15
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK VETO DEWAN KEAMANAN PERSERIKATAN BANGSA BANGSA DAN PRINSIP PERSAMAAN KEDAULATAN
2.1. Sejarah Lahirnya Perserikatan Bangsa-Bangsa Kegagalan Liga Bangsa-Bangsa (LBB) mencegah Perang Dunia ke-2 tidak melenyapkan keyakinan bahwa hanya oleh satu bentuk organisasi publik negaranegara dapat tercapai suatu sistem keamanan kolektif yang dapat melindungi masyarakat internasional dari bencana perang.1 Lahirnya Perserikatan Bangsa-Bangsa diawali dengan perumusan Piagam Atlantik (Atlantic Charter) yang di dilakukan oleh Roosevelt yang merupakan Presiden Amerika Serikat dan Churchill selaku Perdana Menteri Inggris pada tanggal 14 Agustus 1941. Piagam ini memuat prinsip bersama dalam menjalankan kebijaksanaan-kebijaksanaan dua negara. Piagam Atlantik juga memuat kehendak untuk melaksanakan kerjasama sepenuhnya antara semua bangsa di lapangan ekonomi dengan tujuan menetapkan bagi semua orang perbaikan standar harga kemajuan ekonomi dan jaminan sosial.2 Pada tanggal 1 Januari 1942 dikeluarkan suatu deklarasi yang dikenal sebagai Deklarasi PBB atau disebut juga Declaration of the United Nations, yang di tandatangani oleh Rosevelt, Churchill, Litvinov dari USSR dan Soong dari China.
1
D.W. Bowett 1995, Op.cit. h. 30.
2
Teuku May Rudy, 2002, Hukum Internasional 2, PT. Refika Aditama, Bandung, h. 115.
16
Keempat negara telah menyetujui adanya program umum dengan prinsip-prinsip dan maksud-maksud melengkapi Atlantic Charter dan mereka menyetujui akan melawan musuh secara bersama-sama.3 Deklarasi Moskow kemudian dilaksanakan pada tanggal 30 Oktober 1943 sebagai tindak lanjut atas Deklarasi PBB. Deklarasi ini ditandatangani oleh V.M. Molotov dari USSR, Anthony Eden dari Inggris, Gardell Hull dari AS dan Foo Ping Sheung.4 Keempat pemerintah negara tersebut mengakui perlunya mendirikan suatu organisasi internasional publik yaitu organisasi yang dibentuk dengan perjanjian internasional oleh beberapa negara yang didalamnya teruat fungsi, tujuan, kewenangan, asas, dan struktur organisasi yang dapat bekerja dalam waktu segera serta didasarkan atas prinsip persamaan kedaulatan dari seluruh negara yang cinta damai yang terbuka terhadap keanggotaan negara baik negara besar maupun kecil serta
memelihara perdamaian dan keamanan
internasional.5 Presiden Rosevelt, Stalin dan Churchill kemudian bertemu di Teheran pada tanggal 1 Desember 1943, dan mendeklarasikan bahwa mereka bertanggung jawab penuh dan akan mengusahakan perdamaian yang akan dipimpin oleh kemauan baik dari rakyat diseluruh dunia dan menentang perang demi generasi yang akan datang.6
3
Sri Setiaingsih Suwardi 2004, Op.cit, h. 250.
4
Teuku May Rudy 2002, Op.cit, h. 116.
5
Sefriani, 2009, Hukum Internasional Suatu Pengantar, PT RajaGrfindo Persda, Jakarta, h.
142 6
Sri Setiaingsih Suwardi 2004, Op.cit, h. 252.
