BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Objek Penelitian Dalam kegiatan penelitian ini, objek yang diteliti dan dikaji adalah sebagai berikut. 1. Karakteristik morfometri DAS Bulano dan DAS Paleleh yang meliputi luas, panjang, dan lebar sub DAS; bentuk sub DAS; orde dan rasio cabang sungai; kerapatan pengaliran; dan pola pengaliran. 2. Karakteristik morfotektonik DAS Bulano dan DAS Paleleh meliputi panjang muka gunung dan panjang proyeksi muka gunung ke bidang datar 3. Kelurusan lembah pegunungan dan kelurusan sungai.
3.2 Alat dan Bahan Penelitian Dalam pelaksanaan kegiatan penelitian ini, peralatan maupun bahan yang digunakan adalah sebagai berikut: 1.
Peta
Rupabumi
Digital
Indonesia
skala
1
:
50.000
terbitan
BAKOSURTANAL Lembar Paleleh (2217-12), Lembar Dutula Buhu (221644), 2.
Peta Geologi Regional Tilamuta (2216 & 2217), Sulawesi (Sukido dkk., 1993) skala 1 : 250.000,
15
16
3.
DEM DAS Tolitoli dalam format digital,
4.
Kompas geologi,
5.
Palu geologi,
6.
HCl 0,1,
7.
Plastik sampel,
8.
Buku lapangan,
9.
Alat tulis, dan
10. Perangkat komputer yang ditunjang oleh program Map Info, Global Mapper, Geomap Vector, Microsoft Office, Dips, dan sebagainya.
3.3 Tahapan Penelitian Secara umum, kegiatan penelitian ini dibagi menjadi beberapa tahap, meliputi tahap persiapan, tahap pengumpulan data, tahap pengolahan dan analisis data, dan tahap penyusunan laporan.
3.3.1
Tahap Persiapan Meliputi kegiatan pengumpulan berbagai informasi melalui studi
pustaka maupun studi literatur mengenai kondisi daerah penelitian. Data geologi dan hasil penelitian yang terkait dengan tema penelitian juga dipersiapkan pada tahap ini.
17
3.3.2
Tahap Pengumpulan Data Tahap ini, penelitian dilakukan langsung pada objek penelitian
dengan mencari data baru, memeriksa data hasil penelitian sebelumnya, ataupun melengkapi data yang sudah ada. Adapun data-data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.
Variabel morfometri dan morfotektonik beberapa sub-DAS. Pengumpulan data variabel ini dilakukan di studio atau laboratorium. Pengumpulan datadata ini perlu didahului dengan penentuan batas setiap sub-DAS.
2.
Indikasi keberadaan struktur geologi. Pengumpulan data ini dilakukan di studio atau laboratorium dibantu dengan DEM DAS Tolitoli daerah penelitian dan Peta Geologi Regional. Pengumpulan data ini juga digunakan untuk mengetahui pola kelurusan sebagai interpretasi kondisi struktur geologi.
3.3.3
Tahap Pengolahan dan Analisis Data Tahap pengolahan dan analisis data melibatkan berbagai macam
variabel, baik data yang berasal dari tahap pengumpulan data maupun data uji statistik. Beberapa variabel morfometri dan morfotektonik dapat diperoleh melalui analisis pada DEM dan peta rupabumi maupun peta geologi regional. Adapun uji statistik agar diperoleh hasil dengan tingkat kepercayaan tertentu.
