BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Akuntan Publik Akuntan publik dikenal masyarakat dari jasa audit yang disediakan bagi
pemakai informasi keuangan. Fauzi (1999:12) mendefinisikan akuntan publik sebagai berikut: “Akuntan publik adalah akuntan profesional yang diberi izin oleh negara sebagai akuntan swasta yang independen dengan memberikan jasa-jasanya untuk suatu pembayaran tertentu.” Akuntan publik adalah profesi yang mempunyai posisi yang unik, pada satu sisi mendapat honor dari klien tetapi jika ia melaksanakan praktek publik (public practice) harus bersikap independensi (tidak memihak kepada salah satu pihak, baik klien maupun pihak lain).
2.1.1
Profesi Akuntan Publik Informasi mengenai perusahaan diperlukan oleh pihak-pihak diluar
perusahaan untuk pengambilan keputusan tentang hubungan mereka dengan perusahaan. Umumnya mereka mendasarkan keputusan mereka berdasarkan informasi yang disajikan oleh manajemen dalam laporan keuangan perusahaan. Dengan demikian, terdapat dua kepentingan yang berlawanan pada situasi tersebut. Di satu pihak, manajemen perusahaan ingin menyampaikan informasi mengenai pertanggungjawaban pengelolaan dana yang berasal dari pihak luar. Di pihak lain, pihak perusahaan ingin memperoleh informasi yang andal dari manajemen perusahaan mengenai pertanggungjawaban pengelolaan dana yang mereka investasikan. Adanya dua kepentingan yang berlawanan inilah yang menyebabkan timbul dan berkembangnya informasi akuntan publik. Manajemen memerlukan jasa pihak kedua agar pertanggungjawaban keuangan yang disajikan kepada pihak luar dapat dipercaya. Sedangkan pihak luar perusahaan memerlukan jasa pihak ketiga untuk memperoleh keyakinan bahwa laporan keuangan yang disajikan oleh manajemen perusahaan dapat dipercaya.
11
12
Sebagai dasar keputusan-keputusan yang diambil oleh mereka. Karena pihak luar memerlukan jasa pihak ketiga untuk menilai keandalan pertanggungjawaban laporan keuangan yang disajikan oleh manajemen dalam, keadaan ini memicu timbulnya kebutuhan jasa profesi akuntan publik. Dari profesi akuntan publik inilah masyarakat mengharapkan penilaian yang bebas tidak memihak terhadap informasi yang disajikan oleh manajemen dalam laporan keuangan.
2.1.2
Struktur Kantor Akuntan Publik Bentuk hukum suatu Kantor Akuntan Publik berupa perusahaan
perseorangan atau persekutuan. Pada umumnya semua Kantor Akuntan Publik memiliki struktur organisasi yang sama. Mulyadi (2000:33) menyatakan bahwa umumnya hirarki auditor dalam perikatan audit didalam Kantor Akuntan Publik dibagi menjadi sebagai berikut: 1. Rekan (partner) Partner menduduki jabatan tertinggi dalam perikatan audit, bertanggung jawab atas hubungan dengan klien, bertanggung jawab secara menyeluruh mengenai auditing. Partner menandatangani laporan audit dan manajemen letter dan bertanggungjawab terhadap penagihan fee audit dari klien. 2. Manajer Manajer bertindak sebagai pengawas audit, bertugas untuk membantu auditor senior dalam merencanakan program audit dalam waktu audit, mereview kertas kerja, laporan audit dan manajemen letter . Biasanya manajer melakukan pengawasan terhadap pekerjaan beberapa auditor senior. 3. Auditor Senior Bertugas melaksanakan audit, bertanggung jawab untuk mengusahakan biaya audit dan waktu audit sesuai dengan rencana, bertugas untuk mengarahkan dan me-review pekerjaan auditor junior. 4. Junior auditor Auditor junior melaksanakan prosedur audit secara rinci, membuat kertas kerja untuk mendokumentasikan pekerjaan audit yang telah dilaksanakan. Berdasarkan kutipan di atas, rekan (partner) adalah orang bertanggung jawab penuh atas kegiatan-kegiatan kantor akuntan dan praktiknya serta memegang peran utaman dalam pengembangan klien. Manajer adalah orang yang bertanggung jawab atas kepenyeliaan dua atau lebih perikatan audit sekaligus, penentuan prosedur audit yang diterapkan untuk audit tertentu dan penjagaan
13
standar pekerjaan lapangan yang seragam. Auditor senior merupakan auditor penanggungjawab yakni auditor yang memenuhi syarat untuk memiliki tanggung jawab atas perencanaan dan pelaksanaan audit dan auditor junior adalah seseorang yang baru bergabung dengan Kantor Akuntan Publik yang mempunyai pengalaman yang sangat terbatas dan bertugas melakukan tugas audit yang rinci.
2.2
Pengalaman Auditor Kepribadian manusia pada saat tertentu merupakan hasil dari proses
interaksi dari bagian-bagian yang begitu intensif, sehingga membentuk satu kesatuan yang utuh dan merupakan suatu subjek dari pengalaman. Nico Syukur (1988;21) menyatakan bahwa: “Pengalaman adalah pengetahuan yang timbul bukan pertama-tama dari pemikiran, melainkan terutama dari pergaulan praktis dengan dunia. Pergaulan tersebut bersifat langsung, intuitif dan afektif. Istilah dunia mencakup orang maupun barang.” Pengalaman bisa didapat melalui pergaulan praktis dengan dunia misalnya menekuni pekerjaan sesuatu atau berinteraksi dengan banyak orang. Semakin dalam seseorang menekuni pekerjaannya maka pengalamannya semakin bertambah begitu juga dengan interaksinya dengan banyak orang. Kepribadian terbentuk setiap saat, sehingga didalam perjalanan hidupnya, pengalaman manusia akan semakin bertambah. Oleh karena itu, seorang auditor dituntut untuk memiliki banyak pengalaman dalam bidang auditnya. Dengan banyaknya pengalaman yang dimiliki, auditor akan dapat memenuhi tuntutan pekerjaannya, karena memiliki pengetahuan, kemampuan dan keterampilan yang dituntut dari pekerjaan tersebut. Pengalaman yang dimiliki auditor akan memberikan kontribusi yang tinggi bagi pengembangan tugas auditnya.