17
Konferensi di Dumbarton Oaks dilaksanakan tanggal 21 Agustus sampai 28 September 1944. Konferensi ini membicarakan tentang tujuan dan asal organisasi, keanggotaan, dan kelengkapan utama dan keamanan internasional serta kerjasama internasional di bidang ekonomi dan sosial. Pada konferensi itu juga diusulkan badan yang paling menentukan pemeliharaan perdamaan internasional, yaitu lima negara besar ( China, Perancis, Rusia, Inggris dan Amerika Serikat).7 Pertemuan antara Roosevelt, Churchill dan Stalin kemudian diadakan di Yalta ( Yalta Agreement ) antara tanggal 4-11 Februari 1945. Keputusan yang penting yang dihasilkan adalah mengenai prosedur pemungutan suara di Dewan Keamanan, perihal anggota asli PBB dan diterimanya sistem perwalian ( trusteeship ) untuk mengganti sistem mandat dalam rangka LBB.8 Amerika Serikat sebagai negara sponsor mengundang empat puluh enam negara pada tanggal 5 Maret 1945 untuk menghadiri konferensi yang dibuka pada tanggal 25 April 1945 di San Fransisco. Konferensi ini disebut The United Confrence of International Organization.9 Pembahasan atas konsep Piagam dilakukan dalam empat bagian yang masing-masing ditandatangani oleh empat komisi : 1.
Komisi I menangani masalah tujuan umum organisasi
2.
Komisi II memperbincangkan kekuasaan-kekuasaan dan tanggung jawab Majelis Umum
7
Teuku May Rudy 2002, Loc.cit
8
Sri Setiaingsih Suwardi 2004, Op.cit. h. 256.
9
Ibid, h. 258.
18
3.
Komisi III memperrbincangakn Dewan Keamanan
4.
Komisi IV menelaah konsep mengenai status Mahkamah Internasional yang telah disiapkan di Washington.10 Konferensi di San Fransisco selesai dilaksanakan pada tanggal 24 Juni 1945
dan menerima suara bulat dari seluruh Piagam PBB. Esok harinya tanggal 26 Juni diadakan upacara penandatanganan yang dilakukan di Gedung Opera di San Fransisco. Menurut ketentuan Piagam PBB berlaku setelah diratifikasi oleh negara penanda tangan dan termasuk lima negara tetap Dewan Keamanan (Pasal 110 Piagam PBB). Syarat berdirinya PBB dipenuhi tanggal 24 Oktober 1945 dengan Resolusi Majelis Umum pada tanggal 31 Oktober 1947. Tanggal 24 Oktober dinamakan Hari PBB.11
2.2. Pengertian Hak Veto Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa Bangsa Sebagai organisasi internasional yang menaungi negara-negara di dunia, PBB bertujuan
untuk
memelihara
perdamaian
dan
keamanan
internasional,
mengembangkan hubungan persahabatan antar bangsa berdasarkan prinsip-prinsip persamaan derajat, mencapai kerjasama internasional dalam memecahkan persoalan internasional di bidang ekonomi, sosial dan kebudayaan serta masalahmasalah kemanusiaan, hak-hak asasi manusia serta menjadi pusat bagi penyelenggaraan segala tindakan-tindakan bangsa-bangsa dalam mencapai tujuan bersama. PBB sebagai organisasi internasional guna mencapai maksud dan tujuan
10
Teuku May Rudy 2002, Op. cit. h. 117.
11
Sri Setianingsih Suwardi 2004, Op.cit, h. 264.
