BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. PENDAHULUAN Bagian ini menggambarkan beberapa penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti-peneliti terdahulu yang berkaitan dengan masalah polimer, termoplastik (PVC), plastisiser sebagai zat aditif, kemasan, kompatibilitas, migrasi dan proses difusi secara eksperimen dan simulasi komputer. Hal ini tentunya akan memberikan gambaran tentang kepentingan dari setiap penelitian yang telah dilakukan dan hubungannya antara satu dengan lain. 2.2. PLASTIK Plastik sangat penting dalam kehidupan sehari-hari. Banyak bahan kebutuhan diolah dari plastik. Alasan begitu luasnya penggunaan plastik secara industri karena sifat-sifatnya yang unggul dan mudah diolah. Plastik merupakan bahan polimer alternatif yang lebih di senangi untuk digunakan sebagai perlengkapan bahan sandang, papan bagi kehidupan manusia, karena tersedia dalam jumlah besar dan lebih murah harganya dibanding bahan-bahan konvensional serta lebih aman di gunakan (Wirjosentono. B, 1995). Untuk mengetahui secara lengkap kebutuhan bahan baku plastik, terlebih dahulu perlu dijelaskan penggolongan plastik menurut kelompok utamanya sampai kepada jenis-jenis plastiknya. Berdasarkan sifatnya, plastik dapat di kelompokkan menjadi dua bagian, yaitu termoplastik dan termoset. Penggolongan ini berdasarkan pada dapat tidaknya bahan tersebut didaur ulang kembali. Pada kelompok termoplastik, apabila dipanaskan akan melunak kemudian mencair sehingga dapat diproses sesuai dengan mesin yang digunakan, baik secara ekstrusi maupun injenction molding yang akan menghasilkan barang yang digunakan. Proses ini dapat dilakukan beberapa kali. Sedangkan dalam kelompok termoset hal
Universitas Sumatera Utara
seperti itu hanya dapat dilakukan sekali saja dan tidak dapat diproses ulang lagi. Bahan termoplastik paling banyak di gunakan dalam kehidupan sehari-hari, serta mempunyai nilai ekonomis yang tinggi. Penggunaannya tidak saja untuk keperluan rumah tangga, tetapi juga meluas kepada kemasan, bangunan dan konstruksi, alat-alat elektronika dan telekomunikasi, alat-alat listrik, alat-alat kantor dan sekolah, alat-alat kedokteran, sandang dan dekorasi, transportasi dan mainan anak-anak. Dewasa ini, bahan tersebut juga telah digunakan meluas untuk komponen mesin, satelit, komputer, video dan pesawat terbang/luar angkasa. Plastik
dibagi
menjadi
dua
klasifikasi
berdasarkan
pertimbangan-
pertimbangan ekonomis dan kegunaannya, plastik komoditi dan plastik teknik. Plastik komoditi dicirikan oleh volumenya yang tinggi dan harga yang murah, plastik ini biasa diperbandingkan dengan baja dan alumunium dalam industri logam. Tabel 2.1. Plastik-plastik komoditi (Malcom, 1989) Tipe Polietilena
massa
Singkatan
Kegunaaan utama
LDPE
Lapisan pengemas, isolasi kawat dan kabel, barang
jenis rendah Polietilena
mainan, botol fleksibel, perabotan, bahan pelapis. massa
HDPE
jenis tinggi Polipropilena
Botol, drum pipa saluran, lembaran film, isolasi kawat dan kabel.
PP
Bagian-bagian mobil dan perkakas, tali, anyaman, karpet, film.
Poli (vinil klorida)
PVC
Bahan bangunan, pipa tegar, bahan untuk lantai, isolasi kawat dan kabel, film dan lembaran.
Polistirena
PS
Bahan pengemas (busa dan film), isolasi busa, perkakas, perabotan rumah, bahan minuman.
Mereka sering dipakai dalam bentuk barang-barang yang bersifat dipakai buang, seperti lapisan pengemas, namun ditemukannya juga pemakaianya dalam
Universitas Sumatera Utara
bahan-bahan yang tahan lama. Gambaran dari meluasnya penggunaan plastik komoditi dengan berbagai tipe dapat dilihat pada pada Tabel 2.1. Plastik teknik lebih mahal harganya dan volumenya lebih rendah, tetapi memiliki sifat mekanik yang unggul dan daya tahan yang lebih baik. Plastik komoditi mewakili sekitar 90% dari seluruh produk termoplastik. 2.3. POLIVINIL KLORIDA (PVC) Polivinil klorida (PVC) adalah suatu bahan polimer yang bersifat termoplastik (bersifat plastis) jika diberi beban akan berubah bentuk dan jika beban dilepaskan maka bahan tersebut tidak akan kembali ke bentuk semula. (Wirjosentono, 1998). PVC dibuat dari reaksi polimerisasi suspensi atau emulsi monomer vinil klorida pada suhu 20 oC dan 50 oC. Setiap molekul PVC kira – kira mengandung 100 sampai 150 monomer berulang vinil klorida. Tahap – tahap polimerisasi yaitu a. Inisisasi : radikal bebas menyerang monomer membentuk monomer radikal I (Inisiator)
→
R• + CH2 = CHCl
2R• (radikal monomer)
→
H ⏐ RCH2C• ⏐ Cl
b. Propagasi : Tahap perpanjangan rantai monomer radikal H ⏐ RCH2C• + CH2 = CHCl 1 Cl
→
H ⏐ R-[-CH2CHCl-]n – CH2C• ⏐ Cl
c. Terminasi : Tahap penghentian H H ⏐ ⏐ R-[-CH2CHCl-]n – CH2C• + •CCH2-[-ClCHCH2-],,-R → ⏐ ⏐ Cl Cl
Universitas Sumatera Utara
Perpasangan
: R-[-CH2CHCl-]n-CH2CHCl-ClCHCH2--[-ClCHCH2-]n-R
Disproporsionasi
: R-[-CH2CHCl-]n-CH=CHCl+ClCH2CH2-[-ClCHCH2-]n-R
Untuk menghasilkan PVC yang lebih banyak (lebih dari 80 %) digunakan polimerisasi suspensi. Dengan polimerisasi ruah dan emulsi hanya diperoleh PVC dengan kadar yang rendah (Cowd 1991). PVC mempunyai sifat keras dan kaku, kekuatan benturannya baik, mudah terdegradasi akibat panas dan cahaya, mudah disintesis, bentuknya serbuk putih seperti terlihat pada gambar 2 – 1, sehingga lebih mudah diolah, mudah larut pada suhu kamar serta tidak mudah terbakar (Bilmeyer, 1984).
