BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 1. Letak Geografis Dan Keadaan Alam Dalam penelitian ini penulis mengambil lokasi penelitian yaitu di Desa Kertawangi Kecamatan Cisarua Kabupaten Bandung Barat, tepatnya di Rw 13. Desa Kertawangi terletak di daerah dataran tinggi, sehingga sebagian besar luas wilayahnya adalah bukit-bukit, dataran tinggi atau pegunungan dengan luas 120 Ha/m2 yang kondisi geografisnya dari permukaan laut 1.300 mdl, curah hujan rata-rata 1.800 Mm dan keadaan suhu rata-rata 26ºC dengan suhu relatif dingin. Adapun batas-batas daerah Desa Kertawangi adalah : a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Subang dan Kabupaten Purwakarta b. Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Jambudipa dan Desa Padaasih, Kecamatan Cisarua. c. Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Cihanjuang Rahayu dan Desa Karyawangi, Kecamatan Parongpong. d. Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Tugumukti, Kecamatan Cisarua. Jarak Desa Kertawangi ke ibu kota kecamatan sekitar 2,5 km, yang dapat ditempuh selama ¼ jam, dan jarak tempuh dari Desa Kertawangi ke ibu kota kabupaten/kota sekitar 20 km yang dapat ditempuh selama ½ jam, serta jarak
66
67
tempuh ke pusat fasilitas terdekat (seperti pusat perekonomian, kesehatan dan pemerintahan) sekitar ½ jam. Secara topografi atau bentang alam luas daratan Ds.Kertawangi seluruhnya adalah 1800 Ha/m2, yang terdiri dari pemukiman (241,146 Ha/m2), persawahan ( 2 Ha/m2), perkebunan (5 Ha/m2), kuburan (2 Ha/m2), pekarangan (21,168 Ha/m2), taman (0,014 Ha/m2), perkantoran (1,35 Ha/m2), prasarana umum (1527,322 Ha/m2), dataran tinggi (120 Ha/m2) dan bukit-bukit (100 Ha/m2).
2. Penduduk Jumlah penduduk Desa Kertawangi secara keseluruhan yaitu 10.669 orang/jiwa, dan jumlah kepala keluarga (KK) yaitu 3.233 KK dan menurut jenis kelamin laki-laki yaitu 5427 orang/jiwa dan menurut jenis kelamin perempuan yaitu 5242 orang/jiwa. Bila dirinci menurut golongan usia bisa dilihat pada tabel di bawah ini: TABEL IV.1 JUMLAH PENDUDUK BERDASARKAN USIA DI DESA KERTAWANGI KECAMATAN CISARUA TAHUN 2010 No Golongan Umur (Tahun) Jumlah 1 0-6 tahun 979 jiwa 2 7-12 tahun 986 jiwa 3 13-18 tahun 977 jiwa, 4 19-24 tahun 775 jiwa 5 25-30 tahun 940 jiwa 6 31-36 tahun 853 jiwa 7 37-42 tahun 931 jiwa 8 43-48 tahun 933 jiwa 9 49-54 tahun 872 jiwa 10 55-60 tahun 685 jiwa 11 60 tahun keatas 1.157 jiwa Jumlah 10.669 jiwa Sumber : Profil Desa/Kelurahan Kertawangi 2010
68
Rata-rata tingkat pendidikan penduduk desa Kertawangi dapat dilihat dari tabel berikut : TABLE IV.2 TINGKAT PENDIDIKAN PENDUDUK DESA KERTAWANGI KECAMATAN CISARUA TAHUN 2010 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Tingkat Pendidikan Tamat TK/Sederajat Tamat SD/Sederajat Tamat SLTP/Sederajat Tamat SMU/Sederajat Tamat D-1/Sederajat Tamat D-2/Sederajat Tamat D-3/Sederajat Tamat S-1/Sederajat Tidak Sekolah Jumlah
Jumlah 297 2522 1777 1814 395 395 198 158 429 7985
Sumber : Profil Desa/Kelurahan Kertawangi, 2010 Berdasarkan tabel di atas menunjukan bahwa tingkat pendidikan penduduk desa Kertawangi yang tidak bersekolah dan yang bersekolah 1: 9. Mata pencaharian penduduk Desa Kertawangi bisa dilihat dari tabel berikut: TABEL IV.3 MATA PENCAHARIAN PENDUDUK DESA KERTAWANGI KECAMATAN CISARUA TAHUN 2010 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Mata Pencaharian Petani Buruh Tani PNS Montir Pedagang Keliling Peternak Dokter Swasta Bidan Swasta Pengrajin Industri Tangga
Rumah
Jumlah 2570 jiwa 1380 jiwa 268 jiwa 30 jiwa 145 jiwa 773 jiwa 2 jiwa 1 jiwa 26 jiwa
69
10 11 12 13
TNI/POLRI Pensiun PNS/TNI/POLRI Pengusaha Kecil Dan Menengah Dukun Dan Jasa Pengobatan Alternatif 14 Dosen Swasta 15 Pengusaha Besar 16 Karyawan Perusahaan Swasta 17 Tidak Bekerja/ Menganggur Jumlah Sumber : Profil Desa/Kelurahan Kertawangi 2010
100 jiwa 125 jiwa 326 jiwa 7 jiwa 2 jiwa 4 jiwa 290 jiwa 2102 jiwa 8151 jiwa
Berdasarkan tabel di atas menunjukan bahwa penduduk desa Kertawangi termasuk penduduk yang produktif, karena tingkat pengangguran penduduk lebih sedikit. Hal ini sangat memungkinkan memunculkan rasa antusias mereka dalam bekerja, karena mereka masih berada pada usia produktif.
B. Deskripsi Hasil Lapangan 1. Keluarga X a.
Identitas Responden a) Nama Ayah
: Ucu Sulaeman
b) Nama Ibu
: Elis Rusmiati
c) Usia Ayah
: 30 tahun
d) Usia Ibu
: 27 tahun
e) Pendidikan Ayah
: SD
f) Pendidikan Ibu
: SMP
g) Pekerjaan Ayah
: Petani
h) Pekerjaan Ibu
: Buruh Tani
i) Jumlah anak
: 1 orang ( Rizky Sopyan 5 tahun)
70
b. Gambaran Umum Keluarga Bapak Ucu memiliki latar belakang pendidikan Sekolah Dasar sedangkan istrinya, ibu Elis memiliki latar belakang pendidikan lulusan SMP, yang dikarenakan kondisi keluarga mereka kurang mampu untuk melanjutkan sekolah ketingkat selanjutnya. Bapak dan ibu X sudah menjalani kehidupan keluarganya selama 6 tahun serta dikaruniai 1 orang anak laki-laki bernama Rizky yang berusia 5 tahun. Hubungan yang ada didalam keluarga X memiliki kondisi yang rukun dan mereka tinggal bertiga yang terdiri dari bapak-ibu-anak. Tetapi karena rumah orangtua ibu X ada disamping mereka, sehingga mereka lebih sering berkumpul bersama di rumah orangtua dari ibu X. Latar belakang keluarga orangtua X adalah keluarga petani, sehingga mereka lebih memilih untuk meneruskan mata pencaharian keluarganya sebagai petani, dibandingkan untuk mencari pekerjaan yang lainnya. Orangtua X memiliki lahan pertanian sendiri yang terdiri dari kebun tomat, cabai, kembang kol dan labu siam. Setiap harinya orangtua X bekerja dari pagi hari sampai dengan sore hari, terkadang bapak X pulang malam dikarenakan harus kembali menjaga kebun miliknya, jika kebunnya tidak dijaga maka akan ada yang mencuri hasil kebun bapak X. Setiap harinya bapak dan ibu X berangkat kerja dari pagi pukul 06.30 sampai dengan sore hari pukul 16.30, tetapi terkadang bapak dan ibu pulang kerumah ketika waktu dzuhur untuk beristirahat, kemudian berangkat kembali ke kebun untuk melanjutkan pekerjaannya. Walaupun demikian, pada saat mereka
71
pulang untuk istirahat, mereka menyempatkan diri untuk bertemu sebentar dengan anak-anaknya. Sebagian besar waktu keluarga X digunakan untuk bekerja, sehingga menyebabkan kurangnya interaksi orangtua X dengan anak X. Tetapi mereka tidak lupa untuk tetap berkomunikasi dengan anak walaupun hanya sebentar, karena dengan demikian mereka dapat mempertahankan kondisi keluarga mereka dengan utuh. Bapak X yang hanya dapat bertemu dengan anaknya disaat istirahat siang, dan ibu X yang hanya dapat bertemu dengan anaknya sebelum berangkat bekerja, tidak menjadikan hubungan orangtua dan anak menjadi renggang, karena orangtua X masih peduli terhadap anaknya. Walaupun pekerjaan itu penting untuk kehidupan mereka, tetapi tetap memprioritaskan keluarga dan anak, karena keluarga adalah harta yang paling berharga dibandingkan dengan pekerjaan yang mereka miliki. Kebiasaan bersama yang sering dilakukan oleh keluarga X untuk mempererat hubungan keluarga/kominikasi didalam keluarga adalah ketika makan dan nonton tv bersama di ruang keluarga, jika orangtua keluarga X sedang tidak ada aktivitas.
c.
Pemahaman
orangtua
mengenai
pola
asuh
anak
untuk
mengembangkan sosial emosional anak. Setelah melakukan wawancara dan observasi langsung terhadap keluarga X dalam mengungkapkan bagaimana pengetahuan orangtua mengenai pola asuh anak untuk mengembangkan perkembangan sosial emosional anak. Keluarga X menjelaskan bahwa mereka belum terlalu mengerti tentang apa itu pola asuh dan
72
perkembangan sosial emosional anak. Mereka hanya mengetahui bahwa pola asuh itu adalah cara mengasuh anak agar menjadi anak yang baik. Tetapi mereka tidak tahu pengertian dari pola asuh, jenis-jenis pola asuh maupun dimensi dari pola asuh. Padahal kesemuanya itu selalu dilakukan oleh mereka setiap hari. Mereka juga tidak pernah membaca buku ataupun penyuluhan tentang pola asuh dan perkembangan anak. Walaupun di dekat rumahnya terdapat posyandu, tetapi tidak pernah ada kegiatan penyuluhan tentang pola asuh dan perkembangan anak dari desa, dan memang karena tidak adanya waktu untuk mengikutinya, hal itu dikarenakan waktunya digunakan untuk bekerja. Begitupun dengan pengetahuan tentang perkembangan sosial emosional anak, mereka hanya mengetahui bahwa perkembangan itu adalah perkembangan tentang emosi yang dimiliki oleh anak saja. Mereka tidak mengetahui bagaimana tahapan perkembangan sosial emosional anak yang seharunya. Yang terpenting adalah selama anak mereka masih berkelakuan baik dan tidak melakukan hal yang buruk, maka mereka masih bisa hidup dengan baik. Karena mereka tidak mengetahui bagaimana perkembangan sosial emosional
anak,
merekapun
tidak
mengetahui
bagaimana
cara
untuk
mengembangkan sosial emosional yang dimiliki oleh anak mereka. Mereka hanya beranggapan, bahwa dengan mereka percaya kepada anak mereka yang akan selalu berbuat baik, mereka sudah dapat mengetahui bahwa anak mereka dalam kondisi yang baik. Jika ada kasus atau kejadian tentang perkembangan sosial emosional anak yang tidak sesuai dengan tahapannya, mereka hanya bisa
73
menasehatinya dan menanyakan kenapa hal itu bisa terjadi, dengan begitu mereka menganggap sudah membantu anak dalam menyelesaikan masalahnya.
