BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Tinjauan Studi Pada penelitian ini menggunakan bebrapa jurnal yang digunakan sebagai
tinjuan studi sebagai berikut:
Routing Protocol for MANET: A Literature Survey (Muralishankar et al, 2014) Mobile Ad-Hoc Network (MANET) merupakan jaringan yang dibuat tanpa
dukungan infrastruktur jaringan. Pada MANET node bergerak cepat, biasanya memiliki rentangan transmisi yang terbatas sehingga terdapat beberapa node yang tidak dapat berkomunikasi secara langsung, sehingga setiap node pada MANET berperan sebagai router. Protokol dalam MANET dapat diklasifikasikan sebagai protocol proaktif, reaktif dan hybrid. Protocol ruting tersebut sama-sama memiliki kelebihan dan kelemahan masing-masing, dimana dalam pemilihan protocol routing dapat disesuaikan dengan besar traffic jaringan serta jumlah arus pada jaringan.
Implementation and Analysis of QoS in MANET using the multicast protocol MAODV ( Vijayan et al, 2011) Routing adalah tugas rekayasa mendasar di internet. Seperti menemukan
path dari sumber ke host tujuan. Bandwidth yang terbatas merupakan tugas yang kompleks dalam membuat Kualitas Layanan di Mobile Ad hoc network karena sering terjadinya perubahan topologi. Multicast adalah teknologi untuk menghemat bandwith dengan mengurangi traffic secara bersamaan memberikan satu aliran informasi ke ribuan penerima. Multicast digunakan dalam video conference, komunikasi perusahaan, pembelajaran jarak jauh, dan distribusi perangkat lunak, harga saham, dan berita. Protokol MAODV merupakan perpanjangan dari multicast AODV yang bekerja secara efisien pada topologi dinamis dan menjamin layanan QoS. Berdasarkan simulasi yang telah dilakukan MAODV menunjukan kinerja
8
9
yang lebih baik dibandingkan protokol AODV, DSDV dan DSR sehingga protokol MAODV dapat mengoptimalkan kinerja MANET untuk traffic real time.
Performance Measurement and Analysis of Video Conferencing ( Rohit et al, 2013) Video conference dapat mengatasi permasalahan jarak jauh dimana untuk
mengadiri pertemuan tanpa harus datang ke lokasi pertemuan. Dalam video conference merupakan aplikasi yang menyiapkan data dan transfer untuk transport layer dimana dalam proses pengiriman data dari video conference tersebut dibagi menjadi beberapa paket-paket. Jurnal ini membahas metodologi untuk meningkatkan kinerja video conference dengan meningkatkan kualitas layanan. Pada penelitin ini menggunakan simulasi NS dan untuk meningkatkan kualitas layanan video conference menggunaakn Send Best Packet Next (SPBN). Dari pengujian yang telah dilakukan dengan mngunakan ukuran paket 64 didapatkan SPBN memiliki kinerja baik dalam video conference.
Analisis Perbandingan Kinerja Protokol Dynamic Source dan Ad hoc On-Demand Distance Vector pada Mobile Ad Hoc Network untuk Sistem Komunikasi Taktis Kapal Perang ( Dhamayanti dkk, 2013) Komunikasi taktis adalah komunikasi yang digunakan dalam peperangan
dimana permasalhan komunikasi tersebut tidak memiliki infrastruktur yang tetap sehingga MANET dapat diterapkan dalam komunikasi taktis tersebut. Pada penelitian ini memilih protocol routing yang memiliki delay terkecil dalam pengiriman paket dan protocol routing yang digunakan adalah DSR dan AODV. Dari penelitian dilakukan didapatkan bahwa roting AODV jauh lebih baik dari protokol routing DSR dilihat dari berbagai aspek parameter penelitian seperti end to end delay, packet delivery ratio dan normalized routing overhead. Karena, pada protokol routing DSR mengalami kendala pada jaringan dengan jumlah node yang semakin banyak dengan performa yang semakin menurun. Pengaruh penggunaan formasi node yang random pada beberapa parameter penelitian sangat ditentukan oleh
jarak
antar
node
tersebut.