19
tersebut di atas, maka diciptakanlah alat perlengkapan atau organ utama. Piagam menyatakan bahwa telah dibentuk organ-organ utama PBB di antaranya Majelis Umum PBB, Dewan Keamanan, Dewan Ekonomi dan Sosial, Dewan Perwalian, Mahkamah Internasional dan Sekretariat12. Salah satu organ utama PBB yang paling menonjol adalah Dewan Keamanan. Dewan Keamanan memiliki tugas utama di dalam Piagam untuk menjaga perdamaian dan keamanan internasional.13 Dewan keamanan anggotanya terdiri dari lima belas anggota. Lima negara merupakan anggota tetap dan sepuluh sisanya merupakan anggota tidak tetap. Kesepuluh negara anggota tidak tetap dipilih untuk waktu dua tahun oleh Majelis Umum PBB. Syarat untuk dapat dipilih sebagai anggota tidak tetap di antaranya didasarkan atas pertimbangan sumbangan yang diberikan oleh negara calon anggota tidak tetap dalam memelihara perdamaian dan keamanan internasional dan tujuan lain dari organisasi (PBB) serta atas pertimbangan pembagian secara geografis. Peranan Dewan Keamanan sehubungan dengan Pasal 39 Piagam PBB memberikan kewenangan pada Organ tersebut untuk menentukan apakah suatu tindakan membahayakan atau tidak membahayakan perdamaian dan keamanan internasional. Setiap keputusan Dewan Keamanan harus mendapat bantuan dan dilaksanakan oleh setiap anggota dan juga oleh negara bukan anggota. Pembatasan terhadap wewenang Dewan Keamanan sendiri dibagi atas pembatasan yuridis dan pembatasan non yuridis. Pembatasan yuridis dapat dilihat
12
13
Pasal 7 ayat (1) Piagam PBB
Anonim, Main Organs ( Securuty Council ) http://www.un.org/en/sections/about-un/mainorgans/index.html, Diakses tanggal 1 November 2015
20
pada ketentuan Pasal 1 dan Pasal 2 Piagam PBB, sedangkan pembatasan non yuridis yaitu berupa adaya hak veto dari anggota tetap Dewan Keamanan PBB. Hak veto adalah keabsahan untuk membatalkan suatu resolusi yang telah diputuskan oleh suara terbanyak anggota Dewan Keamanan.14 Dasar pemikiran yang melandasi diberikan hak veto yaitu bahwa pada anggota-anggota inilah dibebankan tanggung jawab terberat untuk memelihara perdamaian dan keamanan internasional oleh karena itu kepada mereka harus diberikan hak suara final dan menentukan dalam memutuskan tentang bagaimana tanggung jawab itu harus dilaksanakan. Piagam PBB tidak menyebutkan secara jelas apa yang dimasud hak veto akan tetapi kelima anggota tetap Dewan Keamanan PBB memiliki apa yang dinamakan hak veto tersebut. Apabila salah satu dari lima negara anggota tetap Dewan Keamanan PBB menggunakan hak vetonya untuk menolak suatu keputusan yang telah disepakati anggota yang lain, maka keputusan tersebut tidak dapat dilaksanakan.
2.3. Sejarah Perkembangan Hak Veto Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa Bangsa Hak veto yang dimiliki oleh negara-negara besar pada awalnya dibicarakan secara teratur pada waktu merumuskan Piagam PBB, baik di Dumbarton Oaks maupun di Yalta dan di San Fransisco. Bahwasanya kepada kelima negara yang dianggap sangat bertanggung jawab pada penyelesaian Perang Dunia II akan merupakan anggota tetap Dewan Keamanan dan kepada mereka diberikan hak
14
T. May Rudy, 2002, Op.cit , h.102.
21
veto, hal ini adalah merupakan imbalan dari tanggung jawab mereka terhadap perdamaian dan keamanan internasional (primary responsibilities).15 Secara hukum kekuasaan yang dimiliki oleh anggota tetap Dewan Keamanan PBB ini merupakan previleges yang diberikan kepada mereka. Namun secara hukum pula mereka tidak mempunyai kewajiban atau tanggung jawab yang berbeda dengan negara anggota PBB lainnya. Piagam hanya menentukan bahwa tanggung jawab utama (primary responsibilities) untuk perdamaian dan keamanan internasional ada pada pihak Dewan Keamanan dan bukan pada anggota tetap Dewan Keamanan.16 Pembicaraan di Dumbarton Oaks menemui perbedaan perumusan tentang pasal mengenai veto. Amerika Serikat menghendaki supaya ada aturan yang membatasi penggunaan veto, misalnya dalam soal tata tertib. Demikian juga supaya suara dari negara yang menjadi pihak dalam sengketa yang dibicarakan di Dewan Keamanan tidak mempunyai hak suara, juga bagi negara anggota tetap Dewan Keamanan, maka negara tersebut tidak dapat tanpa pembatasan. Pembicaraan di Yalta tentang veto ini berlanjut, pembahasannya dititik beratkan pada anggota tetap Dewan Keamanan. Anggota tetap Dewan Keamanan yang memiliki hak veto diwajibkan abstain dalam pemungutan suara yang diambil untuk penyelesaian sengketa di mana mereka merupakan pihak yang berselisih. Rusia berjuang dengan gigih untuk dapat mempergunakan hak vetonya di dalam segala kasus tanpa memperhatikan konsep yang ideal dalam hukum bahwa tidak
15
Sri Setianingsih Suwardi 2004, Op. cit., h. 291.
