Manajemen Konstruksi
ANALISIS KEANDALAN TERHADAP BAHAYA KEBAKARAN DAN KONDISI SANITASI LINGKUNGAN DI ENAM PASAR TRADISIONAL KELAS III KOTA YOGYAKARTA (196K) Bayu Dwi Wismantoro1 1
Program Studi Teknik Sipil, Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa, Jl. Kusumanegara 157 Yogyakarta Email:
[email protected]
ABSTRAK Secara garis besar di pasar tradisional terdapat berbagai masalah yaitu kebersihan, kenyamanan, kondisi yang sempit, bangunan yang kurang terawat dan seringkali bocor, serta kurangnya alat-alat penunjang seperti tempat sampah dan alat pemadam kebakaran. Upaya pengelola dalam mengurangi risiko dirasakan masih kurang, dan buruknya perilaku pengguna pasar yang lain yaitu pedagang maupun pembeli bisa menambah buruk kinerja pengelolaan. Kewaspadaan pihak pengelola pasar tradisional dalam menghadapi bahaya kebakaran yang mungkin saja terjadi dan kondisi sanitasi lingkungan yang buruk membutuhkan tanggung jawab dan perhatian yang serius. Penelitian ini berlokasi di enam pasar tradisional di kota Yogyakarta yaitu Pasar Demangan, Pasar Kranggan, Pasar Kotagede, Pasar Pathuk, Pasar Sentul, Pasar Serangan, yang termasuk dalam kelas III yaitu Pasar dengan komponen bangun-bangunan sistem arus barang dan orang baik di dalam maupun di luar bangunan dan melayani perdagangan tingkat wilayah bagian kota dengan luas kios dan atau los minimal 1000 m2. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui tingkat risiko bahaya kebakaran dan faktor yang dominan mempengaruhinya serta kondisi sanitasi lingkungan. Untuk mengevaluasi permasalahan tersebut, menggunakan suatu analisa yaitu Analytical Hierarchy Process (AHP). Teknik pengumpulan data dengan melakukan penilaian langsung ke lapangan, dan pengisian instrumen penelitian (kuesioner) kepada pihak pengelola pasar sebagai pengguna pasar. Hasil dan kesimpulan penelitian ini adalah pasar Pathuk mempunyai kondisi cukup berisiko terhadap bahaya kebakaran, pasar Serangan mempunyai kondisi sangat berisiko terhadap bahaya kebakaran. Sedangkan secara umum kondisi sanitasi lingkungan dinilai cukup. Kata-kata kunci : penilaian, risiko bahaya kebakaran, kondisi sanitasi lingkungan, AHP
1. PENDAHULUAN Untuk saat ini, yang perlu menjadi perhatian semua pihak adalah bagaimana agar pasar tradisional bisa dibuat menjadi lebih layak sebagai tempat transaksi tanpa harus secara drastis mengubah citranya atau khasnya sebagai pasar tradisional. Dalam kaitan ini yang perlu menjadi pertimbangan untuk dibenahi adalah: kebersihan, lantai yang kering tidak becek, penataan lokasi penjual sesuai dengan golongan barang yang dijual, lorong untuk pembeli yang lapang tidak sumpek, ada pengaturan pencahayaan dan pengaturan udara yang sehat, keamanan yang terjamin, ada tempat pembuangan sampah dan sampah tidak menumpuk, dan dapat menikmati makanan-makanan tradisonal, ada pelatihan secara rutin bagi para pedagang tentang bagaimana mengatasi kebakaran dan bagaimana menyelamatkan diri jika terjadi kebakaran, dan lain sebagainya yang dapat membuat pasar tradisional lebih menarik agar tidak kalah dengan pasar modern. Kesiapan pengelola pasar tradisional dalam menghadapi bahaya kebakaran yang mungkin saja terjadi harus dilakukan mulai dari pencegahan sampai dengan penanganan atau penanggulangan apabila terjadi kebakaran. Tindakan pencegahan harus diutamakan, sebab sekecil apapun kebakaran sudah membawa kerugian harta benda bahkan korban jiwa manusia. Melihat permasalahan tersebut di atas dapat dirumuskan sebagai berikut : 1. lemahnya sistem manajemen kebakaran dari pihak pengelola pasar tradisional yang bisa mengakibatkan risiko kebakaran semakin besar dan minimnya sarana dan prasarana yang ada yaitu sarana penyelamatan, sistem proteksi pasif dan aktif,
Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7) Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013
K - 205
Manajemen Konstruksi
2.
pasar tradisional belum dapat dibebaskan dari citra negatif sebagai tempat yang kumuh, semrawut, becek, kotor, kriminal tinggi, tidak nyaman, fasilitas minim.