18
3.3.3.1 Analisis Morfometri DAS Pada tahap ini, untuk mengetahui morfometri DAS daerah penelitian, dapat dilakukan analisis unsur-unsur morfometri setiap subDAS yang meliputi: 1. Panjang, lebar, dan luas sub DAS Proses penghitungan panjang, lebar, dan luas sub DAS dibantu menggunakan perangkat lunak Map Info. Jika batas sub DAS sudah ditentukan, maka luas sub DAS dan panjang sungai dalam sub DAS tersebut dapat diketahui. Dari hasil tersebut, maka lebar sub DAS dapat diketahui dengan menggunakan rumus (Priyono dan Savitri, 1997; dalam Hidayah, 2008) :
A = w x Lb ………………………………………………..……(1) Keterangan: A
: Luas DAS (km2)
w
: Lebar DAS (km)
Lb
: Panjang sungai induk (km)
2. Bentuk sub DAS Bentuk DAS dan sub DAS akan selalu berkaitan dengan luas, panjang, dan lebar suatu DAS dapat dilihat pada Gambar 2.3. Penentuan bentuk sub DAS Lintidu dilakukan dengan membandingkan dengan bentuk DAS atau sub DAS menurut Sosrodarsono dan Takeda (1987) dan Ramdan (2006) menggunakan perangkat lunak Map Info.
19
3. Orde atau rasio cabang sungai Perhitungan
kuantitatif
pengklasifikasian
DAS
harus
memerhatikan penentuan orde dan tingkat percabangan sungai. Orde sungai merupakan posisi percabangan alur sungai terhadap induk sungai dalam suatu DAS. Metode Strahler (1957; dalam Rahayu dkk, 2009) menjelaskan bahwa, segmen yang tidak memiliki percabangan merupakan orde pertama (orde 1). Pertemuan dua segmen orde pertama terbentuk orde kedua (orde 2), dan seterusnya. Setiap segmen dapat ditempel oleh orde dengan nilai yang lebih kecil namun tidak akan mengubah atau meningkatkan nilai ordenya dapat dilihat dalam Gambar 2.4. Untuk
menentukan
angka
indeks
yang
menyatakan
tingkat
percabangan sungai dari jumlah alur sungai suatu orde, dapat menggunakan rumus (Priyono dan Savitri,1997; dalam Hidayah, 2008) sebagai berikut : Rb =
……………………………………………………(2)
Keterangan: Rb
: Indeks rasio cabang sungai
Nu
: Jumlah alur sungai orde ke-u
Nu+1
: Jumlah alur sungai orde ke u+1
20
Nilai Rb (biofurcation ratio) kurang dari 3 (tiga) atau lebih dari 5 (lima) diindikasikan telah mengalami deformasi akibat pengaruh tektonik (Strahler,1964; dalam Verstappen,1983). 4. Kerapatan pengaliran Kerapatan pengaliran merupakan angka indeks yang menunjukkan banyaknya anak sungai dalam suatu DAS dan sub DAS. Kerapatan pengaliran juga menggambarkan kapasitas penyimpanan air permukaan dalam cekungan-cekungan seperti danau, rawa, dan badan sungai yang mengalir di suatu DAS dan sub DAS (Rahayu dkk, 2009). Besarnya indeks tersebut dapat diketahui dengan menggukan rumus (Prioyono dan Savitri,1997; dalam Hidayah ,2008) sebagai berikut : Dd = ………………………………..(3) Keterangan: Dd : Indeks kerapatan pengaliran (km/km2) L : Panjang sungai total (km) A : Luas DAS (km2)
21
No.
Tabel 3.1 Klasifikasi indeks tingkat kerapatan pengaliran Indeks (Dd) Penilaian Keterangan km/km2
1.
< 0,25
Rendah
2.
0,25 – 10
Sedang
3.
10 – 25
Tinggi
4.
> 25
Sangat Tinggi
Alur sungai melewati batuan dengan resistensi keras sehingga angkutan sedimen yang terangkut aliran sungai lebih kecil. Alur sungai melewati batuan dengan resistensi menengah, sehingga angkutan sedimen yang terangkut aliran sedang Alur sungai melewati batuan dengan resistensi lunak, sehingga angkutan sedimen yang terangkut aliran akan lebih besar. Alur sungai melewati batuan kedap air. Keadaan ini akan menunjukkan bahwa air hujan yang menjadi aliran akan lebih besar.