16
Hans Kelsen,1951, The Law of United Nations,Stevens & Sons Limited, London, h.272.
22
ada seorangpun yang dapat menjadi hakim dalam masalahnya sendiri. Akhirnya Rusia menerima saran Amerika Serikat, bahwa anggota tetap Dewan Keamanan harus abstain bila ada pemungutan
suara yang harus diambil tentang suatu
sengketa di mana mereka adalah salah satu pihak dalam sengketa. Pasal 27 Piagam PBB menyatakan : 1. 2. 3.
Each member of the security council shall have one vote17 Decision of the security council on procedural matters shall be made by an affirmative vote of nine members18 Decisions of the security council on all others matters including the concurring votes of the permanent members;provided that, in decision under chapter VI ,and under paragraph 3 of Article 52, a party toa dispute shall abstain from voting19 Pasal 27 ayat (1) Piagam PBB menyatakan bahwa setiap anggota Dewan
Keamanan mempunyai satu suara. Jika ketentuan Pasal 27 ayat (1) ini dihubungkan dengan Pasal 27 ayat (3), maka akan nampak perbedaan hak suara antara anggota tetap Dewan Keamanan dengan anggota tidak tetap Dewan Keamanan. Perbedaan ini terletak pada masalah non prosedural dan masalah prosedural. Berkaitan dengan masalah non prosedural ditetapkan bahwa keputusan harus diputuskan oleh minimal sembilan suara, termasuk suara bulat dari lima anggota tetap Dewan Keamanan. Sedangkan untuk masalah prosedural ditetapkan bahwa keputusan akan diambil minimal oleh sembilan suara anggota Dewan Keamanan (tidak harus dengan suara bulat anggota tetap Dewan Keamanan). Ketentuan ini menunjukkan betapa besarnya peran dan pengaruh
17
Pasal 27 ayat 1 Piagam PBB
18
Pasal 27 ayat 2 Piagam PBB
19
Pasal 27 ayat 3 Piagam PBB
23
anggota tetap Dewan Keamanan dalam proses pengambilan keputusan karena untuk masalah-masalah penting yang menyangkut perdamaian dan keamanan internasional (non prosedural) harus atas persetujuan mereka secara bulat. 20 Kekuatan hak veto yang semula dimaksudkan
sebagai alat agar Dewan
Keamanan memiliki kekuatan yang memadai, dalam prakteknya telah menyimpang dari maksud semula serta sering dianggap membuat berlarut larutnya masalah internasional yang membawa akibat pada masalah kemanusiaan akibat digunakannya hak ini oleh negara-negara besar yang dianggap membawa kepentingannya sendiri dan juga kelompok. Penggunaan hak veto oleh kelima negara anggota tetap Dewan Keamanan, terutama Rusia seperti yang termuat dalam Security Council - Veto List ( in reverse chronological order ) telah mencapai 193 veto sepanjang tahun 1946 hingga 2015.21 Hal demikian semakin mempertegas bahwa keberadaan hak veto menempatkan kelima negara anggota tetap Dewan Keamanan PBB memiliki kedudukan dan atau kedaulatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan negara- negara anggota PBB lainnya. Konsep tersebut bertentangan dengan asas persamaan kedaulatan ( Principle of Sovereign Equality ) yang menjadi dasar dari Piagam. Hak veto yang dimiliki oleh kelima negara tersebut mejadi alat untuk melancarkan sebuah rencana yang mengacu pada kepentingan nasional yang dimiliki oleh masing-masing negara anggota tetap Dewan Keamanan PBB serta memiliki kecenderungan sebagai alat untuk saling mengancam dengan menggunakan vetonya dalam forum tertutup agar
