BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Objek Penelitian Dari sebanyak media massa cetak yang beredar secara nasional, peneliti memilih
Kompas dan Republika
sebagai objek
penelitian, dengan fokus pada berita-berita debat kandidat presiden dan wakil presiden dalam pemilu 2009. Berita-berita tersebut dimuat bulan Juni
2009
sampai
Kompas dan Repulika selama
08 Juli
2009.
Pemilihan waktu ini
dihubungkan dengan masa kampanye kandidat presiden dan wakil presiden. Salah satu bentuk kampanye kandidat presiden dan wakil presiden itu adalah debat para kandidat. Debat ini paling banyak menarik perhatian karena merupakan kampanye bentuk baru. Pada pemilu presiden dan waklil presiden tahun 2004, ada semacam debat kandidat, tetapi sebetulnya hanya dialog penajaman visi dan misi para kandidat presiden dan wakil presiden. Debat kandidat dalam pemilu 2009 itu sendiri berlangsung lima kali selama dari bulan Juni 2009 sampai awal pekan bulan Juli 2009 tersebut. Berita-berita yang berhubunghan dengan debat kandidat presiden dan wakil presiden itu dimuat di halaman yang berbedabeda. Ada yang dimuat di halaman depan dan ada pula yang dimuat di halaman dalam. 58
Peneliti tidak saja mengambil berita sebagai objek penelitian, tetapi juga editorial, opini, dan karya jurnalistik lainnya yang dimuat Kompas dan Republika untuk mendukung berita sebagai objek pokok penelitian. Iklan kandidat presiden dan wakil presiden yang dimuat di Kompas dan Republika tidak dijadikan objek penelitian karena tidak termasuk berita (karya jurnalistik). Pemuatan sesuatu iklan bisa dipastikan karena alasan ekonomi. 3.2. Tempat dan Waktu Penelitian 3.2.1. Tempat 1. Kantor Redaksi Kompas 2. Kantor Redaksi Republika 3.2.2. Waktu penelitian Waktu penelitian selama empat (4) bulan, dari bulan Juni 2010 sampai bulan September 3.3.
2010.
Paradigma Penelitian Teori Kritis mempunyai beberapa ciri, yakni (a) teori kritis
berbeda dengan pemikiran filsafat dan sosiologi tradisional, (b) teori kritis tidak bersifat kontemplatif atau spekulatif murni, (c) pada titik tertentu, teori kritis memposisikan diri sebagai ahli waris ajaran Karl Marx, (d) tidak mau membebek kepada Karl Marx, (e) teori kritis tidak
59
hanya mau menjelaskan, mempertimbangkan, merefleksikan, dan menata realitas sosial, tetapi juga mengubah, dan (f) teori kritis ini menjadi teori praktis. Teori krtisis pun berkembang. Perkembangan teori ini, di Amerika Serikat, sesungguhnya dimulai dari pindahnya para sarjana Jerman, pada tahun 1933, untuk memperkenalkan teori kritis. Maka, terjadilah pertemuan dua tradisi intelektual, dan sempat mengundang kontroversi. Tradisi yang dibawa sarjana Jerman yang ajarannya kritis idealistik bertemu dengan ajaran tuan rumah Amerika Serikat yang pragmatis. Pada tahun-tahun berikutnya, antara tahun 1930-an – 1940an, teori kritis mengembangkan diri, setelah tumbuh di Amerika Serikat dengan bibit unggul dari Jerman. Sejumlah bidang studi yang berhasil dikembangkan, antara lain, ekonomi politik media, analisis budaya atau teks, dan studi persepsi khalayak. Studi ideologi media berkembang pesat pada tahun 1970 – 1980. Menyangkut media yang dikaitkan dengan teori kritis, maka teks di media itu berhubungan dengan ideologi dan hegemoni. Dalam hal ini, maka teks atau wacana bisa dimaknai dengan cara pandang dan ciri pandang tertentu. Alhasil,
60
teks tidak hanya semata-mata
kata, tetapi hakikatnya mengandung maksud tertentu. Teks tidak bebas makna. Golding dan Murdoch (1991) berpendapat bahwa studi wacana media meliputi tiga wilayah kajian, yakni teks itu sendiri, produksi, dan konsumsi teks. Menurut Eriyanto (2001 : 4), paling tidak, ada tiga pandangan mengenai bahasa dalam analisis wacana, yakni pandangan kaum positivisme-empiris,
pandangan
kaum
konstruktivisme,
dan
pandangan kaum kritis. Kaum positivis-empiris memandang bahwa bahwa bahasa itu sebagai jembatan antara manusia dan objek di luar manusia itu sendiri. Wacana diukur dengan pertimbangan kebenaran atau ketidak benar-an menurut sintaksis dan semantik. Kaum konstruktivisme menolak pandangan kaum positivismeempiris. Dalam pandangan kaum konstruktivivme ini, bahasa tidak semata-mata dilihat sebagai alat untuk memahami realitas objektif saja. Manusia
justru dianggap jadi faktor sentral dalam kegiatan
wacana serta hubungan-hubungan sosialnya. Kaum
kritis
tampil
mengoreksi
pandangan
kaum
konstruktivisme yang dianggap kurang sensitif terhadap faktor-faktor kekuasaan
dalam setiap wacana.
