BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kekerasan Seksual Berdasarkan Peraturan Pemerintah pengganti UU No.1 tahun 2002, pengertian kekerasan adalah setiap perbuatan penyalahgunaan kekuatan fisik dengan atau tanpa menggunanakan sarana secara melawan hukum dan menimbulkan bahaya bagi badan, nyawa, dan kemerdekaan orang, termasuk menjadikan orang pingsan atau tidak berdaya. Kekerasan terhadap anak merupakan fenomena kekerasan yang sering dilakukan oleh orang terdekat dari anak- anak. Tindakan yang dilakukan mencakup fisik, psikologis/ emosional dan seksual yang dilakukan dalam hubungan kemitraan. Kekerasan seksual pada anak adalah pemaksaan, ancaman atau keterperdayaan seorang anak dalam aktivitas seksual. Menurut Orange (2010), kekerasan seksual meliputi aktivitas seksual berupa melihat, meraba, penetrasi (tekanan), pencabulan dan pemerkosaan. Dampak kekerasan seksual pada anak dapat berupa fisik, psikologis, maupun sosial. Dampak pada fisik berupa luka atau robeknya dara. Dampak psikologi meliputi trauma mental, ketakutan, malu, cemas, bahkan keinginan atau percobaan bunuh diri. Sedangkan dampak sosial yang didapat berupa perlakuan sinis dari masyarakat di sekelilingnya, ketakutan terlibat dalam pergaulan dan sebagainya. Berdasarkan penelitian deskriptif yang dilakukan oleh Paramastri (2010), beberapa kasus kekerasan seksual pada anak yang terjadi di rumah justru terjadi ketika mereka dimandikan oleh keluarganya (kakak, bapak, atau kakek). Mereka menyatakan bahwa alat kelamin mereka sering dimainkan Saat dimandikan, dan
6
7
pernah ada yang mengalami alat vitalnya dimainkan oleh pacar kakaknya. Hanya sebagian
kecil
subjek
yang
meyakini
bahwa
pelaku
kekerasan
berasal
dari orangdekatkorban. Kelompok ini meyakini bahwa pelaku kekerasan seksual adalah orang-orang yang tidak dikenal oleh korban. Kekerasan seksual yang terjadi di sekolah, umumnya dilakukan oleh teman sekelas, kakak kelas atau bahkan adik kelas. Terdapat juga beberapa kejadian kekerasan seksual yang justru dilakukan oleh guru mereka sendiri. Pada umumnya yang melakukan kekerasan seksual disekolah adalah anak‐ anak yang telah ditengarai sebagai ”anak nakal”. Menurut guru kelasnya, hal tersebut terjadi karena memang model /pola pendidikan dari orang tuanya dan karena pengaruh lingkungan rumahnya. Dampak yang muncul akibat kekerasan seksual kemungkinan adalah depresi, fobia, dan mimpi buruk, curiga terhadap orang lain dalam waktu yang cukup lama. Ada pula yang merasa terbatasi di dalam berhubungan dengan orang lain, berhubungan seksual dan disertai dengan ketakutan akan munculnya kehamilan akibat dari perkosaan. Bagi korban perkosaan yang mengalami trauma psikologis yang sangat hebat, ada kemungkinan akan merasakan dorongan yang kuat untuk bunuh diri (Sulistyaningsih & Faturochman, 2002). Terkait dengan dampak kekerasan seksual, dijelaskan pula oleh Anwar (2011) yang menyatakan bahwa segala dampak kekerasan seksual yang mempengaruhi psikologis maupun fisik selalu diawali oleh sistem kerja kognisi. Dari kognisi akanberpengaruh pada perasaan dan tindakan, perasaan dan tindakan akan mempengaruhi kondisi fisik seseorang. Sistem kognisi yang negatif akan membuat indivudu memiliki pola pikir negatif yang diulang-ulang. Pengulangan pola pikir negatif inilah yang kemudian membuat individu memiliki negative belief. Adanya negativebeliefini kemudian di kunci dan dibekukan ke dalam sistem kognisinya yang
8
kemudian berpengaruh pada kondisi fisik individu dan memunculkan banyak penyakit. 2.2 Defini Anak dan Hak Anak Dalam Convention on The Right Of the Child tahun 1989 yang telah diratifikasi pemerintah Indonesia melalui Keppres Nomor 39 Tahun 1990 disebutkan bahwa anak adalah mereka yang berusia 18 tahun ke bawah. Sementara itu, UNICEF mendefenisikan anak sebagai penduduk yang berusia antara 0 sampai dengan 18 tahun.Sedangkan Undang-Undang RI Nomor 4 tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak, menyebutkan bahwa anak adalah mereka yang belum berusia 21 tahun dan belum menikah. Sehingga dalam definisi anak dapat dinyatakan dalam suatu rentang usia anak yang terletak pada skala 0 sampai dengan 21 tahun. Penjelasan mengenai batas usia 21 tahun ditetapkan berdasarkan pertimbangan