BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Lansia 2.1.1 Pengertian Lansia Menurut Setianto (2004) seseorang dikatakan lanjut usia (lansia) apabila usianya 65 tahun keatas. Lansia bukan merupakan suatu penyakit melainkan suatu tahap lanjut dari suatu proses kehidupan yang ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan stres lingkungan. Lansia adalah keadaan yang ditandai oleh kegagalan seseorang untuk mempertahankan keseimbangan terhadap kondisi stres fisiologis. Kegagalan ini berkaitan dengan penurunan daya kemampuan untuk hidup serta peningkatan kepekaan secara individual (Efendi & Makhfudli, 2009). World Health Organization (WHO), mendefinisikan lanjut usia dengan mengkategorikan lanjut usia menjadi empat, antara lain: usia pertengahan (middle age), yaitu seseorang yang berusia antara 45-59 tahun; lanjut usia (elderly), yaitu seseorang yang berusia antara 60-74 tahun; lanjut usia tua (old), yaitu seseorang yang berusia antara 75-90 tahun; dan usia sangat tua (very old), yaitu seseorang yang berusia di atas 90 tahun (WHO, 2012).
8
9
2.1.2 Perubahan-perubahan Pada Lansia Menurut Pudjiastuti dan Utomo (2002) ada beberapa perubahan yang sering terjadi pada lansia yaitu perubahan dalam sistem muskuloskeletal, sistem saraf, sistem kardiovaskular, sistem respirasi, sistem indera dan sistem integumen. a. Sistem Muskuloskeletal Ada beberapa perubahan yang terjadi didalam system musculoskeletal pada lansia diantaranya : 1). Jaringan penghubung (kolagen dan elastin). Kolagen sebagai protein pendukung utama pada kulit, tendon, tulang, kartilago, dan jaringan pengikat mengalami perubahan menjadi batang cross linking yang tidak teratur. Batangan yang tidak teratur dan penurunan hubungan tarikan linier pada jaringan kolagen merupakan salah satu alas an penurunan mobilitas pada jaringan tubuh. Perubahan pada kolagen menyebabkan turunnya fleksibilitas pada lansia sehingga menimbulkan rasa nyeri,penurunan kemampuan untuk meningkatkan kekuatan otot, kesulitan bergerak dari duduk kemudian berdiri lagi, jongkok dan berjalan, dan hambatan dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Jaringan kartilago pada persendian menjadi lunak dan mengalami granulasi yang akhirnya membuat permukaan sendi menjadi rata, selanjutnya kemampuan kartilago untuk regenerasi berkurang dan degenerasi yang terjadi cenderung kearah progresif. Proteoglikan
10
yang merupakan komponen dasar matriks kartilago berkurang atau hilang secara bertahap. Setelah matriks mengalami deteriosasi, jaringan fibril pada kolagen kehilangan kekuatannya dan akhirnya kartilago cenderung mengalami fibrilasi. Kartilago mengalami kalsifikasi di beberapa tempat, seperti pada tulang rusuk dan tiroid. Fungsi kartilago menjadi tidak efektif, tidak hanya sebagai peredan kejut tetapi juga sebagai permukaan sendi yang berpelumas. Konsekuensinya adalah kartilago pada persendian menjadi rentan terhadap gesekan. Perubahan seperti ini sering terjadi pada sendi besar penumpu beratbadan, akibatnya adalah sendi mudah mengalami peradangan, kekakuan, nyeri, keterbatasan gerak, dan terganggunya kativitas sehari-hari. 2). Tulang Berkurangnya kepadatan tulang adalah salah satu bagian dari proses penuaan fisiologis. Trabekula longitudinal menjadi tipis dan trabekula transversal terabsorpsi kembali. Sebgai akibat dari perubahan tersebut, jumlah tulang spongiosa berkurang dan tulang kompakta menjadi tipis. Perubahan lain yang terjadi adalah penurunan estrogen sehingga produksi osteoklas tidak terkendali, penurunan penyerapan kalsium diusus, peningkatan kanal haversi sehingga tulang menjadi keropos. Berkurangnya jaringan dan ukuran
11
tulang secara keseluruhan menyebabkan kekuatan dan kekakuan tulang menurun. Dampak yang ditimbulkan akibat berkurangnya kepadatan tulang adalah osteoporosis dan osteoporosis yang lebih lanjut dapat menyebabkan nyeri, deformitas, dan juga fraktur. 3). Otot Perubahan srtuktur otot pada penuaan sangat bervariasi salah satunya adalah penurunan jumlah dan ukuran serabut otot, peningkatan jaringan penghubung dan jaringan lemak pada ototmengakibatkan efek negative. Dampak perubahan morfologis otot adalah penurunan kekuatan, penurunan fleksibilitas, peningkatan waktu reaksi dan penurunan kemampuan fungsional otot. 4). Sendi Jaringan ikat sekitar sendi seperti tendon, ligamen, dan fasia pada lansia mengalami penurunan elastisitas. Ligament, kartilago, dan jaringan periartikular mengalami penurunan daya lentur dan elastisitas. Terjadi degenerasi, erosi dan klasifikasi pada kartilago dan kapsul sendi. Sendi kehilangan fleksibilitasnya sehingga terjadi penurunan luas gerak sendi. b. Sistem Saraf Lansia mengalami penurunan koordinasi dan kemampuan dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Penuaan menyebabkan penurunan persepsi sensorik dan respon motorik pada susunan saraf pusat dan