Jadi
protokol
routing
yang
cocok
10
diimplementasikan di komunikasi taktis kapal perang adalah protokol routing AODV.
Performance Comparison of MANET (Mobile Ad hoc Network) Protocols (ODMRP with AMRIS and MAODV) Aparna K et al, 2010) Penelitian ini menyajikan perbandingan kinerja tiga protocol multicast pada
Mobile Ad Hoc Network diantaranya ODMRP, AMRIS dan MAODV. Penelitian tersebut dibuat dalam simulasi menggunakan NS-2. Pendekatan dalam multicast terdiri dari pendekatan treebased dan meshbased. Penekatan treebased mempertahankan tree untuk semua transmisi dan hanya memiliki satu jalur dari sumber ke tujuan sehingga apabila ada jalur yang rusah perlu diperbaiki. Sedangkan pendekatan meshbased memiliki beberapa jalur dari sumber ke tujuan multicast sehingga dapat mengurangi overhead karena adanya jalur alternative yang tersedia. Dengan Skenario mobile yang dilakukan pada protocol berbasis mesh dan tree, berdasarkan ketersediaan rute alternative yang disediakan. AMRIS efektif digunakan dalam lingkungan yang bukan merupakan mo/bilitas traffic, sehingga kinerjanya sangat rentan terhadap beban traffic dan mobilitas. ODMRP efektif digunakan pada sebagian besar scenario yang telah dilakukan pada penelitian ini namun apabila terjadinya peningkatan jumlah pengiriman maka overhead juga meningkat. MAODV memiliki kelebihan dari kerentanan yang terjadi pada treebased yang menyebabkan delivery ratio rendah. 2.2
Mobile Ad-Hoc Network (MANET) Definisi ad hoc network adalah desentraliasi dari jaringan wireless, disebut
ad hoc network karena tidak bergantung pada infrastruktur yang sudah ada, seperti router dalam jaringan kabel ataupun Access Point pada jaringan nirkabel. Dalam Ad hoc network, setiap node bertugas dalam merouting data kepada node lain, jadi penentuan node mana yang mengirimkan data dibuat secara dinamis berdasarkan konektivitas dari jaringan itu sendiri. Namun, tidak harus benar-benar diasumsikan bahwa MANET tidak dapat memiliki infrastruktur jaringan. Menurut Goldsmith et al., Dan Haarsten berpendapat bahwa beberapa mediasi antar mobile node dapat
11
dipilih untuk bertindak sebagai base station dan mobile node tetangga. Penerapan jaringan ini sangat dibutuhkan di daerah seperti medan perang, jasa penyelamatan darurat, kuliah teater ruang konferensi dan tempat-tempat lain di mana penyebaran infrastruktur jaringan menjadi sangat sulit. Baru-baru ini, sebagian besar komunikasi antara perangkat mobile dicapai melalui infrastruktur jaringan kabel tetap seperti jaringan seluler dengan (BSC) dan mobile switching centers (MSC). Dalam MANET, setiap mobile node bertindak sebagai router serta base station untuk menemukan dan mempertahankan rute ke mobile node lainnya untuk berkomunikasi melalui jaringan (Bello,2013).
Gambar 2. 1 Mobile Ad-Hoc Network (Mohapatra, 2005) 2.2.1 Karakteristik Mobile Ad-Hoc Network
Mobility: node dapat bergerak cepat dengan penebaran di daerah yang tdak memiliki infrastruktur. Pada MANET dapat memiliki ndividual random mobility, group mobility, bergerak sepanjang rute yang telah direncanakan sebelumnya dan lain sebagainya. Mobilitas memiliki dampak besar pada pemilihan skema routing dan dapat mempengaruhi kinerja.
Multihopping: jaringan multihop adalah jaringan di mana jalur dari sumber ke tujuan melintasi beberapa node lainnya. Jaring ad hoc sering menunjukkan banyak hop untuk negosiasi hambatan, penggunaan kembali spektrum, dan konservasi energi.
