BAB III Metode Penelitian Laboratorium
3.1.
Model Saluran Terbuka Pemodelan fisik untuk mempelajari perbandingan gerusan lokal yang terjadi di
sekitar abutment dinding vertikal tanpa sayap dan dengan sayap pada saluran lurus, tikungan 90 derajat, dan 180 derajat ini dilakukan di Laboratorium Uji Model Hidraulika, Departemen Teknik Sipil, Institut Teknologi Bandung. Saluran terbuka ini di modelkan dengan dinding fiberglass dan dasar saluran terbuat dari semen, saluran memiliki bagian lurus serta sudut tikungan 90° dan 180°. Panjang as saluran dari hulu ke hilir adalah 12,4 meter, lebar saluran 0,5 meter dan tinggi saluran 0,4 meter, dengan dasar pasir yang ditimbun setinggi 0,2 meter. Saluran terbagi menjadi lima bagian, dari hulu ke hilir yaitu: •
Bagian lurus I
: saluran lurus sepanjang 3 meter, memiliki segmen antara 200 cm – 0 cm
•
Bagian tikungan I
: saluran menikung 180° dan berjari – jari as 1,25 meter, memiliki segmen antara 0º - 180º
•
Bagian lurus II
: saluran lurus sepanjang 1,5 meter, memiliki segmen antara 0 – 150 cm
•
Bagian tikungan II
: saluran menikung 90° dan berjari – jari as 1,25 meter, memiliki segmen antara 0º - 90º
•
Bagian lurus III
: saluran lurus sepanjang 2 meter, memiliki segmen antara 0 – 100 cm
Denah model saluran dapat dilihat pada Gambar 3.1.
III-1
Gambar 3. 1
Denah Model Saluran Terbuka dengan Tikungan 90 Derajat dan 180 Derajat
Model saluran terbuka dengan tikungan 180 derajat dan 90 derajat ini bila dikembangkan untuk prototype di lapangan, apabila diasumsikan undistorted scale adalah 1 : 50, serupa dengan saluran dengan panjang as 620 meter (0,6 km), lebar 25 meter, dan tinggi saluran hingga dasar adalah 10 meter. Sedangkan waktu pengaliran selama 6 (enam) jam pada model apabila diaplikasikan untuk prototype akan membutuhkan waktu pengaliran selama 42,4 jam atau 42 jam 24 menit.
Gambar 3. 2
Tipikal Prototype Saluran dengan Abutment yang Mengakibatkan Penyempitan pada Badan Saluran (Lokasi: Teluk Naga, Banten, Desember 2007)
III-2
3.2.
Material Dasar
Material dasar yang digunakan dalam penelitian berupa pasir dari Gunung Galunggung. Pasir tersebut disaring dengan menggunakan saringan 1,7 mm dan 1,0 mm sehingga diperoleh butiran berdiameter 1,0 – 1,7 mm., yang berarti bahwa butiran ini lolos saringan 1,7 mm dan tertahan saringan 1,0 mm. Pasir dihamparkan pada dasar saluran hingga mencapai ketebalan 20 cm. Selanjutnya, pasir sebagai material dasar ini dites di laboratorium untuk mengetahui sebaran gradasi butiran. Dari grafik kurva gradasi pada Gambar 3.3, didapat harga d10 = 0,30 mm, d50 = 0,90 mm, d60 = 1,2 mm, dan d90 = 1,9 mm. Hasil perhitungan analisis saringan berdasarkan standar ASTM 136 – 84a/ASHTO T.27 – 74 dapat dilihat pada Tabel 3.1. Penggunaan pasir dari Gunung Galunggung bertujuan untuk mempermudah penelitian, yaitu: •
Kondisinya relatif sama untuk setiap kali running.
•
Tidak dibutuhkan dalam jumlah yang banyak karena dapat digunakan untuk beberapa kali running.
•
Sudah tersedia di Laboratorium Uji Model Hidraulika ITB.