12
penurunan reseptor proprioseptif. Hal ini terjadi karena susunan saraf pusat pada lansia mengalami perubahan morfologis dan biokimia. Berat otak pada lansia berkurang berkaitan dengan berkurangnya kandungan protein dan lemak pada otak. Akson, dendrit, dan badan sel saraf banyak mengalami kematian, sedangkan yang masih hidup mengalami perubahan. Dendrite yang berfungsi untuk komunikasi antar sel saraf mengalami perubahan menjadi lebih tipis dan kehilangan kontak antar sel. Daya hantar saraf mengalami penurunan 10% sehingga gerakan menjadi lamban. Akson dalam medulla spinalis menurun sebanyak 37%. Perubahan pada sistem ini mengakibatkan penurunan fungsi kognitif, koordinasi,
keseimbangan,
kekuatan
otot,
reflex,
proprioseptif,
perubahan postur dan peningkatan waktu reaksi. c. Sistem Respirasi Perubahan jaringan ikat paru akan mengalami perubahan saat terjadi proses penuaan. Kapasitas total paru tetap, tetapi volume cadangan paru bertambah untuk mengompensasi kenaikan ruang rugi paru. Udara yang mengalir keparu berkurang. Perubahan pada otot, kartilago, dan sendi toraks mengakibatkan gerakan pernafasan terganggu dan kemampuan peregangan toraks berkurang. d. Sistem Indera Perubahan sistem indera meliputi perubahan penglihatan, pendengaran, pengecap, penghidu, dan peraba.
13
1). Gangguan Penglihatan Sistem pengheliatan erat kaitannya dengan presbiopi. Lensa kehilangan elastisitas dan kaku, otot penyangga lensa lemah dan kehilangan tonus. Ketajaman penglihatan dan kaya akomodasi dari jarak jauh atau dekat berkurang 2). Gangguan Pendengaran Gangguan pendengaran pada lansia umumnya disebabkan oleh penurunan sel rambut koklea yang mengakibatkan kesulitan mendengar suara berfrekuensi tinggi. Selain itu perubahan telingan dalam dapat mengakibatkan penurunan kemampuan mebedakan pola titik nada. 3). Gangguan Pengecap Penurunan kemampuan pengecapan mengakibatkan peningkatan nilai ambang untuk identifikasi benda. 4). Gangguan Penghidu Degenerasi sel sensorik mukosa hidung yang menyebabkan penurunan sensitivitas nilai ambang terhadap bau. 5). Gangguan Peraba Penurunan kecepatan hantaran saraf mengakibatkan penurunan respon terhadap stimulus taktil, penyimpangan persepsi nyeri, resiko terhadap bahaya termal yang berlebihan.
14
e. Sistem Integumen Kulit pada lansia mengalami atropi, kendur, tidak elastis, kering, dan berkerut. Kulit akan kekurangan cairan sehingga menjadi tipis dan berbecak. Kekeringan kulit disebabkan atrofi glandula sebasea dan glansula
sudorifera.
Menipisnya
kulit
ini
tidak
terjadi
pada
epidermisnya, tetapi pada dermisnya karena terdapat pada perubahan dalam jaringan kolagen serta jaringan elastisnya. f. Sistem Kardiovaskuler Menurut Stanley dan Beare (2007), dengan meningkatnya usia, jantung dan pembuluh darah mengalami perubahan baik structural maupun fungsional. Secara umum, perubahan yang disebabkan oleh penuaan berlangsung lambat dan dengan awitan yang tidak disadari. Penurunan ini sering ditandai dengan penurunan aktivitas, yang mengakibatkan penurunan kebutuhan darah yang teroksigenasi. Perubahan normal pada sistem kardiovaskular yang berhubungan dengan penuaan diantaranya : ventrikel kiri menebal yang dapat menyebabkan penurunan kekuatan kontraktil jantung, katup jantung menebal dan membentuk penonjolan yang dapat menyebabkan gangguan aliran darah melalui katup, jumlah sel pademaker menurun yang umumnya penyebab terjadinya disritmia, arteri menjadi kaku dan tidak lurus pada kondisi dilatasi yang dapat mengakibatkan terjadinya penumpulan respon baroreseptor dan yang terakhir vena mengalami dilatasi sehingga katup-katup menjadi tidak
15
kompeten yang dapat mengakibatkan edema pada ekstremitas bawah dengan penumpukan darah. Penatalaksanaan penyakit kardiovaskuler dapat dilakukan melalui pencegahan primer, sekunder dan tersier. 1). Pencegahan Primer: upaya yang dilakukan untuk mencegah penyakit kardiovaskelar
melalui
peningkatan
kualitas
hidup
dengan
meningkatkan aktifitas fisik secara teratur. Pencegahan primer diantaranya: a) Merokok: merokok memiliki efek yang membahayakan bagi jantung
dengan
menurunkan
kadar
HDL,
meningkatkan
adhesivitas trombosit dan dan kadar fibrinogen, mengganti oksigen pada molekul hemoglobin dengan karbon dioksida, meningkatkan konsumsi oksigen miokardium dan menurunkan ambang batas fibrilasi ventrikel selamainfark miokardium. Sehingga semua pemberi pelayanan kesehatan harus memberikan pendidikan kesehatan kepada klien tentang aspek yang membahayakan dari merokok. b) Hiperlipidemia: kadar kolesterol total meningkat secara bertahap seiring bertambahnya usia. Untuk lansia dengan penyakit koroner, peningkatan kolesterol pada dasarnya meningkatkan resiko terjadinya kembali infark miokardium atau kematian. Penurunan kadar kolesterol melalui diet rendah lemak telah terbukti efektif pada lansia.
