BAB III KONDISI PASAR TRADISIONAL DI KOTA BANDUNG
Pada bab ini akan dibahas mengenai kondisi penataan fisik pasar tradisional di Kota Bandung berdasarkan hasil observasi yang dilakukan pada pasar sampel. Sebelumnya akan diiberikan gambaran umum Kota Bandung dan pasar tradisional di Kota Bandung secara umum, serta gambaran pasar-pasar tradisional di Kota Bandung yang menjadi objek studi.
3.1
Gambaran Umum Kota Bandung
Kota Bandung merupakan kota yang memiliki kedudukan dan peran yang strategis dalam konteks nasional. Dalam Peraturan Pemerintah No.47 Tahun 1997 mengenai Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN), Kota Bandung ditetapkan sebagai salah satu Pusat Kegiatan Nasional (PKN). Selain itu dalam RTRWN tersebut, Kota Bandung dan sebagian wilayah Kabupaten Bandung ditetapkan sebagai Kawasan Andalan Cekungan Bandung dan Sekitarnya dengan sektor unggulan industri, petanian tanaman pangan, pariwisata, dan perkebunan. Menurut data Sensus Penduduk Tahun 2006 (BPS Kota Bandung, 2006), jumlah penduduk Kota Bandung adalah 2.296.848 jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk (LPP) sebesar 1,13% dan rata-rata kepadatan penduduk 16.524,09 iwa/Km2. Penduduk Kota Bandung saat ini masih tersebar tidak merata, dimana kecamatan dengan kepadatan terendah adalah Kecamatan Rancasari dengan jumlah 5.353,08 jiwa/ Km2, sedangkan yang terpadat adalah Kecamatan Bojongloa Kaler dengan jumlah 38.760,73 jiwa/ Km2. Dilihat dari komposisinya, berdasarkan jumlah penduduk Kota Bandung menurut usia, dapat dilihat bahwa penduduk terbanyak berusia antara 20-24 tahun yaitu sebesar 229.064 jiwa. Kelompok ini merupakan kelompok usia produktif. Komposisi penduduk Kota Bandung berbentuk piramida atau berstruktur usia muda (sebagian besar berusia antara 14-39 tahun), yang mengakibatkan peningkatan kebutuhan pangan dikarenakan tingginya kebutuhan 35
akan gizi bagi pertumbuhan fisiknya, kebutuhan akan pendidikan, dan kebutuhan akan fasilitas-fasilitas lain yang mendukung kegiatan penduduk pada usia produktif ini. Sedangkan berdasarkan tingkat pendidikannya, jumlah penduduk terbesar adalah tingkat pendidikan tamat SD sebesar 488.187 jiwa, dan lulus SMU sebesar 483.596 jiwa. Dari komposisi tersebut menunjukkan kualitas sumber daya manusia di Kota Bandung masih cukup rendah. Kota Bandung merupakan salah satu Kota di Propinsi Jawa Barat yang cukup potensial. Pada tahun 1997, PDRB Kota Bandung diperkirakan mencakup 8,99% dari seluruh PDRB Jawa Barat (RTRW Kota Bandung 2003-2013). Hal tersebut menunjukkan Kota Bandung mempunyai peranan cukup penting dalam peningkatan perekonomian Jawa Barat secara keseluruhan. Berdasarkan PDRB Kota Bandung tahun 2006, sektor ekonomi yang mempunyai peranan paling besar adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran, yaitu sebesar 37,87%, dan didominasi oleh sub sektor perdagangan besar dan eceran. Sektor perdagangan, hotel dan restoran tahun 2006 memiliki laju pertumbuhan PDRB yang paling tinggi dibandingkan dengan
sektor
ekonomi
lainnya.
Hal
ini
dikarenakan
makin
banyaknya
perkembangan pusat perdagangan modern, dan pada tahun 2006 tercatat ada 301 unit pasar modern yang berada di Kota Bandung. Dari 301 unit pasar modern tersebut, sebanyak 102 unit merupakan minimarket, dimana konsep penjualannya berusaha sedekat mungkin dengan konsumennya.