Penelitian ini akan dibatasi terhadap kelas pasar dan karakteristik pasar. Penelitian yang dilakukan juga hanya berdasarkan pendapat dan persepsi para penghuni atau pengguna pasar dalam hal ini yaitu pihak pengelola pasar terhadap bahaya kebakaran dan sanitasi lingkungan, serta hasil penilaian secara fisik terhadap fasilitas penunjang yang ada di pasar oleh penulis sendiri. Tujuan dari penelitian ini sebagai berikut : 1. mengetahui peringkat risiko kebakaran dan mengetahui faktor dominan yang mempengaruhi risiko kebakaran, 2. mengetahui kondisi sanitasi lingkungan secara umum. Dengan adanya penelitian ini diharapkan wawasan tentang besarnya risiko terjadinya kebakaran di pasar-pasar tradisional dapat dijadikan dasar untuk melakukan tindakan pencegahan dan penanggulangan kebakaran dengan lebih baik di pasar-pasar tersebut, serta perencanaan bangunan pasar tradisional yang nyaman, aman dari bahaya kebakaran. Berikutnya juga diharapkan penataan dan pengelolaan sanitasi lingkungan yang baik dan akan meningkatkan jumlah pngunjung atau pembeli serta menghilangkan kesan bahwa pasar tradisional sebagai tempat yang kumuh dan kotor. Penelitian ini dibatasi untuk jenis pasar umum dan klasifikasi Pasar Kelas III yaitu meliputi Pasar Demangan, Pasar Kranggan, Pasar Kotagede, Pasar Pathuk, Pasar Sentul, Pasar Serangan. Pembagian berdasarkan jenis dan pengklasifikasian tersebut di atas sesuai dengan Perda Kodya Dati II Yogyakarta No. 2 tahun 2009 tentang Pasar Pasal 8.
2. TINJAUAN PUSTAKA Menurut Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 112 tahun 2007, Pasal 1 menyebutkan bahwa pasar tradisional adalah pasar yang dibagun dan dikelola oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, Swasta, Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah termasuk kerjasama dengan swasta dengan tempat usaha berupa toko, kios, los, dan tenda yang dimiliki/dikelola oleh pedagang kecil, menengah, swadaya masyarakat atau koperasi dengan usaha skala kecil, modal kecil dan dengan proses jual beli barang dagangan melalui tawar menawar. Sesuai dengan Kepmen No. 11/KPTS/2000 (Menteri Negara Pekerjaan Umum RI, 2000) Pasar Tradisional termasuk dalam Bangunan dengan Angka Klasifikasi Risiko Bahaya Kebakaran 4, yaitu angka klasifikasi ini harus dipertimbangkan sebagai Risiko Bahaya Kebakaran Tinggi, dimana kuantitas dan kandungan bahan mudah terbakarnya tinggi. Kebakaran dalam tingkat klasifikasi ini dapat diperkirakan berkembang cepat dan mempunyai nilai pelepasan panas yang tinggi. Selengkapnya lihat Tabel 1 berikut. Tabel 1. Bangunan dengan Angka Klasifikasi Risiko Bahaya Kebakaran 4 No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13.
Jenis Bangunan Kandang kuda Gudang bahan bangunan Pusat perbelanjaan Ruang pamer, auditorium dan bioskop Tempat penyimpanan Terminal pengangkutan Pertokoan Pemrosesan kertas Pelabuhan Bengkel Pabrik karet Gudang untuk: mebel, umum, cat, kertas dan minuman keras Industri kayu
Sumber : Kepmen No. 11/KPTS/2000
Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7)
K - 206
Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013
Manajemen Konstruksi
3. LANDASAN TEORI Risiko Sanitasi buruk Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 112 tahun 2007, Pasal 2 ayat 2c mengharuskan menyediakan fasilitas yang menjamin pasar tradisional yang bersih, sehat (hygienis), aman, tertib dan ruang publik yang nyaman. (Sekretariat Kabinet RI, 2008)
Definisi Sanitasi Lingkungan Sanitasi lingkungan adalah status kesehatan suatu lingkungan yang mencakup perumahan, pembuangan kotoran, penyediaan air bersih dan sebaginya (Notoadmojo, 2003). Sanitasi lingkungan dapat pula diartikan sebagai kegiatan yang ditujukan untuk meningkatkan dan mempertahankan standar kondisi lingkungan yang mendasar yang mempengaruhi kesejahteraan manusia. Kondisi tersebut mencakup pasokan air yang bersih dan aman; pembuangan limbah dari hewan, manusia dan industri yang efisien; perlindungan makanan dari kontaminasi biologis dan kimia; udara bersih dan aman; rumah yang bersih dan nyaman.
