7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Dalam bab ini akan dibahas beberapa poin tentang sistem dinamik, kestabilan sistem dinamik, serta konsep bifurkasi. A. Sistem Dinamik Secara umum Sistem dinamik didefinisikan sebagai sebuah masalah nyata yang dimodelkan secara matematis dengan menggunakan persamaanpersamaan diferensial dimana dalam persamaannya mengandung parameter– parameter yang saling berhubungan, serta perubahan parameter pada persamaan tersebut akan menyebabkan perubahan kestabilan dari titik ekuilibrium. Definisi formal dari sistem dinamik adalah Definisi 2.1 (Perko, 2000: 182) Sistem dinamik pada E adalah pemetaan φ ∈ C1
φ: dengan E adalah himpunan bagian terbuka dari maka
dan jika φt ( x) = φ (t , x) ,
φt memenuhi
(i)
φ0 ( x) = x , ∀x ∈ E dan
(ii)
φt o φs ( x) = φt + s ( x) , ∀x ∈ E dan t,s ∈ Jika dikaji secara geometri, sistem dinamik menggambarkan pergerakan titik-titik di dalam ruang fase sepanjang kurva-kurva solusi dari sistem
8
persamaan diferensialnya.. Jika menyebut solusi suatu sistem dinamik dalam bentuk grafik maka akan muncul sesuatu yang disebut dengan orbit. 1. Orbit Definisi 2.2 (Wiggins, 1990:2) Orbit
melalui x0 ,
dinotasikan
sebagai
Or ( x0 ) ,
adalah
himpunan titik-titik x dalam ruang keadaan X yang berada pada suatu flow sehingga x = ϕ t x0 , yakni Or ( x0 ) = { x ∈ X : x = ϕ t x0 , t ∈ T }
Dalam kenyataannya tidak semua sistem persamaan diferensial dapat ditentukan solusi dari sistemnya, maka dari itu satu tujuan utama dari sistem dinamik adalah mempelajari perilaku dari solusi sistem di sekitar titik ekuilibrium. 2. Titik Ekuilibrium Orbit paling sederhana adalah titik ekuilibrium. Definisi titik ekuilibrium secara formal adalah Definisi 2.3 (Kuznetsov, 1990:9) Titik x0 ∈ X dikatakan titik ekuilibrium jika memenuhi ϕ t ( x0 ) = x0
untuk semua t ∈T . Untuk mempelajari perilaku dari solusi sistem tersebut digunakan suatu pendekatan yang disebut analisis kestabilan. Analisis
9
ini dapat dilakukan dengan beberapa cara seperti melakukan penyelidikan terhadap perilaku titik setimbang dari persamaan diferensial. Titik ekuilibrium dan kestabilannya dapat memberikan informasi mengenai perilaku solusi periodik dari persamaan diferensial. 3. Solusi Periodik
Definisi solusi periodik secara formal adalah Definisi 2.4 (Hale&Kocak, 1991:181)
Misalkan x0 bukanlah suatu titik ekuilibrium, suatu solusi ϕ t x0 dikatakan solusi periodik dengan periode T0 > 0 . Jika ϕ t +T0 x0 = ϕ t x0 , untuk setiap t ∈T. Orbit tertutup dalam sistem dinamik disebut cycle. Dalam sistem dinamik yang kontinu cycle disebut juga sebagai limit cycle. 4.
Limit Cycle
Definisi limit cycle secara formal adalah Definisi 2.5 (Kuznetsov, 1998: 10)
Sebuah cycle dari sistem dinamik kontinu yang pada daerah sekitarnya tidak ada cycle lain, disebut cycle batas atau limit cycle. Contoh 1 (Kuznetsov, 1998:86)
Diketahui sistem berikut x&1 = − x2 + x1 (1 − x12 − x2 2 ) x&2 = x1 + x2 (1 − x12 − x2 2 )
Sistem (2.1) pada koordinat polar berubah menjadi
(2.1)
10
⎧⎪ r& = r (1 − r 2 ) ⎨& ⎪⎩θ = 1
(2.2)
Titik ekuilibrium dari sistem (2.1) adalah ( x1 , x2 ) = (0, 0) Ketika 0 < r < 1 maka r& > 0 dan mengakibatkan r (t ) → ∞ (orbit bergerak menuju tak hingga). Ketika
r > 1 maka r& < 0 dan mengakibatkan
r (t ) → 0 (orbit menuju 0). Saat r = 1 maka r& = 0 dan mengakibatkan r (t ) tetap (orbit bergerak membentuk cycle berjari-jari r = 1 ). Sehingga Cycle tersebut juga merupakan limit cycle yang stabil. Dalam sistem dinamik kurva-kurva solusi bisa dihimpun sebagai suatu himpunan kurva solusi atau sering disebut sebagai potret fase. 5. Potret Fase
Definisi potret fase secara formal adalah Definisi 2.6 (Hafiludin dan Mohamad Salam, no year: 65) Potret fase adalah gabungan beberapa orbit dari sistem persamaan
diferensial yang ditampilkan dalam satu bidang.
