BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Respon Penerimaan Anak 1. Pengertian Respon atau umpan balik adalah reaksi komunikan sebagai dampak atau pengaruh dari pesan yang disampaikan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Umpan balik langsung disampaikan komunikan secara verbal, yaitu dengan kalimat yang ucapkan langsung dan non verbal melalui ekspresi wajah atau gerakan tubuh (Supartini, 2004). Merupakan suatu reaksi terhadap obyek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan dari obyek (Notoatmodjo, 2008). Dalam beberapa hal respon merupakan penentu yang penting bagi perilaku anak. Sebagai reaksi maka selalu berhubungan dengan dua alternatif yaitu menerima atau menolak, senang atau tidak senang menurut atau memberontak, menjauhi atau mendekati (Azwar S, 1998). 2. Bentuk Respon Anak Usia Pra Sekolah Masa prasekolah (3-6 tahun) sing kali dipersepsikan anak sekolah sebagai hukuman, sehingga menimbulkan reaksi agresif. Bentuk respon tersebut adalah menolak makan, sering bertanya, menangis perlahan dan tidak kooperatif terhadap petugas kesehatan. 3. Karakteristik Anak Usia Pra Sekolah Banyak ahli memberikan batasan tentang anak. Dalam penelitian ini, batasan tentang anak usia pra sekolah didasarkan pada teori psikososial menurut Erikson. Menurut Erikson, anak usia pra sekolah berada pada kurun usia 4-6 tahun dengan karakteristik sebagai berikut : a. Tugas perkembangan anak usia pra sekolah Erikson mengertikan perkembangan manusia secara bertahap dan dapat diamati melalui perubahan psikososial. Perubahan tersebut secara normal harus dilewati melalui kemampuan menyelesaikan tugas perkembangan tahap sebelumnya yang akan sangat mendukung
6
7
keberhasilan tahap berikutnya. Anak usia pra sekolah menurut Erikson mempunyai perkembangan inisiatif versus merasa bersalah. Ciri-ciri yang paling menonjol pada usia ini yaitu inisiatif yang dibangun melalui rasa ingin tahu begitu tinggi. Mereka bertanya tentang apa saja yang dipantau melalui sistem penginderaannya, meskipun kemampuan interpretasinya masih sederhana. Kelompok usia ini juga berespon terhadap inisiatifnya melakukan aktivitas dan sosialisasi. Sebagai contoh, anak begitu agresif membantu mengambilkan sesuatu jika diminta, meskipun tanpa mempertimbangkan hasil akhir yang baik dan benar menurut orang dewasa. Hal ini membutuhkan pemahaman yang sungguh-sungguh dari orang dewasa agar dapat berespon sesuai kebutuhan anak. Jika inisiatif anak dihambat oleh sikap orang dewasa yang kurang sabar, kurang pengertian dan kurang bersahabat atau cenderung keras, menyebabkan anak merasa dirinya bersalah. Jika perasaan seperti ini telah dibangun oleh anak sebagai suatu keyakinan maka anak gagal meraih tugas perkembangan selanjutnya. b. Bentuk-bentuk hambatan anak usia pra sekolah Sebagaimana halnya anak usia pra sekolah yang mengalami hambatan perkembangan oleh karena hal-hal yang telah disebutkan di atas, akan menimbulkan gejala seperti : 1) Regresi Gejala regresi yaitu : respon kemunduran perkembangan anak ke stadium sebelumnya, dan yang paling menonjol adalah hilangnya kemampuan mengendalikan otot sphincter sehingga anak kembali menjadi ngompol dan buang air besar yang tidak terkontrol. Selain itu anak mengalami kehilangan kemampuan berbicara dan keinginan untuk digendong secara berlebihan. Kondisi seperti ini dapat berlangsung beberapa jam, beberapa hari dan bervariasi tingkat keparahannya.
8
2) Agresi Perilaku agresi merupakan respon ilmiah terhadap frustasi dan perasaan tersinggung. Selama di rumah sakit anak merasa tidak mungkin untuk menyatakan agresinya. Oleh karena itu anak menimbun perasaan ini dan melepaskannya di rumah. 3) Mimpi buruk dan gangguan tidur Hal ini juga merupakan respon terhadap stress. Anak merasa takut akan terulang pengalaman yang sama atas tindakan keperawatan di rumah sakit. Tindakan tersebut yang menimbulkan rasa sakit, perlukaan dan tindakan lainnya yang terasa asing bagi anak. 4) Reaksi penolakan dan rasa takut Anak cenderung menunjukkan reaksi penolakan dan rasa takut yang berlebihan bila didekati perawat, apalagi dengan melihat peralatan yang asing baginya. Pada anak tertentu dapat menunjukkan reaksi bermusuhan, menangis dan berteriak. c. Bentuk-bentuk komunikasi anak usia pra sekolah Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, rasa ingin tahu anak usia pra sekolah begitu tinggi. Mereka sering bertanya dan sering memakai kata “mengapa” sebagai ciri utamanya. Mereka telah mengenal hubungan waktu dengan pengetahuan masa lampau, masa kini dan masa depan yang tercermin dalam pemilihan kata-kata. Dengan kata lain, anak sangat kritis membangun rasa ingin tahu dengan
segala
sesuatu.