3.2
Pasar Tradisional di Kota Bandung
Pasar tradisional di Kota Bandung telah bermunculan sejak awal abad ke-19, seperti yang diungkapkan oleh Sulistyowati (Sulistyowati, 1999), sebelum tahun 1906 pasarpasar mulai muncul di tempat-tempat strategis seperti persimpangan jalan, dan status keberadaannya belum resmi. Pasar-pasar tersebut berlokasi di daerah atau mendekati perumahan penduduk, karena sifatnya yang ditujukan untuk melayani kebutuhan sehari-hari. Kondisi fisik pasar tersebut masih sangat darurat dan waktu kegiatannya masih bersifat temporer. Keberadaannya pun belum diatur dan tidak ada pengontrolan perkembangannya, terutama sebelum tahun 1970. 36
Keberadaan pasar tradisional terus berkembang dan beberapa pasar mulai menampakkan kekhususan dalam jenis produk yang dijual, seperti pada Pasar Banceuy dan Cikapundung yang berkembang menjadi pasar elektronik, Pasar Jatayu menjadi pasar besi, dan Pasar Wastukencana yang khusus menjual bunga. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Perwira dan Imansyah, sejak tahun 1991 tidak ada lagi pembangunan pasar tradisional di wilayah Kota Bandung, karena jumlah pasar traditional yang ada dianggap sudah mencukupi kebutuhan penduduk(Perwira dan Imansyah dalam Sulistyowati, 1999). Lokasi persebaran unit pasar tradisional di Kota Bandung telah cukup tersebar merata, dalam suatu kawasan hanya dilayani oleh satu pasar tradisional. Hal ini dikarenakan skala pelayanan pasar tradisional yang cukup luas, dan dalam rangka mengefektifkan pelayanannya. Rata-rata cakupan pelayanan dari 1 unit pasar tradisional adalah 1,56 km dari lokasi pasar (Sulistyowati, 1999). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Perwira dan Imansyah (Perwira dan Imansyah dalam Sulistyowati, 1999), pola persebaran pasar tradisional di Kota Bandung berada di lokasi-lokasi dengan tingkat kepadatan penduduk tinggi. HIngga tahun 2007, telah terdapat 37 unit pasar tradisional di Kota Bandung yang dikelola oleh pemerintah. Sedangkan pasar tradisional yang dikelola oleh swasta hanya 15 unit. Khusus untuk Pasar Andir, pemerintah melibatkan pihak swasta dalam pengelolaan pasar tersebut. Kelebihan dari kerjasama pemerintah dan swasta dalam pengelolaan pasar ini nampak dari penataan bangunan dan kios dagang yang lebih rapi dan tertata dengan baik, serta kebersihan yang lebih terjaga, sehingga memberikan kenyamanan berbelanja. Akan tetapi harga sewa/beli kios dagang di pasar tersebut menjadi jauh lebih mahal daripada sebelumnya. Bentuk kerjasama pemerintah dan swasta dalam pengelolaan pasar akan semakin terlihat jika rencana pembentukan PD Pasar akan benar-benar dilaksanakan pada tahun 2008 nanti. Penyusunan konsep penataan pasar dan pengelolaannya akan menjadi tanggung jawab masing-masing PD Pasar. Pemerintah berharap dengan
37
pembentukan PD Pasar tersebut akan dapat meningkatkan kondisi pasar tradisional yang semakin memprihatinkan.
3.3
Kondisi Pasar Tradisional Sampel
Berikut ini merupakan gambaran mengenai kondisi pasar tradisional yang menjadi objek studi, meliputi karakteristik fisik dan karakteristik pelayanannya. Pasar tradisional yang menjadi objek studi yaitu Pasar Kiaracondong, Pasar Ujungberung, Pasar Anyar, Pasar Cihaurgeulis, Pasar Karapitan, Pasar Cihapit, Pasar Gang Saleh, Pasar Gempol dan Pasar Puyuh. 3.3.1 Pasar Ujungberung Pasar Ujungberung merupakan pasar Kelas I yang berlokasi di Jl. Raya Ujungberung Kelurahan Pasirwangi Kecamatan Ujungberung. Pasar ini menjual berbagai macam barang keperluan sehari-hari seperti sayur-sayuran, buah-buahan, daging, ikan, makanan ringan, sampai pakaian jadi. Pasar ini berdiri sejak tahun 1927 dan terakhir direnovasi pada tahun 1986, dimana saat itu terjadi kebakaran yang mengakibatkan kerusakan bangunan pasar yang cukup besar. Pasar ini memiliki luas areal 8.212 m2 dengan luas bangunan 5.864 m2. Sebagian bangunan memiliki lantai ke-2 yang diisi oleh kios-kios penjual alat tulis dan kantor pasar. Letak pasar ini tepat bersebelahan dengan terminal angkutan umum. Namun terminal tersebut tidak lagi difungsikan karena areanya digunakan untuk berjualan. Perlengkapan yang digunakan untuk berjualan di terminal hanya berupa meja kayu sederhana. Di ruas jalan sekitar pasar juga dipadati oleh PKL. Banyak pedagang yang menggelar dagangannya di trotoar, kira-kira sampai jarak 50m dari lokasi pasar. Pasar Ujungberung terletak di kawasan permukiman penduduk. Pasar ini dilalui oleh beberapa jalur angkutan umum mengingat lokasinya yang berada di jalan arteri primer. Pasar ini merupakan satu-satunya pasar tradisional yang berada di kecamatan Ujungberung. Pasar tradisional lain yang paling dekat dengan lokasi 38
pasar ini adalah Pasar Induk Gedebage yang merupakan pasar swasta dan terletak di Kecamatan Rancasari. Sedangkan pasar modern yang berada di sekitar lokasi pasar adalah supermarket Griya yang terletak kurang dari 1 km dari lokasi pasar dan juga menjual berbagai barang keperluan sehari-hari. Kondisi penataan fisik pasar Ujungberung secara terperinci dapat dilihat pada lampiran D 1.1. Gambar 3.1 Kondisi Pasar Ujungberung
Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2007
Menurut kepala pasar Ujungberung, ada rencana untuk merelokasikan pasar ini kurang lebih 200 m dari lokasinya semula, pada tahun 2008. Namun rencana tersebut belum disepakati dengan para pedagang yang menginginkan tempat berjualan mereka tetap di tempat semula.
