BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka Di Indonesia, tanaman jagung sudah dikenal sekitar 400 tahun yang lalu, didatangkan oleh orang Portugis dan Spanyol. Daerah sentrum produksi jagung di Indonesia pada mulanya terkonsentrasi di wilayah Jawa Tengah, Jawa Timur dan Madura. Selanjutnya tanaman jagung lambat laun meluas ditanam di Indonesia. Areal pertanaman jagung sekarang sudah terdapat di seluruh provinsi di Indonesia dengan luas areal bervariasi (Rukmana, 1997). Tanaman jagung termasuk jenis tumbuhan semusim (annual). Susunan morfologi tanaman jagung terdiri atas akar, batang, daun, bunga dan buah. Produksi utama usahatani jagung adalah biji. Biji jagung merupakan sumber karbohidrat yang potensial untuk bahan pangan ataupun nonpangan. Biji jagung tersusun dalam barisan yang melekat secara lurus atau berkelok-kelok dan berjumlah antara 8-20 baris biji. (Rukmana, 1997). Penentuan saat panen jagung yang paling tepat amat tergantung pada tujuan penggunaan produksi. Untuk dikonsumsi sebagai jagung rebus atau jagung bakar, saat panen yang tepat adalah pada stadium tongkol stengah tua, yakni tongkol berukuran maksimum, berbiji penuh, padat, dan bila biji ditekan tampak bekas melekuk. Pada skala usaha komersial, panen tongkol jagung umumnya dilakukan setelah mencapai stadium tua (matang fisiologis), karena biji-bijinya akan dikeringkan (Rukmana, 1997).
Universitas Sumatera Utara
Waktu panen yang terlalu awal atau tongkol belum mencapai matang fisiologis dapat menyebabkan penurunan kualitas produksi, yaitu persentasi butir muda cukup tinggi dan daya simpannya rendah. Sebaliknya panen jagung yang terlambat menyebabkan kerusakan biji akibat deraan lingkungan dan terserang hama. Panen pada musim hujan sering menyebabkan biji jagung berjamur (Rukmana, 1997). 2.2 Landasan Teori 2.2.1 Efisiensi Produksi Produksi komoditas pertanian merupakan hasil proses dari lahan pertanian dalam arti luas berupa komoditas pertanian (pangan, hortikultura, perkebunan, peternakan dan perikanan) dengan berbagai pengaruh faktor-faktor produksi. Produksi hasil komoditas pertanian (on-farm) sering disebut korbanan produksi karena faktor produksi tersebut dikorbankan untuk menghasilkan komoditas pertanian (Rahim dan Diah, 2008). Faktor produksi memang sangat menentukan besar-kecilnya produksi yang diperoleh. Dalam berbagai pengalaman menunjukkan bahwa faktor produksi lahan, bibit, pupuk, pestisida, dan tenaga kerja adalah faktor produksi terpenting diantara faktor produksi yang lain. Hubungan antara faktor produksi (input) dan produksi (output) biasanya disebut dengan fungsi produksi atau juga disebut factor relationship (Soekartawi, 1999). Petani yang maju dalam melakukan usahatani akan selalu berpikir bagaimana mengalokasikan input atau faktor produksi seefisien mungkin untuk memperoleh
Universitas Sumatera Utara
produksi yang maksimum. Jika dihadapkan dengan keterbatasan biaya dalam melaksanakan usahataninya, petani perlu mencoba meningkatkan keuntungan dengan faktor biaya usahatani yang terbatas atau dengan kata lain bagaimana meningkatkan produksi usahataninya dengan biaya input yang sekecil-kecilnya (Rahim dan Diah, 2008). Efisiensi merupakan suatu cara yang digunakan dalam proses produksi dengan menghasilkan output yang maksimal dengan menekan pengeluaran produksi serendah-rendahnya terutama bahan baku atau dapat menghasilkan output produksi yang maksimal dengan sumberdaya yang terbatas. Dalam konsep efisiensi produksi ini, dikenal adanya efisiensi teknik, efisiensi harga, dan efisiensi ekonomis (Doll and Orazem, 1984). Efisiensi teknik mencakup hubungan antara input dan output. Menurut Miller dan Meiners dalam Togatorop (2010), efisiensi teknik mensyaratkan adanya proses produksi yang dapat