B. Nilai Eigen dan Vektor Eigen
Dalam mempelajari keadaan dinamik dari suatu sistem khususnya sistem linear dapat menggunakan sifat dari nilai eigen sistem dinamik tersebut. Secara formal definisi nilai eigen dan vektor eigen adalah sebagai berikut Definisi 2.7 (Anton, 1987:277)
Misalkan A adalah matriks n × n , maka vektor x yang tidak nol di disebut vektor eigen (eigen vector) dari A jika Ax adalah kelipatan
11
skalar dari x , yaitu
Ax = λ x untuk λ suatu skalar. Skalar λ dinamakan nilai eigen (eigen value) dari A. Persamaan Ax = λ x bisa dituliskan sebagai Ax = λ x Ax − λ x = 0 ( A − λI )x = 0 Persamaan ( A − λ I ) x = 0 memiliki pemecahan taknol jika dan hanya jika,
det( A − λ I ) = 0 . Contoh 2
⎛1 0 ⎞ Diketahui matriks A = ⎜ ⎟ ⎝ 6 −1⎠ Tentukan vektor-vektor eigen dari matriks A. Penyelesaian:
det( A − λ I ) = 0 0 ⎞ ⎛1 − λ det ⎜ ⎟=0 −1 − λ ⎠ ⎝ 6 (1 − λ )(−1 − λ ) = 0
λ1 = 1, λ2 = −1 (nilai-nilai eigen dari matriks A) Untuk λ1 = 1,
det( A − λ I ) x = 0 ⎛ 0 0 ⎞ ⎛ x1 ⎞ det ⎜ ⎟⎜ ⎟ = 0 ⎝ 6 −2 ⎠⎝ x2 ⎠ 6 x1 − 2 x2 = 0 1 x1 = x2 3
12
1 Misal x2 = t , maka x1 = t 3 ⎛1 ⎞ ⎛1⎞ t x = ⎜ 3 ⎟ = ⎜ 3 ⎟t ⎜⎜ ⎟⎟ ⎜⎜ ⎟⎟ ⎝ 1t ⎠ ⎝1 ⎠
⎛1⎞ Jadi, vektor eigen yang bersesuaian dengan λ1 = 1adalah x1 = ⎜ 3 ⎟ ⎜⎜ ⎟⎟ ⎝1 ⎠ Untuk λ2 = −1
⎛ 2 0 ⎞ ⎛ x1 ⎞ det ⎜ ⎟⎜ ⎟ = 0 6 0 ⎝ ⎠⎝ x2 ⎠ ⎧2 x1 = 0 ⎨ ⎩6 x1 = 0 Maka x1 = 0 , misal x2 = t
⎛ 0t ⎞ ⎛ 0 ⎞ x = ⎜ ⎟ = ⎜ ⎟t ⎝1t ⎠ ⎝1 ⎠
⎛0⎞ Jadi, vektor eigen yang bersesuaian dengan λ2 = −1adalah x1 = ⎜ ⎟ ⎝1 ⎠ C. Diagonalisasi Matriks
Matriks diagonal merupakan matriks persegi dengan setiap unsur pada diagonal utamanya tidak nol dan unsur-unsur di luar diagonal utama sama dengan nol. Bentuk umum matriks diagonal adalah: ⎡a 11 ⎢0 ⎢ D= ⎢ 0 ⎢ ⎢ ... ⎢⎣ 0
0 a 22 0
0 0 a 33
... 0
... 0
⎤ ⎥ ⎥ ⎥ dengan satu di antara aij ≠ 0 untuk i = j ⎥ ... 0 ⎥ ... a nn ⎥⎦
... ... ...
0 0 0
13
Definisi 2.8 (Anton, 1987:284)
Matriks bujur sangkar A dikatakan dapat didiagonalisasi (diagonazable) jika −1 terdapat sebuah matriks P mempunyai invers sedemikian sehingga P AP
adalah sebuah matriks diagonal.
Teorema 2.1 (Anton, 1987:285)
Jika A adalah suatu matriks n × n , maka kedua pernyataan berikut ini adalah ekuvalen. a. A dapat didiagonalisasi. b. A memiliki n vektor eigen yang bebas linear. Bukti:
(a) ⇒ (b) . Karena A dianggap dapat didiagonalisasi, maka terdapat matriks yang dapat dibalik ⎛ p11 K ⎜ P=⎜ M O ⎜ pn1 L ⎝
p1n ⎞ ⎟ M ⎟ pnn ⎟⎠
−1 −1 Sehingga P AP matriks diagonal, katakanlah P AP = D , di mana
⎛ λ1 K 0 ⎞ ⎜ ⎟ D=⎜ M O M ⎟ ⎜0 L λ ⎟ n⎠ ⎝
Maka, AP = PD ; yakni ⎛ p11 K ⎜ AP = ⎜ M O ⎜p L ⎝ n1
p1n ⎞ ⎛ λ1 K 0 ⎞ ⎛ λ1 p11 K λn p1n ⎞ ⎟⎜ ⎟ ⎜ ⎟ M ⎟⎜ M O M ⎟ = ⎜ M O M ⎟ pnn ⎟⎠ ⎜⎝ 0 L λn ⎟⎠ ⎜⎝ λ1 pn1 L λn pnn ⎟⎠
14
(a) Jika misalkan p1 , p2 ,K, pn menyatakan vektor-vektor kolom P, maka bentuk
(a)
kolom-kolom
λ1 p1, λ2 p2 ,K, λn pn .