3.3.2 Pasar Anyar Pasar Anyar berlokasi di Jl. Astanaanyar Kelurahan Nyengseret Kecamatan Astanaanyar. Pasar ini didirikan pada tahun 1975 dan terakhir direnovasi pada tahun 1993. Pasar ini merupakan pasar kelas I yang memiliki luas areal 9.350 m2 dan luas bangunan 4.726 m2. Bangunan utama pasar yang pasar cukup besar dan terdiri dari 2 lantai. Akan tetapi kios-kios di lantai 2 tidak banyak diisi oleh pedagang, sebagian besar pedagang lebih memilih berdagang di lantai dasar. Sehingga luas sisa areal 39
pasar diluar bangunan pasarpun dihabiskan menjadi tempat berdagang dengan kondisi yang cukup berdesakan. Menurut pedagang yang berjualan di tempat tersebut, pembeli jarang yang mau berbelanja di lantai atas karena sudah menemukan barang yang mereka butuhkan di lantai dasar. Gambar 3.2 Gang Antar Kios di Pasar Anyar
Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2007
Barang yang dijual di pasar ini cukup lengkap, dari bahan pokok sehari-hari seperti sayuran, beras, daging, barang kelontong, sampai pakaian anak-anak dan dewasa. Di beberapa segmen pasar, sudah ada pengelompokkan barang dagangan yang sejenis, namun di segmen lainnya pengelompokkan barang dagangan masih tidak tertata. Meskipun jalan di area depan pasar ini merupakan jalan satu arah, namun fungsinya sebagai jalan kolektor primer menyebabkan jalan ini cukup padat oleh kendaraan dan menyebabkan kemacetan pada jam-jam tertentu, terutama di pagi hari. Kondisi penataan fisik pasar ini secara lengkap dapat dilihat pada lampiran D 1.1.
40
3.3.3 Pasar Kiaracondong Pasar kelas I ini terletak di Jl. Kiaracondong, Kelurahan Kebon Jayanti Kecamatan Kiaracondong. Pertama kali didirikan pada tahun 1959 dan sampai saat ini hanya pernah mengalami renovasi 1 kali pada tahun 1981. Pasar ini menjual barang dagangan berupa bahan-bahan pokok sehari-hari, khususnya bahan pangan, seperti buah-buahan, sayuran, beras, makanan ringan, dll. Luas areal pasar Kiaracondong ini sebesar 10.250 m2 dengan luas bangunan 3.675. Sama seperti Pasar Ujungberung dan Pasar Anyar yang memiliki bangunan 2 lantai, hanya beberapa pedagang saja yang membuka kiosnya di lantai atas. Ruas jalan Kiaracondong di depan pasar ini cukup padat, selain karena fungsinya sebagai jalan kolektor primer, juga karena dekat dengan perumahan penduduk dan terdapat stasiun pemberhentian kereta di dekat pasar. Meskipun sudah dibangun jalan layang untuk menghindari penumpukan kendaraan yang melewati rel kereta dan depan pasar, namun jalan ini masih dipadati kendaraan, terutama angkutan kota. Gambar 3.3 Kios Dagang di Pasar Kiaracondong
Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2007
Kondisi bangunan pasar yang sudah tua dan tidak terawat membuat pasar ini terlihat kumuh dan tidak menarik. Jalan di dalam bangunan maupun diluar pasar masih 41
berupa tanah yang belum dikeraskan, sehingga banyak lubang dan kubangan air yang menyulitkan pembeli untuk berjalan di area pasar tersebut. Sementara di dalam bangunan pasar, gang antar kios juga sempit dan becek. Kondisi masingmasing komponen secara terperinci dapat dilihat pada lampiran D 1.1. Parkir kendaraan di dalam area pasar hanya tersedia untuk motor, dan hanya bisa menampung sekitar 20 motor saja. Sedangkan pengguna pasar yang membawa mobil pribadi harus parkir di pinggir jalan di seberang pasar. Penggunaan sebagian badan jalan sebagai lahan parkir menyebabkan jalur jalan tersebut hanya cukup untuk dilalui 1 lajur kendaraan, begitu pula jalur jalan di depan pasar yang juga digunakan oleh PKL dan tempat ngetem becak. Akibatnya pada jam-jam puncak, jalan ini sering mengalami kemacetan.
3.3.4 Pasar Cihaurgeulis Pasar Cihaurgeulis atau biasa disebut Pasar Suci ini merupakan salah satu pasar kelas II di Kota Bandung. Pasar ini terletak di Jl. Surapati Kelurahan Sukaluyu Kecamatan Cibeunying Kaler. Sejak pertama kali didirikan, pasar ini baru sekali mengalami renovasi pada tahun 1978. Luas seluruh areal pasar ini 5.086 m2 dengan bangunan seluas 3.816 m2. Bangunan pasar ini memiliki 2 lantai, dan lantai ke-2 digunakan untuk bursa buku. Yaitu kumpulan kios dagang yang menjual buku, baik buku baru maupun buku bekas yang dijual kembali. Pasar ini memiliki banyak PKL yang menyebabkan pasar tumpah sampai ke badan jalan di depan area pasar. Namun untuk menghindari kemacetan akibat pasar tumpah tersebut, para PKL yang berjualan hanya bisa bertahan sampai jam 6-7 pagi atau harus berhadapan dengan pihak penertib lalu-lintas. Sebagai upaya menghindari pasar tumpah dan menampung PKL, bangunan pasar diperluas dan memakai trotoar depan pasar sebagai tempat kios dagang. Kemudian dibuatkan atap berupa kain terpal dan dibatasi oleh pagar besi sehingga pasar lebih rapi dan tidak mengganggu lalu lintas jalan di depannya.