Sistem Pembuangan Air limbah atau air buangan adalah sisa air yang dibuang yang berasal dari rumah tangga, industri maupun tempattempat umum lainnya, dan umumnya mengandung bahan-bahan atau zat-zat yang dapat membahayakan bagi kesehatan manusia serta mengganggu lingkungan hidup. Batasan lain mengatakan bahwa air limbah adalah kombinasi dari cairan dan sampah cair yang berasal dari daerah pemukiman, perdagangan, perkantoran dan industri, bersama-sama dengan air tanah, air permukaan dan air hujan yang mungkin ada (Haryoto Kusnoputranto, 1985). Karakteristik air limbah perlu dikenal, karena hal ini akan menentukan cara pengolahan yang tepat, sehingga tidak mencemari lingkungan hidup. Secara garis besar karakteristik air limbah ini digolongkan menjadi sebagai berikut: 1. Karakteristik fisik Sebagian besar terdiri dari air dan sebagian kecil terdiri dari bahan-bahan padat dan suspensi. Terutama air limbah rumah tangga, biasanya berwarna suram seperti larutan sabun, sedikit berbau. Kadang-kadang mengandung sisa-sisa kertas, berwarna bekas cucian beras dan sayur, bagian-bagian tinja, dan sebagainya. 2. Karakter kimiawi Biasanya air buangan ini mengandung campuran zat-zat kimia anorganik yang berasal dari air bersih serta bermacam-macam zat organik berasal dari penguraian tinja, urine dan sampah-sampah lainya. Oleh sebab itu, umumnya bersifat basah pada waktu masih baru, dan cenderung ke asam apabila sudah memulai membusuk. Substansi organik dalam air buangan terdiri dari dua gabungan, yaitu : a. gabungan yang mengandung nitrogen, misalnya: urea, protein, amine, dan asam amino. b. gabungan yang tak mengandung nitrogen, misalnya: lemak, sabun, dan karbuhidrat, termasuk selulosa. 3. Karakteristik bakteriologis Kandungan bakteri pathogen serta organisme golongan coli terdapat juga dalam air limbah tergantung darimana sumbernya, namun keduanya tidak berperan dalam proses pengolahan air buangan. Sesuai dengan zat-zat yang terkandung di dalam air limbah ini, maka air limbah yang tidak diolah terlebih dahulu akan menyebabkan berbagai gangguan kesehatan masyarakat dan lingkungan hidup antara lain : a. menjadi transmisi atau media penyebaran berbagai penyakit, terutama: kholera, typhus abdominalis, desentri, b. menjadi media berkembang biaknya mikroorganisme pathogen, c. menjadi temoat-tempat berkembang biaknya nyamuk atau tempat hidup larva nyamuk, d. menimbulkan bau yang tidak enak serta pandangan yang tidak sedap, e. merupakan sumber pencemaran air permukaan, tanah, dan lingkungan hidup lainnya, f. mengurangi produktivitas manusia, karena orang bekerja dengan tidak nyaman, dan sebagainya. Pengolahan air limbah dimaksudkan untuk melindungi lingkungan hidup terhadap pencemaran air limbah tersebut. Secara ilmiah sebenarnya lingkungan mempunyai daya dukung yang cukup besar terhadap gangguan yang timbul karena pencemaraan air limbah tersebut. Namun demikian, alam tersebut mempunyai kemampuan yang terbatas dalam daya dukungnya, sehingga air limbah perlu dibuang.