melahirkan paradigma kritis. 61
Koreksi inilah yang kemudian
Dalam pandangan kaum kritis, wacana tidak lagi dimaknai sebagaimana kaum positivisme-empiris yang memandang individu ada di posisi netral. Kaum kritis memandang bahwa bahasa selalu melibatkan kekuasaan. Analisis wacana kritis selalu berhubungan dengan ideologi dan kekuasaan. Paradigma
ilmu
komunikasi
yang
sebagaimana ilmu-ilmu sosial lainnya, konstruksionis
(Max Weber),
selama
ini
dikenal,
terdiri dari paradigma
paradigma kritis (Karl Marx), dan
paradigma objektivis (Emile Durkheim). (Mulyana, Seminar Nasional Ilmu Komunikasi, 10 Juni 2010). Untuk penelitian ilmu komunikasi di Indonesia, menurut isyarat Asante seperti yang dikutip Mulyana,
yang lebih cocok adalah
paradigma fenomenologis (konstruksionis) mengingat Asia (yang di dalamnya ada Indonesia), berpandangan Asiosentrik. Dalam pandangan Asiosentrik, kebenaran bersifat tersembunyi. Maka,
proses
penelitiannya
pun
bersifat
induktif.
Paradigma
positivistik, yang selama beberapa dekade populer di lingkungan kita, sebetulnya lebih cocok digunakan di Eropa dan Amerika. Khusus di Indonesia, menurut Mulyana pula, pendekatan kritis tampaknya
lebih
potensial
dikembangkan
untuk
menelaah
permasalahan komunikasi pembangunan dan komunikasi massa di Indonesia.
62
Penelitian
dengan
pendekatan
analisis
bingkai
(framing
analysis) dan analisis wacana kritis (critical discours analysis), kata Mulyana pula, bisa digunakan untuk
mengeritik media massa,
khususnya televisi. Masih kata Mulyana, untuk mencerahkan dan mencerdaskan khalayak pembaca, pendengar, atau pemirsa, kita perlu menggunakan pendekatan tersebut di atas, seperti yang pernah dilakukan Boylorn (2008) dan Maddux (2008). Sehubungan dengan pandangan kritis terhadap media massa, posisinya itu sendiri
diihat dengan
pandangan berbeda, bahkan
bertentangan dari sudut teori perspektif positivisme (objektivisme) dan perspektif konstuktivisme. Dalam pandangan positivisme, media massa adalah alat penyaluran pesan dari komunikator (wartawan) kepada komunikan (pembaca, pemirsa, atau pendengar) melalui media massa. Media massa diposisikan netral, tidak berpihak, dan
oleh
karena itu berita dipandang hanya menampilkan fakta, tidak untuk memengaruhi pembaca. Singkatnya, positivisme memandang media massa betul-betul hanya menampilkan fakta atau realitas apa adanya, sehingga yang tertulis di media massa itu persis seperti yang terjadi di lapangan.
63
Pandangan konstuktivisme sebaliknya. Media massa tidak dipandang sebagai penyaluran pesan semata, yang hadir untuk menyampaikan fakta-fakta di lapangan, tetapi justru jadi subjek yang mengonstruksikan realitas.
Berita di media massa itu hasil
rekonstruksi, jadi fakta kedua. Sekaligus saja, konstruktivisme
menolak objektivitas sebuah
berita karena semua sudah dikemas dengan sudut pandang dan cara pandang wartawan peneliti berita tersebut. Bahkan, Carey (1989 : 21) menyebut berita sebagai drama. “News is not information, but drama” (“Kekuasaan Media Mengostruksi Realitas”, Masnur Muslich). Di samping positivisme dan konstruktivisme yang berlawanan,
ada
pandangan
ketiga
yakni
memang
pandangan
kritis.
Pandangan ini mengoreksi pandangan konstruktivise yang kurang sensitif pada proses produksi dan reproduksi makna
yang terjadi
secara historis maupun institusional (Eriyanto : 2001 : 6). Sehubungan dengan penelitian teks media yang dilakukan peneliti, dengan metode penelitian analisi wacana kritis, maka paradigma penelitian ini adalah teori kritis, karena memang teori ini termasuk konstruktivisme. .
Menurut Ardianto dan Q-Anees (2007 : 167), teori kritis dan
konstrutivisme, sesungguhnya bisa dianggap sama dengan alasan sebagai berikut (a) teori kritis meyakini bahwa ilmu pengetahuan itu
64
dikonstruksi atas dasar kepentingan manusiawi, (b) dalam praksis penelitian (dari pemilihan masalah untuk penelitian, instrumen dan metode analisis yang digunakan, interpretasi, kesimpulan dan rekomendasi
dibuat sangat bergantung pada nilai-nilai peneliti, (c)
standar penilaian ilmiah bukan ditentukan oleh prinsip verifikasi atau falsifikasi melainkan didasarkan konteks sosial historis serta kerangka pemikiran yang digunakan ilmuwan ( Ardianto dan Q-Anees, 2007 : 168). Perbedaan berhubungan
teori positivisme dan teori krtisis, terutama yang
dengan
media
massa,
sangat
tampak
dalam
memandang fakta, posisi media massa, posisi wartawan, dan hasil liputan berita. Teori positivisme misalnya menyebut berita sebagai cermin dan refleksi realitas dari kenyataan. Teori kritis memandang sebaliknya, bahwa berita
tidak mungkin merupakan cermin
dan refleksi dari
realitas. Teori positivisme memandang
media massa ada di posisi
bebas dan netral, jadi tempat semua kelompok. Teori kritis memandang sebaliknya, bahwa media massa hanya dimanfaatkan dan menjadi alat kelompok dominan. Media massa
dijadikan alat
untuk memojokkan kelompok lain. Teori kritis memandang, bahwa media massa subjektif.
