BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Perilaku Kontrol 1. Pengertian Perilaku adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat diamati langsung maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar. Perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar) sedangkan perilaku kesehatan adalah suatu respons seseorang terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan dan minuman serta lingkungan (Notoatmodjo, 2003:114). 2. Unsur-Unsur Perilaku Perilaku muncul sebagai hasil interaksi antara tanggapan dari individu terhadap stimulus yang datang dari lingkungannya agar bisa beradaptasi dan tetap survive yang mendasari timbulnya perilaku adalah dorongan yang ada dalam diri manusia, sedangkan dorongan merupakan usia jadi perilaku muncul karena adanya dorongan untuk survive. Ada tiga unsur utama dalam perilaku yaitu : a. Adanya afektif (perasaan atau penilaian pada berbagai hal) b. Kognitif (pengetahuan kepercayaan atau pendapat tentang suatu obyek) c. Psikomotor (niat serta tindakan yang berkaitan dengan suatu obyek).
Perilaku memiliki hubungan yang cukup besar dalam menentukan tingkat pemanfaatan sarana kesehatan. Teori Adopsi perilaku dari Rogers mengemukakan bahwa untuk mengubah perilaku seseorang akan melewati 5 tahapan yaitu awarenes (kesadaran), interest (perhatian atau ketertarikan dengan ide baru), evalution (perilaku terhadap ide), trial (usaha untuk mencoba) dan terakhir adoption (bila menerima ide baru) (Notoatmodjo, 2003).
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku Keteraturan kontrol pada penderita hipertensi adalah bagian dari perilaku kesehatan yang dilakukan oleh masyarakat. Menurut Lawrence Green (1980) dalam Notoatmodjo (2003) ada 3 faktor yang berhubungan dengan perilaku kesehatan, yaitu : a. Faktor-Faktor Predisposisi (Predisposing Factor) 1) Pengetahuan Pengetahuan adalah perilaku yang berasal dari pengalaman sendiri atau pengalaman orang lain (Notoatmodjo, 2003 : 167). Pengetahuan
yang
dimaksud
dalam
penelitian
ini
adalah
pengetahuan penderita hipertensi tentang komplikasi hipertensi. Pengetahuan yang dimiliki oleh penderita hipertensi sangat ditentukan oleh pendidikan yang dimiliki. Karena dengan pendidikan yang baik, maka penderita hipertensi dapat menerima segala informasi dari luar terutama tentang pentingnya keteraturan perilaku kontrol. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain
yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behavior). Pengetahuan dalam domain kognitif yaitu : a. Tahu (know) diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima, oleh sebab itu, tahu merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. b. Memahami
(comprehension)
diartikan
sebagai
suatu
kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi secara benar. c. Aplikasi (aplication) diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya, termasuk aplikasi atau penggunaan hukumhukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi lain. d. Analisis (Analysis) yaitu suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau objek ke dalam komponen, tetapi masih di dalam satu struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain. e. Sintesis (Synthesis) menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru, dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasiformulasi yang ada.
f. Evaluasi (evaluation) berkaitan dengan kemampuan melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian itu berdasarkan suati kriteriayang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria yang telah ada (Notoatmodjo, 2003:123) . 2) Pendidikan Pendidikan kesehatan adalah suatu upaya atau kegiatan untuk menciptakan perilaku masyarakat yang kondusif untuk kesehatan. Artinya pendidikan kesehatan berupaya agar masyarakat menyadari atau mengetahui bagaimana cara memelihara kesehatan mereka, bagaimana menghindari atau mencegah hal – hal yang merugikan kesehatan mereka dan kesehatan orang lain, kemana seharusnya mencari
pengobatan
bilamana
sakit,
dan
sebagainya
(Notoatmodjo, 2003:10). 2) Sikap Sikap adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan. Sikap terbentuk dari adanya interaksi sosial yang dialami oleh individu. Sikap menggambarkan perilaku suka atau tidak suka seseorang terhadap obyek. Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap adalah pengalaman pribadi, kebudayaan, orang lain yang dianggap penting, media massa, institusi atau lembaga pendidikan dan lembaga agama serta faktor emosi dalam individu (Azwar, 2009). Sikap
merupakan
penilaian
(bisa
berupa
pendapat)
seseorang terhadap stimulus atau objek (dalam hal ini masalah
kesehatan, termasuk penyakit). Setelah seseorang mengetahui stimulus atau objek, proses selanjutnya akan menilai atau bersikap terhadap stimulus atau objek kesehatan tersebut. Oleh karena itu indikator untuk sikap kesehatan juga sejalan dengan pengetahuan kesehatan (Notoatmodjo, 2003:129) seperti : a. Sikap terhadap sakit dan penyakit Adalah bagaimana penilaian atau pendapat seseorang terhadap gejala atau tanda-tanda penyakit, penyebab penyakit, cara penularan penyakit, cara pencegahan penyakit dan sebagainya. b. Sikap cara pemeliharaan dan cara hidup sehat Adalah penilaian atau pendapat seseorang terhadap cara-cara pemeliharaan dan cara- cara (berperilaku) hidup sehat. Seperti pendapat atau penilaian terhadap makanan, minuman, olahraga, relaksasi atau istirahat cukup dan sebagainya. c. Sikap terhadap kesehatan lingkungan Adalah pendapat atau penilaian seseorang tehadap lingkungan dan pengaruhnya terhadap kesehatan. Misalnya pendapat atau penilaian terhadap air bersih, pembuangan limbah, polusi dan sebagainya. 3) Kepercayaan Kepercayaan sering atau diperoleh dari orang tua, kakek atau nenek. Seseorang menerima kepercayaan itu berdasarkan keyakinan tanpa adanya pembuktian terlebih dahulu (Notoatmodjo, 2003:167).