42
Pasar Cihaurgeulis ini berada di dekat daerah perkantoran, perguruan tinggi dan perumahan
penduduk.
Sehingga
sering
dijumpai
pegawai
kantor
ataupun
mahasiswa yang berbelanja ke pasar ini. Walaupun kondisi fisik pasar tidak menarik, namun barang dagangan yang dijual di pasar ini cukup lengkap, dari bahan pangan, buku, pakaian, sampai aksesoris. Pesaing pasar ini yang menjual barang dagangan sejenis, yaitu supermarket Borma dan Griya yang terletak kurang dari 1 km dari lokasi pasar. Gambar 3.4 Gang antar Kios di Pasar Cihaurgeulis
Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2007
Pasar ini dilengkapi dengan fasilitas toilet dan mushola yang berkondisi baik. Sama seperti pasar-pasar lainnya, pengelolaan fasilitas toilet di pasar ini juga dilakukan oleh pihak swasta yang kemudian membayarkan retribusinya ke pengelola pasar. Fasilitas parkir juga tersedia di dalam area pasar, namun kondisi jalannya yang rusak dan letaknya yang disatukan dengan tempat pembuangan sampah membuat para pengguna pasar enggan parkir di dalam pasar. Tempat pembuangan sampah yang tersedia juga sering tidak mencukupi sehingga menutupi lahan parkir. Kondisi penataan fisik komponen pasar ini dapat dilihat pada lampiran D 1.2.
43
3.3.5 Pasar Karapitan Pasar Karapitan berada di Jl. Karapitan Kelurahan Ancol Kecamatan Regol. Pasar ini seringkali disebut sebagai Pasar Ancol oleh warga di sekitarnya karena letaknya yang juga berada di Jl. Ancol. Pasar ini didirikan pada tahun 1949 dan sampai saat ini hanya sekali direnovasi pada tahun 1976. Pasar ini mempunyai luas area pasar 1.950 m2 dengan luas bangunan 1.186 m2. Bangunan pasar ini hanya terdiri dari 1 lantai dan memiliki kondisi bangunan yang sudah tua dan tidak terawat. Pasar kelas II ini menjual berbagai macam barang kebutuhan sehari-hari yang sebagian besar merupakan barang berjenis makanan. Barang yang dijual pada pasar ini berupa sayuran, buah-buahan, ayam-ikan-daging, beras, dan bahan-bahan makanan lainnya. Pasar Karapitan merupakan pasar yang hanya berjualan sampai siang hari. Namun sebagian kecil kios masih membuka dagangannya sampai sore hari. Gambar 3.5 Gang Antar Kios di Pasar Karapitan
Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2007
Secara umum kondisi fisik pasar Karapitan ini cukup memprihatinkan. Selain kondisi bangunan yang tua dan kumuh, letak tempat pembuangan sampah juga disatukan dengan bangunan pasar dan menyebabkan bau yang tidak sedap di dalam bangunan pasar. Fasilitas parkir untuk pengunjung juga sangat minim, berupa on44
street parking di bagian Jl. Ancol dan hanya dapat menampung sekitar 5 unit mobil. Sementara lebar jalan sebelum digunakan sebagai tempat parkir pun sudah cukup sempit untuk dilalui 2 jalur kendaraan. Kondisi komponen penataan fisik selengkapnya dapat dilihat pada lampiran D 1.2.
3.3.6 Pasar Cihapit Pasar Cihapit pertama kali didirikan pada tahun 1940 di Jl. Cihapit, Kelurahan Cihapit Kecamatan Bandung Wetan. Pasar ini memiliki luas areal pasar 2.150 m2 dan luas bangunan 702 m2. Bangunan pasar ini hanya terdiri dari 1 lantai dan letaknya masuk ke dalam gang, sehingga jika dilihat dari jalan depan pasar bangunan pasar tidak akan terlihat. Pasar ini pernah mengalami renovasi pada tahun 1985. Namun karena kondisi pasar yang sudah memburuk dan perlu dilakukan perluasan, baru-baru ini dilakukan renovasi di pasar tersebut. Akan tetapi karena terbatasnya dana, kegiatan renovasi untuk sementara dihentikan. Gambar 3.6 Jalan Utama Pasar Cihapit
Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2007
Pasar Cihapit menjual berbagai macam kebutuhan sehari-hari, seperti sayuran, ayam-ikan-daging, lauk-pauk, dan bahan-bahan makanan. Guna lahan yang 45
menonjol di sekitar area pasar adalah pertokoan, namun umumnya menjual barang dagangan yang berbeda dengan pasar Cihapit. Pesaing dari pasar ini adalah supermarket M&M yang terletak sekitar 200 m dari lokasi pasar. Meskipun jalan masuk ke pasar ini cukup sempit, namun penataan kios di dalamnya sudah tertata rapi terutama pada bagian-bagian kios yang baru mengalami perluasan. Kondisi fisik sebagian kios sudah cukup baik, memiliki atap bangunan yang tinggi dan terbuat dari asbes, dan lantai bangunan pun telah mengalami pengerasan (lihat lampiran D 1.2). Namun masih ada bagian pasar yang memiliki kios-kios yang sudah rusak, dan bagian atapnya hanya ditutupi dengan kain terpal. Kondisi ini terlihat di bagian depan pasar sampai daerah tengah pasar.