Risiko Kebakaran Di dalam Kepmen No. 10/KPTS/2000 Pasal 1 yang dimaksud dengan pengamanan terhadap bahaya kebakaran di bangunan gedung dan lingkungan adalah segala upaya yang menyangkut ketentuan dan persyaratan teknis yang diperlukan dalam mengatur dan mengendalikan penyelenggaraan pembangunan bangunan gedung, termasuk dalam rangka proses perizinan, pelaksanaan dan pemanfaatan/pemeliharaan bangunan gedung, serta pemeriksaan kelaikan dan keandalan bangunan gedung terhadap bahaya kebakaran.
Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7) Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013
K - 207
Manajemen Konstruksi
Sesuai dengan Kepmen No. 10/KPTS/2000 (Menteri Negara Pekerjaan Umum RI, 2000) Pasal 3 menyebutkan bahwa pengamanan terhadap bahaya kebakaran pada bangunan gedung dan lingkungan meliputi : 1. Perencanaan tapak untuk proteksi kebakaran, 2. Sarana penyelamatan, 3. Sistem proteksi pasif, 4. Sistem proteksi aktif, 5. Pengawasan dan pengendalian. Sarana penyelamatan adalah sarana yang dipersiapkan untuk dipergunakan oleh penghuni maupun petugas pemadam kebakaran dalam upaya penyelamatan jiwa manusia maupun harta-benda bila terjadi kebakaran pada suatu bangunan gedung dan lingkungan. Sistem proteksi pasif adalah sistem perlindungan terhadap kebakaran yang dilaksanakan dengan melakukan pengaturan terhadap komponen bangunan gedung dari aspek arsitektur dan struktur sedemikian rupa sehingga dapat melindungi penghuni dan benda dari kerusakan fisik saat terjadi kebakaran, yang termasuk proteksi pasif : 1. Jalan penyelamatan/evakuasi; 2. Konstruksi suatu bangunan harus mampu menciptakan kestabilan struktur selama kebakaran untuk memberikan waktu bagi penghuni bangunan untuk menyelamatkan diri secara aman, memberikan kesempatan bagi petugas pemadam kebakaran untuk beroperasi, menghindarkan kerusakan benda atau barang akibat kebakaran. Sistem proteksi aktif adalah sistem perlindungan terhadap kebakaran yang dilaksanakan dengan mempergunakan peralatan yang dapat bekerja secara otomatis maupun manual, digunakan oleh penghuni atau petugas pemadam kebakaran dalam melaksanakan operasi pemadaman. Selain itu sistem ini digunakan dalam melaksanakan penanggulangan awal kebakaran, yang termasuk alat dari sistem ini : 1. Alat Pemadam Api Portabel (APAP); 2. Sprinkler; 3. Hidran.
Konsep Pengamanan Terhadap Bahaya Kebakaran Berdasarkan pemahaman karakteristik kebakaran pada bangunan yang umumnya cellulosic fire maka pengamanan terhadap kebakaran mencakup hal-hal sebagai berikut: 1. Pengendalian lewat perancangan bangunan yang diarahkan pada upaya minimasi timbulnya kebakaran dan intensitas terjadinya kebakaran, yang menyangkut minimasi beban api, rancangan sistem ventilasi, sistem kontrol asap, penerapan sistem kompartemenisasi dll yang dikenal sebagai sistem proteksi pasif. 2. Pengendalian lewat perancangan sistem supresi kebakaran untuk meminimasi dampak terjadinya kebakaran, melalui rancangan pemasangan sistem deteksi & alarm kebakaran, sistem pemadam basis air (sprinkler, slang kebakaran, hosereel), sistem pemadam basis kimia (apar, pemadam khusus) dan sarana pendukungnya (disebut sistem proteksi aktif). 3. Pengendalian lewat tata kelola bangunan yang meng-antisipasi terjadinya bahaya kebakaran didasarkan pada analisis potensi bahaya kebakaran, analisis resiko dan penaksiran bahaya kebakaran (fire hazard assessment) sesuai tahap-tahap pertumbuhan kebakaran dalam ruangan. Tata kelola ini sering disebut sebagai Fire Safety Management yang mencakup kondisi sebelum, pada saat dan setelah kejadian kebakaran.
