BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Pustaka 1. Hakikat Kemampuan Meresepsi Teks Cerpen a. Pengertian Kemampuan Kemampuan adalah kecakapan, ketangkasan, bakat, kesanggupan, tenaga untuk melakukan suatu perbuatan. Uno (2008:78) mendefinisikan kemampuan adalah merujuk pada kinerja seseorang dalam suatu pekerjaan yang bisa dilihat dari pikiran, sikap, dan perilakunya. Seseorang yang memiliki kemampuan terlihat dari bagaimana perilaku serta cara berpikirnya yang terlihat menonjol. Siswa yang memiliki kemampuan lebih maka memiliki dorongan internal dan eksternal. Siswa sedang belajar artinya usaha atau kemampuan untuk mengadakan perubahan tingkah laku. Perubahan tingkah laku merupakan indikator siswa telah mengalami proses belajar. Perubahan yang terjadi pada diri siswa dapat diindikasi melalui beberapa indikator atau unsur yang mendukung. Siswa yang memiliki kemampuan dapat menguasai dirinya untuk belajar dengan baik. Perubahanperubahan yang terjadi sebagai bukti keluaran hasil belajar dapat dikategorikan dengan ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Slameto (2010:56) mengemukakan bahwa kemampuan adalah kecakapan yang terdiri dari tiga jenis yaitu kecakapan untuk menghadapi dan menyesuaikan kedalam situasi yang baru dengan cepat dan efektif, mengetahui/menggunakan konsep-konsep
yang
abstrak
secara
efektif,
mengetahui
relasi
dan
mempelajarinya dengan cepat. Tingkat kemampuan dapat dilihat dari kecakapan yang dimiliki. Seseorang dapat dikatakan memiliki kemampuan apabila dalam dirinya terdapat tiga jenis kecakapan tersebut. Mulyasa (2014:67) mendefinsikan kemampuan atau skill adalah sesuatu yang dimiliki oleh individu untuk melakukan tugas atau pekerjaan yang dibebankan kepadanya. Senada dengan pendapat tersebut, Robbins (2007:57) mengartikan kemampuan artinya kapasitas seseorang untuk melakukan beragam tugas atau pekerjaan. Kemampuan dapat dibagi atas kemampuan intelektual dan
9
10
kemampuan fisik. Kemampuan intelektual merupakan kemampuan untuk melakukan berbagai aktifitas berfikir, bernalar, dan memecahkan masalah. Kemampuan fisik berupa kemampuan untuk melakukan kegiatan yang menuntut stamina, keterampikan psikomotor, dan kekuatan. Arikunto (2013:32) memaparkan bahwa kompetensi adalah kemampuan dengan demikian ada persamaan antara kemampuan dengan kompetensi. Kompetensi merupakan seperangkat tindakan penuh tanggungjawab yang dimiliki oleh seseorang sebagai kriteria untuk dianggap mampu melaksanakan tugas tertentu. Wujud dari kompetensi seseorang dapat dilihat dari kinerja dalam menjawab pertanyaan atau melakukan sesuatu. Kemampuan atau kompetensi termasuk dalam ranah atau aspek kognitif. Kemampuan membawa siswa melakukan aktivitas berpikir seperti mengingat, memahami,
menganalisis,
menghubungkan,
mengkonseptualisasi,
dan
memecahkan masalah. Kemampuan menurut Nurgiantoro (2011:57) memiliki tingkatan dari aktivitas sederhana hingga menuntut kerja intelektual yang tinggi yaitu, ingatan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi. Kemampuan atau kompetensi bersastra dapat diukur seperti pada pengukuran kompetensi berbahasa. Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kemampuan adalah kecakapan, ketangkasan, kesanggupan, kinerja, dan kompetensi untuk melakukan suatu perbuatan, kegiatan, atau pekerjaan. Belajar merupakan bukti adanya usaha atau kemampuan untuk melakukan perubahan tingkah laku. Tingkatan kemampuan dari senderhana sampai tinggi berupa ingatan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi.
b. Pengertian Meresepsi Resepsi berasal dari bahasa latin recipere yang berarti resepsi atau penerimaan pembaca. Resepsi sastra mengalami perkembangan oleh beberapa ahli mulai dari Mukarovsky, Jauss, Iser, dan Segers. Resepsi sastra merupakan ajaran yang menyelidiki teks sastra dengan dasar reaksi pembaca yang riil terhadap suatu teks sastra. Pembaca memberikan arti dan makna yang sesungguhnya kepada karya sastra bukan pengarang. Resepsi sastra lahir karena
11
adanya ketidakpuasan struktural murni yang hanya mampu menjelaskan makna karya sastra dari aspek permukaan saja. Kajian struktural sering melupakan aspek pembaca sebagai penerima makna atau pemberi makna. Menurut Susanto (2012:209) secara umum resepsi menekankan pada persoalan pembaca. Persoalan yang terjadi adalah adanya hubungan antara pembaca, teks, dan penciptanya. Pembaca dalam proses interaksi dengan karya, pengaran, dan pembaca lainnya terikat berbagai faktor, kondisi, dan situasi yang meliputinya. Setiap pembaca memiliki pengalaman dan pengetahuan yang berbeda-beda terhadap teks sastra yang dibaca. Resepsi sastra juga sebagai wujud atau realisasi konkretisasi dari komunikasi yang berupa tanggapan pembaca. Sambutan pembaca dikategorikan menjadi empat katrgori. Pertama, pembaca memberikan tanggapannya berupa tanggapan, kritik, dan pemaknaan teks secara tertulis maupun lisan. Kedua, hasil sambutan diwujudkan dalam bentuk penciptaan teks yang lain. Ketiga, pembaca menuliskan ulang, mengedit, dan menerbitkan kembali. Keempat, sambutan diwujudkan melalui sikap atau efek psikologis dari pembacaan teks. Wahyuningtyas (2011:36) mendefiniskan resepsi sastra adalah kualitas keindahan yang timbul sebagai akibat hubungan antar karya sastra dengan pembaca. Resepsi sastra berorientasi pada hubungan pengarang, karya sastra, dan pembaca. Meresepsi teks sastra dapat dilakukan dengan melakukan kongkretisasi yakni mengadakan perbedaan antara fungsi yang diintensikan dan fungsi direalisasikan. Fungsi intensi digunakan untuk menemukan maksud pengarang yang sesungguhnya. Fungsi realisasi merupakan reaksi pembaca terhadap karya sastra yang dapat diteliti secara empiris. Menurut Mukarovsky dalam Wahyuningtyas (2011:36) meresepsi sastra adalah pemahaman dengan memberikan perhatian pada pembaca. Lebih lanjut, Mukarovsky menjelaskan resepsi sastra berhubungan dengan fungsi-fungsi estetis atau nilai sebagai fakta-fakta sosial. Norma estetis bukan semata-mata dihasilkan melalui struktur intrinsik tetapi lebih dominan justru melalui kontak dengan pembacanya. Pembaca dalam teori resepsi bukan sebagai individu melainkan sebagai supraindividu. Resepsi sastra pada dasarnya berorientasi pada efek karya sastra dan sikap pembacanya.
12
Teori resepsi menurut Ratna (2010:203) diartikan sebagai penerimaan, penyambutan, tanggapan, reaksi, dan sikap pembaca terhadap suatu karya sastra. Penilaian resepsi sastra dilakukan berdasarkan latar belakang historis pembaca. Resepsi sastra dibedakan menjadi dua yakni resepsi diakronis dan resepsi sinkronis. Resepsi sastra diakronis berkaitan dengan pembaca sepanjang zaman sedangkan resepsi sastra sinkronis berkaitan dengan penelitian dengan pembaca sezaman. Konsep-konsep yang diintroduksi dalam teori resepsi menurut Ratna (2010:207) adalah kongkretisasi, kompetensi pembaca, dan horison harapan. Kompetensi pembaca merupakan konvensi dari dalam diri pembaca dalam rangka memahami karya sastra. Dengan demikian, dalam meresepsi sastra pembaca memiliki
kemampuan
memhami
suatu
karya
sastra
sesuai
dengan
pemahamannya. Pradopo (2005:234) memaparkan bahwa tanggapan suatu karya sastra dari seseorang ke seseorang dan dari periode ke periode selalu berbeda karena perbedaan horizon. Perbedaan pemaknaan setiap pembaca disebabkan karena tiga hal yakni, norma-norma dari teks yang dibaca oleh pembaca, pengalaman teks yang dibaca sebelumnya, dan perbedaan antara fiksi dan kenyataan. Kemampuan pembaca untuk memahami memiliki tingkatan yang berbeda-beda sehingga pemaknaan atau resepsi terhadap suatu karya sastra berbeda pula. Pembaca dapat melakukan resepsi sastra dengan menguasai karya sastra secara struktural (Endraswara, 2004:115) sebagai langkah awalnya. Selanjutnya pembaca dapat mereaksi karya sastra yang dibacanya baik berupa rekasi positif maupun negatif. Reaksi pembaca dalam hal ini adalah anggapan pembaca mengenai kebermutuan suatu sastra yang telah dibacanya. Pengalaman sastra pembaca memengaruhi harapan yang dimiliki tentang teks yang dibaca di saat mendatang. Resepsi sastra menurut Endraswara (2004:118) adalah menerima atau penikmatan karya sastra oleh pembaca. Karya sastra dianggap sukses apabila pembaca merasa nyaman atau nikmat dalam memahami karya sastra. Hubungan antara teks dan pembaca menjadi fokus utama penelitian. Proses antara teks dan pembaca diarahkan pada interpretasi pembacaan teks sastra. Proses tersebut
13
berkaitan dengan evaluasi pembaca dengan memberikan value judgement pada teks yang dibaca. Pembaca dapat mereaksi sebuah karya sastra setelah membacanya dengan ekspresi menangis, tertawa, bersedih, dan sebagainya. Pembaca telah melakukan proses resepsi terhadap karya sastra apabila mampu menggerakkan pembacanya. Pertimbangan yang perlu diperhatikan dalam melakukan resepsi sastra menurut Endraswara (2004:118) sebagai berikut. Pertama, nilai informasi suatu teks perlu diperhatikan. Karya sastra memberikan informasi dan mampu diterima oleh pembaca tergantung pada pengetahuan pembaca terhadap penguasaan kodekode dalam karya sastra. Kedua, kode dalam karya sastra bukan sekedar kode linguistik sehingga memerlukan penafsiran yang mendalam. Ketiga, karya sastra berkonteks pada pembaca. Aspek resepsi terdiri dari reaksi pembaca dan tanggapan pembaca menurut Endraswara (2004:119). Reaksi pembaca dapat berupa reaksi positif maupun negatif. Reaksi positif pembaca akan merasa senang, gembira, tertawa, dan segera mereaksi dengan perasaannya. Reaksi pembaca terhadap teks sastra juga dapat berupa sikap dan tindakan untuk memproduksi, menciptakan, dan meringkas karya sastra yang dibaca. Reaksi negatif dapat berupa sedih, menangis, jengkel, bahkan antipati terhadap teks. Tanggapan pembaca pada dasarnya sampai pada pemaknaan teks sastra. Pembaca membuat konkretisasi berdasarkan pengalaman yang telah dimilikinya. Horison penerimaan pembaca menurut Jauss dalam Endraswara (2004:123) dibagi menjadi dua yaitu bersifat estetis dan tak estetik (di luar teks sastra). Penerimaan yang bersifat estetis berupa penerimaan unsur-unsur struktur pembangun karya sastra. Unsur-unsur pembangun karya sastra terdiri dari tema, alur, gaya bahasa, tema, tokoh, penokohan, latar, dan sudut pandang. Penerimaan yang bersifat tak estetik berupa sikap pembaca, pengalaman pembaca, situasi pembaca, dan sebagainya. Pemahaman terhadap karya sastra membutuhkan kedua sisi resepsi sastra. Resepsi sastra menurut Segers (2000:35) adalah suatu ajaran yang menyelidiki teks sastra dengan dasar reaksi pembaca yang riil dan mungkin terhadap suatu teks sastra. Ada dua cabang teori umum mengenai resepsi.
