BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Pengertian Tanah Tanah selalu berperan pada setiap perkerjaan teknik sipil. Tanah adalah pondasi
pendukung suatu bangunan, atau bahan konstruksi dari bangunan itu sendiri seperti tanggul atau bending, atau terkadang sebagai sumber penyebab gaya luar pada bangunan, seperti tembok/ dinding panahan tanah. Dalam pengertian secara umum tanah dapat didefinisikan sebagai material yang terdiri dari agregat (butiran), mineral – mineral padat dan bahan – bahan organik disertai dengan zat cair dan udara yang mengisi ruang kosong diantara partikel padat tersebut. Ukuran tiap mineral padat tersebut sangat bervariasi dan sifat serta karakter tanah sangat bergantung dari faktor – faktor ukuran, bentuk dan komposisi kimia dari butiran.
2.2
Struktur Tanah Struktur tanah dapat didefinisikan sebagai susunan geometrik butiran tanah. Di
antara faktor-faktor yang mempengaruhi struktur dari tanah adalah bentuk, ukuran dan komposisi mineral dari butiran tanah serta sifat dan komposisi dari air tanah. Struktur tanah adalah suatu sifat yang menghasilkan respon terhadap perubahan eksternal didalam lingkungan seperti beban, air, temperatur dan faktor-faktor lainya. Secara umum tanah dapat dimasukkan dalam dua kelompok yaitu tanah tak kohesi (cohesionless soil) dan tanah kohesif (cohesive soil). (Braja M.Das, 1995)
2.2.1 Struktur Tanah Tak Berkohesi (Cohesionless Soil) Struktur tanah tak berkohesi pada umumnya dibagi dalam dua katagori pokok yaitu struktur butir tunggal (single grained) dan struktur sarang lebah (honey eombed). Pada struktur butir tunggal, butir tanah berada dalam posisi stabil dan tiap-tiap butir bersentuhan satu terhadap yang lainnya. Pada struktur sarang lebah, butir-butir pasir halus dan lanau membentuk suatu lingkaran-lingkaran kecil terdiri dari untaian partikel-partikel. Pori-pori yang terbentuk besar-besar dan biasanya dapat menerima
4
beban statis yang tidak begitu besar. Contoh struktur tanah tidak berkohesi adalah pasir. (Braja M.Das, 1995)
2.2.2 Struktur Tanah Kohesi (Cohesive Soil) Struktur tanah berkohesi dapat didefinisikan sebagai kumpulan partikel mineral yang mempunyai indeks plastisitas sesuai dengan dengan batas-batas Aterberg yaitu pada waktu mongering membentuk suatu massa tanah yang menyatu sedemikian rupa, sehingga diperlukan gaya untuk memisahkan setiap butiran mikroskopisnya. Contoh tanah yang bersifat kohesif adalah tanah lempung. (Braja M.Das, 1995)
2.3 Persoalan Tanah Secara garis besar beberapa persoalan tanah diklasifikasikan sebagai berikut : 1. Hal keseimbangan atau stabilitas, untuk itu perlu diketahui mengenai : a. Beban / muatan yang berkerja pada tanah. Beban atau muatan yang berkerja pada tanah tergantung dari tipe / macam struktur dan berat tanah b. Besar dan distribusi tekanan akibat muatan terhadap tanah c. Perlawanan dari tanah. Tanah dianggap material yang isotropis, tekanan dapat dihutung secara analisa matematik d. Perlu adanya pengambilan contoh tanah untuk penyelidikan di laboratorium untuk mengetahui karakteristik / sifat tanah. 2. Deformasi, dapat dalam keadaan plastis atau elastis, sehubungan dengan hal tersebut, perlu diketahui : a. Muatan yang berkerja (beban berkerja) b. Besar dan distribusi tekanan yang berpengaruh c. Besar dan perbedaan penurunan 3. Drainase, menyangkut hal deformasi dan stabilitas 2.4 Parameter Tanah 2.4.1 Sistem Klasifikasi Tanah Sistem klasifikasi tanah yang ada mempunyai beberapa versi, hal ini disebabkan karena tanah memiliki sifat-sifat yang bervariasi. Adapun beberapa metode klasifikasi tanah yang ada antara lain:
5
A.
Klasifikasi Tanah Berdasar Tekstur Pengaruh daripada ukuran tiap-tiap butir tanah yang ada didalam tanah tersebut
merupakan pembentuk tekstur tanah. Tanah tersebut dibagi dalam beberapa kelompok berdasar ukuran butir-butiranya: pasir (sand), lanau (slit), lempung (clay), kerikil (gravel). Departemen Pertanian AS telah mengembangkan suatu sistem klasifikasi ukuran butir melalui prosentase pasir, lanau, dan lempung yang digambar pada grafik segitiga Gambar 2.1. Cara ini tidak memperhitungkan sifat plastisitas tanah yang disebabkan adanya kandungan (baik dalam segi jumlah dan jenis mineral lempung yang terdapat pada tanah. Untuk dapat menafsirkan ciri-ciri suatu tanah perlu memperhatikan jumlah dan jenis mineral lempung yang dikandungnya. (Braja M.Das, 1995)
Gambar 2.1 Klasifikasi berdasar tekstur tanah oleh Depatemen Pertanian Amerika Serikat (USDA) Sumber: Mekanika Tanah Jilid 1, Braja M.Das, (1995)
6
B.
Klasifikasi Tanah Berdasarkan Pemakaian Sistem klasifikasi tanah berdasarkan tekstur adalah relatif sederhana karena ia
hanya didasarkan pada distribusi ukuran butiran tanah saja. Dalam kentaraannya, jumlah dan jenis dari mineral lempung yang dikandung oleh tanah sangat mempengaruhi sifat fisis tanah yang bersangkutan. Oleh karena itu, kiranya perlu memperhitungkan sifat plastisitas tanah, yang disebabkan adanya kandungan mineral lempung, agar dapat menafsirkan ciri-ciri suatu tanah. Sistem Klasifikasi AASHTO Sistem klasifikasi tanah sistem AASHTO pada mulanya dikembangkan pada tahun 1929 sebagai Public Road Administration Classification System. Sistem ini mengklasifikasikan tanah kedalam delapan kelompok, A-1 sampai A-7. Setelah diadakan beberapa kali perbaikan, sistem ini dipakai oleh The America Association of State Highway Officials (AASHTO) dalam tahun 1945. Bagan pengklasifikasian sistem ini dapat dilihat seperti pada Tabel 2.4. dan Tabel 2.5. di bawah ini. Table 2.1. Klasifikasi tanah sistem AASHTO
7
Pada sistem ini, tanah diklasifikasikan ke dalam tujuh kelompok besar, yaitu A-1 sampai dengan A-7. Tanah yang diklasifikasi ke dalam A-1, A-2, dan A-3 adalah tanah berbutir di mana 35% atau kurang dari jumlah butiran tanah tersebut lolos ayakan No. 200. Tanah di mana lebih dari 35% butirannya lolos ayakan No. 200 diklasifikasikan ke dalam A-4 sampai dengan A-7 tersebut sebagaian besar adalah lanau dan lempung. Tabel 2.2. Klasifikasi tanah sistem AASHTO
Sistem Klasifikasi Tanah UNIFIED Sistem ini pertama kali diperkenalkan oleh Cassagrande pada tahun 1942 untuk dipergunakan pada pekerjaan pembuatan lapangan terbang yang dilaksanakan oleh The Army Corps Engineers. Sistem ini telah dipakai dengan sedikit modifikasi oleh U.S. Bureau of Reclamation dan U.S Corps of Engineers pada tahun 1952. Dan pada tahun 1969 America Society for Testing and Material telah menjadikan sistem ini sebagai prosedur standar guna mengkalsifikasikan tanah untuk tujuan rekayas.
