Laporan Tugas Akhir Pemodelan Numerik Respons Benturan Tiga Stuktur Akibat Gempa
BAB III PEMODELAN RESPONS BENTURAN
3.1 UMUM Struktur suatu bangunan tidak selalu dapat dimodelkan dengan Single Degree Of Freedom (SDOF), tetapi lebih sering dimodelkan dengan sistem Multi Degree Of Freedom (MDOF). Pada kenyataannya struktur suatu bangunan merupakan suatu sistem continuous yang mempunyai derajat kebebasan yang tak terhingga, sehingga solusi pemecahan gerak dinamiknya sangatlah kompleks. Oleh karena itu, struktur suatu bangunan dimodelkan sebagai suatu system discrete atau lumped mass yang merupakan pemisalan massa bangunan untuk tiap lantai. Pemodelan hal tersebut dapat diterima karena massa struktur bangunan terkonsentrasi pada tiap-tiap lantai, gaya dinamik yang bekerja pada struktur bangunan pada umumnya merupakan gaya lateral dan kekakuan arah lateral struktur pelat lantai dibandingkan dengan kolom adalah jauh lebih besar. Pada suatu model, sifat-sifat fisik dari suatu sistem struktur (massa dan kekakuan) dianggap terpusat pada elemen tunggal. Sketsa sistem yang demikian diperlihatkan pada Gambar model 3.1a. Pemodelan dilakukan untuk melihat perilaku dari suatu struktur tanpa mengalami benturan dan dengan adanya benturan. Dalam analisisnya massa dari struktur dianggap tergumpal pada suatu titik tertentu begitu juga untuk kekakuannya. Karena massa dan kekakuan yang disimplifikasi maka penyajiannya dalam bentuk penulisan matriks.
Bab III Pemodelan Respons Benturan
III-1
Laporan Tugas Akhir Pemodelan Numerik Respons Benturan Tiga Stuktur Akibat Gempa
Pemodelan dan idealisasi struktur dilakukan agar analisis terhadap masalah dapat mendekati keadaan yang sebenarnya sehingga diharapkan hasilnya dapat mencapai sasaran. Struktur dimodelkan dan diidealisasikan sebagai berikut : a. Struktur yang dianalisis adalah struktur MDOF dengan sistem yang non-linear yang diasumsikan sebagai bangunan penahan geser (shear building). Sifatsifat bangunan penahan geser adalah lantai sangat kaku jika dibandingkan dengan kolomnya dan deformasi aksial diabaikan. b. Stuktur terjepit sempurna pada perletakannya sehingga tidak perlu ditinjau soil structure interaction.
Gambar 3.1a
Gambar 3.1b
Keterangan : 3.1.a : Massa tergumpal dari setiap struktur yang ditinjau. 3.1.b : Kekakuan kolom setiap lantai yang ditinjau.
Bab III Pemodelan Respons Benturan
III-2
Laporan Tugas Akhir Pemodelan Numerik Respons Benturan Tiga Stuktur Akibat Gempa
3.2 PARAMETER DINAMIK Pada bagian sebelumnya, kita sudah menganalisis respons dinamis dari struktur dengan model sistem berderajat kebebasan tunggal. Hanya jika struktur dapat dianggap mempunyai satu bentuk lendutan selama bergerak maka model berderajat tunggal memberikan harga respons dinamis yang tepat. Dengan perkataan lain, bila struktur mempunyai lebih dari satu kemungkinan bentuk lendutan maka solusi yang didapat dari model berderajat tunggal akan merupakan pendekatan dari sifat dinamis sebenarnya. Struktur tak selalu dapat digolongkan sebagai model berderajat tunggal dan pada umumnya dapat dinyatakan oleh model berderajat banyak. Kenyataannya, struktur adalah sistem berkesinambungan (continuous), jadi merupakan sistem berderajat kebebasan banyak. Ada metode analisis untuk menentukan sifat dinamis dari struktur berkesinambungan (continuous) yang mempunyai sifat materi seragam (uniform) dan bentuk geometris biasa, yang walaupun cukup menarik digunakan untuk mendapatkan informasi tentang struktur dengan model diskrit (discrete), namun agak rumit dan hanya dapat digunakan untuk struktur dengan bentuk sederhana. Model ini memerlukan analisis matematis dimana termasuk juga solusi persamaan diferensial parsial. Dalam tulisan ini, akan dibahas salah satu bentuk struktur yang praktis dengan sistem berderajat kebebasan banyak yaitu bangunan penahan geser (shear building).