AP
yang
Kolom-kolom
berurutan
yang
merupakan
berurutan
Ap1 , Ap2 ,K, Apn . Jadi kita harus memperoleh
adalah .
…
(b) Karena P dapat dibalik, maka vektor-vektor kolomnya semuanya tidak bernilai nol, jadi menurut (b). λ1, λ2 ,K, λn adalah nilai-nilai eigen A, dan
p1 , p2 ,K, pn adalah vektor-vektor eigen yang bersesuaian. Karena P dapat dibalik maka diperoleh bahwa
p1 , p2 ,K, pn bebas linear. Jadi, A
mempunyai n vektor eigen bebas linear.
(b) ⇒ (a) anggaplah bahwa A mempunyai n vektor eigen bebas linear, maka
p1 , p2 ,K, pn dengan nilai eigen yang bersesuaian
λ1, λ2 ,K, λn , dan misalkan ⎛ p11 K ⎜ P=⎜ M O ⎜ pn1 L ⎝
pn1 ⎞ ⎟ M ⎟ pnn ⎟⎠
Adalah matriks yang vektor-vektor kolomnya adalah p1 , p2 ,K , pn kolom-kolom dari hasil kali AP adalah
Ap1 , Ap2 ,K, Apn
tetapi
Ap1 = λ1 p1 Ap2 = λ2 p2 K Apn = λn pn Sehingga ⎛ λ1 p11 K λn p1n ⎞ ⎛ p11 K ⎜ ⎟ ⎜ O M ⎟=⎜ M O AP = ⎜ M ⎜λ p L λ p ⎟ ⎜ p L n nn ⎠ ⎝ 1 n1 ⎝ n1
p1n ⎞ ⎛ λ1 K 0 ⎞ ⎟⎜ ⎟ M ⎟ ⎜ M O M ⎟ = PD pnn ⎟⎠ ⎜⎝ 0 L λn ⎟⎠
Matriks D adalah matriks diagonal yang mempunyai nilai-nilai eigen λ1, λ2 ,K, λn pada diagonal utama. Karena vektor-vektor kolom dari
15
P bebas linear, maka P dapat dibalik jadi (c) dapat dituliskan kembali −1 sebagai P AP = D , yakni A terdiagonalisasi.
Contoh 3
⎛1 0 ⎞ Diketahui matriks A = ⎜ ⎟ ⎝ 6 −1⎠ Tentukan matriks P yang mendiagonalisasikan A. Penyelesaian:
⎛1⎞ Vektor eigen yang bersesuaian dengan λ1 = 1 adalah x1 = ⎜ 3 ⎟ ⎜⎜ ⎟⎟ ⎝1 ⎠
⎛0⎞ vektor eigen yang bersesuaian dengan λ2 = −1 adalah x1 = ⎜ ⎟ ⎝1 ⎠ Dengan demikian kita dapatkan bahwa
( x1 , x2 ) adalah bebas
linear, sehingga ⎛1 ⎞ 0⎟ ⎜ P= 3 ⎜⎜ ⎟⎟ ⎝ 1 1⎠
dan
⎛ 1 ⎜ 3 P −1 = ⎜ ⎜−1 ⎜ ⎝ 3
⎞ 0⎟ ⎟ maka 1⎟ ⎟ 9⎠
matriks
P
akan
mendiagonalisasi A. Mencari matriks diagonal sekaligus sebagai pemeriksaan bahwa D = P-1A P.
16
D = P −1 AP ⎛ 1 0⎞ ⎛1 ⎛1 0 ⎞⎜ ⎜ ⎟ =3 3 ⎜⎜ −1 1 ⎟⎟ ⎜⎝ 6 −1⎟⎠ ⎜⎜ 3⎠ ⎝ ⎝1 ⎛1 ⎛ 3 0⎞⎛1 0 ⎞⎜ =⎜ ⎟⎜ ⎟ 3 ⎝ −3 1 ⎠ ⎝ 6 −1⎠ ⎜⎜ 1 ⎝
⎞ 0⎟ ⎟ 1 ⎟⎠ ⎞ 0⎟ ⎟ 1 ⎟⎠
⎛1 0 ⎞ =⎜ ⎟ ⎝ 0 −1 ⎠ ⎛λ 0 ⎞ =⎜ 1 ⎟ ⎝ 0 λ2 ⎠ D. Deret Taylor
Terdapat banyak metode untuk menghampiri fungsi yang diberikan. Salah satunya menggunakan deret Taylor. Definisi 2.9 (Spiegel, 1981:143)
Misalkan f adalah suatu fungsi yang analitik dan kontinu pada kurva tertutup C. Diberikan a dan a + h adalah dua titik pada bagian kurva C. maka
f (a + h) = f (a) + hf '(a) +
h2 hn ( n ) f ''(a) + ..... + f (a) + .... n! 2!
(2.3)
atau dapat ditulis x = a + h, h = x − a
f ( x) = f ( x) + f '(a)( x − a) +
f ''(a) f ( n ) ( a) ( x − a)2 + .... + ( x − a)n + ... (2.4) 2! n!