65
Posisi wartawan, dalam pandangan teori positivisme, sebagai pelapor. Tujuan peliputan dan penelitian
berita
murni untuk
eksplorasi dan menjelaskan apa adanya. Teori kritis memandang, justru
wartawan sebagai partisan.
Tujuan peliputan dan penelitian berita hanya untuk kelompok
sendiri
atau
pihak
lain.
Wartawan
memihak
meninggalkan
objektivitasnya karena sudah berpihak. Hasil peliputan, menurut teori positivisme, haruslah dua sisi, dua pihak, kredibel, objektif, dan menyingkirkan opini. Dalam pemberitaan dan komentar para ahli, sering disebut istilah cover both side, artinya pelaporan dari dua sisi, atau dua sisi secara adil dan berimbang. Dalam
pandangan
teori
kritis,
hasil
liputan
justru
mencerminkan ideologi wartawan, kepentingan sosial, ekonomi, dan politik tertentu. Wartawan jadi bagian dari kepentingan. Perbedaan teori positivisme dan teori kritis, tidak saja dalam fakta, posisi media massa, posisi wartawan, dan hasil liputan, tetapi tampak juga pada tujuan penelitian. Tujuan penelitian teori positivisme adalah eksplanasi, prediksi, dan kontrol.
Dalam pandangan teori
kritis, tujuan penelitian adalah untuk kritik sosial, emansipasi, transformasi, dan penguatan sosial. sebagai aktivis, advokat, dan transpormative intellectual (Ardianto dan Q-Anees :2007 : 177).
66
Tabel 5 Perspektif Positivisme dan Perspektif Teori Kritis Tentang Fakta, Posisi Media, Posisi Wartawan, dan Hasil Liputan
PERSPEKTIF POSITIVISME
PERSPEKTIF TEORI KRITIS
FAKTA Ada fakta yang real yang diatur oleh kaidahkaidah tertertentu yang berlaku universal. Berita adalah cermin dan refleksi dari kenyataan. Oleh karena itu, berita haruslah sama dan sebangun dengan fakta yang hendak diliput.
Fakta merupakan hasil dari proses pertarungan ekonomi, politik, dan sosial yang berada dalam masyarakat Berita tidak mungkin merupakan cermin dan refleksi dari realitas, karena berita yang terbentuk hanya cerminan dari kepentingan kekuasaan dominan
POSISI MEDIA Media adalah sarana yang bebas dan netral, tempat semua kelompok masyarakat saling berdiskusi yang tidak dominan.
Media hanya dikuasai oleh kelompok dominan dan menjadi sarana untuk memojokkan kelompok lain
Media menggambarkan diskusi apa yang ada dalam masyarakat.
Media hanya dimanfaatkan dan menjadi alat kelompok dominan
POSISI WARTAWAN Nilai dan ideologi wartawan berada di luar proses peliputan berita Wartawan berperan sebagai pelapor Tujuan peliputan dan penulisan berita: Eksplorasi dan menjelaskan apa adanya Penjaga gerbang Landasan etis Profesionalisme sebagai keuntungan Wartawan sebagai bagian dari tim untuk mencari kebenaran
Nilai dan ideologi wartawan tidak dapat dipisahkan dari proses peliputan dan pelaporan suatu peristiwa Wartawan berperan sebagai partisipan dari kelompok yang ada dalam masyarakat Tujuan pelitutan dan penelitian berita: Pemihakan kelompok sendiri dan atau pihak lain Sensor sendiri Landasan ideologis Profesionalisme sebagai kontrol Sebagai pekerja yang mempunyai posisi berbeda dalam kelas sosial
HASIL PELIPUTAN
Liputan dua sisi, dua pihak, dan kredibel Objektif, menyingkirkan opini dan pandangan subjektif dan pemberitaan Memakai bahasa yang tidak menimbulakan penafsiran yang beraneka
Mencerminkan idelogi wartawan dan kepentingan sosial, ekonomi dan politik tertentu Tidak objektif karena wartawan adalah bagian dari kelompok/srtuktur sosial tertentu yang lebih besar Bahasa menunjukkan bagaimana kelompok sendiri diunggulkan dan memarjinalkan kelompok lain
Sumber : Elvinaro dan Q-Anees, (2007)
67
3.4. Metode Penelitian Dalam Afifuddin dan Saebani (2009 : 58 - 64), ada lima dasar filosofis yang berpengaruh terhadap penelitian kualitatif, fenomenologis
yakni (a)
(cara menangkap kebenaran dengan menangkap
fenomena atau gejala yang memancar dari objek penelitian), interaksi
(b)
simbolik bersamaan dengan pespektif fenomenologis
(pengalaman manusia ditengahi penafsiran), (c) interaksi simbolik (manusia bertindak untuk kepentingannya, proses tindakan manusia merupakan produk proses sosial, dan (d)
kebudayaan (budi daya
manusia sebagai wujud tingkah laku manusia), dan (e) antropologi (kegiatan manusia baik secara normatif maupun hostoris). Penelitian kualitatif memiliki paradigma, proses, metode, dan dan tujuan yang berbeda dengan penelitian kuantitatif. Dalam Rahardjo
(2010),
penelitian kualitatif tidak mempunyai pola yang baku tentang format desain penelitian, sebab (a)
instrumen utama penelitian kualitatif
adalah penelitian sendiri, (b) proses penelitian kualitatif bersifat siklus, dan
(c) umumnya, penelitian kualitatif berangkat dari kasus atau
fenomena tertentu.