8
Sistem UNIFIED membagi tanah ke dalam dua kelompok utama : i.
Tanah bebutir kasar adalah tanah yang lebih dari 50% bahannya tertahan pada ayakan No. 200. Tanah butir kasar terbagi atas kerikil dengan symbol G (gravel), dan pasir dengan symbol S (sand).
ii.
Tanah butir halus adalah tanah yang lebih dari 50% bahannya lewat pada saringan No. 200. Tanah butir halus terbagi atas lanau dengan symbol M (silt), lempung dengan symbol C (clay), serta lanau dan lempung organic dengan symbol O, bergantung pada tanah itu terletak pada grafik plastisitas. Tanah L untuk plastisitas rendah dan tanda H untuk plastisitas tinggi. Adapun symbol-simbol lain yang digunakan dalam klasifiakasi tanah ini
adalah: W
= well graded (tanah dengan gradasi baik)
P
= poorly graded (tanah dengan gradasi buruk)
L
= low plasticity (plastisitas rendah) (LL < 50)
H
= high plasticity (plastisitas tinggi) (LL > 50) Tanah berbutir kasar ditandai dengan symbol kelompok seperti: GW, GP,
GM, GC, SW, SP, dan SC. Untuk klasifikasi yang benar, faktor – faktor berikut ini perlu diperhatikan: 1. Persentase butiran yang lolos ayakan No. 200 (ini adalha fraksi halus) 2. Persentase fraksi kasar yang lolos ayakan No. 40 3. Koefisien keseragaman (uniformity coeffisien, Cu) dan koefisien gradasi (gradation coefficient, Cc) unutk tanah dimana 0 -12% lolos ayakan No. 200 4. Batas cair (LL) dan indeks plastisitas (PI) bagian tanah yang lolos ayakan No. 40 (untuk tanah di mana 5% atau lebih lolos ayakan No. 200) Klasifikasi tanah berbutir halus dengan symbol ML, CL, OL, MH, CH, dan OH didapat dengan cara menggambar batas cair dan indeks plastisitas tanah yang bersangkutan pada bagan plastisitas yang diberikan dalam Tabel 2.7.
9
Tabel 2.3. Klasifikasi tanah sistem UNIFIED
(Sumber: MekanikaTanah Jilid 1, Braja M. Das)
10
Tabel 2.7. Klasifikasi tanah sistem UNIFIED
(Sumber: MekanikaTanah Jilid 1, Braja M. Das)
2.4.2 Modulus Young Nilai modulus young menunjukkan besarnya nilai elastisitas tanah yang merupakan perbandingan antara tegangan yang terjadi terhadap regangan. Nilai ini bisa didapatkan dari Traxial Test. Perkiraan nilai Es untuk tiap jenis tanah terdapat pada Tabel 2.8. Nilai Es untuk beberapa jenis tanah dapat diperoleh dari data sondir dan SPT seperti pada Tabel 2.9.
11
Tabel 2.5. Perkiraan nilai Es berdasarkan jenis tanah Es
Jenis Tanah Lempung sangat lunak Lempung lunak Lempung kaku Lempung keras
ksf
MPa
50 – 250
2 – 15
100 – 500
5 – 25
300 – 1000
15 – 40
1000 – 20000 Lempung berpasir kekaku500 – 5000 kakuan
50 – 100
Pasir lepas
200 – 3200
10 – 153
Pasir padat
3000 – 15000
144 – 720
Pasir sangat padat
10000 – 30000
478 – 720
Pasir sangat lepas
300 – 1200
15 – 60
Pasir berlanau
150 – 450
5 – 20
Pasir lepas
200 – 500
10 – 25
Pasir padat
1000 – 1700
50 – 81
Pasir dan kerikil lepas
1000 – 3000
50 – 120
Pasir dan kerikil padat
2000 – 4000
100 – 200
Serpih
3000 – 300000
150 – 5000
Lanau
40 – 400
2 – 20
25 – 250
(Sumber: Bowles (1992))
Tabel 2.6. Nilai Es berdasarkan nilai SPT dan sondir Jenis Tanah Pasir terkonsolidasi normal Pasir jenuh Pasir over consolidated
SPT (kPa) Es = 500 ( N + 15 ) Es = ( 1500 to 2200) ln N Es = ( 35000 to 50000)log N Es = 250 ( N + 15 ) Es++ = 18000 + 750N Es(OCR) = Es(nc)(OCR)1/2
CPT (kg/cm2) Es = 2 to 4qc Es+ = ( 1 + r 2) qc Es = 6 to 30qc
Es = 1200 ( N + 6 ) Pasir krikilan/kerikil
Es = 600 ( N + 6 ) -> N< 15
-
Es = 600 ( N + 6 ) + 2000 ->N> 15 Pasir berlempung
Es = 320 ( N + 15 )
Es = 3 to 6qc
12
Tabel 2.6 (lanjutan) Jenis Tanah
SPT (kPa)
CPT (kg/cm2)
Pasir berlanau
Es = 300 ( 300 + 6 )
Es = 1 to 2qc
Lempung lunak
-
Es = 3 to 8 qc
Memakai unconfined test Lempung
IP > 30 Organik = ( 100 – 500) Su IP < 30 (kaku) = ( 500 – 15000 ) Su
(Sumber: Bowles (1992))
2.4.3 Poisson Ratio Nilai poisson ratio ditentukan sebagai kompresi poros terhadap regangan permuaian lateral. Nilai poisson ratio dapat ditentukan berdasarkan jenis tanah seperti yang terlihat pada Tabel 2.10. dibawah ini. Tabel 2.7. Hubungan Antara Jenis Tanah dan Poisson Ratio Jenis Tanah
Poisson Ratio (µ)
Lempung jenuh
0,4 – 0,5
Lempung tak jenuh
0,1 – 0,3
Lempung berpasir
0,2 – 0,3
Lanau
0,3 – 0,35
Pasir
0,1 – 1,0
Batuan
0,1 – 0,4
Umum dipakai untuk tanah
0,3 – 0,4
(Sumber: Mekanika Tanah Jilid 1, Braja M. Das)
2.4.4 Sudut Geser Dalam Kekuatan geser dalam mempunyai variable kohesi dan sudut gese dalam. Sudut geser dalam bersamaan dengan kohesi menentukan ketahanan tanah akibat tegangan yang berkerja berupa tekanan lateral tanah. Nilai ini juga didapatkan dari pengukuran engineering properties tanah dengan Direct Shear Test. Hubungan antara sudut geser dalam dan jenis tanah ditunjukan pada Tabel 2.11.