Persamaan (2.3) atau (2.4) ini disebut deret Taylor. Perhatikan bahwa jika a = 0 , akan diperoleh deret Maclaurin f (t ) = f (0) + f '(0)t +
f ''(0) 2 f '''(0) 3 f ( n ) (0) n t + t + .... + t + ... 2! 3! n!
17
Contoh 4
Tentukan deret Taylor dan deret Maclaurin dari f (t ) = sin t Penyelesaian:
f (t ) = sin t
f ( 0) = 0
f '(t ) = cos t
f '(0) = 1
f ''(t ) = − sin t
f '' ( 0 ) = 0
f '''(t ) = − cos t
f ''' ( 0 ) = −1
f (iv) (t ) = sin t
f (iv ) ( 0 ) = 0
f (v) (t ) = cos t
f (v) ( 0 ) = 1
….. Maka deret Taylor dari f (t ) = sin t adalah
Maka deret Maclaurin dari f (t ) = sin t adalah
sin t = t −
t3 t5 + − ... 3! 5!
18
Beberapa deret terkenal 1 ∞ n = 1 − x + x 2 − x3 + x 4 K = ∑ n=0 ( − x ) 1+ x
e
At
( At ) = 1 + At + 2!
2
( At ) + 3!
3
+ K = ∑i =0 ∞
( At )
, x <∞ i
dengan A matriks n × n ,
i!
1 1 ∞ n ( x) cos x = 1 − x 2 + x 4 K = ∑ n =0 ( −1) 2! 4! ( 2n ) !
, x <∞
∞ 1 1 n ( x) sin x = x − x3 + x5 K = ∑ n =0 ( −1) 3! 5! ( 2n + 1)!
, x <∞
2n
2 n +1
E. Sistem Linear
Dalam persamaan diferensial untuk menyelesaikan sistem linear salah satunya adalah menggunakan metode pemisahan variabel. Diberikan persamaan diferensial orde pertama sebagai berikut
x& = ax
(2.5)
Maka solusi umum dari persamaan di atas adalah
x(t ) = x(0)eat
Berdasar hal itu, maka pada sistem persamaan diferensial linier:
x& = Ax dengan x
(2.6)
, A adalah matrik n × n dan ⎛ dx1 ⎜ dt dx ⎜ x& = =⎜ M dt ⎜ dx ⎜ n ⎝ dt
⎞ ⎟ ⎟ ⎟ ⎟ ⎟ ⎠
19
Maka akan memiliki solusi x(t ) = x0 e At
(2.7)
dengan x0 adalah kondisi awal. Jika x(t ) = x0 e At adalah solusi sistem persamaan diferensial linier (2.6) maka perlu dibuktikan x& = Ax adalah turunan dari x(t ) = x0 e At Bukti:
x(t ) = x0 e At dx(t ) d x0 e At = dt dt d ∞ An t n x0 = ∑ dt n =0 n ! d ⎛ 0 ∞ An t n ⎞ = ⎜A +∑ ⎟ x0 dt ⎝ n =1 n ! ⎠ ∞ An nt n −1 x0 = 0+∑ n! n =1 Ant n −1 x0 n =1 ( n − 1)! ∞
=∑
⎛ A1t 0 A2t1 A3t 2 ⎞ =⎜ + + + L ⎟ x0 1! 2! ⎝ 0! ⎠ ⎛ ⎞ A3t 2 = ⎜ A + A2 t + + L ⎟ x0 2! ⎝ ⎠ 2 2 ⎛ ⎞ At = A ⎜ I + At + + L ⎟ x0 2! ⎝ ⎠ ⎛ ∞ An t n ⎞ x0 ⎟ = A⎜ ∑ ⎝ n =0 n ! ⎠ dx(t ) = Ae At x0 dt x& (t ) = Ax(t ) x& = Ax
20
Bentuk penjabaran dari persamaan (2.7) dapat berbeda tergantung dari nilai eigen dari matriks A. 1. Jika matriks A memiliki nilai eigen real dan berbeda Jika nilai eigen dari suatu matriks A yang berukuran n × n adalah