Masih menurut Rahardjo, sekurang-kurangnya,
ada delapan jenis penelitian kualitatif yakni ethnography (etnografi), case studies (studi kasus), document studies (studi dokumentsi/teks), natural observtion (observasi alami), focused interviews (wawancara terpusat), phenomenology (fenomenologi), grounded theory, dan historical research (studi sejarah).
68
Dalam melakukan penelitian ini, peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif
jenis document studies
(studi dokumentasi)
karena objek studinya adalah dokumen atas teks, yang dalam hal ini adalah dokumen atau teks media tentang debat kandidat presiden dan wakil presiden yang dimuat Kompas dan Republika. Peneliti menghitung jumlah produksi wacana di Kompas dan Republika itu bukan ingin bergerak ke arah penelitian kuantitatif, melainkan
untuk menambah informasi dan
alat
bantu untuk
memahami wacana di Kompas dan Republika. Mengetahui jumlah wacana itu ternyata tidak bisa terelakkan. Soalnya, peneliti akan sampai pada pertanyaan khas kualitatif, misalnya, “Mengapa berita kandidat presiden dan wakil presiden /A/ jauh lebih banyak dari berita kandidat presiden dan waklil presiden /B/?” Atau, pertanyaan “Mengapa media massa cetak /A/ jauh lebih banyak memuat berita kandidat presiden dan wakil presiden sedangkan
/A/,
kandidat presiden dan wakil presiden lainnya dimuat
sedang-sedang saja?” Ada apa di baik pemuatan berita yang lebih atau berlebihan itu? Apakah karena faktor kedekatan, faktor ekonomi, faktor politik, atau faktor ideologi? Jawaban pertanyaan semua itu jelas akan membantu memahami dalam usaha
“membongkar” kepentingan,
kepentingan politik, ekonomi, atau ideologi.
69
termasuk
Untuk praktik penelitian kualitatif, mengingatkan
peneliti
agar
tidak
Muhadjir (2000 : 3)
mencampuradukkan
metode
penelitian dan metodologi penelitian. Muhadjir sendiri sering menemukan karya ilmiah yang berjudul metodologi penelitian, tetapi isinya metode penelitian. Metodologi penelitian, menurut Muhadjir, membahas konsep teoritik berbagai metode, kelebihan dan kelemahannya, yang dalam karya ilmiah dilanjutkan dengan
pemilihan metode yang digunakan. Metode
penelitian mengemukakan secara teknis tentang metode-metode yang digunakan dalam penelitian. Teknik sampling dan teknik instumentasi merupakan bagian dari metode penelitian. Menurut dibedakan
Kriyantono
berdasarkan
(2008 : 50), riset komunikasi pendekatannya.
Pendekatan
ini
dapat pada
dasarnya merupakan falsafah yang mendasari suatu metodologi riset, apakah kuantitatif atau kualitatif. Kriyantono selanjutnya menyebutkan, riset kualitatif bertujuan untuk menjelaskan fenomena dengan sedalam-dalamnya melalui pengumpulan data sedalam-dalamnya. Riset
ini tidak mengutamakan besarnya populasi atau sampling.
Bahkan, populasi atau samplingnya sangat terbatas. Afifiuddin dan Saebani (2009 : 77) menuturkan tujuan penelitian kualitatif. Menurut mereka, penelitian kualitatif bertujuan melakukan penafsiran terhadap fenomena sosial.
70
Penafsiran fenomena sosial ini, menurut hemat peneliti, bisa juga terbantu
oleh
data
kuantitatif.
Para
peneliti
kualitatif
dapat
menggunakan semiotika, narasi, isi, diskursus, arsip, analisis fonemik, bahkan statistik.
Afifuddin dan Saebani (2009 : 170)
analisis kualitatif jadi dua, yakni
membagi
analisis wacana dan analisis isi
terhadap pemberitaan. Analisis kualitatif wacana menekankan pada jawaban “bagaimana” (how), yaitu isi teks dan bagaimana pesan itu disampaikan.