Self-organisasi: jaringan ad hoc secara mandiri dapat menentukan parameter konfigurasi sendiri termasuk: pengalamatan, routing, clustering, identifikasi posisi, kontrol daya, dan lain-lain. Dalam beberapa kasus, node
12
khusus misalnya, mobile backbone nodes dapat mengkoordinasikan gerakan dinamis dan mendistribusikan di wilayah geografis untuk menyediakan cakupan dari daerah yang terputus (Gelra, 2005). 2.3
Routing Protokol Ad Hoc Routing Protokol yang bertanggung jawab untuk routing paket dari
sumber ke tujuan dan antara mobile node. Ad Hoc Routing Protokol juga memverifikasi apabila ada antrian paket yang datang dari lapisan atas atau lapisan bawah protokol jaringan dan membuat keputusan ke mana paket tersebut akan diteruskan. Pada MANET mobile node belum mengetahui bangaimana topologi jaringan. Sebaliknya node baru akan mengumumkan kehadirannya dan harus mendengarkan pengumuman disiarkan oleh node tetangga. Setiap simpul mempelajari dan bagaimana terhubung dengan simpul terdekat. Untuk menemukan dan menjaga rute optimal antara mobile node di daerah topologi yang dinamis. Routing jaringan melibatkan dua kegiatan utama: pertama, menentukan jalur routing yang optimal dan kedua, mentransfer paket data. Protokol routing menggunakan beberapa metrik untuk menemukan rute terbaik untuk routing paket data ke tujuan. Metrik ini adalah pengukuran standar menggunakan jumlah hop, yang menggunakan algoritma routing untuk menentukan jalur optimal untuk paket ke tujuan. Proses penentuan path adalah bahwa algoritma routing yang menginisialisasi proses penemuan rute dan memelihara tabel routing, yang berisi informasi rute total untuk paket forwarding. Informasi routing yang bervariasi berasal dari sebuah algoritma routing (Bello, 2013). 2.3.1 Ad-Hoc On-Demand Distance Vector (AODV) Ad-Hoc On-Demand Distance Vector (AODV) adalah routing protocol ondemand yang menggabungkan kemampuan dua routing protocol yaitu Dynamic Source Routing (DSR) dan Destinantion Sequence Distance Vector (DSDV). Mobile node meminta untuk meneruskan paket ke mobile node lainnya akan menyiarkan permintaan Rute Request (RREQ) ke node tetangga yang kemudian
13
meneruskan permintaan ke node tetangga lainnya sampai ke tujuan. Jika node tetangga yang menerima paket RREQ memiliki rute ke tujuan maka node akan mengirimkan pesan balasan Rute Reply (RREP).AODV menggunakan nomor urut tujuan atau sequence number dan ID broadcast pada setiap node untuk memastikan semua rute adalah rute loop-free dan berisi informasi rute terbaru. Namun, evaluasi kinerja yang dilakukan pada kedua AODV dan protokol DSR, menunjukkan bahwa AODV melakukan lebih baik daripada DSR dan protokol proaktif lain dalam hal throughput, end-to-end delay, dan packet drop (Bello, 2013).