3.3.7 Pasar Gang Saleh Pasar Gang Saleh merupakan pasar kelas III yang terletak di Jl. Kesatriaan, Kelurahan Arjuna, Kecamatan Cicendo. Pasar ini mempunyai luas areal sebesar 1.300 m2 dengan luas bangunan 586 m2. Bangunan pasar terdiri dari satu lantai, dan terdapat 3 akses menuju perumahan di bagian belakang bangunan pasar. Kondisi bangunan di bagian depan pasar cukup baik dan terawat, terlihat dari kondisi cat dan kayu bangunan yang masih cukup baik. Namun bagian pasar di bagian belakang kondisinya sudah banyak kerusakan dan tidak layak pakai. Pasar ini tidak hanya menjual barang-barang keperluan sehari-hari seperti sayuran, beras, buah, dan bahan makanan lain, namun juga menjual pakaian. Lokasi pasar ini berada di dekat kawasan perkantoran dan sekolah. Untuk mencapai pasar ini, pengunjung yang menggunakan kendaraan umum harus berjalan sekitar 100 m untuk sampai ke lokasi, karena di depan pasar ini tidak dilalui oleh kendaraan umum.
46
Gambar 3.7 Jalan Utama Pasar Gang Saleh
Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2007
Pasar ini memiliki banyak akses yang menghubungkan bangunan pasar dengan daerah
permukiman
penduduk
di
belakangnya.
Sehingga
pengunjungnya
kebanyakan berasal dari daerah di belakang pasar tersebut. Kondisi bangunan bagian depan pasar cukup padat oleh barang dagangan. Karena jarak antar kios yang hanya berjarak 4 m tersebut digunakan lagi untuk meja dagang seperti yang terlihat pada gambar di atas. Hal ini cukup mengganggu karena pengunjung akan kesulitan untuk mencapai kios yang bagian depannya tertutup meja dagang. Kondisi penataan fisik pasar Gang Saleh selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran Tabel D 1.3.
3.3.8 Pasar Gempol Pasar Gempol berlokasi di kawasan perumahan di Jl. Gempol , kelurahan Citarum, Kecamatan Bandung Wetan. Sekilas bangunan yang memiliki luas tanah 672 m2 dan luas bangunan 384 m2 ini tidak nampak seperti sebuah pasar pada umumnya. Selain karena tidak adanya papan identitas pasar, bangunan yang terdiri dari 2 lantai ini hanya memiliki sedikit kios dagang yang masih beroperasi. Sisa sebagian
47
bangunan di lantai dasar dan seluruh bagian bangunan di lantai 2 dijadikan rumah penduduk yang umumnya juga merupakan pemilik kios dagang disana. Gambar 3.8 Jalan Utama dan Gang Antar Kios di Pasar Gempol
Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2007
Kios dagang yang beroperasi di sekeliling bangunan pasar sebagian besar menjual lauk pauk, sedangkan di bagian dalam atau di sepanjang lorong gang, umumnya menjual sayur-sayuran dan ayam-ikan-daging. Di bagian depan bangunan pasar, terdapat sebuah minimarket yang menyatu dengan bangunan pasar. Keberadaan minimarket ini tidak menjadikan sebagai pesaing bagi para pedagang kios-kios pasar. Karena jenis barang dagangan yang dijual berbeda, berupa barang-barang kebutuhan sehari-hari yang sifatnya kering, minimarket ini dapat menarik pengunjung untuk berbelanja disana. Kondisi pasar ini tidak terlalu baik karena dari kondisi dinding dan atap bangunannya terlihat banyak retakan dan terdapat bagian-bagian yang lepas. Kios-kios dagang di dalamnya cukup baik, dan beberapa diantaranya menggunakan tembok berubin dan dalam kondisi yang baik. Lebar gang antar kios di pasar ini sebenarnya cukup lebar (2 m), namun selain sering digunakan untuk menaruh barang, di gang ini juga terdapat tangga yang mengurangi lebar jalan efektif. Kondisi komponen penataan pasar berdasarkan hasil observasi dapat dilihat pada lampiran D 1.3. Kondisi pasar 48
Gempol yang secara umum kurang menarik dapat dijadikan faktor utama penyebab pengunjung pasar yang datang ke pasar ini hanya sedikit setiap harinya.