13
Tabel 2.8. Hubungna Antara Sudut Geser Dalam dengan Jenis Tanah Jenis Tanah
Sudut Geser Dalam (∅)
Kerikil berpasir
35o – 40o
Kerikil kerakal
35o – 40o
Pasir padat
35o – 40o
Pasir lepas
30o
Lempung kalanauan
25o – 30o
Lempung
20o – 25o
(Sumber: Mekanika Tanah Jilid 1, Braja M.Das)
2.4.5 Kohesi Kohesi merupakan gaya tarik menarik antar partikel tanah. Bersama dengan sudut geser dalam, kohesi merupakan parameter kuat geser tanah yang menentukan tanah terhadap deformasi akibat tegangan yang berkerja pada tanah dalam hal ini berupa gerakan lateral tanah. Deformasi ini terjadi akibat kombinasi keaadaan kritis pada tegangan normal dan tegangan geser yang tidak sesuai dengan faktor aman dari yang direcanakan. Nilai ini didapat dari pengujian Direct Shear Test. Nilai kohesi secara empiris dapat ditentukan dari data sondir (qc) yaitu sebagai berikut: Kohesi (c) = qc/20
2.5 Kekuatan Geser Tanah Kuat geser adalah gaya perlawanan yang dilakukan oleh butir – butir tanah terhadap desakan atau tarikan. Dengan dasar pengertian ini, bila tanah mengalami pembebanan akan ditahan oleh: 1. Kohesi tanah yang bergantung pada jenis tanah dan kepadatannya, tetapi tidak tergantung dari tegangan normal yang berkerja pada bidang geser. 2. Gesekan antara butir – butir tanah yang besarnya berbanding lurus dengan tegangan normal pada bidang gesernya. Jika tanah dibebani, maka akan mengakibatkan tegangan geser. Apabila tegangan geser mencapai harga batas, muka massa tanah akan mengalami deformasi dan cenderung akan runtuh. Keruntuhan tersebut mungkin akan mengakibatkan pondasi mengambang atau pergerakan pergeseran dinding penahan tanah atau longsoran
14
timbunan tanah. Keruntuhan geser dalam tanah adalah gerak relative antara butir – butir massa tanah. Jadi kekuatan geser dalam tanah ditentukan untuk mengukur kemampuan tanah menahan tekanan tanpa terjadi keruntuhan. Keruntuhan geser tanah dapat dianggap terdiri dari tiga komponen sebagai berikut: 1. Geseran struktur karena perubahan jalinan antara butir – butir massa tanah. 2. Geseran dalam ke arah perubahan letak antara butir – butir tanah sendiri dan titik – titik kontak yang sebanding dengan tegangan efektif yang berkerja pada bidang geser. 3. Kohesi atau adhesi antara permukaan butir – butir yang tergantung pada jenis tanah dan kepedatan butiranya. Hipotesis pertama mengenai kekuatan geser tanah dikemukakan oleh Coulomb (1773) sebagai berikut: 𝑠=c+f𝜎 atau 𝑠 = c + 𝜎 tan ∅
(2.1)
Dalam hal ini : 𝑠 = Kekuatan geser 𝜎 = Tegangan/ tekanan normal f = tan ∅ = faktor geser di antara butir – butir yang bersentuhan c = Kohesi ∅ = Sudut geser dalam tanah Kemudian persamaan Coulomb tersebut diubah oleh Terazaghi (1925) dengan memasukkan unsur tekanan air pori dan dibuktikan oleh Horslev (1973). Oleh karena itu persamaan ini disebut persamaan Coulomb-Horslev. 𝑠 = c’ + 𝜎’ tan ∅’
(2.2)
Dalam hal ini : 𝜎’ = Tegangan efektif = 𝜎 − 𝑢 𝑢 = Tekanan air pori c’ = Kohesi ∅’ = Sudut geser dalam tanah kondisi efektif (Sumber: Mekanika Tanah Jilid 1, Braja M.Das)
15
2.6 Daya Dukung Tanah Dalam perencanaan kontruksi bangunan sipil, daya dukung tanah mempunyai peranan yang sangat penting, daya dukung tanah merupakan kemampuan tanah menahan beban pondasi tanpa mengalami keruntuhan akibat geser yang juga ditentukan oleh kekuatan geser tanah. Tanah mempunyai sifat untuk meningkatkan kepadatan dan kekuatan gesernya apabila menerima tekanan. Apabila beban yang berkerja pada tanah pondasi telah melampaui daya dukung batasnya, tegangan geser yang ditimbulkan dalam tanah pondasi melampaui kekuatan geser tanah maka akan mengakibatkan keruntuhan geser tanah tersebut. Perhitungan daya dukung tanah dapat dihitung berdasarkan teori Terzaghi: Daya dukung tanah untuk pondasi lajur 1
qult = cNc + 𝛾DNq + 𝛾BN 𝛾 2
(2.3)
Daya dukung tanah untuk pondasi bujur sangkar
qult = 1,3cNc + 𝛾DNq + 0,4𝛾BN 𝛾
(2.4)
Daya dukung untuk tanah jenuh Apabila permukaan tanah terletak pada jarak D di atas dasar pondasi.
qult = 𝛾 (Df – D) + 𝛾′ D
(2.5)
(Sumber : Mekanika Tanah Jilid 1, Braja M.Das)
Dimana : 𝛾′ = 𝛾sat – 𝛾w = Berat Volume efektif dari tanah
2.7
D
= Kedalaman pondasi
B
= Lebar pondasi
𝛾
= Berat isi tanah
Nc, Nq, N𝛾
= Faktor daya dukung tanah tergantung pada sudut geser
Analisis Stabilitas Lereng Gaya-gaya gravitasi dan rembesan (seepage) cenderung menyebabkan
ketidaksetabilan (instability) pada lereng alami (Natural slope), pada lereng yang dibentuk dengan cara penggalian, dan pada lereng tanggul serta bendungan tanah
16
(earth dams). Tipe keruntuhan lereng yang paling penting digambarkan pada Gambar 2.2.