16
c) Diabetes Melitus dan Obesitas: Diabetes melitus dan obesitas adalah
faktor
risiko
yang
independen
untuk
penyakit
kardiovaskular. Pengurangan berat badan sangat bermanfaat untuk diabetes, hipertensi dan hiperlipidemia. d) Gaya Hidup Monoton: aktifitas fisik pada lansia secara umum mengalami penurunan. Dengan penurunan aktifitas fisik dapat terjadi penurunan tonus otot, kehilangan massa otot tak berlemak kemudian digantikan dengan jaringan lemak dan peningkatan risiko jantung. e) Hipertensi: hipertensi merupakan factor risiko utama untuk terjadinya penyakit kardiovaskular. Pencegahan primer dari hipertensi esensial terdiri atas mempertahankan berat badan ideal, diet rendah garam, pengurangan stress dan latihan aerobic secara teratur. Deteksi dini dan penatalaksanaan hipertensi yang efektif penting untuk mencegah terjadinya penyakit jantung hipertensif. 2). Pencegahan Sekunder Pencehagan sekunder dapat dilakukan melaui deteksi dini dan penanganan penyakit. Deteksi dini dan penanganan penyakit kardiovaskular harus dimulai dengan pengkajian riwayat dan pengkajian fisik yang seksama. 3). Pencegahan Tersier Untuk menyeimbangkan masalah kardiovaskular dengan gaya hidup memerlukan pengetahuan tentang bagaimana cara menyeimbangkan
17
suplai energy tubuh dengan kebutuhan. Suatu program rehabilitas jantung yang terstruktur biasanya dimulai dari aktivitas dini dan progresif segera setelah system kardiovaskular stabil. Elemen pendidikan ditawarkan setelah klien siap untuk belajar.
2.2 Konsep Hipertensi 2.2.1 Pengertian Hipertensi Hipertensi adalah peningkatan tekanan systole, yang tingginya tergantung umur individu yang terkena. tekanan darah berfluktuasi dalam batas-batas tertentu, tergantung posisi tubuh, umur, dan tingkat stres yang dialami. hipertensi dengan peningkatan tekanan systole tanpa disertai peningkatan tekanan diastole lebih sering terjadi pada lansia, sedangkan hipertensi yang terjadi karena peningkatan tekanan diastole tanpa disertai peningkatan tekanan systole lebih sering terjadi pada dewasa muda (Tambayong, 2000). Hipertensi adalah keadaan dimana tekanan darah sistolik persisten lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg. pada populasi lansia hipertensi didefinisikan sebagai keadaan dimanan tekanan darah sistolik lebih dari 150 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg. Hipertensi menjadi masalah pada usia lanjut karena sering ditemukan menjadi faktor utama payah jantung dan penyakit koroner. Lebih dari separuh kematian diatas usia 60 tahun disebabkan oleh penyakit jantung dan serebrovaskuler (Smeltzer & Bare, 2002).