3.3.9 Pasar Puyuh Sesuai dengan namanya, Pasar ini terletak di jalan lingkungan permukiman yang bernama Jl. Puyuh. Pasar ini terletak di Kelurahan Sadang Serang, Kecamatan Coblong. Pasar ini disahkan menjadi pasar yang dikelola oleh pemerintah pada tahun 1950 dan dibawahi oleh Kepala Pasar yang sama dengan Pasar Cihaurgeulis. Meskipun tidak berada di kelurahan ataupun kecamatan yang sama, jarak kedua pasar tersebut hanya sekitar 1 km saja. Luas areal keseluruhan dari pasar ini sebesar 541 m2 dan memiliki luas bangunan 309 m2. Gambar 3.9 Jalan Utama dan Gang Antar Kios di Pasar Puyuh
Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2007
Dari kondisi bangunannya, pasar ini tidak terlihat sebagai pasar yang dibangun oleh pemerintah. Bentuk pasar berupa gang permukiman pada umumnya, namun di kirikanan gang dijadikan warung atau kios-kios dagang yang menjual kebutuhan seharihari. Kios-kios dagang tersebut juga tidak sepenuhnya untuk berjualan, sebagian besar kios yang berbentuk seperti warung itu juga digunakan sebagai tempat tinggal 49
penduduk dan umumnya terdiri dari 2 lantai. Seperti yang ditemukan pada Pasar Gempol, lantai dasar bangunan digunakan sebagai tempat berdagang, sedangkan lantai atas digunakan sebagai tempat tinggal. Dari gambar di atas dapat terlihat jalan utama sekaligus gang antar kios di Pasar Puyuh. Sebagai suatu jalan lingkungan, pasar ini sering dilalui oleh kendaraan kecil, seperti motor atau mobil sedan milik penduduk sekitar. Lebar jalan yang cukup sempit (4 m), lalu lintas kendaraan dan seringkali sebagian jalan digunakan PKL untuk berjualan di pagi hari menjadi alasan utama ketidaknyamanan berbelanja di pasar ini. Selain itu, pedagang kios-kios juga sering meletakkan barang dan keranjang sampahnya di bagian pinggiran jalan. Kondisi penataan fisik pasar selengkapnya dapat dilihat pada lampiran D 1.3.
3.4 Penilaian Kondisi Pasar Berdasarkan Observasi Untuk dapat membandingkan kondisi pasar berdasarkan hasil observasi dengan kondisi pasar berdasarkan persepsi pengguna pasar(dalam hal ini pengunjung), maka hasil observasi yang telah diperoleh perlu dikonversikan dalam bentuk nilai. Penilaian ini didasarkan pada indikator-indikator di tiap kriteria komponen. Tolok ukur penilaian dari indikator-indikator tersebut dapat dilihat pada lampiran D 1.3. Nilai seluruh komponen dari setiap kriteria di satu pasar dijumlahkan dan dirataratakan berdasarkan jumlah indikatornya untuk mendapatkan nilai rata-rata dari tiap kriteria pasar tersebut. Nilai tertinggi dari setiap penilaian rata-rata kriteria pasar tersebut adalah 3, dengan nilai terendah 1. Perhitungan nilai rata-rata kondisi pasar dapat diperoleh dari jumlah penilaian keseluruhan indikator dibagi jumlah keseluruhan indikator. Nilai rata-rata dari tiap kriteria, pasar dan kelas pasar dapat dibagi ke dalam 3 rentang nilai sebagai berikut: Baik (B)
= 2,34 – 3
Cukup (C)
= 1,67 – 2,33
Kurang (K)
= 1 – 1,66
Penilaian kondisi
penataan
fisik
pasar-pasar
penataannya dapat dilihat pada tabel III.1. 50
kelas
I
berdasarkan
kriteria
Tabel III.1 Penilaian Kondisi Pasar Kelas I berdasarkan Observasi No.
1 2 3 4 5 6 7
Jml indikator
Kriteria Aksesibilitas Keamanan Keselamatan Kesehatan Kenyamanan Estetika Kecukupan Total
12 5 9 11 8 4 14 63
Ujungberung
Kiaracondong
Anyar
Nilai
Ratarata
Nilai
Ratarata
Nilai
Ratarata
26 10 22 22 12 4 27 123
2.17 2.00 2.44 2.00 1.50 1.00 1.93 1.95
27 10 20 20 16 4 31 128
2.25 2.00 2.22 1.82 2.00 1.00 2.21 2.03
25 10 22 22 15 4 31 129
2.08 2.00 2.44 2.00 1.88 1.00 2.21 2.05
Pasar Kelas I RataNilai rata
78 30 64 64 43 12 89 380
2.17 2.00 2.37 1.94 1.79 1.00 2.12 2.01
Sumber: lampiran D 1.4 Dari tabel di atas, dapat terlihat kondisi umum ketiga unit pasar kelas I tersebut memiliki kondisi yang cukup baik. Ketiga pasar mempunyai nilai terendah pada kriteria estetika, karena kondisi bangunan ketiga pasar ini sudah tua dan belum pernah direnovasi lagi setidaknya dalam 15 tahun terakhir. Bahkan, Pasar Kiaracondong belum pernah direnovasi sejak 27 tahun yang lalu. Kriteria lain yang cukup rendah adalah dari faktor kenyamanannya, Pasar Ujungberung memiliki peringkat paling akhir dan termasuk dalam rentang nilai kurang. Rendahnya kenyamanan dalam pasar ini diakibatkan oleh banyaknya fasilitas pendukung kenyamanan suatu pasar yang tidak tersedia disana, fasilitas tersebut antara lain perlengkapan sholat di mushola, garis pembatas di ruang parkir, dan papan penunjuk informasi. Kondisi pasar yang dinilai baik dari pasar kelas I tersebut adalah faktor keamanannya,
namun
tidak
demikian
pada
Pasar
Kiaracondong.