14
Pertama, kecenderungan teks historis artinya fokus kajian resepsi teks sastra dari awal munculnya hingga terkini. Kedua, teks-teks yang dikaji adalah teks yang mutakhir dan fokus pada masalah-masalah umum pembaca. Menurut Jauss dalam Segers (2000:35) dalam cakrawala harapan dapat mempengaruhi
tingkat
penerimaan
pembaca.
Pembaca
yang
memiliki
pengalaman dan pengetahuan sastra dapat mempengaruhi harapan yang dia miliki tentang teks yang dibaca mendatang. Ada perbedaan antara fiksi dan kenyataan dalam kehidupan pembaca. Kemampuan pembaca yang baik adalah pembaca yang dapat menerima teks baru dengan pengalaman dan pengetahuan yang sempit. Penilaian sebuah teks sastra terletak pada seberapa jauh teks memenuhi atau melampaui harapan pembaca tertentu saat diterbitkan. Ada beberapa komponen yang mempengaruhi cakrawala harapan menurut Segers (2000:42) yakni jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan, tempat tinggal, agama, sikap dan norma pembaca, kompetensi sastra dan linguistik, pengalaman analisis, lingkungan dan fasilitas, serta situasi pembaca. Setiap komponennya memiliki pengaruh yang berbeda-beda dalam resepsi sastra. Komponen yang memberikan pengaruh paling besar tergantung pada bentuk dan konteks teks yang dibaca. Artinya teks yang dibaca juga memberikan pengaruh pada penerimaan pembaca. Berdasarkan pendapat tersebut resepsi sastra merupakan penerimaan pembaca terhadap suatu karya sastra. Pembaca memberikan penerimaan, reaksi, pemahaman, penyambutan, tanggapan, sikap, dan menikmati terhadap karya sastra. Rekasi pembaca dapat berupa reaksi positif maupun negatif. Meresepsi karya sastra dilakukan berdasarkan aspek bersifat estetis dan tak estetik. Aspek estetis berupa unsur pembangun karya sastra dan aspek tak estetik unsur diluar karya sastra. Setiap pembaca memiliki pemaknaan yang berbeda-beda karena adanya perbedaan horison harapan atau cakrawala harapan.
c. Pengertian Teks Cerpen Cerpen memiliki banyak definisi yang dipaparkan oleh banyak pakar. Cerpen atau cerita pendek merupakan salah satu bentuk karya fiksi. Menurut Hudson melalui Waluyo (2011:4) mendefinisikan cerpen adalah a short story
15
must contain one and only informing idea, and that this idea must be worked out to its logical conclusion with absolute singleness of aim and directness of method. Artinya cerpen adalah sebuah cerita pendek yang harus mengandung satu dan hanya satu ide atau tema yang akan disampaikan dan ide/tema tersebut harus menciptakan kesimpulan yang logis dengan satu tujuan yang mutlak dan metode yang jelas. Cerpen berbentuk prosa naratif yang memiliki satu ide atau tema, mudah atau ringan dibaca, satu setting atau latar, dan terdiri dari kurang lebih 3000 kata. Cerpen didefinisikan Priyatni (2011:57) sebagai salah satu bentuk karya fiksi yang memperlihatkan sifat yang serba pendek, baik peristiwa, isi cerita, jumlah pelaku dan jumlah kata yang digunakan. Ukuran pendek dalam cerpen apabila dibandingkan dengan novel. Cerpen cenderung membatasi diri pada waktu yang pendek daripada menunjukkan kematangan dalam menceritakan watak tokoh. Cerpen lebih menonjolkan peristiwa dalam satu episode atau situasi tertentu saja. Ada perbedaan mendasar antara cerpen dengan novel yang telah berevolusi dan berkembang lebih dari sekadar perbedaan ukuran (Stanton, 2007:76). Cerpen mampu mengungkap sebuah makna yang besar melalui sepotong kejadian. Cerpen memiliki bentuk yang padat, jumlah kata lebih sedikit dari novel, dan pengarang menciptakan karakter, latar, serta tindakannya secara bersamaan. Pada umumnya cerpen dilengkapi detail-detail yang terbatas sehingga pengambaran karakter tokoh, hubungan atar tokoh, keadaan sosial yang rumit, dan peristiwa tidak sedalam novel. Pendapat lain menurut Nurgiantoro (2010:10-11) cerpen adalah cerita yang memiliki ukuran panjang cerita yang lebih pendek daripada novel. Ukuran panjang pendek dalam cerpen tidak ada kesepakatan diantara para pengarang dan para ahli. Ada cerpen yang pendek (short short story), cukupan (midle short story), dan panjang (long short story). cerpen memiliki ciri khas yakni kemampuannya mengemukakan secara lebih banyak, secara implisit dari sekedar apa yang diceritakan. Unsur-unsur dalam cerpen tidak berbeda dengan novel, analisisnya juga tidak berbeda dengan novel. Cerpen memuat peristiwa, isi, cerita, jumlah tokoh, dan jumlah kata yang lebih sedikit daripada novel.
16
Berdasarkan beberapa penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa cerpen adalah karangan yang berisi cerita dengan panjang cerita lebih pendek daripada novel. Penggambaran detail-detainya terbatas hanya terdiri dari satu tema, beberapa tokoh, dengan latar yang sempit, dan alur lebih sederhana daripada novel. Berdasarkan penjelasan-penjelasan di atas dapat disintesiskan hakikat kemampuan meresepsi teks cerpen adalah kecakapan, ketangkasan, kesanggupan, kinerja, dan kompetensi untuk melakukan penerimaan terhadap teks cerita pendek. Tingkatan kemampuan meresepsi teks cerpen ditandai dengan kompetensi siswa yang dilakukan dalam rangka melakukan penerimaan, mereaksi, memahami, menanggapi, menyikapi, dan menikmati teks cerpen. Meresepsi karya sastra dilakukan berdasarkan aspek estetis dan tak estetik. Aspek estetis berupa unsur pembangun karya sastra dan aspek tak estetik unsur diluar karya sastra.