kepentingan usaha kesejahteraan sosial, kematangan pribadi dan kematangan mental seseorang yang umumnya dicapai setelah seseorang melampaui usia 21 tahun (Hurarerah, 2006). Anak- anak juga memiliki hak yang memang telah didapat sedari ia dilahirkan. Menurut Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak, hak anak adalah bagian dari hak asasi manusia yang wajib dijamin, dilindungi dan dipenuhi oleh orangtua, masyarakat, pemerintah dan negara. Dalam pernyataan hak azasi tersebut, sudah mencakup perlindungan dari ancaman kekerasan seksual. Hal tersebut juga didukung oleh Undang-undang Nomor 4 tahun 1979 tentang kesejahteraan Anak pada Pasal 2, disebutkan bahwa 1) anak berhak atas kesejahteraan, perawatan, asuhan, dan bimbingan berdasarkan kasih sayang, baik dalam keluarganya maupun dalam asuhan khusus untuk tumbuh dan berkembang dengan wajar, 2) anak berhak atas pelayanan untuk mengembangkan kemampuan
9
dan kehidupan sosialnya, sesuai dengan kebudayaan dan kepribadian bangsa, untuk menjadi warga negara yang baik dan berguna, 3) Anak berhak atas pemeliharaan dan perlindungan, baik semasa kandungan maupun sesudah dilahirkan, dan 4) anak berhak atas perlindungan terhadap lingkungan hidup yang dapat membahayakan atau menghambat pertumbuhan dan perkembangan dengan wajar. Huttman dalam Huraerah (2006)merinci kebutuhan anak, yaitu: kasihsayang orangtua, stabilitas emosional, pengertian dan perhatian, pertumbuhan kepribadian, dorongan kreatif, pembinaan kemampuan intelektual dan keterampilan dasar, pemeliharaan kesehatan, pemenuhan kebutuhan makanan, pakaian, tempat tinggal yang sehat dan memadai, aktivitas rekreasional yang konstruktif dan positif, serta pemeliharaan,
perawatan
dan
perlindungan.
Selanjutnya,
Mutiara
(2015)
menyebutkan bahwa hak anak menurut UNICEF adalah hak untuk nutrisi yang memadai, pendidikan, kesehatan, berpartisipasi, perlindungan dan hak untuk air bersih. Huraerah (2006) menyatakan bahwa, kegagalan dalam proses pemenuhan kebutuhan tersebut akan berdampak negatif pada pertumbuhan fisik dan perkembangan intelektual, mental, dan sosial anak. Anak bukan saja akan mengalami kerentanan fisik akibat gizi dan kualitas kesehatan yang buruk, melainkan pula mengalami hambatan mental, lemah dayanalar dan bahkan perilaku - perilaku maladaptive, seperti: autism, nakal, sukar diatur, yang kelak mendorong mereka menjadi manusia dengan perilaku kriminal. 2.3 Pendidikan Seks Pada Anak Berdasarkan Usia Menurut Andika (2010) pendidikan seks bagi anak berdasarkan usia dibagi menjadi empat tahap, yaitu: 1) Pada usia 1 sampai 4 tahun. Pada rentang umur ini,
10
orangtua disarankan untuk mulai memperkenalkan anatomi tubuh, termasuk alat genital. Selain itu, pada umur ini perlu adanya pemberian informasi pada anak bahwa laki- laki dan perempuan merupakan ciptaan Tuhan yang unik dan berbeda; 2) Pada usia 5- 7 tahun rasa ingin tahu anak tentang aspek seksual biasanya meningkat. Oleh karena itu, orang tua atau pendidik diharapkan bersikap sabar dan komunikatif, menjelaskan hal-hal yang ingin diketahui anak.; 3) Pada usia 8- 10 tahun, biasanya seorang anak sudah mampu membedakan dan mengenali hubungan sebab akibat. Pada fase ini, orangtua sudah bisa menerangkan secara sederhana proses reproduksi, misalnya tentang sel telur dan sperma yang jika bertemu akan membentuk bayi; 4) Pada usia 11-13 tahun, anak sudah mulai memasuki pubertas. Ia mulai mengalami perubahan fisik, dan mulai tertarik pada lawan jenisnya. Ia juga sedang giat mengeksplorasi diri, misalnya pada anak perempuan akan mulai mencoba- coba alat make up ibunya. 2.4 Personal Safety Skill Dalam Ringkasan Kajian Perlindungan UNICEF Indonesia (2013) menyebutkan bahwa UNICEF sebagai lembaga perlindungan anak berusaha menanggulangi tindak kekerasan baik berupa kekerasan, perlakuan salah, eksploitasi dan penelantaran. Upaya tersebut dilakukan bersama dengan pemerintah yang dalam hal ini bekerja sama dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Anak (KPPPA), telah meluncurkan suatu gerakan yang bernama Gerakan Nasional Anti Kejahatan Seksual Terhadap Anak (GN – AKSA). Pembentukan Gerakan ini sangat berperan dalam meningkatkan
kewasapadaan
dan
kesadaran
masyarakat
atas
tindakan