III-3
Tabel 3. 1
Hasil Analisis Saringan Pasir yang Digunakan dalam Model (Sumber: Dr. Ir. Agung Wiyono dan Tim)
(%)
Persentase Tertahan Kumulatif (%)
Persentase Lolos Kumulatif (%)
0 0 0 33 40 16 8 3 0
0 0 0 33 73 89 97 100 100
100 100 100 67 27 11 3 0 0
Ukuran Saringan
Berat Tertahan
Persentase Tertahan
(mm)
(gr)
9.5 0 4.75 0 2.36 0 1.18 165.5 0.6 201 0.3 78 0.15 39 0.075 16 PAN 0.5 Modulus Kehalusan
Gambar 3. 3
SPEC ASTM C33 - 90 100 95 - 100 80 - 100 50 - 85 25 - 60 10 - 30 2 - 10
2.92
Kurva Gradasi Agregat Halus Pasir yang Digunakan dalam Model
Tes gradasi agregat juga dilakukan untuk pasir yang hanyut terbawa ke hilir selama proses pengaliran debit 7 liter/detik. Diambil selama pengaliran dengan debit
III-4
terbesar dengan pertimbangan bahwa secara logika, debit terbesarlah yang memberikan jumlah pasir hanyut paling banyak, sehingga diharapkan hasil gradasi agregatnya pun bisa mewakili gradasi agregat yang hanyut selama pengaliran dengan debit lebih rendah. Dari hasil tes ini diperoleh bahwa pasir yang hanyut memiliki d10 = 0,38 mm, d50 = 0,81 mm, d60 = 0,86 mm, dan d90 = 1,6 mm. Hasil analisis saringan agregat halus yang hanyut selama pengaliran dapat dilihat pada Tabel 3.2. Sedangkan kurva gradasinya dapat dilihat pada Gambar 3.4.
Tabel 3. 2
Hasil Analisis Saringan Pasir yang Hanyut selama Pengaliran Debit 7 liter/detik (Sumber: Dr. Ir. Agung Wiyono dan Tim)
(%)
Persentase Tertahan Kumulatif (%)
Persentase Lolos Kumulatif (%)
0 0 0 20 57 18 3 0 1
0 0 0 20 77 96 99 99 100
100 100 100 80 23 4 1 1 0
Ukuran Saringan
Berat Tertahan
Persentase Tertahan
(mm)
(gr)
9.50 0 4.75 0 2.36 2 1.18 98 0.60 285 0.30 91 0.15 17 0.075 2 PAN 3 Modulus Kehalusan
2.92
III-5
SPEC ASTM C33 - 90 100 95-100 80-100 50-85 25-60 10-30 2-10
100
Persentase Lolos Kumulatif
90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
0.01
0.1
1
10
Ukuran Saringan (mm)
Gambar 3. 4
Kurva Gradasi Agregat Halus Pasir yang Hanyut selama Pengaliran Debit 7 liter/detik (Sumber: Dr. Ir. Agung Wiyono dan Tim)
Di samping itu dilakukan pula tes analisis saringan untuk pasir yang masih tertinggal setelah pengaliran dengan debit 7 liter/detik. Dari hasil tes ini dapat diketahui distribusi gradasi agregat sebagai berikut: d10 = 0,39 mm, d50 = 0,82 mm, d60 = 0,9 mm, dan d90 = 1,7 mm. Hasil analisis saringan agregat halus yang tertinggal setelah pengaliran kurva gradasinya dapat dilihat pada Tabel 3.3 dan Gambar 3.5.