Analytical Hierarchy Process (AHP) Dalam penelitian ini digunakan AHP untuk membandingkan tingkat kepentingan antara dua hal dengan akurat sehingga dapat dipertanggungjawabkan, yaitu untuk membandingkan antara pertanyaan yang satu dengan yang lain dari kuesioner sehingga diketahui bobot masing-masing pertanyaan. Untuk itu, Saaty menetapkan skala kualitatif 1 sampai dengan 9 untuk menilai perbandingan tingkat kepentingan antar komponen dan subkomponen. Metode ini dipilih dengan tujuan untuk mengurangi unsur subyektivitas pada pembobotan. Analytical Hierarchy Process yang dikembangkan oleh Saaty (1988) dapat memecahkan masalah yang kompleks dimana aspek atau kriterianya cukup banyak. Kelemahan dari metode ini adalah karena penilaian atau keputusan yang dibuat sebagian didasarkan pada logika dan sebagian lagi unsur-unsur bukan logika seperti perasaan, pengalaman, dan intuisi. Manusia mempunyai keterbatasan dalam menyatakan persepsinya secara konsisten terutama kalau harus membandingkan banyak komponen.
Pengelolaan Pasar Tradisional Menurut Perda Kodya Dati II Yogyakarta No. 2 tahun 2009 tentang Pasar di dalam Pasal 4 Ayat (3) (Sekretariat Kodya Dati II Yogyakarta, 2009), disebutkan bahwa pengelolaan pasar meliputi antara lain pemanfaatan dan Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7)
K - 208
Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013
Manajemen Konstruksi
pemeliharaan bangunan pasar dan fasilitas pasar; pengelolaan kebersihan pasar; penataan, penertiban dan pengamanan pasar; Diambil dari buku Pemberdayaan Pasar Tradisional (Departemen Perdagangan RI, 2006), disebutkan bahwa pembenahan pengaturan sarana fisik pasar ditinjau dari arsitektur bangunan; dibutuhkan lahan atau ruang yang besar dengan rencana bangunan untuk pencegahan kebakaran yaitu pencegahan dan perangkat penanggulangan kebakaran dilakukan dengan penyediaan tabung pemadam pada setiap grup kios. Hidran untuk armada pemadam kebakaran harus tersedia di tempat yang mudah dijangkau.
4. METODE PENELITIAN Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di pasar-pasar tradisional yang berada di wilayah Kotamadya Yogyakarta. Jenis pasar tradisional yang diteliti kategori umum dan diklasifikasikan berdasarkan Kelas III yaitu meliputi Pasar Demangan, Pasar Kranggan, Pasar Kotagede, Pasar Pathuk, Pasar Sentul, dan Pasar Serangan.
Langkah-langkah Penelitian 1 2
3 4
Setelah merumuskan masalah, kemudian menentukan indikator yang dipakai untuk menyusun instrumen penelitian. Pengumpulan data melalui survei a Data Primer : 1) komunikasi langsung (wawancara), maupun tak langsung yaitu berupa pengisian kuesioner kepada pengelola pasar. Bentuk kuesioner berupa tipe pilihan, yaitu meminta responden untuk memilih jawaban yang telah tersedia, pertanyaannya mengenai sistem manajemen kebakaran dan kondisi sanitasi lingkungan; 2) melihat langsung di lapangan (observasi) dan melakukan penilaian berdasarkan visualisasi kondisi pasar tradisional yang ditinjau. b Data Sekunder yaitu data yang diperoleh dari pihak Dinas Pengelolaan Pasar Kota Yogyakarta berupa denah bangunan, gambar tampak bangunan, pihak UPT Pasar tradisional berupa luas area bangunan, jenis bahan dagangan, dan dari pihak atau instansi lain yang mendukung penelitian ini yaitu dari Instansi KPKB Perlindungan Masyarakat Kota Yogyakarta. Menghitung nilai risiko kebakaran dan kondisi sanitasi lingkungan tiap pasar berdasarkan data dari kuesioner. Membuat kesimpulan dan saran, hasil penelitian ini berupa penilaian serta pembandingan risiko kebakaran antar pasar dan kondisi sanitasi lingkungan secara umum.
