadap pesanan yang masuk. Chopra dan Meindle (2001) menyebutkan bahwa proses dorong (push) berlangsung pada kondisi yang tidak pasti karena permintaan konsumen belum diketahui, sedangkan proses tarik beroperasi pada lingkungan atau kondisi dimana permintaan konsumen sudah diketahui. Konsumen Siklus Pesanan Konsumen dan Pabrikasi
PROSES TARIK Kedatangan Pesanan Konsumen
Siklus Pengadaan
PROSES DORONG
Siklus pesanan konsumen dan siklus pabrikasi Perusahaan Manufaktur (PTKL) Siklus pengadaan Pemasok
Gambar 11. Proses dorong/tarik pada rantai pasokan PT Kertas Leces Pada Gambar 11, dari tiga siklus proses yang terjadi, dua diantaranya (siklus pesanan konsumen dan siklus pabrikasi) bersifat tarik, yaitu dieksekusi setelah order dari konsumen datang, dan satu proses lainnya (proses pengadaan) dilaksanakan sebagai antisipasi dari pesanan yang akan masuk (proses dorong). PTKL mengeksekusi semua proses pada siklus pesanan konsumen setelah pelanggan datang dan melakukan pesanan. Oleh karena itu, semua bagian proses dari siklus ini merupakan proses tarik. Demikian pula yang terjadi pada siklus pabrikasi (manufacturing cycle), PTKL baru menjalankan proses produksi setelah ada pesanan yang masuk. Operasi produksi setiap kalinya tergantung pada pesanan dari konsumen tersebut. Namun sebaliknya, permintaan pasokan dipenuhi dari bahan-bahan persediaan pemasok yang dipersiapkan untuk mengantisipasi kedatangan pesanan. Oleh karena itu, semua proses dalam siklus pengadaan tergolong proses dorong.
34
4.3 Manajemen Rantai Pasokan Kertas Strategi manajemen rantai pasokan PTKL dan kesesuaiannya dengan strategi kompetitif akan dibahas lebih jauh pada subbab-subbab selanjutnya. Strategi rantai pasokan dalam pembahasan ini difokuskan pada pengelolaan permintaan dan pasokan untuk strategi operasi, pengelolaan persediaan untuk strategi logistik, dan outsorcing untuk strategi pemasok.
4.3.1 Perencanaan Permintaan dan Pasokan Perkiraan permintaan dilakukan setiap tahun dengan mempertimbangkan kecenderungan pada periode sebelumnya dan disesuaikan dengan evaluasi perkembangan pasar dan harga serta kesiapan internal. Hasilnya kemudian ditetapkan sebagai target penjualan perusahan yang disajikan dalam RKAP (Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan). Persiapan penyusunan target tersebut dimulai sejak pertengahan tahun sebelum akhirnya ditetapkan pada awal tahun berikutnya. RKAP juga sebenarnya mencakup perencanaan suplai (pasokan) perusahaan secara keseluruhan terhadap target penjualan yang sudah ditetapkan tersebut, seperti perkiraan kebutuhan bahan baku, tenaga kerja, jam kerja efektif, dan sebagainya. Dalam implementasinya, rencana-rencana tersebut sangat mungkin terkoreksi sebab kondisikondisi riil yang terjadi di lapangan. Sifat produksi yang dimulai sebagai respon terhadap permintaan konsumen menjadi salah satu faktor yang tidak bisa secara tepat diprediksi setiap saat. Selain itu, performa mesin-mesin produksi bisa saja terkendala sehingga mengganggu pencapaian target penjualan. Perkiraan permintaan (demand forecast) menjadi dasar bagi semua perencanaan dalam rantai pasokan. Semua proses push pada rantai pasokan dilakukan sebagai antisipasi permintaan konsumen, sedangkan proses pull dilaksanakan sebagai respon terhadap permintaan konsumen. Untuk proses dorong (push), seorang manajer harus merencanakan tingkat aktivitas, menjadikannya produksi, transportasi, atau aktivitas terencana lainnya. Sedangkan untuk proses tarik (pull), seorang manajer harus merencanakan tingkat kemampuan kapasitas dan persediaan namun bukan dalam jumlah aktual yang akan dilaksanakan. Untuk kedua contoh tersebut, langkah yang pertama kali harus diambil adalah memperkirakan permintaan konsumen (Chopra and Meindl, 2001). Menurut Chopra dan Meindl (2001), permintaan harus dibedakan dengan penjualan. Permintaan yang sebenarnya diperoleh dengan memperhitungkan pula permintaan yang tidak dapat dipernuhi akibat stockout, perilaku pesaing, penetapan harga dan promosi. Kegagalan dalam memperhitungkan faktor-faktor ini hanya akan menghasilkan forecast yang tidak representatif akan realitas yg terjadi. Sebagai sebuah perusahaan