Gambar 2 – 1. Bentuk serbuk putih PVC Struktur PVC ada tiga macam yaitu isotaktik, sindiotaktik dan ataktik. Pada PVC isotaktik atom – atom Cl terletak pada posisi yang sama secara sepihak. Pada PVC sindiotaktik, atom – atom Cl terletak pada posisi bergantian sepanjang rantai utamanya. Sedangkan PVC ataktik, atom – atom Cl nya terletak terdistribusi acak antara bentuk isotaktik dan sindiotaktik. PVC sindiotaktik mengandung struktur tidak teratur yang tidak cukup banyak sehingga kristalnya cukup rendah. Karakterisasi
Universitas Sumatera Utara
strukturnya cukup kompleks dengan kemungkinan terjadinya percabangan dan kecendrungan polimer untuk bergabung dalam larutan (Cowd,1991). PVC terdekomposisi pada suhu yang lebih rendah dari pada suhu pengolahanny, yaitu antara 140 – 200oC, melepaskan hidrogen klorida membentuk ikatan rangkap konjugasi, dan diikuti perubahan warna mulai dari bening menjadi kuning, oranye, merah, coklat hingga hitam. Peningkatan stabilitas termal PVC dicapai melalui pencampuran dengan bahan aditif seperti pemlastis dan penstabil yang berperan mengikat hidrogen klorida terlepas, menggantikan atom klorin yang labil pada rantai PVC dan mencegah dehidroklorinasi lanjtan (Baltacioglu dan Balkose, 1999). PVC adalah senyawa polar karena memiliki gugus dipol C-Cl yang dapat berinteraksi dengan banyak senyawa polimer polar lainnya (Kim, 1999). Struktur PVC
terdiri
dari
tiga
macam,
yaitu
isotaktik,
sindiotaktik
dan
ataktik
(Guarrotxena,1999): a. Pada PVC isotaktik, atom-atom Cl terletak pada posisi yang sama atau sepihak. b. Pada PVC sindiotaktik, atom-atom Cl terletak pada posisi bergantian sepanjang rantai utamanya. c. Sedangkan PVC ataktik, atom-atom Cl nya terletak terdistribusi acak antara bentuk isotaktik dan bentuk sindiotaktik. PVC sindiotaktik mengandung struktur tak teratur yang cukup banyak sehingga kristalinitasnya cukup rendah. Karakterisasi struktur cukup kompleks dengan kemungkinan terjadinya percabangan rantai dan kecendrungan polimer untuk bergabung dalam larutan (Bilmeyer, 1984). 2.4. ASAM STEARAT Asam stearat, nama umum yang diberikan, juga mempunyai nama sistematik yaitu asam oktadekanoat (asam stearat atau asam oktadekanoat). Kata stearat berasal dari bahasa Yunani yaitu stear, yang berarti “lemak padat” (Ing. Tallow). Jadi asam
Universitas Sumatera Utara
stearat merupakan asam lemak jenuh yang mudah diperoleh dari lemak hewani serta minyak masak. Asam stearat mempunyai wujud padat pada suhu kamar yang mempunyai rumus kimia CH3(CH2)16COOH dengan rumus melekulnya adalah C18H36O2. Asam stearat diproses dengan memperlakukan lemak hewan dengan air pada suhu dan tekanan tinggi. Asam ini dapat pula diperoleh dari hidrogenasi minyak nabati. Dalam bidang industri asam stearat dipakai sebagai bahan pembuatan lilin, sabun, plastik, kosmetika, dan untuk melunkkan karet. Titik lebur asam stearat 69,6oC dan titik didihnya 361oC. Reduksi asam stearat menghasilkan stearil alkohol (http://id.wikipedia org/wiki/Asam stearat). Tabel 2.2. Karakteristik Asam Stearat Molekular Formula
Molar Mass
Density
Melting Point
Boiling Point
C18H36O2
284,478 g/mol
0,847 g/cm3 at 70oC
69,6oC, 343 o K, 157oF
383oC, 656 o K, 721oF
Refracive Index (nD) 1,4299
Sumber : Wootthikanokkhan, J.; Tunjongnawin, P (20020 “Investigation of the effect of mixing shemes on cross-link distribution and tensile properties of natural-ecrylic rubber belnds”. Polymer Testing (Elsevier Science Ltd) 22 (3): pp.30312.dot:10.1016/SO142-9418(02)001058. http://cat.inist.fr/?aModele=afficheN&cpsidt=14488916. Retrieved on 2008-11-11 2.5. ASAM PALMITAT Salah satu asam lemak yang paling mudah diperoleh adalah asam palmitat atau asam heksadekanoat. Tumbuh-tumbuhan dari famili Palmaceae, seperti kelapa (Cocos nucifera) dan kelapa sawit (Elaeis guineensis) merupakan sumber utama asam lemak ini. Minyak kelapa bahkan mengandung hampir semuanya palmitat (92%). Minyak sawit mengandng sekitar 50% palmitat. Produk hewani juga banyak mengandung asam lemak ini (dari mentega, keju, susu, dan jga daging).
Universitas Sumatera Utara
Asam palmitat adalah asam lemak jenuh yang tersusun dari 16 atom karbon (CH3(CH2)14COOH). Pada suhu kamar, asam palmitat berwujud padat berwarna putih. Titik leburnya 63,1oC. Asam palmitat adalah produk awal dalam proses biosintesis asam lemak (lihat artikel lemak). Dari asam palmitat, pemanjangan atau penggandaan ikatan berlangsung lebih lanjut. Dalam industri, asam palmitat banyak dimanfaatkan dalam bidang kosmetika dan pewarnaan. Dari segi gizi, asam palmitat merupakan sumber kalori penting namun memiliki daya antioksidasi yang rendah. . Tabel 2.3. Karakteristik Asam Palmitat Molecular
Molar
Appea
Formula
Mass
rance
Density
Melting
Boiling
Solubility
Point
Point
in Water
0,853 C16H32O2
256,42
White
g/cm3 at
g/mol
Crystals
62oC
351o
63-64 C
352oC 215oC at
Insoluble
15mmHg Sumber : Palmitic acid at Inchem org. Merck Index, 12th Edition, 7128. The Imprortance of Saturated Fats for Biological Functions by Mary Enig, PhD. Wise Traditions in Food, Farming and the healing Arts (the quarterly magazine of the Weston A Price Foundation). Spring 2004. 2.6. PLASTICIZER SEBAGAI ZAT ADITIF Plasticizer dalam konsep sederhana adalah merupakan pelarut organik dengan titik didih tinggi atau suatu padatan dengan titik leleh rendah yang ditambahkan kedalam resin seperti PVC yang keras dan kaku, sehingga akumulasi gaya intermolekuler pada rantai panjang akan menurun. Hal ini menyebabkan bagian rantai lebih mudah bergerak akibatnya kelenturan, kelunakan dan pemanjangannya akan
Universitas Sumatera Utara
bertambah (Yadav dan Satoskar, 1997), dan bahan yang tadinya keras dan kaku akan menjadi lembut pada suhu kamar (Cowd, 1991). Plastisiser dapat menurunkan viskositas lelehan, suhu transisi gelas (Tg) dan modulus elastisitas produk tanpa mengubah sifat-sifat kimiawi bahan plastik tersebut (Meier, 1990). Proses plasticizer, pada prinsipnya adalah terjadinya dispersi molekul plastisiser ke dalam fase polimer. Bilamana plastisiser mempunyai gaya interaksi dengan polimer, proses dispersi akan berlangsung dalam skala molekul dan terbentuk larutan polimer plasticizer sehingga keadaan ini disebut kompatibel. Interaksi antara plastisiser– polimer ini sangat dipengaruhi oleh sifat afinitas kedua komponen. Kalau afinitas polimer – plasticizer tinggi, maka molekul plasticizer akan terdifusi ke dalam bundel, disini molekul plasticizer akan berada diantara rantai polimer dan mempengaruhi mobilitas rantai (Efendi,2001). Sifat fisik dan mekanis yang terplastisasi merupakan fungsi distribusi dari sifat dan komposisi masing – masing komponen dalam sistem, karenanya ramalan karakterisasi polimer yang terplastisasi mudah dilakukan dengan variasi komposisi pemlastis. Secara umum variasi jumlah plasticizer akan efektif (mempunyai efek plastisasi) sampai bahan kompatibel. Hasil analisis mekanik yang dilakukan menunjukkan bahwa membran – membran yang lebih kuat dan lebih liat (kenyal) dihasilkan ketika sedikit plasticizer yang digunakan dalam membran. Hasil uji plastisiser ini menunjukkan bahwa plasticizer yang mempunyai berat molekul yang relatif rendah akan memperbaiki kekuatan dan keliatan membran. Ketika sejumlah kecil plasticizer ditambahkan pada suatu polimer, plasticizer ini akan menyebabkan molekul polimer bergerak ke dalam konfigurasi energi yang lebih rendah. Dalam konfigurasi ini molekul – molekul menjadi kurang bergerak, dengan demikian akan meningkatkan kekuatan dan keliatan yang baik dari polimer. Sebaliknya jika plastisiser yang ditambahkan terlalu banyak molekul – molekul polimer banyak bergerak, akibatnya terjadi penurunan kekuatan dan keliatan polimer.