d. Pola asuh yang diterapkan oleh orangtua Setelah melakukan wawancara langsung dengan keluarga X pola asuh yang diterapkan oleh keluarga X kepada anaknya, menjelaskan bahwa mereka tidak mengetahui jenis pola asuh apa yang mereka terapkan kepada anak-anak mereka. Mereka memberikan kasih sayangnya dengan memenuhi keinginan anak, karena hal itulah yang bisa mereka berikan ketika mereka tidak bersama anaknya. Bapak dan ibu menjelaskan, bahwa secara tidak langsung mereka menggunakan cara orangtua mereka mendidik/pola asuh mereka ketika masih kecil kepada anak mereka. Karena didikan orangtua tersebut sudah melekat pada diri mereka, maka merekapun secara tidak sadar telah menerapkannya kepada anak-anak mereka. Nilai-nilai yang ditanamkan dalam keluarga adalah semua nilai kehidupan, khususnya adalah nilai agama dan nilai sosial. Tujuan dari diterapkannya nilai-nilai tersebut adalah agar anak dapat menjalani kehidupannya dan bisa membedakan mana yang baik dilakukan dan mana yang tidak baik dilakukan. Karena nilai tersebut adalah nilai yang penting dalam kehidupan manusia. Dalam pemberian nilai tersebut, bapak dan ibu memberikan contoh dengan perilaku mereka kepada anak, karena dengan begitu anak akan mengikuti apa yang mereka lakukan. Pada kesehariannya, jika anak melakukan sesuatu hal yang baik, maka bapak dan ibu X selalu memuji mereka dengan pujian dan doa yang baik untuk
74
mereka. Contohnya jika anak mendapatkan prestasi yang baik didalam sekolah ataupun diluar sekolah, bapak dan ibu selalu memujinya dan mendoakan semoga dia bisa menjadi anak yang pintar dan sholeh. Tetapi jika anak berbuat suatu kesalahan, bapak dan ibu X suka memarahi mereka dan langsung menasehati mereka bahwa perbuatan itu tidak boleh dilakukan, atau dengan memberikan hukuman uang jajan mereka akan dikurangi ataupun tidak boleh bermain lagi selama dia menyadari bahwa dia berbuat salah. Pekerjaan bapak dan ibu X memakan waktu yang sangat lama, sehingga intensitas mereka bertemu dan berkomunikasi dengan anak sangatlah kurang, mereka hanya bisa bertemu pada saat sebelum berangkat kerja dan ketika anak sudah lelah bermain diluar rumah. Jika dihitung, mereka hanya bisa bertemu dengan anaknya hanya ±3 jam saja. Walaupun begitu, rasa kangen anak kepada orangtuanya tidak berkurang. Ketika mereka kumpul di rumah, anak selalu bermanja-manja dengan mereka, bercerita tentang kejadian yang telah dia lewati seharian itu dan juga meminta sesuatu yang dia inginkan. Bapak dan ibu X hanya bisa menanggapinya dengan mendengarkan dan mengiyakannya. Bapak dan ibu X tidak pernah melakukan pembatasan-pembatasan aktivitas anak namun hal ini disertai penjelasan mengapa hal itu harus dilakukan dan tidak boleh dilakukan. Karena bagi mereka masa anak-anak adalah masa bermain. Tetapi anak tetap diberikan beberapa batasan yang tidak boleh dilakukannya, jika anak melewati batasan tersebut, maka anak akan mendapatkan akibat dari perbuatannya dan mengerti dan faham bahwa dia tidak boleh lagi melewati
75
batasan terebut. Tetapi walaupun begitu terkadang anak melakukan hal terebut untuk mencari perhatian dari orangtuanya. Bapak dan ibu X sangat memperhatikan kesejahteraan anak-anaknya, mereka rela bekerja dari pagi sampai dengan sore hari hanya untuk mensejahterakan dan membahagiakan keluarganya, walaupun bergitu, mereka merasakan akibat dari pekerjaan mereka yang menyebabkan mereka kurang bisa merespon kebutuhan anak-anaknya. Jadi apa yang anak mereka ingingkan akan langsung mereka penuhi, walaupun keinginan anak tidaklah terlalu penting. Ketika bapak dan ibu X bekerja, mereka mempercayai anaknya (Rizky) kepada bibiknya yang bernama Dini. Dini yang hanya bersekolah sampai dengan kelas 3 SMP dikarenakan masalah ekonomi keluarga, lebih memilih membantu orangtuanya
dalam
hal
membersihkan
rumah,
memasak
dan
menjaga
keponakannya. Dini adalah bibik dari Rizky yang paling dekat dengannya, karena Rizky selalu ditemani Dini jika bapak dan ibunya sedang pergi bekerja. Oleh karena itu, yang lebih banyak berinteraksi dengan Rizky adalah bibiknya sendiri. Bapak dan ibu percaya pada Dini bahwa dia bisa membimbing dan menjaga keponakannya ketika sedang didalam ataupun diluar rumah. Sebagai seorang bibik, Dini selalu menjaga dan mengarahkan keponakannya dalam segala hal, mencontohkan semua hal baik dan melarang hal yang menurutnya tidak baik. Dini selalu menasehati Rizky jika Rizky berbuat hal yang tidak baik. Ketika Rizky sedang bermainpun Dini selalu ada di dekatnya. Dini melakukannya dengan senang hati.
76
Setelah bapak dan ibu X berangkat kerja, Dinilah yang bertanggungjawab dalam hal mengasuh keponakannya (Rizky). Dari pagi hari sampai dengan sore hari Dini menemani dan mengontrol keponakannya itu dengan baik, jika sebentar saja keponakannya tidak terlihat, Dini langsung mencarinya sampai ketemu, Dini tidak pernah meninggalka keponakannya kecuali jika orangtuanya pulang bekerja. Walaupun Dini selalu ada untuk keponakannya, tetapi hal tersebut tidak mengganggu kegiatan Dini bermain dengan teman-temannya, terkadang Dini selalu mengajak Rizky untuk ikut serta bermain bersamanya. Setelah bapak dan ibu X pulang kerumah, Dini lalu menceritakan apa saja yang telah dialaminya dengan keponakan kesayangannya tersebut. Hal itu dilakukannya untuk membuktikan bahwa dia bisa menjadi seorang bibik sekaligus pengasuh yang menyayangi keponakannya.
e.
Perkembangan sosial emosional anak usia 4-5 tahun.
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi keluarga X mengenai perkembangan sosial emosional anak , keluarga X menjelaskan bahwa dalam proses perkembangan sosial emosional yang dimiliki oleh anak mereka bisa dilihat dari kegiatan sehari-hari yang dilakukan oleh anak mereka. Pada usianya, Rizky belum bisa menjadi anak yang mandiri. Setiap harinya dia masih harus dibangunkan oleh ibunya, begitupun ketika dia ingin tidur, dia masih harus ditemani/dikeloni oleh ibunya dan mandipun harus bitemani oleh ibunya, jika ibunya
tidak menemaninya Rizky pun tidak akan bisa
bangun/tidur/mandi. Tetapi dalam hal makan, Rizky tidak perlu dibantu oleh
77
ibunya. Dia sudah bisa makan dengan menggunakan sendok sendiri, tetapi memang dalam kerapihan Rizky masih belum bisa makan yang tertib, karena ketika dia makan nasi ataupun lauk yang dia makan bisa berantakan kemanakemana. Padahal dengan bapak dan ibunya bekerja, mereka berharap bahwa anak mereka dapat hidup mandiri. Tetapi hal itu tidak tercapai, justru dengan lamanya bekerja, anak akan semakin mencari perhatian kedua orangtuanya sehingga mereka ingin selalu dibantu oleh orangtuanya, khususnya oleh ibunya. Pada saat semua anggota keluarga kumpul, Rizky selalu dimanjakan oleh keluarganya. Karena Rizky anak tunggal dari kedua orangtuanya, sehingga apapun yang Rizky inginkan selalu dituruti oleh keluarganya. Sama halnya dengan di rumah, di sekolah ataupun diluar rumah Rizky belum dapat hidup mandiri. Seperti berangkat sekolah selalu saja harus ditemani oleh ibunya, jika bermainpun harus ditemani oleh bibiknya. Karena orangtua yang selalu menurutinya, sehingga anak jarang belajar menghormati orang lain dan mengalami kesulitan untuk mengendalikan perilakunya. Mereka mungkin mendominasi, egosentris, tidak menuruti aturan, dan kesulitan-kesulitan dalam hubungan dengan teman sebayanya. Sehingga Rizky belum bisa menjalin hubungan yang baik dengan teman sebayanya. Walaupun begitu Rizky adalah anak yang sangat terbuka kepada keluarganya. Dengan sikapnya yang terbuka itu membuat semua orang yang ada di sekitarnya menjadi dekat dengannya. Tidak segan-segan dia bercerita kepada teman-temannya atau keluarganya tentang pengalaman yang telah dialami dan sedang dia alami.
78
2. Keluarga Y a. Identitas Responden a) Nama Ayah
: Obih Rahmat
b) Nama Ibu
: Sukaesih
c) Usia Ayah
: 48 tahun
d) Usia Ibu
: 43 tahun
e) Pendidikan Ayah
: SD
f) Pendidikan Ibu
: SD
g) Pekerjaan Ayah
: Peternak
h) Pekerjaan Ibu
: Petani
i) Jumlah anak
: 5 orang
b. Gambaran umum keluarga. Keluarga bapak Obih dan ibu Esih memiliki latarbelakang pendidikan sampai dengan pendidikan dasar, dikarenakan tidak sanggup untuk meneruskan sekolah ke tingkat selanjutnya. Orangtua mereka beranggapan bahwa walaupun hanya sekolah sampai dengan SD, yang terpenting bahwa anaknya sudah dapat membaca, menulis dan berhitung. Karena bagi mereka, dengan memiliki kemampuan tersebut anak sudah bisa belajar dengan baik, sehingga tidak perlu sekolah tinggi. Bapak dan ibu Y sudah menjalani kehidupan keluarganya selama 28 tahun serta dikaruniai 5 orang anak, dimana anak pertama seorang laki-laki bernama Topik yang berusia 28 tahun (almarhum), anak kedua seorang perempuan
79
bernama Sunarti yang berusia 26 tahun, anak ketiga seorang laki-laki bernama Ahmad berusia 21 tahun, anak keempat seorang laki-laki bernama Rofiq berusia 15 tahun dan anak kelima seorang perempuan bernama Suci Nuraeni berusia 4,5 tahun. Di rumah yang kecil mereka tinggal berenam walaupun karakter anak keluarga Y memiliki karakteristik yang berbeda-beda, tetapi hubungan keluarga bapak Obih sangatlah rukun. Anak pertama dan kedua keluarga Y sudah memiliki pekerjaan, sehingga mereka sudah memiliki kesibukan sendiri. Kecuali Rofiq yang masih bersekolah di kelas 3 SMP. Memang sebagian besar anak dari bapak dan ibu Y hanya bersekolah sampai dengan tingkat SMP, dikarenakan masalah ekonomi keluarga yang tidak menentu. Keluarga orangtua Y memiliki latarbelakang pekerjaan sebagai keluarga peternak dan petani, oleh karena itu orangtua Y memilih untuk meneruskan pekerjaan orangtuanya sebagai petani. Orangtua Y memiliki lahan perkebunan sendiri yang terdiri dari kebun buncis, kembang kol dan labu siam. Setiap harinya orangtua Y bekerja dari pagi hari sampai dengan sore, terkadang bapak pulang malam karena harus menjaga kebun dan ternak sapi miliknya. Setiap hari bapak dan ibu berangkat bekerja dari pukul 06.00 pag hari sampai dengan pukul 17.30 sore hari. Selama bekerja ibu Y tidak pernah pulang kerumah untuk istirahat, tetapi ibu Y memiliki saung kecil (rumah-rumahan kecil) di sekitar kebunnya untuk tempat istirahat selama ibu Y bekerja, lalu berangkat kembali ke kebun untuk melanjutkan pekerjaannya. Berbeda dengan ibu Y, setiap harinya bapak Y bangun jam 04.00 pagi lalu memeras susu untuk dikumpulkan ke pengumpul susu
80
perusahaan susu Lembang. Setelah itu bapak Y langsung pergi mencari rumput untuk makan sapi dan membeli ampas tahu dari pengecer yang keliling di sekitar kampungnya. Kemudian bapak Y pergi menjemput istrinya, untuk pulang kerumah bersama-sama. Karena waktu yang dimiliki orangtua Y lebih banyak digunakan untuk bekerja, tetapi mereka selalu berkomunikasi dengan anaknya walaupun itu hanya sebentar. Orangtua Y yang hanya bisa bertemu dengan anak-anaknya hanya disaat pulang kerja. Tetapi hal itu tidak merubah hubungan orangtua dengan anak, karena orangtua Y selalu memprioritaskan anak-anaknya, khususnya perhatian mereka lebih dicurahkan kepada Suci anak bungsu mereka.
Kebiasaan yang
sering mereka lakukan disaat tidak sedang beraktivitas adalah berkumpul bersama sambil bersenda gurau dengan seluruh anggota keluarga.
c.
Pengetahuan
orangtua
mengenai
pola
asuh
anak
untuk
mengembangkan sosial emosional anak. Berdasarkan hasil wawancara dan observasi yang dilakukan di keluarga Y, dalam mengungkapkan bagaimana pengetahuan orangtua mengenai pola asuh anak untuk mengembangkan perkembangan sosial emosional anak. Keluarga Y menjelaskan bahwa mereka belum terlalu mengerti tentang apa itu pola asuh dan perkembangan sosial emosional anak. Mereka khususnya ibu Y hanya mengetahui bahwa pola asuh adalah cara bagaimana mendidik anak didalam keluarga. Tetapi mereka tidak tahu pengertian dari pola asuh, jenis-jenis pola asuh maupun dimensi dari pola asuh. Sebenarnya jika mereka sadari semua yang dilakukannya setiap
81
hari itu adalah pola asuh mereka mendidik anak. Mereka juga tidak pernah membaca buku ataupun mengikuti penyuluhan tentang pola asuh dan perkembangan anak. Walaupun di dekat tempat kerjanya terdapat posyandu, tetapi tidak pernah ada kegiatan penyuluhan tentang pola asuh dan perkembangan anak dari desa, dan memang karena tidak adanya waktu bapak dan ibu Y untuk mengikutinya, karena mereka lebih mementingkan pekerjaan mereka. Begitupun halnya dengan keluarga X, mereka tidak mengetahui/mengenal tentang perkembangan sosial emosional anak, mereka hanya mengetahui bahwa perkembangan itu adalah masa pertumbuhan anak. Dan mereka juga tidak mengetahui bagaimana tahapan perkembangan sosial emosional anak yang seharunya.