b. Faktor Pemungkin (Enabling Factor) 1) Tingkat Ekonomi Keluarga yang sosial ekonominya rendah akan mendapat kesulitan untuk membantu seseorang mencapai kesehatan yang optimal (Supartini,2004). Sebaliknya dengan ekonomi keluarga yang meningkat, maka kemampuan dalam pemeliharaan dan peningkatan kesehatan keluarga juga meningkat (Notoatmodjo, 2003:22). 2) Fasilitas Kesehatan Upaya pemeliharaan dan peningkatan kesehatan diwujudkan dalam suatu wadah pelayanan kesehatan yang disebut sarana kesehatan. Upaya penyelengaraan pelayanan kesehatan pada umumnya dibedakan menjadi tiga, yaitu; sarana pemeliharaan kesehatan primer (primary care) merupakan sarana yang paling dekat dengan masyarakat. Misalnya Puskesmas, poliklinik, dokter praktek swasta dan sebagainya; sarana pemeliharaan kesehatan tingkat dua (secondary care) merupakan sarana pelayanan kesehatan yang menangani kasus yang tidak atau belum ditangani oleh sarana kesehatan primer karena peralatan atau keahlian belum ada; sarana pemeliharaan kesehatan tingkat tiga (tertiary care) merupakan sarana pelayanan kesehatan rujukan bagi kasus-kasus yang tidak ditangani oleh sarana pelayanan kesehatan primer dan
pelayanan kesehatan sekunder. Misalnya Rumah sakit propinsi, rumah sakit tipe B dan tipe A (Notoatmodjo, 2003:5). c. Faktor-Faktor Penguat (Reinforcing Factor) 1) Sikap dan Perilaku Petugas Kesehatan Sikap petugas kesehatan adalah suatu tindakan yang diberikan oleh petugas kesehatan. Sedangkan perilaku petugas kesehatan adalah respon yang diberikan petugas kesehatan terhadap klien (penderita hipertensi) (Notoatmodjo, 2003:14). Sikap dan perilaku yang baik dari petugas kesehatan akan mempengaruhi klien (penderita hipertensi) dalam mengikuti anjuran yang diberikan oleh petugas kesehatan dalam pemberian pelayanan kesehatan. 2) Dukungan Sosial Dukungan sosial yang dimaksud disini adalah dukungan yang diperoleh dari para tokoh masyarakat baik formal (guru, lurah, camat, dan petugas kesehatan), maupun informal (tokoh agama, dan keluarga) yang berpengaruh dalam masyarakat (Notoatmodjo, 2003:23). Dukungan dari keluarga akan memainkan suatu peran penting dalam kepatuhan. Walaupun demikian, perbedaan dalam bagaimana keluarga menunjukkan dukungannya memainkan suatu peran dalam menentukan apakah hal tersebut dapat menjadi
kontributor terhadap kepatuhan kontrol pada penderita hipertensi (Stanley, 2006).
4. Perilaku Kontrol Hipertensi a. Pengertian Perilaku kontrol hipertensi merupakan suatu kegiatan atau aktivitas penderita hipertensi untuk melakukan perawatan, kontrol dan pengobatan, baik dapat diamati secara langsung maupun tidak dapat diamati oleh pihak luar. Perilaku kontrol kesehatan menurut Notoatmodjo (2003), terdiri dari persepsi (perception), respon terpimpin (guided respons), mekanisme (mekanisme) dan adaptasi (adaptation)
b. Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Kontrol Hipertensi Menurut Notoatmodjo (2003) yang mengutip dari Lewin perilaku ketaatan pada individu sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu: 1) Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan Pengetahuan
penginderaan merupakan
terhadap hal
yang
suatu sangat
obyek
tertentu.
mempengaruhi
terbentuknya perilaku seseorang. Pengetahuan pasien tentang perawatan pada penderita hipertensi yang rendah yang dapat menimbulkan kesadaran yang rendah pula yang berdampak dan
berpengaruh pada penderita hipertensi dalam mengontrol tekanan darah, kedisiplinan pemeriksaan yang akibatnya dapat terjadi komplikasi berlanjut. 2) Sikap adalah reaksi tertutup dari seseorang terhadap stimulus atau obyek. 3) Ciri-ciri individual meliputi umur, jenis
kelamin, tingkat
pendidikan dan status sosial ekonomi. 4) Partisipasi keluarga merupakan keikutsertaan keluarga didalam membantu pasien melaksanakan perawatan dan pengobatan pasien
B. Pendidikan 1. Pengertian Menurut UU No.20 tahun 2003, pendidikan adalah usaha untuk sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara (Hasbullah, 2005). Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan oleh seseorang perkembangan orang lain menuju kearah cita-cita tertentu. Makin tinggi tingkat pendidikan seseorang makin mudah yang dimiliki sebaliknya pendidikan yang menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap nilai baru diperkenalkan (Nursalam, 2001).