2.2.1
Standar Umum Pertama Dalam melaksanakan tugas audit, auditor tidak mungkin untuk
memeriksa semua bukti yang tersedia dan tidak mungkin memeriksa semua informasi di perusahaan yang diaudit berarti auditor harus mempunyai strategi dalam melaksanakan tugas auditnya. Untuk melakukan proses audit khususnya
14
perencanaan audit maka pengalaman auditor merupakan salah satu faktor yang sangat penting. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Standar Auditing pada Standar Umum Pertama (Seksi 150, paragraph 02) yang menyatakan: “Audit harus dilaksanakan oleh seorang atau lebih yang memiliki keahlian dan pelatihan teknis yang cukup sebagai auditor”. Dengan pernyataan standar auditing ini, maka dimaksudkan bahwa orang yang melaksanakan tugas audit adalah orang yang benar-benar memiliki keahlian dan pelatihan teknis yang cukup sebagai auditor dan bisa dikatakan keahlian dan pelatihan teknis tersebut didapat auditor dari pengalamannya yaitu lamanya ia bekerja sebagai auditor, frekuensi melaksanakan tugas audit dan pendidikan berkelanjutan.
2.2.1.1 Lamanya Bekerja Sebagai Auditor Pengalaman kerja telah dipandang sebagai suatu faktor penting dalam memprediksi kinerja akuntan publik, sehingga pengalaman dimasukkan sebagai salah satu persyaratan dalam memperoleh ijin menjadi akuntan publik (SK Menkeu No.470/KMK.017/1999) yaitu: “Seorang akuntan publik untuk memperoleh ijin harus memiliki pengalaman kerja sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun sebagai akuntan dan pengalaman audit umum sekurang-kurangnya 3000 (tiga ribu) jam dengan reputasi baik. Berdasarkan
ketentuan
di
atas,
maka
menjadi
seorang
auditor
yang
berpengalaman harus memiliki pengalaman minimal 3 tahun dan sekurangkurangnya 3000 (tiga ribu) jam sebagai akuntan dan pengalaman audit dengan reputasi baik. Hughes (1996;34) mengemukakan bahwa: “Experience is not just a matter of what event happen to you, it also depends on how you percelve those event.” Berdasarkan pendapat tersebut pengalaman tidak hanya dipengaruhi oleh apa yang terjadi pada kita, tetapi dipengaruhi pula oleh bagaimana kita menanggapinya, termasuk juga bagaimana cara auditor dalam menanggapi tugas auditnya. Saat auditor junior melakukan penugasan audit ia belum memiliki kemampuan
15
layaknya auditor yang berpengalaman yang bekerjanya lebih lama dan mempunyai daya analisis yang kuat sehingga menimbulkan hasil- hasil penilaian yang berkualitas. (Bonner:1990) menyatakan bahwa: “Dengan
pengalaman
yang
dimiliki
auditor
maka
dapat
mengidentifikasikan informasi yang harus dipilih untuk menyimpulkan penilaian mereka.” Informasi yang dipilih harus tepat agar penilaian yang muncul sesuai
dengan
yang dibutuhkan dan diharapkan. Konsekuensi dari kemampuan ini adalah ketetapan dalam merencanakan audit dengan efektif.
2.2.1.2 Frekuensi Melakukan Tugas Audit Brouwer (1984) mengemukakan bahwa: “Hal yang baru, yang mengherankan, akan menjadi biasa dan hilang dalam kontinuitas dengan adanya pengalaman, sebagai contoh: waktu kita belajar bersepeda tidak disadari lagi kalau kita sudah pandai. Hal asing yang disadari akan menjadi biasa dengan pengalaman”. Dengan semakin seringnya auditor melaksanakan tugas audit, pengalaman dan pengetahuannya akan semakin bertambah, sehingga kepercayaan diri auditor akan bertambah besar. Artinya pengalaman menghasilkan tingkat kepercayaan diri yang tinggi karena pengalaman menghasilkan informasi yang tersimpan dalam memori. Dengan banyaknya informasi yang auditor punya maka auditor dapat melaksanakan tugasnya dengan baik dan lebih percaya diri. Apabila seorang auditor sering melakukan tugas auditnya maka dia akan terbiasa dan akan memperoleh lebih banyak pengetahuan dalam tahap perencanaan audit yang efektif. Jadi diperkirakan dengan seringnya auditor melakasanakan tugas audit, maka kemampuan auditor dalam merencanakan audit akan efektif.
16
2.2.1.3 Pendidikan Berkelanjutan Hughes (1996;41) mengemukakan bahwa: “Working with other who have different backgrounds, perspectives, or agendas can often be a growth experiences.” Berdasarkan pendapat tersebut seiring dengan kemajuan teknologi dan informasi, keterampilan auditor dituntut untuk berkembang. Salah satu cara untuk meningkatkan kemampuan profesionalnya dan tidak tertinggal oleh berbagai kemajuan teknologi adalah melalui program pendidikan dan pelatihan berkesinambungan. Tak dapat dipungkiri auditor diperlukan pelatihan dalam bidang akuntansi dan auditing, serta bidang-bidang operasional lainnya yang dibutuhkan oleh auditor dalam menjalankan tugas auditnya. Selain itu, kemampuan auditor harus ditingkatkan untuk mengantisipasi semua keadaan yang mungkin dihadapi akibat kemajuan yang begitu pesat. Secara formal, memang para auditor ini bisa mengikuti pendidikan berkelanjutan yang diselenggarakan oleh berbagai instansi lembaga pendidikan yang telah terukur kualitasnya, seperti pendidikan profesi akuntansi dan magister akuntansi. Dalam pelaksanaan program pendidikan dan pelatihan yang berkesinambungan tidak menutup kemungkinan
juga diselenggarakan dalam
bentuk yang tidak formal. Ada berbagai cara yang dapat dilakukan dalam melaksanakan program pendidikan dan pelatihan berkesinambungan secara informal ini, misalnya pertemuan regular dengan auditor lain melakukan penelitian dalam bidang yang relevan, serta menghadiri seminar tentang akuntansi dan auditing. Auditor diharuskan mengikuti pendidikan berkelanjutan dengan tujuan meningkatkan keahliannya. Auditor harus berusaha memperoleh informasi tentang kemajuan dan perkembangan baru dalam standar, prosedur, dan teknikteknik audit. Diharapkan dengan mengikuti pendidikan berkelanjutan auditor dapat meningkatkan keahliannya, termasuk dalam proses audit khususnya perencanaan audit yang merupakan tahap awal dalam proses auditnya. Pastinya apabila diawali dengan baik maka akan berakhir baik.
