BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG DESA, KEPALA DESA, BADAN PERMUSYAWARATAN DESA, DAN PERATURAN DESA
2.1
Tentang Desa
2.1.1 Pembentukan Desa Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Pasal 1 angka 1 menyebut bahwa Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan,
kepentingan
masyarakat
setempat
berdasarkan
prakarsa
masyarakat, hak asal usul, dan/atau link tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Desa adalah suatu kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai susunan asli berdasarkan asal usul yang bersifat istimewa. Pemikiran mengenai pemerintahan desa berlandaskan keanekaragaman, partisipasi. otonomi asli, demokratisasi dan pemberdayaan masyarakat. Desa dapat melakukan perbuatan hukum, baik hukum publik maupun hukum privat, memiliki kekayaan, harta bendadan bangunan serta dapat dituntut dan menuntut dipengadilan. Asal kata "Desa" adalah berasal dan bahasa India, yaitu "swadesi". Swadesi berarti tempat asal, tempat tinggal, negara asal, atau tanah leluhur yang mcrujuk pada satu kesatuan hidup, dengan satu kesatuan norma, serta memiliki 28
batas yang jelas. Istilah desa ini. juga bisa disebut dengan istilah lain pada daerah-daerah tertentu. Misalnya saja: Dusun dan Marga bagi masyarakat Sumatra selatan , Dati di Maluku, Nagari di Minang atau Wanua di Minahasa. Terjadinya perbedaan istilah desa tersebut tidak lain karena dipengaruhi oleh budaya dan adat istiadat dari setiap desa.1 Pada hakekatnya bentuk Desa dapat dibedakan menjadi dua yaitu Desa Geneologis dan Desa Tradisional. Sekalipun bervariasi nama Desa ataupun daerah hukum yang setingkat Desa di Indonesia, akan tetapi asas atau landasan hukumnya hampir sama yaitu adat, kebiasaan dan hukum adat. Desa dapat diartikan sebagai permukiman manusia di luar kota yang penduduknya berjiwa agraris. Dalam keseharian disebut kampung, sehingga ada istilah pulang ke kampung atau kampung halaman. Desa adalah bentuk kesatuan administratif yang disebut kelurahan. Lurahnya kepala desa. Pendefinisian desa dari segi geografis ini salah satunya dikemukakan oleh Bintarto. Menurutnya, definisi desa adalah suatu hasil dari perwujudan antara kegiatan sekelompok manusia dengan lingkungannya. Hasil dari perpaduan itu adalah suatu wujud atau penampakan dimuka bumi yang ditimbulkan oleh unsur-unsur fisiografi, social ekonomis, politis, dan kultural yang saling berinteraksi antar unsur tersebut dan juga dalam hubungannya dengan daerah lain.2
1
Amin Suprihartini, 2007, Pemerintahan Desa dan Kelurahan, Cet. I, Cempaka Putih,Klaten,
2
Ibid,.
h.1.
29
Definisi desa dipandang dari pergaulan hidup dikemukakan oleh Bouman, yaitu sebagai salah satu bentuk kuno dari kehidupan bersama sebanyak beberapa ribu orang, dan hampir semuanya saling mengenal. Kebanyakan orang yang termasuk didalamnya hidup dari pertanian, perikanan, dan sebagainya, usaha yang dapat dipengaruhi oleh hukum dan kehendak alam. Lebih lanjut Bouman berpendapat bahwa dalam tempat tinggal itu terdapat banyak ikatanikatan keluarga yang rapat, ketaatan pada tradisi dan kaidah-kaidah sosial.3 Desa dipandang dari segi hubungan dengan penempatannya di dalam susunan tertib pemerintahan muncul dari Departemen Dalam Negeri yang termaktub dalam Pola Dasar dan Gerakan Operasional Pembangunan Masyarakat Desa. Adapun pengertian Desa yang dimaksud sebagai berikut: "Desa atau dengan nama aslinya yang setingkat yang merupakan kesatuan masyarakat hokum berdasarkan susunan asli adalah suatu 'badan hukum' dan 'badan pemerintahan" yang merupakan bagian wilayah kecamatan atau wilayah yang melingkunginya.”4 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah Pasal 200 ayat (2) menyebutkan Pembentukan, penghapusan, dan/atau penggabungan Desa dengan memperhatikan asal usulnya atas prakarsa
3 4
Ibid. h. 2. Ibid,.