5. HASIL DAN PEMBAHASAN Kriteria Penilaian Penilaian berdasarkan kondisi saat ini di lapangan yaitu mengenai sarana dan prasarana proteksi terhadap bahaya kebakaran dan manajemen penanggulangannya untuk resiko kebakaran, pengolahan air limbah dan kebersihan lingkungan untuk kondisi sanitasi lingkungan. Juga didasarkan oleh kriteria atau pembatasan kondisi komponen bangunan yang terdapat dalam kuisioner. Kondisi setiap komponen atau bagian bangunan harus dinilai atau dievaluasi. Nilai kondisi komponen proteksi kebakaran bangunan dan kondisi sanitasi lingkungan dibagi dalam tiga tingkat, seperti di lihat di Tabel 2. Tabel 2. Tingkat Penilaian Audit Kebakaran Nilai 100 80 60
Kesesuaian Sesuai Persyaratan Terpasang tetapi ada sebagian kecil instalasi yang tidak sesuai persyatan Tidak sesuai sama sekali
Keandalan Baik Cukup Kurang
Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7) Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013
K - 209
Manajemen Konstruksi
Tabel 3. Tingkat Penilaian Audit Sanitasi Lingkungan Nilai 100
Kesesuaian Sesuai Persyaratan Limbah diolah tetapi ada sebagian kecil instalasi yang tidak sesuai persyatan Tidak sesuai sama sekali
80 60
Keandalan Baik Cukup Kurang
Hasil Akhir Penilaian Bahaya Kebakaran dan Kondisi Sanitasi Lingkungan Penulis membuat batasan yang dipakai untuk menyatakan hasil akhir penilaian, seperti diperlihatkan pada tabel berikut. Tabel 4. Kategori Hasil Akhir Penilaian Hasil akhir Penilaian 0,90 – 1
Kategori yang diberikan Tidak berisiko
0,75 – 0,89
Cukup berisiko
0,60 – 0,74
Sangat berisiko
Kesesuaian dengan Kondisi Sesuai Persyaratan Terpasang tetapi ada sebagian kecil instalasi yang tidak sesuai persyaratan Tidak sesuai sama sekali
Selanjutnya indeks kondisi komponen dikalikan dengan bobot masing-masing komponen, kemudian hasilnya dijumlahkan sehingga mendapatkan hasil akhir berupa tingkat risiko kebakaran dan kondisi sanitasi lingkungan. Hasilnya dapat diilustrasikan lewat gambar berikut.
Tidak Berisiko 0,83
0,90 Cukup Berisiko
0,81
0,85 0,82
0,79 0,75
0,75 Sangat Berisiko
0,60 Pasar Demangan
Pasar Kranggan
Pasar Kotagede
Pasar Pathuk Pasar Sentul
Pasar Serangan
Gambar 1. Hasil Akhir Penilaian Kondisi Risiko Kebakaran Hasil tersebut di atas dapat dibahas dengan mengambil nilai tertinggi dan terendah : 1. Pasar Pathuk sebagai pasar tradisional dengan nilai akhir tertinggi atau dengan kata lain masih dalam tingkat cukup berisiko, yaitu: a. Tinjauan situasi dan kondisi bangunan cukup kondusif bagi timbulnya kebakaran; b. Awal kecenderungan timbulnya api dari instalasi listrik, kondisi kompor atau alat masak lain, dan kebiasaan orang mematikan rokok sebelum dibuang dinilai cukup berpengaruh; c. Sistem proteksi aktif dinilai kurang memadai, dikarenakan alat pemadam yang tersedia tidak dipasang di setiap los/kios atau area yang memiliki potensi kebakaran tinggi tetapi hanya disimpan di kantor dengan alasan rawan terjadi tindak pencurian alat; d. Sistem proteksi pasif dinilai memadai untuk tim penanggulangan kebakaran melakukan pergerakan atau tindakan pemadaman, dan struktur bangunan mampu menahan kebakaran selama mungkin untuk memberi kesempatan penghuni menyelamatkan diri sebelum akhirnya bangunan roboh; e. Sistem manajemen kebakaran rata-rata dilaksanakan dengan baik seperti secara rutin diperiksa alat pemadam kebakaran, diadakan pelatihan dan sosialisasi penanggulangan bahaya kebakaran.
Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7)
K - 210
Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013
Manajemen Konstruksi
2.