memanfaatkan input yang sedikit demi menghasilkan output dalam jumlah yang sama. Efisiensi teknik dalam usahatani jagung dipengaruhi oleh kuantitas penggunaan faktor-faktor produksi. Kombinasi dari luas lahan, bibit, pupuk, pestisida dan tenaga kerja dapat mempengaruhi tingkat efisiensi teknik. Proporsi penggunaan masing-masing faktor produksi tersebut berbedabeda pada setiap petani. Efisiensi harga atau alokatif menunjukkan hubungan biaya dan output. Efisiensi harga tercapai jika petani mampu memaksimalkan keuntungan yaitu menyamakan nilai produksi marjinal setiap faktor produksi dengan harganya. Petani mendapatkan keuntungan yang besar dari usahataninya, misalnya karena pengaruh
Universitas Sumatera Utara
harga, maka petani tersebut dapat dikatakan mengalokasikan input usahataninya secara efisiensi harga (McEachern dalam Togatorop, 2010). Efisiensi ekonomis terjadi apabila efisiensi teknis dan efisiensi harga tercapai. Efisiensi ekonomis dalam usahatani jagung dipengaruhi oleh harga jual produk dan total biaya produksi / total cost (TC) yang digunakan. Harga jual produk akan mempengaruhi total penerimaan / total revenue (TR). Usahatani jagung dikatakan efisiensi secara ekonomis jika usahatani tersebut semakin menguntungkan (Soekartawi dalam Togatorop, 2010). Menurut Soekartawi (1994), efisiensi teknik dan efisiensi harga dapat dilakukan secara bersamaan dengan cara jika petani mampu meningkatkan produksinya dengan tinggi dengan harga faktor produksi yang dapat ditekan tetapi mampu menjual hasil produksinya dengan harga tinggi. Situasi demikian sering disebut dengan efisiensi ekonomis. Dengan kata lain, petani mampu menjalankan efisiensi teknik, efisiensi harga dan efisiensi ekonomis secara bersamaan. Dalam menganalisis efisiensi, maka variabel baru yang harus dipertimbangkan dalam model analisanya adalah variabel harga. Oleh karena itu ada dua hal yang harus diperhatikan sebelum analisa efisiensi dilakukan, yaitu: a. Tingkat transformasi antara input dan output dalam fungsi produksi, dan b. Perbandingan antara harga input dengan harga output sebagai upaya untuk mencapai indikator efisiensi.
Universitas Sumatera Utara
Dalam pengertian yang seperti ini, maka produktivitas usaha pertanian semakin tinggi bila produsen mengalokasikan faktor produksi secara efisiensi teknis dan efisiensi harga yang efisien (Soekartawi, 1994). Dalam usahatani, petani akan mengeluarkan biaya produksi yang besarnya biaya produksi tersebut tergantung kepada komponen biaya yang dikeluarkan petani seperti harga input produksi, upah tenaga kerja dan besarnya produksi usahatani. Oleh karenanya, dalam menghitung tingkat efisiensi suatu usaha sangat diperlukan data mengenai biaya-biaya produksi suatu usaha dan tingkat produktivitas usahanya (Soekartawi, 1995). 2.2.2 Teori Produksi Menurut Soekartawi (1994), hubungan antara input dan output secara matematik dapat dituliskan dengan menggunakan analisis fungsi Coob-Douglas. Fungsi produksi Coob-Douglas adalah suatu fungsi atau persamaan yang melibatkan dua atau
lebih
variabel
(variabel
bebas/independent
variable
dan
variabel
terikat/dependent variable). 𝑌 = 𝑎𝑋1 𝑏 𝑋2 𝑐 𝑋3 𝑑 𝑋4 𝑒 𝑋5 𝑓 𝑒 𝜋 Untuk menaksir parameter-parameternya harus ditransformasikan dalam bentuk logaritma natural sehingga merupakan bentuk linear berganda (multiple linear) : 𝑌 = ln 𝑎 + b ln 𝑋1 + 𝑐 ln 𝑋2 + 𝑑 ln 𝑋3 + 𝑒 ln 𝑋4 + 𝑓 ln 𝑋5 + 𝑒 Teori produksi menggambarkan kaitan antara tingkat produksi suatu barang dengan jumlah input yang digunakan untuk menghasilkan berbagai tingkat
Universitas Sumatera Utara