2. Hakikat Penguasaan Unsur Intrinsik Penguasaan dapat diartikan juga sebagai pemahaman atau kesanggupan untuk menguasai sesuatu. Penguasaan menurut Arifin (2013:21) merupakan jenjang kemampuan yang menuntut siswa untuk memahami atau mengerti tentang materi pelajaran yang disampaikan guru dan dapat memanfaatkannya tanpa harus menghubungkannya dengan hal lain. Kemampuan untuk menguasai pelajaran ditandai dengan kemampuan siswa untuk menafsirkan, menjelaskan, memberikan contoh, dan menyimpulkan. Pendapat selanjutnya penguasaan menurut Sukiman (2012:57) adalah tingkat kemampuan yang mengharapkan siswa mampu menguasai, memahami arti atau konsep, situasi, serta fakta yang diketahuinya. Siswa tidak hanya hafal materi pelajaran secara verbal tetapi memahami konsep dari masalah atu fakta yang ditanyakan. Penguasaan atau pemahaman memiliki tingkat kemampuan yang lebih tinggi dari pengetahuan karena pengetahuan diperlukan untuk menguasai dan memahami materi. Penguasaan
merupakan
kemampuan
seseorang
untuk
mengenali,
mengetahui, dan memahami sesuatu yang dapat diwujudkan baik melalui teori
17
maupun praktik. Penguasaan dapat dicapai dengan mengerti atau memahami materi atau konsep sehingga mampu menerapkannya. Penguasaan berbahasa bertujuan untuk meningkatkan kemahiran dalam penggunaan bahasa. Seseorang dapat dikatakan menguasai bahasa dilihat dari penggetahuan dan penggunaan kaidah-kaidah kebahasaan dengan benar menurut Pringgawidagda (2002:13). Cerpen sebagai salah-satu karya sastra memiliki unsur-unsur intrinsik. Penguasaan karya sastra dapat dilakukan dengan mengetahui makna dari karya sastra yang dipelajari. Makna karya sastra tidak secara langsung dapat dipahami tetapi harus ditelaah dengan usaha menganalisis unsur-unsurnya. Pemahaman terhadap suatu karya sastra semakin mendalam dengan melakukan telaah teori sastra menurut Waluyo (2011:29). Proses memahami isi cerita dapat dilakukan dengan menguasai unsurunsurnya. Unsur-unsur intrinsik menurut Nurgiantoro (2010:12) adalah unsurunsur pembangun cerpen terdiri dari tema, plot, penokohan, latar, dan sudut pandang. Penguasaan unsur intrinsik dapat disimpulkan bahwa kemampuan siswa dalam memahami karya sastra (cerpen) melalui unsur intrinsik yakni tema, plot, penokohan, latar, dan sudut pandang.
a. Tema Setiap karya sastra memiliki gagasan pokok atau tema menurut Waluyo (2011:7). Tema karya sastra dapat diketahui melalui judul atau petunjuk setelah judul. Akan tetapi, langkah yang lebih mendalam dapat dilakukan melalui pembacaan karya sastra yang dapat dilakukan beberapa kali. Menurut Kenney dalam Waluyo (2011:7) tema adalah arti dari cerita, tema tidak hanya tujuan yang tertutup pada makna moral dari cerita, moral juga bukan subjeknya, dan bukan ilustrasi cerita, dan bukan makna yang tersembunyi. Pemahaman tema tidak dapat dicapai tanpa memahami keseluruhan cerita secara holistis. Ratna (2014:257-258) mendefinsikan tema secara ringkas adalah masalah pokok dalam cerita. Tema dalam karya sastra menjelaskan bahwa tema dalam karya sastra melukiskan masalah pokok dan isi secara keseluruhan yang tercermin dalam judul serta dijabarkan melalui narasi dari awal hingga akhir cerita. Selain itu, tema juga merupakan simpulan dari apa yang telah ditulis.
18
Pengarang tidak harus mengangkat tema karya sastra dengan topik yang berat tetapi dapat menggunakan tema sederhana tergantung dari cara pengarang melukiskan cerita dan menggunakan unsur lainnya. Periode mempengaruhi pengarang dalam menentukan tema, tergantung pada masa dimana pengarang hidup dan idealisme pengarang. Stanton (2007:41) memaparkan bahwa tema merupakan elemen yang relevan dengan setiap peristiwa dan detail sebuah cerita. Tema mengacu pada aspekaspek kehidupan sehingga nantinya ada nilai-nilai tertentu yang melingkupi cerita. Lebih lanjut Stanton (2007:41) mendefinisikan tema adalah makna yang dapat merangkum semua elemen dalam cerita dengan cara yang paling sederhana. Cara yang paling efektif untuk mengidentifikasi tema sebuah cerita melalui telaah secara teliti dan mendalam setiap konflik dalam cerita. Tema dalam cerpen hanya mengandung satu tema saja karena alurnya tunggal dan tokohnya terbatas. Nurgiantoro (2010:70) memandang tema sebagai dasar cerita atau gagasan dasar umum, yang ditentukan oleh pengarang digunakan untuk mengembangkan cerita. Tema sebagai dasar cerita, gagasan umum yang telah ditentukan sebelumnya oleh pengarang untuk mengembangkan cerita. Peristiwa, konflik, penokohan, latar, dan sudut pandang mencerinkan gagasan umum atau tema. Perbedaan tema dengan amanat menurut Waluyo (2011:7) adalah tema bersifat objektif, lugas, dan khusus, sedangkan amanat bersifat subjektif, kias, dan umum. Objektif berarti setiap pembaca dapat menafsirkan tema dengan tafsiran yang sama. Amanat dalam karya sastra dapat ditafsirkan berbeda-beda oleh setiap pembacanya. Tema cerita terdiri dari lima jenis (Waluyo, 2011:8) yaitu, (1) tema yang bersifat fisik atau berkaitan dengan kebutuhan fisik manusia, (2) tema organik atau moral berkaitan dngan hubungan antara manusia, (3) tema sosial berkaitan dengan permasalahan dalam masyarakat, (4) tema egoik atau reaksi individual berkaitan dengan pengungkapan perasaan pribadi, (5) tema divine atau ketuhanan berkaitan dengan hubungan manusia dengan Tuhan. Stanton (2007:44) merinci kriteria-kriteria tema sebuah cerita harus memenuhi persyaratan yaitu, (1) mempertimbangkan berbagai detail yang menonjol dalam cerita, (2) tidak terpengaruh oleh berbagai detail cerita yang
19
saling kontradiksi, (3) memiliki bukti-bukti yang jelas, dan (4) mampu menguraikan secara jelas cerita yang bersangkutan. Kisi-kisi menafsirkan tema karya sastra menurut Waluyo (2011:9) sebagai berikut: (1) jangan sampai bertentangan dengan setiap rincian cerita; (2) dapat dibuktikan secara langsung dalam teks; (3) penafsiran tidak hanya berupa perkiraan tetapi telaah mendalam; (4) tema cerita berkaitan dengan rincian cerita yang ditonjolkan atau disebutkan dalam judul karya sastra. Berdasarkan penjelasan sebelumnya dapat disimpulkan bahwa tema merupakan rangkuman berbagai elemen dalam cerita yang berupa dasar cerita atau gagasan utama pengarang. Seorang pengarang dapat mengembangkan cerita melalui sebuah tema. Cerita pendek hanya memiliki satu tema saja karena alur dan penokohannya terbatas. Sebuah cerita dengan tema yang baik memiliki berbagai kriteria salah satunya mampu menguraikan cerita secara jelas.
b. Alur Alur atau plot atau sering disebut kerangka cerita menurut Waluyo (2011:9) adalah jalinan cerita yang disusun dalam urutan waktu yang menunjukkan hubungan sebab dan akibat dan memiliki kemungkinan agar pembaca menebaknebak peristiwa yang akan datang. Menurut E.M Forster dalam Waluyo (2011:9) plot is a narrative of events, the emphasis falling on causality, artinya plot adalah sebuah peristiwa naratif, yang memiliki hubungan sebab akibat. Rangkaian peristiwa yang berupa urutan cerita dikembangkan menjadi konflik dalam cerita. Alur didefinisikan Stanton (2007:26)
merupakan rangkaian peristiwa-
peristiwa dalam sebuah cerita. Peristiwa hanya dihubungkan secara sebab akibat, peristiwa satu menjadi sebab atau mengakibatkan peristiwa yang lain. Alur dalam sebuah cerita memliki bagian awal, tengah, dan akhir yang nyata, meyakinkan, dan logis. Alur dapat menciptakan berbagai macam kejutan dan memunculkan serta mengakhiri ketegangan. Dua elemen dasar alur adalah konflik dan klimaks. Pendapat lain menurut Nurgiantoro (2010:12) alur atau plot cerpen pada umumnya berupa alur tunggal, hanya terdiri satu urutan peristiwa yang diikuti sampai cerita berakhir. Urutan peristiwa dapat dimulai dari mana saja, tidak harus dimulai dari tahap awal (perkenalan). Cerpen beralur tunggal memiliki konflik
20
yang dibangun dan klimaks yang diperoleh juga bersifat tunggal. Selanjutnya Nurgiantoro (2010:113-114) menjelaskan peristiwa-peristiwa dalam plot harus diolah dan disiasati dengan kreatif agar menjadi menarik. Plot menjadi cerminan atau perjalanan tingkah laku tokoh dalam bertindak, berpikir, berasa, dan bersikap dalam menghadapi kehidupan. Sebuah karya sastra terdapat plot yang memiliki rangkaian kejadian menurut Scholes dalam Waluyo (2011:10) meliputi, (1) awal cerita, (2) muncul permasalahan, (3) permasalahan dalam cerita meningkat, (4) permasalahan semakin rumit, (5) puncak cerita, (6) permasalahan mereda, dan (7) penyelesaian. Awal cerita dimulai dengan perkenalan tokoh-tokoh cerita, perwatakan, latar cerita, dan latar belakang tokoh. Eksposisi atau awal cerita khususnya cerita pendek hanya beberapa paragraf. Inciting moment atau mulainya permasalahan cerita muncul. Tahapan ini muncul elemen yang menyebabkan terjadinya permasalahan dan penyebab permasalahan menjadi semakin meningkat. Rising action atau permasalahan meningkat menjadi awal naiknya permasalahan dalam cerita dan terus meningkat sampai puncak permasalahan. Permasalahan semakin rumit atau complication berupa permasalahan dalam cerita yang paling berat bahkan terjadi secara bersamaan. Puncak cerita atau climax yaitu puncak dari kejadian-kejadian dan jawaban dari semua permasalahan yang tidak dapat meningkat lagi. Permasalahan mereda atau falling action dan penyelesaian atau denouement terjadi secara berurutan dan menjadi penanda berakhirnya cerita. Ada tiga jenis alur menurut Waluyo (2011:13) yakni, (1) alur maju, (2) alur sorot balik, dan (3) alur campuran. Alur maju atau garis lurus atau progresif atau konvensional merupakan alur cerita yang urutan peristiwanya berurutan dari awal hingga akhir. Alur sorot balik atau flashback atau regresif dimulai dari bagian akhir hingga kebagian awal atau kebalikan dari alur maju. Alur campuran berupa pemakaian alur garis maju dan mundur sekaligus dalam cerita. Alur sebagai peristiwa-peristiwa yang diceritakan dengan panjang lebar dalam suatu rangkaian cerita. Penyusunan alur dilakukan berdasarkan peristiwaperistiwa dalam cerita yang memiliki hubungan-hubungan kausualitas. Pengarang dapat membentuk alur cerita dengan mengikuti kaidah-kaidah pengaluran
21
(plotting) menurut Kenney dalam Waluyo (2011:15). Kaidah-kaidah alur yaitu plausibility, surprise, suspense, unity, subplot, dan ekspresi. Plausibilitas atau kemasukakalan artinya kebolehjadian. Cerita yang ditulis tidak menyimpang dari realitas meskipun cerita berupa fiksi atau khayalan namun rangkaian cerita seperti hidup dan hadir dihadapan pembaca. surprise atau kejutan artinya pembaca tidak dapat memperkirakan rangkaian cerita yang dibaca. Pembaca mendapatkan kejutan sehingga senantiasa mengikuti jalan cerita. Suspense artinya akhir cerita tidak mudah ditebak oleh pembaca karena memiliki daya tarik tersendiri. Unity atau kesatuan artinya rangkaian kejadian disusun membentuk kesatuan yang padu serta tidak lepas dari tema. Subplot berhubungan dengan plot induknya yang berfungsi sebagai bagian penjelas. Ekspersi artinya rangkaian kejadian dapat disampaikan oleh pengarang dengan baik sehingga cerita menjadi hidup. Berdasarkan beberapa pendapat yang telah dipaparkan sebelumnya dapat disimpulkan bahwa alur atau plot merupakan ranngkaian berbagai peristiwa yang memiliki hubungan kasualitas. Alur berupa rangkaian peristiwa dari awal, tengah, dan akhir cerita. Cerpen memiliki alur tunggal karena tokoh, latar, dan unsur pembangunnya terbatas.