3.2.1 Kekakuan Struktur Pada bangunan tinggi, kekakuan yang memadai sangat diperlukan untuk menahan gaya lateral akibat pengaruh angin, gempa atau ledakan. Gaya-gaya ini dapat menimbulkan tegangan yang besar dan menyebabkan pergerakan ke samping atau getaran, sehingga ketenangan penghuninya terganggu.
Bab III Pemodelan Respons Benturan
III-3
Laporan Tugas Akhir Pemodelan Numerik Respons Benturan Tiga Stuktur Akibat Gempa
Kekakuan struktur dianggap sebagai kekakuan bangunan penahan geser (shear building) yang nilainya diperhitungkan sebagai berikut : k=
12 E c I H3
(3-1)
dimana : Ec
= Modulus elastisitas beton = 200.000 kg/cm2.
I
= Inersia penampang kolom =
H
= Tinggi kolom yang ditinjau.
b
= Lebar dimensi kolom.
h
= Panjang dimensi kolom.
1 3 bh . 12
Dalam perencanaan struktur bangunan gedung terhadap pengaruh Gempa Rencana, pengaruh peretakan beton pada unsur-unsur struktur dari beton bertulang harus dipertimbangkan terhadap kekakuannya. Untuk itu, momen inersia penampang unsur struktur dapat ditentukan sebesar momen inersia penampang utuh dikalikan dengan suatu persentase efektifitas penampang sebagai berikut : Kolom dan balok rangka beton bertulang terbuka faktornya adalah 75%
(3-2)
m2 k2 m1 k1
&x& g
Gambar 3.2 Defenisi k (kekakuan kolom) dan m (massa) dari setiap konfigurasi
Bab III Pemodelan Respons Benturan
III-4
Laporan Tugas Akhir Pemodelan Numerik Respons Benturan Tiga Stuktur Akibat Gempa
dimana : k
= Menggambarkan kekakuan masing-masing kolom untuk setiap struktur, dalam program diinput sebagai matriks kekakuan.
m
= Menggambarkan massa perlantai yang merupakan gabungan dari massamassa struktur setiap model, dalam program diinput sebagai matriks massa yang diagonal.
&x& g
= Menunjukkan pergerakan gaya gempa El-Centro 1940 (N-S) pada tanah.
Kekakuan kolom yang dipakai dalam program adalah dua jenis. Untuk konfigurasi 1 yang terdiri dari bangunan A (10 lantai), B (10 lantai) dan C (10 lantai) kekakuan kolomnya berbeda-beda. Jenis yang pertama untuk bangunan A, B dan C semua sama, dan untuk konfigurasi 2 yang terdiri dari bangunan A (5 lantai), B (10 lantai) dan C (5 lantai), kekakuan kolom bangunan A dan C sama dengan kekakuan kolom 5 lantai bagian atas pada bangunan B, tetapi untuk 5 lantai bagian bawahnya berbeda. Begitu juga untuk konfigurasi 2 dan 3 yang kekakuan kolomnya dibedakan.
3.2.2 Massa Struktur
Karena bangunan dianggap sebagai bangunan penahan geser maka massa struktur terpusat pada masing-masing simpulnya. Massa perlantai tergumpal pada satu tempat atau titik sehingga matriks massa merupakan matriks diagonal. Model lumped mass ini hanya mempunyai derajat kebebasan searah dengan gaya luar (eksitasi) yang bekerja pada sistem tersebut. Dalam analisisnya massa struktur yang dipakai untuk setiap konfigurasi berbedabeda. Untuk konfigurasi 1 yang terdiri dari bangunan A (10 lantai), B (10 lantai) dan C (10 lantai), massa bangunan A dan C sama tetapi massa B berbeda dan sedikit lebih besar. Pembedaan ini dimaksudkan untuk melihat respons struktur yang saling berbenturan, tetapi untuk konfigurasi 2 dan 3 semua massa disamakan. Karena kekakuan dari setiap konfigurasinya berbeda walaupun dengan massa yang sama maka respons benturan pada struktur tetap akan terjadi.