λ1 , λ2 ,K , λn dengan λi
untuk setiap i dan λi ≠ λ j untuk i ≠ j ,
maka matriks P = [ v1 v2 L vn ] , dengan vi adalah vektor eigen dari A yang terkait dengan λi , adalah matriks invertible dan
P −1 AP = D dengan D = diag [ λ1 , λ2 ,K , λn ] . k ⎛ a1 K 0 ⎞ ⎛ a1 K 0 ⎞ ⎟ ⎜ ⎟ ⎜ Selanjutnya perhatikan bahwa ⎜ M O M ⎟ = ⎜ M O M ⎟ ⎜0 L a ⎟ ⎜ 0 L ak⎟ n⎠ n ⎠ ⎝ ⎝ k
Maka diperoleh ⎧ ⎛ λ1 K 0 ⎞ k ⎛ λ1k ⎪ ⎜ ⎜ ⎟ e At = P ⎨ I + ⎜ M O M ⎟ t + ⎜ M ⎪ ⎜0 L λ ⎟ ⎜ 0 n⎠ ⎝ ⎩ ⎝
⎫ 0 ⎞ 2 ⎪ ⎟t O M ⎟ + L⎬ P −1 2! ⎪ L λn k ⎟⎠ ⎭
K
⎛ eλ1t K 0 ⎞ ⎜ ⎟ e At = P ⎜ M O M ⎟ P −1 ⎜ 0 L eλnt ⎟ ⎝ ⎠
( )P
e At = P diag e
λ jt
−1
sehingga persamaan (2.7) menjadi
( )P
x(t ) = P diag e
λ jt
−1
x0
(2.8)
21
2. Jika matriks A memiliki nilai eigen kompleks Misalkan nilai eigen dari matriks A adalah λ j = a j + ib j maka
⎧⎪ ⎛ aj ⎨diag ⎜ ⎝ bj ⎩⎪
k ⎛ Re {λ j k } − Im {λ j k } ⎞ −b j ⎞ ⎫⎪ ⎟ . Sehingga diperoleh ⎟ ⎬ = diag ⎜ a j ⎠ ⎭⎪ ⎜ Im {λ j k } Re {λ j k } ⎟ ⎝ ⎠
⎧∞ ⎧ ⎛ aj ⎪ ⎪ e = P ⎨∑ ⎨diag ⎜ ⎝ bj ⎪⎩ k =0 ⎪⎩ At
k −b j ⎞ ⎪⎫ t k ⎪⎫ −1 ⎬P ⎟⎬ a j ⎠ ⎪⎭ k !⎪ ⎭
⎧ ⎛ ⎧ λt k⎫ ⎧ ( λ t )k ⎫ ⎞ ⎫ ( ) j ⎪ ⎪ ⎪ j ⎪ ⎟⎪ ⎪ ⎜ Re ⎨ − Im ⎨ ⎬ ⎬ ⎪∞ ⎜ ⎪ k! ⎪ k ! ⎪ ⎟⎪ ⎪ ⎪ ⎩ ⎭ ⎩ ⎭ ⎟ ⎪ −1 = P ⎨∑ diag ⎜⎜ ⎬P ⎧ ( λ t )k ⎫ ⎧ ( λ t )k ⎫ ⎟ ⎪ ⎪ k =0 ⎜ ⎪ j ⎪ ⎪ j ⎪ ⎟ ⎪ ⎜ Im ⎨ k ! ⎬ Re ⎨ k ! ⎬ ⎟ ⎪ ⎜ ⎪ ⎪⎭ ⎪⎩ ⎪⎭ ⎠⎟ ⎪ ⎝ ⎪⎩ ⎩ ⎭
{ } { }
⎛ Re eλ j t = P diag ⎜ ⎜⎜ Im eλ j t ⎝
a t ⎛ cos b j t e At = P diag e j ⎜ ⎝ sin b j t
{ } ⎞⎟ P Re {e } ⎟⎟ ⎠
− Im e
λ jt
−1
λ jt
− sin b j t ⎞ −1 ⎟P cos b j t ⎠
sehingga persamaan (2.7) menjadi a t ⎛ cos b j t x(t ) = P diag e j ⎜ ⎝ sin b j t
− sin b j t ⎞ −1 ⎟ P x0 cos b j t ⎠
(2.9)
3. Jika matriks A memiliki nilai eigen kembar Misalkan matriks A berukuran n × n mempunyai sebanyak k nilai eigen real yang berulang, yaitu λ1 ada sebanyak j1 , λ2 ada sebanyak j2 , K , dan λk ada sebanyak jn , dengan j1 + j2 + L + jn = n . Misalkan pula v1 , v2 ,L , vn adalah vektor-vektor eigen tergeneralilasi, maka matriks P = [ v1 v2 L vn ] invertible dan
22
A=S+N dengan P −1SP = diag ⎡⎣ λ j ⎤⎦ Matriks N = A − S adalah nilpoten orde j = max { ji } ≤ n , dengan S dan
N
saling
( SN = NS ) .