Sehingga
mereka
tidak
tahu
cara
bagaimana
membantu
mengembangkan sosial emosional anak. Mereka hanya beranggapan, bahwa dengan perilaku anaknya tidak ada yang tidak baik, maka mereka masih menganggap bahwa perkembangan anak dalam kondisi yang baik. Jika ada kasus atau kejadian di keluarga ataupun diluar keluarga tentang perkembangan sosial emosional anak yang tidak sesuai dengan tahapannya, mereka hanya bisa menasehatinya dan menanyakan kenapa hal itu bisa terjadi, dengan begitu mereka menganggap sudah membantu anak dalam menyelesaikan masalahnya.
d. Pola asuh yang diterapkan oleh orangtua Setelah melakukan wawancara dan observasi kepada keluarga Y, mengenai bagaimana pola asuh yang mereka terapkan kepada anaknya selama mereka sibuk bekerja, menjelaskan bahwa mereka tidak mengetahui jenis pola asuh apa yang
82
mereka terapkan kepada anak-anak
mereka. Mereka memberikan kasih
sayangnya dengan cara memenuhi segala keinginan anak, karena hal itulah yang bisa mereka berikan sebagai pengganti kehadiran mereka ketika mereka tidak bersama anaknya karena bekerja. Pada prosesnya bapak dan ibu Y menjelaskan, bahwa secara tidak langsung mereka menggunakan cara orangtua mereka mendidik/pola asuh mereka ketika masih kecil kepada anak mereka. Karena didikan orangtua tersebut sudah melekat pada diri mereka, maka merekapun secara tidak sadar telah menerapkannya kepada anak-anak mereka. Nilai-nilai yang ditanamkan dalam keluarga adalah semua nilai kehidupan, khususnya adalah nilai agama dan nilai sosial. Tujuan dari diterapkannya nilai-nilai tersebut adalah agar anak dapat menjalani kehidupannya dan bisa membedakan mana yang baik dilakukan dan mana yang tidak baik dilakukan. Karena nilai tersebut adalah nilai yang penting dalam kehidupan manusia. Dalam pemberian nilai tersebut, bapak dan ibu Y memberikan contoh dengan perilaku mereka kepada anak, karena dengan begitu anak akan mengikuti apa yang mereka lakukan. Pada kesehariannya, jika anak melakukan sesuatu hal yang baik, maka bapak dan ibu Y selalu memuji mereka dengan memberikan pujian berupa katakata, hadiah yang dia inginkan. Contohnya jika anak mendapatkan prestasi yang baik didalam sekolah ataupun diluar sekolah, bapak dan ibu selalu memujinya dan mendoakan semoga dia bisa menjadi anak yang pintar dan sholeh. Terkadang jika bapak dan ibu Y memiliki rizky lebih, mereka suka membelikan barang yang diinginkan oleh anaknya.Tetapi jika anak berbuat suatu kesalahan, bapak dan ibu
83
Y suka memarahi mereka dan langsung menasehati mereka bahwa perbuatan itu tidak boleh dilakukan, atau dengan memberikan hukuman uang jajan mereka akan dikurangi ataupun tidak boleh bermain lagi selama dia menyadari bahwa dia berbuat salah. Karena pekerjaan bapak dan ibu Y memakan waktu yang sangat lama, sehingga intensitas mereka bertemu dan berkomunikasi dengan anak sangatlah kurang, mereka hanya bisa bertemu pada saat sebelum berangkat kerja dan ketika anak sudah lelah bermain diluar rumah. Jika dihitung, mereka hanya bisa bertemu dengan anaknya hanya ±3 jam saja. Walaupun begitu, rasa kangen anak kepada orangtuanya tidaklah berkurang. Ketika mereka kumpul di rumah, anak selalu bermanja-manja dengan mereka, bercerita tentang kejadian yang telah dia lewati seharian itu dan juga meminta sesuatu yang dia inginkan. Bapak dan ibu Y hanya bisa menanggapinya dengan mendengarkan dan mengiyakannya. Bapak dan ibu Y tidak pernah melakukan pembatasan-pembatasan aktivitas anak namun hal ini disertai penjelasan mengapa hal itu harus dilakukan dan tidak boleh dilakukan. Karena bagi mereka masa anak-anak adalah masa bermain. Tetapi anak tetap diberikan beberapa batasan yang tidak boleh dilakukannya, jika anak melewati batasan tersebut, maka anak akan mendapatkan akibat dari perbuatannya dan mengerti dan faham bahwa dia tidak boleh lagi melewati batasan terebut. Tetapi walaupun begitu terkadang anak melakukan hal terebut untuk mencari perhatian dari orangtuanya. Bapak dan ibu Y sangat memperhatikan kesejahteraan anak-anaknya, mereka rela bekerja dari pagi sampai dengan sore hari hanya untuk
84
mensejahterakan dan membahagiakan keluarganya, walaupun bergitu, mereka merasakan akibat dari pekerjaan mereka yang menyebabkan mereka kurang bisa merespon kebutuhan anak-anaknya. Jadi apa yang anak mereka ingingkan akan langsung mereka penuhi, walaupun keinginan anak tidaklah terlalu penting. Ketika bapak dan ibu Y bekerja, mereka mempercayai anaknya (Suci) kepada sepupunya bernama Cucu. Karena rumah Cucu adalah tempat yang paling dekat dengan tempat bekerja bapak dan ibu Y. Cucu yang berusia 12 tahun dan masih duduk dibangku kelas 2 SMP. Cucu adalah anak dari kakak ibu Y. Walaupun suci sering dititipkan kepada Cucu, tetapi Suci tidak terlalu dekat dengannya. Itu karena Suci memang anak yang sangat pemalu. Oleh karena itu, jika Suci pulang sekolah ataupun jika ikut ibunya bekerja selalu dititipkan di rumah temannya sekitar tempat ibunya bekerja. Sehingga bapak dan ibu masih bisa mengontrol apa yang dilakukan oleh Suci walaupun hanya sebentar. Setelah bapak dan ibu Y berangkat kerja, Suci bermain dengan teman-teman sebayanya sambil menunggu orangtuanya pulang bekerja. Dari pagi hari sampai dengan sore hari Suci bermain dengan teman-temannya dan terkadang ikut serta membantu ibunya bekerja menanam bibit buncis. Tetapi terkadang jika Suci tidak ingin bermain atau tidak betah ditempat ibunya bekerja, dia selalu merengek minta pulang ke orangtuanya, tetapi orangtuanya terkadang tidak menanggapi apa yang
diinginkannya.
Walaupun
suci
menangispun
orangtuanya
tetap
mengabaikannya, karena Suci akan merasa lelah menangis dan merengek minta pulang sampai akhirnya waktu selesai bekerjapun datang.
85
e.
Perkembangan sosial emosional anak usia 4-5 tahun
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi keluarga Y mengenai perkembangan sosial emosional anak, keluarga Y menjelaskan bahwa dalam proses perkembangan sosial emosional yang dimiliki oleh anak mereka bisa dilihat dari aktivitas sehari-hari yang dilakukan oleh anak mereka. Pada usianya, Suci sudah bisa menjadi anak yang mandiri. Setiap harinya dia bangun pagi sebelum subuh yang berbarengan dengan kedua orangtuanya, setelah bangun tidur, suci langsung mandi dan siap-siap untuk berangkat kesekolah yang berangkat bersama-sama dengan orangtuanya. Hal itu telah menjadi kebiasaan yang dilakukan Suci pada setiap harinya. Dengan bapak dan ibu Y bekerja, mereka berharap bahwa anak mereka dapat hidup mandiri. Dan hal itu bisa tercapai oleh Suci, walaupun memang sudah bisa mandiri, tetapi dalam beberapa hal dia masih bersikap manja kepada kedua orangtuanya. Pada saat semua anggota keluarga kumpul, Suci selalu dimanjakan oleh keluarganya, lebih lagi oleh kakak-kakanya. Karena Suci anak bungsu dari kedua orangtuanya, sehingga apapun yang Suci inginkan selalu dituruti oleh keluarganya. Sama halnya di rumah, di sekolah ataupun diluar rumah Suci sudah dapat hidup mandiri. Seperti berangkat sekolah dia selalu berangkat bareng dengan teman-temannya tanpa diantar oleh orangtuanya, selain itu Suci juga sudah bisa belajar sendiri, walaupun terkadang masih ada beberpa hal yang harus diarahkan. Walaupun sikap orangtua yang selalu menurutinya, itu tidak menyebabkan anak tidak bisa menghormati orang lain dan mengalami kesulitan untuk mengendalikan perilakunya, tetapi pada Suci dia bisa belajar menghargai
86
dari kedua orangtuanya yang memilki sifat dermawan kepada siapapun. Suci adalah anak yang sangat terbuka kepada keluarganya, dan mudah bergaul dengan siapa saja. Dengan sikapnya yang terbuka itu membuat semua orang yang ada di sekitarnya menjadi dekat dengannya. Tidak segan-segan dia bercerita kepada teman-temannya atau keluarganya tentang pengalaman yang telah dialami dan sedang dia alami.
3. Keluarga Z a. Identitas Responden a) Nama Ayah
: Anan
b) Nama Ibu
: Rani
c) Usia Ayah
: 30 tahun
d) Usia Ibu
: 26 tahun
e) Pendidikan Ayah
: SD
f) Pendidikan Ibu
: SD
g) Pekerjaan Ayah
: Buruh Tani
h) Pekerjaan Ibu
: Buruh Tani & Buruh Jamur
i) Jumlah anak
: 1 orang
b. Gambaran umum keluarga. Secara singkat keluarga Z yaitu keluarga bapak Anan dan ibu Rani memiliki latar belakang pendidikan hanya sampai tingkat Sekolah Dasar saja. Selama ±6 tahun, keluarga Z telah menjalani kehidupan rumah tangga dengan baik. Bapak
87
Anan memiliki keluarga kecil yang terdiri dari istri dan satu orang anak perempuannya yang bernama Kartika (Z). Bapak dan ibu Z sangat menyayangi Kartika (Z), karena dia adalah anak perempuan satu-satunya yang mereka miliki selama ini. Hubungan yang terjalin di keluarga Z sangatlah baik, baik hubungannya bapak dengan istri, bapak dengan anak maupun ibu dengan anak. Di rumah kecil yang berukuran 5x3 meter, mereka tidak hanya tinggal bertiga, tetapi mereka juga tinggal bersama dengan keluarga dari kakak bapak Anan, sehingga kondisi di rumah mereka selalu ramai. Kakak dari bapak Anan yang bernama bapak Cucun memiliki anak perempuan dan laki-laki yang sudah remaja. Begitupun dengan keluarga Z, bapak Cucun pun bekerja sebagai buruh tani bersama dengan bapak Anan. Karena kondisi keluarga mereka yang berlatar belakang kurang mampu dan tidak memiliki ladang pertanian seperti keluarga yang lainnya, mereka memilih bekerja dengan menjadi buruh tani. Setiap harinya orangtua Z berangkat kerja mulai dari pukul 07.00-17.00. Selain menjadi seorang buruh tani, ibu Z juga menjadi buruh jamur di pembudidayaan jamur di sekitar rumahnya, sehingga waktu bekerjanyapun semakin lama. Dikarenakan tempat mereka bekerja cukup jauh, selama bekerja mereka tidak pernah pulang untuk istirahat di rumahnya, tetapi mereka beristirahat di tempat kerjanya untuk menghemat waktu dan tenaga yang mereka miliki. Terkadang jika anak Z tidak ingin di rumah dan sedang kangen dengan ibunya, dia ikut serta bersama ibunya untuk membantu ibunya bekerja ataupun hanya untuk menemani ibunya bekerja. Selama ibunya bekerja Z
88
suka bermain dengan anak dari teman ibunya bekerja yang suka ikut serta membantu ibunya bekerja. Tetapi terkadang Z tidak pernah mau lepas dari ibunya, jika begitu dia akan meminta ibunya untuk menggendongnya. Lamanya waktu bekerja bapak dan ibu Z, menyebabkan mereka kurang dapat berinteraksi dengan anaknya, sehingga anaknya selalu bersikap manja kepada mereka. Akibatnya apapun keinginan anak selalu mereka turuti untuk menebus kurangnya waktu untuk bersama dengan anak. Walaupun pekerjaan itu penting untuk kehidupan mereka, tetapi mereka tetap memprioritaskan keluarga dan anak mereka.
c.