Universitas Sumatera Utara
Secara umum variasi jumlah plasticizer akan efektif (mempunyai efek plastisasi) sampai bahan kompatibel. Plastisiser yang ideal untuk PVC memenuhi sifat – sifat sebagai berikut : a. Harus kompatibel. b. Suhu pembekuan dibawah - 40 oC. c. Regangan tensile diatas 2800 psi. d. Modulus dibawah 1200 psi. e. Kehilangan perpindahan dibawah 3%. f. Kehilangan penguapan 1 %. PVC yang mengandung gugus – gugus polar, memerlukan plasticizer polar untuk mencapai kompatibilitas yang baik (Nirwana,2001). Persyaratan mendasar yang harus dipenuhi oleh plasticizer adalah semua gaya intermolekuler antara pemlastis-pemlastis, polimer-polimer dan antara pemlastispolimer harus berada dalam besaran yang sama. Untuk menjadi plasticizer yang e£tsien maka. suatu senyawa dengan berat molekul rendah harus memiliki affinitas yang cukup untuk mengatasi interaksi antara polimer-polimer dengan cara mensolvasi polimer pada titik kontak interaksi. Untuk memberikan fleksibilitas yang baik pada suhu rendah, senyawa ini juga harus memiliki mobilitas yang cukup untuk berpartisipasi dalam kesetimbangan sistem dan harus dapat berdifusi melalui sistem tersebut. Kinerja plasticizer seperti ini adalah karakteristik dari pemlastis- plasticizer untuk PVC seperti dioktil adipat (Rudin, 1982 dan Frankel, 1975). Persyaratan lain yang harus dipenuhi oleh plasticizer adalah harus kompatibel dan permanen. Plasticizer harus larut dengan polimer dan menghasilkan gaya intermolekuler yang sama diantara kedua komponen tersebut, sehingga akan tercapai kompatibilitas yang baik. Permanens dari plasticizer ditentukan oleh titik didih, ukuran molekul, berat molekul plastisiser dan laju difusi plasticizer dalam polimer. Efisiensi plasticizer juga ditentukan oleh kadar plasticizer yang harus ditambahkan ke dalam resin polimer. Sebagai contoh PVC kaku adalah bahan padat
Universitas Sumatera Utara
yang keras, memiliki kekuatan tarik 5000-9000 psi dan perpanjangan hanya 2-40 % numun bila ditambahkan 50-100 bagian berat plasticizer ester phthalat akan merubah plasticizer menjadi polimer-terplastis yang memiliki kekuatan tarik 1500-3500 psi dan perpanjangan 200-450 % (Bilmeyer, 1984 dan Rudin, 1982). 2.6.1. Pemlastis Persyaratan mendasar yang harus dipenuhi oleh pemlastis adalah bahwa semua gaya antar molekul antara pemlastis-pemlastis, polimer-polimer dan antara yang efisien maka suatu senyawa dengan berat molekul rendah harus memiliki affinitas yang cukup untuk mengatasi interaksi. Untuk memberikan fleksibilitas yang baik pada suhu rendah, senyawa ini juga harus memiliki mobilitas yang cukup untuk berpartisipasi dalam kesetimbangan sistem dan harus dapat berdifusi melalui sistem tersebut (Rudin, 1982 dan Frenkel, 1975). Pemlatis yang paling banyak digunakan untuk PVC, biasanya mengandung ester-ester dari asam organik seperti dop (dioctyl phthalate), doa (di octyl phthalate), diop (di iso octyl phth alate), tpc (tri cresyl phospate), totm (tri alkyl tri mellitate), top (tri octyl phthalate), dos (di octyl sebacate) (gibbon dan kusy,1998). 2.6.2. Teori Plastisasi Dalam pengolahan membentuk bahan jadi atau setengah jadi kedalam bahan polimer murni biasanya ditambahkan suatu zat cair atau padat untuk meningkatkan sifat plastisitasnya. Proses ini dikenal dengan plastisasi, sedangkan zat yang ditambahkan disebut pemlastis. Plastisasi akan mempengaruhi sifat fisik dan sifat mekanis bahan polimer seperti kekuatan tarik, kelenturan, kemuluran, sifat listrik, suhu alir dan suhu transisi gelas (Tg). Beberapa teori yang menjelaskan peristiwa plastisasi dan akan diuraikan berikut ini.
Universitas Sumatera Utara
2.6.3. Teori Pelumasan Dalam teori ini pemlastis dipandang sebagai sebuah pelumas yang tidak menunjukkan gaya-gaya ikatan dengan polimer. Molekul pemlastis hanya terdispersi diantara fase polimer sehingga menentukan gaya-gaya intermolekuler pada rantai polimer dan oleh karenanya hanya menyebabkan plastisasi partial. jika pemlastis memiliki gaya interaksi dengan polimer, proses dispersi akan berlangsung dalam skala molekul dan terbentuk larutan polimer-pemlastis. Dalam hal ini, polimer dan pemlastis disebut bersifat kompatibel. Senyawa-senyawa pemlastis yang bertindak sebagai
pelumas bukan
merupakan pemlastis yang efektif karena hanya menurunkan viskositas lelehan sehingga hanya mempermudah proses pengolahan bahan polimer namun tidak berpengaruh terhadap sifat-sifat mekanis bahan polimer. Pemlastis seperti ini hanya digunakan dalam jumlah yang sedikit dan disebut sebagai bahan pembantu pengolahan atau processing aids (Wirjosentono, dkk, 1995 ; Meier; 1990). 2.6.4. Teori Solvasi. Teori ini didasarkan pada konsep kimia koloid. Sistem polimer-pemlastis dipandang sebagai sebuah koloid liofilik. dimana pemlastis membentuk lingkaran solvasi di sekeliling partikel polimer (fase dispersi). Secara fisik, tidak ada perbedaan mendasar antara bahan-bahan yang berfungsi sebagai pelarut dan yang berfungsi sebagai pemlastis. Dalam kedua hal tersebut; tidak ada interaksi kimia (hanya interaksi fisik) antara pemlastis atau pelarut dan polimer (Meier, 1990). Dua senyawa dapat bercampur jika energi bebas Gibbs campuran negatif. Energi campuran dapat ditentukan secara DSC atau dari pengukuran tekanan uap PVC-terplastis. Pemlastis adalah pelarut lemah yang memiliki kekuatan solvasi rendah sampai menengah bagi polimer sehingga menghasilkan polimer fleksibel dipolar yang kuat pada suhu kamar melalui pembentukan gel dengan kesetimbangan antara solvasi dan desolvasi.
Universitas Sumatera Utara
Kekuatan solvasi atau swelling dari pemlastis tergantung pada berat molekui dan pada gugus fungsinya. Pemlastis effektif sebagai pelarut ditentukan oleh tiga gaya intermolekuler; yaitu gaya pemlastis-pemlastis, pemlastis-polimer dan polimer polimer. Pemlastis harus memiliki molekul-molekul yang kecil dan memiliki gaya atraktif yang sesuai bagi polimer dimana harus lebih rendah dari pada gaya atraktif antara sesama rantai polimer. Keefektifan pemlastis meningkat bila gaya pemlastispemlastis lebih rendah dibanding gaya polimer-polimer (Meier, 1990). 2.6.5. Teori Termodinamik Teori ini menggunakan larutan dan swelling sebagai penjelasan bagi terbentuknya gel, tetapi memandang plastisasi sebagai penurunan kerapuhan polimer (perubahan suhu transisi gelas). Teori ini berusaha untuk menafsirkan gaya-gaya intermolekuler dalam sistem, pemlastis/polimer melalui model berdasarkan ketahanan deformasi dari 3 dimensi gel. Gel terbentuk melalui gaya-gaya ikatan yang efektif disepanjang rantai polimer (Meier, 1990). Pemlastis hanya terserap ke dalam daerah amorf polimer sehingga tidak terikat kuat. Efek pemlastis adalah menurunkan gaya-gaya intermolekuler (gaya dipol, gaya dispersi dan ikatan hidrogen) sebanyak mungkin dan mengurangi ikatan antara molekul-molekul polimer satu sama lain, yaitu dengan cara menyelubungi titik pusat gaya yang menahan rantai polimer bergabung. Hal ini mengurangi titik kontak antara molekul polimer dan merubah polimer menjadi lentur/fleksibel. 2.6.6. Teori Polaritas Sesuai teori ini gaya intermolekuler antara molekul-molekul pemlastis, molekul-molekul polimer dan molekul-molekul pemlastis-polimer harus seimbang untuk menghasilkan gel yang stabil. Oleh karena itu, polaritas pemlastis yang mengandung satu atau lebih gugus polar dan non polar harus sesuai dengan polaritas
Universitas Sumatera Utara
dari partikel polimer. Polaritas molekul pemlastis tergantung pada adanya gugusgugus yang mengandung oksigen, posfat dan sulfur. Pemlastis-pemlastis yang mengandung gugus-gugus ester polar; fenil terpolarisasi dan alkil non polar dapat juga bertindak sebagai gugus yang menyelubungi polimer. Namun orientasi dan arah gugus-gugus polar pemlastis menentukan interaksinya dengan dipol-dipol polimer (Meier, 1990). 2.7. KEMASAN Pengemasan merupakan proses terakhir dari hasil-hasil yang diproduksi dengan tujuan untuk menjamin keamanan produk sampai ke tangan konsumen. Kemasan berarti suatu tempat atau wadah yang digunakan untuk mengemas suatu produk, yang dilengkapi dengan tulisan, label, dan keterangan lain yang menjelaskan isi, kegunaan, dan lain-lainnya yang disampaikan ke konsumen untuk dapat dipahami. 2.7.1. Fungsi Kemasan Kemasan berfungsi untuk menjaga mutu bahan pangan selama masa tenggang waktu penggunaannya. Oleh karena itu, jelaslah bahwa kemasan mempunyai fungsi penting dalam pengawetan. Pengemasan tidak hanya dilakukan sebagai salah satu usaha untuk melindungi atau mengawetkan produk pangan maupun non pangan, melainkan juga merupakan penunjang bagi transportasi, distribusi dan yang lebih penting lagi adalah untuk meningkatkan nilai tambah pada produk tersebut dan meningkatkan daya saing terhadap produk sejenis di pasaran. Menurut Erliza et. al. (1987), fungsi kemasan yang lebih terinci adalah : 1. Sebagai wadah atau tempat, yaitu memudahkan penyimpangan produk agar tidak berserakan dan memudahkan pengangkutan produk. 2. Sebagai pelindung, yaitu untuk melindungi produk dari pengaruh lingkungan disekitar
produk
yang
dapat
menurunkan
kualitas
produk,
seperti
Universitas Sumatera Utara
perlindungan terhadap kadar air, zat volatil, perlindungan terhadap produk yang sensitif terhadap oksigen dan lain-lain. 3. Sebagai
cara
penunjang
penyimpangan
dan
transpor,
yaitu
untuk
memudahkan penyimpangan sebelum dipasarkan. Kemasan harus dibuat sedemikian rupa agar efisien dalam ruang penyimpangan sehingga dapat ditumpuk dengan teratur dan memudahkan saat transportasi. 4. Sebagai alat persaingan dalam pemasaran. Kemasan yang digunakan dapat menarik perhatian pembeli untuk mau membelinya sekaligus untuk mempromosikan suatu produk. Fungsi kemasan tersebut akan tercapai bila pengemasan dapat dilakukan dengan baik, mulai dari pemilihan bahan pengemasan yang sesuai dengan produk yang dikemas sehingga bahan tersebut tidak menjadi sumber kontaminan bagi produk dari
pengaruh
buruk
lingkungan.