17
2.3
Perencanaan Audit Perencanaan audit merupakan langkah awal dari proses audit. Mengetahui
apa yang akan dicapai dan bagaimana cara mencapainya adalah hal penting dalam melaksanakan suatu kegiatan. Standar Professional Akuntan Publik (SPAP) mendefenisikan
bahwa
dalam
perencanaan
audit,
auditor
harus
mempertimbangkan beberapa pertimbangan yang penting yaitu: 1) Masalah yang berkaitan dengan bisnis satuan usaha dan industri dimana satuan usaha tersebut beroperasi didalamnya. 2) Kebijakan dan prosedur akuntansi satuan usaha tersebut. 3) Metode yang digunakan oleh satuan usaha tersebut dalam mengelola informasi akuntansi yang signifikan, termasuk penggunaan organisasi jasa dari luar untuk mengolah informasi akuntansi perusahaan. 4) Penetapan tingkat rasio pengendalian yang direncanakan. 5) Perimbangan awal tentang tingkat materialitas untuk tujuan audit. 6) Pos laporan keuangan yang mungkin memerlukan penyesuaian. 7) Kondisi yang mungkin memerlukan perluasan atau pengubahan pengujian audit, seperti risiko kekeliruan dan ketidakberesan yang material atau transaksi antar pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa. 8) Sifat laporan keuangan yang diharapkan akan diserahkan kepada pemberi tugas (misalnya: laporan audit tentang laporan keuangan konsolidasi, laporan khusus untuk menggambarkan kepatuhan klien terhadap kontrak perjanjian yang telah diaudit. Abdul Halim (1998:72) menyatakan bahwa: “Tahap perencanaan audit merupakan tahap yang mau tidak mau harus mendapat perhatian serius dari auditor.” Hal ini tentu tidak dapat dipungkiri, karena pekerjaan apapun tentu akan lebih baik bila terencana dengan baik. Oleh karena itu, perencanaan audit merupakan suatu keharusan apabila kita menghendaki pemeriksaan yang efektif dan efisien. Menurut Arens & Loebbecke (2000:218) memberikan tiga alasan mengapa auditor harus merencanakan pekerjaan dengan baik, yaitu: 1) 2) 3)
To enable the auditor to obtain sufficient competence evidence for the circumstance. To help keep audit cost reasonable. To avoid misunderstanding with klien.
18
Perencanaan audit merupakan bagian terpenting maka alasan auditor merencanakan penugasannya yaitu untuk memperoleh bahan bukti yang cukup, membantu menekan biaya audit serta menghindari kesalahpahaman atau perselisihan dengan klien. Dengan kata lain alasan tersebut dikarenakan bahwa tahap perencanaan merupakan proses pengambilan keputusan sebelum kegiatan dimulai.
2.4
Elemen-elemen perencanaan audit Ruang lingkup dari perencanaan audit adalah bervariasi sesuai dengan
besarnya dan kompleksitasnya permasalahan objek yang diperiksa dan pengetahuan mengenai jenis usaha objek yang diperiksa. Adapun elemen–elemen perencanaan audit menurut Arens & Loebbecke (2000:219) adalah: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Preplan Obtain Background Information of Client Obtain Information about Client’s Legal Obligation Perform Prelimanary Analitical Procedures Set Materiality and Asset Acceptable Audit Risk and Inherent Risk Understand Internal Control Structure and Asses Control risk Develop Overall Audit Plan and Audit Program
Elemen-elemen perencanaan audit di atas merupakan langkah-langkah dalam proses pengambilan keputusan sebelum kegiatan (proses audit) dimulai. Pada intinya suatu perencanaan audit haruslah direncanakan sebaik-baiknya demi kelangsungan tahap-tahap proses audit selanjutnya dan sebaiknya perencanaan audit tersebut dilakukan oleh auditor yang berpengalaman agar menambah keyakinan pemakai laporan sebagai alat dalam pengambilan keputusan.
2.4.1 Perencanaan Awal (Preplan) Beberapa hal penting yang terdapat dalam perencanaan awal ini adalah menyangkut informasi mengenai alasan klien untuk diaudit, menerima atau menolak klien baru maupun klien lama, mengindentifikasi alasan klien untuk diaudit, menentukan staf untuk penguasaan dan memperoleh surat penegasan.
19
Arens & Loebbecke (2000:218) menyatakan bahwa: “Perencanaan awal menyangkut keputusan apakah akan menerima atau melanjutkan pelaksanaan audit bagi klien, mengevaluasi alasan-alasan klien untuk diaudit, memilih staf untuk penugasan tersebut, dan mendapatkan surat penugasan.” Perencanaan awal ini terdiri dari hal-hal berikut: 1. Menyelidiki klien Baru Menyelidiki klien baru adalah hal yang penting bagi auditor sebelum mereka memutuskan untuk menerima atau menolak klien tersebut. Hal ini dilakukan dengan cara mengevaluasi prospek klien dalam lingkungan usaha, stabilitas keuangan dan hubungan klien dengan KAP terdahulu. Auditor pengganti diwajibkan untuk berhubungan dengan auditor sebelumnya dan harus mendapatkan izin dari klien sebelum komunikasi dilakukan. Arens & Loebbecke (2000:219) menyatakan bahwa: “Untuk calon klien yang sebelumnya diaudit oleh KAP lain, auditor pengganti diwajibkan untuk berhubungan dengan auditor sebelumnya.” Tujuan ini adalah untuk membantu auditor pengganti dalam mengevaluasi apakah akan menerima penugasan ini. Dari komunikasi ini akan diperoleh informasi bahwa klien tidak mempunyai integritas atau terjadi perselisihan mengenai prinsip akuntansi, prosedur audit atau honorarium. Abdul Halim (1998:65) menyatakan bahwa: “Komunikasi antar auditor dapat dilakukan baik secara lisan maupun tertulis. Walaupun komunikasi tersebut dapat dilakukan sesudah menerima penugasan namun usahakan untuk melekukannya sebelum menerima penugasan.” Dengan adanya komunikasi diantara auditor pengganti dengan auditor sebelumnya maka akan membantu auditor pengganti untuk mengevaluasi apakah klien tersebut dapat diterima atau ditolak. Apabila calon klien belum pernah diadakan penyelidikan menyeluruh maka sumber informasinya bisa dari pengacara atau lembaga-lembaga lain yang pernah terkait dengan perusahaan calon klien tersebut.