18
Sejalan dengan bertambahnya usia, hamper setiap orang mengalami kenaikan tekanan darah. Tekanan darah sistolik terus meingkat sampai usia 80 tahun dan tekanan darah diastolic terus meningkat sampai usia 5560tahun, kemudian berkurang secara perlahan bahkan dapat menurun drastis, sehingga penyakit yang paling sering diderita oleh lansia adalah hipertensi (Soenato, 2009). Hipertensi dengan peningkatan tekanan sistolik tanpa peningkatan tekanan diastolik lebih sering terjadi pada lansia, sedangkan hipertensi dengan peningkatan tekanan darah diastolic tanpa disertai peningkatan tekanan darah sistolik lebih sering terdapat pada usia dewasa muda (Tambayong, 2000). 2.2.2 Klasifikasi Hipertensi Menurut JNC VII klasifikasi hipertensi dapat dibagi menjadi beberapa macam yaitu: Tabel 1. Klasifikasi Hipertensi
Kategori Normal Prehipertensi Hipertensi Derajat 1 Derajat 2
Sistolik (mmHg)
Diastolik (mmHg)
<120 120-139
<80 80-89
140-159 >160
90-93 > 100
2.2.3 Faktor Risiko Hipertensi Faktor pemicu hipertensi dapat dibedakan menjadi dua yaitu faktor yang tidak dapat diubah atau dikontrol seperti umur, jenis kelamin, riwayat
19
keluarga, genetik, dan factor yang dapat diubah yaitu kebiasaan merokok, konsumsi garam, konsumsi lemak jenuh, kebiasaan konsumsi minuman beralkohol, obesitas dan stres (Sugiharto, 2007). 2.2.4 Penatalaksanaan Hipertensi Penatalaksanaan
hipertensi
ada
duajenis
yaitu
penatalaksanaan
farmakoterapi dan non farmakoterapi. Penatalaksanaan farmakoterapi bertujuan untuk mencegah komplikasi, penatalaksanaan hipertensi dengan obat dimulai dengan dosis yang paling rendah sesuai dengan kebutuhan dan usia (Riaz, 2012 dalam Prihandana 2012). Penatalaksanaan non farmakoterapi dilakukan dengan memodifikasi perilaku dan gaya hidup yaitu dengan memodifikasi diet dan nutrisi, menurunkan berat badan dan meningkatkan aktifitas fisik seperti olah raga secara teratur (Manfrediniet al 2009 dalam Prihandana 2012). 2.2.5 Komplikasi Hipertensi Tekanan darah yang menetap dalam kisaran angka tinggi membawa resiko berbahaya. Biasanya akan menyebabkan munculnya berbagai komplikasi. Berikut paparan komplikasi yang bisaterjadi akibat dari hipertensi menurut Julianti (2009). a. Kerusakan dan gangguan pada otak Tekanan darah yang tinggi pada pemnbuluh darah otak mengakibatkan pembuluh darah sulit merenggang sehingga aliran darah ke otak berkurang dan menyebabkan otak berkurang dan menyebabkan otak
20
kekurangan oksigen. Pembuluh darah diotak sangat sensitive sehingga apabila terjadi kerusakan atau gangguan di otak akan menimbulkan perdarahan yang dikarenakan oleh pecahnya pembuluh darah. b. Gangguan dan kerusakan mata Tekanan darah tinggi melemahkan bahkan dapat merusak pembuluh darah dibelakang mata. Gejala yang sering timbul adalah pandangan kabur dan berbayang. c. Gangguan dan kerusakan jantung Akibat dari tekanan darah yang tinggi, jantung harus memompa darah dengan tenaga ekstra keras. Otot jantung semakin menebal dan lemah sehingga dapat kehabisan energi untuk memompa lagi. Gejalanya adalah pembengkakan pada pergelangan kaki, peningkatan berat badan, dan nafas yang tersengal-sengal. d. Gangguan kerusakan ginjal Ginjal memiliki fungsi untuk menyaring darah serta mengeluarkan air dan zat yang tidak diperlukan tubuh. Ketika tekanan darah terlalu tinggi, pembuluh darah di ginjal akan rusak dan ginjal tidak mampu lagi untuk menyaring darah dan tidak dapat mengeluarkan zat sisa. Umumnya jika sudah terjadi kerusakan pada ginjal awalnya tidak akan menimbulkan gejala namun jika dibiarkan akan dapat menyebabkan komplikasi yang semakin serius.
21
2.2.6 Mekanisme Hipertensi Pada Lansia ANP merupakan hormon yang diproduksi oleh atrium jantung sebagai jawaban terhadap peningkatan volum darah. Efeknya ialah meningkatkan ekskresi garam dan air dari ginjal, jadi sebagai semacam diuretik alamiah. Gangguan pada sistem ini dapat mengakibatkan retensi cairan dan hipertensi. Ciri khas sistem vaskular yang baik adalah semua pembuluh darah bersifat distensible (mudah merenggang). Ketika tekanan di arteriol meningkat keadan ini mengakibatkan arteriol berdilatasi dan karena itu menurunkan tekanan. Akibatnya terjadi peningkatan aliran darah tidak hanya karena peningkatan tekanan darah tapi juga karena penurunan tahanan (Guyton & Hall, 2002). Pada lansia terjadi perubahan struktural dan fungsional pada sistem pembuluh darah perifer dan sistem koordinasi saraf. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat, dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang pada gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah (Stanley, 2007). Dengan pertambahan usia sistem aorta dan arteri perifer menjadi kaku dan tidak lurus lagi. Perubahan ini terjadi akibat peningkatan serat kolagen dan hilangnya serat elastis dalam lapisan medial arteri. Lapisan intima arteri menebal dengan peningkatan deposit kalsium, hal ini meningkatkan kekauan dan ketebalan pembuluh darah hal ini sering disebut arterosklerosis (Stanley, 2007).