Ini berbeda dengan analisis kuantitatif yang lebih
menekankan pada jawaban pertanyaan “apa” (what) dari pesan atau komunikasi (teks media). Penelitian kualitatif sebagai proses dapat digambarkan sebagai berikut:
Tabel 6 Proses Penelitian Kualitatif Fase
Uraian
Periset sebagai subjek peneliti yang multi cultural
Penelitian bersifat historis dan penelitian tradisi, konsep dari diri dan semuanya, bergantung pada politik dan etika penelitian
Paradigma teoritis dan interpretative
Positivisme, post-positivisme, konstruktivisme, feminism, model etnik, model marxis, cultural studies
Strategi penelitian
Desain studi, studi kasus, etnografi, observasi, partisipasi, fenomenologi, grounded theory, metode biografi, metode historis, penelitian tindakan, dan penelitian klinis
Metode pengumpulan data dan analisis data empiris
Interviu, observasi, artefak, dokumen dn rekaman, metode visual, metode pengalaman pribadi, analisis dengan bantuan program komputer, dan analisis tekstua
Pengembangan interpretasi dan pemaparan
Kriteria dan kesepakatan, seni dan politik penafsiran, penafsiran tulisan, strategfi analisis, tradisi evaluasi, dan penelitian terapan
Sumber : Afifuddin dan Saebani (2010)
71
Penelitian kualitatif
dalam Sugiyono (2009 : 9 - 10)
disebut
mempunyai karakteristik (a) dilakukan pada kondisi yang alamiah, (sedangkan lawannya adalah eksperimen), langsung ke sumber data dan peneliti
adalah instrument kunci, (b) penelitian kualitatif lebih
bersifat deskriptif. Data yang terkumpul berbentuk kata atau gambar, sehingga tidak menekankan pada angka, (c) penelitian kualitatif lebih menekankan pada proses daripada produk atau outcome, (d) penelitian kualittif melakukan analisis data secara induktif, dan (e) penelitian kualitatif lebih menekankan makna (data di balik yang teramati). Untuk menempuh penelitian kualitatif, Bodgan (972) dalam Afifuddin dan Saebani (2009 : 69) menyebutkan, penelitian kualitatif tidak terlepas dari tiga tahapan penting, yakni pralapangan, kegiatan di lapangan, dan analisis intensif. Penelitian kualitatif (Raco, 2010 : 62 – 64) mempunyai beberapa keunggulan, yang dapat dirangkum sebagai berikut,
(a) datanya
sangat mendasar karena berdasarkan fakta, peristiwa, dan realita, (b) pembahasannya mendalam dan terpusat, karena datanya digali secara mendalam, (c) terbuka lebih dari satu pandangan, yang dalam hal ini pandangan dan informasi dari partisan, (d) bersifat realistis. Peneliti percaya pada dinamika dan proses.
72
3.5.
Analisis
Wacana
Kritis
Sebagai
Metode
Penelitian
Komunikasi Penelitian yang dilakukan peneliti
menggunakan metode
peneltiain kualitatif, seperti disebutkan di muka, dengan pendekatan analisis wacana kritis
model Teun A. van Dijk.
Objek penelitian
berupa wacana debat kandidat presiden dan wakil presiden. Pendekatan analisis wacana kritis model Teun A van Dijk tidak berdiri sendiri karena harus didukung oleh teori
yang relevan,
misalnya, peneliti merasa cukup dengan mengambil teori
ekonomi
politik media. Paradigma peneltiannya adalah paradigma kritis. Teori ekonomi politik media dan paradigma kritis sangat berhubungan. Selanjutnya, objek penelitiannya adalah
wacana debat
kandidat presiden dan wakil presiden di Kompas dan di Republika yang kemudian dibedah dengan model analisis wacana kritis Teun A. van Dijk. Dengan pendekatan analisis wacana kritis model Teun A. van Dijk itu, akhirnya diharapkan terungkap kepentingan-kepentingan tertentu (meliputi ekonomi, politik, dan ideologi) di balik wacana debat kandidat presiden dan wakil presiden yang disajikan Kompas dan Republika.
Paradigma
kritis
memastikan
adanya
kepentingan-
kepentingan di balik wacana yang termuat di media massa, baik cetak maupun elektronik. Wacana di media masa, dalam pandangan kritis, tidak bebas nilai.
73
Peneliti
mengambarkan prosesi penelitian analisis wacana
sebagai metode penelitian komunikasi, dengan mengambil skema yang dibuat Hamad (2004). Proses pertama pemilihan objek penelitian, kemudian memilih paradigma dan teori penelitian yang relevan dengan objek penelitian, lalu menggunakan teknis analisis data, yang dalam hal ini analisis wacara kritis model Teun A. van Dijk. Akhirnya, diketahuilah hasil penelitian berupa terungkapnya ideologi, politik, atau kepentingan di balik wacana itu.
Proses penelitian dalam bentuk skema seperti
berikut: Skema 6 Proses Analisis Wacana Sebagai Metode Penelitian Komunikasi
Perspektif Teori : Ekonomi politik media
Berita debat kandidat presiden dan wakil presiden
Analisis wacana kritis Teun A. van Dijk
Terungkapnya kepentingan dan ideologi di balik wacana debat kandidat presiden dan wakil presiden
Paradigma kritis
Sumber : Hamad (2004)
74
3.6.
Definisi Konsep 3.6.1. Komisi Pemilihan Umum Komisi pemilihan umum (KPU) adalah
lembaga
penyelenggara pemilihan umum DPR, DPD, dan DPRD, pemilihan umum presiden dan wakil presiden, dan pemilu kepala daerah dan wakil, kepala daerah (pemilukada), baik di provinsi maupun di kabupaten/kota. Penyelenggara pemilu ini bersifat nasional, tetap, dan mandiri. 3.6.2. Pemilu Presiden dan Wakil Presiden Menurut Undang-undang Nomor
42 Tahun 2008
tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, Bab I, Pasal 1, Ayat 2, disebutkan bahwa pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden
adalah pemilihan umum untuk memilih
presiden dan wakil presiden dalam negara kesatuan Republik Indonesia (NKRI) berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Berdasarkan Undang-undang Dasar 1945.