Walaupun
demikian,
kemampuan
interprestasinya masih terbatas sehingga perlu diperhatikan teknik komunikasi untuk membangun tingkat pengertian/pemahaman dan kerja sama dengan cara sebagai berikut : 1) Dengarkan dengan seksama pernyataan anak Anak biasanya menggunakan komunikasi bilingual (dual bahasa) yaitu, kata-kata yang diucapkannya menurut kebiasaannya sesuai dengan usianya dan kata-kata yang lazim digunakan orang lain. Respon afektif sangat dibutuhkan dari lawan bicaranya. Klarifikasi
9
untuk pengertian bersama sangat diperlukan. Jangan mengalihkan pembicaraan jika pernyataannya kurang jelas. Gunakan komunikasi lambat dan sistematis. Anak sulit mengerti pembicaraan yang terlalu cepat dan terpotong-potong/tidak tuntas. Untuk itu dianjurkan berbicaralah dengan irama lambat. Uraikan secara bertahap setiap isi pembicaraan. 2) Gunakan kata-kata yang mudah dimengerti Anak masih sulit mengerti istilah asing dan jarang didengarkannya. Untuk itu, anak lebih mudah memahami istilah sehari-hari yang sering diucapkan anak-anak lain di sekitarnya. 3) Manfaatkan audiovisual Usia pra sekolah sangat baik perhatiannya terhadap penglihatan dan daya dengarnya melalui televisi dan radio. Untuk itu dianjurkan informasi yang diberikan sebaiknya menggunakan alat bantu seperti video dan lain sebagainya. 4) Penjelasan harus disertai ilustrasi yang cocok. Dianjurkan untuk setiap penjelasan harus selalu disertai ilustrasi dan contoh-contoh nyata sesuai apa yang dapat dialami anak dari lingkungan sekitarnya. 5) Penekanan berulang Untuk pembicaraan yang penting, perlu ditekankan berulang-ulang kali. 6) Gunakan alat peraga Anak akan menjadi lebih mengerti jika ditunjukkan dengan menggunakan alat peraga. Kalau perlu dicoba oleh anak sendiri untuk hal-hal yang tidak berbahaya. 7) Hindari kejenuhan Usia pra sekolah sangat aktif dalam aktivitas bermain. Bimbingan dan penyampaian informasi padanya tidak sama dengan anak yang lebih
besar
atau
orang
dewasa
yang
tekun
dan
serius
10
memperhatikan. Dianjurkan informasi disampaikan di sela-sela anak bermain dan jangan dipaksakan.
B. Pendampingan Orang Tua Anak mulai berinteraksi lebih banyak setelah anak agak besar dan dapat bermain serta bergurau. Interaksi orang tua-anak merupakan suatu proses kompleks yang dipengaruhi oleh berbagai faktor, yaitu kepribadian orang tua, sifat bawaan anak, kelahiran anak yang lain, tingkah laku setiap anggota keluarga dan pengaruh luar (Supartini, 2004). Anak adalah individu yang unik dan bukan orang dewasa mini. Anak juga bukan merupakan harta atau kekayaan orang tua yang dapat dinilai secara sosial ekonomi, melainkan masa depan bangsa yang berhak atas pelayanan kesehatan secara individual. Anak adalah individu yang masih bergantung pada orang dewasa dan lingkungannya, artinya membutuhkan lingkungan yang dapat memfasilitasi dalam memenuhi kebutuhan dasarnya dan belajar mandiri. Lingkungan yang dimaksud berupa keluarga, pengurus panti (bila anak di panti asuhan), atau bahkan tanpa orang tua bagi mereka yang hidupnya menggelandang. Semua individu tersebut menjadi klien dari keperawatan anak (Supartini, 2004). Anak usia 4-6 tahun peka terhadap stimulus yang dirasakannya akan mengancam keutuhan tubuhnya. Oleh karena itu, apabila perawat akan melakukan suatu tindakan, ia akan bertanya mengapa dilakukan, untuk apa, dan bagaimana cara dilakukan? Anak membutuhkan penjelasan atas pertanyaannya. Perawat perlu menggunakan bahasa yang dapat dimengerti anak dan memberikan contoh yang jelas sesuai dengan kemampuan kognitifnya (Supartini, 2004) Suatu hal yang mendorong anak untuk meningkatkan kemampuan dalam komunikasi adalah dengan memberikan pujian atas apa yang telah dicapainya atau ditunjukkannya terhadap perawat dan orang tuanya. Perawat juga harus konsisten dalam berkomunikasi secara verbal dan non verbal. Perawat jangan tertawa atau tersenyum saat dilakukan tindakan yang
11