produksi. Dalam teori produksi ada beberapa konsep yang perlu diketahui antara lain, produk total (total product/TP), produk rata-rata (average product/AP), dan produk marjinal (marginal product/MP). Produk total adalah jumlah produk yang dihasilkan dengan menggunakan input. Produk rata-rata adalah rata-rata produk yang dihasilkan setiap input. Produk marjinal adalah tambahan jumlah produk yang diakibatkan oleh tambahan input yang digunakan (Bangun, 2007). Model yang sering digunakan dalam fungsi produksi, terutama fungsi produksi klasik adalah the law of deminishing return. Model ini menjelaskan hubungan TP, AP, MP yang mengikuti hukum pertambahan hasil yang semakin berkurang. Bila input dari salah satu sumber daya dinaikkan dengan tambahan yang sama per unit waktu, sedangkan input dari sumber daya yang lain dipertahankan agar tetap konstan, produk akan meningkat diatas suatu titik tertentu, tetapi peningkatan output tersebut cenderung mengecil (Rahim dan Diah, 2008). Dengan demikian pada hakekatnya the law of deminishing return menyatakan bahwa perkaitan diantara tingkat produksi dan jumlah suatu input produksi yang digunakan dapat dibedakan dalam tiga tahap yaitu: a. Tahap pertama, produksi total mengalami pertambahan yang semakin cepat. b. Tahap kedua, produksi total yang pertambahannya semakin kecil, dan c. Tahap ketiga, produksi total semakin lama semakin berkurang.
Universitas Sumatera Utara
Hukum the law of deminishing return dapat dilihat pada kurva berikut: Y
c
b TP a
X Y
Tahap I
Tahap II
Tahap III
a b
c AP X MP
Gambar 1. Kurva Total Produksi, Produksi Rata-Rata, dan Produksi Marginal
Gambar 1 menunjukkan hubungan diantara jumlah produksi dan jumlah input produksi yang digunakan untuk menghasilkan produk tersebut (Salvatore, 2001). Pada tahap I, ketika penambahan pemakaian input, TP naik dengan mengikuti increasing return sampai titik balik yaitu titik a. MP naik dan mencapai nilai maksimum di titik a, AP juga naik. Penambahan input menyebabkan penambahan produk yang lebih banyak sehingga MP > AP dan besarnya elastisitas produksi > 1. Titik a merupakan titik balik kurva MP dari increasing ke decreasing. Apabila
Universitas Sumatera Utara
input ditambahkan, TP akan naik melewati titik a tetapi tidak akan menambah produksi secepat sebelumnya. Keadaan ini digambarkan oleh kurva MP yang terus menurun dan kurva TP yang mulai cembung ke atas. Kurva AP terus naik sampai mencapai titik maksimalnya di b dan kurva MP memotong kurva AP d titik b, pada saat ini MP = AP dan besar elastisitas produksi = 1 (Rahim dan Diah, 2008). Perpotongan diantara kurva MP dan AP menggambarkan permulaan dari tahap kedua, produksi rata-rata mencapai tingkat yang paling tinggi. Pada tahap ini, penggunaan input produksi dikatakan efisien dikarenakan jumlah input produksi yang digunakan sesuai dengan hasil produksi yang optimal. Sesudah perpotongan tersebut, kurva AP menurun ke bawah yang menggambarkan bahwa AP semakin sedikit/kecil dan MP < AP. Kurva TP akan meningkat sampai mencapai titik maksimalnya di titik c (Sukirno, 2000). Pada tahap ketiga, kurva MP memotong sumbu X dan sesudahnya kurva tersebut di bawah sumbu X. Keadaan ini menggambarkan bahwa produksi marginal mencapai angka negatif. Kurva TP mulai menurun, menggambarkan bahwa produksi semakin berkurang apabila lebih banyak input yang digunakan. Kurva AP juga menurun dan bila diteruskan nilai AP akan semakin kecil. Keadaan pada tahap ini menggambarkan bahwa input produksi yang digunakan jauh melebihi daripada yang diperlukan untuk menjalankan kegiatan produksi tersebut secara efisien (Sukirno, 2010). 2.2.3 Penerimaan dan Pendapatan Usahatani Penerimaan usahatani adalah perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual produk. Dalam menghitung total penerimaan usahatani perlu
Universitas Sumatera Utara