20
2. Melanjutkan Klien Lama Abdul Halim (1999:66) menyatakan bahwa: “Auditor
perlu
menyelidiki
apakah
terdapat
kekeliruan
dan
ketidakberesan dan pelanggaran hukum yang ditemukan dalam audit sebelumnya.” Untuk melanjutkan klien lama juga harus dievaluasi untuk memeutuskan apakah dapat diterima atau audit tidak dilanjutkan. Penyebab tidak bisa dilanjutkan pemeriksaan bisa dikarenakan adanya perselisihan sebelumnya, jika terjadi tuntutan hukum terhadap KAP oleh klien, akuntan publik tidak dapat melakukan audit lagi, hal tersebut dimaksudkan untuk menghindari penilaian subjektif yang dapat mempengaruhi independensi KAP. 3. Mengindentifikasi Alasan Klien Untuk Diaudit Arens & Loebbecke (2000:220) menyatakan bahwa: “Auditor mungkin akan mengumpulkan lebih banyak bahan bukti jika laporan digunakan secara luas. Hal ini sering terjadi pada perusahaan publik, perusahaan dengan hutang banyak, dan perusahaan yang akan dijual dalam waktu dekat.” Kemungkinan terbesar dalam hal penggunaan laporan dapat ditentukan dengan melihat pengalaman dalam penugasan yang lalu dan diskusi dengan manajemen. Selama audit berlangsung auditor dapat memperoleh informasi tambahan mengenai mengapa klien menghendaki audit dan untuk apa laporan keungan digunakan. 4. Staf Untuk Penugasan Arens & Loebbecke (2000:220) menyatakan bahwa: “Menentukan staf yang pantas untuk melaksanakan penugasan adalah penting untuk memenuhi standar auditing yang berlaku umum meningkatkan efisiensi audit.” Dalam penugasan yang lebih luas, mungkin ada satu atau lebih partner dan staf dengan tindakan pengalaman yang berbeda untuk mengaudit. Bisa juga dikerahkan ahli-ahli yang berspesialisasi dalam bidang-bidang teknik seperti statistik dan komputer audit. Dalam audit yang lebih sederhana mungkin hanya terdapat satu atau dua staf.
21
Pertimbangan utama yang mempengaruhi penyusunan staf adalah perlunya kesinambungan
dari tahun ke tahun. Seorang asisten staf yang belum
berpengalaman mungkin saja akan menjadi non-partner yang paling berpengalaman dalam penugasan itu dalam beberapa tahun kemudian. Kesinambungan membantu KAP dalam menjaga mutu persyaratan teknis dan hubungan antar manusia yang lebih erat dengan klien. 5. Memperoleh Surat Penugasan Arens & Loebbecke (2000:220) menyatakan bahwa: “Surat penugasan adalah kesepakatan antara KAP dan klien untuk pelaksanaan audit dan pelayanan lain yang terkait.” Abdul Halim (1998:68) menyatakan bahwa surat penugasan audit dibuat oleh auditor untuk kliennya. Surat ini berfungsi untuk mendokumentasi dan menegaskan: 1. Penerimaan auditor atas penunjukan oleh klien. 2. Tujuan dan lingkup audit. 3. Luas tanggung jawab yang dipikul oleh auditor bagi kliennya, dan tanggung jawab manajemen atas informasi keuangan. 4. Kesepakatan mengenai reproduksi laporan keuangan auditan. 5. Kesepakatan mengenai bentuk laporan yang akan diterbitkan auditor untuk menyampaikan hasil penugasan. 6. Fakta bahwa audit memiliki keterbatasan bawaan bahwa kekeliruan dan ketidakberesan material tidak akan terdeteksi. 7. Kesanggupan auditor untuk menyampaikan informasi tentang kelemahan signifikan dalam struktur pengendalian intern yang ditemukan oleh auditor dalam auditnya. 8. Akses ke berbagai catatan, dokumentasi dan informasi lain yang diharuskan dalam kaitannya dengan audit. 9. Kesepakatan mengenai dasar penentuan fee audit. Sedangkan menurut Standar Auditing (SA) seksi 320 ada beberapa faktor yang menyebabkan auditor memutuskan pengiriman surat penugasan audit baru, yaitu: 1. Adanya petunjuk bahwa klien salah paham mengenai tujuan dan lingkup audit. 2. Adanya sarat-sarat penugasan yang direvisi atau khusus. 3. Perubahan manajemen yang terjadi akhir-akhir ini. 4. Perubahan signifikan dalam sifat dan urusan bisnis klien. 5. Persyaratan hukum.
22
Tujuan dari dibuat surat penugasan adalah untuk mempengaruhi salah pengertian sehingga surat penugasan harus dibuat secara tertulis. Surat penugasan adalah kesepakatan antara KAP dengan klien, isi dari surat tersebut menyatakan batasan dari penugasan, batas waktu, bantuan yang akan diberikan atau daftar rincian yang perlu dipersiapkan untuk auditor atau honorarium.