Sementara itu Malayu (2002), menyatakan bahwa pendidikan merupakan suatu indikator yang mencerminkan kemampuan seseorang untuk dapat menyelesaikan suatu pekerjaan. Dengan latar belakang pendidikan pula seseorang dianggap akan mampu menduduki suatu jabatan tertentu. Tingkat pendidikan sangat berpengaruh terhadap perubahan sikap menuju perilaku kesehatan sehat. Tingkat pendidikan yang tinggi akan memudahkan seseorang atau masyarakat memperoleh dan mencerna informasi untuk kemudian menentukan pilihan dalam pelayanan kesehatan dan menerapkan hidup sehat. Tingkat pendidikan, khususnya tingkat pendidikan mempengaruhi derajat kesehatan (Depkes RI, 1999). Pendidikan dapat meningkatkan kematangan intelektual seseorang. Kematangan intelektual ini berpengaruh pada wawasan, cara berfikir, baik dalam cara pengambilan keputusan maupun dalam pembuatan kebijakan. Semakin tinggi pendidikan formal, akan semakin baik pengetahuan tentang kesehatan (Hastono, 1997) 2. Pendidikan Formal Menurut Soedomo Hadi (2008) jenjang pendidikan formal terdiri atas : a. Pendidikan Dasar, terdiri dari Sekolah Dasar dan SMP/MTs. b. Pendidikan Menengah terdiri dari SMA/MA dan SMK/MAK
c. Pendidikan Tinggi terdiri dari Akademi, Institut, Sekolah Tinggi dan Universitas.
C. Pengetahuan 1. Pengertian Pengetahuan adalah perilaku yang berasal dari pengalaman sendiri atau pengalaman orang lain (Notoatmodjo, 2003 : 167). Pengetahuan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pengetahuan penderita hipertensi tentang komplikasi hipertensi. Pengetahuan yang dimiliki oleh penderita hipertensi sangat ditentukan oleh pendidikan yang dimiliki. Karena dengan pendidikan yang baik, maka penderita hipertensi dapat menerima segala informasi dari luar terutama tentang pentingnya keteraturan perilaku kontrol. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behavior). Pengetahuan dalam domain kognitif yaitu : a. Tahu (know) diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima, oleh sebab itu, tahu merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. b. Memahami (comprehension) diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi secara benar.
c. Aplikasi
(aplication)
diartikan
sebagai
kemampuan
untuk
menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya, termasuk aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi lain. d. Analisis (Analysis) yaitu suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau objek ke dalam komponen, tetapi masih di dalam satu struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain. e. Sintesis (Synthesis) menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru, dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. f. Evaluasi (evaluation) berkaitan dengan kemampuan melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian itu berdasarkan suati kriteriayang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria yang telah ada (Notoatmodjo, 2003:123).
2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan Menurut Soekamto (2002) ada bebebapa faktor yang mempengaruhi pengetahuan, yaitu : a. Tingkat pendidikan Pendidikan adalah upaya untuk memberikan pengetahuan agar terjadi perubahan perilaku positif yang meningkat. Semakin tinggi tingkat
pendidikan, maka akan mengakibatkan kesadaran dasar akan pentingnya ilmu pengetahuan. Hal ini dapat memacu seseorang untuk bersifat aktif dalam mengingkatkan pengetahuan. b. Informasi Seseorang yang mempunyai sumber informasi yang lebih banyak akan mempunyai pengetahuan yang lebih luas, melalui media elektronika maupun media massa. c. Budaya Tingkah laku manusia atau sekelompok manusia dalam memenuhi kebutuhan yang meliputi sikap dan kepercayaan. d. Pengalaman Suatu yang pernah dialami seseorang akan menambah pengetahuan tentang sesuatu yang bersifat informal. e. Sosial ekonomi Tingkat kemampuan seseorang yang memenuhi kebutuhan hidup semakin tinggi tingkat sosial ekonomi akan mendapat tingkat pengetahuan dengan semakin luasnya cara mendapat informasi.
