BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
UMUM Kapasitas pikul beban batas pada elemen struktur yang mengalami
pembebanan khususnya balok tergantung pada panjang relatif dan karakteristik dimensional penampang melintang elemen tersebut yaitu dimensi terkecil dari penampang melintang, selain itu juga bergantung pada sifat material yang digunakan. Suatu balok pada umumnya akan mentransfer beban vertikal sehingga kemudian akan terjadi lenturan. Misalnya, balok dibebani P seperti yang terjadi pada Gambar 2.1, maka balok akan melentur dengan jari-jari R yang tidak konstan.
garis netral mula-mula garis
netral
Gambar 2.1 : Perilaku yang dibebani P
Bagian atas dari garis netral tertekan dan bagian bawah dari garis netral tertarik sehingga pada bagian atas garis netral terjadi perpendekan dan bagian bawah garis netral terjadi perpanjangan (Gambar 2.1). Di situ tampak bahwa suatu balok merupakan kombinasi antara elemen yang tertekan dengan elemen yang tertarik. Hal ini sama perilakunya jika ditinjau konstruksi balok tersusun berlapis maupun konstruksi balok komposit.
Universitas Sumatera Utara
Balok bersusun dapat disusun dengan balok kayu yang sama ukuran dan kekuatannya. Namun dapat juga disusun dengan balok kayu yang berbeda ukuran maupun kekuatannya. Penyusunan balok dengan mutu ataupun ukuran berbeda lebih menguntungkan karena penggunaan balok kayu disesuaikan dengan kebutuhan balok. Balok kayu yang lebih kuat dapat diletakkan di posisi yang memerlukan kekuatan lebih dan demikian juga sebaliknya, balok kayu yang lebih lemah dapat diletakkan pada posisi yang tidak memerlukan kekuatan tinggi. Dapat dikatakan penggunaan kualitas kayu disesuaikan dengan diagram tegangan dan regangan, jadi lebih rasional dan ekonomis. Konstruksi balok tersusun berlapis
adalah konstruksi kayu yang
menggunakan papan-papan tipis yang diletakkan sejajar satu sama lain, dengan jenis material yang sama, dan arah serat kayu sejajar satu sama lain sehingga merupakan balok yang berukuran besar, sedangkan konstruksi balok komposit merupakan sebuah konstruksi yang bahan-bahan penyusunnya terdiri dari dua jenis material yang berbeda. Di mana sebelum menyatu, tiap-tiap bahan penyusun konstruksi balok berlapis maupun konstruksi balok komposit tersebut mampu memikul beban tertentu. Dalam penelitian-penelitian yang telah dilakukan, terdapat faktor yang penting pada aksi perpaduan antara lapisan papan yaitu lekatan antara beberapa lapisan itu sendiri. Lekatan antara beberapa lapisan papan yang memiliki sifat dan jenis yang sama tersebut dapat dipertinggi dengan menggunakan alat penghubung geser. Misalnya, alat penghubung geser dengan sambungan paku yang dipakai pada papan yang tersusun berlapis sehingga nantinya akan membentuk suatu balok dengan ukuran yang relatif lebih besar. Aksi dari papan-papan berlapis akan terjadi, apabila beberapa lapisan papan yang telah membentuk sebuah struktur ikut memikul beban. Misalnya, beberapa lapisan papan dengan sifat dan jenis yang sama diletakkan sejajar satu sama lain dengan menggunakan alat penghubung geser sehingga menjadi satu kesatuan balok, akan melentur secara menyatu. Hal ini dapat diilustrasikan seperti pada Gambar 2.2 di bawah ini. Andaikan dua buah balok maupun dua buah papan dilapiskan begitu saja seperti pada Gambar 2.2a, di mana balok/papan 1 terletak bebas di atas
Universitas Sumatera Utara
balok/papan 2 (sisi kedua balok/papan yang saling berhubungan betul-betul licin). Apabila balok/papan tersebut dibebani dengan gaya P yang relatif besar maka akan terjadi lendutan kira-kira seperti pada Gambar 2.2b, di mana balok-balok itu seolah-olah akan bekerja sendiri-sendiri dan beban P di atasnya sebagian didukung oleh balok/papan sebelah atas (1) dan sebagian lainnya didukung oleh balok/papan sebelah bawah (2). Gambar 2.2.a
Gambar 2.2.c
Gambar 2.2.b
Gambar 2.2 : Perilaku dua balok yang tidak menyatu dibebani P
Akibat tegangan tarik dan tegangan tersebut, di mana balok/papan 1 dan 2 terpisah, akan terjadi perpanjangan dan perpendekan pada kedua balok/papan sehingga terlihat nantinya δh dengan jelas, dan akan terlihat pula bahwa balok/papan 2 akan menonjol keluar di bawah balokl/papan 1 sebesar δh (δh = perpanjangan dan perpendekan balok/papan akibat adanya lengkungan ). Andaikan balok/papan 1 dan 2 adalah satu kesatuan, maka tentu tidak akan nampak penonjolan δh
diantara kedua balok/papan karena telah menyatu
(monolit). Diagram untuk gaya-gaya aksi dan reaksi untuk kejadian di atas, tentunya gaya-gaya yang ada hanyalah gaya-gaya yang tegak lurus pada sumbu balok (Gambar 2.2c). Perlawanan aksi horizontal di antara balok/papan 1 dan 2 akibat adanya lendutan tidak ada. Perlawanan aksi horizontal ini hanya di lawan oleh tegangan lentur dari masing-masing lapisan balok/papan sehingga adanya lenturan telah menimbulkan δh tadi.
Universitas Sumatera Utara
Selanjutnya untuk keadaan lapisan balok/papan yang tersusun berlapis, di mana balok/papan 1 (satu) diletakkan di atas balok/papan 2 (dua) tetapi dengan menggunakan alat sambung penghubung geser seperti pada Gambar 2.3.a di bawah ini. pada Gambar 2.3.b, akibat beban P akan terjadi lendutan pada balok/papan 1 (satu) dan 2 (dua) telah disatukan dengan alat sambung penghubung geser, maka pada Gambar 2.3.b diperlihatkan gaya-gaya interaksi antara 2 (dua) balok/papan tadi. Tampak bahwa gaya-gaya tersebut merupakan gaya-gaya vertikal dan horizontal terhadap sumbu balok.
Gambar 2.3 Perilaku dua balok yang menyatu dibebani P
Dengan demikian bahwa penghubung balok/papan 1 dan 2 tadi akan memikul gaya horizontal H atau gaya-gaya sejajar dengan sumbu balok yang merupakan gaya-gaya geser. Itulah sebabnya penghubung/pemersatu kedua lapisan balok/papan tadi disebut dengan penghubung geser. 2.2.
TEORI TENTANG KONSTRUKSI TERLENTUR Setelah diketahui distribusi tegangan dalam daerah elastis pada suatu
irisan balok, maka dapat dibuat pernyataan kuantitatif mengenai hubungan antara momen lentur dengan tegangan.