Bab III Pemodelan Respons Benturan
III-5
Laporan Tugas Akhir Pemodelan Numerik Respons Benturan Tiga Stuktur Akibat Gempa
3.2.3 Redaman Struktur
Dalam pembahasan program, nilai redaman tidak diaktifkan atau sama dengan nol. Karena analisis bangunan MDOF sudah dirasa cukup rumit maka alasan untuk menolkan redaman sangat logis. Untuk keadaan inipun respons benturan pasti akan terjadi, tetapi kalau redaman dibuat tidak nol maka respons benturannya kemungkinan akan berkurang. Karena gaya-gaya yang timbul akibat benturan akan diredam oleh peredam yang dalam keadaan aktualnya dipasang pada bagian-bagian tertentu dari sebuah struktur. Selain itu juga, redaman dinolkan karena akan dihasilkan respons simpangan paling besar dan amplitudo maksimum. Respons benturan yang timbul apabila redaman tidak diaktifkan akan lebih mudah dianalisis karena variabel yang mempengaruhinya hanya massa dan kekakuan kolomnya saja serta gaya benturnya.
3.2.4 Pembatasan Waktu Getar Alami Fundamental
Untuk mencegah penggunaan struktur gedung yang terlalu fleksibel, nilai waktu getar alami fundamental (T1) dari struktur gedung harus dibatasi, bergantung pada koefisien (ζ) untuk Wilayah Gempa tempat struktur gedung berada dan jumlah tingkatnya (n) menurut persamaan : T1 < nς
(3-3)
Di mana koefisien ζ ditetapkan menurut Tabel 3.1. Tabel 3.1 Koefisien ζ yang membatasi waktu getar alami fundamental struktur
gedung Wilayah Gempa
ζ
1 2 3 4 5 6
0.20 0.19 0.18 0.17 0.16 0.15
Bab III Pemodelan Respons Benturan
III-6
Laporan Tugas Akhir Pemodelan Numerik Respons Benturan Tiga Stuktur Akibat Gempa
Jumlah tingkat (lantai) yang dipakai dalam simulasi numerik ini adalah 10 (sepuluh) dan 5 (lima) lantai dengan masing-masing tingkat tingginya 4.0 meter. Dan Wilayah Gempa sesuai percepatan puncak batuan dasar gempa El-Centro yang telah dimodifikasi sebesar 0.20 g yang berdasarkan Peta Gempa Indonesia berada pada Wilayah Gempa 4. Jadi, berdasarkan Persamaan (3-3) di atas, dapat diperoleh bahwa : T1 < 1.70 s (10 lantai) dan T1 < 0.85 s (5 lantai).
Gambar 3.3 Peta gempa Indonesia Tabel 3.2 Frekuensi alami struktur dari 3 (tiga) konfigurasi
Bab III Pemodelan Respons Benturan
III-7
Laporan Tugas Akhir Pemodelan Numerik Respons Benturan Tiga Stuktur Akibat Gempa
Tabel 3.3 Periode alami struktur dari 3 (tiga) konfigurasi
Berdasarkan Tabel 3.3, dapat dilihat bahwa T maksimum untuk bangunan 10 (sepuluh) lantai sebesar 0.64 s dan untuk bangunan 5 (lima) lantai maksimum sebesar 0.37 s. Hal ini sesuai dengan batasan yang ditetapkan oleh code. Batasan ini berlaku untuk struktur yang didesain akan mengalami beban gempa El-Centro atau beban gempa lainnya sesuai Wilayah Gempa, tetapi tanpa mengalami benturan.