Gambar 2.2 Tipe-tipe keruntuhan lereng Sumber: Mekanika Tanah, Craig, R. F., (1986)
Dalam kelongsoran rotasi (rotasional arc) bentuk permukaan runtuh pada potongannya dapat berupa busur lingkaran (circular arc) atau kurva bukan lingkaran. Pada umumnya, kelongsoran lingkaran berhubungan dengan kondisi tanah yang homogen dan kelongsoran bukan lingkaran berhubungan dengan kondisi tidak homogen. Kelongsoran translasi (translation slip) dan kelongsoran gabungan (compound slip) terjadi bila bentuk permukaan runtuh dipengaruhi oleh adanya kekuatan geser yang berbeda pada lapisan tanah yang berbatasan. Kelongsoran translasi cenderung terjadi bila lapisan tanah yang berbatasan berbeda pada kedalaman yang relatif dangkal di bawah permukan lereng, di mana permukaan runtuhnya akan berbentuk bidang dan hampir sejajar dengan lereng. Kelongsoran gabungan biasanya terjadi bila lapisan tanah yang berbatasan berada pada kedalaman yang lebih besar, dan permukaan runtuhnya terjadi dari bagian-bagian lengkung dan bidang. (Craig, R. F., 1986)
17
2.7.1 Teori Analisis Stabilitas Lereng Maksud analisis stabilitas lereng adalah untuk menentukan faktor aman dari bidang longsor. Faktor aman didefinisikan sebagai nilai banding antara gaya yang menahan dan gaya yang menggerakan atau, F=
τ
(2.6)
τd
dengan ; 𝜏 = tahanan geser maksimum yang dapat dikerahkan oleh tanah 𝜏𝑑 = tegangan geser yang terjadi akibat gaya berat tanah yang akan longsor F = faktor aman Mohr – Coulumb, tahanan geser (𝜏) yang dapat dikerahkan tanah sepanjang bidang longsornya dinyatakan : 𝜏 = 𝑐 + 𝜎𝑡𝑔𝜑 Dimana nilai c dan ∅ adalah parameter kuat geser tanah disepanjang bidang longsornya. Persamaan geser yang terjadi akibat beban tanah dan beban lain pada bidang longsornya : 𝜏𝑑 = 𝑐𝑑 + 𝜎𝑡𝑔𝜑𝑑
(2.7)
Dengan cd dan ∅𝑑 adalah kohesi dan sudut geser dalam yang berkerja sepanjang bidang longsor yang dibutuhkan untuk keseimbangan pada longsornya. Fs =
c + σtgφ
(2.8)
cd + σtgφd
atau : 𝑐𝑑 + 𝜎𝑡𝑔𝜑𝑑 =
𝑐 𝐹
+ 𝜎
𝑡𝑔𝜑 𝐹
(2.9)
dengan : Fc = 𝐹𝜑 =
𝑐 𝑐𝑑 𝑡𝑔𝜑 𝑡𝑔𝜑𝑑
(2.10) (2.11)
Bila persamaan (2.8), (2.10), dan (2.11) dibandingkan, adalah wajar bila Fs, menjadi sama dengan 𝐹𝜑 harga tersebut memberikan angka keamanan terhadap kekuatan tanah, atau, bila 𝑐 𝑐𝑑
=
𝑡𝑔𝜑 𝑡𝑔𝜑𝑑
18
Maka dapat dituliskan: Fs = Fc = 𝐹𝜑 Fs = 1, maka lereng adalah dalam keadaan akan longsor. Umumnya, harga 1,5 untuk angka keamanaan terhadap kekuatan geser dapat diterima untuk merencanakan stabilitas lereng. (Sumber: Mekanika Tanah Jilid 1, Braja M.Das)
2.7.2 Analisis Kelongsoran Translasi Bidang A.
Lereng tak berhingga dengan kondisi tanpa rembesan
Gambar 2.3 Lereng tak berhingga tanpa rembesan Sumber: Mekanika Tanah Jilid 1, Braja M.Das, (1995)
Berat elemen PQTS adalah 𝑊 = 𝛾𝐿𝐻
(2.12)
Gaya W dapat diuraikan: Tegak lurus terhadap bidang longsor
𝑁𝑎 = 𝑊 𝑐𝑜𝑠𝛼 = 𝛾 𝐿 𝐻 𝑐𝑜𝑠𝛽
Searah pada bidang geser
𝑇𝑎 = 𝑊 𝑠𝑖𝑛𝛼 = 𝛾 𝐿 𝐻 𝑠𝑖𝑛𝛽
Tegangan normal dan tegangan geser yang terjadi pada bidang AB persatuan lebar : 𝜎=
𝜏=
𝑁𝑎 𝐿 𝑐𝑜𝑠𝛽
𝑇𝑎 𝐿 𝑐𝑜𝑠𝛽
= 𝛾𝐻𝑐𝑜𝑠 2 𝛽
(2.13)
= 𝛾𝐻𝑠𝑖𝑛𝛽 𝑐𝑜𝑠𝛽
(2.14)
19
Dalam keadaan seimbang 𝜏𝑑 = 𝜏 = 𝛾𝐻𝑠𝑖𝑛𝛽 𝑐𝑜𝑠𝛽, sehigga : 𝜏𝑑 = cd + 𝛾𝐻𝑐𝑜𝑠 2 𝛽 𝑡𝑎𝑛𝜑𝑑 Jadi, 𝛾𝐻𝑠𝑖𝑛𝛼 𝑐𝑜𝑠𝛽 = 𝑐𝑑 + 𝛾𝐻𝑐𝑜𝑠 2 𝛽𝑡𝑔𝜑𝑑
(2.15)
atau: 𝑐𝑑 𝛾𝐻
= 𝑐𝑜𝑠 2 𝛽(𝑡𝑎𝑛𝛽 − 𝑡𝑎𝑛𝜑𝑑 )
Dengan mengganti 𝑡𝑎𝑛𝜑𝑑 = 𝑐
𝐹=
𝛾𝐻𝑐𝑜𝑠 2 𝛼𝑡𝑔𝛼
+
𝑡𝑎𝑛𝜑 𝐹𝑠
(2.16) dan 𝑐𝑑 =
𝑐 𝐹𝑠
diperoleh:
𝑡𝑔𝜑
(2.17)
𝑡𝑔𝛼
Kondisi kritis terjadi jika F = 1 maka untuk tanah yang mempunyai ∅ dan c, 𝐻𝑐 =
𝑐
(2.18)
𝛾𝑐𝑜𝑠 2 𝛼(𝑡𝑔𝛼−𝑡𝑔𝜑)
Dengan Hc ketebalan maksimum, dimana lereng dalam kondisi akan longsor (kondisi kritis). Untuk tanah berbutir (c = 0) pada kondisi kritis, maka 𝐹𝑠 =
𝑡𝑎𝑛∅ 𝑡𝑎𝑛𝛼
Lereng tak berhingga yang terdiri dari tanah pasir, harga Fs-nya tidak tergantung pada tinggi H, dan lereng akan tetap stabil selama 𝛽 < ∅. Untuk lempung jenuh (∅=0) persamaan menjadi : 𝐹=
𝑐
Pada kondisi kritis F=1, maka B.
(2.19)
𝛾𝐻𝑐𝑜𝑠 2 𝛽𝑡𝑎𝑛𝛽 𝑐 𝛾𝐻
= 𝑐𝑜𝑠 2 𝛽𝑡𝑎𝑛𝛽
Lereng tak berhingga dengan kondisi dengan rembesan
Gambar 2.4 Lereng tak berhingga dengan rembesan Sumber: Mekanika Tanah Jilid 1, Braja M.Das
20
Dengan dilakukan penurunan seperti diatas diperoleh : 𝑐
𝐹=
𝛾𝑠𝑎𝑡 𝐻𝑐𝑜𝑠 2 𝛼𝑡𝑎𝑛𝛼
+
𝛾′ 𝑡𝑎𝑛𝜑 𝛾𝑠𝑎𝑡 𝑡𝑎𝑛𝛼
(2.20)
Untuk tanah granuler (c = 0) maka faktor aman, 𝐹=
𝛾′ 𝑡𝑎𝑛𝜑
(2.21)
𝛾𝑠𝑎𝑡 𝑡𝑎𝑛𝛼
Untuk tanah kohesif (∅ = 0), faktor aman 𝐹=
𝑐
(2.22)
𝛾𝑠𝑎𝑡 𝐻𝑐𝑜𝑠 2 𝛼 𝑡𝑎𝑛𝛼
2.7.3 Metode Irisan (Method of Slide) Massa tanah diatas permukaan runtuh dibagi dalam bidang – bidang vertical menjadi sejumlah irisan dengan lebar b. dasar tiap irisan diasumsikan sebagai garis lurus. Untuk setiap irisan, sudut yang dibentuk oleh dasar irisan dan sumbu horizontal adalah 𝛼. Tinggi yang di ukur pada garis sumbu adalah h. Faktor keamanan didefinisikan sebagai rasio kekuatan geser yang ada terhadap kekuatan geser yang harus dikerahkan untuk mempertahankan syarat batas keseimbangan.