III-6
Tabel 3. 3
Hasil Analisis Saringan Pasir yang Tertinggal setelah Pengaliran Debit 7 liter/detik (Sumber: Dr. Ir. Agung Wiyono dan Tim)
(%)
Persentase Tertahan Kumulatif (%)
Persentase Lolos Kumulatif (%)
0 0 0 17 63 15 4 0 0
0 0 0 17 80 95 99 100 100
100 100 100 83 20 5 1 0 0
Ukuran Saringan
Berat Tertahan
Persentase Tertahan
(mm)
(gr)
9.50 0 4.75 0 2.36 2 1.18 84 0.60 316 0.30 75 0.15 20 0.075 2 PAN 1 Modulus Kehalusan
SPEC ASTM C33 - 90 100 95-100 80-100 50-85 25-60 10-30 2-10
2.93
100
Persentase Lolos Kumulatif
90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
0.01
0.1
1
10
Ukuran Saringan (mm) Gambar 3. 5
Kurva Gradasi Agregat Halus Pasir yang Tertinggal setelah Pengaliran Debit 7 liter/detik (Sumber: Dr. Ir. Agung Wiyono dan Tim)
III-7
3.3.
Abutment Sesuai dengan tujuan penelitian, maka abutment yang digunakan ada 2 (dua)
jenis; abutment dinding vertikal tanpa sayap (vertical-wall abutment, Tugas Akhir Widyaningtias dan Khristina Farida Astuti, 2006), dan abutment dinding vertikal dengan sayap (wing-wall abutment).
3.3.1. Abutment Dinding Vertikal Tanpa Sayap Abutment dinding vertikal tanpa sayap yang digunakan dalam percobaan terbuat dari bahan kayu. Spesifikasi ukuran dari abutment yang digunakan adalah : •
Panjang
: 12 cm
•
Lebar
: 9 cm
•
Tinggi
: 40 cm
Abutment yang digunakan dalam berjumlah empat buah dan ditempatkan pada: 1. Bagian saluran lurus (panjang 3 meter), yaitu pada titik 100 cm 2. Bagian menikung 180°, yaitu pada titik 90° 3. Bagian saluran lurus (panjang 1,5 meter), yaitu pada titik 70 cm 4. Bagian menikung 90°, yaitu pada titik 45° Penempatan keempat abutment tersebut didasarkan pada perbedaan kondisi pada setiap segmen saluran, yaitu : 1. Pada segmen lurus I, kondisi saluran adalah saluran lurus. Dimana, air yang masuk pada segmen saluran tersebut berasal dari saluran lurus sebelumnya. 2. Pada segmen Tikungan I, kondisi saluran adalah tikungan saluran sebesar 180o. 3. Pada segmen lurus II, kondisi saluran adalah saluran lurus yang diapit oleh dua tikungan. Kondisi pada saluran lurus ini jelas berbeda dengan segmen
III-8
saluran lurus I. Aliran air yang datang dari tikungan sebelumnya memberikan pengaruh terhadap kondisi aliran air pada segmen saluran ini. 4. Pada segmen Tikungan II, kondisi saluran adalah tikungan saluran sebesar 90o. Distribusi kecepatan aliran air pada segmen ini akan berbeda dengan distribusi kecepatan aliran air pada tikungan 180o. Sketsa dan gambr peletakan abutment di model saluran terbuka dapet dilihat pada Gambar 3.4, dan 3.5. 200 cm 100 cm
0 cm N A G N U K TI II
90o LURUS III
45o 200 cm 0o
150 cm
L U R U S 180o II
150 cm 100 cm 70 cm 0 cm
0 cm
L U R U S I
300 cm
0o
TIKUNGAN I
: abutment
90o
Gambar 3. 4
Sketsa Penempatan Abutment Dinding Vertikal Tanpa Sayap pada Model Saluran Terbuka
III-9
Gambar 3. 5
Abutment Dinding Vertikal Tanpa Sayap dan Penempatannya pada Model Saluran Terbuka
3.3.2. Abutment Dinding Vertikal Dengan Sayap Pada prinsipnya, spesifikasi dan penempatan abutment dinding vertical dengan sayap sama dengan abutment dinding vertical tanpa sayap yang sudah dijelaskan pada subbab sebelumnya. Sebagai tambahan, sayap dipasang dengan sudut 45 derajat dari dinding samping abutment. Gambar penempatan abutment dalam model saluran terbuka dapat dilihat pada Gambar 3. 6.