3. Sumber-Sumber Pengetahuan Menurut
Nursalam
(2001)
sumber
pengetahuan
manusia
dipengaruhi oleh beberapa hal, diantaranya : a. Tradisi Tradisi adalah suatu dasar pengetahuan di mana setiap orang tidak dianjurkan untuk memulai mencoba memecahkan masalah.
b. Autoritas Ketergantungan terhadap suatu autoritas tidak dapat dihindarkan karena kita tidak dapat secara otomatis menjadi seorang ahli dalam mengatasi setiap permasalahan yang dihadapi. c. Pengalaman seseorang Setiap pengalaman seseorang mungkin terbatas untuk membuat kesimpulan yang valid tentang situasi dan pengalaman seseorang diwarnai dengan penilaian yang bersifat subjektif. d. Trial dan Error Dalam menyelesaikan suatu permasalahan keberhasilan kita dalam menggunakan alternatif pemecahan melalui “ coba dan salah”. e. Alasan yang logis Pemikiran ini merupakan komponen yang penting dalam pendekatan ilmiah, akan tetapi alasan yang rasional sangat terbatas karena validitas alasan deduktif tergantung dari informasi di mana seseorang melalui. f. Metode ilmiah Pendekatan yang paling tepat untuk mencari suatu kebenaran karena didasari pada pengetahuan yang terstruktur dan sistematis. g. Pengukuran Pengetahuan Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin diketahui atau diukur kita sesuaikan dengan tingkatan-tingkatan di atas (Notoatmodjo, 2003).
D. Sikap 1. Pengertian Sikap merupakan suatu yang komplek, dapat didefinisikan sebagai pernyataan–pernyataan evaluatif, baik yang menyenangkan maupun yang tidak menyenangkan, atau penilaian mengenai objek, manusia atau peristiwa-peristiwa. Allport (dalam Azwar, 2005) mendefinisikan sikap sebagai semacam kesiapan individu untuk bereaksi terhadap suatu objek dengan cara-cara tertentu. Sikap juga suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan mendukung atau tidak mendukung. Sikap adalah reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulasi atau objek (Notoatmodjo, 2003). Ada 3 (tiga) komponen pokok dalam sikap : a. Kepercayaan (keyakinan) ide, dan konsep terhadap suatu objek b. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek c. Kencenderungan untuk bertindak
2. Tingkatan Sikap Menurut Notoatmodjo (2003), sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan, yaitu : a. Menerima (receiving) Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek).
b. Merespon (responding) Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan. c. Menghargai (valuing) Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga. d. Bertanggung jawab (responsible) Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi. Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh. Dalam penentuan sikap yang utuh ini pengetahuan, pikiran, keyakinan dan emosi memegang peranan penting.
3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Sikap Menurut Azwar (2007) faktor-faktor yang mempengaruhi sikap adalah : a. Pengalaman pribadi Untuk dapat menjadi dasar pembentukan sikap, maka harus melalui kesan yang kuat. Apa yang dialami akan membentuk dan mempengaruhi salah satu dasar pembentukan sikap. b. Kebudayaan Kebudayaan mempengaruhi sikap dan memberi corak pengalaman individu yang menjadi kelompok usahanya. Hanya kepribadian invidu yang
kuat
dapat
memudahkan
pembentukan sikap individual.
dominasi
kebudayaan
dalam
c. Orang lain yang dianggap penting Orang lain di sekitar kita merupakan salah satu diantara komponen sosial yang dapat mempengaruhi sikap kita. Seseorang yang dianggap penting akan diharapkan persetujuan bagi setiap tindakan dan pendapat kita. d. Media massa Media massa menyampaikan informasi yang berisi sugesti yang dapat mengarahkan opini yang kuat dalam menilai suatu hal sehingga terbukalah arahan sikap tertentu. e. Lembaga pendidikan dan lembaga agama Lembaga pendidikan serta lembaga agama sebagai suatu sistem mempunyai
pengaruh
dalam
pembentukan
sikap
dikarenakan
keduanya meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam diri individu. f. Emosional Emosi dapat mendasari bentuk sikap karena dapat berfungsi sebagai semacam penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego.
4. Pengukuran Sikap Menurut Riduwan (2004), pengukuran sikap dapat dilakukan dengan menggunakan skala sikap. Skala sikap dibagi menjadi 5 macam, yaitu : a. Skala Likert dengan menggunakan beberapa pernyataan yang menggambarkan
pandangan
yang
ekstrim
pada
masalahnya.
Responden diminta untuk menunjukkan dimana mereka setuju atau tidak setuju pada setiap pernyataan dengan empat atau lima pilihan. b. Skala Guttman/Borgardus, suatu skala sikap yang disebut sebagai skala jarak sosial yang secara kuantitatif mengukur tingkatan jarak seseorang yang diharapkan untuk memelihara hubungan orang dengan kelompok-kelompok lain. c. Skala Simantict deferinsial, meminta responden untuk menentukan sikapnya terhadap obyek sikap, pada ukuran yang berbeda dengan suatu ukuran skala yang terdahulu. Responden diminta untuk menentukan suatu ukuran skala yang bersifat berlawanan yaitu positifnegatif, baik-buruk, aktif-pasif dan sebagainya. d. Rating Scale e. Skala Thurstone, terdiri dari sejumlah daftar pernyataan yang diduga berhubungan dengan sikap. Metode ini terdiri dari atas kumpulan pendapat yang memiliki rentang dari sangat positif ke arah sangat negatif terhadap obyek sikap. Dalam penelitian ini, peneliti dalam mengukur sikap menggunakan skala Likert.