Pengetahuan
orangtua
mengenai
pola
asuh
anak
untuk
mengembangkan sosial emosional anak. Setelah melakukan wawancara dan observasi langsung terhadap keluarga Z dalam mengungkapkan bagaimana pengetahuan orangtua mengenai pola asuh anak untuk mengembangkan perkembangan sosial emosional anak. Keluarga Z menjelaskan bahwa mereka belum terlalu mengerti tentang apa itu pola asuh dan perkembangan sosial emosional anak. Mereka hanya mengetahui bahwa pola asuh itu adalah cara bagimana mengasuh anak di dalam keluarga. Sama halnya dengan keluarga X, mereka tidak tahu pengertian dari pola asuh, jenis-jenis pola asuh maupun dimensi dari pola asuh. Mereka juga tidak pernah membaca buku ataupun penyuluhan tentang pola asuh dan perkembangan anak. Begitupun dengan pengetahuan tentang perkembangan sosial emosional anak, mereka sama sekali tidak mengetahui apa dan bagimana perkembangan
89
sosial dan emosional anak, serta mereka tidak mengetahui bagaimana tahapan perkembangan sosial emosional anak yang seharusnya. Karena mereka tidak mengetahui bagaimana perkembangan sosial emosional
anak,
merekapun
tidak
mengetahui
bagaimana
cara
untuk
mengembangkan sosial emosional yang dimiliki oleh anak mereka. Mereka hanya beranggapan, bahwa selama anak bisa berbuat baik dan tidak lepas dari pengawasan mereka, anak tetap berada di kondisi yang baik. Sama halnya dengan keluarga X dan Y, jika ada kasus atau kejadian tentang perkembangan sosial emosional anak yang tidak sesuai dengan tahapannya, mereka hanya bisa menasehatinya dan menanyakan kenapa hal itu bisa terjadi, dan apa akibat dari perbuatan tersebut, dengan begitu anak akan mengerti mengapa perbuatannya itu salah dan dia tidak akan mengulangnya kembali.
d. Pola asuh yang diterapkan oleh orangtua Setelah melakukan wawancara langsung dengan keluarga Z pola asuh yang diterapkan oleh keluarga Z kepada anaknya, menjelaskan bahwa mereka tidak mengetahui jenis pola asuh apa yang mereka terapkan kepada anak-anak mereka. Bapak dan ibu menjelaskan, bahwa secara tidak langsung mereka menggunakan cara orangtua mereka mendidik/pola asuh mereka ketika masih kecil kepada anak mereka. Pola asuh mereka tidak jauh dengan pola asuh yang diterapkan oleh orangtuanya dahulu kepada mereka, karena suasana dan lingkungan keluarga mereka sama dengan kehidupan mereka diwaktu kecil. Sehingga pola asuh yang mereka terapkan kepada anaknya juga tidak jauh berbeda dengan pola asuh yang
90
diterapakn oleh orangtua mereka. Kasih sayang mereka berikan kepada anaknya dilakukan dengan memperhatikan dan memenuhi kebutuhan anaknya. Di kehidupannya, bapak dan ibu Z menjelaskan bahwa mereka memberikan didikan tentang nilai-nilai kehidupan kepada anaknya. Nilai-nilai yang ditanamkan dalam keluarga Z adalah semua nilai kehidupan, khususnya adalah nilai agama dan nilai sosial. Karena nilai tersebut adalah nilai yang penting dalam kehidupan manusia. Tujuan dari diterapkannya nilai-nilai tersebut adalah agar anak dapat menjalani kehidupannya dan bisa membedakan mana yang baik dilakukan dan mana yang tidak baik dilakukan. Cara yang biasa orangtua Z lakukan adalah dengan memberikan keteladanan, maksudnya orangtua menjadi figur yang baik untuk anak dalam melakukan segala sesuatu sesuatu, karena dengan begitu anak akan mengikuti apa yang mereka lakukan. Dengan anak mencontoh keteladanan dari orangtuanya, maka anak akan terbiasa untuk melakukannya. Bapak dan ibu Z tidak melakukan pembatasan-pembatasan aktivitas anak namun disertai penjelasan mengapa hal itu harus dilakukan dan tidak boleh dilakukan. Karena bagi mereka masa anak-anak adalah yang rawan dan harus dijaga agar dewasa kelak tidak melewati batas. Karena bagi mereka masa anakanak adalah masa bermain. Tetapi anak tetap diberikan batasan yang tidak boleh dilakukannya, jika anak melewati batasan tersebut, maka anak akan mendapatkan akibat dari perbuatannya dan mengerti dan faham bahwa dia tidak boleh lagi melewati batasan terebut. Karena Kartika termasuk anak yang pemalu, dia belum bisa bergaul dengan teman-temannya.
91
Bapak dan ibu Z sangat memperhatikan kesejahteraan anak-anaknya, mereka rela bekerja dari pagi sampai dengan sore hari hanya untuk mensejahterakan dan membahagiakan keluarganya, walaupun bergitu, mereka merasakan akibat dari pekerjaan mereka yang menyebabkan mereka kurang bisa merespon kebutuhan anak-anaknya. Jadi apa yang anak mereka ingingkan akan langsung mereka penuhi, walaupun keinginan anak tidaklah terlalu penting. Namun, anak yang memiliki orangtua yang selalu menurutinya jarang belajar menghormati orang lain dan mengalami kesulitan untuk mengendalikan perilakunya. Mereka mungkin mendominasi, egosentris, tidak menuruti aturan, dan kesulitan-kesulitan dalam hubungan dengan teman sebayanya. Jika ibu dan bapak Z berangkat kerja, Karika selalu dititipkan kepada kakak bapak Anan atau juga kepada kakak sepupunya Kartika. Kakak sepupunya bernama Anis yang berusia 15 tahun. Setiap harinya Anis selalu menjaga Kartika baik didalam ataupun diluar rumah. Selain bertugas menjaganya, Anis berperan sebagai yang mengontrol aktivitas Kartika sehari-hari. Tetapi biasanya Kartika hanya bermain dengan teman-temannya didalam rumah saja, karena menurut Anis dengan bermain di rumah anak-anak akan lebih aman dibandingkan diluar rumah. Jika bermain diluar rumah juga itu karena dia ikut ibunya bekerja. Walaupun Kartika lebih sering berinteraksi dengan Anis, tetapi dia tidak terlalu dekat dengannya,
karena
Kartika
memang
lebih
dekat
dengan
orangtuanya
dibandingkan dengan siapapun. Itu sebabnya Kartika lebih sering ikut dengan ibunya bekerja, dibandingkan diam di rumah dengan kakak sepupunya.
92
Setelah bapak dan ibu Z berangkat bekerja, Kartika selalu dititipkan kepada ibunya Anis terlebih dahulu sampai dia berangkat bekerja kekebun. Setelah itu, barulah Kartika dititipkan kepada Anis. Dari pagi hari sampai dengan sore hari Anis menemani dan mengontrol Kartika dengan baik, jika sebentar saja adiknya tidak terlihat, Anis langsung mencarinya sampai ketemu, Anis tidak pernah meninggalkan adiknya kecuali jika orangtuanya pulang bekerja. Walaupun Anis selalu ada untuk adiknya, tetapi hal tersebut tidak mengganggu kegiatan Anis. Karena Kartika lebih sering bermain didalam rumah dibandingkan diluar rumah, sehingga Anis bisa mengerjakan pekerjaan rumah sekalian menjaga Kartika. Dan ketika bapak dan ibu pulang, Anis selalu menceritakan aktivitas dan pengalaman yang telah dilewatinya dengan Kartika. Dalam mendidik anak, pujian atau penghargaan dirasakan perlu karena dengan begitu segala sesuatu yang ia kerjakan merasa telah dihargai dan mendapatkan penghargaan yang diberikan dengan mengatakan “pintar” juga anak suka diberi hadiah dengan membelikan makanan kesukaannya apabila perbuatannya dianggap baik, misalnya ia suka memberikan sebagian makanannya kepada temannya atau meminjamkan alat sekolah atau mainannya kepada temannya. Sedangkan hukuman apabila bapak dan ibu Z perlu melakukannya, itupun disesuaikan dengan kesalahan yang telah dilakukannya. Misalnya apabila anak bertengkar dengan temannya, bapak dan ibu Z menegurnya atau kadang tidak memberikan apa yang diinginkannya dan apabila kesalahannya sudah melampaui batas seperti melawan kepada orangtua. Hukuman tersebut bisa berbentuk nasehat ataupun hanya teguran saja. Tetapi walaupun begitu, bapak dan
93
ibu tidak pernah tega untuk memberikan hukuman yang berat kepada anaknya, karena Kartika adalah satu-satunya anak yang mereka miliki, sehingga mereka tidak bisa menolah keinginannya. Nasehat yang biasanya diberikan adalah dengan menjelaskan bahwa perbuatan yang telah dilakukannya itu tidak baik dan ia tidak boleh melakukannya lagi, karena jika ia melakukannya lagi akan ada akibat dari perbuatannya tersebut. Dalam berkomunikasi dengan anak, bapak dan ibu Z tidak memiliki waktu yang cukup untuk mendengarkan semua keluh kesah ataupun cerita pengalaman yang telah dialaminya pada hari. Sehingga komunikasi yang berjalan antara orangtua dan anak tidaklah baik. Tetapi jika memang ada waktu untuk berinteraksi dengan anak, mereka hanya bisa bertemu pada saat sebelum berangkat kerja dan ketika anak akan tidur. Walaupun begitu, rasa kangen anak kepada orangtuanya tidak berkurang. Bapak dan ibu Z selalu mendengarkan dengan seksama apa yang diceritakan oleh anaknya, itu semua dilakukan untuk menebus waktu yang hanya sedikit yang bisa mereka berikan kepada anaknya.
e.
Perkembangan sosial emosional anak usia 4-5 tahun.
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi keluarga Z mengenai perkembangan sosial emosional anak, keluarga Z menjelaskan bahwa dalam proses perkembangan sosial emosional yang dimiliki oleh anak mereka bisa dilihat dari kegiatan sehari-hari yang dilakukan oleh anak mereka. Pada usianya yang 4 tahun ini, Kartika belum bisa menjadi anak yang mandiri. Dia masih membutuhkan pertolongan dari kedua orangtuanya dalam
94
melakukan segala sesuatu hal. Mulai dari mandi, makan, memakai baju, memakai sepatu dia masih harus dibantu oleh orangtuanya. Begitupun dengan kondisi diluar rumah dan disekolah, dia masih perlu dibantu dalam hal membaca, menulis dan berhitung. Pada saat bermain juga, dia tidak pernah menghampiri temantemannya,
tetapi
teman-temannya
dahulu
yang
menghampirinya
untuk
mengajaknya bermain. Dalam bergaul dengan teman-temannya, dia hanya mengikuti teman-temannya saja, tidak pernah memiliki inisiatif tentang apa yang ingin dia lakukan. Dia sudah bisa bekerjasama dengan teman-temannya dalam hal bermain (kelompok). Bapak dan ibu Z membantu anaknya untuk dapat bertanggung jawab, belajar untuk menghargai orang lain, hidup mandiri dan bekerjasama dengan memberikan nasehat dan memberi pengertian kepada anaknya. Hal itu yang hanya bisa dilakukan oleh bapak dan ibu Z dikarenakan kurangnya waktu yang mereka miliki untuk tetap bersama dengan anaknya. Kartika adalah anak yang pendiam dan pemalu didepan teman-temannya ataupun orang lain yang sudah dia kenal dan yang belum dia kenal. Ketika dia sedang bersama dengan orangtuanya, dia selalu menempel dengan bapak atau ibunya, itu dikarenakan jarangnya waktu bersama yang mereka miliki. Walaupun dia pemalu, tetapi jika sedang di dalam rumah atau sedang berkumpul dengan keluarganya dia adalah anak yang aktif, berbeda jika sedang bersama temantemannya. Dia selalu bercerita kepada keluarganya tentang apa saja yang telah dia alami di sekolah ataupun di lingkungan luar rumahnya.
95
C. Pembahasan Hasil Penelitian Berdasarkan hasil wawancara dan observasi, maka akan dibahas mengenai pengetahuan
orangtua
tentang pola
asuh
anak
untuk
mengembangkan
perkembangan sosial emosional anak, bagaimana pola asuh orangtua yang bekerja dan perkembangan sosial emosional pada anak usia 4-5 tahun. 1. Pemahaman orangtua yang bekerja mengenai pola asuh anak untuk mengembangkan sosial emosional anak. Dalam keluarga pendidikan yang diberikan pada anak-anaknya tidak bersifat terbatas. Pendidikan tidak hanya bertujuan agar anak cakap berbicara, dan berjalan yang berguna bagi diri anak itu sendiri, tetapi orang tua senantiasa memberikan masukan terhadap anak mengenai berbagai hal yang menyangkut kehidupan sosial, seperti tata cara pergaulan, sikap saling mencintai sesama manusia dan hubungannya dengan kholik serta berbagai perbuatan yang menjurus pada kaidah-kaidah yang berlaku dalam masyarakat. Menurut Undang-Undang No. 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab X mengenai system, jalur dan jenis pendidikan, pasal 10 ayat 4 menguraikan batasan pendidikan keluarga yaitu: “Pendidikan keluarga merupakan bagian dari jalur pendidikan luar sekolah yang diselenggarakan dalam keluarga dan yang memberikan keyakinan agama, nilai budaya, nilai moral dan keterampilan.” Keluarga memiliki pengaruh besar terhadap perkembangan seseorang. Pengaruh itu bisa didapatkan melalui peran dan fungsi dari masing-masing anggotanya. Tiap anggota keluarga memiliki peran dan fungsi yang berbeda. Peranan menurut Soelaeman (1994:120) adalah suatu pola tingkah laku yang harus dilakukan seseorang untuk menetapkan kedudukannya. Untuk dapat
96
menjalankan peranannya dengan baik maka tiap anggota keluarga harus memahami tentang peranannya masing-masing. Peranan keluarga sangat besar pengaruhnya dalam menanamkan nilai-nilai pada anak. Peranan yang dilakukan keluarga adalah membina anak agar anak terampil dalam berkomunikasi. Kemampuan untuk membina hubungan dengan orang lain disekitarnya dan kecerdasan seseorang anak mulai terbentuk dari bimbingan dan kesabaran orangtua. Menurut Ki Hajar Dewantoro yang kita kenal sebagai Bapak Pendidikan Nasional, mengungkapkan sistem “Tri Centra” dengan mengatakan “Didalam hidupnya anak-anak adalah tiga tempat pergaulan yang menjadi pusat pendidikan yang amat penting baginya, yaitu: keluarga, sekolah dan masyarakat.” Peran orang tua sangatlah penting sebagai langkah awal seorang anak mengawali pendidikannya karena keluargalah, seorang anak mula-mula memperoleh pendidikan, baik itu intelektual maupun sosial emosional. Hal tersebut kurang disadari oleh keluarga X, Y dan Z. Dalam mengenal pola asuh yang diterapkan oleh orangtua kepada anaknya terdapat dimensi pola asuh yang harus dikenali oleh orangtua, dimensi-dimensi pola asuh orang tua terhadap anaknya terbagi menjadi dua dimensi yaitu dimensi kontrol dan dimensi kehangatan (Baumrind dalam Santrock, 2007: 259). Hal itulah yang menjadi dasar dalam menerapkan pola asuh kepada anak. Dari hasil wawancara dan observasi pada ketiga keluarga tersebut, pada dasarnya mereka sudah memahami dimensi pola asuh dalam menerapkan pola asuh kepada anaknya. Tetapi mereka belum mengerti bagaimana mengelola dimensi pola asuh tersebut dengan benar agar mereka tidak salah dalam mendidik anaknya.