Untuk pengamatan keseimbangan : Nr = Wn cos𝛼𝑛
(2.23)
Gaya geser perlawanan dapat dinyatakan sebagai berikut : Tr = 𝜏𝑑 (∆Ln) =
𝜏𝑓 (∆𝐿𝑛 ) 𝐹𝑠
=
1 𝐹𝑠
( c + 𝜎tan𝜑)∆Ln
(2.24)
Tegangna normal 𝜎 dalam persamaan di atas adalah sama dengan : 𝑁𝑟 ∆𝐿𝑛
=
𝑊𝑛 cos 𝛼𝑛
(2.25)
∆𝐿𝑛
Untuk keseimbangan blok percobaan ABC, momen gaya dorong terhadap titik O adalh sama dengan perlawanan terhadap titik O, atau : n p
W r sin n 1
n
n
=
n p
1
n 1
s
F c
Wn cos n . tan .Ln . r Ln
(2.26)
21
Atau : n p
Fs
c.L n 1
n
Wn . cos n . tan (2.27)
n p
W . sin n 1
n
n
Ln dalam persamaan (2.37) diperkirakan sama dengan
(bn ) dengan bn = lebar cos n
potongan nomor n. Hal ini dapat dijelaskan dengan menggunakan Gambar 2.4, dengan AC merupakan lengkung lingkaran sebagai permukaan bidang longsor percobaan. Tanah yang berada diatas bidang longsor percobaan dibagi dalam beberapa irisan tegak. Lebar dari tiap – tiap irisan tidak harus sama. Wn adalah berat irisan. Gaya – gaya Nr dan Tr adalah komponen tegak dan sejajar dari reaksi R. Pn dan Pn+1 adalah gaya normal yang berkerja pada sisi – sisi irisan. Demikian juga, gaya geser yang berkerja pada sisi irisan adalah Tn dan Tn+1.
Gambar 2.5.a Analisa lereng dengan metode irisan Sumber: Mekanika Tanah Jilid 1, Braja M.Das, (1995)
22
Gambar 2.5.b Gaya – gaya pada segmen Sumber: Mekanika Tanah Jilid 1, Braja M.Das, (1995)
2.7.4 Metode bishop disederhanakan (simplified bishop method) Metode Bishop disederhanakan (bishop,1955) mengangap bahwa gaya – gaya yang berkerja pada sisi – sisi irisan mempunyai resultan nol pada arah vertical. Dalam metode ini, pengaruh gaya – gaya pada sisi tepi irisan diperhitungkan. Misalkan : Pn Pn1 P ; Tn Tn1 T
Maka : tan c.Ln Tr N r .tan d cd .Ln N r . Fs Fs
(2.28)
Jumlah gaya vertical (irisan n) : N tan c.Ln sin n Wr T N r cos n r Fs Fs
(2.29)
c.Ln . sin n Fs Nr tan . sin n cos n Fs
(2.30)
Atau :
Wn T
23
Momen terhadap O : n p
n p
n 1
n 1
Wn .r. sin n Tn .r Tr
(2.31)
1 c tan .Ln 1 c.Ln N r . tan Fs Fs
(2.32)
Dengan memasukan persamaan (2.30) dan (2.32) kedalam persamaan (2.31) didapatkan : n p
Fs
c.b n 1
n
Wn . tan T . tan n p
W . sin n 1
n
1 ma ( n )
(2.33)
n
Dengan :
ma ( n ) cos n
tan . sin n Fs
(2.34)
Untuk penyerderhanaan, bila diumpamakan T = 0, maka persamaan (2.32) menjadi: n p
Fs
c.b n 1
n
Wn . tan
n p
W . sin n 1
n
1 ma ( n )
(2.35)
n
2.7.5 Metode Elemen Hingga Metode elemen hingga adalah prosedur perhitungan yang dipakai untuk mendapatkan pendekatan dari permasalahan metematis yang sering muncul pada rekayasa teknik, inti dari metode tersebut adalah membuat persamaan matamatis dengan berbagai pendekatan dan rangkaiaan persamaan aljabar yang melibatkan nilainilai pada titik – titik distrik pada bagian yang dievaluasi. Persamaan metode elemen hingga dibuat dan dicari solusinya dengan sebaik mungkin untuk menghindari kesalahan pada hasil akhirnya.
24
Gambar 2.6. Contoh jaring – jaring dari Elemen Hingga Jarring (mesh) terdiri dari elemen – elemen yang dihubungkan oleh node. Node merupakan titi – titik pada jarring dimana nilai dari variable primernya dihitung. Missal untuk analisis displacement, nilai variable primernya adalah nilai dari displacement. Nilai – nilai nodal displacement diinterpolasikan pada elemen agar didapatkan persamaan ajabar untuk displacement, dan regangan, melalui jaring – jaring yang terbentuk. A.
PLAXIS Plxasi adalah salah satu program apalikasi komputer berdasarkan metode elemen
hingga dua dimensi yang digunakan secara khusus untuk menganalisis deformasi, stabilitas, dan aliran air tanah dalam rekayasa geoteknik. Kondisi sesungguhnya dapat dimodelkan dalam regangan bidang maupun secara axisymetris. Program ini menerapkan metode antarmuka grafis yang mudah digunakan sehingga pengguna dapat dengan cepat membuat model jaring elemen berdasarkan penampang melintang dari kondisi yang ingin dianalisis. Secara garis besar program Plaxis ini terdiri dari empat sub program yaitu, masukan, perhitungan, keluaran atau hasil perhitungan dan kurva. (Anonim, 2012). Kondisi dilapangan yang disimulasikan ke dalam program Plaxis ini bertujuan untuk mengimplementasikan tahapan pelaksanaan di lapangan ke dalam tahapan pengerjaan pada program, dengan harapan pelaksanaan di lapangan dapat didekati sedekat mungkin pada program, sehingga respon yang dihasilkan dari program dapat diasumsikan sebagai cerminan dari kondisi yang sebenarnya terjadi di lapangan. (Anonim, 2012).
25
2.7.6 Elemen Untuk Analisa Dau Dimensi Analisis dua dimensi pada umumnya merupakan analisa yang menggunakan elemen triangular atau quadrilateral. Bentuk umum dari elemen – elemen tersebut berdasarkan pada pendekatan Iso-Parametric dimana fungsi interpolasi polynominal dipakai untuk menunjukkan displacement pada elemen.