Sumber : Soewarno (1991; dalam bone-geographical.blogspot.com, 2010)
5.
Pola pengaliran Pola pengaliran merupakan kumpulan suatu jaringan pengaliran di
suatu daerah yang dipengaruhi atau tidak dipengaruhi oleh curah hujan, alur pengaliran tetap mengalir. Pola pengaliran memiliki hubungan penting dengan pengaruh terhadap kecepatan terpusatnya air. Pola pengaliran mencerminkan karakteristik keadaan geologi daerahnya. Penentuan pola pengaliran sungai yang berkembang di tiap sub-DAS dalam DAS Bulano dan DAS Paleleh ditentukan berdasarkan klasifikasi pola pengaliran menurut Zenith (1932) dan Howard (1967) pada Gambar 3.3 dan Tabel 3.2.
22
Gambar 3.1 Pola Pengaliran Menurut Zenith (1932) (A) dan Pola Pengaliran Modifikasi Menurut. Howard (1967) (B dan C)
Tabel 3.2 Pola Pengaliran dan Karakteristiknya Menurut Van Zuidam (1985) (a) dan Modifikasinya Menurut Howard (1967) (b) Pola Pengaliran Karakteristik
Dendritik
Paralel
Bentuk umum seperti daun, berkembang pada batuan dengan kekerasan yang relatif sama, perlapisan batuan sedimen relatif datar serta tahan akan pelapukan, kemiringan landai, kurang dipengaruhi struktur geologi Bentuk umum cenderung sejajar, berlereng sedang-agak curam, dipengaruhi struktur geologi, terdapat pada perbukitan memanjang dan dipengaruhi perlipatan, merupakan transisi pola dendritik dan trellis
23
Trellis
Bentuk memanjang sepanjang arah jurus perlapisan batuan sedimen, induk sungainya seringkali membentuk lengkungan menganan memotong kepanjangan dari alur jalur punggungannya. Biasanya dikontrol oleh struktur lipatan. Batuan sedimen dengan kemiringan atau terlipat, batuan vulkanik serta batuan metasedimen berderajat rendah dengan perbedaan pelapukan yang jelas. Jenis pola pengalirannya berhadapan pada sisi sepanjang aliran subsekuen.
Rectangular
Induk sungai dengan anak sungai memperlihatkan arah lengkungan menganan, pengontrol struktur atau sesar yang memiliki sudut kemiringan, tidak memiliki perulangan perlapisan batuan dan sering memperlihatkan pola pengaliran yang tidak menerus.
Radial
Annular
Multibasinal
Sub Dendritik Pinnate Anastomatik Menganyamb(Dikhotomik) Sub Paralel
Bentuk menyebar dari satu pusat, biasanya terjadi pada kubah intrusi, kerucut vulkanik dan bukit yang berbentuk kerucut serta sisa-sisa erosi. Memiliki dua sistem, sentrifugal dengan arah penyebaran keluar dari pusat (berbentuk kubah) dan sentripetal dengan arah penyebaran menuju pusat (cekungan). Bentuk seperti cincin yang disusun oleh anak-anak sungai, sedangkan induk sungai memotong anak sungai hampir tegak lurus. Mencirikan kubah dewasa yang sudah terpotong atau terkikis dimana disusun perselingan batuan keras dan lunak. Juga berupa cekungan dan kemungkinan stocks. Endapan permukaan berupa gumuk hasil longsoran dengan perbedaan penggerusan atau perataan batuan dasar, merupakan daerah gerakan tanah, vulkanisme, pelarutan gamping serta lelehan salju atau permafrost. Umumnya struktural. Tekstur batuan halus dan mudah tererosi. Dataran banjir, delta atau rawa. Kipas aluvium dan delta. Lereng memanjang atau dikontrol oleh bentuklahan perbukitan memanjang.