Universitas Sumatera Utara
Dengan mengambil contoh suatu balok yang mengalami pembebanan terpusat sebesar P pada suatu perlekatan, maka akan terdapat momen lentur pada sepanjang batang seperti pada Gambar 2.4 di bawah ini:
a. Batang lurus sebelum pembebanan
b. Batang lurus setelah pembebanan
Gambar 2.4 Perilaku balok dalam melentur [Popov E.P, 1994, Mechanics of Material]
Sesuai dengan hipotesa Navier bahwa bidang irisan sebelum pembebanan akan tetap rata (Gambar 2.4a), tetapi setelah pembebanan (setelah batang melentur) sesaat di atas garis netral akan memendek, sebaliknya sesaat di bawah garis netral akan memanjang (Gambar 2.4b). Dari perbandingan segitiga pada Gambar 2.4b di atas diperoleh : s ' s1 y = nn1 r
=
εx
………………………….....................................…………………………………………..(2.1)
Di mana : s’s1 = perpanjangan serat ss1, yang semulanya ss = nn = nn1, sehingga s ' s1 adalah perubahan panjang spesifik serat pada jarak y dari garis netral. nn1
Sesuai dengan hukum Hooke, bahwa : σ =E. ε
Universitas Sumatera Utara
maka : σx= E . εx = E. y ....................................................... (2.2)1 r
rumus (2.2) menunjukkan bahwa tegangan pada tiap-tiap lapisan berbanding lurus dengan jarak dari sumbu netral, seperti pada gambar 2.4. Tegangan di atas sumbu netral bersifat desak dan tegangan di bawah sumbu netral bersifat tarik. Dari rumus tersebut tidak diketahui letaknya garis netral dan r. Jika pada suatu lapisan y terdapat tegangan sebesar σy, maka gaya yang bekerja pada tampang dA pada lapisan tersebut adalah: dT = atau
dT =
σy . dA .........................................................................(2.3a)
Dari persamaan (2.3a) dapat dihitung gaya tarik pada bagian tarik sebesar: ..............................................................................(2.3b) Dengan cara yang sama didapat pula gaya desak: ...............................................................................(2.3c)
Gambar 2.5 Suatu balok dengan lenturan murni [Popov E.P, 1994, Mechanics of Material]
Pada konstruksi yang hanya menderita momen lentur murni sumbu netral terletak pada lapisan yang mengalami tegangan sama dengan nol, dengan kata lain:
Hal ini berarti
1
.............................................................................(2.3d)2
Sumber: “Mekanika Bahan” Sidharta S. Karmawan, 1995: Hal. 48-49
Universitas Sumatera Utara
Yang berarti pula sumbu netral didapat bila y = 0 atau berarti bahwa sumbu netral berimpit dengan sumbu batang. Persamaan (2.3d) disebut momen statik. Persamaan ini sering digunakan untuk mencari titik berat suatu tampang. Selanjutnya gaya pada persamaan (2.3a) mengakibatkan momen terhadap sumbu netral sebesar: ................................................................(2.4a) Dengan demikian dapat dihitung jumlah momen di seluruh tampang adalah: ............................................................................(2.4b) Berdasarkan keseimbangan maka momen pada persamaan (2.4b) ini melawan momen lentur
. Selanjutnya bila persamaan (2.2) dan (2.4b) disatukan
diperoleh:
atau
....................................................................................................(2.5) Maka tegangan yang terbesar pada jarak y ialah yang terjauh dari garis
netral, yaitu serat terluar sejauh 1/2 h dari garis netral, jadi persamaan diatas menjadi : σmax = M .1 / 2h I
σmax =
M 1 …………………………………………………….(2.6) I/ h 2
I = W = momen tahanan terhadap garis netral, sehingga : 1 h 2 σmax =
2
m …………………………………………………………..(2.7) w
Sumber: “Mekanika Bahan” Sidharta S. Karmawan, 1995: Hal 50
Universitas Sumatera Utara
2.3.
METODE PENYELESAIAN UNTUK
APLIKASI PRINSIP
ENERGI 2.3.1.
Kalkulus Variasi Kalkulus variasi adalah generalisasi dari permasalahan maksimum dan
minimum pada kalkulus biasa. Hal ini diperlukan untuk menentukan sebuah fungsi y = y(x) yang mengekstrimkan (nilai maksimum/ nilai minimum) sebuah integral yang terdefenisi. 3
Dimana integral tersebut terdiri atas y dan turunannya. Pada mekanika struktur hal ini untuk menemukan perubahan bentuk suatu sistem yang akan menyebabkan energi potensial total sistem tersebut memiliki nilai yang tetap. Perubahan bentuk yang memenuhi kriteria ini berhubungan dengan bentuk kesetimbangan dari sistem tersebut. Walaupun kalkulus variasi memiliki kesamaan dengan permasalahan maksimum dan minimum pada kalkulus biasa, kedua metode tersebut berbeda pada satu aspek yang penting. Pada kalkulus biasa kita bisa menemukan nilai pasti dari suatu variabel pada tempat dimana fungsi yang diberikan mencapai titik ekstrimnya. Namun pada kalkulus variasi kita tidak dapat menemukan fungsi yang dapat memberikan nilai ekstrim pada integral, kita hanya bisa menemukan persamaan differensial yang harus dipenuhi oleh fungsi tersebut. Kalkulus variasi hanyalah alat untuk menemukan persamaan yang menentukan dari suatu permasalahan. 2.3.2.
Metode Rayleigh-Ritz Aplikasi yang paling ideal dari teori stasioner pada suatu sistem
menerus memerlukan penggunaan kalkulus variasi. Pendekatan ini pada permasalahan untuk menemukan bentuk kesetimbangan dari suatu struktur memiliki dua kelemahan. Kelemahan pertama adalah kalkulus variasi yang harus 3
Sumber: “Analisa dan kajian eksperimental balok komposit tersusun kayu kelapa dengan menggunakan baut sebagai shear connector”M. Agung Handana,2010;Hal:45
Universitas Sumatera Utara
digunakan sangat kompleks. Kelemahan kedua adalah metode ini hanya menemukan persamaan differensial bukan jawabannya. Untuknya ada suatu metode dimana prinsip energi potensial stasioner dapat diterapkan dengan mendekati, dikenal dengan metode Rayleigh-Ritz. Pada metode ini kita mengasumsikan fungsi lendutan yang tepat dari suatu sistem dan kemudian mengurangi derajat kebebasan yang sangat banyak menjadi derajat kebebasan yang terhingga. Prinsip energi potensial stasioner kemudian akan langsung menuju bentuk kesetimbangannya, dan hanya kalkulus differensial biasa yang akan digunakan untuk memecahkan masalah. 2.3.3.
Metode Galerkin Metode Galerkin juga menggunakan analisa stabilitas dengan solusi
pendekatan seperti pada metode Rayleigh-Ritz. Namun perbedaannya dengan metode Rayleigh-Ritz, bila metode Rayleigh-Ritz menyelesaikan dengan melihat energi dari sistem tersebut, metode Galerkin langsung menyelesaikan persamaan differensial dari sistem tersebut. 2.4.
ANALISA BALOK KAYU BERSUSUN DENGAN METODE ENERGI Pada penelitian ini jumlah lapisan material kayu bersusun yang
digabung dibatasi hanya untuk tiga material saja. Ketiga material kayu lapis tersebut akan digabungkan menjadi satu kesatuan balok bersusun dengan menggunakan alat penyambung geser (shear connector) berupa paku. Untuk mengetahui pengaruh jumlah dan jarak paku pada balok, maka akan dilakukan penurunan rumus untuk mencari pengaruh tersebut pada energi regangan total balok. Jumlah dan jarak paku akan divariasikan menjadi 3 (tiga) variasi untuk melihat perbedaan-perbedaan yang ada antara masing-masing variasi. Berikut ini akan diberikan proses penurunan rumus untuk mendapatkan energi regangan akibat lentur dan aksial balok, energi regangan akibat alat penyambung, serta energi potensial akibat gaya luar. Aplikasi dari hasil-hasil tersebut akan dibahas pada bab selanjutnya dengan memasukkan nilai Mechanical properties material kayu lapis yang akan diperoleh dari hasil pengujian laboratorium.
Universitas Sumatera Utara
2.4.1.