komutatif
Maka
diperoleh
e At = e( S + N )t = eSt e Nt . Karena P −1 AP = diag ⎡⎣ λ j ⎤⎦ dan N k = 0 maka
( )
e = P diag e At
λ jt
⎛ N k −1t k −1 ⎞ −1 ⎜⎜ I + Nt + L + ⎟P ( k − 1)! ⎟⎠ ⎝
sehingga persamaan (2.7) menjadi
( )
x(t ) = P diag e
λ jt
⎛ N k −1t k −1 ⎞ P −1 ⎜⎜ I + Nt + L + ⎟⎟ x0 − k 1 ! ( ) ⎝ ⎠
Contoh 5
Diketahui sistem linier berikut
x&1 = 3x2 x&2 = x1 − 2 x2 dapat ditulis x& = Ax dengan matriks
⎛0 3 ⎞ A=⎜ ⎟ ⎝ 1 −2 ⎠ mempunyai nilai eigen λ1 = 1, λ2 = −3 dan vektor eigen yang sesuai
⎛ −1⎞ ⎛ 3⎞ v1 = ⎜ ⎟ dan v2 = ⎜ ⎟ ⎝1⎠ ⎝1 ⎠
(2.10)
23
⎛ 1 ⎜ 4 3 1 − ⎛ ⎞ −1 Jadi matriks P = ⎜ ⎟ dan P = ⎜ ⎝1 1 ⎠ ⎜− 1 ⎜ ⎝ 4
1⎞ 4⎟ ⎟ 3⎟ ⎟ 4⎠
⎛1 0 ⎞ P −1 AP = ⎜ ⎟ ⎝ 0 −3 ⎠ Solusi masalah nilai awal x& = Ax , x(0) = x0 adalah
⎛ et 0 ⎞ −1 x(t ) = P ⎜ P x0 −3t ⎟ ⎝0 e ⎠ t t −3t −3t 1 ⎛⎜ ( 3e + e ) ( −e + e ) ⎞⎟ x0 = 4 ⎜ ( −3et + 3e −3t ) ( et + 3e−3t ) ⎟ ⎝ ⎠ F. Kestabilan Sistem Linear
Ketika menganalisis kestabilan suatu sistem linear dapat dilihat melalui nilai eigen sistem tersebut. Definisi 2.10 (Olsder, 2004:57)
Pada persamaan diferensial orde satu x& = f ( x ) dengan solusi awal x(t , x0 ) pada waktu t dan dengan kondisi awal x(0) = x0 , pernyataan berikut bernilai benar a. Suatu nilai x dimana
memenuhi f ( x ) = 0 maka nilai x disebut
sebagai titik ekuilibrium. b. Titik ekuilibrium x dikatakan stabil jika untuk setiap ε > 0 dan δ > 0 , sedemikian hingga jika x0 − x < δ setiap t ≥ 0 .
maka x(t , x0 ) − x < ε
untuk
24
c. Titik ekuilibrium x dikatakan stabil asimtotis jika titik ekuilibrium tersebut stabil dan selain itu untuk δ1 > 0 , sedemikian hingga lim x(t , x0 ) − x = 0 dengan ketentuan bahwa x0 − x < δ1 . t →∞
d. Titik ekuilibrium
tidak stabil jika untuk setiap ε > 0 ada δ > 0
sedemikian sehingga, jika x0 − x < δ , maka
x(t , x0 ) − x > ε untuk
semua t ≥ 0 . Berikut simulasi titik ekuilibrium stabil dan titik ekuilibrium stabil asimtotik.
ε δ x
x0
x (t ) Gambar 2.1. Titik ekuilibrium stabil
Gambar 2.2 Titik ekuilibrium stabil asimtotik
Jika terdapat sistem persamaan diferensial linier x& = Ax dengan titik ekuilibrium x = 0 . Maka sistem tersebut
dikatakan stabil, jika titik
ekuilibrium dari sistem tersebut stabil. Sebaliknya sistem tersebut dikatakan tidak stabil jika titik ekuilibriumnya tidak stabil.
25
Teorema 2.2 (Olsder, 2004:58)
Diberikan persamaan diferensial x& = Ax dengan A adalah matriks berukuran
n × n memiliki k nilai eigen yang berbeda λ1 , λ2 ,K , λn dengan k ≤ n . a. Titik ekuilibrium x = 0 dikatakan stabil asimtotis jika dan hanya jika
ℜe λi < 0 untuk setiap i = 1, 2,K , k . b. Titik ekuilibrium x = 0 dikatakan stabil jika dan hanya jika ℜe λi ≤ 0 untuk setiap i = 1, 2,K , k . c. Titik ekuilibrium x = 0 dikatakan tidak stabil jika dan hanya jika
ℜe λi > 0 untuk beberapa i = 1, 2,K , k . Bukti:
Persamaan (2.8), (2.9), dan (2.10) merupakan solusi persamaan dari (2.7) untuk semua kemungkinan nilai eigen dari matriks A . Setiap xi mempunyai faktor e j , dengan a j = ℜe {λ j } , ∀j ∈ {1, 2, 3,K , n} , sedangkan a t
faktor yang lain bersifat terbatas sehingga: (a) Jika ℜe {λ j } < 0, ∀j ∈ {1, 2, 3,K , n} , maka ketika t → ∞ akan mengakibatkan nilai e
{ }
ℜe λ j t
→ 0 , sehingga solusi dari sistem
( x1 , x2 ,K, xn ) → ( 0,0,K,0) , dengan kata lain solusinya menuju ke titik ekuilibriumnya, sehingga sistem dikatakan stabil.
26
(b) Jika terdapat j sehingga ℜe {λ j } > 0 , maka ketika t → ∞ akan mengakibatkan nilai e
xi → ∞ ,
dengan
{ }
ℜe λ j t
kata
→ ∞ yang berakibat terdapat i sehingga lain
solusinya
menjauh
dari
titik
ekuilibriumnya, sehingga sistem dikatakan tidak stabil. G. Sistem Non Linear
Diberikan sistem nonlinier berikut x& = f ( x)
(2.11)
Jika sistem (2.11) mempunyai titik ekuilibrium x maka sistem (2.11) dapat ditulis sebagai:
x& = Df ( x ) x + ϕ ( x)
(2.12)
Bentuk ϕ ( x) disebut sebagai bagian non linier dari sistem (2.11) dan
Df ( x ) disebut sebagai bagian linier dari sistem (2.11), dengan Df ( x ) disebut sebagai matriks Jacobian dari sistem (2.11) pada titik ekuilibrium x . Secara formal definisi matriks jacobian adalah
Definisi 2.11 (Clark, 1999:140)
Matriks yang berhubungan dengan sebuah fungsi
f : Rn → Rn yang
memiliki koordinat fungsi f1, f2 ,K, f m dengan entri ( i, j ) dari turunan parsial pertama dari atas daerah asal fungsi f.