tersebut.Tindakan tersebut diwujudnyatakan dalam bentuk dukungan pembentukan hukum perlindungan anak. Selain itu, UNICEF Indonesia juga melakukan upaya
11
promosi kesehatan berupa melakukan promosi mengenai video yang diberi judul “Kisah Si Aksa” yang berdurasi 1 menit
59 detik pada bulan Juli 2014 dan
menerbitkan leaflet Gerakan Nasional Anti Kejahatan Seksual Terhadap Anak (GNAKSA) tahun 2015. Pada kedua media memperlihatkan upaya meningkatkan pemahaman anak terhadap upaya yang harus dilakukan sendiri guna menghindari tindak kekerasan seksual terhadap dirinya. Personal Safety Skill adalah kemampuan diri sendiri dalam memberikan respon terhadap lingkungan yang dapat membahayakan dirinya. Dalam penelitiannya mengenai Pencegahan Kekerasan Seksual Pada Anak Melalui Personal Safety Skill, Anesty dan Nur’aini (2015) menyatakan bahwa pengajaran personal safety skills pada anak dapat berperan sebagai upaya untuk mencegah dan meminimalisir kasus kekerasan seksual pada anak. Sejumlah fakta empiris mengenai fenomena kekerasan seksual pada anak dengan segenap implikasi psikologisnya, mengisyaratkan perlunya upaya prevensi maupun intervensi yang melibatkan segenap pihak yang bertanggung jawab untuk menghindarkan dan menyelamatkan anak dari kekerasan seksual. Dalam Anesty (2015) Personal safety skills terdiri atas tiga komponen keterampilan yang dikenal dengan slogan 3 R yakni :Recognize, Resist, dan Report. Recognize, yakni kemampuan anak mengenali ciri-ciri orang yang berpotensi melakukan kekerasan seksual (predator). Pada komponen recognizeini, anak diajari untuk mengenali bagian-bagian tubuh pribadi yang tidak boleh disentuh sembarang orang, dan bagaimana mengatakan tidak saat orang lain melakukan sentuhan tidak aman (unsafe touch), menyuruhmembuka baju atau memperlihatkan bagian tubuh pribadi,
menyuruhanak
melihat
bagian
tubuh
pribadi
sang
pelaku
dan
memperlihatkan konten seksual. Anak diberikan kesadaran atas hak-hak pribadi terhadap tubuhnya, serta bagaimana mereka boleh menentukan siapa yang boleh dan
12
tidak boleh menyentuh bagian tubuhnya, terutama yang sensitive atau yang sangat pribadi. Dengan demikian anak diharapkan dapat membedakan pelaku tindakan kekerasan seksual daripada orang lainnya yang berkomunikasi atau melakukan kontak fisik dengannya. Resist, yakni kemampuan anak bertahan dari perlakuan atau tindakan kekerasan seksual, misalnya berteriak minta tolong, memberitahu orang lain bahwa orang yang menggandengnya bukanlah ayahatau ibunya, dan sebagainya. Pada komponen resistini anak diajari untuk mengidentifikasi sejumlah tindakan yang dapat ia lakukan ketika berhadapan dengan pelaku kekerasan seksual atau ketika berada dalam situasi yang memungkinkan terjadinya tindakan kekerasan seksual. Anak diajari untuk dapat mengabaikan rayuan dan bujukan dari orang yang berpotensi melakukan kekerasan seksual, mengatakan “Tidak!” atau “Stop!” dengan lantang dan tegas pada orang yang mencoba melakukan tindak kekerasan seksual pada mereka,melakukantindakan perlawanan seperti memukul, menggigit, menendang pada pelaku kekerasan seksual, melarikan diri dari pelaku kekerasan seksual dan berteriak meminta pertolongan pada orang sekitar. Report, yakni kemampuan anak melaporkan perilaku kurang menyenangkan secara seksual yang diterimanya dari orang dewasa, bersikap terbuka kepada orang tua agar orang tuanya dapat memantau kondisi anak tersebut. Pada komponen report anak diajari agar mampu bersikap terbuka atas tindakan kekerasan seksual yang diterimanya, dan mampu melaporkan pelaku pada orang dewasa atau lembaga lain yang berkepentingan dan dipercayaoleh anak untuk membantunya. Menurut Kenny dan Wurtele (2009) dalam Anesty (2015), tujuan dari pemberian personal safety skills anak menunjukkan peningkatan kemampuan dalam 5 hal, yaitu: 1) Mengenai situasi yang berpotensi abusive; 2) Menahan godaan atau bujukan
13