22
Konsekuensinya aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung (stroke volume), mengakibatkan penurunan curah jantung dan peningkatan tahanan perifer dan akhirnya meningkatkan tekanan darah pada lansia (Smeltzer & Bare, 2002). 2.2.7 Diet Hipertensi Diet merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi hipertensi tanpa efek samping, karena metode pengendaliannya dilakukan secara alami (Utami, 2009). Tujuan dari penatalaksanaan diet adalah untuk membantu menurunkan tekanan darah dan mempertahankan tekanan darah menuju normal. Disamping itu juga diet ditunjukan untuk menurunkan factor resiko lain seperti berat badan yang berlebih, tingginya kadar lemak kolesterol dan asam urat dalam darah (Soenardi dkk, 2005). a. Tujuan diet hipertensi menurut Purwanti (1997) dalam Novian (2013) yaitu: 1). Mengurangi asupan garam Mengurangi asupan garam seiring juga diimbangi dengan asupan lebih banyak kalsium, magnesium, dan kalium. Umumnya kita mengkonsumsi lebih banyak garam daripada yang dibutuhkan oleh tubuh.idealnya kita cukup menggunakan sekitar satu sendok teh saja atau sekitar lima gram per hari.
23
2). Memperbanyak serat Mengkonsumsi lebih banyak sayur yang mengandung banyak serat akan memperlancar buang air besar dan menahan sebagian asupan natrium. Sebaiknya penderita hipertensi menghindari makanan kalengan dan makanan siap saji dari restoran, yang dikhawatirkan mengandung banyak pengawet dan kurang serat. 3). Menghentikan kebiasaan buruk Menghentikan kebiasaan merokok, minum kopi dan alcohol dapat mengurangi beban jantung, sehingga jantung dapat bekerja dengan baik. Rokok dapat meningkatkan resiko kerusakan pembuluh darah dengan mengendapkan kolesterol pada pembulih darah jantung koroner, sehingga jantung bekerja lebih keras. Sedangkan alcohol dapat memacu tekanan darah dan kopi dapat memacu detak jantung. 4). Perbanyak kalsium Makanan yang mengandung banyak kalsium dapat diperoleh dari makanan seperti misalnya pisang, sari jeruk, jagung dan brokoli. 5). Penuhi kebutuhan magnesium Sumber makanan yang banyak mengandung magnesium seperti misalnya kacang tanah, kacang polong, dan makanan laut. 6). Lengkapi kebutuhan kalsium Melengkapi kebutuhan kalsium sesuai dengan kebutuhan tubuh dapat mencegah terjadinya komplikasi pada penyakit hipertensi. Makanan
24
yang mengandung kalsium misalnya keju rendah lemak dan ikan salmon. 7). Manfaatkan sayur dan bumbu dapur Sayuran dan bumbu dapur yang bermanfaat untuk mengontrol tekanan darah seperti: tomat, wortel, seledri, bawang putih, dan kunyit. b. Macam Diet Rendah Garam Menurut Ignatius dalam Novian (2013) diet rendah garam dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu: 1). Diet Garam Rendah I (200-400 mg Na) Diet rendah garam I diberikan kepada pasien dengan edema, asites dan atau hipertensi berat. Pada diet rendah garam I makanan tidah ditambahkan garam dan hindari makanan yang tinggi kadar natriumnya. 2). Diet Rendah Garam II (600-1200 mg Na) Diet rendah garam II diberikan pada pasien dengan edema, asites dan hipertensi tidak berat, pemberian makanan sehari sama dengan Diet rendah garam I. pada pengolahan boleh menggunakan setengah sendok teh garam dapur (2 gr) dan hindari makanan yang tinggi kadar natriumnnya. 3). Diet Rendah Garam III (1000-1200 mg Na) Diet rendah garam III diberikan kepada pasien dengan edema, asites dan atau hipertensi ringan. Pemberian makanan sehari dengan diet
25
rendah garam I. pada pengolahan makanannya boleh menggunakan 1 sendok teh (4 gr) garam dapur.
2.3 Konsep Kepatuhan 2.3.1 Pengertian Kepatuhan Kepatuhan merupakan suatu perubahan perilaku dari perilaku yang tidak mentaati peraturan ke perilaku yang dapat mentaati peraturan, kepatuhan juga dapat didefinisikan sebagai suatu perilaku pasien yang sesuai dengan ketentuan yang diberikan oleh professional kesehatan (Notoatmojo, 2003). 2.3.2 Faktor-faktor Yang Mendukung Kepatuhan Menurut Notoatmojo (2003), ada beberapa factor yang dapat mendukung sikap patuh diantaranya: a. Pendidikan Pendidikan merupakan suatu kegiatan dan usaha manusia untuk meningkatkan kepribadian atau prosesperubahan perilaku menuju kedewasaan dan penyempurnaan kehidupan manusia dengan jalan membina dan mengembangkan potensi kepribadiannya yang berupa rohani (cipta, rasa dan karsa) dan jasmani. Domain peendidikan dapat diukur dari: 1) Pengetahuan terhadap pendidikan yang diberikan (knowladge) 2) Sikap atau tanggapan terhadap materi pendidikan yang diberikan (attitude) 3) Praktek atau tindakan sehubungan dengan materi yang diberikan.