∂fi ( x0 ) , ∂x j
27
∂f1 ⎛ ∂f1 ⎞ ⎜ ∂x ( x0 ) K ∂x ( x0 ) ⎟ n ⎜ 1 ⎟ ⎟ J =⎜ M O M ⎜ ⎟ ⎜ ∂f m ( x ) L ∂f m ( x ) ⎟ 0 ⎟ ⎜ ∂x 0 ∂xn ⎝ 1 ⎠
(2.13)
Jika Df ( x ) tidak mempunyai nilai eigen dengan ℜe {λ j } = 0 maka sifat kestabilan dari sistem (2.11) dapat dilihat dari sistem
x& = Df ( x ) x
(2.14)
Sistem (2.12) kemudian disebut sebagai sistem hasil linierisasi dari sistem (2.11). Contoh 6
Diberikan sistem berikut x&1 = 2 x1 x&2 = x2 + 2 x12
(2.15)
Titik ekuilibriumnya adalah ( x1 , x2 ) = ( 0, 0 )
⎛ 2 0⎞ Matriks Jacobiannya adalah Df ( x ) = ⎜ ⎟ ⎝0 1⎠ Nilai eigen dari Df ( x ) adalah λ1 = 1 dan λ2 = 2 Oleh karena nilai eigen dari Df ( x ) tidak ada yang memuat ℜe {λ j } = 0 maka sifat kestabilan dari sistem (2.14) dapat dilihat dari sistem
x& = Df ( x ) x Selanjutnya karena nilai eigen dari Df ( x ) ada yang ℜe {λ j } > 0 maka titik ekuilibrium ( x1 , x2 ) = ( 0, 0 ) dari sistem (2.13) tidak stabil.
28
H. Bifurkasi
Pada suatu sistem dinamik ketika sistem tersebut memiliki nilai eigen 0, maka sistem tersebut rentan terhadap gangguan, sedikit saja sistem mengalami gangguan maka nilai eigen dari sistem dapat berpindah ke daerah negatif (stabil) atau sebaliknya ke daerah positif (stabil). Keadaan inilah yang sering disebut dengan bifurkasi yaitu perubahan keadaan dinamik dari suatu sistem seiring perubahan parameter.
Definisi 2.12 (Kuznetsov, 1998:58) Bifurkasi adalah munculnya keadaan dinamik sistem yang berbeda dengan
potret fase karena adanya perubahan parameter.Bifurkasi mengacu pada perubahan keadaan dinamik suatu sistem berparameter. Sebagai contoh sistem berikut dengan parameter μ .
x& = f ( x, μ ) ,
x
,
μ
,
(2.16)
Bifurkasi yang paling sederhana untuk dipelajari adalah bifurkasi dengan parameter berdimensi-1. Beberapa jenis bifurkasi tersebut adalah sebagai berikut: 1. Bifurkasi Saddle-node Bentuk normal bifurkasi ini adalah
x& = f ( x, μ ) = μ − x 2
1
,x
μ
(2.17)
μ
(2.18)
2. Bifurkasi Transcritical Bentuk normal bifurkasi ini adalah
x& = f ( x, μ ) = μ x − x 2
,x
1
29
3. Bifurkasi Pitchfork Bentuk normal bifurkasi ini adalah
x& = f ( x, μ ) = μ x − x3
,x
1
μ
(2.19)
4. Bifurkasi Hopf Definisi 2.13 (Kuznetsov, 1998:80)
Bifurkasi yang sesuai dengan keberadaan λ1,2 = ±ωi , ω0 > 0 , dengan ω0 adalah bagian imaginer dari nilai eigen terkait. Maka bifurkasi yang terjadi disebut bifurkasi Hopf (atau Andronov-Hopf). Selanjutnya dalam konsep bifurkasi dikenal suatu titik yang disebut titik bifurkasi.
Definisi 2.14 (Putra, 2004: 101) Titik bifurkasi yang bersesuaian dengan parameter μ pada sistem
(2.16) adalah
( x , μ ) dimana *
*
jumlah titik ekuilibrium dan atau solusi
periodik berubah ketika melewati μ * . Sebagai contoh sistem berikut adalah dua persamaan diferensial yang tergantung pada satu parameter x& = μ x − y − x ( x 2 + y 2 ) y& = x + μ y − y ( x 2 + y 2 )
(2.17)
Sistem ini memiliki ekuilibrium x = y = 0 untuk semua μ dengan matriks Jacobian
⎛ μ −1⎞ J =⎜ ⎟ ⎝1 μ ⎠
30
memiliki nilai eigen λ1,2 = μ ± i . Pada variabel kompleks, z = x + iy ,
z = x − iy ,
z = zz = x 2 + y 2 . Variabel ini memenuhi persamaan 2
diferensial
z& = x& + iy& = μ ( x + iy) + i( x + iy) − ( x + iy)( x2 + y 2 ) maka dengan demikian dapat ditulis ulang sistem (2.19) dalam bentuk kompleks sebagai berikut: z& = ( μ + i ) z − z z
2
(2.18)
Akhirnya, dengan menggunakan representasi z = ρeiϕ , diperoleh
z& = ρ ′eiϕ + ρiϕ& eiϕ
(2.19)
atau
ρ ′eiϕ + ρiϕ&eiϕ = ρ eiϕ (μ + i − ρ 2 ) dalam bentuk polar adalah:
⎧ ρ ′ = ρ (μ − ρ 2 ) ⎨ ⎩ϕ& = 1
(2.20)
Persamaan pertama pada sistem (2.17) memiliki titik ekuilibrium
ρ = 0 untuk semua nilai μ . Persamaan kedua menjelaskan rotasi dengan kecepatan konstan. Selanjutnya, diperoleh diagram bifurkasi untuk sistem dua dimensi (2.20) berikut (Lihat Gambar 2.3).