24
Kolinier Sub Trallis Direksional Trallis Trallis Berbelok Trallis Sesar Angulate Karst
Kelurusan bentuklahan bermaterial halus dan beting pasir. Bentuklahan memanjang dan sejajar. Homoklin landai seperti beting gisik. Perlipatan memanjang. Percabangan menyatu atau berpencar , sesar parallel. Kekar dan / atau sesar pada daerah miring. Pada batugamping.
3.3.3.2 Analisis Morfotektonik DAS Analisis morfotektonik DAS akan berkaitan dengan sinusitas muka gunung. Sinusitas muka gunung (Smf) didefinisikan sebagai perbandingan antara panjang muka gunung (Lmf) dan panjang proyeksi muka gunung ke bidang datar (Ls) (Bull dan McFadden, 1977, dalam Doornkamp, 1986). Smf = Lmf/Ls
........................................(4)
Berdasarkan persamaan sinusitas muka gunung di atas, aktivitas tektonik yang terjadi di suatu daerah dapat ditentukan. Klasifikasi derajat aktivitas tektonik selanjutnya dapat dilihat pada Tabel 3.3
25
Tabel 3.3 Klasifikasi derajat aktivitas tektonik berdasarkan indeks sinusitas muka gunung (Doornkamp, 1986) Aktivitas Tektonik Tektonik aktif
Kelas
Smf
Keterangan
1
1,2-1,6
2
1,8-3,4
Tektonik menengah sampai lemah
Berasosiasi dengan bentangalam kipas aluvial, cekungan pengaliran melebar, kemiringan lereng curam, dasar lembah lebih lebar daripada dataran banjirnya.
3
2,0-7,0
Tektonik tidak aktif
Berasosiasi dengan bentangalam muka gunung pediment dan embayments, kemiringan lereng curam hanya pada lapisan batuan yang resisten, sistem lembah sedikit lebar dan terintegrasi.
Berasosiasi dengan bentangalam kipas aluvial, cekungan pengaliran memanjang, dasar lembah menyempit, kemiringan lereng curam.
3.3.3.3 Analisis Struktur Geologi Regional Analisis ini dilaksanakan dengan melakukan studi literatur serta dilakukan pengolahan beberapa Peta Rupa Bumi dan Peta Geologi Regional berformat digital menggunakan perangkat komputer serta program Map Info. Selain metode di atas, analisis struktur geologi regional daerah penelitian juga menggunakan pengolahan data digital dari DEM (Digital Elevation Model) DAS Salu Lariang melalui program Global Mapper dan Map Info. Pengolahan data digital DEM DAS Salu Lariang dilakukan dengan mendeliniasi pola kelurusan punggungan atau lembahan sebagai indikasi keberadaan struktur geologi seperti lipatan ataupun patahan yang dapat menunjukkan terjadinya aktivitas tektonik di daerah ini. Hasil
26
deliniasi ini kemudian diolah dengan menggunakan Map Info dan Dips yang menghasilkan arah-arah kelurusan dalam diagram rossette dan tegasan utama tegak lurus terhadap arah-arah tersebut. Data-data yang didapat kemudian dibandingkan dengan data struktur geologi pada Peta Geologi Regional.
3.3.4
Tahap Penyusunan Laporan Tahap akhir dari penelitian adalah tahap penyusunan laporan
mencakup data penelitian dan seluruh informasi hasil penelitian yang sudah diolah dan dianalisis ke dalam sebuah laporan. Adapun tahap penyusunan laporan ini dibagi menjadi dua tahap pengerjaan, yaitu sebelum penelitian dan setelah penelitian. Pembuatan laporan sebelum penelitian terutama pada bab I, bab II, dan bab III. Jika hasil pengolahan dan analisis data sudah diperoleh maka pembuatan laporan dapat dilanjutkan ke bab IV dan bab V, diagram alir tahapan penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.3.
27
Gambar 3.2 Bagan alir penelitian