2.4.2
Memperoleh Informasi Mengenai Latar Belakang Klien (Obtain Background Information of Client) Auditor harus memiliki pengetahuan tentang ciri-ciri lingkungan kegiatan
perusahaan klien yang akan diaudit yang berguna sebagai acuan dalam menentukan surat atau perlu tidaknya prosedur-prosedur audit khusus. Hal-hal yang harus dilakukan untuk memperoleh informasi sehingga dapat memahami latar belakang klien adalah dengan cara: meninjau lokasi pabrik dan kantor, menelaah kebijakan-kebijakan penting perusahaan, mengindentifikasi pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa serta mengevaluasi kebutuhan akan spesialis dari luar. 1. Meninjau Pabrik dan Kantor Arens & Loebbecke (2000:223) menyatakan bahwa: “Peninjauan atas fasilitas klien bermanfaat untuk memperoleh pemahaman yang lebih baik mengenai bidang usaha dan operasi klien karena akan diperoleh kesempatan untuk menemui pegawai kunci dan mengamati operasi dari tangan pertama.” Berdasarkan kutipan diatas dengan adanya peninjauan pabrik dan kantor maka akan diperoleh pemahaman yang lebih baik mengenai bidang usaha dan operasi klien karena bisa mengamati kegiatan operasi klien secara langsung. Abdul Halim (1998:74) menyatakan bahwa: “Meninjau pabrik dan kantor bertujuan untuk mengetahui karateristik operasi klien, dan berkesempatan menjumpai personel kunci dan organisasi klien.” Untuk memperoleh pemahaman bidang usaha klien diperlukan peninjauan atas bidang usaha klien yang bersangkutan, karena dengan demikian akan diperoleh kesempatan untuk memperoleh informasi langsung dari sumber
23
yang dapat dipercaya, misalnya saja melakukan wawancara dengan pegawai, berdiskusi mengenai hal-hal penting dalam laporan akuntansi. Dengan cara demikian diharapkan auditor mampu melihat persoalan dari perspektif yang lebih luas. 2. Menelaah Kebijakan Perusahaan Kebijakan manajemen yang menyangkut perusahhan harus dievaluasi dengan teliti sebagai bahan dari audit, untuk meyakinkan bahwa keputusan kebijakan tersebut telah tercermin dalam laporan keuangan. Pendekatan yang digunakan oleh auditor adalah mencatat kebijakan-kebijakan apa saja yang dianggap penting dapat mempengaruhi suatu prosedur dalam pencatatan akuntansi sehingga auditor dapat mengetahui apakah kebijakan tersebut mengubah kebijakan akuntansi yang telah ada. Menurut Abdul Halim (1998:74) menjelaskan bahwa: “Sumber-sumber kebijakan perusahaan dapat diperoleh dari penelaahan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga klien, analisis laporan keuangan interim, penelaahan kontrak atau perjanjian penting, penelaahan notulen rapat klien dan sebagainya.” Dengan menelaah kebijakan perusahaan maka sebagian besar kebijakan dan wewenang perusahaan tercermin dalam laporan keuangan tetapi tidak tercakup dalam sistem akuntansi. Dimaksudkannya kebijakan akuntansi yang penting kedalam arsip permanen bisa membantu auditor menetapkan apakah klien telah mengubah kebijakan akuntansi. 3. Mengidentifikasi Pihak-pihak yang Mempunyai Hubungan Istimewa Arens & Loebbecke (2000:223) menyatakan bahwa: “Transaksi hubungan istimewa adalah transaksi antara klien dengan pihak yang mempunyai hubungan istimewa.” Adapun pihak-pihak istimewa yang dimaksud adalah hubungan kekeluargaan, hubungan organisasi dan lain- lain. Sedangkan menurut Mulyadi & Kanaka (1998:131) menyatakan bahwa: “Pihak yang memiliki hubungan istimewa dengan klien adalah perusahaan afiliasi, pemilik utama perusahaan klien (misalnya pemegang saham utama) atau pihak-pihak lain, yang dalam melakukan transaksi, salah satu pihak dapat mempengaruhi kebijakan manajemen atau kebijakan operasional pihak lain.”
24
Contoh umum adalah transaksi penjualan atau pembelian antara perusahaan anak, pertukaran peralatan antar dua perusahaan yang dimiliki oleh orang yang sama, pinjaman kepada pegawai. Contohnya yang agak langka misalnya ada pengaruh kuat pelanggan utama terhadap manajemen klien. Cara utama untuk mengidentifikasi pihak yang mempunyai hubungan istimewa misalnya bertanya kepada manajemen, menelaah arsip pasar modal, dan memeriksa daftar pemegang saham utama. 4. Mengevaluasi Kebutuhan Spesialisasi Dari Luar Arens & Loebbecke (2000:224) menyatakan bahwa: “Auditor harus memiliki pemahaman yang memadai mengenai industri klien untuk menentukan apakah diperlukan seorang spesialis.” Dengan memiliki pemahaman bidang usaha klien, maka pihak auditor dapat mempertimbangkan perlu tidaknya seorang ahli yang berhubungan dengan operasi perusahaan tersebut yang dapat membantu memberikan pemahaman
yang
lebih
baik
bagi
auditor
dalam
melaksanakan
pemeriksaannya. Perencanaan yang baik diperlukan untuk menjamin bahwa seorang spesialis itu benar-benar kompeten dan jika mungkin independent terhadap klien.
2.4.3
Memperoleh Informasi Mengenai Kewajiban Hukum Klien (Obtain Information about Client’s Legal Obligation) Arens & Loebbecke (2000:224) menyatakan bahwa: Tiga dokumen dan catatan hukum yang berkaitan erat yang harus
diperiksa pada awal penugasan antara lain : 1) Akta pendirian dan anggaran dasar perusahan. 2) Risalah rapat dewan direksi, dewan komisaris dan pemegang saham. 3) Kontrak-kontrak. Pengetahuan
awal
mengenai
dokumen
hukum
dan
catatan
ini
akan
memungkinkan auditor untuk menginterpretasikan bahan bukti selama penugasan berlangsung dan menjamin bahwa pengungkapan yang pantas telah dilakukan dalam laporan keuangan.
25
Faktor- faktor yang menyangkut lingkungan hukum industri klien mempunyai dampak besar terhadap hasil audit. Pengetahuan auditor untuk menafsirkan fakta yang berkaitan selama pekerjaan berlangsung akan meyakinkan bahwa pengungkapan yang semestinya telah dilaksanakan dalam laporan keuangan. 1.