Gamabar 2.7.Elemen – elemen Triangular dan Largrange
2.8 Tekanan Tanah Lateral 2.8.1 Teori Rankine Teori rankine mempertimbangkan keadaan tegangan pada massa tanah ketika kondisi keseimbangan plastisnya telah tercapai, yaitu pada keruntuhan gesernya pada suatu titik terjadi pada seluruh tanah. (Sumber: Mekanika Tanah Jilid 1, Braja M.Das)
Permukaan Dinding
𝑧 𝜎𝑧
Kondisi Pasif
Kondisi Aktif 𝜎𝑥
Gambar 2.8. Kondisi elemen tanah aktif dan pasif pada teori Rankine
26
A.
Tekanan Tanah Aktif Jika terjadi pergerakan dinding menjauhi tanah (keadaan aktif), maka nilai 𝜎𝑥
(tegangan horizontal) berkurang karena terjadi pengembangan tanah. Jika pengembagnan tanah yang terjadi besar, nilai 𝜎𝑥 berkurang sampai suatu nilai maksimum sedemikian rupa sehingga terbentuk kondisi keseimbangan plastis. Karena kondisi demikian, maka terjadi penurunan 𝜎𝑥 sehingga 𝜎𝑥 merupakan tegangan utama minimum. Tegangan 𝜎𝑥 adalah bagaian overburden akibat beban tanah di atasnya pada kedalaman z dari permukaan tanah merupakan tegangan utama maksimum dan mempunyai nilai yang tetap tergantung dari kedalaman dan berat volume tanah. Hubungan antara 𝜎𝑥 dan 𝜎𝑧 dapat diturunkan dari lingkaran mhor dan menyinggung selubung keruntuhan (failure envelope) tanah. 𝜏
∅ ∅
𝜃 𝜎𝑥
𝜎𝑧
𝜎
Gambar 2.9. Lingkaran Mohr: teori tegangan tanah aktif Rankine 𝜎𝑥
= tegangan aktif tanah
2x𝜃
= 180 – (90- 𝜑) = 90 + 𝜑 = 45 + 𝜑/2
Sin 𝜑
=
𝑄𝑃 𝑂𝑃
=
1 𝑥(𝜎𝑧−𝜎𝑥) 2 1 𝑥(𝜎𝑧+𝜎𝑥) 2
Sin 𝜑 x (𝜎𝑧 + 𝜎𝑥) = (𝜎𝑧 − 𝜎𝑥)
27
𝜎𝑥 x (1 + sin 𝜑)
= 𝜎𝑧 x (1 – sin 𝜑)
𝜎𝑥
=
𝜎𝑥
=
𝜎𝑥
= Ka x 𝛾 x z
Pa
= ∫0 𝜎𝑥 (𝑑𝑧)
Pa
= ∫0 𝐾𝑎 𝑥𝛾 𝑥 𝑧 (𝑑𝑧)
Pa
=
(1−sin 𝜑) (1+sin 𝜑) (1−sin 𝜑) (1+sin 𝜑)
x 𝜎𝑧 x𝛾xz
𝐻 𝐻
1 2
x 𝛾 x H2 x Ka
Sehingga: Ka
=
(1−sin 𝜑) (1+sin 𝜑)
𝜑
= tan2 (45 − 2 )
(Sumber: Mekanika Tanah Jilid 1, Braja M.Das)
B.
Tekanan Tanah Pasif Pada kondisi pasif, dinding bergerak kea rah massa tanah sehingga nilai 𝜎𝑥 akan
bertambah sampai terjadi kesetimbangan plastis. Untuk kondisi ini 𝜎𝑥 akan merupakan tegangan maksimum. Tegangan 𝜎𝑧 yang merupakan tegangan overburden akibat beban tanah di atasnya pada kedalaman z menjadi tegangan minimum. Hubungan antara 𝜎𝑥 dan 𝜎𝑧 dapat diturunkan dari lingkaran mohr dan menyinggung selubung keruntuhan (failure envelope) tanah. 𝜎𝑥 Sin 𝜑
= tegangan aktif pasif =
𝑄𝑃 𝑂𝑃
=
1 𝑥(𝜎𝑧−𝜎𝑥) 2 1 𝑥(𝜎𝑧+𝜎𝑥) 2
Sin 𝜑 x (𝜎𝑥 + 𝜎𝑧) = (𝜎𝑥 + 𝜎𝑧) 𝜎𝑧 x (1 + sin 𝜑)
= 𝜎𝑥 x (1 – sin 𝜑)
𝜎𝑥
=
𝜎𝑥
=
(1+sin 𝜑) (1−sin 𝜑) (1+sin 𝜑) (1−sin 𝜑)
x 𝜎𝑧 x 𝛾 x z = Kp x 𝛾 x z
28
𝐻
Pp
= ∫0 𝜎𝑥 (𝑑𝑧)
Pp
= ∫0 𝐾𝑝 𝑥 𝛾 𝑥 𝑧 (𝑑𝑧)
Pp
=
𝐻
1 2
x 𝛾 x H2 x Kp
Dimana: Kp
=
(1+sin 𝜑) (1−sin 𝜑)
𝜑
= tan2 (45 + 2 )
(Sumber: Mekanika Tanah Jilid 1, Braja M.Das)
2.8.2 Pengaruh Beban Pada Tanah Urugan A.
Beban Titik Tekanan lateral akibat beban titik diatas tanah urug dapat di hitung dengan
persamaan Boussinesq (Spangler, 1938). Jika beban titik P terletak sejauh seperti ditunjukan dalam Gambar 2.11, dengan menganggap angka poisson ( ) = 0,5, maka :
h
P 2
3x 2 z x2 z 2
52
(2.36)
Gambar 2.10 Beban Titik
29
Untuk m ≤ 0,4 :
x
0,28Q n2 . H 2 0,36 n 2
3
(2.37)
Untuk m > 0,4 :
x B.
1,77Q m 2 .n 2 . H 2 m2 n2
3
(2.38)
Beban Terbagi Rata Memanjang Beban terbagi rata memanjang (q) dapat berupa jalan raya, kereta api, timbunan
tanah dan lain – lain. Tekanan tanah lateral akibat beban tersebut dapat dihitung dengna persamaan Terzaghi (1943), sebagai berikut :
h
2q
sin cos 2
(2.39)
Dengan 𝛼 dan 𝛽 adalah sudut (dalam radian) yang ditunjukkan dalam Gambar 2.12. Dalam gambar tersebut ditunjukkan pula bentuk diagram tekanan tanah lateralnya.
Gambar 2.11 Beban Merata
2.9 Terasering Teras adalah banguna konservasi tanah dan air yang dibuat dengan penggalian dan pengurugan tanah, membentuk banguan utama berupa bidang olah guludan dan saluran air yang mengikuti kontur serta dapat pula dilengkapi dengan bangunan pelengkapnya seperti saluran pembuangan air (SPA) dan terjunan air yang tegak lurus kontur.(Yuliarta et al, 2002)
30
Terdapat berbagai cara mekanik dalam menahan erosi air dan angin. Cara utama adalah dengan membentuk mulsa tanah dengan cara menyusun campuran dedaunan dan ranting pohon yang berjatuhan diatas tanah dan membentuk penahan aliran air, misalnya dengan membentuk teras – teras di perbukitan (terasering) dan pertanian berkontur. Mulsa adalah sisa tanaman, lembaran plastis, atau susunan batu yang disebar di permukaan tanah. Mulsa berguna untuk melindungi permukaan tanah dari terapaan hujan, erosi, dan menjaga kelembaban, struktur, kesuburan tanah, serta menghambat pertumbuhan gulma (rumput liar). Pembuatan terasering dilakukan untuk mengurangi panjang lereng dan menahan atau memperkecil aliran permukaaan agar air dapat meresap ke dalam tanah. Jenis terasering antara lain teras datar, teras kredit, teras guludan, dan teras bangku. Jadi secara garis besar terasering adalah kondisi lereng yang dibuat bertangga – tangga yang dapat digunakan pada timbunan atau galian yang tinggi dan berfungsi untuk : 1. Menambah stabilitas lereng. 2. Memudahkan dalam perawatan (konversi lereng). 3. Memperpanjang daerah resapan air. 4. Memperpendek panjang lereng dan atau memperkecil kemiringan lereng. 5. Mengurangi kecepatan aliran permukaan (run off). 6. Dapat digunakan untuk landscaping.