III-10
45° 45°
Gambar 3. 6
3.4.
Abutment Dinding Vertikal dengan Sayap dan Penempatannya pada Model Saluran Terbuka
Alat Ukur
3.4.1. Alat Ukur Kecepatan (Currentmeter) Alat ukur kecepatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebuah current meter yang menggunakan kipas (fan) dan sebuah mesin penghitung (counter) yang menghitung intensitas putaran dalam satuan Hertz (Hz).
III-11
Currentmeter ini dilengkapi dengan grafik kalibrasi untuk menkonversi satuan dari Heartz ke satuan cm/detik. Grafik kalibrasi currentmeter dapat dilihat pada Gambar 3.7.
Gambar 3. 7 Grafik Kalibrasi Currentmeter (Sumber Instuction Manual Propeller Velocity Meter)
Untuk memperoleh hasil kalibrasi yang lebih akurat, maka dilakukan kalibrasi currentmeter dengan menggunakan flume model saluran ambang tajam (setelah sebelumnya melepas ambang tajam yang ada). Grafik yang memberikan persamaan dari hasil proses kalibrasi untuk currentmeter yang digunakan dalam percobaan abutment dinding vertikal tanpa sayap dapat dilihat pada Gambar 3.8. Sedangkan kalibrasi yang dilakukan pada saat percobaan abutment dinding vertikal dengan sayap dapat dilihat pada Gambar 3.9.
III-12
Grafik Kalibrasi Currentmeter dalam Percobaan Abutment Dinding Vertikal Tanpa Sayap
1
m/detik
0.75 y = 0.0215x + 0.1999 0.5 0.25 0 0
5
10
Kalibrasi Linear (Kalibrasi)
Gambar 3. 6
15
20
Hz
Hasil Kalibrasi Currentmeter yang Digunakan dalam Percobaan Abutment Dinding Vertikal Tanpa Sayap
Grafik Kalibrasi Currentmeter dalam Percobaan Abutment Dinding Vertikal dengan Sayap 0.5 y = 0.0068x + 0.24
m/detik
0.4 0.3 0.2 0.1 0.0 0
5
10
15
20
25
K a libra s i L inea r (K a libra s i)
Gambar 3. 7
Hz
Hasil Kalibrasi Currentmeter yang Digunakan dalam Percobaan Abutment Dinding Vertikal dengan Sayap
III-13
Gambar 3. 8
Proses Kalibrasi dengan Menggunakan Flume Ambang Tajam
Gambar 3. 9
Currentmeter dan Frequency Counter
3.4.2. Alat Ukur Debit (Thomson Weir) Alat ukur debit yang digunakan dalam penelitian ini adalah pelimpah Thomson. Pengukuran dilakukan di bagian hilir saluran setelah masuk ke bak penenang. Alat ini umumnya digunakan untuk debit kecil.
III-14
Gambar 3.10
Pelimpah Thompson (Thomson Weir)
Perhitungan debit yang mengalir pada Thompson Weir menggunakan rumus sebagai berikut:
Q=
8 α 2,5 C d . tan 2.g .(hTh ) 15 2
Dimana:
Q
: debit aliran (m3/dt)
α
: 90o
Cd
: Koefisien debit Thompson
Cd
: 0,58 (untuk air kotor)
Cd
: 0,59 (untuk air irigasi)
Cd
: 0,61 (untuk air bersih)
g
: 9,81 m/dt2
hTh
: tinggi aliran diatas pintu Thompson (m)
Dengan memasukkan α = 90o, Cd = 0,58 dan g = 9,81 m/dt2, Debit yang mengalir dihitung dengan rumus :
III-15
Q = 1,38.hTh
2, 5
(m3/dt)
Gambar 3. 11
Sketsa Pengukuran Muka Air pada Pelimpah Thomson
Dengan memasukkan debit yang direncanakan, dapat diketahui tinggi air diatas pintu Thompson yang harus dialirkan, yaitu :
⎛ Q ⎞ hTh = ⎜ ⎟ ⎝ 1,38 ⎠
0, 4
Dimana: hTh
: tinggi muka air di atas Thomson Weir
3.4.3. Alat Ukur Topografi Dasar Saluran dan Muka Air Alat ukur topografi dasar saluran dan muka air dalam penelitian ini adalah meteran taraf dengan ketelitian hingga 0,1 mm.