predator; 3) Melaporkan situasiabusive; 4) Menyalahkan pelaku bukan dirinya sendiri, dan 5) Melaporkan perasaan positif mengenai tubuh dan organ genitalnya.Hal tersebut jarak ini menjelaskan bahwa terdapat rasa mawas diri yang harus diketahui oleh anak secara bertahap. 2.5 Promosi Kesehatan Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1 ditegaskan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Dengan acuan tersebut nampak jelas bahwa tujuan pendidikan tidak sekedar menciptakan manusia yang pintar, cerdas, atau menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi saja. Pendidikan adalah membangun manusia yang utuh antara jasmani dan rohani, keseimbangan antara kecerdasan dalam berpikir, sikap, dan serta ahlak mulia yang sesuai dengan atanan nilai dan norma yang ada di masyarakat dan tuntutan ajaran agama. Promosi kesehatan berkembang dari pendidikan kesehatan. Hal ini merupakan bagian dari perkembangan pengaruh intervensi terhadap perilaku sebagai determinan kesehatan atau kesehatan masyarakat. Dalam beberapa survey yang dilakukan oleh WHO, terungkap bahwa pendidikan kesehatan hanya memberikan efek perubahan yang lamban dan sangat kecil. Meskipun pengetahuan masyarakat tentang kesehatan telah tinggi, namun praktik atau tindakannya tentang kesehatan masih rendah, hal ini berarti perubahan atau peningkatan pengetahuan tentang kesehatan tidak diimbangi dengan tindakan. Promosi kesehatan adalah upaya pemberdayaan masyarakat dalam
14
memelihara, meningkatkan, dan melindungi kesehatan diri dan lingkngannya. Memberdayakan adalah upaya untuk membangun daya atau mengembangkan iklim yang mendukung kemandirian. Dengan demikian, promosi kesehatan merupakan upaya mempengaruhi masyarakat agar menghentikan perilaku berisiko tinggi dan menggantikannya dengan perilaku yang aman atau paling tidak berisiko rendah (Kholid, 2012). Salah satu bentuk pendidikan kesehatan yang ditujukan kepada masyarakat adalah pemberian informasi kesehatan. Pemberian informasi kesehatan merupakan upaya yang diselenggarakan bagi setiap orang agar dapat belajar mengenai masalahmasalah kesehatan, serta melakukan perubahan secara sukarela melalui perilakunya. Hal- hal yang mencakup informasi berupa penyediaan informasi, mengeksplorasi nilai dan sikap, membuat keputusan- keputusan, serta melatih keterampilan yang memungkinkan terjadinya perubahan perilaku (Notoatmodjo, 2007). Pemberian informasi kesehatan masyarakat merupakan suatu gabungan berbagai kegiatan dan kesempatan yang berlandaskan prinsip- prinsip pembelajaran untuk mencapai suatu keadaan, dimana individu, kelompok, maupun masyarakat mengetahui cara- cara melaksanakan apa yang harus dilakukan dalam mencapai tujuan hidup sehat, baik secara perorangan, kelompok, mapun bersama- sama masyarakat (Depkes, 2002). 2.6 Media Dalam penyampaian materi- materi promosi kesehatan, diperlukan adanya sebuah media. Menurut Azhar dalam Maya (2005) menyatakan bahwa media berasal dari bahasa Latin “Medius” yang berarti perantara atau pesan. Dengan kata lain media merupakan perantara atau pengantar pesan dari pengirim ke penerima pesan.
15
Dalam arti luas media disebutkan sebagai alat bantu untuk menyusun kembali informasi visual atau verbal yang di sampaikan oleh pemberi pesan, mengantarkan pesan tersebut, kemudian dikomunikasikan kepada penerima pesan.Oemar dalam Maya (2015) menyatakan manfaat yang diperoleh dengan menggunakan media adalah dapat membangkitkan motivasi dan pengaruh psikologis peserta didik. Efektivitas proses pembelajaran juga akan terlaksana jika memanfaatkan media pembelajaran. Media merupakan alat atau sarana yang digunakan untuk menyampaikan pesan dari komunikator kepada khalayak. Beberapa pakar psikologi menyatakan bahwa dalam komunikasi, yang paling dominan bekerja adalah pancaindra manusia, yaitu mata dan telinga. Media sebagai alat komunikasi yang bertujuan untuk mempengaruhi orang lain. Pengaruh adalah perbedaan antara apa yang dipikirkan, dirasakan, dan dilakukan oleh penerima sebelum dan sesudah menerima pesan. Pengaruh juga merupakan indikator dalam komunikasi yang sangat penting untuk mengetahui berhasil atau tidaknya komunikasi yang kita inginkan. Pengaruh bisa terjadi dalam bentuk perubahan pengetahuan (knowledge), sikap (attitude), dan perilaku (behavior) (Cangara, 2012). Berkaitan dengan permasalahan kekerasan seksual ini, menurut Paramastri, dkk (2010) dalam penelitiannya yang berjudul Early Prevention Toward Sexual Abuse On Children menyatakan perlunya dilakukan upaya untuk menanggulangi dan melakukan
prevensi
dini
agar
kejadian
ini
tidak
semakin
marak.