97
Selain orangtua harus mengenali pola asuh yang diterapkan kepada anaknya, mereka juga harus memahami dan mengenali perkembangan apa saja yang harus dimiliki oleh seorang anak. Perkembangan seorang anak di dalam keluarga itu sangat ditentukan oleh kondisi keluarga dan pengalaman-pengalaman yang dimiliki oleh orangtuanya. Peran keluarga terhadap perkembangan anak sangatlah besar, oleh sebab itu keluarga yang di dalamnya terdapat orangtua, harus benarbenar
bisa
mendidik
anak
dengan
sebaik-baiknya.
Terdapat
beberapa
perkembangan yang dimiliki oleh seorang anak, tetapi terdapat perkembangan yang penting dalam mengenal dan mengontrol emosi anak dan juga dalam hal menjalin hubungan anak anggota keluarga dan teman atau orang lain. Hal tersebut terdapat pada perkembangan sosial emosional yang dimiliki oleh anak. Mengenali sosial emosional anak, mengelola sosial emosional anak, memotivasi anak, membina hubungan dengan orang lain, merupakan hal yang harus dipahami oleh orang tua karena hal tersebut merupakan kemampuan dasar untuk mengembangkan kecerdasan sosial emosional anak. Perkembangan sosial emosional anak dapat menimbulkan sikap kemandirian, menghargai orang lain, tanggungjawab, kerjasama dan kemampuan mengungkapkan diri. Hal tersebutlah yang harus dikenali oleh orangtua dalam mengembangkan sosial emosional anak mereka. Berdasarkan hal tersebut, keluarga X, Y dan Z belum memiliki kemampuan untuk mengenali sosial emosional yang dimiliki oleh anak mereka. Ketiga keluarga tersebut beranggapan bahwa selama anak masih berperilaku baik dan tidak melewati batas aturan yang ada, maka anak tersebut berada dalam kondisi
98
perkembangan yang baik. Tetapi, setiap keluarga memiliki cara yang berbeda dalam mengelola sosial emosional anak. keluarga X, Y dan Z. Pada dasarnya keluarga X, Y dan Z memiliki tujuan yang sama untuk mendidik anak-anaknya supaya perkembangan mereka dapat berkembang dengan baik, hanya saja caranya yang berbeda. Setiap orangtua yang berkeinginan anaknya dapat memilki kecerdasan sosial emosional harus bersedia memberikan dorongan kepada anak untuk dapat mengendalikan dan mengembangkan kecerdasan sosial emosionalnya sehingga anak tahu bahwa bukan hanya dirinya yang berkeinginan memiliki tingkah laku yang baik, tetapi orangtuanya pun demikian, oleh sebab itu sangat diperlukan adanya dorongan dari orangtuanya kepada anak-anaknya untuk memotivasi mereka dengan memberikan dorongan setiap hari dan memberikan stimulus dengan hal-hal yang positif yaitu antusiasme, gairah, optimis dan keyakinan bahwa orang tua akan selalu ada untuk anak-anaknya. Pada ketiga keluarga didapati persamaan bahwa mereka belum terlalu mamahami apa itu pola asuh dan perkembangan sosial emosional anak. Mereka hanya mengetahui bahwa pola asuh itu adalah cara bagaimana mengasuh anak di dalam keluarga, tidak tahu tentang pengertian dari pola asuh, jenis-jenis pola asuh maupun dimensi dari pola asuh. Mereka juga tidak pernah membaca buku ataupun mengikuti penyuluhan tentang pola asuh dan perkembangan anak. Begitupun dengan pengetahuan tentang perkembangan sosial emosional anak, mereka sama sekali tidak mengetahui apa dan bagimana perkembangan sosial dan emosional anak, serta mereka tidak mengetahui bagaimana tahapan
99
perkembangan sosial emosional anak yang seharusnya. Dan merekapun tidak mengetahui bagaimana cara untuk mengembangkan sosial emosional yang dimiliki oleh anak mereka. Pengetahuan orangtua merupakan dasar bagi mereka untuk mendidik dan mengasuh anak. Kaitannya dengan pendidikan, pengetahuan sangat berhubungan erat dengan pendidikan, karena didalam pendidikan itu terdapat pengetahuan yang menjadi landasan utama dalam melakukan pendidikan. Sedangkan pendidikan merupakan suatu kegiatan yang bertujuan untuk menghasilkan manusia yang memiliki berbagai hasil kompetensi yang diperlukan dalam kehidupan di masa yang akan datang. Jenis pekerjaan biasanya sangat berhubungan dengan tingkat pendidikan. Hasil penelitian Nuraeni (2006) menunjukan bahwa orang tua yang memiliki pendidikan tinggi umunya mengetahui bagaimana perkembangan anak dan pengasuhan yang baik dalam perkembangan tersebut. Sedangkan orang tua yang mempunyai latar belakang pendidikan rendah, orang tua kurang memperhatikan perkembangan anak karena orang tua masih awam dan kurang
mengetahui
perkembangan anak. Ketiga keluarga X, Y dan Z termasuk dalam keluarga yang memiliki latar belakang pendidikan yang rendah. Sehingga mereka kurang memiliki pengetahuan tentang pola asuh maupun perkembangan anak. Pendidikan berfungsi membantu anak menekankan potensi-potensi yang dimilikinya sehingga teraktualisasi secara optimal. Oleh karena itu orangtua harus memiliki
latarbelakang
pendidikan
yang tinggi,
tetapi
walaupun
tidak
memilikinya yang terpenting orangtua semangat untuk mencari informasi baik
100
dari buku, majalah ataupun dari media elektronik. Karena sebenarnya informasi sangat mudah didapatkan jika kita semangat untuk mencarinya.
2. Pola asuh yang diterapkan oleh orangtua yang bekerja. Berdasarkan hasil wawancara dan observasi dari ketiga keluarga X dan Z keluarga mereka termasuk kedalam istilah keluarga yang didasarkan pada hubungan darah dan terdiri atas ayah-ibu-anak, dijuluki dengan istilah keluarga inti atau nuclear family. Tetapi pada keluarga Y mereka tinggal bersama dengan keluarga dari kakak bapak Y, sehingga keluarga Y termasuk kedalam pengertian keluarga extended family yang disamping ayah-ibu-anak, termasuk pula anggota keluarga atau kerabat lain seperti kakek, nenek, paman, bibi, sepupu dan sebaginya. Menurut Soelaeman (1994:6) arti keluarga dalam hubungan sosial tampil dalam berbagai jenis. Ada yang berkaitan dengan wilayah geografis yang menunjukan dimana mereka berada atau dari mana mereka berasal, ada pula keluarga
yang disamping pengaitan dengan wilayah geografis juga diwarnai
pengaitan dengan silsilah atau keturunan, ada pula yang merujuk kepada golongan masyarakat berkaitan dengan lingkungan kerja, dan ada pula yang berkaitan dengan pola kehidupan dan pencaharian. Dalam arti luas, keluarga yang berkaitan dengan hubungan meliputi semua pihak yang ada hubungan darah sehingga sering tampil sebagai arti clan atau marga; dalam kaitan inilah dalam berbagai budaya setiap orang memiliki nama kecil dan nama keluarga atau marga.
101
Khairudin (2008:4) keluarga adalah merupakan kelompok primer yang terpenting dalam masyarakat. Secara historis keluarga terbentuk paling tidak dari satuan yang merupakan organisasi terbatas, dan mempunyai ukuran yang minimum, terutama pihak-pihak yang pada awalnya mengadakan suatu ikatan. Keluarga merupakan wahana pertama dan utama bagi pendidikan/pola asuh anak, jenis dan dimensi pola asuh yang diterapkan orangtua kepada anaknya juga menentukan keberhasilan perkembangan anak. Kesalahan dalam pengasuhan anak di keluarga akan berakibat pada kegagalan dalam perkembangan anak yang baik. Kegagalan keluarga dalam membentuk perkembangan anak yang baik akan berakibat baik buruknya masa depan anak. Oleh karena itu, setiap keluarga harus memiliki kesadaran bahwa pola asuh sangat tergantung pada penerapan pola asuh anak-anak mereka dalam keluarga. Menurut Soelaeman (1994:84) fungsi-fungsi keluarga ada beberapa jenis. Kita memang dapat membedakannya yang satu dengan yang lainnya, akan tetapi tidak dapat memisahkannya. Keluarga memiliki fungsi edukasi atau fungsi pendidikan. Kegiatan pendidikan yang dilakukan keluarga merupakan kegiatan yang memberikan keyakinan agama, nilai budaya, nilai moral dan keterampilan. Tujuan pendidikan nilai tersebut adalah untuk membantu anak berubah sehingga ia dapat diterima di lingkungannya dan lebih produktif baik secara personal maupun sosial. Dan perubahan yang terjadi itu dalam bentuk perilaku sebagai hasil proses belajar yang memperkenalkan kepada informasi baru yang menyebabkan perubahan dalam dasar-dasar kepercayaan, nilai dan sikapnya. Perubahan tersebut tidak berkembang dengan sendirinya melainkan harus direalisasikan dengan jalan belajar dan berhubugan dengan lingkungannya
102
sehingga ia bisa mengaplikasikan pengalaman-pengalamannya yang diperoleh dari kegiatan-kegaitan belajar tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Jadi dengan demikian keluarga sebagai penyelenggara pendidikan awal bagi anak hendaknya menyajikan pengalaman baru yang berguna terhadap kelangsungan hidupnya di masa yang akan datang. Pola asuh adalah menjaga (merawat dan mendidik) anak atau membimbing, membantu atau melatih supaya yang dibimbing dapat berdiri sendiri. Menurut Soelaeman (1994:123) upaya orangtua dalam merealisasikan peran dan fungsi di keluarga akan menimbulkan berbagai cara orangtua dalam membimbing, mendidik dan merawat, serta mengasuh anak-anaknya agar dapat berkembang dengan baik. Cara orangtua dalam mengasuh anak inilah yang kemudian disebut dengan pola asuh orangtua. Khairudin (2008:35) pola asuh adalah bila ditinjau secara teoritis dalam pengertian asuhan terkandung hubungan interaksi antara orangtua dengan anak dan hubungan tersebut adalah memberikan pengarahan dari satu pihak ke pihak lain, pengertian di atas pada dasarnya merupakan proses sosialisasi yang diberikan orangtua kepada anaknya. Pengertian di atas dijelaskan bahwa hubungan interkasi orangtua dengan anak secara umum tercakup oleh adanya perlakuan orangtua terhadap sikap, nilainilai minatnya mengasuh anak, hal ini memperlihatkan bahwa setiap orangtua memiliki individualitas dalam cara mengasuh anak mereka san tentunya hal ini memberikan pengaruh yang berbeda-beda bagi perkembangan anak. Menurut Baumrind dalam Santrock (2007: 167) psikolog pada umumnya setuju membagi pola asuh orangtua ini kedalam jenis pola asuh ini, yaitu: a) Authoritarian Perenting adalah gaya yang membatasi dan menghukum di mana
103
orangtua mendesak anak untuk mengikuti arahan mereka dan menghormati pekerjaan dan upaya mereka, b) Authoritative Parenting adalah gaya orangtua mendorong anak untuk mandiri namun masih menerapkan batas dan kendali pada tindakan mereka. c) Permissive indifferent atau pengasuhan yang mengabaikan dan d) Permissive Indulgent atau pengasuhan yang menuruti. Dari hasil wawancara dan observasi, didapatkan bahwa pola asuh yang diterapkan oleh ketiga keluarga X, Y dan Z adalah pola asuh authoritative dan permissive indulgent. Pola asuh authoritative adalah orang tua menghargai kepribadian anak-anaknya tetapi juga menitik beratkan pada pemaksaan. Mereka percaya pada kemampuannya untuk menuntun anak-anaknya tetapi mereka juga menghargai keputusan yang mandiri dari anak-anaknya, minatnya, pilihannya dan kepribadiannya. Mereka penyayang dan penerima tetapi juga meminta anakanaknya berperilaku baik dan mereka tetap mempertahankan standarnya dan mereka bersedia untuk menentukan batasannya. Sikap orang tua demokratis ini yang berdasarkan prinsip-prinsip atau aturan-aturan
untuk memperoleh
kesempatan mengemukakan pendapatnya sendiri bila ia menganggap bahwa peraturan itu tidak adil. Orang tua dengan pola asuh ini bersikap rasional, selalu mendasari tindakannya pada rasio atau pemikiran-terlebih dahulu sebelum mereka bertindak. Ketiga keluarga tersebut juga bersikap realistis terhadap kemampuan anak, tidak berharap yang berlebihan dan melampaui batas kemampuan anak, memberikan kebebasan kepada anak untuk memilih dan melakukan sesuatu tindakan, dan pendekatan kepada anak bersifat hangat.