BENTUK MODE BANGUNAN B PADA KONFIGURASI 1 10 9 8
LANTAI
7 6 5 4
MODE MODE MODE MODE MODE MODE MODE MODE MODE MODE
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
3 2 1 -0.8
-0.6
-0.4
-0.2 0 EIGEN VEKTOR
0.2
0.4
0.6
Grafik 3.1 Bentuk mode (mode shapes) dari bangunan B pada konfigurasi 1
Bab III Pemodelan Respons Benturan
III-8
Laporan Tugas Akhir Pemodelan Numerik Respons Benturan Tiga Stuktur Akibat Gempa
BENTUK MODE BANGUNAN A PADA KONFIGURASI 2 5 4.5 4
LANTAI
3.5 3 2.5
MODE MODE MODE MODE MODE
1 2 3 4 5
2 1.5 1 -0.8
-0.6
-0.4
-0.2 0 EIGEN VEKTOR
0.2
0.4
0.6
Grafik 3.2 Bentuk mode (mode shapes) dari bangunan A pada konfigurasi 2
3.3 KINERJA STRUKTUR GEDUNG
3.3.1 Kinerja Batas Layan
Kinerja batas layan struktur gedung ditentukan oleh simpangan antar lantai akibat pengaruh Gempa Rencana, yaitu untuk membatasi terjadinya pelelehan baja dan peretakan beton yang berlebihan, disamping untuk mencegah kerusakan nonstruktur dan ketidaknyamanan penghuni. Simpangan antar lantai ini harus dihitung dari simpangan struktur gedung tersebut akibat pengaruh Gempa Nominal yang telah dibagi Faktor Skala. Untuk memenuhi persyaratan kinerja batas layan struktur gedung, dalam segala hal simpangan antar lantai yang dihitung dari simpangan struktur gedung tidak boleh melampaui
0.03 kali tinggi tingkat yang bersangkutan atau 30 mm, R
bergantung yang mana yang nilainya terkecil.
Bab III Pemodelan Respons Benturan
III-9
Laporan Tugas Akhir Pemodelan Numerik Respons Benturan Tiga Stuktur Akibat Gempa
3.3.2 Kinerja Batas Ultimate
Kinerja batas ultimate struktur gedung ditentukan oleh simpangan dan simpangan antar tingkat maksimum struktur gedung akibat pengaruh Gempa Rencana dalam kondisi struktur gedung diambang keruntuhan, yaitu untuk membatasi kemungkinan terjadinya keruntuhan struktur gedung yang dapat menimbulkan korban jiwa manusia dan untuk mencegah benturan berbahaya antar gedung atau antar bagian struktur gedung yang dipisah dengan sela pemisah (dilatasi). Simpangan dan simpangan antar tingkat ini harus dihitung dari simpangan struktur gedung akibat pembebanan Gempa Nominal, dikalikan dengan suatu faktor pengali ζ sebagai berikut : Untuk struktur gedung beraturan: ζ = 0.70 R Untuk struktur gedung tidak beraturan: ς =
0.70 R FaktorSkala
(3-4)
dimana : R adalah faktor reduksi gempa struktur gedung tersebut (R = 1.60 untuk struktur gedung yang berperilaku elastik penuh), parameter R ini untuk Gempa Kuat dengan taraf kinerja struktur elastik penuh. Untuk memenuhi persyaratan kinerja batas ultimate struktur gedung, dalam segala hal simpangan antar tingkat yang dihitung dari simpangan struktur gedung tidak boleh melampaui 0.02 kali tinggi tingkat yang bersangkutan. Jarak pemisah antar gedung harus ditentukan paling sedikit sama dengan jumlah simpangan maksimum masing-masing struktur gedung pada taraf itu. Dalam segala hal masing-masing jarak tersebut tidak boleh kurang dari 0.025 kali ketinggian taraf itu diukur dari taraf penjepitan lateral. Dua bagian struktur gedung yang tidak direncanakan sama sebagai satu kesatuan dalam mengatasi pengaruh Gempa Rencana, harus dipisahkan satu dengan lainnya dengan suatu sela pemisah yang lebarnya paling sedikit harus sama dengan jumlah
Bab III Pemodelan Respons Benturan
III-10
Laporan Tugas Akhir Pemodelan Numerik Respons Benturan Tiga Stuktur Akibat Gempa