Programprevensidini,dapatdilakukandengancarapromosikesehatan. Upaya program pencegahan ini memiliki adalah anak, sedangkan sasaran sekunder adalah orangtua dan guru. Program pencegahan tersebut dapat dilakukan dengan model diskusi kelompok (kelompok kecil dengan jenis
kelamin yang sama dan usia sebaya),
16
dengan media komik (cerita bergambar). Terkait dengan yang disampaikan pada penelitian serupa, Anesty dan Nur’aini (2015) menyatakan bahwa personal safety skill pada anak- anak diberikan sebagai prevensi dini kekerasan seksual anak memerlukan media atau program dalam penyampaiannya. Dalam komunikasi massa, pengaruh tidak begitu mudah diketahui, sebab selain sifat massa itu tersebar, juga sulit dimonitor pada tingkat mana pengaruh itu terjadi. Perbedaan yang terjadi antara komunikasi massa dan komunikasi pribadi atau kelompok yaitu, komunikasi massa cenderung lebih banyak mempengaruhi pengetahuan dan tingkat kesadaran seseorang, sedangkan komunikasi pribadi cenderung berpengaruh pada sikap dan perilaku seseorang (Cangara, 2010). 2.7 Fungsi Media Sebagai alat peraga dalam promosi kesehatan yang dapat dilihat, didengar, dirasa, atau dicium untuk memperlancar komunikasi dan mempermudah perluasan informasi, maka media memiliki fungsinya tersendiri. Menurut Kholid (2012), media pembelajaran dapat mengatasi keterbatasan pengalaman yang dimiliki oleh para audience. Pengalaman tiap audience berbeda- beda, tergantung dari faktor- faktor yang menentukan kekayaan pengalaman. Suatu media dapat dijadikan sebagai miniatur, model, maupun bentuk gambar- gambar yang disajikan secara audiovisualdan audial dalam mengatasi keterbatasan pengalaman audience untuk mengetahui secara nyata objek yang akan diperkenalkan. Selain itu, media berfungsi memungkinkan adanya interaksi langsung antara audience dengan lingkungannya, menghasilkan keseragaman pengamatan, membangkitkan keinginanan minat baru, membangkitkan motivasi anak untuk belajar, memberikan pengalaman yang integral/
17
menyeluruh dari konkret sampai abstrak, serta membantu menanamkan konsep dasar yang benar, konkret, dan realistis (Kholid ,2012). Dalam penelitian Benawa (2010) tentang peran media komunikasi dalam pembentukan karakter intelektual di dunia pendidikan menyebutkan hubungan kerucut Edgar Dale (cone of experience). Edgar Dale memandang bahwa nilai media pembelajaran
diklasifikasikan
berdasarkan
nilaipengalaman.Menurutnya,
pengalaman itu mempunyai dua belas (12) tingkatan.Tingkatan yang paling tinggi adalah pengalaman yang paling konkret. Sedangkan yang paling rendah adalah yang paling abstrak, diantaranya : 1)Direct Purposeful Experiences, yaitu: Pengalaman yang diperoleh dari kontak langsung dengan lingkungan, obyek, binatang, manusia, dan sebagainya, dengan cara perbuatan langsung; 2) Contrived Experiences, yaitu : Pengalaman yang diperoleh dari kontak melalui model, benda tiruan, atau simulasi; 3)Dramatized Experiences, yaitu : Pengalaman yang diperoleh melalui permainan, sandiwara boneka, permainan peran, drama soial; 4)Demonstration : Pengalaman yang diperoleh dari pertunjukan; 5)Study Trips, yaitu : Pengalaman yang diperoleh melalui karya wisata; 6)Exhibition, yaitu : Pengalaman yang diperoleh melalui pameran; 7)Educational Television, yaitu : Pengalaman yang diperoleh melalui televisi pendidikan, 8) Motion Pictures, yaitu : Pengalaman yang diperoleh melalui gambar, film hidup, bioskop; 9)Still Pictures, yaitu : Pengalaman yang diperoleh melalui gambar mati, slide, fotografi; 10)Radio and Recording, yaitu : Pengalaman yang diperoleh melalui siaran radio atau rekaman suara; 11)Visual Symbol, yaitu : Pengalaman yang diperoleh melalui simbol yang dapat dilihat seperti grafik, bagan, diagram; 12)Verbal Symbol, yaitu : Pengalaman yang diperoleh melalui penuturan kata-kata.
18
Gambar 2.1 Kerucut Pengalaman Dale ( Dale’s Cone of Experience) (Sumber: Sri (2010))
Media pembelajaran dapat melampaui batasan ruang promosi. Banyak hal yang tidak mungkin dialami secara langsung di dalam promosi oleh para audience tentang suatu objek. Hal ini dikarenakan beberapa alasan seperti 1) objek terlalu besar atau terlalu kecil, 2) objek yang bergerak terlalu lambat atau terlalu cepat, 3) objek yang terlalu kompleks 4) objek yang bunyinya terlalu halus, atau 5) objek yang mengandung bahan berbahaya dan berisiko tinggi. Melalui penggunaan media yang tepat maka semua objek tersebut dapat disajikan kepada audience. 2.8 Kriteria Memilih Media Pembelajaran Penggunaan media pembelajaran tidak serta merta selalu memperoleh keberhasilan dalam pencapaian tujuan penggunaannya. Keberhasilan menggunakan media dalam proses pembelajaran untuk meningkatkan hasil belajar tergantung pada isi pesan, cara menjelaskan pesan, karakteristik penerima pesan. Dengan demikian dalam memilih dan menggunakan media, perlu diperhatikan memilih dan
19