Perkembangan
ilmu
pengetahuan
telah
meningkatkan kesadaran manusia untuk berperilaku hidup sehat, hal itu telah mengembangkan pula fungsi teknologi pengemasan pangan menjadi lebih luas, yaitu untuk : 1. Menjaga produk pangan agar tetap bersih, terlindungi dari kotoran dan kontaminasi dari luar maupun dari kemasan itu sendiri 2. Menjaga produk pangan dari kerusakan fisik, perubahan kadar air dan pengaruh sinar. 3. Memudahkan dalam membuka dan menutup dalam penanganan pengangkutan dan distribusi. 4. Menyeragamkan produk pangan dalam ukuran, bentuk dan bobot yang sesuai dengan standar yang ada. 5. Menampakkan identifikasi, informasi, daya tarik dan tampilan yang jelas dari bahan pangan yang dikemas, sehingga dapat membantu promosi/penjualan. 6. Memberikan informasi melalui sistem pelabelan, bagaimana cara penggun produk, tanggal kadaluarsa dan lain-lain.
Universitas Sumatera Utara
Bagi produsen sendiri, di samping sebagai wadah dan proteksi terhadap bahan yang dikemas, kemasan merupakan sarana yang tepat untuk menginformasikan kegunaan produk yang mereka tawarkan, membedakan merek, atau spesifikasi produk mereka dibandingkan dengan produk lain yang sejenis dan juga memberikan daya tarik terhadap konsumen. 2.7.2. Tujuan Kemasan Pengemasan bertujuan untuk memberikan kondisi sekeliling yang tepat bagi bahan pangan. Apabila bahan pangan tidak dikemas dikhawatirkan akan mudah terkontaminasi oleh mikroba yang pada akhirnya akan menimbulkan efek yang negatif terhadap bahan pangan itu sendiri (Hidayat dan Wike, 2005). Pengemasan dapat membantu mencegah atau mengurangi terjadinya kerusakan-kerusakan terhadap bahan pangan. Kerusakan tersebut dapat terjadi secara spontan dan sering kali karena pengaruh luar dan pengaruh kemasan yang digunakan. Kemasan yang membatasi proses kerusakan selama waktu yang dibutuhkan (Winarno, 1982). Di dalam pengemasan bahan pangan terdapat dua macam wadah yaitu wadah utama yang disebut kemasan primer, merupakan wadah yang langsung berhubungan dengan bahan pangan, contohnya kaleng, botol, plastik dan kertas. Sedangkan wadah yang kedua adalah wadah yang tidak langsung berhubungan dengan bahan pangan, contohnya kotak kayu atau kotak karton (Winarno, 1993). Kemasan dapat mengalami rusak atau cacat oleh berbagai sebab sehingga dapat mengurangi atau menghilangkan perlindungan terhadap produk yang dikemas. 2.7.3. Bahan Kemasan Pada pemeriksaan mutu produk, dimana titik berat pemeriksaan cacat kemasan ditujukan pada kemasan primer, yang meliputi cacat labeling, cacat wadah kemasan, cacat penutupan kemasan dan cacat kebocoran. Sebagai bahan pengemasan
Universitas Sumatera Utara
atau wadah yang umum dipergunakan adalah plastik seperti polivinil klorida, polistiren, selofan, selulosa asetat, poliamida serta polietilen dan lain-lain. Penggunaan plastik sebagai bahan pembungkus sangat terbatas tergantung dari bahan makanannya karena plastik tidak tahan panas dan mudah terjadi pengembunan uap air di dalamnya jika suhu diturunkan. Wadah yang terbuat dari plastik tidak baik, oleh karena masih terjadi perembesan udara melalui pori-pori plastik (Winarno, 1982). Kemasan plastik selalu di gunakan di industri karena memiliki kelebihankelebihan yang tidak dimiliki oleh bahan-bahan pengemas lain, diantaranya adalah harga relatif murah, dapat dibentuk berbagai rupa, warna serta bentuknya lebih disukai konsumen, serta biaya transportasi yang diperlukan cukup murah. Namun, plastik juga memiliki kelemahan, yaitu tidak tahan terhadap suhu tinggi dan kemungkinan terlepasnya bahan aditif yang ditambahkan pada proses produksi yang bertujuan untuk memperbaiki sifat fisik dan kimia dari pelastik tersebut. Bahan kemasan yang termasuk thermoplastik, antara lain, polyethylene, polyprophylene, polistiren, polyvinylchloride, acrylic dan nylon trilebutadine styre. Yang termasuk thermoset adalah phenolformaldehyde, melaminte, formaldehyde, dan true formaldehyde (research). Wadah yang terbuat dari plastik dapat berupa film, kantung atau bentuk lain. Bahan yang dapat digunakan untuk membuat plastik adalah selulosa, polietilen, polipropilen, poliamida, poliester, poliviniliden chloride (PVC) dan sebagainya. Istilah plastik tipis yang fleksibel (flexible film) termasuk bahan-bahan yang terbuat dari alumunium foil, kertas, selulosa yang diregenerasi dan sekelompok polimer organik. Masing-masing dapat dibentuk dalam ukuran, komposisi kimia, struktur fisik dan sifat-sifat lain yang berbeda-beda. Dalam prakteknya, bahan-bahan tersebut jarang digunakan tersendiri, tetapi sering dalam bentuk struktur berlapis terdiri dari dua atau lebih lapisan. Plastik ini mempunyai perbedaan dalam ketahanan terhadap asam, basa, lemak dan minyak dan pelarut organik serta mempunyai sifat-sifat yang berbeda dalam daya tembusnya terhadap gas.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Winarno (1994), bahan kemasan plastik dibuat dan disusun melalui proses yang disebut polimerisasi dengan menggunakan bahan mentah monomer, yang tersusun sambung menyambung menjadi satu dalam bentuk polimer. Dalam plastik juga mengandung beberapa aditif dan plastisiser yang diperlukan untuk memperbaiki sifat-sifat fisikokimia plastik itu sendiri. Bahan aditif yang ditambahkan tersebut komponen non plastik yang berupa senyawa anorganik atau organik yang memiliki berat molekul rendah. Bahan aditif tersebut dapat berfungsi sebagai pewarna, antioksidan, penyerap ultraviolet, antilekat, menambah fleksibelitas
dan lain
sebagainya. Bahan aditif tersebut dapat lepas dengan berbagai cara. 2.8. KOMPATIBILITAS Kompatibilitas pemlastis dengan bahan polimer merupakan hal yang penting, dimana kompatibilitas yang baik menunjukkan campuran pemlastis dan polimer yang stabil dan homogen. Kompatibilitas campuran dipengaruhi oleh interaksi molekul polimer - pemlastis, bahan aditif, tekanan, suhu, kelembaban dan cahaya. Kemudian kompatibilitas tersebut ditentukan melalui panas reaksi campuran, suhu transisi gelas, morfologi, sifat mekanikal dinamis dan secara viskometrik (Chattopadhyay, 2000; Lee; 1997). Pemlastis bisa saja kompatibel pada suhu proses namun dapat keluar kembali dari polimer (blooming) pada suhu kamar. Polimer-pemlastis selalu berada dalam kesetimbangan dinamis pada suhu tertentu; begitu suhu berubah efektifitas gaya-gaya juga berubah. Pada kondisi normal; difusi selalu terjadi yaitu sejumlah tertentu pemlastis berada dipermukaan polimer karena kesetimbangan adsorpsi/desorpsi antara polimer dan pemlastis terganggu (Zhong; dl:k; 1998). 2.9. MIGRASI Difusi
pemlastis
kepermukaan
polimer
menghasilkan
eksudat
yang
selanjutnya berpindah ke media kontak, peristiwa ini disebut sebagai migrasi.