Gambar 2. 2 AODV: (a) proses propagasi rute request (b) proses rute reply (Bello, 2013) 2.3.2
Multicast Routing Protokol IP Multicasting pertama kali diusulkan dalam satu dekade yang lalu sebagai
ekstensi arsitektur internet untuk mendukung beberapa klien pada lapisan jaringan. Motivasi dasar di balik IP multicasting adalah untuk menyelamatkan jaringan dan sumber daya bandwidth melalui transmisi satu salinan data untuk mencapai beberapa penerima secara bersamaan. Mirip dengan multicasting Internet, perlu untuk menangani keanggotaan dinamis dalam kelompok multicast pada jaringan ad hoc. Pada Internet dan ad hoc multicasting, keanggotaan dinamis mengacu pada fakta bahwa masing-masing klien dapat bergabung dan meninggalkan sesi multicasting dinamis. Sehingga protokol multicast perlu mendefinisikan kegiatan dari klien yang bergabung dan meninggalkan sesi multicasting dan bagaimana pulih
14
dari kegagalan routing. Jalur forwarding data dibangun baik sebagai tree atau mesh. Yang membedakan ad-hoc multicasting dengan internet multicasting yaitu bahwa mobile nodenya dapat bergerak cepat dan bebas. Tujuan utama dari ad hoc protokol multicasting yaitu untuk membangun ataupun memelihara router multicasting dinamis yang efisien dengan jaringan yang tinggi. Dengan “Robust”, protocol mampu beroperasi dengan benar terlepas dari mobilitas node dan perubahan topologi. "Efisien", baik kontrol overhead dan forwarding data rendah (Mohapatra, 2005). 2.3.3
Multicast Ad-Hoc On-Demand Distance Vector (MAODV) Sebagai protokol multicast terkait dengan AODV, Multicast Ad-Hoc On-
Demand Distance Vector (MAODV) menggunakan pendekatan konvensional treebased untuk multicast routing. Selain tabel routing, setiap node mempertahankan Multicast Route Table (MRT) untuk mendukung multicast routing. Sebuah node menambahkan inputan baru ke dalam MRT setelah itu termasuk dalam rute untuk multicast group. Setiap inputan mencatat alamat IP multicast group, alamat IP group leader, nomor urut atau group sequence number dan next_hops (tetangga pada multicast tree). Setiap kelompok multicast juga perlu sequence number sendiri dalam rangka untuk menunjukkan kesegaran rute multicast, yang dikelola oleh group leader. Ketika sebuah node ingin bergabung dengan multiast group dan tidak mengetahui leader, maka paket RREQ akan di broadcast daerah tujuan yang ditetapkan sebagai alamat group ID, broadcast paket RREQ akan dilakukan berkalikali apabila sampai batas waktu belum menerima balasan permintaan rute atau route reply (RREP). Apabila gagal berarti tidak ada bagian anggota kelompok yang terhubung dalam jaringan. Kasus tersebut, diasumsikan sebagai group leader. Menginisialisasi sequence number untuk satu kelompok dan broadcast group Hello packet ke seluruh jaringan secara berkala dengan peningkatan sequence number.
15
Setiap node membuat catatan group leader ketika mendengarkan RREP. Jika akan bergabung dengan group, harus memiliki alamat leader. Apabila pada routing table terdapat route menuju ke leader maka unicast tersebut dapat langsung bergabung pada RREQ leader. Jika tidak memiliki alamat leader, maka akan membroadcast RREQ ketika akan mengirim data ke group. Untuk memastikan loop-free, dipastikan hanya ada satu tree respon dalam router pada RREQ. Apabila terdapat beberapa tanggapan yang datang, maka source node hanya akan menerima satu. Tanggapan lainnya akan diabaikan sampai batas waktu.
Gambar 2. 3 MAODV (Mohapatra, 2005) Ketika member akan meninggalkan group dan bukan merupakan leaf node pada multicast tree maka node tersebut akan berfungsi sebagai router. Dan jika member merupakan leaf node maka node tersebut memiliki node tetangga. Unicast node akan memberikan pesan pada node tetangga dan memmbersihkan semua informasi tentang group pada dalam table routingnya. Setelah menerima pesan tersebut node tetangga akan memeperbarui daftar node tetangga. Hal tersebut terus dilakukan sampai mencapai non-leaf node. Link multicast tree dapat rusak apabila mobile node sudah mencapai batas waktu hal tersebut akan terdeteksi oleh dua node terakhir, dan node terakhir yang memiliki tanggungjawab untuk memperbaiki link multicast tree tersebut. Untuk perbaikan tersebut node terakhir akan membroadcast RREQ untuk bergabung dengan alamat tujuan yang telah ditetapkan oleh group leader dan jarak daerah