Energi Regangan Akibat Lentur dan Aksial Penurunan untuk energi regangan diawali dengan asumsi bahwa
regangan normal kearah sumbu datar setiap lapisan dapat menahan gaya-gaya luar yang bekerja. Untuk mendapatkan pengaruh dari regangan normal arah sumbu datar dari perpindahan arah sumbu datar dan juga sumbu tegak, dapat digunakan persamaan Lagrangian untuk regangan dan perpindahan, yaitu: .................................................................... (2.1) 4 Dimana
adalah perpindahan arah sumbu datar dari elemen struktur dan
adalah perpindahan arah sumbu tegak lurus dari elemen struktur. Untuk elemen struktur yang langsing, regangan ini dapat dihitung dengan melihat bentuk terdeformasi antara posisi awal dan posisi akhir setiap lapisan dalam elemen struktur tersebut. Pada gambar 2.6 berikut dapat dilihat perpindahan dari suatu titik umum yang dinamakan i.
Gambar 2.6 Perpindahan geometrik dari balok
Perpindahan
4
dan
dapat dihitung dengan:
Sumber: “Analisa dan kajian eksperimental balok komposit tersusun kayu kelapa dengan menggunakan baut sebagai shear connector”M. Agung Handana,2010;Hal:48
Universitas Sumatera Utara
.............................................................................................(2.2) ............................................................................................ (2.3) ........................................................................................... (2.4) u adalah perpindahan axial pada pertengahan tinggi suatu lapisan, w adalah perpindahan arah sumbu tegak pada pertengahan tinggi suatu lapisan dan z adalah setengah tinggi dari suatu lapisan. Subsitusikan persamaan (2.2), (2.3), dan (2.4) ke dalam persamaan (2.1), maka akan didapat:
.......................................................................(2.5) 5 Persamaan ini menyatakan dengan lengkap hubungan antara regangan-perpindahan dan kebebasan dari besaran regangan dan perpindahan. Besaran terpenting diturunkan pada sumbu x. Asumsi bahwa besaran perpindahan pada arah tegak lurus sumbu dapat mendekati ketinggian elemen, dan asumsi bahwa material-material berperilaku elastis akan menempatkan batasan dari besarnya rotasi ujung yang akan tercapai untuk setiap elemen untuk setiap kombinasi yang berguna dari ukuran dan bentang material. Berdasarkan penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya untuk lantai, dinding dan atap (Kamiya 1987, 1988, Wheat 1986, dan wolf 1989, 1991) menunjukkan bahwa suatu sistem struktur akan mencapai batas ultimit sebelum rotasi ujung sebesar 10° tercapai. Pengamatan ini memungkinkan kita untuk menyederhanakan persamaan (2.5) , yang berlaku untuk rotasi setiap besaran. Suatu studi parameter terhadap persamaan (2.5) telah dilakukan dengan memeriksa setiap hubungan yang dianggap penting. Hasil dari studi tersebut menyatakan bahwa
5
Sumber: “Analisa dan kajian eksperimental balok komposit tersusun kayu kelapa dengan menggunakan baut sebagai shear connector”M. Agung Handana,2010;Hal:49
Universitas Sumatera Utara
hubungan regangan-perpindahan berikut ini cukup akurat untuk rotasi ujung elemen yang menjadi bagian dari struktur.
.....................................................................................(2.6) 6 Dimana regangan internal arah sumbu tegak terdefenisikan secara lengkap dalam bentuk perpindahan. Dengan hanya mempertimbangkan regangan arah sumbu tegak pada setiap lapisan struktur, persamaan energi regangan untuk balok kayu yang mengalami perubahan bentuk dapat dinyatakan sebagai berikut: .............................................................................(2.7) Dimana bentuk penjumlahan diatas adalah untuk 3 lapisan struktur dimana E untuk setiap lapisan adalah sama. Subsitusikan persamaan (2.6) ke persamaan (2.7), kemudian disederhanakan bentuk integral kepada bentuk panjang bentang, dan kemudian dengan memasukkan parameter-parameter struktur untuk bentuk struktur persegi, maka bentuk persamaan diatas menjadi: ..........................(2.8) Persamaan diatas adalah energi regangan lentur dan aksial total untuk balok bersusun dengan tiga lapisan struktur. 2.4.2.
Energi Regangan Akibat Slip Antar Bidang Slip antara dua lapisan struktur pada titik sembarang sepanjang balok
bersusun disebabkan oleh perubahan bentuk dari penghubung geser itu sendiri dan juga perubahan bentuk dari balok kayu yang diakibatkan tegangan kontak antara lapisan kayu dengan penghubung geser. Walaupun slip memiliki dua komponen yaitu perubahan bentuk kayu dan penghubung geser, slip akan dijabarkan secara analitis. Pada penghubung geser berupa paku, slip dijabarkan analitis sebagai gaya yang disalurkan dengan gaya geser yang dinyatakan sebagai suatu fungsi dari 6
Sumber: “Analisa dan kajian eksperimental balok komposit tersusun kayu kelapa dengan menggunakan baut sebagai shear connector”M. Agung Handana,2010;Hal:50-51
Universitas Sumatera Utara
perubahan bentuk titik secara keseluruhan. Slip pada bidang pertemuan antara kedua lapisan yang diukur pada bidang slip setelah pembebanan dapat dinyatakan dengan: ..........(2.9) 7 Dimana
adalah perubahan bentuk aksial dari lapisan struktur i sejajar posisi
tidak berubah bentuk, dan
adalah ketebalan struktur lapisan i.
Gambar 2.7 Hubungan slip dengan perpindahan
Dengan menyatakan Δ sebagai slip pada arah tidak berubah bentuk seperti yang tergambar pada gambar 2.7 diatas, dan dengan membatasi rotasi sudut sebesar 10° maka: .........................................................(2.10) Penghubung geser diasumsikan berjarak cukup rappat sepanjang bentang balok dan dapat digantikan dengan penghubung geser yang menerus. Bila jumlah penghubung geser dalam satu baris adalah n, dan jarak antar penghubung
7
Sumber: “Analisa dan kajian eksperimental balok komposit tersusun kayu kelapa dengan menggunakan baut sebagai shear connector”M. Agung Handana,2010;Hal:52
Universitas Sumatera Utara
geser pada baris tersebut adalah s, maka gaya geser per unit panjang disetiap titik dapat ditulis dengan: ..............................................................................................................(2.11)8 Dimana F adalah kekuatan penghubung geser. Maka total usaha yang dilakukan oleh penghubung geser sepanjang bentang balok dapat dituliskan dengan persamaan berikut: .............................................................................................(2.12) Dimana Δ adalah slip sesuai dengan persamaan (2.10) 2.4.3.
Energi Potensial Akibat Gaya Luar Komponen ini sama dengan nilai negatif dari usaha yang dilakukan
oleh gaya-gaya luar ketika balok mengalami perubahan bentuk. Gaya-gaya luar yang bekerja pada balok adalah sebuah gaya terpusat P di tengah bentang. Total panjang bentang yang direncanakan 200 cm. Perpindahan arah sumbu tegak dibawah beban P dinyatakan dalam w. Dalam penyelesaian persamaan secara matematis, jarak beban dinyatakan terhadap L. Dengan demikian, energi akibat gaya luar yang bekerja pada balok, yaitu akibat gaya lentur dan gaya lintang dapat dinyatakan: ...........................................................................(2.13) 2.4.4.
Total Energi pada balok Bersusun Persamaan untuk total energi yang terjadi pada suatu balok bersusun
dengan dua lapisan struktur dapat diperoleh dengan menjumlahkan persamaan (2.8),(2.12) dan (2.13), atau dapat ditulis:
8
Sumber: “Analisa dan kajian eksperimental balok komposit tersusun kayu kelapa dengan menggunakan baut sebagai shear connector”M. Agung Handana,2010;Hal:53-55
Universitas Sumatera Utara
.............................................................................. (2.14) Persamaan (2.14) bila dijabarkan terhadap masing-masing struktur akan menjadi:
..................................(2.15)9 2.4.5.