30
masyarakat. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 Tentang Desa Pasal 2 ayat (1) menyebutkan Desa dibentuk atas prakarsa masyarakat dengan memperhatikan asal-usul desa dan kondisi sosial budaya masyarakat setempat. Dapat dilihat dari Peraturan Perundang-Undangan dan Peraturan Pemerintah tersebut bahwa Desa dibentuk atas prakarsa dari masyarakat serta memperhatikan asal-usul desa dan kondisi sosial budaya masyarakat setempat. Adapun syarat-syarat dalam pembentukkan desa diatur dalam Pasal 2 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 Tentang Desa adalah: a. jumlahpenduduk; b. luas wilayah; c. bagian wilayah kerja; d. perangkat; dan e. sarana dan prasarana pemerintahan. Jika Desa yang kondisi masyarakat dan wilayahnya tidak lagi memenuhi persyaratan dapat dihapus atau digabung. Pembentukan desa dapat berupa penggabungan beberapa desa, atau bagian desa yang bersandingan, atau pemekaran dari satu desa menjadi dua desa atau lebih, atau pembentukan desa di luar desa yang telah ada. Menurut Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014, Yang dimaksud dengan pembentukan desa adalah tindakan mengadakan desa yang baru diluar desa yang ada. Ungkapan "mengadakan desa baru" tidak berarti bahwa desa yang bersangkutan tiba-tiba muncul, melainkan melalui fase 31
persiapan jauh sebelumnya, seperti halnya desa yang lahir di lokasi-lokasi transmigrasi, resettlement, dan pradesa. Pembentukan desa diatur dalam Pasal 7 Ayat (4) huruf a dan Pasal 8 Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa, dalam Pasal 7 Ayat (4) huruf a disebutkan bahwa Penataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. pembentukan. Penataan yang dimaksud selanjutnya lebih rinci dijelaskan pada Pasal 8 yang menyebutkan bahwa: 1) Pembentukan Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (4) huruf a merupakan tindakan mengadakan Desa baru di luar Desa yang ada. 2) Pembentukan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota dengan mempertimbangkan prakarsa masyarakat Desa, asal usul, adat istiadat, kondisi sosial budaya masyarakat Desa, serta kemampuan dan potensi Desa. 3) Pembentukan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi syarat: a. batas usia Desa induk paling sedikit 5 (lima) tahun terhitung sejak pembentukan; b. jumlah penduduk, yaitu: 1) wilayah Jawa paling sedikit 6.000 (enam ribu) jiwa atau 1.200 (seribu dua ratus) kepalakeluarga; 2) wilayah Bali paling sedikit 5.000 (lima ribu) jiwa atau 1.000 (seribu) kepala keluarga; 3) wilayah Sumatera paling sedikit 4.000 (empat ribu) jiwa atau 800 (delapan ratus) kepala keluarga; 4) wilayah Sulawesi Selatan dan Sulawesi Utara paling sedikit 3.000 (tiga ribu) jiwa atau 600 (enam ratus) kepala keluarga; 5) wilayah Nusa Tenggara Barat paling sedikit 2.500 (dua ribu lima ratus) jiwa atau 500 (lima ratus) kepala keluarga; 6) wilayah Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, Sulawesi Tenggara, Gorontalo, dan Kalimantan Selatan paling sedikit 2.000 (dua ribu) jiwa atau 400 (empat ratus) kepala keluarga; 7) wilayah Kalimantan Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Utara paling sedikit 1.500 (seribu lima ratus) jiwa atau 300 (tiga ratus) kepala keluarga; 8) wilayah Nusa Tenggara Timur, Maluku, dan Maluku Utara paling sedikit 1.000 (seribu) jiwa atau 200 (dua ratus) kepala keluarga; dan; 9) wilayah Papua dan Papua Barat paling sedikit 500 (lima ratus) jiwa atau 100 32
(seratus) kepala keluarga. c. wilayah kerja yang memiliki akses transportasi antarwilayah; d. sosial budaya yang dapat menciptakan kerukunan hidup bermasyarakat sesuai dengan adat istiadat Desa; e. memiliki potensi yang meliputi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya ekonomi pendukung; 5 / 71 f. batas wilayah Desa yang dinyatakan dalam bentuk peta Desa yang telah ditetapkan dalam peraturan Bupati/ Walikota; g. sarana dan prasarana bagi Pemerintahan Desa dan pelayanan publik; dan h. tersedianya dana operasional, penghasilan tetap, dan tunjangan lainnya bagi perangkat Pemerintah Desa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 4) Dalam wilayah Desa dibentuk dusun atau yang disebut dengan nama lain yang disesuaikan dengan asal usul. adat istiadat, dan nilai sosial budaya masyarakat Desa. 5) Pembentukan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui Desa persiapan. 6) Desa persiapan merupakan bagian dari wilayah Desa induk. 7) Desa persiapan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dapat ditingkatkan statusnya menjadi Desa dalam jangka waktu 1 (satu) sampai 3 (tiga) tahun. 8) Peningkatan status sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dilaksanakan berdasarkan hasil evaluasi.
Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 Tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa Pasal 2 menyebutkan bahwa pembentukan desa diprakarsai oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. Pemerintah dapat memprakarsai pembentukan Desa di kawasan yang bersifat khusus dan strategis bagi kepentingan nasional. Prakarsa pembentukan Desa dapat diusulkan oleh kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian terkait dimana usul prakarsa pembentukan Desa tersebut diajukan kepada Menteri. Usul prakarsa pembentukan Desa dibahas oleh Menteri
bersama-sama
dengan
menteri/pimpinan
33
lembaga
pemerintah
nonkementerian pemrakarsa serta pemerintah daerah provinsi dan pemerintah daerah kabupaten/kota yang bersangkutan. Dalam melakukan pembahasan, Menteri dapat meminta pertimbangan dari menteri/pimpinan lembaga pemerintah nonkementerian terkait, jika usul prakarsa disepakati untuk membentuk Desa, Menteri menerbitkan keputusan persetujuan pembentukan Desa kemudian Keputusan Menteri tersebut ditindaklanjuti oleh pemerintahan daerah kabupaten/kota dengan menetapkannya dalam peraturan daerah kabupaten/kota tentang pembentukan Desa. Pemerintah daerah kabupaten/kota dalam memprakarsai pembentukan Desa berdasarkan atas hasil evaluasi tingkat perkembangan Pemerintahan Desa di wilayahnya. Pemerintah daerah kabupaten/kota dalam memprakarsai pembentukan Desa harus mempertimbangkan prakarsa masyarakat Desa, asalusul, adat istiadat. kondisi sosial budaya masyarakat Desa, serta kemampuan dan potensi Desa. Pembentukan desa pada umumnya melalui fase persiapan seperti diatur dalam peraturan perundang-undangan. Misalnya ada sebidang tanah kosong tiada berpenduduk dan tidak merupakan tanah atau wilayah desa tertentu. Pada suatu hari tanah itu digarap dan didiami oleh beberapa keluarga yang berasal dari tempat (desa) asal yang berjauhan letaknya. Setelah jumlah penduduk daerah itu menginjak angka ratusan, tentu mulai difikirkan soal tata pemerintahannya, terlebih pula mengingat hubungannya dengan desa asal masing-masing. Selama belum dapat disahkan sebagai desa yang berdiri 34
sendiri, penduduk tersebut memerlukan pembinaan melalui fase persiapan.