c. Penokohan Tokoh-tokoh
dalam
cerita
memiliki
watak
atau
perwatakan
yang
menghasilkan cerita. Perkembangan cerita terjadi karena perkembangan konflik dan perbedaan watak antara tokoh satu dengan yang lainnya. Penokohan dalam cerita terdapat kemiripan dengan sifat-sifat manusia dalam kehidupan nyata. Penokohan suatu cerita juga harus memiliki konsistensi dari awal hingga akhir cerita. Watak setiap tokoh memiliki relevansi dengan unsur-unsur cerita yang lain (Waluyo, 2011: 18-19. Penokohan menurut Stanton (2007:33)
merupakan istilah karakter yang
dapat dipakai dalam dua konteks. Karakter dapat merujuk pada individu-individu yang muncul dalam cerita. Selanjutnya karakter dapat berarti sikap, ketertarikan, keinginan, emosi, dan prinsip moral dari individu atau tokoh-tokoh. Nama tokoh
22
yang digunakan dalam cerita dapat menunjukkan atau menjadi gambaran karakter tokoh. Nurgiantoro (2010:164) menjelaskan bahwa penokohan adalah pelukisan gambaran tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita. Penokohan berbeda dengan tokoh, penokohan lebih menekankan pada karakter tokoh itu sendir dalam karya sastra. Menurut Abrams dalam Nurgiantoro (2010:165) penokohan adalah orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau drama yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresian dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan. Seorang tokoh dengan kualitas pribadi yang erat berkaitan dengan penerimaan pembaca, khususnya dalam pandangan teori resepsi. Kekuatan cerita disebabkan adanya kekuatan tokoh protagonis dengan antagonis menurut Waluyo (2010:19). Tokoh protagonis adalah tokoh yang mendukung jalannya cerita sebagai tokoh yang mendatangkan simpati atau tokoh baik. Tokoh antagonis merupakan tokoh yang menentang arus cerita atau menimbulkan perasaan antipati serta benci pada diri pembaca. Konflik antara kedua tokoh ini terus berkembang sehingga mendominasi keseluruhan cerita. Pengarang menggambarkan watak tokoh melalui berbagai cara menurut Waluyo (2011:22) yaitu, (1) penggambaran secara langsung, (2) secara langsung dengan diperindah, (3) melalui pernyataan oleh tokohnya sendiri, (4) melalui dramatisasi, (5) melalui pelukisan terhadap keadaan sekitar tokoh, (6) melalui analisis psikis tokoh, dan (7) melalui dialog antar tokoh. Kenney melalui Waluyo (2011:22) menyebutkan lima teknik penampilan watak tokoh yaitu, (1) diskursif, (2) dramatik, (3) melalui tokoh lain, (4) kontekstual, dan (5) campuran. Diskursif berarti penulis mengambarkan watak masing-masing tokoh satu demi satu. Dramatik artinya penampilan karakter melalui dialig dan tingkah laku tokoh. Penampilan tokoh lain berarti tokoh lain menceritakan penokohan tokoh tersebut atau sebaliknya. Kontekstual artinya penampilan karakter tokoh berdasarkan konteks atau latar tokoh. Campuran adalah metode pendeskripsian watak tokoh melalui beberapa teknik yang telah disebutkan.
23
Penokohan dari berbagai derfinisi yang telah dipaparkan dapat disimpulkan bahwa pelukisan, gambaran, tentang tokoh atau seseorang dalam cerita. Seseorang dalam cerita memiliki sifat-sifat tertentu seperti sikap, ketertarikan, keinginan, emosi, dan prinsip moral hal itu disebut karakter atau penokohan. Setiap pengarang memiliki ciri khas masing-masing dalam menggambarkan karakter tokoh. Cerpen hanya memiliki beberapa tokoh dengan karakter yang tidak sedetail novel.
d. Latar Latar menurut definisi Stanton (2007:35) adalah lingkungan yang melingkupi sebuah peristiwa dalam cerita, semesta yang berinteraksi dengan peristiwaperistiwa yang sedang berlangsung. Wujud latar dapat berupa lokasi dalam cerita, waktu, dan suasana. Atmosfer merupakan cerminan yang merefleksikan suasana jiwa dari karakter tokoh. Abrams dalam Nurgiantoro (2010:216) latar atau setting disebut juga landasan tumpu, menyarankan pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan. Latar menggabarkan pijakan cerita secara konkret dan jelas. Hal ini dapat mmemberikan kesan realistis kepada pembaca sehingga mampu tercipta suasana yang seolah-olah terjadi. Pembaca dapat merasakan dan menilai kebenaran serta ketepatan sehingga merasa lebih akrab. Pembaca juga seolah-olah merasakan atau ikut terlibat dalam cerita apabila pengarang mampu mengangkat suasana setempat, warna lokal dengan lengkap. Dalam cerpen penggambaran latar tidak sedetail pada novel. Cerpen hanya melukiskan secara garis besar atau bahkan implisit. Nurgiantoro (2010:227-235) menyebutkan latar terdiri dari latar tempat, latar waktu, dan latar sosial. Latar tempat berkaitan dengan derskripsi tempat suatu peristiwa cerita terjadi. Pembaca dapat mengetahui kondisi suatu tempat, tradisi yang dijunjung, tata nilai, tingkah laku, dan suasana yang berpengaruh terhadap karakter tokoh. Latar waktu terjadinya peristiwa dalam cerita. Penggambaran latar waktu kejadian yang jelas dapat mendukung tercapainya tujuan dalam cerita.
24
Latar sosial merupakan gambaran yang menunjukkan seseorang atau beberapa tokoh dalam masyarakat dan sekelilingnya. Latar memiliki beragam fungsi dalam cerita, Waluyo (2011:23) menyebutkan lima fungsi yaitu, (1) mempertegas watak tokoh, (2) memberikan tekanan pada tema cerita, (3) memperjelas tema yang disampaikan, (4) metafora bagi situasi psikis tokoh, (5) pemberi kesan, dan (6) memperkuat posisi alur. Latar juga berkaitan dengan pengadegan, latar belakang, waktu cerita, dan waktu penceritaan menurut Waluyo (2011:24). Pengadegan adalah penyusunan adegan dalam cerita. Adegan yang dipilih dapat mewakili cerita. Latar belakang berupa latar belakang sosial, budaya, psikis, dan fisik yang membuat cerita menjadi lebih hidup. Waktu cerita adalah lamanya waktu penceritaan tokoh utama dari awal hingga akhir cerita. Waktu penceritaan berupa lamanya cerita atau berapa lama cerita terjadi, dalam kurun waktu jam, hari, bulan, atau tahun. Fungsi latar menurut Nurgiantoro (2010:240-245) ada dua yaitu latar sebagai metaforik dan latar sebagai atmosfer. Deskripsi latar yang melukiskan sifat, keadaan, atau suasana tertentu berfungsi sebagai metaforik terhadap suasana internal tokoh. Deskripsi latar banyak dijumpai detail-detail sebagai suatu proyeksi keadaan yang mencerminkan keadaan batin tokoh. Deskripsi atmosfer berupa kondisi latar yang mampu menciptakan suasana tertentu, baik suasana ceria, romantik, sedih, misteri, dan sebagainya. Suasana tidak diciptakan secara langsung, melainkan tercipta dari kemampuan imajinasi dan kepekaan emosional pengarangnya. Merujuk dari beberapa pendapat di atas latar adalah tempat, waktu, dan suasana atau keadaan sosial masyarakat tertentu pada peristiwa dalam cerita. Latar membantu pembaca merasakan dan membanyangkan gambaran peristiwa dalam cerita. Cerpen melukiskan latar secara garis besar bahkan implist.