Pasar
Kiaracondong yang memiliki lebar gang antar kios cukup sempit dan fasilitas penerangan yang seadanya dapat memancing terjadinya kriminalitas, terutama saat kondisi pasar padat akan pengunjung. Namun pada pasar ini, faktor aksesibilitas pasar lebih baik jika dibandingkan kedua pasar lainnya. Selain kemudahan untuk
51
mencapai kios atau bangunan pasar, aksesibilitas pengunjung untuk dapat menemukan fasilitas penunjang pasar pun cukup baik. Penilaian kondisi pasar-pasar kelas II terhadap kriteria yang sama dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel III.2 Penilaian Kondisi Pasar Kelas II berdasarkan Observasi
No.
Kriteria
Jumlah indikator
Cihaurgeulis Karapitan Rata‐ Rata‐ Nilai Nilai rata rata
Cihapit Rata‐ Nilai rata
Pasar Kelas II Rata‐ Nilai rata
1 Aksesibilitas 2 Keamanan
12
28
2.33
24
2.00
23
1.92
75
2.08
5
13
2.60
6
1.20
12
2.40
31
2.07
3 Keselamatan 4 Kesehatan
9
19
2.11
19
2.11
19
2.11
57
2.11
11
21
1.91
14
1.27
26
2.36
61
1.85
8
12
1.50
11
1.38
16
2.00
39
1.63
4
5
1.25
5
1.25
5
1.25
15
1.25
14
28
2.00
29
2.07
27
1.93
84
2.00
63
126
2.00
108
1.71
128
2.03
362
1.92
5 Kenyamanan 6 Estetika 7 Kecukupan Total Sumber: lampiran D 1.4
Penilaian keseluruhan kriteria kondisi pasar pada pasar kelas ini memiliki rata-rata keseluruhan yang paling rendah di antara 3 kelas pasar. Faktor yang dinilai rendah dari ketiga unit pasar ini adalah estetika. Seperti halnya pasar kelas I, pasar-pasar kelas II ini belum mengalami renovasi lagi sejak 20 tahun terakhir. Bentuk bangunan lama dan kondisi fisik yang kurang terawat seperti cat bangunan yang mengelupas, atap rusak dan berlubang, jalan masuk yang becek dan dipenuhi PKL menjadikan pasar-pasar tersebut tidak menyenangkan untuk dipandang. Selain faktor estetika, tingkat kenyamanan di Pasar Cihaurgeulis dan Pasar Karapitan juga kurang, salah satunya dikarenakan penempatan lokasi pembuangan sampah yang terlalu dekat dengan bangunan pasar. Bau tidak sedap dan tumpukan sampah yang mengganggu pemandangan ditambah dengan kondisi jalan yang becek menjadikan kedua pasar ini tidak nyaman untuk dijadikan tempat berbelanja. 52
Bahkan di Pasar Cihaurgeulis, hal pertama yang akan terlihat jika melalui jalan utama pasar ini adalah bak penampungan sampah. Berbeda dengan kedua pasar lainnya, penilaian Pasar Cihapit terhadap penataan fisik memiliki nilai rendah terhadap faktor aksesibilitas dan kecukupan fasilitasnya. Terdapat 2 jalan utama untuk masuk ke pasar ini, namun hanya 1 jalan saja yang biasa dilewati oleh pengunjung, karena letak jalan yang lain cukup jauh. Jalan utama yang sering
digunakan pengunjung ini hanya berupa gang lingkungan pada
umumnya dengan lebar 1,5 m dengan kiri-kanan gang dibatasi tembok bangunan. Yang membedakannya dengan gang lingkungan lain yaitu identitas pasar yang dipasang di depan gang dan lebih dari setengah lebar gang tersebut digunakan sebagai tempat berjualan. Akibatnya, untuk masuk ke pasar ini, pengunjung harus berdesakan terlebih dahulu di gang masuk pasar. Pasar Karapitan merupakan pasar yang memiliki kondisi fisik paling rendah diantara 3 unit pasar kelas ini. Dari 7 kriteria penilaian, 4 kriteria diantaranya mempunyai nilai kurang baik. Kriteria tersebut antara lain keamanan, kesehatan, kenyamanan dan estetika. Kondisi pasar ini memerlukan perbaikan gedung, penyediaan kios, prasarana, dan tempat pembuangan sampah, karena komponen-komponen tersebut sudah tidak layak lagi untuk dipergunakan. Pasar kelas III secara umum memiliki kondisi penataan fisik yang paling baik dibandingkan dengan pasar kelas I dan kelas II (lihat Tabel III.4). Kriteria yang memiliki nilai paling tinggi pada pasar kelas ini adalah kesehatannya. Ketiga unit pasar sampel pada kelas ini memiliki kondisi pasar yang bersih dan tidak banyak sampah yang berceceran. Letaknya yang sangat dekat atau bahkan menyatu dengan rumah penduduk menyebabkan pedagang maupun pengunjung pasar lebih peduli dalam menjaga kebersihan lingkungannya. Tingginya faktor kesehatan pada pasar-pasar kelas ini juga dapat disebabkan karena besar bangunan pasar tidak luas, sehingga dapat dengan mudah dibersihkan oleh pedagang atau petugas kebersihan.