Pasar Serangan sebagai pasar tradisional dengan nilai akhir terendah atau dengan kata lain dalam tingkat sangat berisiko, yaitu: a. Tinjauan situasi dan kondisi bangunan tidak kondusif bagi timbulnya kebakaran terutama jenis bahan bangunannya yang berbahan beton; b. Awal kecenderungan timbulnya api dari instalasi listrik dan kebiasaan orang mematikan rokok sebelum dibuang dinilai cukup berpengaruh, sedangkan kondisi kompor atau alat masak lain kurang terawat maupun terlindungi dari bahan lain yang mudah terbakar; c. Sistem proteksi aktif dinilai kurang memadai, dikarenakan alat pemadam yang tersedia tidak dipasang di setiap los/kios atau area yang memiliki potensi kebakaran tinggi tetapi hanya disimpan di kantor dengan alasan rawan terjadi tindak pencurian alat; d. Sistem proteksi pasif dinilai cukup memadai untuk tim penanggulangan kebakaran melakukan pergerakan atau tindakan pemadaman, dan struktur bangunan mampu menahan kebakaran selama mungkin. Sedangkan sarana jalan keluar darurat dinilai kurang baik karena koridor utama sempit, selalu penuh dengan orang yang berjualan, dan tidak ada alternatif jalan lain yang khusus dibuat untuk keadaan darurat; e. Sistem manajemen kebakaran rata-rata tidak dilaksanakan dengan baik seperti tidak adanya tim darurat, tidak diadakan pelatihan dan sosialisasi penanggulangan bahaya kebakaran. 3. Secara umum kondisi sanitasi lingkungan seluruh pasar ditinjau dari Fasilitas Bangunan a. Saluran air kotor; kondisi saluran baik, bisa mengalirkan air dengan lancar, lantai tidak tergenangi baik di dalam los daging, ikan, maupun di KM/WC. b. Kualitas air baku; air yang digunakan sehari-hari untuk MCK dan keperluan ibadah diambil dari sumur dan ditampung dalam dua buah bak penampung air dengan kapasitas tampungan seluruhnya 1000 L. c. Sirkulasi udara; kondisi di dalam bangunan pasar sempit, pasar tertutup oleh dinding pembatas, ketinggian langit-langit ± 3,5 m dari lantai, area terbuka hanya terdapat di bagian belakang pasar,. d. Kios/los; Kondisi kios dan los tersebut selalu penuh dengan dagangan. Kios sebagai bangunan permanen terbuat dari dinding bata dan struktur beton, sedangkan para pedagang los dengan dagangan bersifat kering menggunakan bahan-bahan kayu sebagai meja dan lemari penyimpan, untuk los daging dan ikan menempati tempat tersendiri. Kebersihan los daging dan ikan setelah operasional terjamin. e. Dapur; di dalam bangunan pasar terdapat dapur yang diusahakan oleh pedagang untuk aktifitas memasak dan melayani para pedagang sendiri. Sirkulasi asap kurang lancar, banyak jelaga, kotor. Di kios makanan depan pasar dan samping pasar kondisinya sama tidak jauh berbeda, yaitu kurang terawat. 2. Tinjauan kebersihan lingkungan dari sampah; kebiasaan para pedagang untuk membuang sampah di tempat sampah sudah cukup baik. Selama ini pengelolaan sampah dinilai baik, petugas kebersihan selalu membersihkan setiap hari mulai pukul 09.00 untuk luar bangunan pasar, pukul 11.00 – 12.00 untuk dalam bangunan pasar. Sampah dikumpulkan dalam satu tempat penampungan sementara sebelum akhirnya diambil oleh Dinas Kebersihan setiap 10.00 dan 17.00. Saat ini terdapat tempat sampah dengan kondisi tanpa tutup, penempatannya kurang merata dan tidak mewakili setiap selasar, sehingga masih ada sampah yang berserakan karena wadah tidak bisa lagi menampung sampah. 3. Tinjauan jenis dan penempatan dagangan : a. Zonasi ikan, daging; sudah dilakukan cukup baik dengan terpusat di satu wilayah, namun masih ada pedagang lain berjualan di luar area yang telah ditentukan. b. Zonasi sayuran, buah; masih tersebar di hampir sebagian pasar. c. Zonasi kertas, pakaian; masih tersebar.
6. PENUTUP Kesimpulan Sesuai tujuan penelitian dan setelah melakukan analisis data serta diketahui hasilnya, untuk studi kasus di pasarpasar tradisional kelas III kota Yogyakarta dapat disimpulkan: 1 peringkat risiko kebakaran dinilai cukup berisiko dengan urutan dari paling kecil tingkat risikonya adalah a Pasar Pathuk b Pasar Kotagede c Pasar Sentul d Pasar Kranggan e Pasar Demangan f Pasar Serangan 2 faktor-faktor dominan yang mempengaruhi risiko bahaya kebakaran secara berurutan adalah a Sistem Manajemen Kebakaran b Sistem Proteksi Pasif c Sistem Proteksi Aktif Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7) Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013
K - 211
Manajemen Konstruksi
3
d Situasi dan Kondisi Bangunan pasar e Awal Kecenderungan timbulnya api Secara umum kondisi sanitasi lingkungan seluruh pasar ditinjau dari Fasilitas Bangunan, tinjauan kebersihan lingkungan dari sampah, dan tinjauan jenis dan penempatan dagangan kondisi sanitasi lingkungan cukup.