26
b. Akomodasi Akomodasi merupakan suatu usaha yang harus dilakukan untuk memahami cirri kepribadian pasien yang dapat mempengaruhi kepatuhan. Pasien yang mandiri harus dilibatkan secara aktif dalam program pengobatan. c. Modifikasi faktor lingkungan dan sosial Membangun dukungan sosial dari keluarga dan teman-teman sangat penting, kelompok pendukung dapat dibentuk untuk membantu memahami kepatuhan terhadap program pengobatan. d. Perubahan model terapi Program pengobatan dapat dibuat sesederhana mungkin dan pasien diharapkan dapat berperan aktif dalam penyusunan program tersebut. 2.3.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan Menurut Notoatmojo (2003) ada beberapa factor yang dapat mempengaruhi tingkat kepatuhan yaitu: a. Pemahaman tentang intruksi Intruksi akan dipatuhi jika seseorang yang diberikan intruksi tersebut dapatmemahami intruksi yang diberikan. Hal ini disebabkan karena kelsalahan dalam memberikan informasi, penggunaan istilah-istilah medis dan memberikan banyak instruksi yang harus diingat oleh pasien. Kesalahpahaman sering terjadi pada lansia yang mengalami hipertensi. Instruksi tenaga kesehatan untuk melakukan diet rendah garam ini sering
27
disalah artikan oleh lanjut usia penderita hipertensi yaitu sering kali mereka tidak menambahkan garam pada makanannya. b. Tingkat pendidikan Tingkat pendidikan pasien dapat meingkatkan kepatuhan, sepanjang pendidikan tersebut diperoleh secara mandiri lewat tahapan-tahapan tertentu. Semakin tua umur seseorang maka proses perkembangan mentalnya bertambah baik, akan tetapi pada umur-umur tertentu, bertambahnya proses perkembangan mental ini tidak secepat seperti saat berusia belasan tahun, dengan demikian dapat disimpulkan faktor umur dapat mempengaruhi tingkat kepatuhan seseorang yang akan mengalami puncaknya pada umur-umur tertentu dan akan menurunkan kemampuan penerimaan atau mengingat sesuatu seiring dengan usia yang semakin lanjut. Lanjut usia akan mengalami kemunduran daya ingat, sehingga terkadang lansia tidak mematuhi diet hipertensi yang disarankan, namun hanya menuruti keinginannya yaitu makanmakanan sesuai rasa yang diinginkannya. c. Kesakitan dan pengobatan Pada penyakit kronis perilaku kepatuhan lebih rendah, hal ini dikarenakan karena tidak adanya akibat buruk yang segera dirasakan atau resiko yang yang jelas. Saran mengenai gaya hidup, kebiasaan yang lama, pengobatan yang kompleks dan pengobatan dengan efek samping.
28
d. Keyakinan sikap dan kepribadian Orang yang patuh dan tidak patuh memiliki kepribadian yang berbeda. Orang yang tidak patuh adalah orang yang mengalami depresi, ansietas, sangat tidak memperhatikan kesehatannya, memiliki kekuatan ego yang lemah, memiliki kehidupan social yang lebih rendah, dan memusatkan perhatian kepada dirinya sendiri. e. Dukungan keluarga Dukungan keluarga dapat menjadi faktor yang dapat berpengaruh dalam menentukan keyakinan dan nilai kesehatan individu serta menentukan program pengobatan yang akan mereka terima. Keluarga juga memberi dukungan dan membuat keputusan mengenai perawatan kepada anggota keluarga yang sakit. Seseorang yang tidak mendapatkan pendampingan dari orang lain, mengalami isolasi sosial akan sangat berpengaruh terhadap tingkat kepatuhan. f. Tingkat ekonomi Tingkat ekonomi merupakan kemampuan financial untuk memenuhi segala kepatuhan hidup, akan tetapi ada kalanya seseorang yang sudah pensiun dan suadah tidak bekerja biasanya ada sumber keuangan lain yang dapat digunakan untuk membiayai semua program pengobatan dan perawatan sehingga belum tentu tingkat ekonomi menengah ke bawah akan mengalami ketidakpatuhan dan sebaliknya tingkat ekonomi menengah keatas terkadang mengalami ketidakpatuhan.