2.1.2 Pemerintahan Desa Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 menyebut Pemerintahan Desa adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dalam Pasal 200 Undang-Undang Nomor 32 Tahun Tentang Pemerintahan Daerah disebutkan bahwa pemerintahan desa terdiri dari Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa. Secara historis desa rupakan cikal bakal terbentuknya masyarakat politik dan pemerintahan di Indonesia jauh sebelum bangsa ini terbentuk.5 Desa merupakan daerah yang otonom dengan tradisi, adat istiadat dan hukumnya sendiri serta relative mandiri. Hal ini ditunjukkan dengan tingkat keberagaman yang tinggi membuat desa mungkin merupakan wujud bangsa yang paling kongkret. Desa memiliki pemerintahan sendiri. Pemerintahan Desa diselenggarakan oleh Pemerintah Desa yang meliputi Kepala Desa dan Perangkat Desa dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Kepala Desa adalah orang yang mengepalai desa. Kepala desa dalam organisasi pemerintahan desa mempunyai kedudukan sebagai pemimpin pemerintahan. Dalam kedudukan ini, kepala desa mempunyai tugas pokok sebagai berikut: Mempimpin, mengkoordinasikan, dan
5
HAW Widjaja, 2003, Otonomi Desa Merupakan Otonomi yang Asli, Bulat dan Utuh, Jakarta. Raja Grafindo Persada. H.4
35
mengendalikan pemerintah desa dalam melaksanakan sebagian urusan rumah tangga desa, urusan pemerintahan umum, pembangunan dan pembinaan masyarakat, serta menjalankan tugas pembantuan dari pemerintah, pemerintah provinsi, dan atau pemerintah kabupaten.6 Dalam Undang-Undang maupun Peraturan Pemerintah tidak dijelaskan secara jelas mengenai definisi dari Kepala Desa, kepala desa dapat diartikan sebagai pimpinan penyelenggaraan pemerintahan desa. Kepala Desa bertugas menyelenggarakan Pemerintahan Desa, melaksanakan Pembangunan Desa, pembinaan keinasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa. Pemerintah desa berfungsi menyelenggarakan kebijakan pemerintah atasnya dan kebijakan desa, sedangkan BPD berfungsi menetapkan peraturan desa bersama dengan kepala desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat desa. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa mengatur bahwa Kepala Desa dapat menjabat paling banyak 3 (tiga) kali masa jabatan secara berturut-turut atau tidak secara berturut-turut dimana di undang-undang sebelumnya
yaitu Undang-Undang Nomor
32 Tahun 2004
Tentang
Pemerintahan Daerah mengatur bahwa masa jabatan kepala desa adalah 6 (enam) tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya. Dapat dilihat disini bahwa di Undang-Undang Desa yang baru kepala desa dapat menjabat paling banyak 3 (tiga) kali masa jabatan secara 6
Ibid. h. 20.
36
berturut-turut atau tidak secara berturut-turut. Susunan organisasi pemerintahan di setiap desa tidak tentu sama. Hal ini karena tergantung dari kebutuhan dan keadaan desa masing-masing. Desa memiliki pemerintahan sendiri. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa pemerintahan desa terdiri atas pemerintah desa (yang meliputi kepala desa dan perangkat desa) dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Lebih lanjut bisa dirinci sebagai berikut. a. Kepala desa b. Badan Permusyawaratan Desa (BPD) c. Sekretaris desa d. Kepala urusan pemerintahan e. Kepala urusan pembangunan f. Kepala urusan kesejahteraan rakyat g. Kepala urusan keuangan h. Kepala urusan umum Untuk lebih jelasnya lagi perhatikan contoh bagan struktur organisasi pemerintahan desa di bawah ini :
Kepala Desa
Badan Permusyawaratan Desa
Sekretaris Desa 37
Kaur Pemerintahan
Kaur Pembangunga
Kaur Kesejahteraan
Kaur Keuangan
Kaur Umum
2.2
Badan Permusyawaratan Desa Menurut Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014, Badan Permusyawaratan Desa atau yang disebut dengan nama lain adalah lembaga yang melaksanakan fungsi pemerintahan yang anggotanya merupakan wakil dari pcnduduk Desa berdasarkan keterwakilan wilayah dan ditetapkan secara demokratis. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah Pasal 209 menyebut Badan Permusyawaratan Desa berfungsi menetapkan peraturan desa bersama kepala desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat sedangkan dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa Pasal 55 menyebut Badan Permusyawaratan Desa mempunyai fungsi mcmbahas dan menyepakati Rancangan Peraturan Desa bersama Kepala Desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat Desa dan melakukan pengawasan kinerja Kepala Desa. Dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, kedudukan Badan Pennusyawaratan Desa mengalami perubahan. Jika sebelumnya Badan Pennusyawaratan Desa merupakan unsur penyelenggara pemerintahan maka sekarang menjadi lembaga desa. Dari fungsi hukum berubah menjadi fungsi politis. Kini, fungsi Badan Pennusyawaratan Desa yaitu 38