E. Hipertensi 1. Pengertian Hipertensi atau penyakit darah tinggi adalah gangguan pada pembuluh darah yang mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi yang dibawa oleh
darah
terhambat
sampai
ke
jaringan
tubuh
yang
membutuhkann. Hipertensi sering kali disebut sebagai pembunuh gelap (silent killer) karena termasuk yang mematikan tanpa disertai gajala-gajala lebih dahulu sebagai peringatan bagi korbanya (Sustrani 2004 : 12). Menurut Basha (2004 : 1) hipertensi adalah suatu keadaan di mana seseorang mengalami peningkatan tekanan darah di atas normal yang mengakibatkan angka kesakitan (morbiditas) dan angka kematian (mortalitas). Pada populasi manula, hipertensi di definisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan diastolik 90 mmHg.
Hipertensi
merupakan penyebab utama gagal jantung, stroke dan gagal ginjal. (Smeltzer & Bare,2001:896).
Hipertensi merupakan keadaan dimana
tekanan darah menjadi naik dan bertahan pada tekanan tersebut meskipun sudah relaks (Soeharto,2002:50). Dari definisi-definisi di atas dapat diperoleh kesimpulan bahwa hipertensi adalah suatu keadaan di mana tekanan darah menjadi naik karena gangguan pada pembuluh darah yang mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi yang di bawa oleh darah terhambat sampai ke jaringan tubuh yang membutuhkannya.
2. Tanda dan Gejala Hipertensi Tekanan darah tinggi (hipertensi) tidak memberikan tanda-tanda (simtom) pada tingkat awal. Kebanyakan orang mengira bahwa sakit kepala terutama pada pagi hari, pusing, berdebar-debar dan berdengung di
telinga merupakan tanda-tanda hipertensi. Tetapi tanda-tanda tersebut sesungguhnya dapat terjadi pada tekanan darah normal, bahkan seringkali tekanan darah yang relatif tinggi tidak memiliki tanda-tanda tersebut. Cara yang tepat untuk meyakinkan seseorang memiliki tekanan darah tinggi adalah dengan mengukur tekanannya. Tekanan darah tinggi (hipertensi) jarang menimbulkan gejala dan cara satu-satunya untuk mengetahui seseorang mengalami hipertensi dengan mengukur tekanan darah. Pengukuran tekanan darah sebaiknya dilakukan sekali dalam lima tahun, bahkan lebih sering bilang memungkinkan. Bila tekanan darah tidak terkontrol dan menjadi sangat tinggi, dapat mengakibatkan hipertensi berat atau hipertensi maligna. Gejala-gejala hipertensi adalah : a. Pusing b. Pandangan kabur c. Sakit kepala d. Kebingungan e. Mengantuk f. Sulit bernapas
3. Cara Perawatan Hipertensi Tujuan deteksi dan penatalaksanaan hipertensi adalah menurunkan risiko penyakit kardiovaskular dan mortalitas serta morbiditas yang berkaitan. Tujuan perawatan hipertensi melalui terapi adalah mencapai dan
mempertahankan tekanan sistolik dibawah 140 mmHg dan tekanan diastolic dibawah 90 mmHg dan mengontrol faktor risiko. Hal ini dapat dicapai melalui modifikasi gaya hidup saja, atau dengan obat antihipertensi. (Mansjoer, Arif, dkk. 2001) Tujuan utama pengobatan penderita dengan hipertensi ialah tercapainya penurunan maksimum risiko total mordibitas dan mortalitas kardiovaskuler. Hal ini memerlukan pengobatan semua faktor risiko reversible yang ditemukan seperti merokok, peningkatan cholesterol, diabetes mellitus dan pengobatan yang memadai kondisi klinik yang berhubungan selain pengobatan tekanan darah tingginya sendiri. Perawatan hipertensi di luar pengobatan adalah dengan : a. Berhenti merokok Merupakan perubahan gaya hidup yang paling kuat untuk pencegahan penyakit kardiovaskuler dan nonkardiovaskuler pada penderita hipertensi. Untuk penderita yang sulit untuk menghentikan merokok dapat dibantu dengan pengobatan penggantian nikotin. b. Penurunan berat badan Obesitas merupakan faktor predisposisi penting terjadinya hipertensi. Penurunan berat badan sebesar 5 kg pada penderita hipertensi dengan obesitas (kelebihan berat badan > 10 %) dapat menurunkan tekanan darah. Penurunan berat badan juga bermanfaat untuk memperbaiki faktor risiko yang lain (resistensi insulin, diabetes mellitus, hiperlipidemia dan LVH).