simpangan masing-masing bagian struktur gedung pada taraf itu. Dalam segala hal lebar sela pemisah tidak boleh ditetapkan kurang dari 75 mm. Sela pemisah yang disebut di atas, harus direncanakan detailnya dan dilaksanakan sedemikian rupa sehingga senantiasa bebas dari kotoran atau benda-benda penghalang. Lebar sela pemisah juga harus memenuhi semua toleransi pelaksanaan. Untuk mengetahui kinerja struktur terhadap beban gempa maka ditentukan batas deformasi struktur sebagai indikator kinerja struktur sebagai berikut :
Gambar 3.4 Simpangan Atap (roof drift) dan rasio roof drift
Bab III Pemodelan Respons Benturan
III-11
Laporan Tugas Akhir Pemodelan Numerik Respons Benturan Tiga Stuktur Akibat Gempa
Deformation Limit yang ditentukan oleh Applied Technology Council
(ATC)
40 – USA mensyaratkan deformation limit sebagai berikut : Tabel 3.4 Batasan deformasi yang ditetapkan ATC
Gambar 3.5 Perhitungan batasan deformasi
Dengan kata lain, deformasi total maksimum untuk struktur yang berperilaku (berespons) elastis terhadap beban gempa adalah 0.01 atau 1%. Dari pemodelan yang dilakukan dalam tulisan ini, untuk bangunan 10 lantai deformasi total maksimum yang diijinkan sebesar 40 cm dan bangunan 5 lantai = 20 cm. Berdasarkan hasil analisisnya diperoleh deformasi total maksimum 10 lantai = 15 cm dan bangunan 5 lantai = 2.8 cm. Jadi, respons struktur untuk keadaan bangunan tanpa mengalami benturan masih berada dalam batasan elastis.
Bab III Pemodelan Respons Benturan
III-12
Laporan Tugas Akhir Pemodelan Numerik Respons Benturan Tiga Stuktur Akibat Gempa
3.4 PERSAMAAN GERAK DINAMIK DENGAN BENTURAN
Apabila dua buah sistem struktur SDOF yang terpisah dengan jarak (initial gap) mengalami benturan maka persamaan gerak dinamis (Persamaan 2-3) akan berlaku untuk kedua bangunan tersebut. Benturan akan terjadi apabila jarak relatif terhadap pondasi kedua sistem tersebut pada waktu t tertentu (Dt) menjadi nol atau negatif. Pada saat terjadinya tumbukan diantara kedua sistem tersebut maka akan timbul suatu gaya tumbukan yang bekerja dalam arah yang diperlihatkan pada Gambar 3.2 di bawah ini. Dengan demikian persamaan gerak dinamik untuk masingmasing sistem tersebut akan berubah menjadi : Sistem 1 : [M] 1 [ X&& ] 1 + [K] 1 [X] 1 + [Fc] = P1(t) Sistem 2 : [M] 2 [ X&& ] 2 + [K] 2 [X] 2 - [Fc] = P2(t)
(3-5)
Dimana indeks 1 dan 2 menunjukkan sistem struktur pertama dan kedua dan Fc adalah gaya tumbukan (benturan) dari kedua sistem struktur MDOF. Initial gap Dt x2
x1
M1
M1
M2
M2
&x& g
Gambar 3.6 Pemodelan gerakan dua sistem SDOF yang mengalami benturan
Bab III Pemodelan Respons Benturan
III-13
Laporan Tugas Akhir Pemodelan Numerik Respons Benturan Tiga Stuktur Akibat Gempa
dimana : Dt = Initial gap + x 2 − x1 Besarnya gaya benturan Fc berhubungan dengan model rheologi yang digunakan untuk menggambarkan perilaku dinamik zona kontak (surface contact), seperti yang akan dibahas dalam sub bab berikutnya. Menurut model-model tersebut, besarnya gaya tumbukan berkaitan dengan perpindahan atau kecepatan atau kombinasi massa dari kedua sistem yang saling bertumbukan. Dengan demikian, persamaan dinamis (Persamaan 3-5) untuk masing-masing sistem akan saling terkait (coupled). Oleh karena itu, solusi dari persamaan tersebut secara eksak sangat kompleks sehingga diperlukan suatu solusi secara numerik.