yang sudah cukup lama berpengalaman dalam industri kertas, PTKL saat ini memiliki pelanggan yang mayoritas bersifat tetap. Keadaan ini seharusnya memudahkan PTKL dalam melakukan perencanaan dan pengelolaan permintaan dari para rekanan pelanggannya karena salah satu ketidakpastian bisa diminimalkan. Aktivitas promosi dan pemberian potongan harga, dengan demikian, tidak banyak lagi dilakukan. Dalam pengelolaan data historis, jumlah pesanan kertas pada PTKL ternyata tidak bisa secara cepat diperoleh untuk setiap periode bulan tertentu. Padahal, dari data pesanan yang masuk (baik yang dapat dipenuhi atau tidak), jumlah permintaan bisa lebih didekati. Akses yang cepat untuk mengkuantifikasi jumlah pesanan pada setiap periode akan membantu proses forecasting lebih tepat dan cermat. Dari data target penjualan dan realisasinya selama tahun 2007, dapat diperhatikan bahwa sebenarnya penetapan angka-angka dalam RKAP tidak fluktuatif (Tabel 15). Target penjualan dicanangkan pada rata-rata 12397 ton per bulannya (dengan realisasi 85%). Angka ini mendekati
35
tingkat kapasitas normal perusahaan sebesar 13 ribu ton per bulan. Penetapan seperti ini tentu saja karena sangat dipengaruhi oleh konsumen PTKL yang mayoritas bersifat pelanggan tetap. Tabel 15. Data penjualan kertas PTKL dibandingkan dengan target RKAP tahun 2007 Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Rataan
Penjualan (Ton) 10939 11399 10909 6047 8185 10216 11539 10249 11703 10219 12914 12308 10552
RKAP (Ton) 12397 11779 12571 12291 12533 12350 12538 12533 12344 12487 12309 12629 12397
Untuk menjaga kualitas produk dan kepercayaan pelanggan, PTKL membuat kuesioner kepuasaan yang diisi oleh para pelanggannya. Tindakan ini memang diharapkan dapat menjadi salah satu sumber informasi tentang perbaikan yang dapat diusahakan secara terus menerus oleh perusahaan. Dengan tingkat kualitas produk yang tinggi seharusnya PTKL terus berusaha untuk menambah rekanan pelanggannya. Misi mengembangkan kapasitas dan pasar untuk waktu yang akan datang ini memerlukan analisis penduhuluan tentang pangsa pasar, permintaan pasar potensial, dan perilaku pesaing. Dengan demikian, PTKL dapat melakukan repositioning dalam industri kertas agar dapat lebih berkelanjntan. Reaktivasi promosi dan melihat kembali pengaruh „permainan‟ harga terhadap permintaan pasar dapat menjadi salah satu usaha yang bisa dilakukan untuk memulai analisis pasar dan permintaan konsumen. Proses-proses dalam siklus pabrikasi (manufacturing cycle) termasuk dalam proses tarik. Artinya, adanya permintaan atau pesanan dari konsumen dibutuhkan untuk menginisiasi proses produksi. Dengan demikian, strategi operasi yang diterapkan adalah make-to-order. Perencanaan permintaan dan pasokan memang dilakukan oleh perusahaan dengan menerjemahkannya dalam RKAP, namun dalam keputusan operasinya produksi dilaksanakan atas dasar pesanan pelanggan. Perusahaan setidaknya melakukan tiga tingkat perencanaan: RKAP (tahunan), rakor (bulanan), dan jadwal produksi (mingguan/harian). Dalam RKAP, rencana dan kebutuhan produksi dihitung berdasarkan perkiraan permintaan awal (target penjualan). Rencana ini dalam perjalanannya direview setiap bulan untuk disesuaikan dengan perkembangan penjualan, produksi, kebutuhan bahan baku, dan keuangan. Selanjutnya jadwal produksi untuk periode waktu tertentu disusun atas permintaan atau pesanan konsumen yang sudah masuk. Proses-proses pabrikasi yang bersifat tarik ini sepintas agak kontradiktif dengan informasi bahwa mayoritas pelanggan PTKL bersifat tetap. Akan tetapi, jika disesuaikan dengan aspek strategi kompetitif yang diambil, keputusan mendasarkan produksi pada order konsumen adalah tepat. Variasi produk, seperti yang telah dibahas sebelumnya, menjadi salah satu fokus perhatian perusahaan dalam memenuhi permintaan konsumennya. Variasi produk, dalam konteks industri kertas, bisa berarti
36
keberagaman dalam jenis kertas, gramatur, ukuran, dan sebagainya. Jadi, walaupun jumlah aggregat permintaan kertas dapat diperkirakan dengan baik, ketidakpastian dalam ragam kertas yang akan dipesan menjadi salah satu kendala mengapa proses pabrikasi tarik yang diterapkan.