c. Konsumsi alkohol sedang Terdapat hubungan linier antara konsumsi alkohol, tingkat tekanan darah dan prevalensi hipertensi pada masyarakat. Alkohol menurunkan efek obat antihipertensi, tetapi efek presor ini menghilang dalam 1-2 minggu dengan mengurangi konsumsi alcohol dibatasi 20-30 g etanol per hari untuk pria dan 10-20 g etanol per hari pada wanita. d. Penurunan diet garam Diet tinggi garam dihubungkan dengan peningkatan tekanan darah dan prevalensi hipertensi. Efek diperkuat dengan diet kalium yang rendah. Penurunan diet natrium dari 180 mmol (10,5 g) per hari menjadi 80100 mmol (4,7-5,8 g) per hari menurunkan tekanan darah sistolik 4-6 mmHg. e. Perubahan diet yang komplek Vegetarian mempunyai tekannan darah lebih rendah dibandingkan pemakan daging dan diet vegetarian pada penderita hipertensi dapat menurunkan tekanan darah. Meningkatkan konsumsi buah dan sayuran menurunkan tekanan darah TDS/TDD 3/1 mmHg sedangkan mengurangi diet lemak menurunkan tekanan darah 6/3 mmHg. Pada penderita tekanan darah tinggi, kombinasi keduanya dapat menurunkan tekanan darah 11/6 mmHg. Adanya diet tinggi kalsium, magnesium dan kalium mungkin berperanan terhadap efek tersebut. Makan ikan secara teratur sebagai cara mengurangi berat badan akan meningkatkan
penurunan tekanan darah pada penderita gemuk dan memperbaiki profil lemak. f. Peningkatan aktifitas fisik Latihan fisik aerobic sedang secara teratur (jalan atau renang selama 30-45 menit 3-4 × seminggu) mungkin lebih efektif menurunkan tekanan darah dibandingkan olah-raga berat seperti lari, jogging. Tekanan darah sistolik turun 4-8 mmHg. Latihan fisik isometric seperti angkat besi dapat meningkatkan tekanan darah dan harus dihindari pada penderita hipertensi (WHO-ISH 1999). (Joewono, Boedi Soesetyo. 2003).
4. Diet Hipertensi Diet hipertensi salah satu cara untuk mengatasi hipertensi tanpa efek serius, karena metode pengendaliannya yang alami. Beberapa hal yang harus diperhatikan oleh penderita dan keluarga dalam menyiapkan makanan bagi penderita hipertensi. Diet hipertensi ini dapat membantu menurunkan tekanan darah sehingga komplikasi hipertensi dapat dihindari. (Akhmad, 2010) Prinsip diet bagi hipertensi a. Makanan yang beraneka ragam dan gizi yang seimbang b. Jenis makanan disesuaikan c. Jumlah garam dibatasi (tidak lebih dari ¼ - ½ sendok teh perhari) . d. Konsumsi sayuran dan buah-buahan segar
Beberapa makanan yang sebaiknya dihindari adalah: (Akhmad, 2010) a. Makanan yang berkadar lemak jenuh tinggi (otak, ginjal, paru-paru, minyak kelapa, gajih) b. Makanan yang diolah menggunakan garam natrium (biskuit, craker, keripik dan makanan kering yang asin) c. Makanan dan minuman dalam kaleng (sarden, sosis, korned, sayuran dan buah-buahan dalam kaleng, soft drink) d. Makanan yang diawetkan (dendeng, asinan sayur/buah, abon, ikan asin, pindang, udang kering, telur asin, selai kacang) e. Susu full cream, mentega, margarine, keju mayonaise, daging merah (sapi / kambing), kulit ayam. f. Bumbu-bumbu masak yang banyak mengandung garam natrim dan MSG. g. Alkohol dan makanan yang mengandung alkohol seperti durian dan tape. Makanan yang diperbolehkan (Akhmad, 2010) Semua bahan makanan segar atau diolah tanpa garam natrium, seperti; a. Beras, kentang, ubi, mie, maizena, terigu, gula pasir. b. Kacang-kacangan dan hasilnya seperti kacang hijau, kacang merah, kacang tanah, kacang tolo, tempe, tahu tawar, oncom. c. Minyak goreng, margarine tanpa garam d. Sayuran dan buah-buahan e. Bumbu-bumbu seperti bawang merah, bawang putih, jahe, kemiri, kunyit, kencur, laos, lombok, salam, sere.
Bahan Makanan yang dibatasi (Akhmad, 2010) a. Untuk diet rendah garam ini, penggunaan daging / daging ayam/ikan dibatasi paling banyak 100 gram per hari. Telur Ayam/telur bebek, paling banyak 1 butir sehari b. Susu paling banyak 200 cc sehari c. Minuman dan sari buah dalam kemasan
5. Faktor-faktor resiko yang Mempengaruhi Hipertensi a. Faktor usia Kemungkinan seseorang menderita hipetensi semakin besar jika tekanan darah cenderung meningkat seiring bertambahnya usia, Pada umumnya penderita hipertensi adalah orang – orang yang berusi 40 tahun namun saat ini tidak menutup kemungkinan diderita oleh orang berusia muda. Boedhi Darmoejo dalam tulisannya yang dikumpulkan dari berbagai penelitian yang dilakukan di Indonesia menunjukkan bahwa 1,8% - 28,6% penduduk yang berusia diatas 20 tahun adalah penderira hipertensi. b. Faktor Keturunan atau Gen Kasus hipertensi esensial 70% - 80% diturunkan dari orang tuanya, apabila riwayat hipertensi didapat pada kedua orangtua maka dugaan hipertensi esensial lebih besar bagi seseorang yang kedua orang tuanya menderita hipertensi ataupun pada kembar monozygot (sel telur) dan salah satunya menderita hipertensi maka orang tersebut kemungkinan besar menderita hipertensi.