Universitas Sumatera Utara
2.9.1. Pengemas dan Keamanan Pangan Proses pengemasan sebagai tahap akhir proses pengolahan merupakan salah satu tahap paling kritis, walaupun kemasan dapat menahan kontaminasi dari luar, namun produk makanan yang sudah terlanjur terkontaminasi sebelum dan selama proses pengemasan, tidak bisa dihilangkan tanpa adanya dekontaminasi, misalnya proses setrilisasi dan pasteurisasi. Zat-zat dalam bahan kemasan juga berpotensi mengontaminasi produk makanan yang ada didalamnya. Secara garis besar interaksi produk pangan dengan kemasan meliputi antara lain: 1. Migrasi komponen kemasan ke dalam pangan. 2. Permeabilitas gas dan uap air melalui kemasan. 3. Penyerapan uap organik dari pangan ke bahan kemasan. 4. Transfer interaktif akibat dari transmisi cahaya. 5. Falvour scalping (sorbtion) yaitu proses penyerapan rasa, aroma atau zat pewarna dari bahan pangan ke bahan kemasan. Interaksi ini terjadi karena adanya kontak langsung antara bahan kemasan dengan produk pangan yang ada didalamnya (Anonim, 2006). Proses migrasi senyawa kimia kebanyakan terjadi selama proses produksi, pengolahan pengangkutan, penyimpanan, pemasakan dan ketika dikonsumsi. Proses migrasi terbagi dua jenis yaitu migrasi secara menyeluruh dan migrasi secara spesifik. 1. Migrasi secara menyeluruh terjadi dimana keseluruhan dari komponen yang ada (komponen toksik dan komponen non toksik) pada bahan kemasan melalui fase kontak bermigrasi ke dalam makanan/produk pangan. 2. Migrasi secara spesifik yaitu terjadi perpindahan komponen-komponen yang diketuhui atau dianggap berpotensi membahayakan kesehatan manusia ke dalam bahan pangan (Anonim, 2006). Migrasi senyawa-senyawa kimia dari bahan kemasan dapat memberikan dampak terhadap keamanan dan kualitas makanan, dan hal ini telah tercantum dalam kerangka petunjuk Eropa No. 89/109/EEC (Castle, 2001)
Universitas Sumatera Utara
2.9.2. Migrasi Aditif Plastik Selama proses pengemasan dan penyimpanan makanan, kemungkinan terjadi migrasi bahan plastik pengemas dari bungkus ke makanan yang dikemas sehingga formulasi plastik akan terus berkembang. Faktor-faktor yang mempengaruhi migrasi adalah: 1. Luas permukaan yang berkontak. 2. kecepatan migrasi. 3. Jenis bahan plastik. 4. Temperatur dan waktu kontak. Migrasi bahan kimia merupakan proses difusi dengan hukum kinetik dan terkontrol thermodinamik. Migrasi ini dapat disebutkan sebagai fungsi dari waktu, suhu, ketebalan bahan, jumlah bahan yang dapat bermigrasi, koefisien partisi dan ditribusi. Ada beberapa faktor migrasi kimia yaitu jenis dan konsentrasi bahan kimia yang ada dalam bahan pengemas, sifat intrinsik dan bahan pengemas juga faktor yang penting, bila bahan tersebut berinteraksi dengan kuat pada makanan, migrasi dapat terjadi lewat proses leaching, sebaliknya bahan inert dengan kecepatan difusi yang rendah memiliki nilai migrasi yang rendah pula (Castle, 2000). 2.9.3. Temperatur Migrasi bahan kimia dipercepat dengan panas, sehingga migrasi akan lebih tinggi bila suhu ditingkatkan. Bahan yang berbeda harusnya digunakan dalam kondisi yang berbeda antara lain pada suhu beku, suhu kulkas, suhu ruang, pendidikan sterilisasi, microwave dan penanganan. Bahan yang cocok untuk satu kondisi, mungkin tidak cocok untuk bahan lainnya dan sering kali menjadi jebakan bagi pengguna. Bahan yang diperuntukkan cocok untuk makanan disebut dengan ”Food Grade” (Castle, 2000).
Universitas Sumatera Utara
2.9.4. Lama Kontak Bahan yang cocok untuk pengguna dalam waktu singkat mungkin tidak cocok untuk penggunaan dalam waktu yang lebih lama. Migrasi dapat meningkat apabila meningkatnya waktu kontak, meningkatnya suhu kontak, jumlah aditif yang lebih banyak dalam bahan kemasan, tingkat kontak dan tingkat agresifitas makanan (Castle, 2000). 2.9.5. Kecepatan Migrasi Perpindahan dan pergerakan molekul-molekul kecil dari kemasan plastik berlangsung secara difusi melalui proses sorpsi. Pergerakan kinetik dari molekulmolekul kecil seperti halnya monomer sangat tergantung pada keadaan dan konsentrasi zat-zat termigrasi serta sifat plastiknya sendiri yaitu apakah plastik transparan atau opaque. Proses sorpsi dan pergerakan molekul kecil dalam polimer yang glassy lebih rumit mekanismenya. 2.9.6. Migrasi dan Bahaya Keracunan Masalah yang kemudian timbul adalah adanya dua bahan plastik utama yaitu polivinil cloride copolymer akrilonitril tinggi memiliki monomer-monomer yang cukup beracun dan malahan diduga keras sebagai senyawa karsiogenik (penyebab kanker). Sebagai pedoman untuk menghindari hal-hal di atas maka perlu untuk mematuhi ketentuan yang tertera di Standar Nasional Indonesi (SNI) (kemasan makan dari plastik PVC) No. KH. 00.02.1.55.2891, tanggal 14 Juli 2009 terlampir. 2.10. SIFAT TERMAL POLIMER Sifat termal polimer merupakan salah satu sifat yang paling penting karena menentukan sifat mekanis bahan polimer. Senyawa-senyawa polimer menunjukkan
Universitas Sumatera Utara
suhu transisi gelas pada suhu tertentu. Senyawa polimer amorf seperti PVC dan bagian amorf dari polimer semi-kristalin seperti polietilen memiliki suhu transisi gelas (Tg), namun polimer kristalin murni seperti elastomer tidak memiliki suhu transisi gelas, namun hanya menunjukkan suhu leleh (Tm). Suhu transisi gelas terjadi ketika polimer amorf atau bagiam amorf polimer semi-kristalin menunjukkan perubahan dari keadaan lunak dan elastis menjadi keadaan keras, rapuh dan mirip gelas. Suhu transisi gelas dapat dianalisis melalui metode analisis termal. Salah satu metode yang dapat digunakan adalah Differential Thermal Analysis (DTA). DTA adalah teknik yang mencatat perbedaan suhu antara sampel dan senyawa pembanding, baik terhadap waktu atau suhu saat kedua spesimen dikenai kondisi suhu yang sama dalam sebuah lingkungan yang dipanaskan atau didinginkan pada laju terkendali. Pola umum kurva DTA dapat dilihat pada Gambar 2.2.