4.3.2 Perencanaan dan Pengelolaan Persediaan Bagi banyak perusahaan barang-barang persediaan (inventory) adalah aset diam (current asset) yang paling besar. Masalah persediaan dapat benar-benar menyebabkan kegagalan bisnis. Bila sebuah perusahaan tidak benar-benar memperhatikan aliran keluar barang yang dimiliki, akibat yang buruk akan menimpanya. Kehabisan sediaan (stockout), pada titik yang ekstrim, dapat menyebabkan sebuah perusahaan berhenti berproduksi. Sebaliknya, jika perusahaan tersebut mempunyai persediaan yang berlebih, maka pertambahan biaya penyimpanan (carrying cost) bisa sebanding dengan selisih antara keuntungan dengan kerugian. Oleh karena itu, manajemen persedian yang baik akan memberikan sumbangsih besar pada keuntungan yang diperoleh perusahaan (Levin, Kirkpatrick, dan Rubin, 1982). Peranan penting persediaan dalam rantai pasokan adalah meningkatkan jumlah permintaan yang bisa dipenuhi dengan memiliki produk yang siap dan tersedia ketika konsumen menginginkannya. Selain itu, persediaan juga berperan dalam mengurangi biaya dengan mengembangkan skala ekonomis yang mungkin dapat dicapai selama produksi dan distribusi. Persediaan dalam rantai pasokan tersebut dapat berupa bahan baku, bahan antara, dan barang jadi (Chopra dan Meindl, 2001). Menurut Chopra dan Meindl (2001), persediaan memainkan peran yang penting dalam kemampuan suatu rantai pasokan dengan mendukung strategi kompetitif perusahaan. Jika strategi kompetitif perusahaan mensyaratkan tingkat daya respon yang tinggi, maka hal ini dapat dicapai dengan menempatkan persediaan dalam jumlah besar sedekat mungkin dengan konsumen. Begitu pun sebaliknya, sebuah perusahaan dapat memanfaatkan persediaan untuk menjadi lebih efisien dengan menguranginya dalam penyimpanan yang terpusat. Pertaruhan inilah (daya respon dan efisiensi) yang harus dicermati dalam pengendalian persediaan. Dalam sub pembahasan ini, persediaan yang dimaksud lebih menunjuk pada persediaan bahan baku, bukan pada persediaan produk jadi. Hal ini dikarenakan penyimpanan untuk produk jadi tidak dimaksudkan untuk mengantisipasi permintaan konsumen, akan tetapi hanya untuk menyediakan tempat sementara bagi produk-produk tersebut sebelum disalurkan kepada pemesan. Sedangkan penyediaan bahan-bahan baku dimaksudkan untuk menyiapkan kebutuhan produksi kertas bila sewaktu-waktu akan dimulai. Oleh karena itu, trade-off antara kemampuan menjaga keberlangsungan produksi (daya respon) dan usaha meminimumkan sediaan untuk mencapai efisiensi akan terjadi dalam pengelolaan persediaan bahan baku ini. Terdapat dua keputusan dasar terkait dengan persediaan, yaitu: 1. berapa banyak barang yang akan dipesan ketika persediaan barang tersebut perlu ditambah kembali, dan 2. kapan harus menambah kembali persediaan barang tersebut. Dalam pengelolaan persediaan oleh PTKL, pengawasan ketersediaan barang selalu dilakukan dengan mengontrol jumlah barang masuk dan keluar, waktu tunggu selama proses pengadaan. Setiap kontrol barang dalam gudang ini selalu disinkronisasikan dengan informasi sediaan pengaman, maksimum sediaan, tingkat pesan ulang, dan kuantitas pesan ekonomis dari barang tersebut. Dengan demikian dapat dievaluasi dan diketahui kemungkinan perubahan waktu tunggu dan implikasinya terhadap tingkat pesan ulang (reorder level) serta jumlah/kuantitas pesan ekonomis.
37
4.3.3 Keputusan Pengadaan (Sourcing) Istilah pembelian (purchasing atau procurement) menunjuk pada suatu proses dimana perusahaan mendapatkan bahan baku, komponen, produk, jasa, atau sumberdaya lainnya dari pemasok untuk menjalankan kegiatan operasinya. Sedangkan pengadaan (sourcing) adalah seluruh rangkaian proses bisnis yang diperlukan untuk membeli barang atau jasa. Untuk banyak fungsi dalam rantai pasokan, keputusan paling penting adalah apakah akan menyerahkan fungsi tersebut kepada pihak lain atau menjalankannya sendiri. Outsourcing menyebabkan pelaksanaan fungsi dalam rantai pasokan dilakukan oleh pihak ketiga (Chopra dan Meindl 2001). Dalam rantai pasokan kertas PTKL, fungsi pengadaan bahan baku dan alat transportasi pengiriman barang diserahkan kepada pihak lain. Perusahaan (PTKL) menggunakan istilah rekanan pemasok dan rekanan transportir untuk menyebut pihak-pihak ketiga yang bekerjasama dengannya tersebut. PTKL memiliki banyak rekanan (baik pemasok maupun transportir) yang dapat dipilih untuk menjalankan fungsi pengadaan tertentu. Dalam proses pengadaan, PTKL menerapkan tendering kepada para rekanan calon pemasoknya. Outsourcing merupakan suatu isu penting yang dihadapi oleh perusahaan dengan berbagai macam kecenderungan dalam menyikapinya. Menurut Chopra dan Meindl (2001), keputusan outsourcing dalam aktivitas rantai pasokan sangat terkait dengan dua hal berikut. 1. Apakah pihak ketiga akan meningkatkan surplus rantai pasokan dibandingkan dengan menjalankan aktivitas tersebut sendiri? 2. Sampai sejauh apa risiko yang ditimbulkan oleh outsourcing?