menggunakan media, perlu diperhatikan ketiga faktor tersebut. Tidak berarti bahwa semakin canggih media yang digunakan akan semakin tinggi hasil belajar atau sebaliknya. Secara operasional, Kholid (2012) menyebutkan dalam memilih media pembelajaran yang tepat harus memperhatikan access, cost, technology, interactivity, organization, dan novelty. Access merupakan pertimbangan pertama dalam pemilihan media. Pertimbangan ini terkait kemudahan akses yang didapat oleh audience dalam memanfaatkan media tersebut. Akses ini mempertimbangkan ketersediaan saluran, fasilitas maupun kebijakan yang mendukung. Apabila media yang digunakan berupa media internet maka yang dipertimbangkan dalam pengadaan media adalah saluran untuk koneksi internet. Begitu pula dengan penggunaan media lainnya perlu mempertimbangkan hal- hal yang terkait kemudahan penggunaan media oleh audience. Hal kedua yang menjadi pertimbangan pemakaian media adalah biaya (cost) karena banyak jenis media yang dapat menjadi pilihan. Menggunakan media pembelajaran yang canggih biasanya memerlukan biaya yang mahal, namun tetap memperhitungkan aspek manfaat yang diperoleh. Hal ini dikarenakan semakin banyak yang menggunakan, maka unit cost dari sebuah media akan semakin menurun. Selain mempertimbangkan biaya, penggunaan sebuah media pembelajaran harus memperhatikan teknologi (technology). Media yang memerlukan teknisi dan dukungan teknologi harus memperhatikan hal- hal seperti listrik, ketersediaan teknisi, suku cadang, dan cara pengoperasiannya. Media yang baik adalah media yang mampu memunculkan komunikasi dua arah atau interakivitas (interactivity). Semua pembelajaran yang akan dikembangkan oleh penyaji tentu saja memerlukan media yang sesuai dengan tujuan pembelajaran tersebut. Selain memperhatikan komunikasi antara penyaji dan audience, dukungan
20
organisasi (organiztion) juga memegang peranan dalam pemilihan media. Hal ini terkait dukungan pihak penting yang berada diwilayah penggunaan media tersebut.Keberhasilan penggunaan media juga tidak terlepas dari kebaruan (novelty) dari media yang dipilih karena biasanya media yang lebih baru akan lebih baik dan menarik bagi audience. 2.9 Keuntungan dan Kekurangan Media Promosi UNICEF Secara Teori Berdasarkan pertimbangan- pertimbangan dalam pemilihan suatu media, maka media mengalami perkembangan guna mencapai efektivitas, biaya serta kreatifitas. Media promosi dibedakan menjadi media cetak, media elektronika, dan media online (Kholid, 2012). Dalam promosi upaya pencegahan kekerasan seksual,UNICEF Indonesia dan pemerintah memilih media moving cartoon video (film) dan leaflet. Berikut ini adalah beberapa keuntungan dan kekurangan leaflet dan moving cartoon video (film) secara teori. 1. Leaflet Leaflet adalah suatu bentuk media publikasi yang berisi tulisan cetak tentang sesuatu masalah khusus untuk sasaran dan tujuan tertentu. Bentuk fisik leaflet berupa kertas selebaran dengan ukuran tertentu, disajikan dalam bentuk lembaran kertas berlipat (umumnya 2- 3 lipatan) dan tanpa lipatan. Ukuran leaflet biasanya 20 x 30 cm, berisi 200- 400 kata. Isi harus bisa ditangkap dengan sekali baca.Leaflet dapat diberikan atau disebarkan pada saat pertemuan-pertemuan seperti pertemuan Posyandu, kunjungan rumah, dan lain-lain. Leaflet dapat dibuat sendiri dengan perbanyakan sederhana seperti di photo copy. Adapun keuntungan leaflet, yaitu : 1) Leaflet menarik untuk dilihat; 2) Mudah untuk dimengerti; 3)Merangsang imajinasi dalam pemahaman isi leaflet; dan 4) Lebih ringkas dalam penyampaian isi informasi. Sedangkan kelemahan leaflet, yaitu :
21
1) Salah dalam desain tidak akan menarik pembaca; 2) Leaflet hanya untuk dibagikan, tidak bisa di pajang/ ditempel; dan 3) Dibutuhkan kemampuan membaca dan perhatian, karena tidak bersifat auditif dan visual(Kholid, 2012). Leaflet UNICEF merupakan aplikasi media promosi kesehatan yang melibatkan kemampuan visual. Leaflet ini dipublikasikan pada pertegahan tahun 2015, dengan tujuan sebagai upaya pencegahan kekerasan seksual anak. Leaflet tersebut terdiri dari: Pengertian kekerasan seksual, pelaku dan tanda- tanda orang yang diwaspadai sebagai pelaku kekerasan seksual, pihak yang dapat dimintai pertolongan, tindakan yang harus dilakukan untuk mencegah kekerasan seksual, serta tindakan yang harus dilakukan jika mengalami kekerasaan seksual. Dalam penelitian serupa yang dilakukan oleh Alfianur (2015) mengenai efektivitas media ceramah dengan menggunakan leaflet terhadap perubahan perilaku siswa kelas 5 dalam pencegahan penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) diapatkan kesimpulan, yaitu ada pengaruh signifikan dalam peningkatan perilaku siswa kelas 5 sebelum dan setelah pemberian pendidikan kesehatan media ceramah dengan leaflet. Namun, penelitian ini juga menyatakan ada pengaruh signifikan dalam peningkatan perilaku siswa kelas 5 sebelum dan setelah pemberian pendidikan media ceramah tanpa media leaflet. 2. Film Film adalah gambar hidup, juga sering disebut movie (semula plesetan untuk gambar bergerak). Film, secara kolektif, sering disebut “sinema”. Gambar- hidup adalah bentuk seni, bentuk populer dari hiburan, dan juga bisnis. Film dihasilkan dengan rekaman dari orang lain dan benda ( termasuk fantasi dan figur palsu) dengan kamera, dan/atau oleh animasi. Sebuah film memungkinkan sasaran untuk berkomunikasi pesan dengan cepat dan efektif (Kholid, 2012).