e. Sudut Pandang Sudut pandang atau point of view menurut Waluyo (2011:25) adalah teknik yang digunakan oleh pengarang untuk berperan dalam cerita itu. Pendapat lain menurut Nurgiantoro (2010:246) mempersoalkan siapa yang menceritakan, dari posisi mana (siapa) peristiwa dan tindakan dilihat. Pemilihan bentuk persona
25
mempengaruhi perkembangan cerita dan masalah yang diceritakan. Selain itu juga, kebebasan dan keterbatasan, ketajaman, ketelitian dan keobjektifan terhadap hal-hal yang diceritakan. Lebih lanjut, Abrams dalam Nurgiantoro (2010:248) mendefinisikan sudut pandang atau point of view merupakan cara atau pandangan yang digunakan pengarang sebagai sarana untuk menampilkan tokoh, tindakan, latar, dan berbagai peristiwa yang membentuk cerita dalam sebuah karya fiksi. Nurgiantoro (2010:248) pada hakikatnya sudut pandang merupakan strategi, teknik, siasat, yang secara sengaja dipilih pengarang untuk mengemukakan gagasan dan ceritanya. Karya sastra sebagai media untuk menyalurkan gagasan pengarang melalui salah satunya sudut pandang. Pemilihan sudut pandang menjadi hal yang penting karena tidak hanya berhubungan dengan masalah gaya tetapi juga pemilihan bentuk gramatikal dan retorika. Stanton (2007:35) membagi sudut pandang menjadi empat tipe utama yaitu, orang pertama tokoh utama, orang pertama sampingan, orang ketiga terbatas, dan orang ketiga tidak terbatas. Karakter orang pertama tokoh utama digambarakan melalui cerita dari kata-katanya sendiri. Sudut pandang orang pertama tokoh sampingan dituturkan oleh satu karakter sampingan. Pengarang menggambarkan apa yang dilihat, didengar, dan dipikirkan oleh satu karakter saja merupakan sudut pandang orang ketiga terbatas. Tipe keempat adalah orang ketiga tidak terbatas yang coba digambarkan pengarang pada setiap karakter dan memposisikan sebagai orang ketiga. Sudut pandang atau point of view adalah cara pengarang yang digunakan untuk memandang tokoh, tindakan, latar, dan berbagai peristiwa yang membentuk cerita. Sudut pandang yang dipilih atau digunakan pengarang menentukan bentuk gramatikal cerita. Berdasarkan penjelasan-penjelasan tersebut maka dapat disintesiskan penguasaan unsur intrinsik adalah kemampuan siswa dalam mengenali, mengetahui, dan memahami karya sastra (cerpen) berdasarkan unsur intrinsik yakni tema, alur, penokohan, latar, dan sudut pandang. Cerpen sebagai salah satu karya sastra memiliki unsur-unsur intrinsik. Proses memahami isi cerita dapat dilakukan dengan menguasai unsur-unsurnya.
26
3. Minat Membaca Karya Sastra a. Pengertian Minat Minat menurut Mulyasa (2009:93) merupakan kecenderungan dan kemauan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu. Misalnya, seorang siswa yang menaruh minat besar terhadap karya sastra akan memusatkan perhatian lebih banyak daripada yang lain. Pemusatan perhatian yang intensif akan memungkinkan siswa untuk belajar lebih giat dan mencapai apa yang diinginkan. Minat merupakan perhatian atau ketertarikan berlebih yang mendorong seseorang melakukan sesuatu. Sumber dari minat adalah dorongan dari dalam diri sendiri. Menurut Sardiman (2011:76) minat diartikan sebagai suatu kondisi yang terjadi apabila seseorang melihat ciri-ciri atau arti sementara situasi yang dihubungkan dengan keinginan atau kebutuhan sendiri. Minat berkaitan dengan kebutuhan dan keinginan. Minat ditentukan oleh kemauan, bakat serta lingkungan seseorang. Dalam hal ini kunci utama minat adalah perasaan suka atau tidak suka sedangkan lingkungan adalah faktor pendukung. Slameto (2013:57) mendefinisikan minat adalah kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan mengenang beberapa kegiatan. Kegiatan yang diminati seseorang akan diperhatikan secara terus menerus dan disertai rasa senang serta kepuasan. Minat memiliki pengaruh yang besar terhadap kegiatan belajar karena materi pelajaran yang sesuai dengan minat siswa maka siswa akan belajar dengan sebaiknya. Hal tersebut karena adanya daya tarik bagi siswa untuk memacu dirinya sendiri dalam belajar. Materi pelajaran yang diminati siswa lebih mudah untuk dipelajari dan disimpan lebih lama di memori siswa. Minat menurut Sukiman (2012:124) adalah suatu keadaan mental yang menghasilkan respon terarahkan kepada suatu situasi atau objek tertentu yang menyenangkan dan memeri kepuasan kepadanya (statisfiers). Minat dapat menimbulkan sikap yang merupakan suatu kesiapan untuk melakukan perbuatan apabila terdapat stimulasi khusus sesuai dengan keadaan tertentu. Guru perlu melakukan survei terhadap aspek minat yang berhubungan dengan pembelajran. Dengan
demikian,
guru
dapat
meningkatkan kualitas pembelajaran.
memberikan
perlakuan
tertentu
untuk
27
Minat adalah rasa lebih suka dan ketertarikan pada suatu hal atau aktivitas tanpa ada dorongan dari luar dirinya menurut Djaali (2007:121). Pada dasarnya minat berupa penerimaan akan suatu hubungan antara diri sendiri dengan sesuatu di luar dirinya. Lebih lanjut Crow and Crow dalam Djaali (2007:121) menjelaskan bahwa minat berhubungan dengan gaya gerak yang mendorong seseorang untuk menghadapi atau berurusan dengan orang, benda, kegiatan, pengalaman yang dirangsang oleh kegiatan itu sendiri. Minat atau interest menurut Dai (2013:165) adalah awareness, attention, and curiosity towards a certain subject, activity, pursuit, people idea or place. Artinya minat adalah kesadaran, perhatian, dan rasa ingin tahu menuju tertentu subjek, aktivitas, mengejar, orang, ide atau tempat. Pendapat lain menurut Winkel (2005:212) minat adalah kecenderungan yang menetap pada seseorang untuk merasa tertarik pada suatu bidang tertentu. Antara minat dan perasaan senang terdapat hubungan timbal balik sehingga jika siswa memiliki minat terhadap topik tertentu pasti akan menyenangi, begitu juga sebaliknya. Minat dapat diekspresikan melalui pernyataan yang menunjukkan siswa menyukai suatu hal dibandingkan dengan yang lainnya. Siswa akan menunjukkan partisipasinya dalam suatu aktivitas. Minat bukan bawaan artinya minat timbul karena diperoleh seiring dengan kegiatan yang dilakukan. Minat juga dapat dipengaruhi oleh dorongan dari lingkungan. Berdasarkan beberapa penjelasan tersebut dapat disintesiskan bahwa minat adalah ketertarikan, perasaan suka, kemauan, dan kecenderungan yang tinggi terhadap aktivitas atau sesuatu. Minat berkaitan dengan perasaan suka maupun tidak suka yang sifatnya objektif. Minat timbul atas kesadaran dari dalam diri sendiri dan bakat seseorang. Tingkat minat seseorang terhadap sesuatu dapat dilihat dari perhatiannya yang tinggi.
b. Pengertian Minat Membaca Minat membaca menurut Rahim (2008:28) adalah keinginan kuat disertai usaha-usaha seseorang untuk membaca. Pendapat lain menurut Dai (2013:165) reading interest is awareness, attention, and curiosity towards a certain subject, activity, pursuit, people idea or place achieved thorough reading. Menurut Dai
28
minat membaca adalah adalah kesadaran, perhatian, dan rasa ingin tahu menuju tertentu subjek, aktivitas, mengejar, orang, ide atau tempat yang dicapai melalui membaca. Siswa yang memiliki minat yang kuat akan diwujudkan dalam sikap dalam memperoleh atas kesadarannya sendiri. Siswa yang memiliki motivasi yang tinggi terhadap membaca akan mempunyai minat yang tinggi pula terhadap kegiatan membaca. Ada beberapa faktor yang memberikan kontribusi terhadap minat membaca menurut Dai (2013:165). Factor contributing to reading interest these refer tp both personal and environmental aspects that encourage individuals to engage in reading activites. Dapat diartikan bahwa faktor yang ikut memberikan kontribusi terhadap minat membaca ada dua yakni aspek pribadi dan lingkungan yang mendorong seseorang dalam minat membaca. Apabila seseorang berada dalam lingkungan yang mendunkung minat membaca maka minat membaca dapat tercipta dengan baik. Selain
itu, menurut Dai (2013:165) personal
characteristics relate specific behaviors exhibited like preferring to be alone or preferring to be with the groups and friends. Minat membaca dipengaruhi juga oleh faktor karakteristik seseorang yang suka menyendiri atau memiliki pergaulan yang luas bersama teman-teman. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan minat siswa menurut Rahim (2008:28-29) sebagai berikut. (1) Pengalaman yang telah dibangun sebelumnya. (2) Konsepsi tentang diri siswa, artinya apabila siswa merasa membaca tidak memberikan manfaat maka tidak terbangun minat untuk membaca begitu pula sebaliknya. Apabila siswa merasa membaca itu penting maka minat untuk membaca akan tinggi. (3) Nilai-nilai minat akan timbul apabila guru menyajikan pembelajaran dengan berwibawa. (4) Mata pelajaran yang bermakna. Informasi dari mata pelajaran yang mudah untuk dipahami akan lebih menarik minat siswa. (4) Tekanan, guru terkadang memberikan sedikit tekanan agar siswa mau untuk melakukan sesuatu, adanya tekanan tersebut muncul minat. (5) Kompleksitas materi pelajaran. Siswa yang mempunyai kemampuan intelektual yang lebih secara psikologis akan memiliki minat yang lebih tinggi. Berdasarkan penjelasan tersebut dapat ditarik kesimpulan minat membaca merupakan keinginan yang kuat seseorang untuk membaca. Seseorang yang
29
memiliki motivasi yang tinggi maka memiliki minat yang tinggi juga. Minat membaca berasal dari dorongan diri sendiri maupun lingkungan. Ada banyak faktor yang mempengaruhi minat membaca.