Gambar 3. 12
Meteran Taraf
III-16
3.4.4. Alat Ukur Berat Alat ukur berat yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan dengan kapasitas 5000 gram dengan ketelitian hingga 25 gram.
Gambar 3. 13
Timbangan
3.4.5. Alat Suplai Air (Pompa Air) Pompa digunakan untuk menaikkan air dari saluran penampung yang berada di sekeliling laboratorium ke saluran pengatur. Kapasitas pompa ini berkisar 20 liter/detik hingga 240 liter/detik.
III-17
Gambar 3. 14
3.5.
Pompa Listrik
Peralatan Bantu
Peralatan bantu yang digunakan dalam penelitian ini adalah : •
Formulir pencatatan data
•
Kantong penangkap pasir (tepat pada bagian hilir saluran) Disiapkan dua buah, untuk dipakai secara bergantian
•
Kabel listrik
•
Benang dan label (untuk penggambaran kontur)
•
Kamera dan alat dokumentasi lainnya
III-18
Gambar 3. 15
3.6.
Kantong Penangkap Pasir
Pengukuran dan Pengamatan
3.6.1. Langkah Percobaan Langkah-langkah dalam melakukan percobaan dalam penelitian ini adalah : 1. Meratakan pasir setinggi 20 cm sepanjang saluran. 2. Mengukur elevasi awal saluran. 3. Mengalirkan debit aliran ke dalam saluran. Pada penelitian kali ini debit rencana yang dialirkan sebesar 4, 5, 6, dan 7 liter/detik. 4. Mengukur kecepatan aliran air dengan menggunakan currentmeter pada posisi yang telah ditentukan. Pengukuran kecepatan ini dilakukan pada awal pengaliran, sebagai initial condition, dan pada waktu debit sudah relatif stabil. 5. Mengukur elevasi akhir saluran dengan menggunakan meteran taraf pada posisi yang telah ditentukan. 6. Membuat kontur dasar saluran dengan benang dan label ketinggian kontur interval 1 cm.
III-19
3.6.2. Pengukuran Kecepatan Pengukuran kecepatan dilakukan dengan menggunakan currentmeter yang menggunakan kipas (fan) dan mesin penghitung intensitas putaran digital (digital counter). Pembacaan intensitas kecepatan pada setiap titik pengukuran akan dilakukan dua kali, yaitu pada 0,2 kali kedalaman dan 0,8 kali kedalaman. Kecepatan aliran diukur pada titik-titik yang sudah ditentukan. Pengukuran ini dilakukan 2 (dua) kali, yaitu pada awal pengaliran, sebagai initial condition, dan pada waktu debit sudah relatif stabil.
Gambar 3. 16
Pemasangan Abutment untuk Pengukuran Kecepatan pada Initial Condition
a
b Gambar 3. 17
Pengukuran Kecepatan Aliran; a) Pada Saat Initial Condition, b) Pada Saat Debit Sudah Relatif Stabil
III-20
3.6.3. Pengukuran Topografi Dasar Saluran Pengukuran topografi dasar saluran untuk setiap pengaliran, dilakukan dua kali, yaitu sebelum dan sesudah percobaan. Tujuan dari pengukuran topografi adalah untuk mengetahui perubahan topografi dasar saluran yang terjadi pada setiap percobaan. Pada akhir percobaan, dibuat kontur permukaan pada dasar saluran menggunakan benang berwarna putih, untuk keperluan dokumentasi dan analisa. Data tersebut digunakan untuk membuat dokumentasi penggambaran kontur dasar saluran.
Gambar 3. 18
Pengukuran Topografi Dasar Saluran
III-21