2.9.1 Jarak Antar Garis Lintasan Semakin dekat batas garis antar lintasan maka peluang untuk erosi berkurang. Juga peluang untuk memproduksi unsur hara dalam bentuk biomassa semakin besar dan memungkinkan tumbuh dengan baik. Ada 2 kriteria untuk menentukan jarak antar lintasan: garis vertical dan garis horizontal. Secara vertikal, sebaiknya garis berikutnya tidak lebih dari 1 meter dibawahnya untuk mencegah erosi berlebihan. Pada bagian yang kemiringannya ekstrim atau curam, jaraknya harus lebih pendek. Sementara itu, pada lahan yang datar, sebaiknya jarak horizontal antar garis tidak lebih dari 5 meter untuk memaksimalkan menajemen kesuburna tanah ditunjujkan pada Gambar 2.13. (Mindanao Baptist Rural Life Center (MBRLC), 1971).
31
Jarak horizontal < 5m Jarak vertikal 1,0 m 1,0 m 1,0 m Gambar 2.12 Mengukur garis lintasan. Sumber: Mindanao Baptist Rural Life Center (MBRLC), (1971)
2.9.2 Jenis – jenis Terasering A. Teras Datar (level terrace) Teras datar atau teras sawah (leve terrace) adalah bangunan konservasi tanah berupa tanggul sejajar kontur, dengan kelerengan lahan tidak lebih dari 3 % dilengkapi saluran diatas dan dibawah tanggul. (Yuliarta, 2002). Teras datar dibuat tepat menurut arah garis kontur dan pada tanah – tanah yang permeabilitasnya cukup besar sehingga tidak terjadi penggenangan dan tidak terajadi aliran air melalui tebing teras. Teras datar pada dasarnya berfungsi menahan dan menyerapa air, dan juga sangat efektif dalam konservasi air. (Arsyad, 1989) Tujuan utama dari teras datar ini adalah konservasi air / kelembaban tanah, sedangkan pengendalian erosi adalah tujuan skunder. Karena itu teras tipe ini dibangun di daerah dengan curah hujan rendah sampai sedang untuk menahan dan meresapkan air ke lapisan tanah. Di daerah yang permeabilitasnya tinggi, teras tipe ini dapat digunakan untuk di daerah dengan curah hujan tinggi. Sketsa teras datar ditunjukan pada Gambar 2.14. (Schwab et. al., 1966)
Gambar 2.13 Teras Datar Sumber: Priyono, et. al., (2002)
32
Cara pembuatan teras datar adalah : (a) tanah digali menurut garis kontur dan tanah galiannya ditimbunkan ke tepi luar, (b) teras dibuat sejajar dengan garis kontur, (c) lebar guludan atas 0,37 – 0,5 m, lebar dasar guludan bawah menyesuaikan kemiringan guludan, (d) jarak tepi bawah saluran di bawah guludan terhadap tengah guludan 2,5 – 3,5 m, sedang jarak tepi atas saluran di atas guludan terhadap tengah guludan 3 – 6 m, (e) guludan ditanami rumput makanan ternak. (Priyono, et. al., 2002) B.
Teras Kredit (ridge terrace) Teras kredit merupakan banguanan konversi tanah berupa guludan tanah atau
batu sejajar kontur, bidang olah tidak dirubah dari kelerengan tanah asli. Teras kredit merupakan gabungan antara saluran dan guludan menjadi satu. (Priyono, et. al., 2002). Teras kredit biasanya, dibuat pada tempat dengan kemiringan lereng antara 3 – 10 persen, dengan cara membuat jalur tanaman penguat teras (lamtorom, kaliandra, gamal) yang ditanam mengikuti kontur. Jarak antara larikan 5 – 12 meter. Tanaman pada larikan teras berfungsi untuk menahan butir – butir tanah akibat erosi dari sebelah atas larikan. Lama kelamaan permukaan tanah bagian atas akan menurun, sedangkan bagian bawah yang mendekat dengan jalur tanaman akan semakin tinggi. Proses ini berlangsung terus – menerus sehingga bidang oleh menjadi datar atau mendekati datar. (Sukartaatmadja, 2004) Cara pembuatan teras kredit adalah : (a) persiapan lapangan dimulai dengan memancangkan patok – patok menurut garis kontur dengan menggunakan waterpas plastik. Jarak patok dalam garis kontur 5 m, dan jarak antar barius 5 – 12 m, (b) pembuatan bangunan teras berupa guludan tanah atau guludan batu yang arahnya sejajar garis kontur, (c) penamaman tanaman penguat teras (kaliandra, lomtoro, gamal) secara rapat di sepanjang guludan. Benih / biji jenis tanaman tahunan (legume tree crop) ditanam dengan secara merata. Bila digunakan stek atau stump, jarak tanamnya 0,5 m sepanjang guludan. Informasi teknis lain berkaitan dengan teras kredit adalah : (a) pembuatan teras tipe ini akan mengakibatkan pengurangan luas lahan sebesar 10 – 20 %, (b) teras kredit tidak cocok diterapkan pada tanah – tanah yang peka longsor, (c) sedimen untuk meninggikan guludan, (d) arah pengolahan tanah dimulai dari bagian lereng bawah. Sketsa teras kredit ditunjukan pada Gambar 2.14. (Priyono, et. al., 2002).
33
Gambar 2.14. Teras Kredit Sumber: Priyono, et. al., (2002)
C.
Teras Guludan (cotour terrace) Teras guludan adalah suatu teras yang membentuk guludan yang dibuat
melintang lereng dan biasanya dibuat pada lahan dengan kemiringan lereng 10 – 15 %. Sepanjang guludan sebelah dalam terbentuk saluran air yang landau sehingga dapat manampung sedimen hasil erosi. Saluran tersebut juga berfungsi untuk mengalirkan aliran permukaan dari bidang olah menuju saluran pembuang air. Kemiringan dasar saluran 0,1%. Teras guludan hanya dibuat pada tanah yang bertekstur lepas dan permabilitas tinggi. Jarak antar teras guludan 10 meter tapi pada tahap berikutnya di antara guludan dibaut guluda lain sebanyak 3 – 5 jalur dengan ukuran lebih kecil. (Sukartaatmadja, 2004). Teras guludan adalah bangunan konservasi tanah berupa guludan tanah dan selokan / saluran air yang dibuat sejajar kontur, dimana bidang olah tidak diubah dari kelerengan permukaan asli. Di antara dua guludan besar dibuat satu atau beberapa guludan kecil. Teras ini dilengkapi dengan saluran pembuangan air (SPA) sebagai pengumpul limpasan dan drainase teras. Sketsa teras guludan ditunjukan pada Gambar 2.15. (Priyono, et. al., 2002).