20
Sri Setianingsih Suwardi 2004, Op. cit., h. 293
21
UN Documents, 2016, Security Council - Veto List ( in reverse chronological order ),
Loc.cit
24
kepentingan mereka masing-masing dapat terpenuhi tanpa sama sekali peduli terhadap negara tidak tetap. Opini yang berkembang pada masyarakat internasional saat ini terutama pada negara-negara dunia ketiga, mengatakan bahwa keberadaan kelima negara anggota tetap Dewan Keamanan PBB dengan hak vetonya itu perlu ditinjau kembali, karena perkembangan dunia yang sudah semakin global dan demokrasi yang semakin berkembang, serta berlarut-larutnya upaya penyelesaian sengketa internasional yang membawa dampak pada masalah kemanusiaan akibat digunakannya hak veto. Hal demikian menimbulkan pemikiran bahwa PBB perlu direstrukturisasi atau direformasi, terutama organ Dewan Keamanan, agar dapat mengakomodasi perkembangan internasional, khususnya negara-negara dari dunia ketiga.22 Untuk keperluan tersebut, Pasal 108 Piagam PBB dan 109 Piagam PBB mengatur tentang perubahan terhadap ketentuan Piagam yang dianggap tidak relevan lagi. Perihal perubahan terhadap ketentuan Piagam dinyatakan bahwa perubahan-perubahan yang diadakan terhadap Piagam ini berlaku bagi semua anggota PBB apabila hal itu telah diterima oleh suara dua pertiga dari anggota anggota Majelis Umum dan diratifikasi sesuai dengan proses-proses perundangundangan dari dua pertiga anggota- anggota PBB termasuk semua anggota tetap Dewan Keamanan.23 Suatu konferensi umum dari anggota PBB yang bermaksud meninjau Piagam yang telah ada, dapat diselenggarakan pada waktu dan tempat
22
Setyo Widagdo 2007, Op.cit. h. 6.
23
Pasal 108 Piagam PBB
25
yang disetujui oleh dua pertiga suara anggota Majelis Umum serta sembilan suara anggota manapun dari Dewan Keamanan PBB.24 Setiap anggota PBB hanya mempunyai satu suara dalam konferensi tersebut. Setiap perubahan dari Piagam yang ada, disepakati oleh dua pertiga suara dari sidang akan
berlaku apabila diratifikasi
sesuai
dengan
proses-proses
konstitusional oleh dua pertiga dari anggota-anggota PBB termasuk segenap anggota tetap Dewan Keamanan. Apabila sidang seperti tersebut di atas belum diadakan sebelum sidang tahunan yang kesepuluh dari Majelis Umum sesudah berlakunya Piagam yang sekarang, maka usul untuk mengadakan sidang tersebut agar dicantumkan dalam agenda sidang Majelis Umum PBB dan sidang akan diadakan apabila ditetapkan demikian berdasarkan suara terbanyak dari anggota Majelis Umum serta sembilan suara anggota manapun dari Dewan Keamanan. Amandemen terhadap Piagam PBB tentang Dewan Keamanan sebenarnya sudah pernah dilakukan, namun amandemen tersebut hanya mengamandemen terhadap penambahan jumlah anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB dan tidak mengenai atau menyentuh hak veto. Hal ini terjadi karena secara logika, tidak mungkin kelima negara pemegang hak veto bersedia melepaskan hak istimewa mereka masing-masing.25
24
Pasal 109 Piagam PBB
25
Ni Komang Ayu Suriani 2012, Op.cit. h. 90.