Penyelesaian Persamaan Energi Persamaan (2.15) di atas akan diselesaikan dengan metode Rayleigh-
Titz, yaitu metode yang menggunakan pendekatan fungsi matematis untuk mengasumsikan fungsi lendutan. Untuk balok diatas dua perletakan, fungsi untuk perpindahan arah sumbu tegak/lendutan (w), dan perpindahan arah sumbu datar (u) dapat diasumsikan sebagai berikut:
Turunan dan kuadrat turunan dari fungsi-fungsi perpindahan/ lendutan diatas adalah sebagai berikut:
9
Sumber: “Analisa dan kajian eksperimental balok komposit tersusun kayu kelapa dengan menggunakan baut sebagai shear connector”M. Agung Handana,2010;Hal:55-56
Universitas Sumatera Utara
10
Hasil perkalian sesuai komponen-komponen penyusun persamaan (2.15) adalah sebagai berikut:
Untuk mendapatkan nilai dari persamaan (2.15), integral-integral dari persamaan tersebut diselesaikan sebagai berikut:
= 10
Sumber: “Analisa dan kajian eksperimental balok komposit tersusun kayu kelapa dengan menggunakan baut sebagai shear connector”M. Agung Handana,2010;Hal:57-
Universitas Sumatera Utara
=
=
11
11
9 2
2 20
23
9 2
2 20
23
9 2
2 20
23
Sumber: “Analisa dan kajian eksperimental balok komposit tersusun kayu kelapa dengan menggunakan baut sebagai shear connector”M. Agung Handana,2010;Hal:57-58
Universitas Sumatera Utara
2 4 40
2
+18
4 40
3
+81 2 4 40
23
12
Dengan memasukkan nilai-nilai hasil integrasi yang telah dicari pada persamaan diatas, maka persamaan (2.15) menjadi:
12
Sumber: “Analisa dan kajian eksperimental balok komposit tersusun kayu kelapa dengan menggunakan baut sebagai shear connector”M. Agung Handana,2010;Hal:59-60
Universitas Sumatera Utara
2.4.6.
Aplikasi dari Penyelesaian Persamaan Energi
Syarat dari suatu sistem persamaan mengalami keadaan setimbang adalah bila turunan pertama dari persamaan tersebut hilang. Pada persamaan (2.16) U adalah fungsi dari lima variabel, yaitu a,b,c,d dan e. Agar persamaan (2.16) mempunyai nilai stasioner maka turunan parsial persamaan (2.16) terhadap nilai a,b,c,d dan e nilainya harus sama dengan nol, maka:
13
-
-
Dengan memasukkan nilai l (panjang bentang), , E (elastisitas), A(luas penampang), I (inersia), F(gaya geser langsung), s(jarak antar paku) dan P (beban yang bekerja) maka persamaan-persamaan diatas dapat diselesaikan. Nilai
13
Sumber: “Analisa dan kajian eksperimental balok komposit tersusun kayu kelapa dengan menggunakan baut sebagai shear connector”M. Agung Handana,2010;Hal:60-61
Universitas Sumatera Utara
E,A,I dan F tersebut didapat dari hasil percobaan dan pengujian sampel di laboratorium.
2.5.
SIFAT KAYU Perkembangan dalam pengerjaan kayu serta pengolahannya berjalan
dengan pesat. Lebih-lebih karena bumi Indonesia mengandung kekayaan yang luar biasa akan aneka jenis kayu. Karena itu pemerintah mencurahkan perhatiannya pada bidang itu, maupun pada penyiapan tenaga untuk industri kayu. Bila dibandingkan dengan bahan struktur bangunan yang lain kayu memiliki beberapa keunggulan diantaranya: •
Kayu memiliki berat jenis yang ringan sehingga berat sendiri struktur menjadi ringan
•
Mudah dalam pelaksanaan pekerjaan dengan peralatan yang sederhana
•
Struktur bangunan dari kayu memiliki nilai estetika yang cukup tinggi
•
Kayu dapat dibudidayakan Sebagai bahan dari alam, kayu dapat terurai secara sempurna sehingga tidak ada istilah limbah pada konstruksi kayu
2.5.1.
Sifat Kayu Secara Umum Kayu berasal dari berbagai jenis pohon yang memiliki sifat yang
berbeda-beda. Bahkan kayu berasal dari satu pohon memiliki sifat agak yang berbeda-beda pula jika dibandingkan bagian ujung dan pangkalnya. Dalam hubungan itu ada baiknya jika sifat-sifat kayu tersebut diketahui terlebih dahulu sebelum kayu itu dipergunakan. Sifat dimaksud antara lain yang bersangkutan dengan sifat-sifat anatomi kayu. Adapun beberapa sifat kayu itu secara umum sebagai berikut: •
Semua batang pohon mempunyai pengaturan vertikal dan sifat simetri radial
•
Kayu tersusun dari sel-sel yang memiliki tipe bermacam-macam dan susunan dinding selnya terdiri dari senyawa-senyawa kimia berupa selulosa dan helmiselulosa (unsur karbohidrat) serta berupa lignin (non-karbohidrat)
Universitas Sumatera Utara
•
Semua kayu bersifat anisotropic, yaitu memperlihatkan sifat-sifat yang berlainan jika diuji menurut tiga arah utamanya (longitudinal, tangensial dan radial). Hal ini disebabkan oleh struktur dan oriensi selulosanya dalam dinding sel, bentuk memanjang sel-sel kayu dan pengaturan sel terhadap sumbu vertical dan horizontalnya pada batang pohon.
•
Kayu merupakan suatu bahan yang bersifat hidgroskopik, yaitu dapat kehilangan
atau
bertambah
kelembabannya
akibat
perubahan
kelembaban dan suhu udara sekitarnya •
Kayu dapat diserang mahluk hidup perusak kayu, dapat juga terbakar terutama jika kondisi kering
2.5.2.
Berat Jenis Kayu memiliki berat jenis berbeda-beda, berkisar antara minimum
antara 0,20 (ky.balsa) hingga 1,28 (Ky.nani). Berat jenis merupakan petunjuk penting bagi aneka sifat kayu. Makin berat kayu itu, umumnya makin kuat pula kayunya. Mengingat kayu terbentuk dari sel-sel yang memiliki bermacam-macam tipe, memungkinkan terjadinya suatu penyimpanan tertentu. Pada perhitungan berat jenis kayu semestinya berpangkal pada keadaan kering udara, yaitu sekering-keringnya tanpa pengering udara. Berat jenis didefinisikan sebagai angka berat dari satuan volume suatu material. Berat jenis diperoleh dengan membagikan berat kepada volume benda tersebut. Berat diperoleh dengan cara menimbang suatu benda pada suatu timbangan dengan tingkat keakuratan yang diperlukan. Untuk lebih praktisnya, digunakan timbangan dengan ketelitian 20% yaitu sebesar 20 gr/kg. Sedangkan untuk menentukan volume dilakukan dengan mengukur panjang, lebar dan tingginya dan mengalikan ketiganya Berat jenis juga didefinisikan berat relatif benda tersebut terhadap berat jenis standart, dalam hal ini berat jenis air (gr/cm³). Air dipakai sebagai bahan standard karena berat untuk 1 cm³ adalah 1 gr. 2.5.3.