Pemilihan umum presiden dan
wakil presiden itu dipilih dalam satu paket (presiden dan wakil presiden), secara langsung oleh rakyat. 3.6.3. Kampanye Pemilu Presiden dan Wakil Presiden Kampanye pemilu presiden dan wakil presiden adalah kegiatan untuk meyakinkan para pemilih dengan menawarakan visi, misi, dan program pasangan calon, sebagaimana bunyi
75
Ayat 22, Pasal
1, Undang-undang
Nomor 42 Tahun 2008
tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden. Foto 1 Deklarasi Damai “Pemilu dalam Persaudaraan”
Foto : Media Centre KPU
Gambar 1 Poster Ajakan Penggunaan Hak Pilih
Sumber : Media Centre KPU
3.6.4. Debat Kandidat Presiden dan Wakil Presiden Debat menurut Effendi (2006 : 89), adalah pembahasan mengenai suatu masalah yang dilakukan secara lisan oleh dua 76
orang atau lebih yang mengandung pertentangan pendapat. Debat menurut Komaruddin dan Tjuparmah (2005 : 44 – 45), dalam bahasa Inggris disebut debate. Suatu teknik untuk bertukar pikiran atau berdiskusi yang dilakukan oleh mereka yang mempunyai pendapat, pandangan, atau tesis yang berlawanan. Pasal 26, Bab IV, Peraturan KPU Nomor 28 Tahun 2009 mengatur debat kandidat presiden dan wakil presiden, antara lain, bahwa debat kandidat itu diselenggarakan oleh KPU. Gambar 2 Karikatur Kampanye Para Kandidat
77
Tabel 7 Jadwal Debat Kandidat Presiden dan Wakil Pesiden No.
Tanggal
Kandidat
Moderator
Tempat
Topik
Mewujudkan tata keloka Pemerintah yang baik dan bersih serta menegakkan supremasi hukum
01.
19/06/09
Presiden
Anis Baswedan
Trans 7
02.
23 /06/09
Wapres
Komaruddin Hidayat
SCTV
03.
25/06/09
Presiden
Aviliani
Metro TV
Mengentaskan kemiskinan dan pengangguran
04.
30/06/09
Wapres
Fahmi Idris
TVOne
Meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia
05.
02/07/09
Presiden
Pratikno
RCTI
Pembangunan jati diri bangsa
NKRI, Demokrasi, dan otonomi daerah Sumber : KPU
Foto 2 Debat Kandidat Presiden
Foto : Media Centre KPU
78
Foto 3 Debat Kandidat Wakil Presiden
Foto : Media Center KPU
3.6.5. Media Massa Menurut Uchayana (1989 : 216), media massa adalah media komunikasi yang mampu menimbulkan keserempakan dalam arti akata khalayak dalam jumlah yang relatif banyak
secara
bersama-sama
pada
saat
sangat
yang
sama
memperhatikan pesan yang dikomunikasikan melalui
media
tersebut; misalnya surat kabar, radio siaran, televisi siaran, dan film teatrikal yang ditayangkan gedung bioskop. 3.6.6. Wartawan Dengan mengacu pada Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, Pasal
79
7, Ayat 1, yang disebut
wartawan adalah orang yang secara teratur melaksanakan kegiatan jurnalistik. 3.6.7. Kode Etik Jurnalistik Dalam menjalankan tugasnya, wartawan dibekali kode etik jurnalistik.
Kode etik jurnalistik itu sudah beberapa kali
mengalami perubahan. Kode etik jurnalistik terbaru
sebanyak
11 pasal, hasil rumusan 29 organisasi wartawan. 3.6.8. Kemerdekaan Pers Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers dan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran memberikan kemerdekaan pers yang cukup luas. Media massa cetak khususnya bebas menulis tanpa ada kekhawatiran atau ketakutan dibreidel seperti pada zaman Orde Baru. Ayat (2), Pasal 4, Bab II, Undang-undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers menyebutkan, “Terhadap pers nasional tidak dikenakan
penyensoran, pembreidelan, atau
pelarangan penyiaran. 3.7. Unit Analisis Wacana
pemilu presiden dan wakil presiden yang dimuat
Kompas dan Republika komentar, gambar,
begitu
banyak, meliputi berita, opini,
dan lain-lain. Peneliti mengelompokkannya ke
dalam beberapa kelompok wacana, yakni (a) berita-berita deklarasi
80
pasangan kandidat
presiden dan wakil presiden, (b) berita
pendaftaran kandidat presiden dan wakil presiden ke KPU, (c) beritaberita penetapan kandidat presiden dan wakil
presiden oleh KPU,
(d) berita-berita pemeriksaan kesehatan kandidat presiden dan wakil presiden, (e) berita-berita undian nomor urut kandidat presiden dan wakil
presiden di KPU, (f) kampanye rapat umum pemilu presiden
dan wakil presiden, dan (g) debat kandidat presiden dan wakil presiden. Dari
sebanyak tujuh momentum di atas, peneliti memilih
momentum nomor (g) karena, seperti sudah dikemukan terdahulu, bahwa debat kandidat presiden dan wakil presiden itu merupakan momentum baru dan paling banyak memperoleh perhatian khusus dari media massa cetak dan media massa elektornik. Bahkan, Media massa elektronik menyiarkannya secara langsung, sehingga bisa ditonton khalayak secara nasional, sehingga warga bisa menilai paraa kandidat secara langsung dari berbagai sisi. Dengan demikian, unit analisis dalam peneltian ini adalah wacana debat kandidat presiden dan wakil presiden dengan segala variabelnya, meliputi berita, tajuk rencana, features, opini, foto, jajak pendapat, kartun, pojok, dan surat pembaca, yang dimuat Kompas dan Republika dari tanggal 1 Juni 2009 sampai dengan tanggal 08 Juli 2009.
Dalam khazanah analisis wacana, semua itu termasuk
wacana.