26
2.4. Perkembangan Pemikiran Tentang Prinsip Persamaan Kedaulatan Kedaulatan merupakan padanan istilah sovereignty (bahasa Inggris), souverainete (bahasa Perancis), Souvereiniteit (bahasa Belanda), sovranus (bahasa Italia). Istilah – istilah asing ini berasal dari kata Latin “Superanus” yang mempunyai arti tertinggi. Sebagai istilah politik, perkataan sovereignty timbul pada abad ke-15.26Beberapa sarjana terkemuka yang membuat istilah tersebut terkenal adalah sarjana Perancis Jean Bodin, sarjana Inggris Thomas Hobbes dan Jhon Austin. Sebagai orang yang pertama kali meletakkan kedaulatan sebagai atribut negara, Jean Bodin mengemukakan bahwa kedaulatan adalah kekuasaan tertinggi.
Kedaulatan
mempunyai
sifat
atau
hakikat
yaitu
asli
(ursprunglich,oorspronkelijk), artinya tidak diturunkan dari suatu kekuasaan lain atau tidak berasal dari penyerahan kekuasaan lain, langgeng atau abadi (permanent, duurzaan), tertinggi, tidak dapat dibagi-bagi dan tidak dapat dialihkan. Kedaulatan ialah kekuasaan tertinggi yang dimiliki oleh suatu negara untuk secara bebas melakukan berbagai kegiatan sesuai kepentingannya asal saja kegiatan tersebut tidak bertentangan dengan hukum internasional. 27 Definisi dari persamaan kedaulatan kembali ditekankan pada saat Declaration on Principles of International Law, Friendly Relations and Cooperation Among States in
26
Boer Mauna, 2011,Hukum Internasional Pengertian Peranan Dan Fungsi Dalam Era Dinamika Global, P.T. Alumni, Bandung, h. 24 27
Ibid
27
Accordance with the Charter of the United Nations 1970 yang mana dinyatakan “All States enjoy sovereign equality. They have equal rights and duties and are equal members of the international community, notwithstanding differences of an economic, social, political or other nature”.28 Isi deklarasi tersebut menegaskan bahwa semua negara dapat menikmati kedaulatan yang sama. Mereka memiliki hak dan kewajiban yang sebagai anggota yang sama dari masyarakat internasional dan tidak terhalang oleh perbedaan ekonomi, sosial, politik termasuk dalam hal kedudukan mereka dalam sebuah organisasi internasional. C.F. Strong memberi arti external sovereignty sebagai “the absolute independence of one state as a whole with reference to all other states”. Berdasarkan pengertian yang diberikan C.F. Strong, dapat diketahui bahwa kedaulatan eksternal adalah kedaulatan dalam kaitan hubungan antara suatu negara dengan negara lain.29 Hubungan suatu negara dengan negara lain dapat berupa hubungan kerjasama dalam suatu organisasi internasional. Selanjutnya, negara-negara mendasarkan pergaulannya satu sama lain atas prinsip sovereign equality sebagai dasar kerjasama antarbangsa.30 Antonio Cassese pun menegaskan bahwa hukum internasional didasarkan pada seperangkat aturan melindungi kedaulatan negara dan membangun kesetaraan formal mereka dalam hukum.31
28
UN Document, Declaration on Principles of International Law concerning Friendly Relations and Co-operation among States in accordance with the Charter of the United Nations URL : http://www.un-documents.net/a25r2625.htm, diakses tanggal 27 September 2015 29
Anwar C.,Teori dan Hukum Konstitusi, 2011, Intrans Publishing, Malang. h. 27.
30
Boer Mauna 2011, Op.cit, h. 26
31
Antonio Cassese, 2005, International Law,Oxford University Press, New York. h.48.