Temperatur Gambar. 2.2. Pola Umum Kurva DTA Suhu transisi gelas dipengaruhi oleh fleksibilitas rantai, kekakuan dan ukuran gugus samping dan fleksibilitas rantai samping. Fleksibilitas rantai ditentukan oleh kemudahan gugus-gugus yang berikatan kovalen untuk berotasi. Rotasi ditentukan oleh energi dari gaya-gaya kohesi molekul. Penurunan fleksibilitas rantai
Universitas Sumatera Utara
meningkatkan Tg melalui peningkatan halangan sterik. Halangan sterik ditentukan oleh ukuran dan bentuk rantai utama. Gugus-gugus samping yang besar dan kaku menurunkan fleksibilitas rantai utama sehingga Tg meningkat. Penambahan gugus samping yang fleksibel menghasilkan peningkatan jarak antar rantai sehingga gaya intermolekuler menurun dan kemuluran meningkat. Hal ini dapat dicapai dengan penambahan pemlastis dan aditif lainnya (Hatakeyama and Quinn; 1994; Rabek; 1980). 2.11. SIFAT MEKANIS POLIMER Penggunaan bahan polimer sebagai bahan industri sangat bergantung pada sifat mekanisnya, yaitu gabungan antara kekuatan yang tinggi dan elastisitas yang baik. Sifat mekanis yang khas ini disebabkan oleh adanya dua macam ikatan dalam bahan polimer, yakni ikatan kimia yang kuat antara atom dan interaksi antara rantai polimer yang lebih lemah. Sifat mekanis biasanya dipelajari dengan mengamati sifat kekuatan tarik ( σt ), jika terhadap bahan diberikan tegangan. Secara praktis, kekuatan tarik diartikan sebagai besarnya beban maksimum
(F maks) yang dibutuhkan
untuk memutuskan spesimen bahan, dibagi dengan luas penampang bahan. Karena selama dibawah pengaruh tegangan, spesimen mengalaani perubahan bentuk (deformasi) maka definisi kekuatan tarik dinyatakan sebagai besarnya beban maksimum yang dibutuhkan untuk memutuskan spesimen bahan, dibagi dengan luas penampang semula (Ao).
σt =
Fmax A0
……………………………………….................…….....( 2 – 1 )
Selama deformasi dapat diasumsikan bahwa volume spesimen tidak berubah, sehingga perbandingan luas penampang semula dengan luas penampang setiap saat, Ao/A = I/Io dengan I dan Io masing-masing adalah panjang spesimen setiap saat dan semula. Jika didefinisikan besaran kemuluran (ε) sebagai nisbah pertambahan panjang terhadap panjang spesimen semula adalah :
Universitas Sumatera Utara
ε=
I x100% …………………………..…………………….....…( 2 – 2 ) IO
Hasil pengamatan sifat kekuatan tarik dinyatakan dalam bentuk kurva tegangan, yakni nisbah beban dengan luas penampang (F/A), terhadap perpanjangan bahan (regangan) yang disebut dengan kurva tegangan-regangan. Jika bahan polimer dikenakan gaya tarikan dengan kecepatan tetap, mulamula kenaikan tegangan yang diterima bahan berbandingan lurus dengan perpanjangan spesimen. Sampai dengan titik elastis bilamana tegangan dilepaskan maka spesimen akan kembali seperti bentuk semula, tetapi jika tegangan dinaikkan sedikit saja, akan terjadi perpanjangan yang besar. Kemiringan kurva pada keadaan ini disebut modulus (E) atau kekakuan, sedang besarnya tegangan dan perpanjangan mencapai titik elastis ini masing-masing disebut tegangan yield dan kemuluran pada yield. Di atas titik elastis ini molekul-molekul polimer berorientasi searah dengan tarikan. Dan hanya memerlukan sedikit tegangan untuk menaikkan perpanjangan. Bila semua rantai polimer telah tersusun teratur membentuk struktur kristalin, bahan menjadi lebih liat dan diperlukan tegangan yang lebih besar untuk menaikkan perpanjangan. Akhirnya bahan akan terputus bila tegangan telah melampaui gaya interaksi total antar segmen. Perpanjangan dan tegangan pada saat bahan terputus ini masing-masing disebut kemuluran (ε) dan kek-uatan tarik akhir (σt) (Wirjosentono; dkk, 1995). 2.12. PENGUJIAN 2.12.1. Pengujian Pemlastis
Perubahan sifat-sifat PVC terplastis terutama disebabkan oleh kehilangan pemlastis yang merupakan hasil kontak dengan media cair atau padat. Kehilangan ini sangat tergantung pada suhu, media kontak, struktur, tekanan uap, berat molekul dan konsentrasi pemlastis. Kehilangan pemlastis dari matriks PVC dapat diamati dengan cara migrasi berikut ini.
Universitas Sumatera Utara
2.12.2. Uji Migrasi
Migrasi terjadi apabila PVC yang terplastis bersentuhan dengan bahan padat lain (PVC non plastis), dapat berupa plastik, makanan, obat dan lain-lain. Migrasi ditentukan oleh berat molekul pemlastis, ukuran molekul pemlastis, densitas, viskositas, suhu dan waktu (Freitag, 1990). 2.13.
DIFUSI
Suatu zat yang berpindah dari suatu sistem ke sistem yang lainnya akibat gerak atom atau melekul-melekul yang acak disebut dengan difusi. Alasan yang umum mempelajari tentang difusi ada dua cara yaitu : 1. Pengetahuan difusi, merupakan landasan untuk mengerti perubahanperubahan yang terjadi dalam zat padat (misalnya logam) pada temperatur tinggi. 2. Untuk mempelajari lebih lanjut mengenai bagian atom-atom bergerak dalam zat padat. Hal ini terkait dengan studi cacat-cacat dan pergerakannya dalam zat padat. Bila zat padat dianggap sebagai media yang kontinu, maka dapat dicari persamaan diffrensial yang tepat guna. Oleh Adolf Fick (1855), pengamatannya, ternyata proses difusi analog dengan hantaran kalor via konduksi karena keduaduanya (difusi hantaran kalor) diakibatkan oleh gerak atom (melekul) yang acak dan apabila media adalah isotropik yang mempunyai arti gerak atom (melekul) kesegala arah. (J.C.Andrson dkk, 1992). Fick mengajukan hipotesa dasar, laju oleh zat melalui proses difusi persatuan luas ”J” sebanding dengan gradien core ∂C / ∂X . (dalam arah tegak lurus terhadap luasan bersangkutan) seperti terlihat pada gambar 2 – 3.