4.3.3.1 Outsourcing Pemilihan strategi outsource dalam pengadaan bahan baku oleh PTKL sangat didukung oleh ketiadaan HTI (Hutan Tanaman Industri) yang dikelola sendiri ataupun sumber bagasse (ampas tebu) yang dimiliki sendiri sebagai sumber bahan baku. Beberapa keuntungan yang bisa diperoleh oleh PTKL dengan outsourcing ini antara lain karena faktor-faktor berikut ini. a. Aggregasi kapasitas. Rekanan pemasok dan transportir dapat meningkatkan surplus rantai pasokan kertas PTKL dengan aggregasi permintaan dari berbagai perusahaan sehingga bisa mencapai skala ekonomis tertentu yang tidak akan didapatkan jika saja suatu perusahaan melakukannya sendiri. b. Aggregasi persediaan. Dengan menggabungkan persediaan dari berbagai konsumennya, pihak ketiga (pemasok) dapat meningkatkan surplus rantai pasokan. Dengan aggregasi ini mereka dapat menurunkan ketidakpastian secara signifikan dan meningkatkan skala ekonomis dalam pengadaan dan transportasi. c. Aggregasi transportasi dengan perantara transportasi. Para transportir dapat mencapai skala ekonomis yang lebih tinggi karena mereka menangani banyak permintaan jasa pengiriman dari berbagai perusahaan. d. Harga lebih rendah dan kualitas lebih tinggi. Pihak ketiga (pemasok dan transportir) memiliki spesialisasi dan pengalaman dalam melaksanakan fungsinya. Hal ini sangat memungkinkan mereka meminimumkan biaya operasinya dan, dengan demikian, menawarkan harga yang lebih rendah dibandingkan dengan jika perusahaan menjalankannya sendiri. Kualitas yang lebih baik, misalnya, bisa diharapkan dari industri pulp yang sudah sustainable dalam waktu lama. Transportir yang berpengalaman juga dapat menentukan jalur yang paling ekonomis dan minim resiko dalam pengantaran produk.
38
Faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan surplus dengan keterlibatan pihak ketiga yaitu skala, ketidakpastian (uncertainty), dan spesifisitas aset. Skala PTKL yang tidak besar dan kemampuan pemasok yang jauh lebih besar sangat memungkinkan peningkatan surplus dalam rantai pasokan. Dengan skala lebih besar yang dimiliki oleh perusahaan-perusahaan pulp, skala ekonomis yang lebih besar dapat dicapai. Demikian juga dengan angkutan transportasi. Faktor kedua yaitu ketidakpastian kebutuhan perusahaan. Jika kebutuhan yang relatif lebih bisa diprediksi, peningkatan surplus rantai pasokan akan lebih terbatas. PTKL memiliki banyak pelanggan tetap, permintaan dengan demikian dapat diasumsikan lebih stabil. Hubungan yang positif antara permintaan dengan kebutuhan bahan baku berarti pula ketidakpastian yang seharusnya relatif rendah. Oleh karena itu, dari segi satu faktor ini, keputusan outsource tidak tepat. Akan tetapi, sebagaimana disebutkan sebelumnya, skala produksi yang tidak besar dan ketiadaan kepemilikan HTI menjadi faktor yang sangat dominan mengapa strategi outsource ini dipilih. Faktor terakhir adalah spesifisitas aset. Aset pihak ketiga yang terlampau spesifik menyebabkan pada fleksibilitas yang rendah, dan karenanya peningkatan surplus dari aggregasi berbagai konsumen tidak bisa dicapai. Hubungan PTKL dengan banyak rekanan secara tidak langsung meningkatkan fleksibilitas pemasok karena reabilitasnya dalam pengadaan tertentu bisa dipilih sebelum ditentukan. Transportir PTKL juga mempunyai berbagai jenis armada angkutan sehingga dalam setiap seleksi bisa ditentukan siapa transportir yang cocok. Dengan demikian, secara umum dari ketiga faktor di atas, outsourcing merupakan strategi yang tepat diterapkan oleh PTKL. Selain poin-poin kelebihan di atas, keputusan outsourcing juga menimbulkan beberapa resiko. Dalam konteks ini resiko-resiko yang dapat timbul antara lain sebagai berikut. a. Kerusakan proses. Kehilangan kontrol terhadap pihak ketiga yang diajak berkerjasama bisa menjadi masalah dalam keputusan outsource ini. Untuk menanggulangi resiko ini, dalam Chopra dan Meindl (2004), perusahaan harus melakukan kontrol yang baik terhadap proses tersebut, kemudian melakukan analisis biaya-manfaat, dan pada akhirnya melaksanakan outsourcing. PTKL sudah cukup baik dalam memelihara proses pengadaan barang dan pengantaran produk agar tidak „rusak‟. b. Meremehkan biaya koordinasi. Penyerahan fungsi tertentu kepada pihak lain mensyaratkan koordinasi yang baik agar proses di dalamnya berjalan lancar. Biaya-biaya koordinasi ini sering kali tidak diperhitungkan dengan cermat oleh perusahaan. Oleh karena itu, kontrol yang efektif dan efisien harus diusahakan oleh perusahaan yang menerapkan outsorcing. c. Reduksi kontak dengan konsumen. Pengalihan fungsi pengantaran produk kepada transportir dapat menyebabkan masalah kehilangan kontak konsumen. Pelibatan perantara berarti memasukkan pihak baru dalam koordinasi. Konsumen dengan demikian –dalam penerimaan produk – hanya berhubungan langsung dengan pihak ketiga, dan pihak inilah yang selanjutnya menyampai-kan aliran balik kepada perusahaan.