28
Salah satu contoh organisasi internasional yang menaungi banyak negara negara berdaulat yaitu PBB yang didalamnya terdiri atas banyak negara berdaulat di dunia. PBB berpegang teguh pada Piagam PBB dalam menjalankan tugas dan wewenangnya yang didalamnya memuat tujuan dan prinsip-prinsip PBB di antaranya prinsip persamaan kedaulatan antar negara anggota PBB. Persamaan kedaulatan seperti tertuang dalam Pasal 2 ayat (1) Piagam PBB dapat diartikan bahwa semua anggota PBB tanpa kecuali memiliki kedudukan, hak dan kewajiban yang sama didalam menjalankan roda organisasi PBB. Prinsip ini sangat penting bagi semua negara anggota, karena dengan demikian PBB bukanlah organisasi internasional yang bersifat supranasional. Selain itu asas ini juga berkaitan dengan asas kegotongroyongan, artinya tindakan-tindakan yang dijalankan atas nama PBB sifatnya kolektif, bergotong royong sesuai dengan asas-asas demokrasi. Hal yang demikian mengharuskan dijalankannya
asas
koordinasi, artinya bahwa segala tindakan dan kegiatan bangsa-bangsa ke arah perdamaian harus diselaraskan dan dipersatukan.32 Komisi khusus PBB tentang Prinsip-Prinsip Hukum Internasional tentang Hubungan Baik dan Kerjasama Antar Negara (the United Nations Special Committee on Principles of Internastional Law concerning Peaceful Relation and cooperation among States) dalam tahun 1970 berhasil mencapai konsensus tentang persamaan kedudukan negara-negara. Konsensus tersebut menetapkan semua negara menikmati persamaan kedaulatan. Sebagai subyek dari Hukum Internasional mereka mempunyai hak dan kewajiban yang sama. Prinsip
32
Sri Setianingsih Suwardi 2004, O p.cit, h. 270.
29
kedaulatan merupakan suatu hak yang tidak dapat dicabut, karena merupakan ciri hakiki yang harus dipunyai oleh setiap negara apabila negara itu berkeinginan untuk tetap eksis dalam pergaulan masyarakat internasional. Organisasi internasional yang dibentuk berdasarkan prinsip ini tidak akan membedakan besar kecilnya negara sebagai anggota. Kedaulatan merupakan suatu ciri yang harus melekat pada negara. Piagam PBB memuat asas-asas kedaulatan negara yang harus dihormati oleh PBB sendiri sebagai suatu organisasi dunia terbesar pada saat ini.33 Kenyataannya dewasa ini, keberadaan prinsip persamaan kedaulatan dikesampingkan oleh adanya hak veto yang dimiliki oleh lima anggota tetap Dewan Keamanan PBB. Terlebih lagi keberadaan hak veto yang merupakan hak istimewa lima negara tersebut banyak disalahgunakan untuk menjaga kepentingan nasional dari negara-negara pemegang hak veto sehingga menimbulkan permasalahan tersendat-sendatnya penyelsaian berbagai kasus pelanggaran terhadap hukum intenasional dan merugikan negara anggota yang tidak memiliki hak veto. Keberadaan hak veto telah menyebabkan kebijakan Dewan Keamanan sebagai salah satu badan utama PBB selalu mengikuti langkah kelima negara tersebut. Penulis sependapat bahwa dalam perkembangannya hak veto merupakan alat penghambat dalam upaya pemeliharaan perdamaian dan keamanan internasional karena banyaknya penyimpangan penggunaan hak veto untuk kepentingan pribadi negara pemeganghak veto. Kekuatan ini, yaitu kekuasaan 33
Yudha Bhakti Ardhiwisastra, 2003, Hukum Internasional, Bunga Rampai Alumni,Bandung, h.166.
30
veto, merupakan alat yang sering merusak citra Dewan keamanan dan anggotaanggota tetap itu tidak segan segan mempergunakan hak veto-nya apabila mereka menganggap bahwa kepentingan kepentingan vital mereka terancam. 34 Hak veto di Dewan Keamanan PBB dinilai sangat politis bahkan dianggap
sangat
mencerminkan ketidakadilan negara-negara besar terhadap negara-negara kecil. Setiap persoalan yang dibawa ke Dewan Keamanan PBB selalu mengalami perdebatan dan bahkan konflik internal di Dewan Keamanan PBB yang mengakibatkan proses penyelesaian persoalan internasional menjadi terhambat dan berlarut-larut, karena jika ada satu negara saja menggunakan hak veto maka resolusi atau keputusan yang diambil menjadi tidak dapat dilaksanakan.
34
Sri Setianingsih Suwardi 2004, Op.cit. h. 265.