Universitas Sumatera Utara
Jx
X
x
∝
∂C ∂X atau
Jx
= − D
∂C ∂X
Jy
= − D
∂C ∂Y
Jz
= − D
∂C ∂Z
..................(2 – 3)
Gambar 2.3. Laju zat melalui difusi tegak lurus bidang. Dimana, D = koefisien difusi yang diukur secara eksperimen C = konsentrasi zat padat yang berdifusi X = koordinat ruang (tegak lurus luasan permukaa) Persamaan Fick I dapat ditulis sebagai berikut : →
J = − D ∇ C ................................................................................(2 – 4)
Hukum Fick II, untuk keadaan non stasioner, Hukum Fick I tetap berlaku, tetapi kurang bermanfaat, jadi perlu dicari persamaan differensial lain bagi diffusi. Untuk suatu elemen volume dengan pusatnya di titik J (x, y, z) dengan konstanta C. Laju zat yang berdifusi masuk keelemen volume via permukaan ABCD dalam bidang X – dX :
⎛
(2dy )(2dz )⎜⎜ J x − ⎝
permukaan A’B’C’D’ adalah (netto)
adalah
laju
∂J x ∂x
⎞ ⎟⎟dx dan keluar dari elemen volumer via ⎠ ⎛
(2dy )(2dz )⎜⎜ J x +
akumulasi
⎝
zat
∂J x ∂x
masuk
⎞ ⎟⎟dx maka laju akumulasi zat ⎠
–
laju
akumulasi
keluar
=
Universitas Sumatera Utara
− 8 dx dy dz
∂J x (permukaan-permukaan tegak lurus sumbu – x) seperti terlihat ∂x
pada gambar 2 – 4. C
C’
Y
2 dz D 2 dy
D’ B
A
B’
2 dx
A’
Z
Gambar 2.4. Laju zat melalu difusi pada elemen volume. Dalam notasi vektor : → → ∂C = −∇. J = − div J ..........................................................................(2 – 5) ∂t
sering ditulis dalam bentuk, → ∂C + ∇. J = 0 ( persamaan kontinuitas = hukum kekekalan zat) atau ∂t → ∂C = − ∇. J .......................................................................................(2 – 6) ∂t
Bentuk explisit hukum Fick II dalam 3 macam sistem koordinat, a. Sistem koordinat cartesius : ∂C ∂ ⎛ ∂C ⎞ ∂ ⎛ ∂ ⎞ ∂ ⎛ ∂ ⎞ = ⎜D ⎟ + ⎜ D ⎟ + ⎜ D ⎟ ................................(2 – 7) ∂t ∂x ⎝ ∂x ⎠ ∂y ⎜⎝ ∂y ⎟⎠ ∂z ⎝ ∂z ⎠
b. Sistem koordinat silinder : ∂C 1 ⎧ ∂ ⎛ ∂C ⎞ ∂ ⎛ D ∂C ⎞ ∂ ⎛ ∂C ⎞⎫ ⎟ + ⎜ rD ⎜ = ⎨ ⎜ rD ⎟+ ⎟⎬ ..................( 2 – 8 ) ∂t r ⎩ ∂r ⎝ ∂r ⎠ ∂ϕ ⎜⎝ r ∂ϕ ⎟⎠ ∂t ⎝ ∂z ⎠⎭
Universitas Sumatera Utara
c. Sistem koordinat bola : X = r sin θ cos θ Y = r sin θ cos θ
................................................................( 2 – 9 )
Z = r cos θ
Dalam beberapa proses difusi antara lain misalnya, 2 antar metal 3 air dalam zealit (semacam tanah liat) 4 uap organik (misal, gas minyak bumi) dalam zat polimer tinggi (misalnya, karet). Ternyata koefisien difusi D bergantung pada konsentrasi zat yang berdifusi. 2.14. SIMULASI DAN PERMODELAN
Simulasi adalah suatu keadaan tiruan yang dapat menggambarkan keadaan sebenarnya berdasarkan parameter-parameter yang terdapat di dalamnya, dan bisa juga diartikan sebagai gambaran peniruan suatu peristiwa tertentu dengan penggunaan alat lain. Dari segi pandangan yang dirancang bangun, diketahui bahwa perilaku yang nyata dari suatu sistim dengan pembuatan suatu contoh atau suatu model yang dikenal sebagai simulasi. Software FEMLAB merupakan salah satu contoh paket pemograman dan simulasi yang terpadu dalam bidang Computational Fluid Dynamic (CFD). Penggunaan aplikasi FEMLAB dalam ilmu keteknikan dan
sains terus berkembang baik untuk proses simulasi sederhana sampai dengan proses optimasi. Penggunaan model dan simulasi ini akan sangat membantu dalam mengurangi biaya pembuatan model eksperimen, waktu, dan tenaga pelaksana. Disamping itu juga, perkembangan ilmu telah membuat kemampuan dari permodelan dan simulasi dengan menggunakan FEMLAB ini semakin berkembang sehingga menjadi salah satu alternatif untuk menggantikan penggunaan objek eksperimen yang begitu banyak (Hamalainen, dkk., 2000). Dalam permodelan secara matematika, laju difusi aditif ke dalam suatu zat padat polimer yang berupa film akan mengikuti suatu perubahan langkah dalam suatu
Universitas Sumatera Utara
konsentrasi relatif dimulai dari nol hingga ke level tak berhingga, C0 diberikan dengan formula:
εW
∂C ∂ 2C = De 2 …………………......…………………….....….( 2 – 10 ) ∂t ∂z
Pada z = Lf ,
∂C = C 0 C = C0 untuk t > 0 ....................................( 2 – 11 ) ∂z
Pada z = 0,
∂C = 0, untuk t > 0 .................................................( 2 – 12 ) ∂z
Pada t ≤ 0, C = 0, untuk 0 ≤ z ≤ Lf ..........................................( 2 – 13 ) Persamaan (2 – 3) merupakan persamaan difusi yang mendasari suatu kesetimbangan massa papan zat padat plimer. Dimana: De = koefisien difusi efektif t
= waktu
C = konsentrasi z = jarak Lf = tebal papan
Model ini bisa dipandang dari sisi Hukum Ficks, dimana transfer massa dari suatu species (NA) yang melalui suatu permukaan S seperti terlihat pada gambar 2 5, bergantung pada koefisien difusi (D) dan gradien konsentrasi yaitu : NA = − DS
dC A ΔC A ≅ − DS .......................................................( 2 – 14 ) dx Δx
Karena kedua lapisan mempunyai konsentrasi berbeda maka perlu diperhatikan konsentrasi diantara dua fasa. Konsentrasi di dalam antara dua fasa adalah berbeda bergantung pada sisi yang diperhatikan tetapi dalam kasus maupun kedua konsentrasi tersebut harus mengkuti Hukum kesetimbangan dengan dengan persamaan berikut : K=
C1 (t ) ....................................................................................( 2 – 15 ) C 2 (t )
Universitas Sumatera Utara
C1
C2 w
H
Δx
Gambar 2 – 5. Permukaan C1 dan permukaan C2. Dimana,
C1 dan C2 adalah konsentrasi pada sisi lapisan 1 dan 2.
Konsentrasi dalam kasus ini dapat dinyatakan sebagai konsentrasi rata-rata dan dapat dinyatakan dengan persamaan berikut: −
C (t ) =
C1 (t ) + C 2 (t ) (1 + K )C 2 (t ) = ............................................( 2 – 16 ) 2 2
Akumulasi : Dalam suhu akumulasi konsentrasi rata-rata dari elemen di perhatikan seperti pada persamaan berikut : M
⎡ C (t + Δt ) X − C (t ) X ⎤ dC ΔC ≅M = ρ ΔxWH ⎢ ⎥ .......................( 2 – 17) dt Δt Δt ⎣ ⎦
Keseimbangan massa yang sesuai bersama dengan konstanta partisi memungkinkan perhitungan konsentrasi pada kedua sisi dari antara fasa, seperti persamaan : C (t + Δt ) = C (t ) +
Δt D2 ρ 2 (C (t ) X + ΔX + C 2 (t )) + D1 ρ1 (C (t ) X + ΔX − C1 (t ) ) ρ Δx 2
.....................( 2 – 18 )
Universitas Sumatera Utara
Dalam komputasi dapat digunakan prosedur beda hingga dengan syarat awal seperti persamaan (2 – 18). 2.15. PERANGKAT LUNAK KOMPUTER
Berbagai persoalan fisika memerlukan komputasi yang cukup rumit apabila dikrjakan secara analitik dan dikerjakan secara analitik dan manual aproksimiasi penyelesaian kemudian diperkenankan untuk menyederhanakan penyelesaian eksak. Metode numerik diciptakan untuk melakukan aproksimasi ini dalam pencarian solusi persoalan rumit.proses yang ditempuh dalam penerapan teknik melibatkan beberapa langkah atau tahapan mulai identifikasi permasalahan sampai pada perhitungan solusi (kosasih.P.B,2006), namun demikian tidak jarang komputasi numerik harus dilakukan berulangkali agar dapat dihasilkan besaran error yang cukup kecil sesuai dengan persyaratan yang apabila dilakukan secara manual akan menyita cukup banyak waktu.komputer dengan bantuan perangkat lunak memang diciptakan untuk membantu dalam melakukan komputasi yang berulang kali, dan membosankan. Sehingga semua komputasi yang menyita waktu yang banyak itu bisa diserahkan ke komputer (suarga,2005). Namun demikian, dalam melakukan suatu gejala fisis dan untuk pengembangan ilmu fisika, perlu dilakukan sesuatu ekperimen.experimen adalah suatu hal yang mutlak harus dilakukan dalam bidang fisika, karna eksperimen adalah hakim kebenaran dalam fisika,eksperimen selalu diperlukan untuk pengujian teori dan pengembangan teori-teori baru, di samping itu dalam peroses belajar mengajar eksperimen juga dapat membantu untuk lebih memahami hukum-hukum fisika. Namun demikian, dalam melakukan sesuatu eksperimen dilapangan selalu ditemukan kendala-kendala, antara lain disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu : 1. Gejala fisika yang diteliti prosesnya relatif cepat sehingga sukar diukur dan diamati visualisasinya. 2. Ukuran benda yang akan diteliti relatif kecil (mikro) sehingga sukar diukur 3. Gejala yang diteliti cenderung berbahaya