dipisahkan antara analisis parsial usahatani dan analisis simultan usahatani. Jika sebidang lahan ditanami berbagai macam tanaman, maka disebut analisis keseluruhan usahatani. Sebaliknya, jika hanya satu tanaman yaitu jagung yang diteliti, maka analisisnya disebut analisis parsial usahatani. Penerimaan total atau pendapatan kotor ialah nilai produksi secara keseluruhan sebelum dikurangi biaya produksi. Pendapatan bersih usahatani merupakan selisih antara penerimaan dan semua biaya atau total biaya. Petani dalam memperoleh pendapatan bersih yang tinggi maka petani harus mengupayakan penerimaan yang tinggi dan biaya produksi yang rendah. (Rahim dan Diah, 2008). 2.2.4 Return Cost Ratio (R/C) dan Break Even Point (BEP) Untuk melihat apakah suatu usahatani menguntungkan atau tidak, dapat digunakan kriteria R/C (Return Of Cost Ratio). R/C dikenal sebagai perbandingan atau nisbah antara penerimaan dan total biaya. BEP (Break Event Point) adalah titik pulang pokok dimana total revenue sama dengan total cost. BEP digunakan untuk melihat pada tingkat harga berapa dan volume produksi berapa usahatani tersebut balik modal. Untuk menghitung BEP volume produksi adalah total biaya dibagi dengan harga jual. Untuk menghitung BEP harga produksi adalah total biaya dibagi dengan jumlah produksi. 2.3 Kerangka Pemikiran Dalam proses produksi usahatani jagung, diperlukan faktor-faktor produksi seperti tenaga kerja, bibit, pupuk dan pestisida untuk menghasilkan jagung. Input
Universitas Sumatera Utara
produksi yang digunakan berpengaruh pada proses produksi, tingkat biaya produksi dan keberhasilan usahatani. Oleh karena itu, usahatani perlu dilakukan secara efektif dan efisien yang bertujuan untuk memperoleh hasil yang maksimum pada waktu tertentu. Dikatakan efektif bila petani dapat mengalokasikan sumber daya yang mereka miliki sebaik-baiknya, dan dapat memanfaatkan sumberdaya yang mereka miliki agar menghasilkan keluaran yang maksimal sehingga dapat dikatakan efisien. Efisiensi harus dilaksanakan sebaik mungkin agar biaya faktor-faktor produksi selama proses produksi dapat ditekan seminimal mungkin sehingga output yang dihasilkan tidak memerlukan biaya yang tinggi. Dengan adanya analisis efisiensi ini, dapat memberikan solusi dalam pemanfaatan faktor-faktor produksi untuk bisa menghasilkan produksi yang tinggi pula. Hasil produksi usahatani tersebut yaitu jagung, kemudian dijual pada tingkat harga yang berlaku pada waktu panen. Hasil penjualan jagung tersebut merupakan penerimaan petani dari usahataninya. Untuk mengetahui pendapatan bersih, maka penerimaan bersih dikurangi dengan biaya produksinya. Perbandingan antara penerimaan dengan biaya dapat menunjukkan efisiensi usahatani tersebut sudah baik atau tidak. BEP harga dan BEP volume juga dapat diketahui, pada saat harga dan volume berapa usahatani tersebut tidak untung dan tidak rugi atau biasa disebut balik modal sehingga petani tidak rugi dalam menjalankan usahataninya. Dengan menekan biaya produksi dan mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya, petani telah melakukan prinsip efisiensi. Adapun skema kerangka pemikiran dari penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 2.
Universitas Sumatera Utara
Yang mempengaruhi produksi: 1. Jumlah Tenaga kerja (orang) 2. Jumlah Bibit (kg) 3. Jumlah Pupuk 4. Jumlah pestisida
Produksi
Harga
Efisiensi Produksi
R/C Penerimaan
BEP harga dan volume
Biaya Produksi
Pendapatan
Keterangan: Pengaruh Hubungan
Gambar 2. Skema Kerangka Pemikiran Analisis Efisiensi Produksi dan Pendapatan Usahatani Jagung
Universitas Sumatera Utara
2.4 Hipotesis Penelitian 1. Usahatani jagung di daerah penelitian adalah efisien secara teknis dan harga. 2. Jumlah penerimaan usahatani jagung di daerah penelitian lebih besar dari jumlah biaya produksinya. 3. Usahatani jagung di daerah penelitian menguntungkan dengan nilai R/C > 1.
Universitas Sumatera Utara