Kadar Air (Kadar Lengas) Perbedaan kekuatan kayu yang masih basah dari kekuatan yang telah
kering udara ditunjukkan pada tabel berikut:
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.1 Perbandingan persentase kekuatan kayu basah terhadap kayu kering udara menurut Gardner dan Newlin/Wilson (PKKI NI-5)
Jenis Parameter Kekuatan
Gardner
Newlin/Wilson
Kuat Lentur
74%
54%
Kuat Lentur Absolut
89%
70.5%
Modulus Elastisitas
87.5%
83%
-
62%
77%
76.5%
Kuat Hancur Kuat Hancur Absolut (Sumber: PKKI NI-V hal:65)
Kayu sebagai bahan bangunan dapat mengikat air dan juga melepaskan air yang dikandungnya. Keadaan seperti ini tergantung pada kelembaban suhu udara disekelilingnya, dimana kayu berada. Kayu mempunyai sifat peka terhadap kelembaban karena pengaruh kadar
airnya
menyebabkan
pengembang
dan
menyusutnya
kayu
serta
mempengaruhi pula sifat-sifat fisik dan mekanisnya. Kadar air sangat besar pengaruhnya terhadap kekuatan kayu, terutama daya pikulnya terhadap tegangan desak sejajar serat dan juga tegak lurus arah serat kayu. Sel-sel kayu mengandung air yang sebagian merupakan bebas yang mengisi dinding sel. Apabila kayu mengering, air bebas keluar dahulu dan saat air bebas tersebut habis keadaan tersebut dinamakan titik jenuh serat (Fiber Saturation Point). Kadar air pada saat itu kira-kira 25% - 30%. Apabila kayu mengering dibawah titik jenuh serat, dinding sel menjadi semakin padat sehingga mengakibatkan serat-seratnya menjadi kokoh dan kuat. Maka dapat diambil kesimpulan bahwa turunnya kadar air mengakibatkan bertambahnya kekuatan kayu. Pada umumnya kayu-kayu di Indonesia yang kering udara mempunyai kadar air (kadar lengas) antara 12% - 18%, atau rata-rata 15%. 1. Kadar Air Kayu Kayu bersifat higrokopis, artinya kayu memiliki daya tarik terhadap air, baik dalam bentuk uap ataupun cairan. Kemampuan kayu untuk menghisap dan mengeluarkan air tergantung kelembaban udara
Universitas Sumatera Utara
disekelilingnya. Sehingga banyaknya air dalam kayu berubah-ubah menurut keadaan udara/atmosfer sekelilingnya. 2. Air di dalam kayu Keadaan air yang terdapat di dalam kayu terdiri atas 2 macam yaitu: a. Air bebas, yaitu air yang terdapat dalam rongga-rongga sel, paling mudah dan terdahulu keluar. Air
bebas umumnya tidak
mempengaruhi sifat dan bentuk kayu kecuali berat kayu b. Air terikat, yaitu air yang berada dalam dinding-dinding sel kayu, sangat sulit dilepaskan. Zat cair pada dinding-dinding inilah yang berpengaruh kepada sifat-sifat kayu (penyusutan) 3. Penyusutan kayu Penambahan air atau zat cair pada suatu zat dinding sel akan menyebabkan
jaringan
mikrofibril
mengembang,
keadaan
ini
berlangsung sampai titik jenuh serat tercapai. Dalam proses ini dikatakan bahwa kayu mengembang atau memuai. Penambahan air seterusnya pada kayu tidak akan mempengaruhi volume dinding sel, sebab air yang ditambahkan di atas titik jenuh serat akan ditampung dalam rongga sel. Pengurangan air selanjutnya dibawah titik jenuh serat akan menyebabkan dinding sel kayu itu menyusut atau mengerut. Dalam hal ini dikatakan menyusut atau mengerut. Perubahan dimensi dinyatakan dalam persen dari dimensi maksimum kayu itu. Dimensi maksimum
adalah
dimensi
sebelum
ada
penyusutan.
Maka
pengembangan dan penyusutan umumnya dinyatakan dalam persen dari volume atau ukuran kayu dalam keadaan basah atau diatas titik jenuh serat. 2.5.4.
Kekuatan Kayu Sifat mekanik kayu adalah kemampuan kayu untuk menahan muatan
(beban) luar. Yang dimaksud dengan muatan luar adalah gaya-gaya di luar kayu yang mempunyai kecenderungan untuk mengubah bentuk atau besarnya benda. Gaya ini disebut tegangan, yang dinyatakan dalam pound/ft². Di beberapa negara satuan tegangan ini mengacu ke sistem internasional (SI) yaitu N/mm².
Universitas Sumatera Utara
Perubahan ukuran atau bentuk ini dikenal dengan deformasi. Jika beban yang bekerja pada material tersebut kecil maka deformasi yang terjadi pada material juga kecil begitupun sebaliknya. Jika beban kemudian dihilangkan, maka material akan kembali ke bentuk semula setelah gaya yang diberikan kepadanya dihilangkan disebut dengan elastisitas material. Dapat atau tidak suatu material kembali ke bentuk semula tergantung pada besarnya elastisitas material tersebut. Deformasi sebanding dengan besarnya beban yang bekerja sampai pada satu titik. Titik ini adalah limit proporsional. Setelah melewati batas ini besarnya deformasi akan bertambah lebih cepat dari besarnya beban yang diberikan. Hubungan antara beban dan deformasi ditunjukkan pada Gambar 2.6 berikut. Jika beban yang diberikan melebihi daya kohesi antar jaringan-jaringan kayu maka akan terjadi keruntuhan.
Gambar 2.8 Hubungan antara beban tekan dan deformasi untuk tarikan dan tekanan
Kayu memiliki beberapa jenis kekuatan dan kekuatan kayu dalam satu hal bisa lemah dalam hal lain. Sifat kekuatan yang berbeda misalnya, juga berpengaruh dalam mempertahankan daya tahan terhadap gaya yang bekerja yang cenderung meretakkan kayu, terhadap gaya tarik yang cenderung memperpanjang ataupun gaya geser yang cenderung mengakibatkan suatu bagian bergeser ke bagian lain. Dalam praktiknya, kayu sering disubyekkan terhadap kombinasi gaya-gaya dan tegangan yang bekerja sekaligus. Namun sering satu bagian beban yang dominan bekerja dari bagian lainnya. Kemampuan untuk melentur bebas dan kembali ke bentuk semula tergantung elastisitas. Dan kemampuan untuk menahan terjadinya lenturan disebut dengan kekakuan.
Universitas Sumatera Utara
Modulus Elastisitas adalah ukuran hubungan antara tegangan dan regangan dalam limit proporsional yang memberikan angka umum untuk menyatakan kekuatan atau elastis suatu bahan. Semakin besar modulus elastisitas suatu kayu maka kayu tersebut akan semakin kaku. Untuk setiap jenis tegangan nilai modulus elastisitas akan berbeda. Istilah getas digunakan untuk mendeskripsikan deformasi yang terjadi sebelum patah. Dapat diperhatikan bahwa sifat getas ini bukan menyatakan kelemahan. Sebagai contoh, besi tuang dan kapas adalah bahan yang getas, walaupun besarnya beban yang dibutuhkan untuk mengakibatkannya hancur sangat berbeda. Dalam mencari karakteristik kekuatan kayu ada dua cara yang dapat dilakukan. Pertama, dengan pengujian langsung dilapangan. Kedua, dengan eksperimen di laboratorium. Dengan melakukan pengujian langsung dilapangan biaya yang dibutuhkan sangat besar.