c. Pengertian Karya Sastra Karya sastra menurut Wellek dan Warren (2014:3) adalah suatu kegiatan kreatif, sebuah karya seni. Batasan sastra adalah sesuatu yang tertulis atau tercetak. Setiap karya sastra memiliki ciri-ciri yang khas serta mencerminkan pengarang. Usaha untuk mengetahui ciri khas suatu karya sastra dilakukan berdasarkan teori sastra. Pemahaman dan apresiasi adalah syarat yang harus dipenuhi dalam mengembangkan pengetahuan dan pemikiran karya sastra. Bentuk karya sastra bermacam-macam, cerpen atau cerita pendek merupakan salah satu bentuk karya sastra. Karya sastra menurut Ratna (2014:173) adalah aktivitas kreatif yang didominasi oleh aspek-aspek keindahan dengan memasukkan berbagai masalah kehidupan manusia. Karya sastra sebagai narasi fiksi memasukan tokoh dan permasalahan, hal ini yang menjadi perbedaan antara karya sastra dengan nonsastra. Setiap karya sastra memiliki muatan yang terdiri dari nasihat, pedoman, dan ajaran yang diharapkan pembaca dapat meneladani perbuatan baik. Membaca karya sastra menjadi salah satu cara untuk menasehati diri sendiri melalui karya orang lain. Membaca karya sastra juga tidak hanya memahabi bahasa yang tertulis tetapi menginterpretasikan secara mendalam. Karya sastra ditulis berdasarkan pengalaman nyata yang diimajinasikan sehingga pembaca dapat menyimpulkan untuk mengikuti cerita yang baik atau sebaliknya. Abrams dalam Pradopo (2005:206) menyebutkan empat orientasi terhadap karya sastra. Pertama, karya sastra merupakan tiruan atau penggambaran alam. Kedua, alat atau sarana untuk mencapai tujuan tertentu pada pembacanya. Ketiga, pancaran perasaan, pikiran, ataupun pengalaman sastrawan. Keempat, sesuatu yang otonom, mandiri, lepas dari alam sekelilingnya, pembaca, maupun pengarangnya. Membaca karya sastra merupakan cara untuk memahami isi suatu karya sastra. Ada lima kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan untuk memahami karya
30
sastra menurut Ratna (2014:353) sebagai berikut. Pertama, memperoleh penjelasan melalui guru, dosen, dan pakar sebagai proses perkenalan awal terhadap karya sastra. Kedua, mendengarkan atau membaca berbagai karya sastra yang telah diterbitkan. Ketiga, memahami bahasa dan isi yang terkadung dalam karya sastra secara mendalam dengan cara mengkaji dan menganalisisnya. Keempat, menulis sebagai proses kreatif sebagai langkah untuk mengenali dan memahami secara mendalam karya sastra. Kelima, memahami secara mendalam makna hidup suatu karya sastra dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari agar menjadi manusia yang bijak. Berdasarkan pendapat tersebut definisi karya sastra adalah
suatu hasil
kegiatan kreatif seseorang yang tertulis atau tercetak. Karya sastra mencerminkan kreatifitas dan pandangan pengarang. Karya sastra memiliki pandangan baik tiruan alam, alat untuk mencapai tujuan pembacanya, media mengungkapkan pikiran oleh penulis, hingga lepas dari ikatan tertentu. Berdasarkan definisi-definisi yang telah dipaparkan sebelumnya, dapat disintesiskan minat membaca karya sastra adalah ketertarikan, perasaan suka, kemauan, dan kecenderungan yang tinggi melakukan aktivitas atas dorongan dari diri sendiri untuk membaca karya sastra. Kegiatan membaca dilakukan dengan perasaan senang yang dapat timbul baik dari diri sendiri maupun lingkungan. Membaca karya sastra yang terjadi atas kesadaran dan terus berlangsung hingga menjadi suatu kebiasaan sehingga siswa memiliki perhatian yang tinggi terhadap karya sastra. Kegiatan membaca tidak hanya memahami suatu karya sastra tetapi juga mampu menafsirkan cerita baik yang tersurat maupun tersirat.
B. Penelitian Relevan Penelitian yang relevan terkait dengan variabel-variabel yang relevan dengan penelitian ini. Kajiannya adalah variabel bebas dan variabel terikat dalam penelitian. Hal lain yang dikaji meliputi perbedaan dengan penelitian terdahulu untuk memberikan keakuratan pada penelitian ini. Penelitian berjudul Correlates of the Reading Interest of Chinese High School Students in International Schools yang dilakukan oleh Dai (2013:164179). Membaca merupakan kegiatan untuk membangun dan membentuk
31
kehidupan manusia sebagai bagian dari masyarakat. Membaca menjadi alat penting untuk mendukung pembelajaran di sekolah. Siswa yang memiliki minat baca yang tinggi dapat memahami pelajaran dengan baik. Minat baca yang tinggi berkorelasi dengan pengetahuan dan kemampuan siswa dalam belajar. Penelitian ini menunjukkan bahwa minat membaca dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Orang tua dan guru memiliki pengaruh yang besar pada tingginya minat baca. Orang tua menyediakan fasilitas berupa buku bacaan dan suasana rumah yang kondusif untuk membaca. Guru mendukung minat membaca yang tinggi dengan memberikan beberapa judul buku yang direkomendasikan untuk dibaca, sekolah menyediakan banyak buku untuk dibaca, dan kegiatan konferensi yang dilakukan setiap satu minggu sekali. Konferensi atau diskusi antara guru dan siswa untuk membahas buku yang telah dibaca. Teman sekelas dan teman di lingkungan rumah tidak mempengaruhi secara signifikan. Penelitian dilakukan di sekolah menegah atas di Filipina dengan populasi kelompok keturunan Cina. Sekolah yang diteliti mengadopsi kurikulum yang diterapkan di Singapura. Persamaan dengan penelitian ini salah satu variabel yakni minat membaca atau reading interest. Perbedaannya terletak pada fokus penelitian, penelitian ini hanya ditinjau dari minat baca sedangkan penelitian yang dilakukan peneliti ditinjau dari minat membaca karya sastra, penguasaan unsur intrinsik, dan kemampuan meresepsi cerpen. Penelitian lainnya yang terkait berjudul Beyond Just Books: Sparking Children’s Interest in Reading. Penelitian ini dimuat dalam International Journal of Education yang ditulis oleh Ortlieb (2010:1-9). Minat membaca siswa mendukung pembelajaran di sekolah. Akan tetapi menumbuhkan minat membaca siswa tidak mudah. Siswa merasa membaca adalah tugas yang membosankan dan membebani mereka. Kesadaran untuk membaca perlu ditumbuhkan. Penelitian ini menunjukkan minat membaca siswa dapat dibangun melalui dukungan dari guru, sekolah, dan orang tua. Siswa khususnya sekolah dasar lebih tertarik untuk membaca buku atau bacaan yang menarik dan mereka sukai. Sebagian besar sekolah menyediakan buku-buku yang tidak menarik. Siswa menyukai bukubuku dengan cerita yang menarik dengan gambar atau ilustrasi, dan font yang
32
bervariasi. Siswa tidak mengeluh mendapatkan tugas membaca ketika guru memberikan bacaan berupa buku-buku yang menarik, majalah, dan teks digital. Penelitian
tersebut
menghasilkan
kesimpulan
minat
baca
dapat
ditingkatkan melalui penyediaan fasilitas buku-buku yang menarik untuk usia siswa. Siswa merasa membaca buku merupakan kegiatan yang menyenangkan. Persamaan penelitian ini terkait dengan salah satu variabel yakni minat baca sebagai salah satu variabel dalam penelitian. Perbedaan dengan penelitian yang dilakukan peneliti adalah minat baca yang dihubungkan dengan kemampuan meresepsi teks cerpen sedangkan penelitian tersebut hanya terfokus pada penyebab dan cara menumbuhkan minat baca pada siswa. Penelitian dengan judul UAE University Male Students’ Interests Impact on Reading and Writing Performance and Improvement yang ditulis oleh Murshidi (2014:57-63). Hasil penelitian ini dimuat dalam jurnal English Language Teaching. Penelitian ini mengkaji hubungan minat membaca siswa laki-laki terhadap kemampuan menulis. Peningkatan kemampuan menulis siswa juga dilakukan melalui kegiatan membaca. Latar belakang dilakukan penelitian tersebut adalah adanya rasa kecemasan dan rasa tidak percaya diri dalam menulis dalam diri siswa. Siswa merasa takut membuat kesalahan ketika menulis. Salah satu langkah yang dilakukan melalui kegiatan membaca dengan topik yang disukai siswa. Artikel atau buku yang dibaca menarik bagi siswa sehingga mereka mau membaca. Siswa menulis jurnal berdasarkan topik dari artikel atau buku yang telah dibaca. Siswa yang telah membaca memiliki pengetahuan yang dapat mendukung kinerja menulisnya. Siswa menjadi lebih percaya diri dalam menulis dan meningkatkan kinerja dalam menulis. Persamaan penelitian ini adalah sama-sama mengkaji minat membaca, sedangkan perbedaannya terletak pada fokus kajiannya. Penelitian ini terfokus pada hubungan minat membaca secara umum terhadap kemampuan menulis siswa laki-laki. Penelitian yang dilakukan peneliti adalah minat membaca karya sastra dengan kemampuan meresepsi teks cerpen. Penelitian berjudul The Trans-National Reception of Literature: The Reception of French nationalism in Germany dilakukan oleh Jurt pada tahun 2005, dipublikasikan dalam jurnal Participation. Jurt melakukan penelitian
33
dengan terkait penerimaan, tanggapan atau resepsi pembaca terhadap novel karya Emile Zola di Jerman. Novel karya Emile mendapatkan banyak kritik dari kritikus karena kurangnya perhatian terhadap konteks sosial. Emile dipandang kurang menampilkan rasa dalam karyanya dan ideologinya tidak sesuai dengan budaya di Jerman. Persamaan dengan penelitian ini adalah sama-sama melakukan penerimaan terhadap karya sastra. Perbedaannya terletak pada cara pengambilan data. Peneliti menggunakan bentuk tes yang diujikan kepada siswa sekolah menengah sedangkan Jurt berdasarkan tanggapan dari ahli. Penelitian terakhir yang terkait dengan penelitian ini adalah An Examination Of The Judgment Through The Reader-Response and Reception Theory. Hasil penelitian dimuat dalam The Journal of International Social Research yang ditulis oleh Safak (2013:253-260). Novel yang dikaji adalah The Judgment Through, novel tersebut dikaji melalui pendekatan resepsi sastra. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Safak ini membuktikan adanya pemaknaan dan interpretasi dari cerita Novel. Setiap karya sastra memiliki berbagai macam pemaknaan dan penerimaan oleh pembacanya. Masing-masing pembaca memiliki penerimaan yang berbeda-beda, tergantung dari pengetahuan dan sudut pandangnya. Persamaan penelitian ini dengan yang dilakukan peneliti adalah kajian tentang resepsi terhadap karya sastra. Perbedaannya terletak pad jenis penelitian dan variabel yang digunakan. Pada penelitian ini digunakan jenis penelitian kualitatif sedangkan peneliti menggunakan penelitian kuantitatif korelasional. Peneliti juga melakukan pengukuran kemampuan meresepsi pada siswa dan jenis karya sastra yang digunakan juga berbeda. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini sebatas pada respon pembaca berdasarkan resepsi pembaca sedangkan dalam penelitian yang dilakukan peneliti terdapat variabel lain yakni minat membaca dan penguasaan unsur intrinsik.