Saran Sesuai dengan manfaat penelitian, disarankan perlu dilakukan evaluasi kesiapan pengelola selama ini dengan menitikberatkan pada permasalahan : 1. fasilitas bangunan terutama instalasi listrik untuk menghindari bahaya korsleting dan perlunya pemasangan alat pemadam api ringan (portable) di setiap los, selalu mengecek kondisi alat secara berkala, serta perlu juga dipasang alat pemadam kebakaran lain seperti hidran untuk mengantisipasi bahaya kebakaran yang lebih besar. Bila diperlukan dipasang sprinkler. 2. perlu dipertimbangkan adanya koordinasi dengan instansi lain yaitu KPKB Perlindungan Masyarakat Pemerintah Kota Yogyakarta untuk mengadakan sosialisasi atau pelatihan mengenai pencegahan dan penanggulangan bahaya kebakaran; 3. perlu kajian ulang mengenai penataan pasar, bisa berupa bentuk atau desain tata ruang, renovasi bangunan lantai, atap, dinding, dan penggantian kolom-kolom yang masih berbahan kayu dengan bahan yang tidak mudah terbakar seperti beton bertulang, sehingga meningkatkan rasa aman, kenyamanan dan menjamin keselamatan pengguna pasar; 4. membuat standar operasional prosedur tindakan pencegahan dan penanggulangan kebakaran, serta pembentukan tim darurat penanggulangan kebakaran; 5. membuat standar operasional prosedur pengelolaan kebersihan lingkungan; 6. perlu dipasang brosur/leflet/poster mengenai bahaya kebakaran dan larangan merokok di dalam pasar;
DAFTAR PUSTAKA Chandra, B. (2006). Pengantar Kesehatan Lingkungan. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta Heru Purnomo (2008). “Asesmen Risiko Kebakaran Pasar-Pasar di Wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta”. Jurnal Teknologi, Edisi No. 2 Tahun XXII, hal 81-89 Menteri Negara Pekerjaan Umum RI (2000). Keputusan Menteri Negara Pekerjaan Umum No. 10/KPTS/2000 tentang Ketentuan Teknis Pengamanan Terhadap Bahaya Kebakaran pada Bangunan Gedung dan Lingkungan Menteri Negara Pekerjaan Umum RI (2000). Keputusan Menteri Negara Pekerjaan Umum No. 11/KPTS/2000 tentang Ketentuan Teknis Manajemen Penanggulangan Kebakaran Di Perkotaan Menteri Perdagangan RI. (2006). Pemberdayaan Pasar Tradisional (Dalam Rangka Peningkatan Daya Saing Pasar Tradisional). Buku Pemberdayaan Pasar Tradisional, Departemen Perdagangan RI Pedoman Teknis Pemeriksaan Keselamatan Kebakaran Bangunan Gedung Departemen PU, Puslitbang Permukiman Sekretariat Kodya Dati II Yogyakarta (2009). Peraturan Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Yogyakarta No. 2 tahun 2009 tentang Pasar Saaty, T.L. (1988). Pengambilan Keputusan bagi para Pemimpin. PT Pustaka Binaman Pressindo. Jakarta Sekretariat Kabinet RI (2008). Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 112 tahun 2007 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan, dan Toko Modern Suprapto (2008). “Tinjauan Eksistensi Standar-Standar (SNI) Proteksi Kebakaran dan Penerapannya dalam Mendukung Implementasi Peraturan Keselamatan Bangunan”. Prosiding PPIS, Bandung Wismantoro, Bayu (2009). “Analisis Kesiapan Pasar Tradisional Menghadapi Bahaya Kebakaran”. Penelitian LP2M – UST. Yogyakarta Wismantoro, Bayu (2010). “Mitigasi Bahaya Kebakaran di Enam Pasar Tradisional kelas III Kota Yogyakarta”. Prosiding Seminar Nasional UTY. Yogyakarta
Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7)
K - 212
Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013