Oleh karena itu pengujian dengan
eksperimen di laboratorium merupakan alternatif pemilihan. Pada eksperimen di laboratorium ada dua jenis pengujian yang dilakukan. Pengujian dengan menggunakan sampel kecil dan pengujian kayu sebagai struktural. Pengujian dengan menggunakan sampel penting untuk tujuan komparatif, yang memberikan indikasi sifat-sifat kekuatan kayu yang berbeda untuk setiap jenis kayu. Karena pengujian dirancang untuk menghindari pengaruh kerusakan lain. Hasilnya tidak menunjukkan beban aktual yang mampu diterima dan faktor harus digunakan tegangan yang aman. Pengujian kayu dengan bentuk struktural lebih mendekati kondisi penggunaan yang sebenarnya. Secara khusus dianggap penting karena dapat mengamati kerusakan seperti pecah-pecah. Kelemahan pada pengujian ini adalah memerlukan biaya yang besar dan pengerjaannya sulit karena membutuhkan kayu dalam jumlah yang besar dan butuh waktu yang lama. Selain itu, pemilihan bahan dalam ukuran besar dengan kualitas seragam menjadi sangat penting dibandingkan dengan pemilihan sampel dalam ukuran kecil. Pengujian dengan menggunakan sampel kecil telah memiliki standar pengujian. Karena sifat kekuatan kayu sangat dipengaruhi oleh kandungan air, pengujian dapat dilakukan dalam kondisi terpisah. Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan material kayu yang memiliki kandungan standar. Pengujian
Universitas Sumatera Utara
dilakukan pada bahan kering udara dengan kadar air yang diketahui dengan angka-angka kekuatan tersebut dikoreksi terhadap kandungan air standar. Ketelitian dibutuhkan untuk mengeliminasi faktor-faktor yang dapat membuat variasi sifat kekuatan. Pengujian dengan sampel kecil dari banyak jenis kayu yang berbedabeda kini telah dilakukan dan banyak batasan data yang diperoleh, angka-angka yang diterbitkan untuk kayu yang berbeda-beda dapat dibandingkan dengan metode pengujian yang telah distandartkan. Angka-angka ini sering dipakai dalam memperhitungkan tegangan kerja karena faktor koreksi telah diperhitungkan. Nilai tegangan diperoleh dari besarnya beban per luas penampang yang dibebani, dinyatakan dalan N/mm², atau: Dan regangan didefinisikan sebagai deformasi per ukuran semula yaitu: Ada beberapa jenis tegangan yang dapat dialami oleh suatu material, yaitu tegangan tekan (Compression Strength), tegangan tarik (Tensile Strength), tegangan lentur (Bending Strength). Pada tegangan tekan, material mengalami tekanan pada luasan tertentu yang menyebabkan timbulnya tegangan pada material dalam menahan tekanan tersebut sampai batas keruntuhan diambil sebagai nilai tegangan tekan. Demikian pula dengan tarikan. Tegangan tarik timbul akibat adanya gaya dalam pada material yang berusaha menahan beban tarikan yang terjadi. Kemampuan maksimum material menahan tarikan adalah sebagai tegangan tarik. Kekuatan kayu berhubungan dengan kepadatan dan berat jenis kayu itu sendiri. Secara teoritis, semakin ringan kayu maka semakin kurang kekuatannya demikian pula sebaliknya. Pada umumnya dapat dikatakan bahwa kayu-kayu yang berat sekali juga kuat sekali. Kekuatan, kekerasan dan sifat teknik lainnya adalah berbanding lurus dengan berat jenisnya. Tentunya hal ini tidak selalu sesuai, karena susunan dari kayu tidak selalu sama. Dalam hal ini dibedakan beberapa macam kekuatan sebagai berikut: a.
Kekuatan tarik
Universitas Sumatera Utara
Kekuatan tarik jenis kayu adalah kekuatan kayu untuk menahan gayagaya yang berusaha menarik kayu. Kekuatan kayu terbesar adalah sejajar arah serat. Kekuatan tarik tegak lurus arah serat lebih kecil daripada kekuatan tarik sejajar arah serat dan kekuatan ini mempunyai hubungan dengan ketahanan kayu terhadap pembelahan. Tegangan tarik yang diizinkan dimana tidak timbul suatu perubahan atau bahaya pada kayu.
Gambar 2.9 Batang kayu menerima gaya tarik sejajar serat
b.
Kekuatan tekan (kompresi) Kekuatan kayu memikul gaya tekan dibedakan menjadi 2 macam:
1)
Kekuatan kayu tekan tegak lurus arah serat. Kekuatan kayu ini menentukan ketahanan kayu terhadap beban. Gaya tekan yang bekerja tegak lurus serat akan menimbulkan retak pada kayu.
2)
Kekuatan kayu tekan sejajar arah serat. Gaya tekan yang bekerja sejajar serat akan menimbulkan bahaya tekuk pada kayu tersebut. Tekanan tekan yang terbesar dimana tidak menimbulkan adanya bahaya disebut tegangan tekan yang diizinkan, dengan notasi
(kg/cm²).
Gambar 2.10 Batang kayu menerima gaya tekan sejajar serat
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.11 Batang kayu menerima gaya tekan tegak lurus serat
c. Kekuatan geser Yang dimaksud dengan kekuatan geser adalah kekuatan atau daya tahan kayu terhadap dua gaya tekan yang bekerja padanya, kemampuan kayu untuk menahan gaya-gaya yang membuat suatu bagian kayu tersebut bergeser atau bergelincir dari bagian lain didekatnya. Tegangan geser terbesar yang tidak akan menimbulkan bahaya pada pergeseran serta kayu disebut tegangan geser yang diizinkan, dengan notasi τ // (kg/cm²). Dalam hubungan ini dibedakan 3 macam kekuatan geser yaitu: 1) Kekuatan geser sejajar arah serat 2) Kekuatan geser tegak lurus arah serat 3) Kekuatan geser miring
Gambar 2.12 Batang kayu yang menerima gaya geser tegak lurus arah serat τ // (kg/cm²)
d. Keteguhan belah Sifat ini digunakan untuk menyatakan kekuatan kayu menahan gayagaya yang berusaha membelah kayu. Tegangan belah adalah suatu
Universitas Sumatera Utara
tegangan yang terjadi karena adanya gaya berperan sebagai baji. Keteguhan belah rendah pada kayu sangat baik dalam membuat sirap dan kayu bakar, contohnya kayu ulin sedangkan keteguhan belah tinggi biasanya digunakan untuk membuat ukiran ataupun popor senjata. Perlu diketahui bahwa kebanyakan kayu lebih mudah terbelah sepanjang jari-jari (arah radial) daripada dalam arah sejajar lingkaran tahun (tangensial). e. Kekakuan Kekakuan kayu yang baik yang dipergunakan sebagai blandar ataupun tiang adalah suatu ukuran kekuatan untuk mampu menahan perubahan bentuk atau lengkungan. Kekakuan tersebut dinyatakan dengan istilah modulus elastis yang berasal dari pengujian-pengujian keteguhan lengkung statik. Untuk benda yang bertumpu pada dua perletakan sendi rol yang dibebani beban terpusat pada tengah bentang, penurunan yang terjadi pada jarak x dari tumpuan untuk kondisi elastis adalah menurut persamaan.
Gambar 2.13 Lendutan pada beban P terpusat 14
Penurunan maksimum terjadi pada tengah bentang (x= ½ L) yang besarnya:
14
Sumber: “Buku Teknik Sipil” Ir. Sunggono kh, 1995; Hal: 68
Universitas Sumatera Utara
f. Kekuatan lentur Ialah
kekuatan
untuk
menahan
gaya-gaya
yang
berusaha
melengkungkan kayu atau untuk menahan beban-beban mati maupun hidup selain beban pukulan yang harus dipikul oleh kayu tersebut. Dalam hal ini dibedakan keteguhan lengkung statik dan keteguhan lengkung pukul. Keteguhan lengkung statik menunjukkan kekuatan kayu dalam menahan gaya yang mengenainya perlahan-lahan, sedangkan keteguhan pukul adalah kekuatan kayu menahan gaya yang mengenainya secara mendadak seperti pukulan. Balok kayu yang terletak pada dua tumpuan atau lebih, bila menerima beban berlebihan akan melengkung/melentur. Pada bagian sisi atas balok akan terjadi tegangan tekan dan pada sisi bawah akan terjadi tegangan tarik yang besar. Akibat tegangan tarik yang melampaui batas kemampuan kayu maka akan terjadi regangan yang cukup berbahaya.