menyalurkan aspirasi, merencanakan APBDes, dan mengawasi pemerintahan desa. Sedangkan tugasnya adalah menyelenggarakan musyawarah desa (musdes) dengan peserta terdiri kepala desa, perangkat desa kelompok, dan tokoh masyarakat. Jumlah pesertanya tergantung situasi kondisi setiap desa. Musyawarah desa berfungsi sebagai ajang kebersamaan dan membicarakan segala kebijakan tentang desa. Badan Pennusyawaratan Desa beranggotakan wakil dari penduduk desa bersangkutan berdasarkan keterwakilan wilayah yang ditetapkan dengan cara musyawarah dan mufakat. Anggota Badan Pennusyawaratan Desa terdiri atas ketua rukun warga, pemangku adat, golongan pirofesi, dan tokoh atau pemuka agama serta masyarakat lainnya. Masa Jabatan Badan Permusyawaratan Desa adalah enam tahun dan dapat diangkat/diusulkan kembali untuk sekali masa jabatan berikutnya. Peresmian anggota Badan Permusaywaratan Desa ditetapkan dengan keputusan bupati/wali kota.7 Menurut Pasal 55 Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa, Badan Pennusyawaratan Desa mempunyai Fungsi: a. membahas dan menyepakati Rancangan Peraturan Desa bersama Kepala Desa; b. menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat Desa; dan c. melakukan pengawasan kinerja kepala desa. Dapat dilihat disini bahwa fungsi dari Badan Permusywaratan Desa 7
Ibid. h. 24.
39
merupakan fungsi pemerintahan yang bersifat politis dari suatu Lembaga Desa. Membahas dan menyepakati peraturan desa bersama dengan kepala desa, menampung dan menyalurkan aspirasi dari masyarakat desa kepada pemerintah desa dan melakukan pengawasan terhadap kinerja dari kepala desa sebagai kepala pemerintah desa. Di dalam menjalankan fungsinya, menurut Pasal 61 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Badan Permusyawaratan Desa berhak: a. mengawasi
dan
meminta keterangan tentang penyelenggaraan
Pemerintahan Desa kepada Pemerintah Desa; b. menyatakan pendapat atas penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan Pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa; dan c. mendapatkan biaya operasional pelaksanaan tugas dan fungsinya dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa. Badan Permusyawaratan Desa disini selaku lembaga legislatif desa mempunyai hak untuk mengawasi dan mendapat keterangan tentang penyelenggaraan pemerintahan desa kepada kepala desa, menyatakan pendapat dalam penyelenggaraan pemerintahan desa dan mendapat biaya operasional pelaksanaan tugas dan fungsinya dari APBDesa.
2.3
Peraturan Desa Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Peraturan Daerah 40
tidak mengatur dengan jelas tentang Peraturan Desa sedangkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 Tentang Desa menjelaskan bahwa Peraturan Desa adalah peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh Badan Permusyawaratan Desa bersama Kepala Desa. Menurut Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Pasal 1 angka 7 menyebutkan bahwa Peraturan Desa adalah peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh Kepala Desa setelah dibahas dan disepakati bersama Badan Permusyawaratan Desa. Peraturan ini berlaku di wilayah desa tertentu. Peraturan Desa merupakan penjabaran lebih lanjut dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dengan memperhatikan kondisi sosial budaya masyarakat desa setempat.8 Peraturan desa dilarang bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi serta norma kesusilaan masyarakat. Masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan atau tertulis dalam rangka penyiapan atau pembahasan rancangan peraturan desa. Peraturan desa harus dibentuk berdasarkan asas pembentukan peraturan perundangundangan yang baik yang meliputi: a. b. c. d. e. f.
Kejelasan tujuan; Kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat; Kesesuaian antara jenis dan materi muatan; Dapat dilaksanakan; Kedayagunaan dan kehasilgunaan; Kejelasan rumusan; dan
8
Arifin Wijaya, 2014, Peraturan desa, tersedia pada situs http://id.m.wikipedia.org/wiki/peraturandesa diakses pada tanggal 27 November 2015.