16
Mgroup_Hop dari Leader. Sequence number yang terakhir juga disertakan. TTL dari RREQ diatur ke nilai kecil, jika tidak menerima balasan sebelum batasan waktu maka akan mengulang kembali membroadcast RREQ ke jaringan yang lebih luas. Node yang menanggapi adalah node yang dekat dengan group leader seperti yang di indikasi oleh paket agar terjadinya tanggapan dari node ang berasal dari sisi yang sama dengan link multicast tree yang rusak. Setelah perbaikan link multicast tree prosedur selanjutnya sama seperti node baru yang akan bergabung dalam group (Mohapatra, 2005). 2.4
Video Conference Video merupakan sekumpulan berbagai gambar atau yang biasa disebut
dengan frame yang dirangkai sedemikian rupa sehingga menjadikan gambar tersebut terlihat bergerak. Dalam video terdapat istilah video conference dapat disebut sebagai Video teleconference. Karena dalam konferensi Video seperangkat teknologi telekomunikasi yang memungkinkan kita untuk berkomunikasi antara dua atau lebih lokasi dengan dua arah transmisi video dan audio secara simultan. Dalam video conference aplikasi akan menyiapkan dan mentransfer data untuk transport layer sehingga data tersebut dibagi menjadi paket-paket data. Antrian paket-paket tersebut dikirim hingga head queue. (Rohit, 2013). Video conference simultan dengan tiga atau lebih remote point dengan cara Control Unit Multipoint (MCU). MCU dapat menangani panggilan simultan sesuai dengan jumlah, kemampuannya untuk melakukan transposing dari kecepatan data, protokol dan fitur seperti Kehadiran berkelanjutan, di mana beberapa pihak dapat dilihat pada layar sekaligus. Teknologi inti yang digunakan dalam sistem video conference adalah kompresi digital audio dan video stream secara real time. Selain itu, video conference membutuhkan camcorder dan web camera untuk input video, monitor atau proyektor untuk output video, mikrofon untuk input audio, speaker untuk output audio dan sistem jaringan (Abdullah et al, 2012). Dalam sebuah video terdapat sebuah format yang disebut dengan video codec. Setiap codec memiliki karakteristik masing-masing, seperti teknik kompersi
17
yang digunakan, struktur file video, batas maksimum bit-rate yang biasa dipakai maupun fitur-ditur yang terdapat pada video tersebut. Pada penelitian ini video codec yang digunakan adalah H.263 yang merupakan standar dari ITU-T dimana format H.263 cocok digunakan untuk keperluan video conference, karena bit-rate yang digunakan rendah (ITU05). 2.5
Variable Bit Rate (VBR) Flow merupakan cara yang digunakan untuk menggambarkan traffic dalam
jaringan berdasarkan bentuk traffic, dimana network manager dapat memantau flow traffic secara berkala dengan klasifikasi source sebagai berikut:
Data – bursty, weakly periodic, strongly regular
Audio – continuous, strong periodic, strong regular
Video – continuous, bursty due to compression, strong periodic, weakly regular (Awadhesh, 2015)
Gambar 2. 4 Ilustrasi CBR dan VBR Source diklasifikasikan menjadi dua kelas yaitu CBR dan VBR. Constant Bit Rate (CBR) memembentuk definisi berdasarkan peak rate. CBR merupakan metode penyimpanan frame dalam bentuk kompersi. Flow ini tidak mengubah kebutuhan bandwith karena menerapkan jenis kompersi yang sama untuk setiap frame. Variable Bit Rate (VBR) memembentuk definisi berdasarkan rata-rata dan peak rate. VBR yaitu data flow khusus yang menggunakan beberapa jenis frame, dimana posisi frame memiliki peran penting dalam video play serta terdapat perbedaan antara gambar. Video flow tidak menghasilkan nilai bandwith yang
18
konstan atau mengalami perubahan yang berkaitan dengan perbedaan frame. Flow ini terdiri dari beberapa jenis frame (Erik, 2011):
Information frame (key frame) : hanya memuat frame dari CBR.
Prediction Frame.
Diferential Frame.