Memahami Akta Pendirian dan Anggaran Dasar Perusahaan Akta pendirian perusahaan diterbitkan oleh negara dimana perusahaan didirikan dan merupakan dokumen hukum yang penting untuk mengakui suatu perusahaan sebagai suatu satuan usaha yang berdiri sendiri. Termasuk didalamnya adalah nama perseroan, tanggal pendirian, jenis dan jumlah modal saham yang disahkan untuk ditempatkan dan jenis kegiatan usaha yang boleh dilakukan oleh perseroan. Anggaran dasar mencakup peraturan dan prosedur yang ditetapkan oleh para pemegang saham perseroan. Didalamnya diuraikan hal-hal seperti tahun fiskal perseroan, frekuensi rapat pemegang saham, metode pemilikan para direktur dan komisaris dan kewajiban serta wewenang dari para pengurus perusahaan. Arens & Loebbecke (2000:224) menyatakan bahwa: “Auditor harus memahami persyaratan akta pendirian dan anggaran dasar agar dapat menetapkan apakah laporan keuangan disajikan secara pantas.” Auditor harus memeriksa anggaran dasar perusahaan dan mencatat peraturan yang dapat mempengaruhi audit atau operasi perusahaan. Pelanggaran terhadap anggaran dasar perusahaan menyebabkan auditor harus waspada terhadap adanya kemungkinan kecurangan menajemen dan keterlibatan perusahaan dalam kegiatan atau tindakan yang melanggara hukum. Begitu pula pemahaman informasi yang menyangkut akta pendirian perusahaan. Dalam pemeriksaan ulang akta pendirian ini harus dimutakhirkan jika terjadi perubahan atau amandemen. Pengungkapan yang besar mengenai kekayaan pemegang saham, termasuk pembayaran dividen secara pantas, sangat tergantung pada persyaratan tersebut
26
2. Memeriksa Risalah Rapat Dewan Komisaris, Para Pemegang Saham, Komite Audit dan Pejabat Eksekutif . Notulen rapat perseroan adalah catatan resmi rapat dewan direksi dan pemegang saham. Termasuk didalamnya adalah ikhtisar masalah terpenting yang didiskusikan dalam rapat ini dan keputusan yang dibuat ileh direksi dan pemegang saham. Arens & Loebbecke (2000:225) menyatakan bahwa: “Jika auditor tidak memeriksa notulen, dia mungkin tidak menyadari adanya informasi yang penting untuk menetapkan apakah laporan keuangan telah dibuat dengan benar”. Jika auditor tidak memeriksa risalah rapat, auditor mungkin mengabaikan informasi yang perlu untuk menetapkan apakah laporan keuangan yang telah dibuat dengan benar. Auditor harus dapat membedakan data yang relevan dan tidak relevan pada saat membuat catatan ringkasan tentang notulen.
3. Memahami Kontrak Penjualan dan Pembelian Arens & Loebbecke (2000:224) menyatakan bahwa: “Dalam memeriksa kontrak perhatian utama dipusatkan pada segi kesepakatan hukum yang mempengaruhi pengungkapan keuangan.” Kontrak dapat mempunyai dampak penting pada laporan keuangan jika subjek dari kontrak dinyatakan langsung sebesar nilai uang tertentu, misalnya dalam hal hipotek atau kewajiban obligasi. Akibatnya yang mungkin ditimbulkan oleh kontrak terhadap laporan keuangan akan tergantung pada sifatnya. Contoh: kontrak harus mendapat perhatian auditor antara lain wesel, obligasi jangka panjang, ketentuan mengenai pensiunan, kontrak penyerahan barang, perjanjian royalti, kontrak serikat buruh dan sewa guna (lease). Kontrak-kontrak tersebut dimugkinkan dapat mengakibatkan timbulnya dampak penting dalam laporan keuangan. Oleh sebab itu auditor harus teliti dalam memeriksa dokumen tersebut.
27
2.4.4
Melaksanakan Prosedur Analitis Pendahuluan (Perform Prelimanary Analitical Procedures) Abdul Halim (1998:85) menyatakan bahwa: “Prosedur analitis adalah pengevaluasian informasi keuangan yang dibuat dengan mempelajari hubungan- hubungan yang masuk akal antara data keuangan dan data non keuangan. Prosedur analitis dapat dilakukan dengan metode perbandingan sederhana sampai model statistik dan matematis yang rumit dan kompleks.”
Berdasarkan kutipan diatas, prosedur analitis merupakan satu tipe bukti melalui analisis pembandingan dan hubungan berbagai informasi baik informasi kuantitatif maupun non kuantitatif guna menilai kewajaran suatu pos dalam laporan keuangan. Sedangkan menurut Mulyadi dan Kanaka (1998:132) menyatakan bahwa: “Tujuan dari prosedur analitis dalam perencanaan audit adalah dapat membantu perencanaan, sifat, saat dan luas prosedur audit yang akan digunkan untuk memperoleh bukti tentang saldo akun atau jenis transaksi tertentu. Dalam Standar Auditing (SA) seksi 329 paragraf 6 dijelaskan bahwa prosedur analitis dalam perencanaan audit harus ditunjukkan untuk: 1) Meningkatkan pemahaman auditor atas usaha klien dan transakai atau peristiwa yang terjadi sejak tanggal audit terakhir, dan 2) Mengidentifikasikan bidang yang kemungkinan mencerminkan risiko tertentu yang bersangkutan dengan audit. Jadi tujuan prosedur ini adalah untuk mengidentifikasikan hal- hal seperti adanya transaksi dan peristiwa yang tidak biasa, jumlah rasio dan trand yang dapat menunjukkan masalah yang berhubungan dengan laporan keuangan dan perencanaan audit. Melakukan prosedur analitis ini sangat penting artinya karena dengan demikian keseluruhan kegiatan pemeriksaan dapat tergambar di dalamnya. Prosedur analitis diantaranya akan hal- hal penting dalam pemeriksaan yaitu: 1. Memahami bidang usaha klien Abdul Halim (1998:73) menyatakan bahwa: “Memahami bidang usaha klien dilakukan dengan tujuan untuk mendukung perencanaan audit yang dilakukan oleh auditor. Pemahaman tersebut akan digunakan untuk merencanakan lingkup audit, memeperkirakan masalah-masalah yang mungkin timbul dan menentukan prosedur audit yang direncanakan.”
28
Sedangkan Mulyadi dan Kanaka (1998:129) memberikan penjelasan bahwa untuk memahami bisnis dan industri klien, auditor menempuh berbagai cara berikut ini: 1) 2) 3) 4) 5)
Me-review kertas kerja audit tahun sebelumnya Me-review data industri dan bisnis Mengunjungi kantor dan pabrik klien Meminta keterangan kepada komite audit Menentukan adanya pihak- pihak yang memiliki hubungan istimewa dengan klien 6) Mempertimbangkan dampak pernyataan standard akuntansi dan pernyataan standar auditing yang berlaku. Auditor harus mempertimbangkan pengetahuan dan pengalaman tentang klien
yang diperoleh di tahun sebelumnya sebagai landasan perencanaan audit pada tahun berjalan. Dengan melakukan prosedur analitis dimana informasi tahun sebelumnya yang tidak diaudit, dapat dilihat perubahan yang terjadi.