34
C. Kerangka Berpikir Berdasarkan beberapa teori dan konsep yang relevan dengan variabel penelitian, dapat disusun kerangka berpikir sebagai berikut. 1. Hubungan Penguasaan Unsur Intrinsik dengan Kemampuan Meresepsi Teks Cerpen Penguasaan unsur intrinsik merupakan kemampuan siswa untuk membaca dan memahami isi cerpen berdasarkan unsur-unsur intrinsiknya. Siswa yang memiliki penguasaan terhadap unsur intrinsik baik berarti memiliki kemampuan dalam memahami suatu karya sastra yang dibaca. Kemampuan memhami isi suatu karya sastra dapat diperoleh dengan jalan menguasai unsur-unsur intrinsik secara mendalam. Hal tersebut dikarenakan untuk memiliki kemampuan dalam meresepsi karya sastra dibutuhkan pemahaman hingga analisis secara mendalam sebuah karya sastra. Proses memahami dan menganalisis karya sastra tidak terlepas dari unsur intrinsik di dalamnya. Karya sastra merupakan cerita dibangun dari unsur intrinsik dan ekstrinsik. Unsur-unsur intrinsik terdiri dari tema, tokoh, penokohan, alur, latar atau setting, dan sudut pandang penceritaan. Unsur ekstrinsik berupa unsur pembangun yang berada di luar cerita yang turut mempengaruhi karya sastra. Unsur intrinsik menjadi bagian dari karya sastra yang dapat dianalisis melalui pemahaman yang mendalam. Semua unsur-unsur inrinsik karya sastra merupakan suatu keterpaduan yang tidak dapat dipisahkan. Sebuah tema yang diangkat dalam karya sastra akan berhubungan dengan pemilihan tokoh, karakter, dan latar cerita yang digunakan. Penguasaan unsur-unsur intrinsik dapat mendukung kemampuan dalam meresepsi teks cerpen. Meresepsi teks cerpen artinya membaca dengan memberikan reaksi, pemahaman, tanggapan, dan sikap terhadap teks cerpen. Proses yang dilakukan dalam meresepsi tidak terlepas dari unsur intrinsik karya sastra. Siswa yang melakukan proses meresepsi akan melakukan pemahaman terhadap unsur-unsur dalam karya sastra khususnya unsur intrinsik. Penguasaan unsur intrinsik baik secara teori maupun aplikasi memudahkan siswa memahami secara mendalam karya sastra. Siswa memiliki pengetahuan dan pengalaman lebih yang mendukung kemampuannya dalam meresepsi teks cerpen.
35
Unsur-unsur intrinsik merupakan satu kestuan yang saling mendukung cerita. Tema menjadi pondasi bagi jalannya cerita agar pesan yang disampaikan sesuai dengan tujuan pengarang. Siswa dapat menganalisis tema cerpen sehingga mengetahui secara garis besar isi cerita. Pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki siswa digali lebih dalam untuk melengkapi analisisnya. Peranan pengarang sebagai penulis cerita dan kaitannya dengan cerita dapat digali lebih dalam oleh siswa sehingga kualitas penerimaan siswa terhadap teks cerpen lebih berbobot. Siswa yang memiliki tingkat penguasaan unsur intrinsik yang rendah menyebabkan terhambatnya kegiatan meresepsi. Hal tersebut dikarenkan siswa tidak memiliki pemahaman dan kurang pengetahuan untuk melalukan resepsi terhadap teks cerpen. Pemahaman siswa terhadap teks cerpen menjadi kurang tepat atau keliru sehingga penafsirannya melenceng dari isi cerita. Argumentasi yang diberikan dan bukti-bukti pendukung yang dipaparkan kurang kuat. Analisis yang dilakukan kurang mendalam. Sehingga penguasaan unsur intrinsik menjadi pedoman untuk melakukan resepsi teks cerpen dengan baik. Tingkat penguasaan unsur intrinsik yang tinggi berpengaruh pada kemampuan siswa dalam meresepsi teks cerpen. Siswa yang memilki penguasaan unsur intrinsik tinggi maka memiliki pemahaman dan pengetahuan yang tinggi pula terhadap cerita. Siswa dapat memberikan penerimaan terhadap teks cerpen dengan baik berdasarkan pemahamanya. Analisis yang dilakukan sesuai dengan isi cerita. Pengetahuan dan pemahamannya dapat mendukung hasil analisisnya karena memaparkan bukti-bukti yang kuat dan relevan. Dengan demikian, penerimaan terhadap teks cerpen menjadi lebih berbobot. Siswa yang memilik penguasaan unsur intrinsik tinggi maka berpengaruh terhadap tingkat kemampuan meresepsi teks cerpen yang tinggi. Apabila siswa memiliki penguasaan unsur intrinsik yang rendah maka berdampak pada rendahnya kemampuan siswa meresepsi teks cerpen. Berdasarkan pemikiran tersebut, maka dapat diduga bahwa siswa yang memiliki penguasaan unsur intrinsik yang tinggi memiliki kecenderungan kemampuan meresepsi teks cerpen tinggi pula. Sebaliknya, siswa yang memiliki penguasaan unsur intrinsik yang rendah memiliki kecenderungan kemampuan meresepsi teks cerpen juga rendah.