2.6
Quality of Service (Qos) Quality of service mengacu pada pengertian yang berbeda di dalam network
layer. Pada physical layer, QoS mengacu pada data rate dan packet loss rate pada wireless links, yang merupakan fungsi dari kualitas saluran. Mustahil untuk mempertahankan data rate konstan dan tingkat packet loss yang rendah dengan bergagai variasi saluran. Pada MAC layer, QoS terkait dengan sebagian kecil dari waktu node dapat berhasil mengakses dan mengirimkan paket. Pada routing layer, end-to-end QoS metrics tergantung pada metrik setiap hop dari rute multi-hop. Routing layer akan menghitung dan mempertahankan rutecyang memenuhi persyaratan QoS untuk masa sambungan. Transport layer dan upper layer dapat mendukung QoS jika lapisan routing tidak mampu memenuhi persyaratan QoS. Secara umum terdapat tiga bagian yang dipelajari dalam metric QoS yaitu bandwith, delay dan jitter. Namun, masalah QoS pada jaringan ad-hoc adalah lebih sulit daripada wired networks. Akibatnya terdapat pekerjaan untuk mendukung delay dan jitter; dan sebagian besar fokus pada penyediaan jaminan bandwidth. Berbagai mekanisme telah diusulkan untuk memperkirakan jumlah bandwidth di CSMA / CA (Carrier Sense Multiple Access) jaringan dan jaringan TDMA Pada jaringan ad-hoc, sulit untuk memberikan jaminan QoS karena fluktuasi dalam saluran nirkabel dan gangguan dari node non-tetangga. 2.6.1
Media Delivery Index (MDI) MDI (Media Delivery Index) adalah pengukuran berdasarkan indikasi
kualitas video yang diharapkan. MDI merupakan pengukuran indeks pada transmisi
19
jaringan dan dapat diukur dari setiap titik antara sumber video dan tujuan/ set top box (STBs). MDI drepresentasikan dua index yang dipisakhan oleh tanda (:) yaitu Delay Factor (DF) dan Media Loss rate (MLR) (Agilent, 2008). a. Media Delivery Index – Delay Factor (MDI-DF) Delay Factor dalam MDI digunakan untuk meninjau kembali hubungan antara jitter dan buffering. Jitter adalah perubahan end-to-end delay terhadap waktu. Paket tiba di tujuan pada tingkat yang konstan menunjukan jitter nol. Paket dengan tingkat kedatangan yang tidak teratur menunjukkan jitter tidak bernilai 0. Dalam proses transmisi dari sumber ke tujuan, waktu kedatangan paket bervariasi hal tersebut terjadi karena kepadatan jaringan. Jika kedatangan paket tidak sesuai dengan rate dalam penerimaan data pada tujuan maka akan ada proses buffer pada saat kedatangan paket. Paket yang sampai bisa saja tidak sesuai dengan urutan, buffer dalam decoder digunakan untuk mengumpulkan paket yang tiba dengan waktu kedatangan yang berbeda-beda dan mentransmisikan kembali dengan laju yang konstan. Semakin besar jitter, semakin bersar buffer yang diperlukan untuk menangani jitter. Dengan ukuran buffer yang terbatas dan jitter yang berlebihan menyebabkan paket loss. DF dari MDI adalah nilai waktu yang diperlukan dalam buffer data untuk mengatasi jitter. Hal ini dihitung sebagai paket yang tiba dan ditampilkan kepada pengguna secara berkala. Pada setiap kedatangan paket, menghitung perbedaan antara byte yang diterima (bytes_receive) dan byte alirkan (bytes_drained) disebut dengan MDI virtual buffer depth (Δ). Δ = bytes_received – bytes_drained …………………………………. (6.1) Dalam suatu interval tertentu dihitung perbedaan antara nilai minimum dan maksimum dari virtual buffer depth (Δ) dan dibagi dengan media rate. DF =