2. Penetapan Kemampuan Satuan Usaha untuk Menjaga Kelangsungan Hidupnya Arens& loebbecke (2000:224) menyatakan bahwa: “Prosedur analitis seringkali berguna sebagai petunjuk adanya masalah keuangan yang kritis di perusahaan klien. Kemungkinan tersebut harus dipertimbangkan oleh auditor didalam melakukan penetapan risikorisiko yang berhubungan dengan audit.” Seperti juga kaitannya dengan penggunaan asumsi kelangsungan hidup oleh manjemen dalam penyusunan laporan keuangan. Prosedur analitis tertentu dapat membantu hal ini. Misalnya jika rasio utang jangka panjang terhadap modal lebih tinggi dari normal bersamaan dengan rasio laba per-total aktiva yang lebih rendah dari rata- rata, maka risiko kegagalan keuangan relatif tinggi. Kondisi tersebut tidak hanya mempengaruhi perencanaan audit tetapi juga menunjukkan keraguan mengenai kemampuan satuan usaha menjaga kelangsungan hidupnya sehingga perlu dibuat modifikasi laporan.
29
3. Mengurangi Pengujian Audit yang Terinci Arens & Loebbecke (2000:224) menyatakan bahwa: “Jika prosedur analitis tidak mengungkapkan fluktuasi yang tidak biasa maka implikasinya adalah adanya kemungkinan kekeliruan atau ketidakberesan material telah diminimasikan.” Dalam hal ini prosedur analitis merupakan bahan bukti substantif yang mendukung pernyataan wajar atas saldo-saldo perkiraan yang berhubungan dan mungkin cukup dilakukan pengujian terinci yang lebih sedikit dengan perkiraan itu. Misalnya jika prosedur analitis atas saldo perkiraan yang kecil seperti asuransi dibayar dimuka adalah menguntungkan, jadi tidak diperlukan pengujian yang rinci. Dalam hal ini prosedur audit tertentu bisa dihilangkan, besar sampel dapat dikurangi atau saat pelaksanaan prosedur yang bersangkutan dapat dilaksanakan sesudah tanggal neraca. Prosedur analitis biasanya tidak mahal jika dibandingkan dengan pengujian terinci. Oleh karena itu, sebagian besar auditor mengganti pengujian terinci dengan pengujian terinci dengan pengujian analitis jika memungkinkan. Sebagai ilustrasi mungkin jauh lebih kecil biaya untuk menghitung dan menelaah rasio penjualan dan piutang usaha daripada melakukan konfirmasi piutang usaha. Jika mungkin untuk mengurangi atau mengganti konfirmasi dengan melakukan prosedur analitis sehingga dapat menghemat biaya yang cukup besar. Melakukan prosedur analitis ini sangat penting artinya karena dengan demikian keseluruhan kegiatan pemeriksaan dapat tergambar didalamnya. Prosedur analitis diantaranya akan hal-hal penting dalam pemeriksaan yaitu: seperti yang telah dikemukakan diatas seperti memahami bidang usaha klien, penetapan kemampuan satuan usaha untuk menjaga kelangsungan hidupnya serta mengurangi pengujian yang terinci. Prosedur yang biasa digunakan dalam hal ini adalah: 1. Membandingkan data klien dengan data industri 2. Membandingkan data klien dengan data yang serupa pada periode sebelumnya 3. Membandingkan data klien dengan data yang diperkirakan oleh klien 4. Membandingkan data klien dengan data yang diperkirakan oleh auditor
30
5. Membandingkan data klien dengan hasil perkiraan yang menggunakan data non- keuangan Dalam merancang dan menetapkan prosedur analitis digunakan pendekatan tujuh langkah yaitu: menentukan tujuan, prosedur analitis yang tepat, menggunakan data yang tepat, menerapkan keputusan, melaksanakan pengujian, analisis hasil serta menarik kesimpulan.
2.4.5
Menentukan Materialitas dan Menetapkan Risiko Audit yang dapat diterima (Set Materiality and Asset Acceptable Audit Risk and Inherent Risk) Standar Professional Akuntan Publik (SPAP) mendefenisikan bahwa: “Materialitas adalah besarnya nilai yang dihilangkan atau salah saji informasi akuntansi, dilihat dari keadaan yang melingkupinya, yang mungkin dapat mengakibatkan perubahan atas atau pengaruh terhadap pertimbangan orang yang meletakkan kepercayaan atas informasi tersebut karena adanya penghilangan atau salah saji tersebut.” Abdul Halim (1998:78) menyatakan bahwa: “Materialitas adalah besarnya kelalaian atau pernyataan yang salah pada informasi akuntansi
yang dapat menimbulkan kesalahan dalam
pengambilan keputusan.” Sedangkan Mulyadi & Kanaka (1998:149) menyatakan bahwa: “Materialitas adalah besarnya nilai yang dihilangkan atau salah saji informasi akuntansi, yang dilihat dari keadaan yang melingkupinya, dapat mengakibatkan perubahan atas atau pengaruh terhadap pertimbangan orang yang meletakkan kepercayaan terhadap informasi tersebut, karena adanya penghilangan atau salah saji itu.” Berdasarkan ketiga pendapat di atas, pada intinya materialitas merupakan suatu kesalahan dalam laporan keuangan dianggap material apabila pengetahuan atas kesalahan tersebut berpengaruh terhadap pengambilan keputusan pemakai laporan keuangan yang rasional serta menyandarkan keputusannya pada laporan tersebut.
31
Dalam Standar Proffesional Akuntan Publik diungkapkan bahwa perencanaan audit harus mempertimbangkan risiko dan materialitas, yaitu dalam: 1. Merencanakan audit dan merancang prosedur audit, dan 2. Mengevaluasi apakah laporan keuangan secara keseluruhan disajikan secara wajar, dalam semua hal yang material, sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum. Auditor harus dipertimbangkan risiko audit dan materialitas untuk hal yang disebutkan pada butir (1) untuk memperoleh bukti audit kompeten yang cukup dan sebagai dasar yang memadai untuk mengevaluasi laporan keuangan. Besarnya salah saji
dalam informasi akuntansi dapat
membuat
pertimbangan pengambilan keputusan terpengaruh. Tanggung jawab auditor adalah menetapkan apakah suatu laporan keuangan terdapat salah saji yang material ia harus memberitahukan hal ini pada klien sehingga koreksi dapat dilakukan. Jika klien menolak untuk mengkoreksi laporan keuangan tersebut maka auditor dapat memberikan pendapat dengan pengecualian. Ada lima langkah dalam menetapkan materialitas yaitu : 1. Menentukan pertimbangan awal mengenai materialitas 2. Mengalokasikan pertimbangan awal mengenai materialitas kedalam segmen 3. Mengestimasikan total salah saji dalam segmen 4. Mengestimasikan salah saji gabungan 5. Membandingkan estimasi gabungan dengan pertimbangan awal mengenai materialitas Dua langkah pertama diperlukan untuk merencanakan luasnya pengujian, sedangkan
tiga
langkah
berikutnya
melaksanakan pengujian audit.