81
Pembatasan tanggal di atas disesuaikan dengan masa tahapan kampanye pemilu presiden dan wakil presiden
sampai
hari /H/
penggunan hak pilih pemilu presiden dan wakil presiden, yakni tanggal 08 Juli 2009. Ada masa tenang selama tiga hari terakhir menjelang penggunaan hak pilih. Tidak oleh ada lagi kegiatan kampanye dalam bentuk apa pun. Para kandidat presiden dan wakil presiden beul-betul harus tenang menghadapi ”eksekusi” rakyat pemilih. Meski begitu, media massa cetak masih menyajikan berita, opini, dan lain-lain yang menyangkut pemilu presiden dan wakil presiden, termasuk tentang para kandidat presiden dan wakil presiden. 3.8. Teknik Pengumpulan Data 3.8.1. Data Primer Wacana yang menyangkut debat kandidat presiden dan wakil presiden itu dikumpulkan (di-klipping-kan), lengkap dengan data pemuatan, mencakup judul, halaman, kolum, dan lain-lain, untuk kemudian dianalisis satu per satu. Penyusunan klipping berita
itu antara lain untuk
memudahkan pula pengecekan, di samping bukti adanya berita debat kandidat presiden dan wakil presiden. Seluruh wacana tertulis, baik di Kompas maupun di Republika, dilampirkan dalam tesis ini.
82
3.8.2. Data Sekunder Data wartawan
sekunder dihimpun melalui wawancana dengan dengan redaktur
yang
diberi wewenang dan
tanggung jawab mengolah laporan dari wartawan di lapangan. Oleh karena itu, pertanyaan-pertanyaan yang diajukan peneliti, baik kepada Kompas maupun kepada Republika, tidak keluar dari topik yang berhubungan dengan penelitian. Topik wawancara tersebut meliputi konstruksi realitas, kemerdekaan pers, kebijakan redaksional, prosesi pengolahan berita dari sejak di lapangan sampai tersaji jadi berita di media massa cdetak, dan jadi konsumsi khalayak. Di
samping
itu,
peneliti
pun
menanyakan
tentang
kepentingan ekonomi, politik, ideologi, dan sejarah penerbitan Kompas dan Republika. Pertanyan-pertanyaan terakhir ini sangat penting karena berhubungan dengan model analisis wacana kritis Teun A. van Dijk khususnya. Ketika melakukan wawancara dengan Kompas, peneliti baru tahu bahwa Kompas begitu selektif, dan tidak selalu menerima wawancara penelitian kalau memang topik yang dijadikan objek penelitian tidak begitu penting dan menarik.
83
Peneliti melakukan wawancara dengan Kepala Desk Politik dan Hukum Kompas, Tri Agung Kristanto dan dengan Wakil Redaktur Pelaksana Republika,
M. Irwan Ariefyanto.
Transkrip wawancara, terlampir. 3.9. Teknik Analisis Data Stainback, Miles, Huberman, dan Bogdan, dalam Sugiyono (2009: 89) mendefinikan analisis data, seperti ini: “Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh hasil wawancara, catatan di lapangan, dan dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain” Maka, berdasarkan definisi
analisis data
di atas, peneliti
menyusun tiga tahap penelitian. Pertama, sebelum ke lapangan. Kedua, selama di lapangan. Ketiga, setelah selesai di lapangan. Sebelum ke lapangan,
peneliti mempersiapkan kebutuhan dan
perlengkapan, termasuk mempersiapkan pertanyaan penelitian untuk wawancara dengan narasumber. Selama di lapangan, peneliti melakukan pengamatan baik di lingkungan Kompas maupun di lingkungan Republika. Pengamatan di lapangan ini diperlukan untuk mendukung pengumpulan data, informasi, dan lain-lain. Di samping itu, peneliti melakukan beberapa langkah atau cara dalam melakukan penghimpunan dan analisis data, seperti observasi partisipatori,
84
mengamati rekaman debat kandidat presiden dan wakil di media massa elektronik, menghimpun kandidat presiden dan wakil
wacana
presiden
serial debat
presiden di Kompas dan Republika,
dan studi komparatif antara fakta debat di media massa elektronik (televisi) dan realitas wacana debak kandidat di media massa cetak (Kompas dan Republika). Setelah di lapangan, peneliti melakukan pengecekan kembali atas hasil-hasil selama di lapangan, lalu menginventarisasikan hasilhasil tersebut. Peneliti diberi kesempatan seluas-luasnya untuk melakukan wawancara dan mengecek ulang hasil peneltiian, baik di Kompas maupun di Republika, demi dan untuk data yang lebih tepat dan lebih akurat. Selanjutnya,
peneliti
mengorganisasikan
wacana,
menganalisinya secara cermat, dengan berlandaskan pada teori, paradigma,
metode,
dan
pendekatan
yang
sudah
ditetapkan
sebelumnya. Tahap akhir adalah penafsiran wacana. Oleh karena peneliti memilih analisis wacana kritis Teun A. van Dijk sebagai model analisis data, maka penelitian meliputi dimensi teks, dimensi kognisi sosial, dan dimensi konteks sosial. Pada dimensi teks, sesuai dengan model analisis wacana kritis Teun A. van Dijk, peneliti membagi menjadi struktur makro (macrostructure) superstruktur (superstructure), dan struktur mikro
85
(microstructure), dengan elemen
tematik, skematik, semantik,
sintaksis, retoris, dan stilistik. Kesimpulan teknik analisis data ini secara keseluruhan terbagi pada tiga bagian (a) dimensi teks yang mencakup strategi tematik, skematik, semantik, sintaksis, stilistik, dan retoris, dengan metode critical linguistic, (b) dimensi kognisi sosial mencakup proses produksi teks dari lapangan sampai jadi wacana, dengan metode wawancara mendalam, dan (c) dimensi konteks sosial, meliputi
telah faktor-
faktor internal dan faktor-faktir eksternal yang memengaruhi wacana, dengan metode wawancara
mendalam, penelusuran sejarah, dan
studi pustaka. Tabel di bawah ini menunjukkan teknik analisis data yang dilakukan peneliti : Tabel 8 Teknik Analisis Data
Struktur
Metode
1. Dimensi Teks Menganalisis strategi wacana debat kandidat presiden dan wakil presiden,meliputi strategi tematik, skematik, semantik, sintaksis, stilistik, dan retoris
Critical linguistics
2. Dimensi Kognisi Sosial
3.