41
g. Keterbukaan.9 Sebagai sebuah produk politik, Peraturan Desa diproses secara demokratis dan partisipatif, yakni proses penyusunannya mengikutsertakan partisipasi masyarakat Desa. Masyarakat Desa mempunyai hak untuk mengusulkan atau memberikan masukan kepada Kepala Desa dan Badan Permusyawaratan Desa dalam proses penyusunan Peraturan Desa. Dalam menyusun peraturan desa, rancangan peraturan desa dapat diprakarsai oleh pemerintah desa dan dapat berasal dari usul inisiatif Badan Permusyawaratan Desa. Apabila berasal dari pemerintah desa maka kepala desa lah yang menyiapkan rancangan peraturan desa tersebut. Apabila berasal dari Badan Permusyawaratan Desa maka Badan permusyawaratan Desa lah yang menyiapkan rancangan peraturan desa tersebut. Dalam Pasal 69 UndangUndang Nomor 6 Tahun 2014 Masyarakat berhak memberikan masukan baik secara lisan maupun secara tertulis Terhadap rancangan peraturan desa. Kemudian rancangan peraturan desa akan dibahas secara bersama oleh pemerintah desa dengan badan permusyawatan desa dalam rapat musyawarah desa. Pemerintah desa dapat menarik kembali rancangan peraturan desanya sebelum dibahas bersama Badan Permusyawaratan Desa. Untuk rancangan peraturan desa tentang anggaran pendapatan dan belanja 9
Hanif Nurcholis, 2011. Pertumbuhan & Penyelenggaraan Pemerintahan Desa, Jakarta, Erlangga. Hal 114
42
desa, pungutan, dan penataan ruang yang telah disetujui bersama dengan BPD, sebelum ditetapkan oleh kepala desa paling lama 3 (tiga) hari disampaikan oleh kepala desa kepada bupati/walikota untuk dievaluasi. Hasil evaluasi disampaikan oleh bupati /walikota kepada kepala desa paling lama 20 (dua puluh) hari sejak rancangan peraturan desa tersebut diterima. Apabila bupati/walikota belum memberikan hasil
evaluasi rancangan angaran
pendapatan dan belanja desa tersebut kepala desa dapat menetapkan rancangan peraturan desa tentang anggaran pendapatan dan belanja desa (APBDesa) menjadi peraturan desa.10 Peraturan Desa yang mengatur kewenangan Desa berdasarkan hak asal usul dan kewenangan berskala lokal Desa pelaksanaannya diawasi oleh masyarakat Desa dan Badan Permusyawaratan Desa. Hal itu dimaksudkan agar pelaksanaan Peraturan Desa senantiasa dapat diawasi secara berkelanjutan oleh warga masyarakat Desa setempat mengingat Peraturan Desa ditetapkan untuk kepentingan
masyarakat
Desa.
Apabila
terjadi
pelanggaran
terhadap
pelaksanaan Peraturan Desa yang telah ditetapkan, Badan Permusyawaratan Desa berkewajiban mengingatkan dan menindaklanjuti pelanggaran dimaksud sesuai dengan kewenangan yang dimiliki. Itulah salah satu fungsi pengawasan yang
dimiliki
oleh
Badan
Permusyawaratan
Desa.
Selain
Badan
Permusyawaratan Desa, masyarakat Desa juga mempunyai hak untuk melakukan pengawasan dan evaluasi secara partisipatif terhadap pelaksanaan 10
Ibid.
43
Peraturan Desa. Materi muatan yang tertuang dalam peraturan desa antara lain: 1. Menetapkan ketentuan-ketentuan yang bersifat menguntungkan; 2. Menetapkan segala sesuatu yang menyangkut kepentingan masyarakat desa; 3. Menetapkan segala sesuatu yang membebani keuangan desa dan masyarakat desa. Materi muatan peraturan desa dapat memuat masalah-masalah yang berkembang di desa yang perlu pengaturannya. Semua materi peraturan desa tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Penetapan Peraturan Desa merupakan penjabaran atas
berbagai
kewenangan yang dimiliki Desa mengacu pada ketentuan peraturan perundangundangan yang lebih tinggi. Sebagai sebuah produk hukum, Peraturan Desa tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi dan tidak boleh merugikan kepentingan umum, seperti terganggunya kerukunan antar warga masyarakat, terganggunya akses terhadap pelayanan publik, terganggunya ketenteraman dan ketertiban umum, terganggunya kegiatan ekonomi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa, dan diskriminasi terhadap suku, agama dan kepercayaan, ras, antargolongan, serta gender.
44