53
Kriteria penataan yang dinilai paling rendah dari pasar kelas III ini adalah faktor kenyamanan. Hal tersebut dikarenakan minimnya fasilitas pendukung yang disediakan di ketiga pasar ini, seperti mushola, toilet dan tempat parkir. Meskipun pasar kelas ini tidak besar, namun dengan penyediaan fasilitas yang mencukupi, dapat menjadikan daya tarik tersendiri untuk menarik konsumennya. Tabel III.3 Penilaian Kondisi Pasar Kelas III berdasarkan Observasi
No.
Kriteria
Jumlah indikator
Gang Saleh Rata‐ Nilai rata
Gempol Rata‐ Nilai rata
Puyuh Rata‐ Nilai rata
Pasar Kelas III Rata‐ Nilai rata
1 Aksesibilitas 2 Keamanan
12
28
2.33
24
2.00
22
1.83
74
2.06
5
13
2.60
9
1.80
12
2.40
34
2.27
3 Keselamatan 4 Kesehatan
9
22
2.44
15
1.67
15
1.67
52
1.93
11
26
2.36
25
2.27
25
2.27
76
2.30
8
17
2.13
14
1.75
15
1.88
46
1.92
5 Kenyamanan 6 Estetika 7 Kecukupan Total Sumber: lampiran D 1.4
4
11
2.75
6
1.50
11
2.75
28
2.33
14
31
2.21
26
1.86
27
1.93
84
2.00
63
148
2.35
119
1.89
127
2.02
394
2.08
Pasar Gang Saleh memiliki penilaian kondisi umum penataan yang paling tinggi dibandingkan 2 pasar kelas II lain yang dijadikan sampel, dan termasuk dalam kategori baik. Sebagian besar kriteria yang dinilai pada pasar ini mempunyai nilai dengan kategori baik. Kategori tersebut antara lain keamanan, keselamatan, kesehatan dan estetika. Fasilitas yang tersedia di pasar ini termasuk lengkap, seperti fasilitas parkir, toilet, mushola dan penerangan. Kondisi pasar juga masih baik dan terawat. Meskipun kondisi Pasar Gempol dan Pasar Puyuh tidak sebaik Pasar Gang Saleh, namun kondisi keduanya sudah cukup baik, terutama pada faktor kesehatan, aksesibilitas dan estetika.
54
Secara keseluruhan kondisi ketiga kelas pasar tergolong cukup baik. Meskipun pasar kelas III memiliki nilai paling tinggi diantara ketiga kelas pasar, namun perbedaan nilai keseluruhan kriteria pada ketiganya hanya sedikit. Dari 9 pasar yang diteliti hanya 1 unit pasar yang memiliki nilai baik, yaitu Pasar Gang Saleh. Pasar yang memiliki nilai kurang baik pun hanya 1 unit, yaitu Pasar Karapitan. Dari ketiga kelas pasar tersebut juga ditemukan ciri yang mirip satu sama lain, yaitu kurang baiknya estetika pasar. Tabel III.4 Penilaian Kondisi Pasar Keseluruhan berdasarkan Observasi
No.
Kriteria
Jumlah indikator
Pasar Kelas I Nilai
Rata‐ rata
Pasar Kelas II Rata‐ Nilai rata
Pasar Kelas III Rata‐ Nilai rata
Pasar Total Nilai
Rata‐ rata
227
2.10
1 Aksesibilitas 2 Keamanan
12
78
2.17
75
2.08
74
2.06
5
30
2.00
31
2.07
34
2.27
95
2.11
3 Keselamatan 4 Kesehatan
9
64
2.37
57
2.11
52
1.93
173
2.14
11
64
1.94
61
1.85
76
2.30
201
2.03
8
43
1.79
39
1.63
46
1.92
128
1.78
4
12
1.00
15
1.25
28
2.33
55
1.53
14
89
2.12
84
2.00
84
2.00
257
2.04
63
380
2.01
362
1.92
394
2.08 1136
2.00
5 Kenyamanan 6 Estetika 7 Kecukupan Total Sumber: lampiran D 1.4
Kemudian jika dilihat dari penilaian per komponen penataannya, komponen yang dinilai paling rendah adalah papan informasi (lihat Lampiran D Tabel 2.2), dimana hampir di semua pasar sampel tidak ditemukan adanya papan informasi atau penunjuk arah ke fasilitas pasar seperti toilet dan mushola. Sementara nilai komponen tertinggi secara keseluruhan berada pada penyediaan fasilitas air bersih. Baik di pasar kelas I, II dan III sumber air bersih sebagian besar diperoleh dari air ledeng dan pompa. Hasil observasi kondisi fisik pasar tradisional pada 9 unit pasar sampel menunjukkan bahwa secara keseluruhan pasar telah memiliki kondisi penataan fisik yang cukup baik. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan dari penilaian kondisi fisik di masing55
masing kelas pasar, begitu pula pada setiap unit pasar sampelnya. Kriteria penataan yang secara umum masih dinilai kurang adalah kenyamanan dan estetika pasar, sedangkan komponen yang dinilai kurang dari ketiga kelas pasar adalah papan informasi.
56