Gambar 2.14 Bahaya kayu yang menerima beban lengkung
15
Tegangan lentur yang terjadi, yaitu hasil pembagian momen maksimum yang terjadi terhadap statis momen tampang material, dalam hal ini tampang persegi empat yaitu 1/6 bh².
15 15
Sumber: “Buku Teknik Sipil” Ir. Sunggono kh, 1995; Hal: 68
Universitas Sumatera Utara
2.6.
TATA
CARA
PERENCANAAN
KONSTRUKSI
KAYU
INDONESIA BERDASARKAN REVISI PKKI NI-5 2.6.1.
Persyaratan Dalam perencanaan struktur kayu harus dipenuhi syarat antara lain: a. Analisis struktur harus dilakukan dengan cara mekanika teknik yang baku b. Analisis dengan komputer, harus menunjukkan prinsip cara kerja dari program dan harus ditunjukkan dengan jelas data masukan serta penjelasan data keluaran c. Percobaan model diperbolehkan bila diperlukan untuk menunjang analisis teoritis d. Analisis struktur harus dilakukan dengan model-model matematis yang menstimulasi keadaan struktur yang sesungguhnya dilihat dari segi sifat bahan dan kekakuan unsur-unsurnya. e. Bila cara perhitungan menyimpang dari tata cara ini, maka harus mengikuti persyaratan sebagai berikut: a) Struktur yang dihasilkan dapat dibuktikan dengan perhitungan dan atau percobaan yang cukup aman b) Tanggung jawab atas penyimpangan, dipikul oleh perencana dan pelaksana yang bersangkutan c) Perhitungan dan atau percobaan tersebut diajukan kepada panitia yang ditunjukkan oleh Pengawas Lapangan yang terdiri dari ahli-ahli yang diberi wewenang menentukan segala keterangan dan cara-cara tersebut. Bila perlu, panitia dapat meminta diadakan percobaan ulang, lanjutan atau tambahan. Laporan panitia yang berisi syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan penggunaan cara tersebut mempunyai kekuatan yang sama dengan tata cara ini.
2.6.2.
Kuat Acuan Untuk mendapatkan kuat acuan dari kayu yang akan dipakai, dapat
dipergunakan 2 cara, yaitu kuat acuan berdasarkan atas pemilahan secara mekanis dan kuat acuan berdasarkan pemilahan secara visual.
Universitas Sumatera Utara
2.6.2.1.
Kuat Acuan Berdasarkan Pemilahan Secara Mekanis Pemilahan secara mekanis untuk mendapatkan modulus elastisitas
lentur harus dilakukan dengan mengikuti standar pemilahan mekanis yang baku. Berdasarkan modulus elastisitas lentur yang diperoleh secara mekanis, kuat acuan lainnya dapat diambil mengikuti Tabel 2.2 Kuat acuan yang berbeda dengan Tabel 2.2 dapat digunakan apabila ada pembuktian secara eksperimental yang mengikuti standar-standar eksperimen yang baku.
Tabel 2.2 Nilai kuat acuan (Mpa) berdasarkan atas pemilahan secara mekanis pada kadar air 15%
Kuat Tekan
Modulus
Kuat
Kuat Tarik
Kuat Tekan
Kuat
Elastisitas
Lentur
Sejajar
Sejajar Serat
Geser Tegak Lurus
Lentur Ew
Fb
Serat Ft
Fc
Fv
Serat Fc ┴
E26
25000
66
60
46
6,6
24
E25
24000
62
58
45
6,5
23
E24
23000
59
56
45
6,4
22
E23
22000
56
53
43
6,2
21
E22
21000
54
50
41
6,1
20
E21
20000
50
47
40
5,9
19
E20
19000
47
44
39
5,8
18
E19
18000
44
42
37
5,6
17
E18
17000
42
39
35
5,4
16
E17
16000
38
36
34
5,4
15
E16
15000
35
33
33
5,2
14
E15
14000
32
31
31
5,1
13
E14
13000
30
28
30
4,9
12
E13
12000
27
25
28
4,8
11
E12
11000
23
22
27
4,6
11
E11
10000
20
19
25
4,5
10
Kode Mutu
Universitas Sumatera Utara
E10
2.6.2.2.
9000
18
17
24
4,3
9
Kuat acuan berdasarkan pemilahan secara visual Pemilahan secara visual harus mengikuti standar pemilahan secara
visual yang baku. Apabila pemeriksaan visual dilakukan berdasarkan atas pengukuran berat jenis, maka kuat acuan untuk kayu berserat lurus tanpa cacat dapat dihitung dengan menggunakan langkah-langkah sebagai berikut: a)
Kerapatan
pada kondisi basah (berat dan volume diukur pada kondisi
basah, tetapi kadar airnya sedikit lebih kecil dari 30%) dihitung dengan mengikuti prosedur baku. Gunakan satuan kg/m³ untuk b)
Kadar air, m % (m< 30), diukur dengan prosedur baku
c)
Hitung berat jenis pada m% (m) dengan rumus:
d)
Hitung berat jenis dasar (Gb) dengan rumus:
e)
Hitung berat jenis pada kadar air 15% (G15) dengan rumus:
f)
Hitung estimasi kuat acuan dengan rumus-rumus pada Tabel 2.3 Dengan G =G15 Tabel 2.3 Estimasi kuat acuan berdasarkan atas berat jenis pada kadar air 15% untuk kayu berserat lurus tanpa cacat kayu
Kuat Acuan Modulus Elastisitas Lentur, Ew
Rumus Estimasi 16.000 G0,17
(Mpa) Catatan: G adalah berat jenis kayu pada kadar air 15% Nilai kuat acuan lainnya dapat diperoleh dari tabel 2.2 Berdasarkan pada nilai modulus elstisitas lentur acuan dari Tabel 2.3 . Untuk kayu dengan serat tidak lurus dan atau mempunyai cacat kayu, estimasi nilai modulus elastisitas lentur acuan dari Tabel 2.3 harus direduksi dengan mengikuti ketentuan pada SNI
Universitas Sumatera Utara
03-3527-1994 UDC 691.11 tentang “Mutu Kayu Bangunan,” yaitu dengan mengalikan estimasi nilai modulus elastisitas lentur acuan dari Tabel 2.3 tersebut dengan nilai rasio tahanan yang ada pada Tabel 2.4 yang bergantung pada Kelas Mutu Kayu. Kelas mutu ditetapkan dengan mengacu pada Tabel 2.5 Tabel 2.4 Nilai rasio tahanan
Kelas mutu
Nilai rasio tahanan
A
0,80
B
0,63
C
0,50
Tabel 2.5 Cacat maksimum untuk setiap kelas mutu kayu
Macam cacat
Kelas mutu A
Kelas mutu B
Kelas mutu C
Mata kayu : Terletak di muka lebar 1/6 lebar kayu Terletak di muka sempit 1/8 lebar kayu
¼ lebar kayu 1/6 lebar kayu
½ lebar kayu ¼ lebar kayu
Retak
1/5 tebal kayu
1/6 tebal kayu
½ tebal kayu
Pingul
1/10 tebal atau lebar kayu
1/6 tebal atau lebar kayu
¼ tebal atau lebar kayu
Arah serat
1 : 13
1:9
1:6
Saluran damar
1/5 tebal kayu eksudasi tidak diperkenankan
2/5 tebal kayu
½ tebal kayu
Diperkenankan
Diperkenankan
Diperkenankan
Diperkenankan asal terpencar dan ukuran dibatasi dan tidak ada tanda-tanda serangga hidup
Diperkenankan asal terpencar dan ukuran dibatasi dan tidak ada tanda-tanda serangga hidup
Diperkenankan asal terpencar dan ukuran dibatasi dan tidak ada tandatanda serangga hidup
Tidak diperkenankan
Tidak diperkenankan
Gubal Lubang serangga
Cacat lain (lapuk, hati Tidak diperkenankan rapuh, retak melintang) 2.6.3.