29
g. Dukungan sosial Keluarga dan teman dapat membantu mengurangi ansietas yang disebabkan oleh penyakit tertentu, mereka dapat menghilangkan ketidakpatuhan
dan
mereka
seringkalidapat
menjadi
kelompok
pendukung untuk mencapai kepatuhan.
2.4 Konsep Dukungan Keluarga 2.4.1 Pengertian Dukungan Keluarga Dukungan keluarga merupakan sikap keluarga terhadap anggota keluarga yang sakit yang merupakan sebuah proses yang terjadi sepanjang kehidupan dimana sifat dan jenis dukungan keluarga berbeda-beda dalam berbagai tahap siklus kehidupan, namun demikian dalam semua tahap siklus kehidupan, dukungan keluarga membuat keluarga mampu berfungsi untuk meniningkatkan kesehatan dan adaptasi keluarga (Friedman, 2002). 2.4.2 Fungsi Keluarga Menurut Achjar (2010) fungsi keluarga merupakan hasil atau konsekuensi dari struktur keluarga atau sesuatu tentang apa yang dilakukan oleh keluarga. Terdapat beberapa fungsi keluarga diantaranya: a. Fungsi Keluarga Afektif Fungsi afektif merupakan fungsi keluarga dalam memenuhi kebutuhan pemeliharaan kepribadian dari anggota keluarga. Merupakan respon dari keluarga terhadap kondisi dan situasi yang dialami tiap anggota keluarga
30
baik senang maupun sedih, dengan melihat bagaimana cara keluarga mengekspresikan kasih saying. b. Fungsi Sosialisasi Fungsi sosialisasi tercermin dalam melakukan pembinaan sosialisasi pada anak, membentuk nilai dan norma yang diyakini oleh anak, memberikan batasan perilaku yang boleh dan tidak boleh pada anak, dan meneruskan nilai-nilai budaya keluarga. Fungsi ini mengajarkan pada anak mengenai cara keluarga memperkenalkan anak dengan dunia luar dengan belajar disiplin, mengenal budaya dan norma melalui hubungan interaksi dalam keluarga sehingga mampu berperan dalam masyarakat. c. Fungsi Perawatan Kesehatan Fungsi perawatan kesehatan keluarga merupakan fungsi keluarga dalam melindungi keamanan dan kesehatan seluruh anggota keluarga serta menjamin pemenuhan kebutuhan perkembangan fisik, mental dan spiritual, dengan cara merawat dan memelihara anggota keluarga serta mengenali kondisi sakit tiap anggota keluarganya. d. Fungsi Ekonomi Fungsi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan keluarga seperti sandang, pangan, papan dan kebutuhan lainnya melalui keefektifan sumber dan dana keluarga. Mencari sumber penghasilan guna memenuhi kebutuhan kelurga, pengaturan penghasilan keluarga, menabung untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
31
e. Fungsi Biologis Fungsi biologis tidak hanya ditunjukan untuk meneruskan keturunan tetapi juga berfungsi untuk memelihara dan membesarkan anak untuk kelanjutan generasi selanjutnya. f. Fungsi Psikologis Fungsi fisiologis, terlihat bagaimana keluarga memberikankasih sayang dan rasa aman, memberikan perhatian diantara anggota keluarga, membina pendewasaan kepribadian anggota keluarga dan untuk memberikan identitas keluarga. g. Fungsi Pendidikan Fungsi pendidikan diberikan keluarga dalam rangka memberikan pengetahuan, ketrampilan, membentuk perilaku anak, mempersiapkan anak untuk kehidupan dewasa, mendidik anak sesuai dengan tingkatan perkembangannya. 2.4.3 Jenis Dukungan Keluarga Menurut Friedman (1998) dalam Setiadi (2008) terdapat empat jenis dukungan keluarga diantaranya: a. Dukungan Emosional Dukungan emosional dapat diartikan sebagai sebuah tempat yang damai dan aman untuk istirahat juga dapat membantu penguasaan pemulihan terhadap rasa emosi. Dukungan yang dapat diberikan berupa dukungan simpati dan empati, rasa percaya, cinta, dan penghargaan. Hal tersebut sangat berarti karena setiap orang tentu membutuhkan adanya afeksi dari
32
orang lain sehingga pasien tidak merasa menanggung bebannya sendiri namun ada tempat untuk berbagi dan membantunya memecahkan masalah (Setiadi, 2008). Dukungan emosional yang dapat diterima adalah ungkapan rasa empati, kepedulian, perhatian, cinta, kepercayaan, rassa aman, perasaan diterima apa adanya dan selalu mendampingi pasien (Yusra, 2011). Dukungan emosional pada lansia dengan hipertensi terhadap kepatuhan penatalaksanaan diet dapat berupa pemberian dorongan semangat dari keluarga kepada pasien untuk mentaati diet yang harus dijalankan oleh pasien sehingga pasien lebih semangat untuk melaksanakan dietnya. Keluarga sangat berperan besar dalam memberikan dukungan kepada pasien karena dalam memberikan dukungan emosional keluarga dapat memberikan perhatian berupa selalu mendampingi pasien dalam pengaturan diet yaitu memperhatikan makanan dan minuman yang boleh dan tidak boleh dikonsumsi oleh pasien. b. Dukungan penghargaan atau penilaian Dukungan ini menunjukan penghargaan positif kepada individu yaitu berupa mendorong pasien untuk maju, persetujuan terhadap ide maupun perasaan individu, perbandingan positif antara individu dengan orang lain. Hal tersebut dapat diartikan bahwa dukungan keluarga dalam merawat