104
Pola asuh authoritative ditandai dengan adanya sikap terbuka antara orang tua dengan anak. Memberikan anak kebebasan untuk mengungkapkan pendapat, perasaan, dan keinginannya. Pola asuh orang tua dalam mengembangakan kontrol terhadap perilaku anak dalam masyarakat, mendorong untuk mampu mandiri, bertanggung jawab dan percaya pada diri sendiri. Pola asuh demokratis akan menghasilkan karakteristik anak-anak yang mandiri, dapat mengontrol diri, mempunyai hubungan baik dengan teman-temannya, mampu menghadapi stress, mempunyai minat terhadap hal-hal yang baru, dan kooperatif terhadap orang lain. Orang tua yg menerapkan pola suh authoritative pada umumnya menerapkan
dimensi
(responsivesness)
kontrol
secara
(demandingness)
seimbang.
Dimensi
dan
dimensi
kontrol
kehangatan
(demandingness)
berhubungan dengan sejauhmana orangtua mengharapkan dan menuntut kematangan serta tingkah laku yang bertanggung jawab dari anak, dimana orang tua melakukan pembatasan-pembatasan aktivitas anak namun disertai penjelasan mengapa hal itu harus dilakukan dan tidak boleh dilakukan, tuntutan yang realitas terhadap anak, menerapkan disiplin secara tegas konsisten tetapi hangat. Sedangkan dimensi kehangatan, dimensi ini berhubungan dengan tingkat respon orangtua terhadap kebutuhan-kebutuhan anak dalam penerimaan dan dukungan. Ada yang hangat menerima, ada pula yang tidak responsive dan menolak, menurut Steinberg dalam Triani, (2003: 67) Orangtua yang responsive adalah orangtua yang hangat. Menerima keadaan diri anak dapat diartikan sebagai pemberian kasih sayang tanpa mengharapkan imbalan, orangtua yang menerima anak, memiliki perhatian besar terhadap anak serta memberikan kasih sayang.
105
Orangtua yangg authoritative biasanya menerima, memiliki perhatian besar terhadap anak serta memberikan kasih sayang. Selain itu orangtua authoritative pada umunya sangat peka terhadap keadaan emosional anak, selalu berusaha meluangkan
waktu
agar bisa
bekerjasama
dalam
suatu
kegiatan
dan
berkomunikasi baik dengan anak mereka. Hal itulah yang terdapat di ketiga keluarga X, Y dan Z, dimana setelah mereka bekerja, mereka selalu mengusahakan untuk berkomunikasi dengan anaknya walaupun waktu yang ada hanyalah sedikit, tetapi itu semua tidak mengurangi kehangatan kepada anak mereka. Selain pola asuh authoritative, ketiga keluarga X, Y dan Z menerapkan pola asuh permissive indulgent atau pengasuhan yang menuruti adalah gaya pengasuhan di mana orangtua sangat terlibat dengan anak, tidak membuat anak dewasa, namun tidak terlalu menuntut atau mengontrol mereka. Orangtua macam ini membiarkan anak melakukan apa yang ia inginkan, lemah dalam membelajarkan disiplin pada anak, hanya menuntut sedikit sikap dewasa dan hanya memberi sedikit perhatian dalam melatih kemandirian dan percaya diri anak. Hasilnya, anak tidak pernah belajar mengendalikan perilakunya sendiri dan selalu berharap mendapatkan keinginannya. Ketiga keluarga X, Y dan Z ini tidak sengaja membesarkan anak mereka dengan cara ini karena kesibukan mereka bekerja. Anak yang memiliki orangtua yang selalu menurutinya jarang belajar menghormati orang lain dan mengalami kesulitan untuk mengendalikan perilakunya. Mereka mungkin mendominasi, egosentris, tidak menuruti aturan, dan kesulitan-kesulitan dalam hubungan dengan
106
teman sebayanya. Pola asuh ini memberikan pengawasan yang longgar. Memberikan kesempatan pada anaknya untuk melakukan sesuatu tanpa pengawasan yang cukup darinya, mereka cenderung tidak menegur atau memperhatikan anak apabila anak sedang dalam bahaya dan sangat sedikit bimbingan yang diberikan oleh keluarga. Tetapi tipe ini bersifat hangat sehingga seringkali disukai oleh anak. Dampak dari penerapan pola asuh ini akan menghasilkan karakteristik anak-anak yang impulsif, agresif, tidak patuh, manja, kurang mandiri, mau menang sendiri, kurang matang secara sosial dan kurang percaya diri. Orangtua yang menerapkan pola asuh permissive indulgent pada umumnya manerapkan
dimensi
kontrol
(demandingness)
dan
dimensi
kehangatan
(responsivesness) tidak seimbang. Dimensi kontrol (demandingness) dimana orangtua permissive indulgent tidak melakukan pembatasan-pembatasan aktivitas anak. Dalam hal dimensi kontrol ini orang tua permissive indulgent memberikan pengawasan atau kontrol yang longgar terhadap anaknya. Begitupun yang terjadi pada ketiga keluarga tersebut, mereka terlalu lama bekerja dibandingkan untuk mengontrol anaknya sendiri. Sedangkan dimensi kehangatan (responsivesness), orangtua permissive indulgent memiliki kehangatan yang luar biasa, walaupun mereka tidak ikut campur dalam aktivitas anak mereka. Namun terkadang ada saatnya ketiga keluarga tersebut menggunakan pola asuh lebih dari satu, tergantung situasi yang menuntut orangtua untuk menggunakan pola asuh yang sesuai dengan masalah yang sedang dihadapi, bisa dengan
demokratis,
otoriter
ataupun
permisif.
Orangtua
yang
sering
107
memperlihatkan sikap yang baik kepada anak-anaknya akan dijadikan oleh anak sebagai model dalam caranya bertingkah laku. Semakin banyak orangtua memberikan contoh-contoh perbuatan serta dengan seringnya diulang yang demikian, akan memberikan kesadaran dan dorngan kepada anak untuk mencari sebab mengapa hal yg dmikian selalu dilakukan oleh orangtuanya. Bila anak melihat adanya hal-hal yang baik yang terdapat pada sikap orangtuanya maka dengan sendirinya anakpun akan mencoba menerapkannya dalam pergaulan pula. Karena itu diperlukan sekali adanya kesediaan orangtua untuk memperilhatkan contoh-contoh yang baik. Pergaulan anak perlu dikemudikan oleh orangtuanya dengan tujuan supaya anak dapat memilih hal-hal yang mana yang perlu diambilnya dari pergaulannya. Sebagi anak yang daya jangkau dan perimbangan akalnya belumlah jauh kedepan hingga akibatnya anakpun kurang dapat mengetahui dalam memilih intisari yang berguna dari hasil pergaulannya itu. Bila orangtua tidak mengendalikan hasil pergaulan anak ini maka dengan sendirinya seluruh hasil pergaulannya itu akan turut menepa kepribadian anak di masa yang akan datang di kehidupannya. Hal tersebut diatas bukan berarti orangtua melarang anak-anaknya berteman dengan orang tertentu orangtua harus menyadari bahwa tidaklah bijaksana untuk selalu membatasi aktivitas anak mereka, karena akan menyebabkan anak menjadi minder. Dengan adanya perhatian dan pengawasan yang diberikan kepada anak-anak maka dengan sendirinya rasa cinta kepada orangtuanya semakin besar, sebab ia menyadari betapa besar pengorbanan dan kasih sayang orangtua kepada anaknya.
108
Itulah yang memberikan pengertian kepada anak bahwa pengawasan ortunya kepada dirinya adalah wajar. Untuk meningkatkan keberhasilan agar anak bertindak positif, dalam hal ini penanaman nilai-nilai kehidupan dapat dilakukan dengan berbagai upaya. Nashih Ulwan (1981:2) mengemukakan bahwa mendidik anak khususnya dilingkungan keluarga memerlukan cara yang sesuai dengan tingkat perkembangan anak, ada beberapa cara yang sesuai dengan tingkat perkembangan anak, ada beberapa cara yang patut digunakan antara lain: 1) Pendidikan melalui pembiasaan, 2) Pendidikan dengan keteladanan, 3) Pendidikan melalui nasehat atau dialaog, 4) Pendidikan melalui pemberian penghargaan dan hukuman. Pada kedua keluarga tersebut
dalam
menanamkan
nilai-nilai
kehidupan
disesuaikan
dengan
perkembangan anak, sehingga proses belajar yang dilakukan akan lebih mudah dipahami oleh anak. Dengan adanya interaksi antara individu dengan lingkungan maka akan mengakibatkan perubahan dalam diri individu tersebut. Dengan begitu orangtua dan anak melakukan interaksi harus lebih mengutamakan tindakantindakan yang mudah dimengerti dan dipahami oleh anak, sehingga akan mempengaruhi terhadap perubahan diri anak. maka cara yang tepat digunakan untuk membimbing anak usia prasekolah yaitu dengan cara: a. Pemberian nasehat, maksudnya memberikan pandangan-pandangan dengan memberitahukan tentang baik buruknya sesuatu dapat dipahami oleh anak. Keluarga X memberikan nasehat kepada anak apabila anak melakukan sesuatu perbuatan yang tidak terpuji. Keluarga Y dan Z memberikan nasehat
109
tidak hanya ketika anak melakukan kesalahan saja melainkan harus sesering mungkin anak diberi nasehat. b.
Pembiasaan, maksudnya adalah memberikan kesempatan kepada anak untuk membiasakan sikap dan perilaku baik yang sesuai dengan nilai, norma dan budaya bangsa dalam menghadapi kehidupan. Ketiga keluarga dalam memberikan pembiasaan kepada anak pada umumnya sama
yaitu
membiasakan anak untuk selalu hidup mandiri. c. Keteladanan, maksudnya orangtua menjadi figur bagi anak sebagai cerminan manusia yang berkepribadian baik dalam melakukan segala aktivitasnya. Keteladanan yang ditujukan ketiga keluarga pada umumnya sama yaitu dengan memperlihatkan perilaku dan tindakan yang baik dan pantas terhadap anak. d. Penghargaan dan hukuman, maksudnya penghargaan yang diberikan kepada anak apabila anak melakukan perbuatan yang baik, sedangkan hukuman diberikan kepada anak apabila anak melakukan perbuatan yang tidak baik. Penghargaan yang diberikan pada ketiga keluarga adalah sama yaitu dengan memberikan pujian atau kadang dengan memberikan hadiah yang diinginkan oleh anak. Sedangkan dalam pemberian hukuman, ketiga keluarga tidak pernah memberikan hukuman ketika anak melakukan kesalahan melainkan cukup dengan dinasehati saja. Jadi dengan demikian dalam melaksanakan proses pendidikan, orangtua hendaknya harus bisa menggunakan cara yang sesuai dengan tingkat perkembangan anak yaitu cara yang mudah dimengerti dan dipahami oleh anak
110
sehingga mereka akan lebih mudah merespon segala sesuatu yang diperolehnya dari kegiatan pendidikan tersebut. Betapa pentingnya pola asuh orangtua dalam menentukan kualitas manusia betapa pentingnya pola asuh orangtua dalam menentukan kualitas manusia. Orangtua diharapkan memberikan pembinaan nilai-nilai sosial yang berguna untuk meningkatkan dan membina ketahanan anak di masa datang. Keluarga merupakan lingkungan sosial yang pertama dikenal kepada anak, atau dapat dikatakan bahwa seorang anak itu mengenal kehidupan sosial pertamatama di dalam lingkungan keluarga. Adanya interaksi antara anggota keluarga yang satu dengan yang lainnya menyebabkan seorang anak menyadari akan dirinya, bahwa ia berfungsi sebagai individu dan juga sebagai makhluk sosial. Interaksi di lingkungan keluarga adalah faktor terpenting dalam mengembangkan kemampuan sosial emosional anak. Pada ketiga keluarga X, Y dan Z memiliki kekurangan dalam hal berinteraksi dengan anak yang dikarenakan lamanya waktu mereka bekerja sehingga waktu untuk berinteraksi dengan anak sangatlah kurang. Mereka hanya bertemu ketika akan berangkat bekerja dan pada saat mereka pulang bekerja dan ketika anak akan pergi tidur/istirahat. Seharusnya hubungan interaksi yang ada diantara orangtua dan anak sangatlah baik, karena dengan begitu perkembangan sosial emosional anak akan berkembang dan tidak terhambat, sehingga mereka tidak akan mengalami keterlambatan dalam perkembangan sosial emosionalnya. Pada ketiga keluarga ini, seharusnya bapak dan ibu memegang peranan penting terhadap perkembangan anak-anaknya. Bapak sebagai kepala keluarga ia
111
berperan dalam memimpin kehidupan keluarga dan bertanggung jawab terhadap keseluruhan kehidupan keluarga itu. Sehingga ayah memiliki kewajiban untuk mencari nafkah dalam rangka memenuhi kebutuhan keluarganya. Sedangkan ibu sebagai bagian dari orangtua mempunyai kesempatan besar untuk selalu bersama anaknya sehingga ibu mempunyai peranan penting dalam rangka pemenuhan kebutuhan perkembangan anak. Namun pada kenyataannya, dengan adanya pergeseran dalam kehidupan sosial dimana banyak ibu bekerja dengan alasan ingin membantu suami dalam mencari nafkah atau sekedar ingin mencari kesibukan dan bosan di rumah, seringkali menganggap enteng terhadap pendidikan bagi anak-anaknya. Dan akhirnya dikarenakan bapak dan ibu yang sama-sama bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga, mereka menyerahkan pengasuhan dan perawatan anaknya kepada anggota keluarganya yang memang ada di rumah. Hubungan antara orangtua dan anak dalam keluarga sangat penting bagi perkembangan kepribadain anak karena orangtua merupakan orang pertama yang dikenal oleh anak dan melalui orangtualah anak mendapat kesan-kesan pertama tentang dunia luar. Orangtua merupakan orang pertama yang membimbing tingkah laku anak. Orangtua akan bereaksi terhadap tingkah laku anak baik itu dengan menerima, menyetujui, membenarkan, menolak/melarang. Melalui pemberian nilai tersebut maka dalam diri anak akan terbentuk norm-norma tentang apa yang baik/buruk dan apa yang boleh/tidak boleh. Dengan demikian terbentuklah hati nurani anak yang mengarahkan tingkah laku selanjutnya dan
112
kewajiban orangtua adalah mengembangkan hati nurani yang kuat dalam diri anak. Dari ketiga keluarga tersebut, selama orangtua pergi bekerja anak-anak mereka selalu dititipkan kepada keluarganya ataupun kerabat terdekat yang bisa bertanggungjawab untuk menjaga anak mereka sampai mereka selesai bekerja. Intensitas pengasuhan orang penggati orangtua tersebut berkisar dari jam 07.00 pagi sampai dengan jam 17.00 sore. Mereka hanya berperan sebagai pengontrol anak-anak mereka saja. Jika memang anak mereka ada masalah, dia wajib melaporkannya kepada orangtua yang anaknya dititipkan kepadanya. Sehingga interaksi antara mereka harus berjalan dengan baik, karena secara tidak langsung dialah yang berperana aktif untuk menjaga dan mengarahkan anak yang dititipkan kepadanya selama orangtuanya bekerja.