Penelitian yang dilakukan pada orang kembar yang dibesarkan secara terpisah atau bersama dan juga terdapat pada anak-anak bukan adopsi telah dapat mengungkapkan seberapa besar tekanan darah dalam keluarga yang merupakan akibat kesamaan dalam gaya hidup. Berdasarkan penelitian tersebut secara kasar, sekitar separuh tekanan darah di antara orang-orang tersebut merupakan akibat dari faktor genetika dan separuhnya lagi merupakan akibat dari faktor pola makan sejak masa awal kanak-kanak. (Beevers, 2002 : 32) c. Faktor jenis kelamin Wanita penderita hipertensi lebih banyak daripada laki-laki, tetapi wanita lebih tahan daripada laki-laki tanpa kerusakan jantung dan pembuluh darah.
Pria lebih banyak mengalami kemungkinan
menderita hipertensi dari pada wanita.
Pada pria hipertensi lebih
banyak disebabkan oleh pekerjaan, seperti perasaan kurang nyaman pada pekerjaan.
Sampai usia 55 tahun pria berisiko lebih tinggi
terkena hipertensi dibandingkan wanita. Menurut Edward D. Frohlich seorang pria dewasa akan mempunyai peluang lebih besar satu diantara 5 untuk mengidap hipertensi (Sustrani,2004:25). d. Faktor berat badan (obesitas atau kegemukan) Obesitas merupakan ciri khas penderita hipertensi. Walaupun belum diketahui secara pasti hubungan antara hipertensi dan obesitas, namun terbukti bahwa daya pompa jantung dan sirkulasi volume darah penderita obesitas dengan hipertensi lebih tinggi dari pada penderita
hipertensi dengan berat badan normal (Basha, 2004:1). Pada orang yang terlalu gemuk, tekanan darahnya cenderung tinggi karena seluruh organ tubuh dipacu bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan energi yang lebih besar, jantungpun bekerja ekstra karena banyaknya timbunan lemak yang menyebabkan kadar lemak darah juga tinggi, sehingga tekanan darah menjadi tinggi (Suparto, 2000:322). Cara mudah untuk mengetahui obesitas atau tidak yaitu dengan mengukur Indeks Masa Tubuh (IMT). Rumus untuk IMT adalah berat badan (kg) dibagi dengan tinggi badan dikuadratkan (m²). Kategori ambang batas IMT untuk Indonesia menurut Depkes RI dalam Supariasa (2003 : 63) adalah sebagai berikut : Tabel 2.1. Kategori Ambang Batas IMT Kategori Kekurangan berat badan tingkat berat Kekurangan berat badan tingkat ringan
Kurus Normal Gemuk (obesitas)
IMT < 17,0 17,0 – 18,5 18,5-25,0 Kelebihan berat badan tingkat ringan < 25,0 – 27,0 Kelebihan berat badan tingkat berat < 27 Sumber : Depkes RI (dalam Supariasa, 2006:63)
e. Stres Pekerjaan Stres diduga melalui aktivitas syaraf simpatis (syaraf yang bekerja pada saat kita beraktivitas).
Peningkatan aktivitas syaraf
simpatis mengakibatkan meningkatnya tekanan drah secara intermitten (tidak menentu). Gangguan kepribadian yang bersifat sementara dapat terjadi pada orang yang menghadapi keadaan uang menimbulkan stres
berat, gangguan tersebut dapat berkembang secara tiba-tiba atau secara bertahap (Basha, 2004 : 39). Stres dapat meningkatkan tekanan darah dalam waktu yang pendek tetapi kemungkinan bukan penyebab meningkatnya tekanan darah dalam waktu yang panjang. Dalam suatu penelitian, stres muncul akibat dari mengerjakan perhitungan aritmatika dalam suatu lingkungan yang bising, atau ketika sedang menyortir benda berdasarkan perbedaan ukuran, menyebabkan lonjakan peningkatan tekanan darah secara tiba-tiba (Beevers,2002:39). f. Aktivitas Fisik (Olah raga) Olahraga lebih banyak dihubungkan dengan pengelolaan hipertensi karena olahraga isotonik dan teratur (aktivitas fisik aerobik selama 30-45 menit/hari )dapat menurunkan tahanan perifer yang akan menurunkan tekanan darah. Kurangnya melakukan olahraga akan meningkatkan kemungkinan timbulnya obesitas (Arjatmo T & Hendra U, 2001:459). Meskipun tekanan darah meningkat secara tajam ketika sedang berolahraga, namun jika berolahraga secara teratur akan lebih sehat dan memiliki tekanan darah lebih rendah dari pada mereka yang tidak melakukan olahraga. Olahraga yang teratur dalam jumlah sedang lebih baik dari pada olahraga berat tetapi hanya sekali (Beevers, 2002 : 41). g. Faktor Asupan Garam Natrium bersama klorida yang terdapat dalam garam dapur dalam jumlah normal dapat membantu tubuh mempertahankan
keseimbangan cairan tubuh untuk mengatur tekanan darah. Namun natrium dalam jumlah yang berlebih dapat menahan air (retensi), sehingga meningkatkan volume darah.