4.3.3.2 Proses Outsourcing Jika keputusan outsource dijalankan, maka proses-proses pengadaan akan meliputi seleksi pemasok, desain kontrak pemasok, kolaborasi desain produk, pengadaan bahan atau jasa, dan evaluasi kinerja pemasok (Chopra and Meindl, 2001). Proses pengadaan yang dijalankan oleh PTKL dalam prosedur pengadaan barang atau jasa dapat dilihat pada Gambar 12. Penilaian Pemasok Dalam sistem pengadaan barang dan jasa, PTKL memiliki banyak calon pemasok yang sudah masuk dalam daftar rekanan mampu (DRM). Setiap pemasok – untuk jenis pasokan yang sama –
39
memiliki kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai pemasok pemenang. Penilaian awal dilakukan oleh pihak PTKL terhadap para calon pemasok yang antara lain meliputi aspek teknis (kesesuaian spesifikasi dan kualitas), kemampuan pemasok, kinerja selama ini, aspek ekonomis (harga dan sistem pembayaran), dan waktu tunggu. Penilaian ini untuk mereduksi jumlah calon pemasok yang banyak dalam DRM menjadi hanya beberapa yang akan diajukan penawaran kepadanya. Secara berkala, setiap semester pihak PTKL selalu melakukan evaluasi terhadap para pemasoknya atas kinerja mereka. Inilah yang dijadikan informasi dasar pada tahap penilaian awal pemasok. Permintaan pesanan Perkiraan harga
A Pengadaan barang oleh pemasok
Permintaan penawaran harga kepada pemasok
Barang datang
Harga dari pemasok
Inspeksi barang
Negosiasi
OK?
Komplain
Pemilihan Pemasok dan kesepakatan
Pembayaran
Penanganan komplain oleh pemasok
Pengiriman PO
Evaluasi dan Analisis
A Gambar 12. Prosedur pengadaan barang/jasa PT Kertas Leces Pemilihan Pemasok dan Negosiasi Setelah dilakukan penilaian awal dan didapatkan beberapa calon pemasok saja, negosiasi dilakukan terhadap mereka untuk menentukan pemasok pemenang. Sebelum melakukan negosiasi, pihak PTKL memperkirakan harga kebutuhan pasokannya untuk dijadikan sebagai permintaan penawaran kepada calon pemasok. Negosiasi selanjutnya dilakukan apabila calon pemasok sudah menginformasikan harga penawarannya. Dari hasil negosiasi ini kemudian dipilih dan ditentukan pemasok pemenang. Kolaborasi Desain Kolaborasi juga biasa dilakukan oleh PTKL dengan pemasoknya untuk mendesain barang yang cukup spesifik. Pada pembangunan unit pabrik baru, misalnya, pihak PTKL perlu secara intensif mengkomunikasikan keinginan desainnya dengn kontraktor yang dipilih sehingga hasil yang lebih memuaskan dan sesuai harapan dapat dicapai. Kolaborasi desain juga sering dilakukan, misalnya, pada pengangkutan dan pengiriman produk kepada pelanggan agar penyusunan produk dalam alat angkut tidak mengalami kerusakan dan maksimal pengisiannya. Pengadaan Pengadaan merupakan proses dimana pemasok mengirim produknya sebagai respon pada pesanan dari pelanggan. Menurut Chopra dan Meindl (2001), tujuan dari proses pengadaan ini adalah
40
membuat pesanan tersebut dilakukan dan dipenuhi tepat waktu pada tingkat biaya yang serendah mungkin. Proses ini dimulai dengan pembuatan pesanan oleh pembeli dan diakhiri dengan penerimaan barang dan pembayaran oleh pembeli tersebut. Dalam aktivitas pengadaannya, PTKL mengirimkan purchasing order (PO) atau surat order pembelian (SOP) kepada pemasok yang sudah dipilih dan dicapai kesepakatan pembelian dengannya. Pada surat pembelian ini antara lain dicantumkan informasi tentang tanggal pemesanan, barang yang dipesan, tanggal pengiriman, dan harga untuk barang yang dipesan. Perkembangan pemenuhan pesanan ini akan terus dipantau oleh pihak PTKL, terutama tentang waktu pengiriman barang. Hal ini memang sangat perlu diperhatikan karena akan sangat berpengaruh terhadap kelancaran produksi perusahaan. Oleh karena itu, kemungkinan-kemungkinan tentang perubahan lead time (waktu tunggu), dan pengaruhnya terhadap persediaan dapat terus diawasi. Performa pemasok pun dievaluasi sepanjang proses pengadaan dan dengan demikian dapat digunakan sebagai pertimbangan dan penilaian kembali jika perusahaan akan melakukan pembelian kembali. Saat barang yang dipesan sudah dikirim dan sampai di pabrik, proses inspeksi dilakukan untuk memastikan kesesuaian barang dengan spesifikasi yang sudah disebutkan dalam pesanan. Barangbarang yang sudah dinyatakan diterima selanjutnya disimpan dalam gudang logistik. Penerimaan barang ini kemudian ditindaklanjuti dengan pembayaran oleh bagian keuangan perusahaan. Perencanaan dan Analisis Pengadaan Pihak PTKL selalu melakukan evaluasi periodik terhadap kinerja para rekanan pemasok atau pun transportirnya. Evaluasi tersebut antara lain mengukur kinerja pemasok dari segi responsivitas, waktu tunggu, ketepatan waktu pengiriman, kualitas, dan kesesuaian pemenuhan. Informasi ini dibutuhkan untuk mempermudah keputusan outsourcing, terutama terkait dengan tahap penilaian dan pemilihan atau seleksi pemasok. Melalui hasil evaluasi tersebut, pihak perusahaan mendapatkan gambaran awal tentang bagaimana proses pengadaan akan berlangsung. Para pemasok yang mendapatkan skor baik dapat dijadikan calon yang lebih diunggulkan untuk mendapatkan tender pemenuhan pasokan barang perusahaan. Pihak PTKL menindaklanjuti hal ini dengan mendisposisi atau menunjuk satu atau beberapa pemasok saja untuk memasok kebutuhan perusahaan, dan jika masih dimungkinkan menjalankan mekanisme reorder (pesan ulang). Reorder adalah istilah yang dipakai oleh PTKL untuk menyebut pemesanan jenis barang yang sama pada tingkat harga yang sama pula dengan pemesanan yang dilakukan sebelumnya. Selain analisis yang berkaitan dengan kinerja pemasok, PTKL juga melakukan analisis terhadap semua pengeluaran yang berhubungan dengan proses pengadaan atau pembelian pada semua kategori dan berbagai pemasok. Dari analisis ini perusahaan dapat menentukan kuantitas pesanan ekonomis (economic order quantity – EOQ), volume diskon, dan proyeksinya untuk volume pembelian berikutnya. Prinsip dasar sourcing yang baik adalah kerjasama antara pembeli dengan pemasok yang dapat menarik lebih banyak peluang menghemat biaya daripada dua pihak yang bekerja sendiri-sendiri. Kerjasama yang solid ini nampaknya hanya dapat dihasilkan ketika dua pihak tersebut mempunyai hubungan jangka panjang dan tingkat kesalingpercayaan yang baik. Hubungan jangka panjang akan mendorong pemasok untuk mengeluarkan usaha lebih besar pada permasalahan yang dihadapi oleh pembeli tertentu. Hubungan jangka panjang ini juga dapat meningkatkan komunikasi dan koordinasi antara kedua belah pihak. Kemampuan seperti ini sangatlah penting dalam proses pengadaan barangbarang langsung (direct materials). Oleh karena itu, hubungan jangka panjang ini seharusnya dibangun dengan para pemasok barang-barang startegis dan kritis (Chopra dan Meindl (2001).