untuk
mengevaluasikan
hasil
atau
32
2.4.6
Memahami Struktur Pengendalian Intern dan Menetapkan Risiko Pengendalian (Understand Internal Control Structure and Asses Control risk) Menurut Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) SA seksi 150
tujuan pengkajian dan pemahaman struktur pengendalian internal adalah : “Pemahaman yang memadai atas sistem pengendalian internal harus diperoleh untuk merencanakan audit dan menentukan sifat, saat dan lingkup pengujian yang akan dilakukan.” Alasan perusahaan untuk menyusun struktur pengendalian internal adalah dalam rangka pencapaian tujuan perusahaan tersebut. Sistem terdiri dari kebijakankebijakan dan prosedur-prosedur yang dirancang untuk memberikan keyakinan kepada pihak manajemen bahwa tujuan dan sasaran perusahaan yang dicapai, kebijakan dan prosedur ini seringkali disebut pengendalian internal. Semakin baik struktur pengendalian internal maka semakin sempit pemeriksaan yang akan dilakukan atau semakin sedikit contoh yang diambil dan sebaliknya semakin lemah sistem pengendalian internal maka semakin banyak contoh yang harus dipilih. Akuntan harus memperhatikan bagian- bagian dari struktkr pengendalian internal yang lemah sehingga auditor dapat memilih dan menetapkan prosedur dan teknik yang tepat untuk dapat melaksanakan pemeriksaan dengan baik. Kepentingan auditor atas pengendalian internal yang baik berkaitan dengan kepentingan manajemen perusahaan klien terhadap hal tersebut yaitu tersedianya data yang andal yang bisa digunakan dalam pemeriksaan, dimana hal ini dijadikan dasar untuk menetapkan luasnya lingkup pengujian yang harus dilakukan serta prosedur pemeriksaan yang akan digunakan.
2.4.7
Mengembangkan Rencana dan Program Audit Menyeluruh (Develop Overall Audit Plan and Audit Program) Program audit membantu auditor dalam memberikan perintah kepada
asisten mengenai pekerjaan yang harus dilakukan. Program audit harus
33
menggariskan dengan rinci prosedur audit yang menurut keyakinan auditor diperlukan untuk mencapai tujuan audit. Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) menyatakan bahwa: “Dalam perencanaan audit auditnya, auditor harus mempertimbangkan sifat, luas dan saat pekerjaan yang harus dilaksanakan dan harus membuat suatu program audit secara tertulis.” Bentuk program audit dan tingkat kerinciannya sangat bervariasi. Dalam mengembangkan program audit, auditor harus diarahkan oleh hasil pertimbangan dan prosedur perencanaan auditnya, selama berlangsungnya audit perubahan kondisi dapat menyebabkan diperlukannya perubahan prosedur audit yang telah direncanakan tersebut. Menurut Abdul Halim (1998:82) menyatakan bahwa: “Program audit merupakan daftar prosedur audit yang akan dilaksanakan oleh pekerja lapangan atau penghimpun bukti. Program audit meliputi sifat, luas dan saat pekerjaan yang harus dilakukan. Program Audit membantu auditor dalam memberikan perintah kepada asisten mengenai pekerjaan yang harus dilakukan.” Untuk mentaati SPAP dalam memahami prosedur-prosedur klien dan untuk melaporakan serta memberikan pendapat yang tepat maka auditor harus melakukan wawancara, melakukan pemeriksaan dan meneliti keaslian bukti-bukti guna mempermudah pelaksanaan maka auditor harus menyusun program yang direncanakan secara logis untuk prosedur-prosedur audit bagi setiap pemeriksaan. Program pemeriksaan yang baik sangat penting artinya bagi keberhasilan suatu pemeriksaan, sehingga auditor dapat melakukan pemeriksaannya secara terarah, karena program pemeriksaan tersebut petunjuk mengenai langkah-langkah yang harus
dilakukan.
Program
pemeriksaannya
juga
merupakan
suatu
alat
pengendalian, dimana auditor dapat menyesuaikan pemeriksaannya dengan langganan dan jadwal yang telah ditetapkan. Program audit mencakup suatu daftar semua prosedur audit yang harus dijalankan untuk dapat menghimpun bahan bukti kompeten yang mencukupi, termasuk pula didalamnya rincian dari masing-masing prosedur yang menyangkut ukuran sampel, pos atau unsur yang dipilih dan saat pengujian.
34
2.4
Pengertian Efektivitas Efektivitas diukur dengan memperhatikan tujuan yang dapat dicapai atau
mengacu kepada pencapaian suatu tujuan. Menurut Anthony (2000:11) pengertian efektivitas adalah: “Effectiveness is the relationship between a responsibility center’s output and objectives. The more these output contribute to the objectives, the more effective the unit is.” Berdasarkan kutipan di atas efektivitas merupakan tingkat pencapaian hasil program dengan target yang ditetapkan. Efektivitas berhubungan dengan apakah tujuan organisasi tersebut dapat dicapai sesuai dengan kebutuhan yang direncanakan.
2.5
Pengertian Efektivitas Perencanaan Audit Dari beberapa literatur yang ada, tidak satupun yang secara eksplisit
menjabarkan pengertian efektivitas perencanaan audit. Oleh karena itu, untuk mendefenisikan efektivitas perencanaan audit, penulis menganalogikan terhadap pengertian efektivitas di atas, sehingga efektivitas perencanaan audit diartikan sebagai hubungan antara hasil program dengan tujuan atau target dari perencanaan audit tersebut. Untuk mencapai tujuan yang sesuai dengan kebutuhan yang direncanakan maka kita butuh langkah-langkah atau proses untuk pencapaian tujuan tersebut. Untuk pencapaian efektivitas perencanaan audit terdapat tahaptahap perencanaan audit yang telah dikemukakan sebelumnya. Pada intinya suatu perencanaan audit haruslah direncanakan sebaikbaiknya demi kelangsungan tahap-tahap proses audit selanjutnya. Sementara yang dimaksud dengan tujuannya adalah semua tahapan perencanaan audit tersebut dimaksudkan untuk membantu auditor melaksanakan pekerjaannya dengan baik dan benar.