3. Perkembangan sosial emosional anak usia 4-5 tahun yang orangtuanya bekerja. Kehidupan anak akan terus meningkat apabila dalam dirinya telah berkembang kemampuan untuk mengenali kenyataan akan dirinya melalui interaksi dengan lingkungannya. Kemampuan untuk mengenali diri akan menjadi dorongan bagi anak untuk bertindak positif melalui upaya mengidentifikasi, menelaah, mengalami, menikmati dan merubah lingkungan orang lain. Dari hasil wawancara dan observasi terhadap anak keluarga X, Y dan Z, dapat diidentifikasi pencapaian perkembangan sosial emosional anak 4-5 tahun sebagai berikut:
113
TABEL.IV. 4 IDENTIFIKASI PENCAPAIAN KEMAMPUAN SOSIAL EMOSIONAL ANAK USIA 4-5 TAHUN No 1
2
Tahap Perkembangan Menunjukan sikap mandiri dalam memilih kegiatan
Keluarga X
Keluarga Y
Keluarga Z
Anak X belum bisa melakukan kegiatannya sendiri, dia masih perlu dibantu oleh kedua orangtuanya. Tetapi jika sedang bermain, dia bisa memilih permainan apa yang dia ingin lakukan bersama teman-temannya
Anak Y sudah bisa melakukan kegiatan hariannya tanpa dibantu oleh kedua orangtuanya. Begitupun dalam hal bermain, dia sudah dapat memilih teman dan memilih permainan apa saja yang ingin dia lakukan bersama dengan teman-temannya Anak Y sudah bisa berbagi, menolong dan membantu anggota keluarganya. Begitupun pada saat dia sedang bersama dengan temantemannya, dia suka berbagi makanan ataupun barang yang dia miliki kepada
Anak Z belum bisa menunjukan sikap mandiri dalam segala hal, baik dalam kegiatannya didalam rumah, maupun kegiatannya diluar rumah.
Mau berbagi, Pada hal menolong dan berbagi, membantu teman menolong dan membantu teman, anak X sudah bisa melakukannya walaupun terkadang dia masih memiliki sifat egois terhadap barang yang baru dimilikinya. Tetapi dalam hal menolong
Karena anak Z adalah anak yang sangat pemalu, terkadang dia masih perlu dibantu untuk memiliki sikap berbagi, menolong dan juga membantu temantemannya. Walaupun sebenarnya didalam dirinya
114
teman, dia sudah bisa melakukannya dengan baik, seperti membantu menengahi pertengkaran ketika bermain.
temannya, seperti meminjamkan pensil ataupun pengharpus kepada teman sebangkunya.
3
Menunjukan antusiasme dalam melakukan permainan kompetitif secara positif
Antusiasme anak X dalam bermain sudah sangat terlihat dari sikapnya yang selalu bersemangat dalam melakukan semua permainan di sekolah maupun di lingkungan rumahnya
Pada saat bermain, antusiasme dalam permainan kompetitif anak Y sudah bisa terlihat dengan baik. Dia selalu berusaha untuk menjadi juara dalam semua permainan, memang walaupun dia selalu kalah oleh teman lakilakinya.
4
Mengendalikan perasaan
Anak X belum bisa mengendalikan perasaannya dengan benar, dia masih memiliki sifat yang emosional jika keinginan dia tidak dapat
Dalam mengendalikan perasaan, anak Y belum bisa melakukannya dengan baik. Dia suka menyimpan perasaannya jika dia sedang
sudah ada keinginan untuk bisa melakukan semua hal itu, tetapi dia masih perlu mendapatkan arahan dari kedua orangtuany. Sikap antusiasme anak Z masih belum terlihat, karena sikap pemalu dan pendiamnya yang membuatnya tidak bersemngat untuk ikut berkompetisi dalam permainan. Tetapi jika dalam permainan biasa, dia sangat senang untuk mengikutinya Anak Z belum bisa mengendalikan perasaannya dengan baik, dia masih memiliki sifat murung dan memendam perasaannya yang
115
5
6
dipenuhi oleh kedua orangtuanya, sehingga dia perlu dibantu dan diarahkan dalam mengendalikannya. Menaati Pada saat peraturan yang bermain, anak x berlaku dalam sebenarnya suatu permainan sudah bisa menaati peraturan permianan yang berlaku, tetapi terkadang dia suka melanggar peraturan tersebut untuk mencari perhatian orang lain.
sedih. Sehingga menjadikan dia lebi banyak diam
menyebabkan dia menjadi anak yang mudah tersinggung.
Menaati peraturan yang berlaku dalam suatu permainan sudah dapat dilakukan dengan baik oleh anak Y. Dia tidak pernah melanggar pertaturan tersebut, dan selalu mengikuti permainan tersebut dengan senang hati
Menunjukan rasa Pada saat percaya diri bermain, anak X sudah bisa menunjukan rasa percaya dirinya di hadapan temantemannya, begitupun dihadapan orang yang belum dia kenal. Sehingga dia dapat dengan mudah bergaul
Anak Y sudah memiliki rasa percaya diri baik dalam bermain ataupun dalam melakukan semua aktivitasnya, tetapi jika dia bertemu dengan orang yang belum dia kenal, dia akan menjadi anak
Dalam menaati peraturan yang berlaku dalam suatu permainan, anak Z sudah bisa melakukannya, walaupun terkadang dia merasa malas untuk mengikuti peraturan tersebut sehingga dia tidak mengikuti permainan tersebut Anak Z belum memiliki rasa percaya diri yang bagus, dia masih menunjukan sikap pemalunya dalam bermain maupun dalam hal yang lainnya. Sehingga dia masih perlu dibantu untuk
116
dengan orang yang baru dia kenal. 7 Menjaga diri Anak X adalah sendiri dari anak yang lingkungannya pemberani dalam keseharinnya, dia dapat menjaga diri dari lingkungannya. Jika ada binatang yang mengganngguny a, dia bisa mengusirnya tanpa dibantu oleh orang lain. 8 Menghargai Sebenarnya orang lain anak X sudah bisa belajar untuk menghargai orang lain, tetapi terkadang dia menunjukan rasa egoisnya kepada orang lain, sehingga dia belum bisa belajar menghargai temannya dengan baik Sumber: Analisis Peneliti, 2011
yang pemalu.
Anak Y belum bisa menjaga diri sendiri dari lingkungannya, dikarenakan dia adalah anak perempuan, sehingga dia belum berani menghadapi tantangan yang ada dilingkungannya
Anak Y memiliki sifat yang baik dan sudah bisa belajar untuk menghargai temannya ataupun orang lain. Sehingga anak Y sangat disukai oleh teman-temannya dan memiliki banyak teman.
mengembangka n rasa percaya dirinya. Sama halnya dengan anak Y, anak Z pun merasa belum bisa menjaga dirinya dari lingkungan tempat tinggalnya.
Anak Z belum bisa menghargai orang lain, dia masih memikirkan dirinya sendiri dalam melakukan apapun. Tetapi terkadang dia bisa menghargai temannya jika temannya sedang dalam keadaan sedih.
Berdasarkan pemaparan tabel diatas, anak dari keluarga X, Y dan Z mereka memiliki pencapaian perkembangan sosial emosional yang berbeda-beda. Anak
117
dari keluarga X dan Z adalah anak yang manja dimana segala kegiatan yang menyangkut dengan dirinya selalu dilakukan oleh orangtuanya atau keluarganya seperti kemandirian (makan, mandi, mengurus barang-barang miliknya sendiri). Keadaan demikian disebabkan oleh faktor lingkungan dan pendidikan keluarga. Sebenarnya orangtua belum tepat mengartikan sikap kasih sayang terhadap anaknya, karena sebagian besar mereka terlalu memanjakan anaknya dengan memenuhi segala keinginan anak tanpa didasari alasan yang tepat. Sikap tersebut dapat mengakibatkan anak menjadi ketergantungan terhadap pelayanan dari orangtuanya. Sedangkan anak dari keluarga Y memiliki pencapaian perkembangan sosial emosional yang bagus, hampir semua tahapan tersebut sudah dimiliki olehnya. Keberhasilan tersebut didapatkannya dari faktor lingkungan keluarga yang mendidik anak untuk dapat hidup mandiri. Selain itu anggota keluarga lainnya seperti kakak-kakanya yang sudah dewasa dan mengajarkannya untuk tidak bersikap manja kepada kedua orangtuanya, sehingga anak dari keluarga Y dapat mencapai perkembangan sosial emosiol dengan baik. Faktor usia yang masih dini menyebabkan anak belum bisa bagaimana cara menghargai orang lain (pendapat orang lain dan milik orang lain). Begitupun halnya dengan rasa tanggung jawab dan kemampuan mengungkapkan diri mereka belum bisa karena faktor usia yang masih dini dan faktor lingkungan serta faktor keluarga. Dimana anak seusia mereka masih dalam pengasuhan yang dimanjakan oleh orangtuanya. Berdasarkan data, bahwa anak dalam bekerjasama dengan
118
teman dan anggota keluarganya ini sebenarnya tergantung dari bagaimana orangtua melakukan pendidikan di keluarga masing-masing. Menurut Syamsu Yusuf LN, (2005:122), perkembangan sosial emosional merupakan pencapaian kematangan dalam hubungan sosial. Dapat juga diartikan sebagai proses untuk menyesuaikan diri terhadap norma-norma kelompok, moral dan tradisi; meleburkan diri menjadi suatu kesatuan dan saling berkomunikasi dan bekerjasama. Selanjutnya menurut Syamsu Yusuf LN, (2005:125), perkembangan sosial anak dipengaruhi oleh lingkungan sosialnya, baik orangtua, sanak keluarga, orang dewasa lainnya atau teman sebayanya. Apabila lingkungan sosial tersebut memfasilitasi atau memberikan keperluan terhadap perkembangan anak secara positif, maka anak akan dapat mencapai perkembangan sosialnya secara matang. Namun apabila lingkungan sosial itu kurang kondusif, seperti perlakuan orangtua kasar, sering memarahi, acuh tak acuh, tidak memberikan bimbingan, teladan, pengajaran atau pembiasaan terhadap anak dalam menerapkan norma-norma, baik agama maupun tatakrama/budi pekerti, cenderung menampilkan perilaku maladjustment, seperti: (1) bersifat minder, (2) senang mendominasi orang lain, (3) bersifat egois, (4) senang mengisolasi diri, (5) kurang memiliki perasaan tenggang rasa, dan (6) kurang memperdulikan noma dalam perilaku. Demikian yang terjadi di tiga keluarga X, Y dan Z. Lingkungan sosial di tiga keluarga tersebut memang kurang kondusif, dikarenakan kurangnya waktu orangtua untuk memberikan pendidikan, bimbingan ataupun teladan kepada anaknya. Mereka lebih menyerahkan hal itu kepada anggota keluarga yang
119
mereka percayai untuk mengasuh atau membimbing anaknya selama mereka tidak dirumah atau bekerja. Sedangkan emosi menggambarkan tentang bagaimana perasaan individu tentang dirinya sendiri, orang lain dan dunia sekitarnya. Perasaan yang muncul biasanya disertai dengan perubahan fisik seperti tubuh yang menegang, gemetar, menggigil, aliran darah yang cepat, begitu juga dengan raut muka yang juga turut mengalami perubahan. Menurut Syamsu Yusuf LN., (2005:115), emosi merupakan warna afektif yang menyertai setiap keadaan atau perilaku individu. Yang dimaksud warna afektif adalah perasaan-perasaan tertentu yang dialami pada saat menghadapi suatu situasi tertentu, seperti gembira, bahagia, putus asa, terkejut, benci (tidak senang), dan perasaan yang lainnya. Perkembangan emosi sangat erat hubungannya dengan perkembangan sosial walaupun masing-masing ada kekhususannya. Yang berkaitan dengan emosi adalah perhatian, pujian, kasih sayang dan lain-lain. Dalam hal ini, anak dari ketiga keluarga X, Y dan Z sudah dapat mengungkapkan perasaan atau emosi yang ada didalam dirinya. Jika mereka sedang senang, sedih ataupun marah, mereka selalu mengungkapkannya secara langsung baik terhadap orangtuanya maupun kepada teman ataupun orang lain. Pada saat mereka melakukan suatu hal yang baik, mereka akan diberikan penghargaan berupa pujian, doa dan kasih sayang yang ditujukan dengan memberikan hadiah atau barang yang ingin dimilikinya oleh orangtuanya. Sehingga anak merasa bahwa mereka mendapatkan perhatian yang cukup dari kedua orangtuanya.