41
Selama ini PTKL menerapkan strategi banyak pemasok dalam mengelola rantai pasokannya. Langkah ini diambil oleh perusahaan antara lain agar mendapatkan harga sekompetitif mungkin dan kualitas barang sebaik mungkin. Dua hal ini memang sangat dimungkinkan untuk dicapai dengan menerapkan strategi banyak pemasok karena terdapat banyak alternatif yang bisa diperbandingkan. dengan demikian, sifat dari hubungan dengan pemasok seperti ini hanya jangka pendek. Seperti yang sudah disampaikan sebelumnya, pemilihan pemasok pemenang oleh PTKL biasanya didasarkan pada hasil negosiasi dengan capaian terbaik dari berbagai calon pemasok (dalam berbagai aspek). Hal ini dapat menimbulkan resiko underestimasi biaya koordinasi jika tidak benar-benar diperhatikan. Biaya overhead mungkin sekali membengkak akibat banyaknya komunikasi yang harus dijalin dengan calon pemasok atau pemasok terpilih. Upaya untuk membangun hubungan jangka panjang dengan para pemasok kunci bisa menjadi suatu strategi yang lebih menguntungkan bagi perusahaan dari pada strategi yang dijalankan saat ini. Beberapa alasan yang mendukung hal ini adalah sebagai berikut. a. Ketidakpastian permintaan yang relatif kecil. Sebagai perusahaan yang sudah lama sustainable dalam industri kertas, PTKL memiliki para pelanggan yang cukup setia. Hal ini berarti ketidakpastian dalam permintaan dapat diminimasi. Bila ketidakpastian permintaan relatiif kecil dan kebutuhan bahan memiliki korelasi positif dengan permintaan tersebut, maka pesanan kepada para pemasok juga hampir dapat diperhitungkan dengan pasti. Dengan demikian, pemasok dapat mengurangi ketidakpastian permintaannya pula dari pembelinya (PTKL). b. Kemudahan dalam mengelola persediaan. PTKL dituntut untuk selalu memiliki persediaan bahan baku dan bahan penolong yang cukup pada tempat dan waktu yang tepat. Permintaan dari pelanggan akan jenis kertas tertentu harus secara cepat direspon oleh perusahaan dengan menjalankan produksi. Hubungan jangka panjang dengan pemasok membuat perencanaan persediaan lebih tepat karena pengadaannya lebih terjamin. Waktu tunggu dan biaya overhead karena banyaknya komunikasi dan negosiasi yang sebelumnya harus dijalin dengan banyak pemasok bisa dikurangi secara signifikan. Waktu pengiriman juga dapat diperkirakan dengan lebih tepat.
4.4 Sumberdaya Rantai Pasokan Kertas 4.4.1 Sumberdaya Fisik Perkembangan industri pulp dan kertas yang masih menggantungkan sumber bahan bakunya dari serat kayu mengimplikasikan kebutuhan lahan/hutan yang luas. Hal ini diperkuat dengan adanya potensi pasar domestik kertas yang proyeksi masih akan terus berkembang dan pergeseran pasokan utama pulp dan kertas dunia. Data tahun 2008 dari Departemen Kehutanan menyebutkan bahwa luas areal hutan di Indonesia diperkirakan 133,369,684 ha, terdiri atas hutan lindung 31.6 juta ha, kawasan pelestarian alam 20.1 juta ha, hutan produksi 36.6 juta ha, hutan produksi terbatas 22.5 juta ha, dan hutan produksi yang dapat dikonversi 22.8 juta ha. Proyeksi pasokan kayu untuk industri pulp dan kertas dari hutan tanaman industri (HTI) pada 2012 adalah 34.6 juta m3. Jumlah ini berencana terus ditingkatkan hingga mencapai 44.2 juta m3 pada 2014 dan 65.1 juta m3 pada 2020 (Departemen Perindustrian 2009). Hal penting yang perlu diperhatikan dalam pengembangan HTI adalah aspek pengelolaan yang harus memperhatikan kaidah kelestarian sehingga pemanfaatannya berkelanjutan. Dengan kata lain, perlu benar-benar diterapkan sustainable forest management (SFM) pada sistem HTI. Selain itu, masalah alokasi areal HTI, perizinan, dan aturan-aturan pengelolaannya perlu diatur sedemikian rupa sehingga investasi pada sektor industri pulp dan kertas ini berjalan sesuai arah pengembangan yang diharapkan.