Gambar 2.15 Teras Guludan Sumber: Priyono, et. al., (2002)
34
D.
Teras Bangku (bench terrace) Teras bangku adalah bangunan teras yang dibuat sedemikian rupa sehingga
bidang olah miring ke belakang (reverse back slope) dan dilengkapi dengan bangunan pelengkap lainnya untuk menampung dan mengalirkan air permukaan secara aman dan terkendali. (Sukartaatmadja, 2004). Teras bangku adalah serangkaian dataran yang dibangun sepanjang kontur pada interval yang sesuai. Bangunan ini dilengkapi dengan saluran pembuangan air (SPA) dan ditanami dengan rumput untuk penguat teras. Jenis teras bangku ada yang miring ke luar dan miring ke dalam. (Priyono, et. al., 2002) Teras bangku atau teras tangga dibuat dengan jalan memtong lereng dan meratakan tanah di bagian bawah sehingga terjadi suatu deretan bentuk tangga atau bangku. Teras jenis ini dapat datar atau miring ke dalam. Teras bangku yang berlereng ke dalam dipergunakan untuk tanah – tanah yang permeabilitasnya rendah dengan tujuan agar air yang tidak segera terinfiltrasi tidak mengalir ke luar melalui talud. Teras bangku sulit dipakai usaha pertanian yang menggunakan mesin – mesin pertanian yang besar dan memerlukan tenaga dan modal yang besar untuk membuatnya. Sketsa teras bangku ditunjukan pada Gambar 2.16. (Arsyad, 1989).
Gambar 2.16 Teras Bangku Sumber: Priyono, et. al., (2002)
35
Menurut Peraturan Mentri Pertanian (2006) beberapa hal yang perlu mendapat perhatian dalam pembuatan teras bangku:
Dapat diterapkan pada lahan dengan kemiringan 10 – 40%, tidak dianjurkan pada lahan dengan kemiringan >40% karena bidang olah akan menjadi terlalu sempit.
Tidak cocok pada tanah dangkal (<40 cm).
Tidak cocok pada lahan usaha pertanian yang menggunakan mesin pertanian.
E.
Tidak dianjurkan pada tanah dengan kandungan aluminium dan besi tinggi.
Tidak dianjurkan pada tanah – tanah yang mudah longsor.
Teras Individu Teras individu dibuat pada lahan dengan kemiringan lereng antara 30 – 50%
yang direncanakan untuk areal penanaman tanaman pekebunan di daerah yang curah hujannya terbatas dan penutupan tanahnya cukup baik sehingga memungkinkan pembuatan teras individu. Teras dibuat berdiri sendiri untuk setiap tanaman (pohon) sebagai tempat pembuatan lobang tanaman. Ukuran teras individu disesuaikan dengan kebutuhan masing – masing jenis komoditas. Cara dan teknik pembuatan teras individu cukup sederhana yaitu dengan menggali tanah pada tempat rencana lubang tanaman dan menimbunnya ke lereng sebelah bawah sampai datar sehingga bentuknya seperti teras bangku yang terpisah. Tanah di sekliling teras individu tidak dioalh (tetap berupa padang rumput) atau di tanami dengan rumput atau tanaman penutup tanah. Sketsa teras individu ditunjukan pada Gambar 2.17a dan Gambar 2.17b. (Sukartaatmadja, 2004).
Gambar 2.17.a Teras Individu Sumber: Priyono, et. al., (2002)
36
Gambar 2.17.b Potongan Melintang Teras Individu Sumber: Priyono, et. al., (2002)
F.
Teras Kebun Teras kebun dibuat pada lahan – lahan dengan kemiringan lereng antara 30 –
50% yang direncanakan untuk areal penanaman jenis tanaman perkebunan. Pembutan teras hanya dilakukan pada jalur tanaman sehingga pada areal tersebut terdapat lahan yang tidak diteras dan biasanya ditutup oleh vegetasi penutup tanah. Ukuran lebar jalur teras dan jarak antar jalur teras disesuaikan dengan jenis komoditas. Dalam pembuatan teras kebun, lahan yang terletak di antara dua teras yang berdampingan dibiarkan tidak diolah. (Sukartaatmadja, 2004). Dijelaskan bahwa teras kebun merupakan bangunan konservasi tanah teras yang dibuat hanya pada bagian lahan yang akan ditanami tanaman tertentu, dibuat sejajar kontur dan membiarkan bagian lainnya tetap seperti keadaan semula, biasanya ditanami tanaman penutup tanah. Teras ini dibuat pada lahan dengan kemiringan 10 – 30%, tetapi dapat dilakukan sampai kemiringan 50% jika tanah cukup stabil / tidak mudah longsor. Sketsa teras kebun ditunjukan pada Gambar 2.18. (Yuliarta, et. al., 2002).
Gambar 2.18 Teras Kebun Sumber: Priyono, et. al., (2002)
37
Dalam pembuatan teras kbun, perisapan dilapangan adalah: (a) patok induk dipasang mengikuti lereng dengan nomor kode 1, 2, dan seterusnya. Jarak antara dua patok induk disesuaikan dengan rencana jarak tanaman; pemasangan dimulai dari bagian datas lereng, (b) patok pembantu merupakan patok batas galian tanah, dengan nomo kode 1A, 1B dan seterusnya; dipasang dikanan kiri patok induk, demikian seterusnya. Untuk menentukan letak patok pembantu digunakan waterpass agar arahnya sejajar garis kontur. Jarak antara 2 patok sekitar 5 meter atau sesuai dengan rencana jarak tanam dalam jalur, (c) di bawah patok pembantu dipasang patok batas timbunan dengan nomor kode 1a, 1b, 1c, dan seterusnya yang sejajar dengan patok pembantu nomor kode 1A, 1B, 1C, dan seterusnya. Jarak antara patok pembantu dan patok batas timbunan sekitar 1,5 meter dan jarak antara 2 batas timbunan 5 meter. Pelaksanaan pembuatan bangunan teras adala: (a) membuat batas galian dengan menghubungkan patok – patok pembuatan melalui pencangkulan tanah, (b) menggali tanah dibagian bawah batas galain dan timbunkan ke bagian bawah sampai patok batas timbunan, (c) tanah urugan didapatkan dan permukaan tanah dibuat miring ke arah dalam sekitar 1%, (d) dibawah talud dibuat selokan teras atau saluran buntu dengan panjang 2 m, lebar 20 cm, dan dalam 10 cm. (Yuliarti, et. al., 2004)
2.10 Dinding Turap Turap adalah konstruksi yang dapat menahan tekanan tanah di sekelilingnya dan mencegah terjadinya kelongsoran tanah untuk sementara waktu. Konstruksi ini terdiri dari dinding turap dan penyangganya. Stabilitasnya didapat dari gaya tekanan horizontal tanah, ditempat turap dipancangkan dan gaya tahanan horizontal dari jangkar.
38