3.5 MODEL RHEOLOGI ZONA KONTAK
Pada sub bab di atas telah dijelaskan bahwa besarnya gaya tumbukan tergantung pada model rheologi zona kontak yang digunakan. Pada saat massa yang saling bertumbukan tersebut adalah kaku (rigid) maka evolusi serta besarnya gaya tumbukan yang dihasilkan tidak dapat diketahui. Model rheologi menggambarkan deformabilitas material zona kontak dari kedua massa struktur tersebut. Evolusi gaya tumbukan dapat diketahui dari hubungan gaya-deformasi untuk model rheologi yang digunakan. Model rheologi yang menggambarkan perilaku dinamik material, dapat dilakukan dengan berbagai model diantaranya yaitu : a. Model Elastik b. Model Kelvin-Voigt c. Model Maxwell d. Model Darmawan Secara khusus dalam penulisan Laporan Tugas Akhir ini, model yang digunakan untuk memodelkan benturan adalah Model Elastik.
Bab III Pemodelan Respons Benturan
III-14
Laporan Tugas Akhir Pemodelan Numerik Respons Benturan Tiga Stuktur Akibat Gempa
3.5.1 Model Elastik
Model zona kontak yang paling sederhana dapat digambarkan dengan sebuah pegas elastik linear yang memiliki nilai kekakuan konstan (k). Menurut model ini, zona kontak mempunyai kemampuan untuk menyimpan energi mekanik pada saat terjadinya tumbukan dalam bentuk energi regangan dari pegas. Setelah tumbukan berakhir, energi tersebut sepenuhnya berubah kembali menjadi energi kinetik dari massa yang bergerak. Berbeda halnya dengan kekakuan kolom yang adalah lentur, kekakuan material zona kontak merupakan kekakuan aksial, nilai kekakuan material ini sangat besar. Sebagai contoh pada saat pengujian tekan beton maka kekakuan disini sebagai kekakuan aksial yang defleksinya diperoleh dengan gaya tekan yang sangat besar. Hubungan antar gaya benturan Fc dengan deformasi zona kontak (Dt) dapat bersifat linear atau non-linear. Hal tersebut tergantung pada bentuk permukaan yang saling bertumbukan dan distribusi tegangan pada zona kontak tersebut. Hal tersebut akan didiskusikan lebih lanjut di bawah ini. Persamaan yang menyatakan permukaan benda 1 sebelum terjadinya tumbukan adalah z1 = A1x2 + B1y2 + C1xy + .... Dengan mengabaikan orde yang lebih tinggi dari x dan y dan dengan memilih sumbu x1 dan y1 berhimpit dengan sumbu x dan y maka persamaan di atas dapat dinyatakan sebagai berikut :
z1 =
1 2 1 x + y2 2 R1 ' 2 R1 "
(3-6)
dimana : R1’
= Radius minimum dari kelengkungan permukaan benda 1.
R1”
= Radius maksimum dari kelengkungan permukaan benda 1.
Bab III Pemodelan Respons Benturan
III-15
Laporan Tugas Akhir Pemodelan Numerik Respons Benturan Tiga Stuktur Akibat Gempa
Dengan mengambil acuan pada Persamaan (3-6) maka persamaan permukaan benda 2 sebelum tepat tumbukan adalah sebagai berikut :
z2 =
1 2 1 x + y2 2 R2 ' 2 R2 "
(3-7)
Jika didefenisikan h = z1 - z2 maka persamaan untuk h dapat dinyatakan sebagai berikut :
h=
1 2 1 x + y2 2R ' 2R "
(3-8)
dimana : 1 1 1 = + R ' R1 ' R2 '
(3-9)
1 1 1 = + R " R1 " R2 "
(3-10)
Untuk selanjutnya akan didiskusikan benturan elastis yang berbentuk bidang lengkung (massa berbentuk bola) dan bidang datar. Hal ini bertujuan untuk menunjukkan bahwa hubungan antaran gaya tumbukan dan deformasi tergantung pada bentuk massa yang berbenturan.