(max(𝛥)−min(𝛥)) 𝑚𝑒𝑑𝑖𝑎_𝑟𝑎𝑡𝑒
……………………………………………... (6.2)
20
DF yang digunkaan untuk video digunakan untuk menilai kualiat video dari perspektif pengguna. Delay Factor yang dapat diterima adalah 9 – 50 ms (Agilent, 2008). b. Media Delivery Index – Media Loss Rate (MDI-MLR) Media Loss Rate (MLR) mendefinisikan jumlah paket yang hilang per detik. Paket loss yang direpersentasikan dengan nilai bukan 0 akan mempengaruhi kualitas video yang dan dapat terjadi distorsi visual atau tak beraturan dalam pemutaran video. MLR adalah format yang mudah untuk menentukan Service Level Agreements (SLA) dalam tingkat paket loss. Jadi jika diambil dalam konteks dengan komponen DF, misalkan MDI 4: 0.001 akan menunjukan bahwa perangkat memiliki delay factor 4 ms dengan media loss rate 0.001 paket per second. Berikut merupakan rekomendasi maksimum nilai yang dapat diterima pada MLR (Agilent, 2008). Tabel 2. 1 Max Acceptable Average MLR (Agilent, 2008) Service (All Codec) SDTV VOD HDTV
Max Acceptable Average MLR 0.004 0.004 0.0005
Berikut merupakan perhitungan MLR: 𝑀𝐿𝑅 =
2.7
𝑝𝑎𝑐𝑘𝑒𝑡_𝑒𝑥𝑝𝑒𝑐𝑡𝑒𝑑 − 𝑝𝑎𝑐𝑘𝑒𝑡_𝑟𝑒𝑐𝑒𝑖𝑣𝑒𝑑 𝑖𝑛𝑡𝑒𝑟𝑣𝑎𝑙_𝑡𝑖𝑚𝑒_𝑖𝑛_𝑠𝑒𝑐𝑜𝑛𝑑
………………………………………….……….. (6.3)
Network Simulator 2 (NS-2) Network Simulator (Version 2), dikenal sebagai NS2, merupakan sebuah
alat simulasi event-driven yang berguna untuk mempelajari sifat dinamis dari komunikasi jaringan. Simulasi wired serta fungsi jaringan nirkabel dan protokol (misalnya, algoritma routing, TCP, UDP) dapat dilakukan dengan menggunakan
21
NS2. Secara umum, NS2 memberikan kebebasan untuk menentukan protokol jaringan tersebut dan simulasi perilaku yang sesuai.
Gambar 2. 5 Arsitektur NS-2 (Issariyakul, 2012) NS2 menyediakan pengguna dengan perintah eksekusi "ns" yang mengambil satu argumen input, nama dari Tcl simulasi scripting fi le. Dalam kebanyakan kasus, simulasi jejak file dibuat dan digunakan untuk plot grafik dan / atau untuk membuat animasi. NS2 terdiri dari dua bahasa utama: C++ dan Object-oriented Tool Command Language (OTcl). Sementara C++ mendefinisikan mekanisme internal (yaitu, backend) dari simulasi, OTcl membentuk simulasi dengan membuat dan mengkonfigurasi object serta penjadwalan diskrit event yaitu antarmuka. C++ dan OTcl dihubungkan menggunakan TclCL. Dipetakan ke objek C++, variabel dalam domain OTcl kadang-kadang disebut sebagai handles. Secara konseptual, handle hanya string (misalnya, "_o10") dalam domain OTcl dan tidak mengandung fungsi apapun. Sebaliknya, fungsi untuk menerima paket yang didefinisikan di objek C++ yaitu “class Connector”.
Dalam OTcl domain handle bertindak sebagai
antarmuka yang berinteraksi dengan pengguna dan objek OTcl lainnya. Mungkin mendefinisikan prosedur dan variabel sendiri untuk memfasilitasi interaksi. Perhatikan bahwa prosedur anggota dan variabel dalam domain OTcl disebut prosedur misalnya (instprocs) dan contoh variabel (instvars). Dalam NS-2 dapat membangun banyak class menggunakan C++. Class C++ ini digunakan untuk mengatur simulasi melalui script simulasi Tcl. Setelah simulasi output dari NS-2 berbasis teks. Untuk menginterpretasikan hasil grafis dan
22
interaktif, digunakan alat-alat seperti NAM (Jaringan animator) dan XGraph (Issariyakul, 2012).