36
2. Hubungan Minat Membaca Karya Sastra dengan Kemampuan Meresepsi Teks Cerpen Minat merupakan kecenderungan seseorang terhadap sesuatu berdasarkan keinginannya sendiri. Minat timbul karena adanya motivasi yang kuat dari dalam diri sendiri maupun dorongan orang lain. Seseorang yang memiliki minat akan menaruh perhatian yang besar terhadap sesuatu. Minat dapat dilihat berdasarkan ketertarikan, kemauan, keinginan, dan kecenderungan yang tinggi terhadap sesuatu baik yang berupa benda maupun aktivitas. Seseorang yang memiliki perhatian atau minat yang tinggi terhadap sesuatu akan selalu berusaha untuk melakukan yang terbaik agar mencapai keinginan. Minat dapat ditentukan oleh bakat, ketertarikan, dan lingkungan. Dengan adanya minat dalam diri seseorang, ada usaha maksimal yang dilakukan agar minat dalam dirinya dapat tersalurkan dengan baik. Hasil yang akan didapatkan lebih baik karena dilakukan dengan senang hati dan penuh kesadaran. Membaca merupakan kegiatan menafsirkan makna bahasa tulis. Kegiatan membaca tidak hanya menafsirkan tetapi memahami makna yang tersirat dan tersurat. Membaca melibatkan otak, pengalaman, pengetahuan, kemampuan berbahasa, psikologis, dan emosi untuk memahami wacana. Kegiatan menafsirkan bahasa tulis memiliki tujuan untuk memahami makna yang disampaikan oleh penulis sehingga mendapatkan informasi. Informasi yang didapatkan dapat menambah pengetahuan baru maupun menguatkan informasi yang telah didapatkan atau diketahui. Ada banyak faktor yang mempengaruhi pemahaman seseorang dalam membaca. Faktor-faktor yang mempengaruhi pemahaman berasal dari diri pembaca dan di luar pembaca. Faktor dari dalam diri pembaca salah satunya adalah minat membaca seseorang. Karya sastra berupa hasil pemikiran, kreatifitas, dan kegiatan yang tercetak. Bentuk karya sastra seperti novel, cerpen, puisi, syair, pantun, dan sebagainya. Karya sastra lahir melalui pemikiran seseorang dan memiliki tujuan khusus untuk menympaikan pesan atau maksud tertentu. Setiap penulis memiliki pemikiran, ide, dan ideologi masing-masing sehingga setiap karya sastra yang dihasilkan merupakan bentuk pencerminan diri penulis. Suatu karya sastra dapat dipahami dengan baik melalui kegiatan membaca pemahaman. Membaca dengan
37
pemahaman membutuhkan minat atau dorongan untuk membaca dengan baik. Kegiatan membaca karya sastra dilakukan atas kesadaran diri sendiri dan memahami maksud karya sastra yang dibaca dengan senang hati karena adanya minat membaca. Meresepsi teks cerpen merupakan kegiatan membaca teks cerpen dengan pemahaman yang tinggi dengan menganalisis kemudian memberikan tanggapan, reaksi, sikap, dan penerimaan teks cerpen. Proses meresepsi teks cerpen dimulai dari kegiatan membaca. Kemampuan meresepsi teks cerpen dipengaruhi oleh minat seseorang dalam membaca karya sastra. Seseorang yang memiliki ketertarikan yang tinggi dalam membaca karya sastra dapat memahami isi karya sastra dengan baik sehingga mendukung proses meresepsi teks cerpen sebagai salah satu karya sastra. Seseorang akan memiliki kompetensi yang baik jika memiliki minat membaca karya sastra yang tinggi. Minat siswa dalam membaca karya sastra dapat timbul dari dalam diri sendiri maupun dorongan pihak luar. Siswa yang memiliki minat membaca yang tinggi memiliki kegigihan untuk membaca. Siswa dengan minat membaca karya sastra tinggi maka memiliki kemampuan yang tinggi untuk memahami karya sastra sehingga siswa mampu memberikan penerimaan terhadap karya sastra. Siswa yang memiliki minat membaca karya sastra tinggi maka memiliki kemampuan meresepsi teks cerpen yang tinggi pula. Sebaliknya siswa yang memiliki minat membaca karya sastra rendah maka memiliki kemampuan meresepsi teks cerpen rendah. Siswa yang memiliki minat membaca karya sastra yang tinggi berpengaruh terhadap kemampuan meresepsi teks cerpen. Begitu pula dengan minat membaca karya sastra yang rendah dapat mempengaruhi tingkat kemampuan meresepsi teks cerpen. Berdasarkan paparan tersebut, maka diduga siswa yang memiliki minat membaca karya sastra yang tinggi, memiliki kecenderungan kemampuan meresepsi teks cerpen yang tinggi. Siswa yang memiliki minat membaca karya sastra yang rendah diduga memiliki kecenderungan kemampuan meresepsi teks cerpen yang rendah.
38
3
Hubungan Penguasaan Unsur Intrinsik dan Minat Membaca Karya Sastra Secara Bersama-sama dengan Kemampuan Meresepsi Teks Cerpen Penguasaan unsur intrinsik yang dimiliki dan minat membaca karya sastra
saling berkaitan dan mendukung kemampuan meresepsi teks cerpen. Penguasaan unsur intinsik mendukung tingkat kompetensi atau kemampuan dalam meresepsi teks cerpen. Kemampuan meresepsi teks cerpen dapat dikuasai apabila memiliki kesediaan atau minat dalam membaca karya sastra. Ketiga variabel saling terkait dan mendukung peranan masing-masing. Setiap variabel memiliki pengaruh yang satu dengan yang lainnya. Penguasaan unsur intrinsik berkaitan erat dengan kemampuan yang dimiliki dalam meresepsi teks cerpen. Semakin tinggi penguasaan unsur intrinsik karya sastra baik cerpen, puisi, maupun novel semakin mudah dalam memahami karya sastra. Pemahaman yang baik terhadap karya sastra berpengaruh pada proses tafsiran hingga analisa seseorang. Pemaknaan suatu karya sastra memang tidak ada batasan tetapi tidak boleh lepas dari isi karya sastra sehingga pesan atau pemikiran penulis dapat tersampaikan. Kemampuan meresepsi teks cerpen diperoleh melalui proses pemahaman mendalam dan penerimaan terhadap teks cerpen. Dengan demikian, penguasaan unsur intrinsik harus dikuasai dengan baik agar penerimaan, pemahaman, dan tanggapan atas karya sastra tidak lepas dari konteks isinya. Minat membaca karya sastra dapat meningkatkan kemampuan meresepsi teks cerpen karena minat membaca merupakan sikap yang harus dimiliki untuk mampu membaca dengan baik. Semakin tinggi minat membaca semakin tinggi dorongan dan kesadaran untuk membaca secara mendalam. Minat membaca karya sastra yang tinggi mendorong seseorang untuk membaca sehingga memiliki pengetahuan yang lebih. Kegiatan membaca yang dilakukan tidak hanya sekedar membaca untuk menikmati isi cerita tetapi mampu memahami setiap alur cerita, mereaksi isi cerita, dan memberikan tanggapan terhadap karya sastra yang dibaca. Dari kegiatan membaca akan memperluas wawasan dan pengetahuan yang mendukung kemampuan seseorang dalam meresepsi teks cerpen.
39
Penerimaan dan tanggapan yang diberikan memiliki bukti-bukti yang kuat dan relevan. Unsur intrinsik dapat dikuasai dengan cara membaca yang baik, untuk membaca dengan baik membutuhkan minat berupa dorongan dan motivasi dari dalam dirinya untuk membaca. Kemampuan meresepsi teks cerpen didapat melalui membaca penuh pemahaman. Teks cerpen dapat dipahami dengan baik jika dilakukan dengan membaca, untuk membaca diperlukan minat membaca karya sastra. Meresepsi teks cerpen tidak hanya sekedar membaca pemahaman tetapi menguasai setiap unsur intrinsiknya agar pemaknaan dan tanggapan yang diberikan tidak keluar dari isi cerita. Penguasaan siswa terhadap unsur instrinsik suatu teks cerpen berpengaruh terhadap tingkat pemahaman siswa pada teks cerpen. Siswa dapat menguasai unsur intrinsik dilakukan dengan membaca karya sastra. Proses membaca dan memahami karya sastra membutuhkan minat membaca. Siswa memiliki minat membaca karya sastra dapat membantu penguasaan unsur intrinsik. Dengan kata lain siswa yang mampu menguasai unsur intrinsik dan minat membaca karya sastra dapat berpengaruh terhadap kemampuan meresepsi teks cerpen. Artinya siswa yang memiliki penguasaan unsur intrinsik tinggi dan minat membaca karya sastra tinggi berdampak pada tingginya kemampuan siswa dalam meresepsi teks cerpen. Siswa yang mempunyai penguasaan unsur intrinsik rendah dan minat membaca karya sastra rendah maka kemampuan meresepsi teks cerpen juga rendah. Berdasarkan penjelasan tersebut, maka dapat diduga bahwa siswa yang memiliki penguasaan unsur intrinsik yang baik dan memiliki minat membaca karya sastra yang tinggi, maka siswa memiliki kecenderungan kemampuan meresepsi teks cerpen yang tinggi. Siswa yang memiliki penguasaan unsur intrinsik rendah dan minat membaca karya sastra rendah, maka memiliki kecenderungan kemampuan meresepsi yang rendah. Berikut ini disajikan diagaram alir yang menjelaskan hubungan antara penguasaan unsur intrinsik dan minat membaca karya sastra dengan kemampuan meresepsi teks cerpen.
40
1a
Penguasaan Unsur Intrinsik
Rendah
Tinggi 3a Tinggi
Kemampuan Meresepsi Teks Cerpen
3b Rendah
Rendah
Tinggi 2a
1b
Minat Membaca Karya Sastra
3b
Gambar 2.1 Diagram Alur Kerangka Berpikir
Keterangan: 1a : Semakin tinggi penguasaan unsur intrinsik siswa, diduga kemampuan meresepsi teks cerpen juga semakin tinggi 1b : Semakin rendah penguasaan unsur intrinsik siswa, diduga kemampuan meresepsi teks cerpen juga semakin rendah 2a : Semakin tinggi minat membaca karya sastra siswa, diduga kemampuan meresepsi teks cerpen juga semakin tinggi 2b : Semakin rendah minat membaca karya sastra siswa, diduga kemampuan meresepsi teks cerpen juga semakin rendah 3a : Semakin tinggi penguasaan unsur intrinsik dan minat membaca karya sastra siswa, diduga kemampuan meresepsi teks cerpen juga semakin tinggi 3b : Semakin rendah penguasaan unsur intrinsik dan minat membaca karya sastra siswa, diduga kemampuan meresepsi teks cerpen juga semakin rendah
41
D. Hipotesis Penelitian Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir, dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut: 1.
Ada hubungan positif antara penguasaan unsur intrinsik dengan kemampuan meresepsi teks cerita pendek siswa kelas XI SMA Negeri di Kabupaten Sleman.
2.
Ada hubungan positif antara minat sastra dengan kemampuan meresepsi teks ceritta pendek siswa kelas XI SMA Negeri di Kabupaten Sleman.
3.
Ada hubungan positif antara penguasaan unsur intrinsik dan minat sastra secara bersama-sama dengan kemampuan meresepsi teks ceritta pendek siswa kelas XI SMA Negeri di Kabupaten Sleman.