Komponen Struktur Lentur, Momen dan Geser
Universitas Sumatera Utara
Untuk
komponen-komponen
struktur
dan
elemen-elemen
dari
komponen struktur yang dibebani lentur murni atau geser lentur dan perhitungan tahanan komponen struktur berlaku ketentuan-ketentuan dibawah ini: 2.6.3.1.
Perencanaan komponen struktur lentur Komponen struktur lentur direncanakan sebagai berikut:
− Untuk momen lentur
adalah momen terfaktor, M’ adalah momen tahanan lentur terkoreksi,
adalah faktor tahanan lentur = 0,85,
adalah faktor
waktu. − Untuk geser lentur
adalah gaya geser terfaktor, V’ adalah tahanan geser terkoreksi, adalah faktor tahanan geser = 0,75,
adalah faktor waktu.
− Untuk puntir
adalah momen puntir terfaktor,
adalah tahanan puntir lentur
terkoreksi − Tahanan lentur terkoreksi harus dikalikan dengan faktor bentuk (Cf) = 1,15 untuk struktur berpenampang bundar selain daripada untuk tiang dan pancang. Dan Cf = 1,40 untuk penampang persegi panjang yang terlentu terhadap sumbu diagonal. Tabel 2.6 Faktor tahanan, φ
Jenis Tekan Lentur Stabilitas Tarik Geser/ Puntir Sambungan
Simbol
Nilai 0,90 0,85 0,85 0,80 0,75 0,65
Tabel 2.7 Faktor waktu, λ
Universitas Sumatera Utara
Kombinasi pembebanan 1,4D
0,6
1,2D + 1,6L + 0,5 ( 1,2D + 1,6( (
Faktor wakktu (λ)
atau H) 0,7 jika L dari gudang
atau H) + 0,8 jika L dari ruangan umum 1,25 jika L dari kejut
atau 0,8H)
0,8 1,2D + 1,3W + 0,5L + 0,5(
1,0
atau H)
1,0
1,2D ± 1,0E + 0,5L
1,0
0,9D ± (1,3W atau 1,0E) Catatan: Untuk sambungan, λ= 1,0 jika L dari kejut
2.6.4.
Sambungan Mekanis Sambungan pada komponen struktur kayu atau dari satu komponen
struktur kayu ke komponen struktur kayu lainnya terdiri atas: −
Elemen penyambung misalnya: pelat buhul, pelat penyambung, pelat pengikat, siku dan pelat pendukung
−
Alat penyambung misalnya: cincin belah, pelat geser
−
Alat pengencang misalnya: paku, jepretan, pasak, sekrup, baut, sekrup kunci dan sistem alat pengencang lainnya
2.6.4.1.
Perencanaan sambungan Sambungan harus direncanakan sedemikian sehingga:
Dimana Zu adalah tahanan perlu sambungan,
= 0,65 adalah faktor
tahanan sambungan (sesuai Tabel 2.6), dan Z’ adalah tahanan koreksi sambungan, adalah faktor waktu, untuk tahanan tarik alat pengencang
= 1,0. Keberlakuan
faktor-faktor koreksi untuk setiap jenis sambungan harus sesuai dengan yang diisyaratkan pada Tabel 2.8 Tabel 2.8 Keberlakuan faktor koreksi (FK) untuk sambungan Kondisi
Kondisi
FK
FK
Aksi
Terkoreksi
Acuan
Diafragma
Kelompok
FK
FK
FK
FK
FK
Geometri
Kedalaman
Serat
Pelat
Paku
Universitas Sumatera Utara
Z’ = Zw’ = Z’ = Zw’ = Z’ =
Z Zw Z Zw Z
Z’ = Zw’ =
Z Zw
Cg
Z’// = Z’⊥ =
Z// Z⊥
Cg Cg
2.6.4.2.
Cdi
Paku, Pasak Sekrup Cg
Baut C∆ Sekrup Kunci, Pen C∆ Pelat Geser Cincin Belah C∆ C∆
Penetrasi
Ujung
Cd
Ceg Ceg Ceg
Cd
Cd
Cd Cd
Sisi
Miring
Ctn Ctn
Ceg Ceg Cst
Penempatan alat pengencang Jarak tepi adalah jarak antara tepi suatu komponen struktur terhadap
alat pengencang terdekat diukur dalam arah tegak lurus serat kayu. Bila suatu komponen struktur dibebani tegak lurus arah serat, tepi yang memikul beban didefinisikan sebagai tepi beban. Tepi yang tidak memikul beban didefinisikan sebagai tepi tanpa beban. Jarak ukur adalah jarak yang diukur sejajar serat dari garis potong siku komponen struktur ke pusat alat pengencang yang terdekat. Spasi adalah jarak antar pusat alat pengencang yang diukur sepanjang garis yang menghubungkan pusat-ke-pusat alat pengencang. Spasi dalam baris alat pengencang adalah jarak antar alat pengencang di dalam satu baris, dan jarak antar baris alat pengencang adalah jarak antar barisbaris alat pengencang. 2.6.4.3.
Sambungan paku Ketentuan berikut ini berlaku untuk perencanaan sambungan yang
menggunakan paku dan pasak polos atau pasak berulir serta sekrup. Ketentuan ini harus digunakan untuk perencanaan alat pengencang dan sambungan secara individual, yaitu: a.
Pemasangan
Universitas Sumatera Utara
Paku harus dipasang dengan cara dipukul. Paku miring harus dipasang dengan cara dipukul. Paku miring harus dipasang dengan membentuk sudut ± 30° terhadap komponen struktur dan dimulai pada lokasi sepertiga panjang paku diukur dari tepi komponen struktur dari tepi komponen struktur yang disambung. 0,90D untuk G > 0,60 dan 0,875D untuk G ≤ 0,60 Dimana G adalah berat jenis dan D adalah diameter batang paku. b.
Ukuran paku Dimensi paku meliputi diameter, panjang dan angka kelangsingan
dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 2.9 Berbagai dimensi paku
Nama Paku
c.
λ*
Diameter paku
Panjang paku
(mm)
(mm)
2” BWG12
2,8
51
18
2,5” BWG11
3,1
63
20
3” BWG10
3,4
76
22
3,5” BWG9
3,8
89
23
4” BWG8
4,2
102
24
4,5” BWG6
5,2
114
25
Geometrik sambungan paku Spasi minimum untuk paku pada suatu sambungan tunggal diatur
sebagai berikut: Sambungan horizontal
Sambungan vertikal
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.15 Penempatan paku sambungan horizontal dan vertikal
Spasi dalam satu baris. Pada semua arah garis kerja beban lateral terhadap arah serat kayu, spasi minimum antar alat pengencang dalam suatu baris diambil minimal 10 D bila digunakan pelat sisi dari kayu dan minimal 7D untuk pelat sisi dari baja. Spasi antar baris. Pada semua arah garis kerja beban lateral terhadap arah serat kayu, spasi minimum antar baris adalah 5D Jarak ujung. Jarak minimum dari ujung komponen struktur ke pusat alat pengencang terdekat diambil sebesar: •
Untuk beban tarik lateral 15D untuk pelat sisi dari kayu 10D untuk pelat sisi dari baja
•
Untuk beban tekan lateral 10D untuk pelat sisi dari kayu 5D untuk pelat sisi dari baja
Jarak tepi. Jarak minimum dari tepi kolom struktur ke pusat alat pengencang terdekat diambil sebesar: •
5D pada tepi yang tidak dibebani
•
10D pada tepi yang dibebani
Universitas Sumatera Utara