22
Penggunaan film dalam promosi memiliki pertimbangan keuntungan dan kekurangan. Adapun keuntungan yang diperoleh dengan menggunakan media film,yaitu : 1) Memberikan pesan yang dapat diterima secara lebih merata oleh siswa; 2) Sangat bagus untuk menerangkan suatu proses; 3) Mengatasi keterbatasan ruang dan waktu; 4) Lebih realistis, dapat diulang-ulang dan dihentikan sesuai dengan kebutuhan; dan 5) Memberikan kesan yang mendalam, yang dapat mempengaruhi sikap siswa. Sedangkan kekurangan media film, yaitu : 1) Harga produksinya cukup mahal; 2) Pembuatannya memerlukan banyak waktu dan tenaga; dan 4) Memerlukan operator khusus untuk mengoperasikannya. Video GN-AKSA yang dipublikasikan oleh UNICEF pada tanggal 16 september 2014 merupakan bentuk media promosi kesehatan audio- visual. Video berdurasi 1 menit 59 detik tersebut memaparkan melalui alur kisah seorang anak bernama Aksa dan Geni yang berada dalam situasi resiko kekerasan seksual. Tujuan video ini adalah mengajak anak- anak agar dapat menghindari kejahatan seksual yang terjadi pada anak- anak yang dilakukan oleh orang yang dikenal atau bahakan yang tidak dikenal. Melalui alur kisah si Aksa dan si Geni, secara tidak langsung tersampaikan pesan bagaimana ciri- ciri seorang yang perlu dicurigai sebagai pelaku, cara pelaku menarik perhatian korban (anak), daerah privasi yang tidak boleh disentuh orang lain, serta bagaimana Aksa dan orang- orang sekitar menangani pelaku tersebut. Menurut Sardiman dalam Melina (2014), menyatakan bahwa media video memiliki kelebihan yaitu dapat menunjukkan kembali gerakan- gerakan, pesanpesan dengan menggunakan efek tertentu sehingga dapat memperkokoh proses pembelajaran. Siswa memperoleh isi, susunan yang utuh dari materi pembelajaran yang digunakan secara interaktif dengan buku kerja, buku petunjuk, buku teks
23
atau benda lain yang biasanya ada di lapangan. Media video dapat menarik perhatian penonton, menghemat waktu dan dapat diputar berulang kali tanpa merubah isi materi. Dalam Kholid (2012) disampaikan bahwa pada pemilihan media harus disesuaikan dengan tujuan pembelajaran atu kompetensi yang ingin dicapai. Apabila tujuan atau kompetensi audience yang hendak dicapai bersifat menghapal kata- kata, maka media yang tepat digunakan adalah media audio.Jika tujuan atau kompetensi yang hendak dicapai bersifat memahami isi bacaan, maka media cetak bisa digunakan. Jika tujuan pembelajaran bersifat motorik ( gerak dan aktivitas), maka media yang bisa digunakan berupa film dan video. Berbagai penelitian mengenai perbandingan efektivitas media leaflet dan video (film) sebagai media pembelajaran telah banyak dilakukan dari lingkup nasional. Adapun penelitian lain sebelumnya yang menyerupai penelitian ini adalah: 1. Fitria Melina, A.A. Soebiyanto, dan Hari Wujoso (2014) dengan judul Perbedaan Media Pembelajaran (Leaflet dan Video) Terhadap Keterampilan Sadari Ditinjau Dari Motivasi pada bulan Juli 2013 di STIKES Yogyakarta.Dalam penelitian Melina (2014) disebutkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan pengaruh media pembelajaran leaflet dan video terhadap kesadaran sadari, serta media video memiliki nilai rata- ratra lebih baik dibandingkan dengan media leaflet (P value = 0,021, < 0,05). 2. Putu Fanny Yustisa, I Ketut Aryana, dan I Nyoman Gede Suyasa (2014) dengan judul Efektivitas Penggunaan Media Cetak dan Media Elektronik Dalam Promosi Kesehatan Terhadap Peningkatan Pengetahuan dan Perubahan Sikap Siswa SD. Penelitian dilakukan pada bulan Mei 2014 di SD
24
No. 3 Padang Sambian Kelod Denpasar Barat. Dalam penelitian ini medapatkan hasil bahwa tidak ada perbedaan efektivitas antara penggunaan leaflet dengan film dalam promosi kesehatan terhadap peningkatan pengetahuan PHBS siswa SD (P value = 0,629, > 0,05). 3. Ambarwati, Ayu Khoirotul U., Fifit Kurniawati, Tika Diah, Saroh Darojah (2014), dengan judul Media Leaflet, Video dan Pengetahuan Siswa SD Tentang Bahaya Merokok. Penelitian ini dilakukan pada tangga 26 September 2013 di SDN 78 Sabrang Lor Mojosongo Surakarta. Pada penelitian tersebut didapatkan hasil bahwa media leaflet lebih efektif digunakan sebagai media pendidikan kesehatan pada anak SD dibandingkan media video ( P value leaflet = 0,000 , P value video = 0,328).
2.10Pengetahuan Menurut Notoatmodjo (2010) pengetahuan adalah merupakan hasil dari “tahu” dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia. Sebagian besar pengetahuan juga diperoleh dari pendidikan, pengalaman sendiri, maupun pengalam orang lain, media massa maupun lingkungan. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain terpenting bagi terbentuknya tindakan seseorang. Pengetahuan diperlukan sebagai dorongan psikis dalam menumbuhkan sikap dan perilaku setiap hari, sehingga dapat dikatakan bahwa pengetahuan merupakan stimulasi terhadap tindakan seseorang. Perilaku yang didasari dengan pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan.