Universitas Sumatera Utara
4. peralatan yang diperlukan untuk analisis suatu gejala relatif mahal atau sukar diperasikan 5. Data hasil eksperimen yang diperoleh cukup besar dan tidak linear sehingga sukar dianalisis Kendala-kendala di atas menyebabkan karakteristik suatu gejala fisis tidak dapat terungkap secara tuntas, hal ini tentunya akan menyebabkan informasi dan akan mengganggu perkembangan ilmu fisika itu sendiri. Dalam hal lain pada pembahasan fisika teoritis hukum-hukum fisika diformulasikan dalam bentuk bahasa matematis. Hubungan suatu besaran fisis lainnya dalam suatu sistem pada umumnya dapat dinyatakan dalam bentuk model matematis. Model matematis tersebut disusun secara deduktif berdasarkan hukum-hukum alam yang telah terjuji kebenarannya. Berdasarkan model matematis suatu sistem fisis, dapat diketahui karakteristik sistem fisis tersebut, dan melalui karakteristik sistem fisis dapat diramalkan hal-hal yang akan terjadi bila sistem diberi suatu perlakuan tertentu. Dalam fisika teori, hukum-hukum fisika akan diformulasikan dalam bentuk model matematis, dengan prinsip analogi, linearisasi, simetri dan pendekatan sehingga model matematis tersebut dapat dengan mudah diselesaikan secara analitis. Akan tetapi, dalam banyak hal model matematis yang membangun suatu sistem fisis bentuknya sangat kompleks dan rumit seihingga tidak dapat diselesaikan secara analitis. Bila model matematis suatu sistem fisis tidak dapat diselesaikan dengan tuntas berarti karakteristik sistem fisis yang dinyatakan dalam model matematis tersebut tidak menggambarkan keadaan yang sesungguhnya dengan kata lain karakteristik gejala fisis dapat terungkap secara tuntas. Model-model matematis yang tidak dapat atau relatif sulit diselesaikan secara analitis, dapat diselesaikan dengan metode numerik. Metode numerik adalah satu diantara penyelesaian matematis dengan proses secara bertahap, langkah demi langkah dengan melakukan perubahan sampai ditemukan kondisi yang diinginka.
Universitas Sumatera Utara
Sesuai dengan perkembangan teknik komputasi maka untuk memilih metode numerik yang sesuai, dipakai kriteria berikut: 1. Galat numerik global metode yang dipilih kecil 2. Mudah menukar ukuran langkah yang dipakai 3. Mudah disusun programnya 4. Langkah-langkah untuk mencapai konvergensi atau untuk mencapai nilai yang diinginkan sederhana. Model matematis adalah suatu persamaan matematis yang menggambarkan hubungan besaran-besaran fisis dalam suatu sistem fisis. Melalui penyelesaian model matematis maka dapat diperoleh informasi tentang karakteristik suatu sistem fisis. Ditinjau dari sfatnya dan cara penyelesaiannya, model matematis seperti terlihat pada gambar 2 – 6 Numerik Status Analitis
Model matematis
Dinamis Numerik → Sistem simulasi Gambar 2 – 6. Pembagian Model Matematis Model statis hanya dapat menunjukkan besaran-besaran fisis hubungannya dengan besaran lain. Sedangkan pada model dinamis, besaran-besaran fisis yang diperoleh berubah mengikuti fungsi waktu. Langkah-langkah untuk melakukan analisis suatu sistem fisis dengan pendekatan fisika komputasi adalah sebagai berikut: 1. Menyusun model matematis 2. Menlakukan modifikasi model matematis sehingga dapat diselesaikan dengan pendekatan numerik.
Universitas Sumatera Utara
3. Memilih model metode numerik yang sesuai/ 4. Melakukan pendekatan sedemikian rupa, sehingga dapat diselesaikan secara analitis. Nilai pendekatan nanlitis ini diperlakukan untuk validasi atau testing program apakah telah berjalan dengan baik. 5. Meneliti program-program paket yang tersedia. 6. Merancang program komputer bila tidak tersedia program paket (Zarlis M., 1994). Langkah-langkah yang diperlakukan untuk perancangan program komputer bagi sesuatu aplikasi adalah sebagai berikut: 1. Identifikasikan apa masalahnya, masukan dan keluaran yang diperlukan. 2. Membuat bagan dan struktur cara penyelesaian, bagan secara global, deskripsi sub program 3. Memilih metode penyelesaian dengan struktur data dan algoritma yang terbaik 4. Pengkodean (coding), dengan memilih bahasa pemrograman terbaik, menterjemahkan algoritma ke bahasa pemrograman 5. Pengoperasian dan eksedusi. Fisika komputasi adalah satu bagian integral dari perkembangan masalah atau gejala-gejala
fisika
dan
berkemampuan
untuk
mengantisipasinya
dengan
menggunakan perangkat komputer. Dalam fisika komputasi data-data eksperimen yang besar dan tidak linear dapat dioleh dengan bantuan perangkat lunak komputer demikian juga kedala yang lain dapat diatasi dengan eksperimen simulasi dengan komputer, model matematis yang non-linear dan non simetri dapat diselesaikan dengan bantuan metode numerik dalam bentuk program komputer. Dengan demikian keberadaan fisika eksperimen, fisika teori, dan fisika komputasi adalah saling mendukung dalam penelitian dan pengembangan bidang ilmu fisika. Pembuatan simulasi gejala-gejala fisika ini dapat dilakukan dengan algoritma dan program komputer. Penerapan komputer dalam ilmu fisika banyak terlihat pada pemecahan masalah-masalah analitik yang kompleks dan pekerjaan-pekerjaan
Universitas Sumatera Utara
munerikal untuk penyelesaian secara interaktif. Oleh karena itu fisika komputasi menawarkan penggabungan tiga disiplin dan ilmu, yankni ilmu fisika, analisis numerik, dan pemrograman komputer. Komputer adalah hasil produk teknologi tinggi yang akhir-akhir ini telah banyak dijumpai, dipakai, dan dimanfaatkan pada berbagai bidang kegiatan di laboratorium fisika baik di perguruan tinggi negeri maupun swasta. Pemakaian komputer ini lebih meningkat lagi selelah diproduksinya berbagai jenis komputer yang harganya relatif lebih murah. Pengalaman di lapangan menunjukkan bahwa pemakaian komputer di laboratorium-laboratorium masih terbatas untuk pengetikan atau pengolahan data tertentu, dengan kata lain pemakaian kpomputer sebagai alat yang serba guna belum maksimal (Zarlis M, 2007). Sebenarnya secara lebih luas komputer dapat digunakan sebagai alat bantu untuk pengetiakan, pengolahan data, alat eksperimen atau simulasi, dan lain-lain, dengan didukung kemampuan perangkat lunak komputer dapat membantu perkembangan ilmu fisika. Matlab adalah singkatan dari Matrix Loboratory, suatu perangkat lunak matematis yang menggunakan vektor dan matrik sebagai elemen data utama (Arhami. M., Resiani. A,2005). Matlab diciptakan di Universitas Mexico dan Stanford Universitu di tahun 70-an. Matlab dapat digunakan untuk matematika dan komputasi, algoritma, pengumpulan data, Pemodelan (simulasi), Analisa data, dan rancang bangun Grafis (Peranginangin. K, 2006). Dalam matlab ada banyak toolbox yang memungkinkan kita mempelajari dan mengaplikasikan teknologi tertentu. Toolbox adalah kumpulan fungsi dalam matlab (M-file) yang komprehensif yang digunakan untuk menyelesaikan kelas problem di bidang tertentu. Berbagai toolbox dalam Matlab antara lain signal procesing, control systems, neural networks, fuzzu logic, wavelets, simulation, statistik, genetic algorthm, dan lain-lain (Santoso. B, 2007), dan Matlab di kembangkan sebagai
pemrograman sekaligus alat visualisasi (Away. G.A, 2006).
Universitas Sumatera Utara