Menganalisis bagaimana kognisi sosial wartawan/redaktur/jajaran redaksi ketika memproses realitas di lapangan, mengolah di tingkat redaksi, sampai tersaji jadi berita di media massa cetak (Kompas dan Republika).
Wawancara mendalam dengan Kompas dan Republika
Dimensi Konteks Sosial
Wawancara, studi pustaka, dan penelusuran sejarah
Menganalisis bagaimana wacana debat kandidat presiden dan wakil presiden di masyarakat, serta opini para praktisi dan pakar teks media.
Sumber : Kuswarno (2007)
86
3.10. Prosedur Penelitian Bahwa debat kandidat presiden dan wakil presiden adalah sebuah realitas. Debat kandidat ini baru dilaksanakan pada pemilu tahun 2009, dan lebih menarik perhatian masyarakat. Realitas debat kandidat presiden dan wakil presiden
diikuti
media massa cetak dengan variabel lainnya (selain berita), seperti komentar dan opini para ahli, features, tajuk rencana, foto, kartun, karikatur,
jajak pendapat, dan surat pembaca. Semuanya menjadi
objek penelitian. Media massa cetak khususnya, dalam menulis
debat kandidat
presiden dan wakil presiden itu berbeda-beda, ada penonjolan kandidat dari
kandidat yang lain, ada kandidat yang lebih banyak
ditampilkan, padahal kandidat yang lain ditampilkan sedikit saja, ada sanjungan untuk kandidat, dan sebaliknya ada pula kritik kepada kandidat yang lain. Semua itu dilakukan media massa cetak karena latar belakang atau maksud yang tidak sama. Media massa telah melakukan rekonstruksi realitas, dan ini dimungkinkan, sesuai dengan teori konstruksi realitas dan teori ekonomi politik media seperti yang digunakan peneliti. Paradigma teori kritis menegaskan adanya kepentingan media massa cetak sehubungan dengan fakta-fakta atau realitas di lapangan.
87
Debat kanidat presiden dan wakil presiden itu, dengan segala variabel penyajiannya oleh media massa cetak, tidak lepas dari faktor internal dan faktor eksternal. Banyak sekali media massa cetak yang terbit di negeri ini, terutama pasca-Orde Reformasi. Tetapi, peneliti hanya memilih dua media massa cetak saja, yakni Kompas dan Republika. Kedua media massa cetak ini memberi ruang yang cukup luas dan dalam untuk wacana debat kandidat presiden dan wakil presiden. Untuk membedah semua itu, peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif dengan teknis analisis datanya
analisis wacana
kritis model Teun A. van Dijk. Hasil penelitian diharapkan terungkap adanya kepentingan ekonomi, politik, atau ideologi yang ada di balik wacana debat kandidat presiden dan wakil presiden. Untuk itu, peneliti menyusun prosedur penelitian dengan memilah penelitian menjadi tiga bagian besar kelompok, yakni kelompok input penelitian (teori, judul, fenomena), proses penelitian (teori, pendekatan analisis), dan output penelitian (simpulan, saran). Ketiga kelompok penelitian dengan bagian-bagiannya itu penting diorganisasikan agar penelitian terstruktur dan terarah, sejak awal pengumpulan
data
sampai
simpulan
kelompok penelitian itu sebagi berikut: 88
peneltian.
Uraian
ketiga
1. Input penelitian terdiri dari landasan teori, judul penelitian, dan fenomena. 2. Proses penelitian merupakan serangkaian teknis pekerjaan di lapangan, mencakup penerapan atau penggunaan metode penelitian, penetapan tataran penelitian, pendekatan penelitian, wawancara, dan analisis. 3. Output penelitian merupakan hasil dari proses analisis, yang kemudian menghasilan simpulan dan saran, yang merupakan puncak hasil penelitian. Skema 6 Prosedur Penelitian Input Penelitian
Landasan Teori: Teori ekonomi politik media
Judul Penelitian: Debat Kandidat Presiden dan Wakil Presiden dalam Pemilu 2009
Proses Penelitian Metode/tataran/Pendekatan Penelitian:
Simpulan dan Saran: Metode Kualitatif Tataran Deskriptif Pendekatan Analisis wacana kritis model Teun A. van Dijk
Analisis:
Fenomena:
Berita di media massa adalah hasil konstruksi realitas Media massa cetak punya ideologi dan kepentingan
Output Penelitian
Pengelompokkan/pemilahan berita Analisis kritis terhadap berita debat kandidat presiden dan wakil presiden dengan model analisis wacana kritis Teun A. van Dijk
89
Simpulan Saran
90
91
92