pasien
dengan
hipertensi
dapat
meningkatkan
status
psikososial, semangat, motivasi dan peningkatan harga diri, karena dianggap dapat membentuk perilaku yang sehat pada pasien hipertensi,
33
karena pasien akan merasa masih dianggap dan diperlukan bagi keluarga sehingga diharapkan dapat membentuk perilaku yang sehat dalam upaya meningkatkan status kesehatannya (Yusra, 2011). Pemberian dukungan seperti penghargaan kepada pasien hipertensi yang menjalankan diet, keluarga dapat memberikan pujian atas usaha yang telah dilakukan pasien untuk mematuhi aturan makan/diet yang sesuai dengan anjuran. c. Dukungan instrumental Dukungan ini adalah bentuk dukungan yang diitunjukan secara langsung biasanya dalam bentuk konkret dengan memberikan uang, waktu, barang, dan bantuan berupa jasa atau tenaga (Weny, 2008 dalam Winantari, 2011) dukungan instrumental bertujuan untuk mempermudah seseorang dalam melakukan aktivitasnya yang berkaitan dengan persoalan-persoalan yang dihadapinya, atau menolong secara langsung kesulitan yang dihadapi, misalnya dengan menyediakan peralatan lengkap dan memadai bagi pasien, menyediakan obat-obatan yang dibutuhkan dan lain-lain (Setiadi, 2008). Adanya dukungan instrumental yang cukup untuk pasien dengan hipertensi diharapkan tekanan darah pasien dapat terkontrol dengan baik. Dukungan instrumental kepada pasien hipertensi yang menjalankan diet dapat berupa kesediaan keluarga dalam membiayai makanan dan minuman yang dianjurkan untuk pasien dan keluarga diharapkan menyediakan waktu dan tenaga serta berperan aktif dalam pengaturan diet pasien.
34
d. Dukungan Informasional Dalam dukungan informasional keluarga berfungsi sebagai keloketor dan diseminator informasi munculnya suatu stressor karenga informasi yang diberikan dapt menyumbangkan aksi sugesti yang khusus kepada individu. Aspek-aspek dalam dukungan ini adalah nasihat, saran, petunjuk dan pemberian informasi (Friedman, 2000). Dukungan ini dapat diberikan kepada pasien hipertensi yaitu berupa pemberian nasihat baik dengan mengingatkan kepada pasien untuk selalu menjalankan program pengobatan atau perawatan tentunya keluarga dapat selalu mengingatkan pasien mengenai pentingnya mentaati diet yang sudah diberikan oleh pelayan kesehatan untuk mencegah komplikasi yang dapat ditimbulkan dari hipertensi. 2.4.5 Dukungan Keluarga dengan Kepatuhan Diet Pada Lansia Dengan Hipertensi Menurut Friedman (2002), dukungan keluarga adalah sikap, tindakan dan penerimaan keluarga terhadap penderita yang sakit. Anggota keluarga memandang bahwa orang yang bersifat mendukung selalu siap memberikan pertolongan dan bantuan jika diperlukan. Perilaku mendukung dari keluarga sangat diperlukan untuk penderita hipertensi untuk menghadapi penderitaan yang membutuhkan perhatian. Keluarga membatasi yang dikonsumsi oleh pasien hipertensi seperti memberikan terapi diet rendah garam, diet rendah kolesterol, lemak terbatas serta tinggi serat. Dukungan emosional yang meliputi rasa empati, kepedulian dan perhatian terhadap anggota keluarga
35
yang sakit. Perhatian yang berlebih menjadikan penderita hipertensi merasa tidak sendiri dalam menghadapi penyakitnya, penyakit hipertensi merupakan penyakit seumur hidup sehingga perawatannya harus dilakukan seumur hidup. Peran serta keluarga yang dilakukan dengan baik diharapkan dapat membantu penderita hipertensi dalam melakukan perawatan sehari-hari, sesuai dengan anjuran yang diberikan oleh tenaga kesehatan. Dukungan keluarga sangat penting dalam meningkatkan dan menyemangati pasien (Friedman, 2002). Bagi keluarga diharapkan untuk selalu memperhatikan pasien untuk mempertahankan dan meningkatkan kesehatan serta menjalani pola makan yang sehat dan seimbang untuk menjaga agar tidah terjadi kekambuhan maupun komplikasi dari hipertensi.