31
Gambar 2.3. Bifurkasi Hopf sistem (2.20)
Titik ekuilibriumn e nya sistem (2.20) adalaah spiral staabil untuk μ < 0
μ > 0 . Pada nilai parameeter kritis μ = 0 dann spiral tiddak stabil untuk u ekuuilibriumnyya adalah stabil dan spiral. Kadaang-kadang disebut peenarik spiiral yang leemah, dikarrenakan pada konsisi ini titik ekkuilibrium masih m dikkatakan stabbil tetapi jugga hampir teerbentuk cyycle. Cycle adalah lingkaran raddius. Semuaa orbit yangg dimulai dari d luar ataau dari dalaam cycle keecuali padda titik asall cenderungg menjadi cyycle selama t → ∞ . Iniilah yang diisebut biffurkasi Anddronov-Hopff. Bifurkasii ini juga dapat d disajikkan dalam ruang r
(xx, y, μ ) (lihaat Gambar 2.4). 2
Gam mbar 2.4. Bifu furkasi Hopf.
32
I. Normalisasi
Pada dasarnya proses normalisasi digunakan untuk mengubah suatu sistem menjadi sistem yang lebih sederhana, tetapi keadaan dinamik dari sistem yang baru ini tidak berbeda dengan sistem sebelumnya. Metode ini bisa digunakan untuk mengetahui jenis bifurkasi yang terjadi pada sistem tersebut. Langkah-langkah dalam melakukan normalisasi adalah sebagai berikut: Suatu sistem berikut
x& = f ( x) ,
(2.21)
Misalkan persamaan (2.21) mempunyai titik ekuilibrium di x = x . 1. Transformasi titik ekuilibrium ke titik asal (origin) yaitu dengan translasi
u = x − x ,
u
x=u−x x& = u& mengakibatkan persamaan (2.21) menjadi
u& = f (u + x ) ≡ H (u)
(2.22)
2. Memisahkan bagian linier dan bagian nonlinier dari persamaan (2.22)
u& = DH (0)u + H (u ) ,
(2.23)
dengan H (u ) ≡ H (u ) − DH (0)u . 3. Misalkan T adalah matrik yang mentransformasi DH (0) ke bentuk kanonik Jordan dengan transformasi
u = Tv ,
(2.24)
33
menyebabkan persamaan (2.24) menjadi
v& = T −1 DH (0)Tv + T −1 H (Tv)
(2.25)
Notasikan bentuk real kanonik Jordan dari DH (0) dengan J maka didapat
J ≡ T −1 DH (0)T
(2.26)
lalu definisikan
F (v) ≡ T −1 H (Tv) Maka dari itu persamaan (2.26) dapat ditulis
v& = Jv + F (v) 4. Menyederhanakan Bentuk Orde Ke-2 Penyederhanaan ini dilakukan dengan transformasi koordinat yaitu dengan mendefinisikan
v = y + h2 ( y )
(2.27)
dengan h2 ( y ) adalah orde ke-2 variabel y . 5. Menyederhanakan Bentuk Orde ke-3 Penyederhanaan ini dilakukan dengan transformasi koordinat yaitu dengan mendefinisikan
v = w + h3 ( w)
(2.28)
dengan h3 ( w) adalah orde ke-3 variabel w . Contoh 7
Pada persamaan (2.18) jika ditulis secara umum berbentuk:
z& = λ z + cz 2 z + L
(2.29)
34
z& = λ z + cz.zz + L z& = λ z + cz z + L 2
dengan λ = β + iω dan c = d + ie
z = x + iy z = r (cos θ + i sin θ ) z = reθ i
& θ i + θ&ieθ i r z& = re
(2.30)
Substitusi (2.31) ke (2.30) menghasilkan
& θ i + rθ&ieθ i = λ reθ i + creθ i r 2 + L re & θ i + rθ&ieθ i = reθ i (λ + cr 2 + L) re r& + rθ&i = r (λ + cr 2 + L)
r& = r (λ + cr 2 + L) − rθ&i
r& = r ( β + iω + (d + ie)r 2 + L) − rθ&i Jika dipilih θ& = ω + er 2 + L maka persamaan (2.32) menjadi
r& = β r + dr 3 + L
(2.31)