menimbulkan nyeri pada anak, misalnya diambil darah, dipasang infus dll (Supartini, 2004). Fokus utama dalam pelaksanaan pelayanan keperawatan adalah peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit, dengan falsafah yang utama yaitu asuhan keperawatan yang berpusat pada keluarga dan perawatan terapeutik. Selama proses asuhan keperawatan dijalankan, keluarga dianggap sebagai mitra bagi perawat dalam rangka mengoptimalkan pertumbuhan dan perkembangan anak (Supartini, 2004). Terjadinya perpisahan orang tua dan anak karena harus dirawat di rumah sakit dapat menimbulkan dampak psikologis pada anak. Apabila anak mengalami kecemasan tinggi saat dirawat di rumah sakit, orang tua menjadi stres. Selanjutnya apabila orang tua stress, anak pun menjadi semakin stress (Carpenito, 2009). Peran keluarga terutama orang tua begitu penting dalam perawatan anak di rumah sakit karena pada dasarnya setiap asuhan pada anak yang dirawat di rumah sakit memerlukan keterlibatan orang tua. Waktu kunjungan bagi orang tua terhadap anaknya harus terbuka selama 24 jam, tersedia aktivitas bermain dan layanan pendidikan kesehatan pada orang tua yang terpogram secara reguler. Anak membutuhkan orang tua selama proses hospitalisasi (Supartini, 2004). Kehadiran orang tua yaitu ayah dan ibu sangatlah besar artinya bagi perkembangan kepribadian seorang anak. Orang tua cenderung bersikap lebih melindungi pada anaknya yang terkena penyakit (Gunarsa, 2008). Anak usia pra sekolah sudah terbiasa untuk tidak bersama orang tua mereka, namun masih membutuhkan kehadiran orang tua jika berada di lingkungan yang tidak familiar. Umumnya mereka bersikap kooperatif. Mereka dapat menikmati pemeriksaan neurologis dan senang mendengarkan detak jantung melalui stetoskop. Anak yang merasa takut dapat dialihkan dengan mengajak mereka mengobrol (Meadow & Newell, 2005). Dukungan dan upaya meningkatkan transisi peran bagi orang tua yang anaknya sakit paling baik dilakukan dalam tatanan yang diarahkan oleh prinsip keperawatan yang berpusat pada keluarga dan oleh proses keperawatan
12
yang juga diarahkan oleh filosofi yang berfokus pada keluarga (Carpenito, 2009). Empat elemen pokok asuhan yang berpusat pada keluarga yaitu 1. Hubungan anak dan orang tua adalah unik, berbeda antara yang satu dengan yang lainnya. Setiap anak mempunyai karakteristik yang berbeda dan berespon terhadap sakit dan perawatan di rumah sakit secara berbeda pula. Demikian pula orang tua mempunyai latar belakang individu yang berbeda dalam berespon terhadap kondisi anak dan perawatan di rumah sakit. 2. Orang tua dapat memberikan asuhan yang efektif selama hospitalisasi anaknya. Telah terbukti dalam beberapa penelitian bahwa anak akan merasa aman apabila berada di samping orang tuanya, terlebih lagi pada saat menghadapi situasi yang menakutkan seperti dilakukan prosedur invasif. Dengan demikian, tujuan asuhan akan tercapai dengan baik apabila ada kerja sama yang baik antara perawat dengan orang tua. 3. Kerja sama dalam model asuhan yang fleksibel dan menggunakan konsep dasar asuhan keperawatan anak. Saat tertentu perawatan dapat melakukan asuhan keluarga dan keluarga dapat melakukan asuhan keperawatan. Pada kondisi tertentu ketika orang tua harus meninggalkan anak sesaat (misalnya membeli obat, pergi ke kamar kecil), perawat harus siap menggantikannya
(misalnya
bila
bayi
menangis,
perawat
perlu
menggendong, meninabobokan). Sebaliknya orang tua harus belajar melakukan
tindakan
keperawatan,
seperti
memberikan
kompres,
mengukur suhu, atau mengobservasi gejala panas pada anak, melalui proses pendidikan kesehatan yang diberikan perawat. 4. Keberhasilan dari pendekatan ini bergantung pada kesepakatan tim kesehatan untuk mendukung kerja sama yang aktif dari orang tua. Kesepakatan untuk menggunakan pendekatan family centered, tidak cukup hanya dari perawat tetapi juga seluruh petugas kesehatan yang ada. (Supartini, 2004).
13
C. Kerangka Teori
Anak sakit
Anak mengalami tindakan keperawatan
Dirawat di Rumah Sakit
Pemasangan infus
Terpisah dengan orang tua
Dampak psikologis
Respon anak terhadap tindakan invasif pemasangan infus
Diberikan dukungan orang tua dalam family centered care yaitu pendampingan
Bagan 2.1 Kerangka Teori Sumber : Supartini (2004) & Carpenito (2009).
D. Kerangka Konsep
Pendampingan orang tua
Gambar 2.1
Kerangka Konsep
Respon penerimaan anak usia pra sekolah pada tindakan invasif pemasangan infus
14
E. Variabel Penelitian Variabel penelitian ini terdiri dari : 1. Variabel bebas: pendampingan orang tua 2. Variabel terikat: respon penerimaan anak usia pra sekolah pada tindakan invasif pemasangan infus
F. Hipotesis Ada hubungan pendampingan orang tua terhadap respon penerimaan anak usia pra sekolah pada tindakan invasif pemasangan infus di RSUD Kraton Pekalongan.