42
Disamping bahan baku kayu dari HTI, penggunaan kertas bekas untuk produksi kertas mempunyai proporsi yang juga signifikan. Dengan permintaan kertas dalam negeri yang agaknya masih akan terus bertumbuh, pasokan kertas bekas domestik diperkirakan juga meningkat. Saat ini, tidak sampai 60% dari 5 juta ton kertas bekas yang digunakan pabrik kertas Indonesia dipenuhi dari pasokan dalam negeri. Tingkat pendaurulangan kertas pun masih stabil hanya dibawah 50% selama lima tahun terakhir. Dengan perkiraan produksi kertas mencapai 13.7 juta ton pada 2020, maka diharapkan pula terjadi kenaikan proporsi terhadap kertas bekas domestik menjadi 8.2 juta ton (pada tingkat pendaurulangan kertas mencapai 61% (Recovered Paper Market, 2010). Sehubungan dengan persoalan kertas bekas, belum ada target pendaurulangan dari pemerintah. Selain itu, infrastruktur untuk pengumpulan sampah kertas yang masih kurang dan wilayah geografis Indonesia yang berupa kepulauan menjadi hambatan tersendiri. Namun demikian, daur ulang serat domestik umumnya masih lebih murah dibandingkan dengan yang impor. Pertimbangan komersial inilah yang diharapkan mampu mendorong tingkat pendaurulangan kertas dalam negeri lebih tinggi lagi di masa mendatang. Dalam rangka mencapai hal tersebut, salah satu upaya yang seharusnya dilakukan adalah memfasilitasi pembentukan kelembagaan klaster-klaster pengumpul kertas bekas, mulai dari pemulung, pengepul kecil hingga pengepul besar. Dari segi infrastruktur, secara umum kondisinya di Indonesia masih buruk, terlebih di luar pulau Jawa. Padahal pulau-pulau seperti Sumatera, Kalimantan, dan Papua diarahkan untuk pengembangan industri pulp ke depan. Kurang memadainya fasilitas publik (jalan, listrik, pelabuhan) seringkali mendorong pelaku industri di luar pulau jawa membangun kebutuhan infrastrukturnya sendiri, sehingga investasi yang dibutuhkan bertambah besar. Perhatian dan peran lebih dari pemerintah diperlukan untuk memperbaiki kendala infrastruktur semacam ini. Tabel 16. Kapasitas, bahan baku, dan produk pada lima mesin kertas PT Kertas Leces Mesin Kertas (Kapasitas)
Bahan Baku
Produk Kertas
Kardus bekas (OCC) I (30 ton/hari)
Sludge dari ETP Afval campur
Medium liner
Broke Mesin Kertas I Kardus bekas (OCC) II (70 ton/hari)
SWL Afval putih Broke Mesin Kertas II
III (200 ton/hari) IV (40 ton/hari)
Kertas tulis Kertas gambar Medium Liner
Pulp serat panjang Pulp serat pendek
Kertas tulis cetak
Broke Mesin Kertas III Pulp serat panjang Pulp serat pendek
Berbagai jenis kertas tisu
Broke Mesin Kertas IV Pulp serat panjang
V (300 ton/hari)
Pulp serat pendek
Kertas tulis cetak
Deinked pulp
Kertas koran
Broke Mesin Kertas IV Keterangan: OCC = Old Corrugated Carton SWL = Sorted White Ledger
Afval = kertas sisa Broke = kertas yang rusak selama proses produksi
43
Pada kasus PTKL, pasokan bahan baku tidak diperoleh dari pengusahaan HTI. Kebutuhan seratnya dipenuhi dengan menjalin jaringan pasokan baik dari produsen pulp, pabrik gula, pengepul kertas bekas lokal, maupun ekportir kertas bekas dari luar negeri. Kondisi ini memang sesuai dengan kapasitas PTKL yang tidak besar, hanya 640 ton/hari atau sekitar 170 ribu ton/tahun. Dalam menjalankan aktivitas produksi, PTKL dilengkapi dengan fasilitas sebagai berikut. Pabrik pulp kimia
: 2 unit
Pabrik deinking
: 1 unit
Pabrik chemical recovery
: 2 unit
Mesin kertas
: 5 unit
Pembangkit listrik tenaga uap
: 1 unit
Instalasi pengolah air limbah (IPAL) : 1 unit Pabrik chlor alkali : 1 unit Pada Tabel 16 diterangkan kapasitas per unit mesin kertas, jenis bahan baku, dan jenis produk kertas yang biasa dihasilkan.