Akibatnya jantung harus
bekerjalebih keras untuk memompanya dan tekanan darah menjadi naik (Sustrani, 2004 : 29) WHO pada tahun 1990 menganjurkan pembatasan konsumsi garam dapur hingga 6 gram sehari (sama dengan 2400 mg Natrium) (Atmatsier,2004:64). Konsumi garam memiliki efek langung terhadap tekanan darah. Telah ditunjukkan bahwa peningkatan tekana darah ketika semakin tua, yang terjadi pada semua masyarakat kota, merupakan
akibat
dari
banyaknya
garam
yang
dikonsumsi.
Masyarakat yang mengkonsumsi garam yang tinggi dalam pola makannya adalah masyarakat dengan tekanan darah yang meningkat seiring bertambahnya usia. Sebaliknya, masyarakat yang konsumsi garamnya rendah menunjukkan hanya mengalami peningkatan tekanan darah yang sedikit, seiring dengan bertambahnya usia. Terdapat bukti bahwa mereka yang memiliki kecenderungan menderita hipertensi secara keturunan memiliki kemampuan yang lebih rendah untuk mengeluarkan garam dalam tubuhnya. Namun mereka mengkonsumsi garam tidak lebih banyak dari orang lain, meskipun tubuh mereka cenderung menimbun apa yang mereka makan (Beevers, 2002 : 35). h. Kebiasaan merokok Kebiasaan merokok, minum-minuman beralkohol dan kurang olahraga dapat mempengaruhi peningkatan tekanan darah. Merokok
dapat merusak pembuluh darah, menyebabkan arteri menyempit dan lapisan menjadi tebal dan kasar. Menurut Iman Soeharto (2001: 55), keadaan paru-paru dan jantung mereka yang merokok tidak dapat bekerja secara efisien.
F. Kerangka Teori Berdasarkan uraian dalam landasan teori, maka disusun kerangka teori sebagai berikut :
Faktor Predisposisi : o Pengetahuan o Pendidikan o Sikap o Kepercayaan
Perilaku Kontrol penderita hipertensi
o Tingkat Ekonomi o Fasilitas kesehatan
o Sikap dan perilaku kontrol penderita hipertensi o Petugas kesehatan o Tokoh masyarakat o Keluarga
Sumber : Soekidjo Notoatmodjo (2003) Gambar 2.1. Kerangka Teori
G. Kerangka Konsep Variabel bebas (independen)
o Pendidikan o Pengetahuan o Sikap
Variabel terikat (dependen)
Perilaku Kontrol penderita hipertensi
Gambar 2.2. Kerangka Konsep
H. Varibel Penelitian 1. Variabel independen (bebas) Dalam ilmu keperawatan, variabel bebas biasanya merupakan stimulus atau intervensi keperawatan yang diberikan kepada pasien untuk mempengaruhi tingkah laku pasien (Nursalam 2003 : 102). Variabel bebas dalam penelitian ini adalah karakteristik penderita hipertensi, yang meliputi tingkat pengetahuan penderita hipertensi, pendidikan dan sikap penderita hipertensi. 2. Variabel Dependen (terikat) Variabel terikat adalah faktor yang diamati dan diukur untuk menentukan ada tidaknya hubungan atau pengaruh dari variabel bebas (Nursalam 2003 : 102). Variabel terikat dalam penelitian ini adalah perilaku kontrol pada penderita hipertensi
I. Hipotesis Penelitian 1. Hipotesis mayor Ada hubungan pendidikan, pengetahuan dan sikap terhadap hipertensi dengan perilaku kontrol pada penderita hipertensi di wilayah Puskesmas Genuk Semarang. 2. Hipotesis minor Hipotesis yang dapat muncul dalam penelitian ini adalah : a. Ada hubungan pendidikan terhadap hipertensi dengan perilaku kontrol pada penderita hipertensi di wilayah Puskesmas Genuk Semarang b. Ada hubungan pengetahuan terhadap hipertensi dengan perilaku kontrol pada penderita hipertensi
di wilayah Puskesmas Genuk
Semarang c. Ada hubungan sikap pasien terhadap hipertensi dengan perilaku kontrol pada penderita hipertensi Semarang
di wilayah Puskesmas Genuk