Fc
Fc k
Gambar 3.7 Model rheologi zona kontak : Model Elastik
Bab III Pemodelan Respons Benturan
III-16
Laporan Tugas Akhir Pemodelan Numerik Respons Benturan Tiga Stuktur Akibat Gempa
Untuk permasalahan tumbukan elastik pada dua bangunan, pada selang waktu benda tepat bertumbukan hingga lepas dari tumbukan selain bekerja gaya inersia pada kedua benda tersebut juga bekerja kekakuan lateral dari kedua bangunan itu. Persamaan gaya benturnya dapat ditunjukkan dengan Persamaan (3-11) berikut ini. Fc = kDt
(3-11)
dimana : Fc
= Gaya benturan antara struktur yang berdampingan.
k
= Kekakuan benturan.
Dt
= Jarak benturan permukaan zona kontak.
3.5.2 Model Kelvin-Voigt
Model Kelvin-Voigt terdiri atas pegas dengan kekakuan dan dashpot yang memiliki redaman c yang disusun secara paralel. Selain dapat menyimpan energi mekanik, model tersebut juga dapat mendisipasikan sebagian dari energi mekanik tersebut melalui faktor redaman c. Model tersebut dapat dilihat pada gambar di bawah ini :
k Fc
Fc c
Gambar 3.8 Rheologi zona kontak : Model Kelvin-Voigt
Bab III Pemodelan Respons Benturan
III-17
Laporan Tugas Akhir Pemodelan Numerik Respons Benturan Tiga Stuktur Akibat Gempa
Gaya yang diterima oleh material yang mengikuti model Kelvin-Voigt merupakan jumlah dari gaya yang diterima oleh masing-masing komponennya. Dengan demikian, hubungan antar gaya dan perpindahan untuk model ini adalah : Fc = kδ t + cδ&t
(3-12)
Apabila Persamaan (3-12) dijabarkan lagi maka akan diperoleh persamaan gaya bentur untuk model ini :
⎛ 1 − 2ξ 2 ⎞ −ξω t ⎜ sin ω d t + 2ξ cos ω d t ⎟ F0 e c Fc = ⎜ 2 ⎟ ⎝ 1−ξ ⎠
(3-13)
dimana :
ωd = ωc 1 − ξ 2 .
3.5.3 Model Maxwell
Model Maxwell dibentuk dari pegas dan dashpot yang disusun seri, dengan demikian deformasi dari model ini merupakan jumlah dari deformasi yang dialami kedua komponen tersebut.
Fc
Fc k
c
Gambar 3.9 Model rheologi zona kontak : Model Maxwell
Bab III Pemodelan Respons Benturan
III-18
Laporan Tugas Akhir Pemodelan Numerik Respons Benturan Tiga Stuktur Akibat Gempa
Berdasarkan model ini, bentuk gaya benturannya dimodelkan sebagai : Fc Fc ' + = δz' c k
(3-14)
3.5.4 Model Darmawan
Darmawan mengusulkan suatu bentuk rheologi zona kontak yang mampu mendisipasi energi tanpa mengakibatkan terjadinya loncatan gaya seketika diawal tumbukan serta tidak mengakibatkan deformasi residual pada akhir tumbukan. Model ini terdiri atas pegas dan suatu elemen penyerap energi yang disusun secara paralel. Model tersebut dapat dilihat pada gambar di bawah ini :
k Fc
Fc
αk Gambar 3.10 Rheologi zona kontak : Model Darmawan
Gaya yang terjadi adalah jumlah dari gaya yang dialami masing-masing komponen :
Fc = kδ + αkδ&δ = kδ (1 + αδ&k )
(3-15)
Formula di atas dapat diinterpretasikan sebagai suatu elemen dengan faktor kekakuan dinamik (k) yang berubah dengan kecepatan deformasi zona kontak :
Fc = k δ
(3-16)
dimana :
(
)
k = 1 + αδ& k .
Bab III Pemodelan Respons Benturan
III-19