4.4.2 Sumberdaya Teknologi Departemen Perindustrian (2009) mengungkapkan bahwa pada aspek teknologi yang digunakan oleh pabrik-pabrik kertas (termasuk pulp) di Indonesia, deviasinya sangat besar; sebagian besar industri pulp dan kertas nasional adalah pabrik tua yang menggunakan teknologi lama dengan kapasitas kecil, sebagian kecil lainnya merupakan pabrik-pabrik baru dengan kapasitas sangat besar dan menggunakan teknologi modern setara dengan teknologi di negara maju. Selain itu, teknologi masih sangat bergantung pada luar negeri, terutama dalam rekayasa permesinan, teknologi proses, dan pengembangan produk baru. Dalam menghadapi era ekolabeling, saat ini PTKL mengarahkan bisnisnya pada hal-hal sebagai berikut. a. Penggunaan bahan baku diarahkan pada sumber serat yang berasal jenis nonkayu (trutama ampas tebu) dan kertas bekas. b. Dari sisi teknologi proses, produksi pulp dengan proses soda, penyempurnaan dengan penambahan oksigen delignifikasi, didukung chemical recovery plant, dan sistem alkali sizing pada mesin kertas. c. Dalam rangka pengendalian limbah, semua air buangan diolah di Unit Instalasi Pengolah Air Limbah (IPAL) dan sebagian digunakan kembali, dan gas buangan recovery boiler dilalukan pada penangkap debu (electrostatic presipitator). d. Penjaminan stabilitas mutu produk. Sebagai pabrik yang sudah dari 1940 beroperasi, mesin-mesin PTKL banyak yang sudah tua. Walaupun telah mengalami pengembangan berkali-kali sejak mula dibangun, PTKL berupaya terus untuk mengikuti perkembangan teknologi di dunia industri pulp dan kertas. Oleh karena itu, kecermatan dalam transisi teknologi lama ke teknologi yang lebih baru menjadi hal yang niscaya. Dalam rangka mendukung peningkatan riset dan pengembangan serta penerapan teknologi di bidang industri pulp dan kertas, diperlukan integrasi yang baik antara industri, badan penelitian dan pengembangan (Balai Besar Pulp dan Kertas, BPPT, LIPI), dan perguruan tinggi. Aspek yang perlu ditingkatkan tersebut terutama terkait dengan efisiensi proses produksi, peningkatan mutu produk, diversifikasi produk, pemanfaatan bahan baku alternatif potensial, penanganan masalah lingkungan, pengembangan standar, dan semacamnya. Selain itu, diperlukan pula upaya penggiatan industri rancang bangun dan rekayasa permesinan nasional di bidang industri pulp dan kertas, dengan harapan secepatnya industri pulp dan kertas nasional tidak lagi bergantung pada luar negeri.
44
4.4.3 Sumberdaya Permodalan Industri pulp dan kertas termasuk indsutri yang membutuhkan investasi sangat besar (capital intensive), terlebih dengan pengembangan HTI. Biaya investasinya diperkirakan sebesar USD 1200 per ton kapasitas terpasang (Departemen Perindustrian 2009). Berdasarkan data dari APKI tahun 2007, sebanyak 69 perusahaan berstatus modal dalam negeri, 12 purusahaan dari modal luar negeri, dan 3 perusahaan milik negara. Pada produksi kertas, perusahaan berstatus modal dalam negeri menguasai 68 persen dari total kapasitas terpasang nasional, dan 29 persen yang dimiliki perusahaan berstatus modal luar negeri. Untuk pulp, 47 persen dari investasi dalam negeri, dan 49 persen dari investasi luar negeri (Putra 2009). PTKL termasuk salah satu perusahaan kertas yang dimiliki negara (Badan Usaha Milik Negara – BUMN), selain PT Kertas Padalarang dan PT Kertas Kraft Aceh. Modalnya berbentuk saham, dimana struktur permodalannya dikuasai oleh negara. Walau begitu, sebagai BUMN yang berbentuk Perusahaan Perseroan (Persero), tujuannya tetaplah mengejar keuntungan.
4.4.4 Sumberdaya Manusia Industri pulp dan kertas di Indonesia telah mulai dikembangkan sejak 1923. Pengalaman panjang di sektor industri ini tentu sudah dimiliki. Dengan kenyataan ini, sebenarnya putra-putri Indonesia telah mampu menjalankan industri pulp dan kertas dengan baik. Saat ini juga sudah ada Akademi Teknologi Pulp dan Kertas (ATPK) dan berbagai sekolah serta perguruan tinggi bidang teknik teknologi lainnya yang dapat menyuplai kebutuhan sumberdaya manusia untuk industri pulp dan kertas. PTKL sendiri sudah beroperasi sejak 1940. Di tengah persaingan dalam industri kertas yang semakin ketat, PTKL dengan sumberdaya yang dimiliki berupaya tetap bertahan. Dari sisi sumberdaya manusia, seluruh tenaga kerjanya berstatus pegawai negeri. Sebagai sebuah perusahaan negara, PTKL juga menjaga perannya dalam proses edukasi dengan memfasilitasi pembelajaran dan praktik lapang dari berbagai lembaga pendidikan. Pengalaman yang sudah sekian lama ini tidak jarang mendatangkan tenaga dari perusahaan kertas lain untuk belajar dari PTKL. Manajemen PTKL dipimpin oleh dewan komisaris dan dewan direksi. Struktur organisasinya mulai dari yang teratas adalah presiden direktur (direktur utama), direktur (terdiri atas direktur produksi dan pengembangan, direktur pemasaran, direktur keuangan, administrasi dan umum), manajer, superintendent, supervisor, hingga kelompok kerja. Diagram struktur organisasi perusahaan dari tingkat direktur sampai superintenden dapat dilihat pada Lampiran 2.
45