120
Bahwa perkembangan sosial emosional anak dapat terlihat dari bagaimana ketiga keluarga dapat melakukan kegiatan-kegiatan yang berbentuk kemandirian menghargai orang lain miliki orang lain dan pendapat orang lain, rasa tanggungjawab, kemampuan bekerjasama dan kemampuan mengungkapkan diri, ternyata dari ketiga anak telah memiliki kemampuan mengungkapkan diri, sebagaimana yang diajarkan oleh orangtuanya untuk terbuka kepada keluarganya. Seperti yang dikemukakan oleh Anggani Sundono, MA (1999:55), faktor sosial emosional merupakan kepribadian dan pembiasan yang dapat membentuk: a. Kemandirian, yaitu mampu mengurus diri sendiri. Dalam kemandirian anak dari keluarga X dan Z belum memiliki sifat kemandirian, karena mereka masih dibantu oleh keluarganya didalam segala hal. Sedangkan anak dari keluarga Y sudah bisa mandiri dalam melakukan segala aktivitasnya. b. Kebiasaan menghargai orang lain yaitu apa yang dimiliki orang lain dan pendapat orang lain. Anak harus belajar menghargai orang lain yang ada disekitarnya, anak dari keluarga X dan keluarga Z belum bisa menghargai teman ataupun orang lain yang ada disekitarnya. Sedangkan anak dari keluarga Y sudah bisa menghargai temannya. c. Rasa tangggungjawab. Rasa tanggungjawab belum dimiliki oleh kedua anak dari keluarga X dan keluarga Y. Tetapi anak dari keluarga Z sudah bisa bertanggungjawab akan yang dia telah lakukan. d. Kemampuan bekerjasama dan kemampuan mengungkapkan diri. Dalam hal ini anak di keluarga Y dan Z sudah dapat bekerja sama dengan baik dalam bermain dengan teman sebayanya. Sedangkan anak dari keluarga X belum
121
bisa bekerjasama dengan baik dalam bermain dengan teman sebayanya. Menurut Piaget (1932) dalam Bahan Ajar Diklat Tenaga Pendidik PAUD Nonformal Tingkat Dasar menemukan bahwa interaksi teman sebaya sebagai satu sumber kognitif utama juga sebagai perkembangan social, terutama sekali untuk perkembangan bermain peran dan empati. Melalui pembangunan dan
mempertahankan
perhubungan
teman
sebaya dan
pengalaman-
pengalaman social yang berbedabeda tipenya, khususnya konflik teman sebaya, anak-anak memperoleh pengetahun tentang dirinya dan orang lain. Dari pernyataan tersebut sudah jelas bahwa anak dari ketiga keluarga X dan Z belum mampu berkerativitas dengan positif, dan ini akan berguna bagi perkembangan mereka selanjutnya, sedangkan anak dari keluarga Y sudah bisa mampu
berkerativitas
dengan
positif.
Sebagai
orangtua
hendaknya
memperhatikan beberapa syarat penting guna mempelajari sosial emosional agar tujuan yang ditetapkan dapat tercapai dan perkembangan sosial emosional pada anak harus dipelajari yaitu melalui bimbingan atau orangtuanya yakni dengan memberikan cara pemberian contoh dan memotivasi mereka supaya mereka memiliki keyakinan bahwa mereka akan mampu melakukan kegiatan yang berhubungan dengan sosial emosionalnya. Dan khusunya pada anak usia dini ini sangat penting mengingat pada masa ini merupakan masa keemasan yang semestinya perlu diterapkan hal-hal positif bagi pertumbuhan dan perkembangan anak secara optimal. Untuk mengembangkan kemampuan sosial emosional anak, hendaknya orangtua dapat merangsang anak untuk melakukan kegiatan dan dapat menumbuhkan keterampilan dan kreativitas anak.
122
TABEL. IV.5 MATRIKS HASIL PEMBAHASAN Aspek
Sumber Data
Keluarga X
Keluarga Y
Keluarga Z
Pendidikan
Orang tua
Latar belakang pendidikan orang tua, memberikan pengaruh yang signifikan kepada anak. Bentuk pola asuh yang membebaskan anak (tidak dipantau langsung oleh orangtua), dan condong lebih mempercayakan pendidikan anaknya disekolah.
Latar belakang pendidikan orang tua sangatlah berpengaruh terhadap pola asuh yang diterapkan kepada anak, dengan latar belakang pendidikan yang rendah memicu orang tua menerapkan pola asuh tertutup bahkan bebas. Latar belakang pendidikan yang rendah, menekankan kepercayaan pendidikan kepada sekolah.
Pekerjaan
Orang tua
Latar belakang pendidikan orang tua yang rendah, membentuk pola asuh membebaskan. Pendidikan orang tua yang rendah, menjadi salah satu faktor “ketakutan” untuk mendidik anak, sehingga dalam hal pendidikan lebih mempercayakan pada sekolah, guru ngaji atau tetangga dan saudaranya yang memiliki pendidikan lebih tinggi. Mata pencaharian dengan memiliki lahan sendiri, mendorong keleluasaan orang tua untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya (aspek ekonomi), sehingga dengan kepemilikan lahan sendiri akan memberikan peluang
Memiliki lahan sendiri, memiliki penghasilan yang lebih dalam memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga. Pengelolaan lahan sendiri, memberikan kebebasan waktu untuk bekerja sehingga akan memberikan kesempatan
Mata pencaharian buruh tani lebih terikat dengan waktu, karena penghasilannya lebih rendah (keuntungan dibagi dengan pemilik lahan). Tentunya, mata pencaharian buruh tani cenderung sulit untuk
123
Lama bekerja
Pengetahuan atau Pemahaman orangtua terhadap pola asuh anak
Orang tua
komunikasi orang tua dengan anak dan orang tua dapat mengatur waktu pertemuan orang tua dengan anak sesuai keinginan.
pula kepada orang tua untuk berkomunikasi atau menyediakan waktunya khusus untuk anak.
Lama bekerja ibu yang lebih dari 12 jam dan ayah yang pada malam harinya harus kembali untuk menjaga kebunnya sangatlah menyita waktu untuk bertemu antara orang tua dengan anak Peranan orang paling dekat seperti nenek atau kakeknya dalam menggantikan peran orang tua dianggap lebih efektif. Karena, lingkungan yang salah dengan perhatian yang kurang akan membentuk kepribadian anak yang negatif. Pemahaman pola asuh orang tua terhadap anak, secara teoritis (melalui jalur pendidikan khusus) tidak diperolehnya, tetapi pemahaman pola asuh orang
Jumlah lama pekerjaan lebih dari 12 jam, akan sangat menyita kebutuhan kebersamaan antara orang tua dengan anak, sehingga mencoba semaksimal mungkin mengelola pekerjaanya dan meluangkan waktunya untuk memberikan perhatian kepada anak
Pemahaman pola asuh orang tua terhadap anak, lebih banyak diperoleh melalui jalur pendidikan informal (keluarga). Sebagai bentuk budaya atau kebiasaan
menyempatkan waktu dengan anak, sehingga lebih banyak anak bermain diluar dengan dititipkan kepada saudaranya. 12 jam bekerja memberikan keterbatasan waktu, terutama ibu dalam memberikan pengasuhannya kepada anak. Sehingga, pembagian waktu dan pekerjaan sangatlah penting antara ibu dan ayah, mungkin ibu bekerja selama 6 jam kemudian pulang ke rumah dan ayah bekerja selama 12 jam sesuai dengan target waktu bekerja. Pemahaman pola asuh orang tua terhadap anak, lebih banyak diperoleh secara turun temurun. Latar belakang pendidikan yang rendah serta
124
tua terhadap anak diperoleh dari kebiasaan atau norma keluarga, yang dibawa sejak turun temurun sehingga menjadi kebiasaan atau norma yang melekat erat.
Pengetahuan atau Pemahaman orangtua terhadap perkembangan sosial emosional anak
Pola asuh
Orang tua tidak mengerti dan paham secara teoritis tentang perkembangan sosial emosional anak, tetapi lebih menekankan pada logika berfikir positif orang tuanya, yaitu: “jika anak di didik dengan positif maka dewasa kelak akan positif ”.
Orangtua
Terjadinya penyimpangan perilaku anak disebabkan kurangnya ketergantungan antara anak dengan orang tua. Hal ini terjadi karena antara anak dan orang tua tidak pernah sama dalam
keluarga untuk membangun generasi penerusnya. Pelestarian budaya atau norma yang dimiliki oleh orang tua, secara turun temurun dilakukan melalui bentuk pola asuh orang tua terhadap anak-anaknya didalam keluarga. Orang tua tidak mengerti dan paham secara teoritis tentang perkembangan sosial emosional anak, tetapi orang tua memiliki prinsip dalam mendidik anaknya, yaitu “anak tidak boleh menyimpang dari aturan agama dan pemerintah”.
Secara umum, pola asuh yang diterapkan oleh orang tua kepada anaknya yaitu pola asuh permissive indulgent dan pola asuh authoritative.
kesibukan orang tua dalam bekerja, membentuk kehidupan konstan keluarga (tetap), tidak ingin berfikir rumitrumit tetapi yang mudah dicerna dan sederhana.
Orang tua tidak mengerti dan paham secara teoritis tentang perkembangan sosial emosional anak, tetapi orang tua berusaha memberikan perhatiannya kepada anak, walau sedikit waktu. Karena orang tua memegang prinsip “jika anak tidak diperhatikan, termasuk penyiksaan pasif”. Pola asuh yang diterapkan yaitu pola asuh authoritative, yang senantiasa memberikan kebebasan kepada anak untuk berkreasi dan bersosialisasi dibawah
125
segala hal. Ketergantungan anak kepada orang tua ini dapat terlihat dari keinginan anak untuk memperoleh perlindungan, dukungan, dan asuhan dari orang tua dalam segala aspek kehidupan. Selain itu, anak yang menjadi “masalah” kemungkinan terjadi akibat dari tidak berfungsinya sistem sosial di lingkungan tempat tinggalnya. Dengan kata lain perilaku anak merupakan reaksi atas perlakuan lingkungan terhadap dirinya. Sehingga secara umum, pola asuh yang diterapkan adalah pola asuh authoritative dan pola asuh permissive indulgent. Walaupun begitu pada kenyataannya keluarga X tidak terpaku pada kedua pola asuh itu saja, tetapi mereka juga melakukan jenis pola asuh yang lainnya.
Permissive Indulgent atau pengasuhan yang menuruti adalah gaya pengasuhan di mana orang tua sangat terlibat dengan anak, namun tidak terlalu menuntut atau mengontrol mereka. Orang tua macam ini membiarkan anak melakukan apa yang ia inginkan. Hasilnya, anak tidak pernah belajar mengendalikan perilakunya sendiri dan selalu berharap mendapatkan keinginannya. Sedangkan pola asuh authoritative adalah gaya orang tua mendorong anak untuk mandiri namun masih menerapkan batas dan kendali pada tindakan mereka. Tindakan verbal member dan menerima dimungkinkan, dan orang tua bersikap hangat dan penyayang terhadap anak. Orang tua yang otoritatif menunjukan kesenangan dan
pengawasan yang lebih tua. Dan Pola asuh permissive yang menuruti semua keinginan anak tersebut dan anak tunggal yang dimiliki oleh keluarga. Sehingga anak diperlakukan manja oleh keluarganya. Memberikan kesempatan pada anaknya untuk melakukan sesuatu tanpa pengawasan yang cukup darinya, mereka cenderung tidak menegur atau memperhatikan anak apabila anak sedang dalam bahaya dan sangat sedikit bimbingan yang diberikan oleh keluarga, namun tipe ini bersifat hangat sehingga seringkali disukai oleh semua anak. Tetapi, anak yang memiliki orang tua yang selalu menurutinya jarang belajar menghormati orang lain dan mengalami
126
Perkembangan Anak usia 4-5 sosial emosional tahun anak
Sumber: Analisis Peneliti, 2011
Anak jadi mudah tersinggung, pemurung, tidak bahagia dan mudah terpengaruh. Namun anak memiliki sikap bersahaja dengan orang lain, memiliki sikap percaya diri yang tinggi, memiliki rasa yang ingin tahu yang tinggi dan mau bekerjasama.
dukungan sebagi respons terhadap perilaku konstruktif anak. Mereka juga mengharapkan perilaku anak yang dewasa. Mandiri, dan sesuai dengan usia mereka. Anak menjadi lebih banyak diam, dan mudah terpengaruh oleh orang lain. Namun anak memiliki sikap mandiri, bersahabat (mudah bergaul), memiliki sikap percaya diri, cepat diajak kerjasama dan sikap ingin tahu yang tinggi.
kesulitan mengendalikan perilakunya.
untuk
Anak terlihat pendiam, sikap ketakutan untuk bersikap (melakukan sesuatu), emosional, karena bentuk komunikasi yang diterapkan antara orang tua dengan anak sangatlah kurang. Namun anak memiliki sikap percaya diri, mudah bergaul dan mudah diajak kerjasama.