25
Notoatmodjo (2003) menyebutkan bahwa pengetahuan yang dimiliki seseorang dipengaruhi oleh berbagai hal, yaitu: pendidikan, sumber informasi dan usia (umur). Tingkat
pendidikan
mempengaruhi
tingkat
pengetahuan
seseorang
karena
diasumsikan bahwa tingkat pendidikanakan membantu orang tersebut untuk lebih mudah menangkap dan memahami suatu informasi. Semakin tinggi pendidikan seseorang maka tingkat pemahaman juga meningkat serta tepat dalam pengambilan sikap. Selain tingkat pendidikan, tingkat pengetahuan sesorang juga dipengaruhi oleh sumber informasi, baik yang berasal dari media massa, petugas kesehatan, pengalam, maupun yang berasal dari teman. Media massa merupakan salah satu media perantara yang digunakan oleh sumber untuk menyampaikan pesan. Media pendidikan kesehatan adalah alat- alat yang digunakan untuk menyampaikan pesan kesehatan.Media pendidikan kesehatan dapat berupa media cetak, media elektronika, dan papan. Selanjutnya, Seseorang memperoleh pengetahuan bisa langsung dari petugas kesehatan. Hal ini bisa dilakukan dengan bertanya langsung ataupun dengan mengikuti penyuluhan yang diberikan oleh tenaga kesehatan. Bahkan seseorang juga dapat memperoleh pengetahuan yang berasal dari melalui pengalaman yang merupakan hal yang pernah dialami atau dirasakan oleh orang yang bersangkutan. Pengalaman kurang baik akan menimbulkan kesan yang mendalam dan membekas dalam
emosi
kejiwaan
sehingga
dapat
membentuk
sikap
positif
dalam
kehidupannya.Pengetahuan yang dimiliki seseorang juga dapat diperoleh dari temannya. Seseorang akan menyebarkan suatu ide pada orang lain setelah merasakan manfaat dari ide tersebut bagi dirinya . Faktor umur/ usia juga dapat mempengaruhi pengetahuan seseorang. Umur lebih muda mempunyai daya ingat lebih kuat dibandingkan dengan orang yang lebih
26
tua.Di samping itu, kemampuan untuk menyerap pengetahuan baru lebih mudah dilakukan pada umur yang lebih muda karena otak berfungsi maksimal pada umur muda. 2.11Sikap Sikap merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek.Sikap tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup.Jadi sikap masih merupakan reaksi tertutup yang tidak dapat dilihat secara langsung tetapi dapat ditafsirkan melalui pelaksanaan, wawancara, atau kuestioner (Notoatmodjo, 2003). Struktur sikap terdiri atas tiga komponen yang saling menunjang (Azwar, 2003), yaitu :1) Komponen kognitif. Komponen ini merupakan representatif dari hal yang dipercayai oleh individu pemilik sikap, komponen kognitif berisi kepercayaan streotipe yang dimiliki individu mengenai sesuatu dapat disamakan penanganan atau opini terutama apabila menyangkut masalah isu yang kontroversial. 2) Komponen afektif. Komponen ini merupakan perasaan yang menyangkut aspek emosional.Efek emosional inilah yang biasanya menjadi dasar dari komponen sikap dan merupakan aspek yang paling bertahan terhadap pengaruh lingkungan sekitar. 3) Komponen konatif. Komponen ini merupakan aspek kecenderungan berperilaku terutama sesuai sikap yang dimiliki oleh seseorang.Hal ini disertai pula dengan tendensi atau kecendrungan untuk bertindak atau bereaksi terhadap sesuatu dengan cara-cara tertentu. Pernyataan sikap menurut Azwar (2003) terdiri atas dua macam, yaitu: 1) Pernyataan yang favorabel adalah mendukung atau memihak pada objek sikap. Pernyataan sikap yang berisi hal-hal positif mengenai objek sikap yang bersifat
27
mendukung atau memihak pada objek sikap; 2) Pernyataan yang tidak-favorabel adalah tidak mendukung objek sikap. Pernyataan sikap yang berisi hal-hal yang negatif mengenai objek, sikap, yang bersifat tidak mendukung maupun kontra terhadap objek sikap. 2.12Perilaku Perilaku dari aspek biologis diartikan sebagai suatu kegiatan atau aktivitas organisme atau makhluk hidup yang bersangkutan. Aktivitas tersebut ada yang dapat diamati secara langsung dan tidak langsung (Kholid, 2012). Sedangkan menurut Skinner dalam Kholid (2012) mendefinisikan perilaku sebagai respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Menurut Skinner ada dua (2) jenis respon, yaitu: 1) Respondent respons atau refleksif, yakni respon ditimbulkan oleh rangsangan- rangsangan (stimulus tertentu yang disebut dengan elicting stimuli, karena menimbulkan reaksi- reaksi yang relatif tetap; 2) Operant respons atau intrumental respons, yakni respons yang timbul dan berkembang kemudian diikuti oleh stimulus atau rangsangan yang lain. Perangsangan yang terakhir ini disebut reinforcing stimuli atau reinforcer, karena berfungsi untuk memperkuat respon. Sehingga, dapat dinyatakan bahwa perilaku adalah keseluruhan pemahaman dan aktivitas seseorang yang merupakan hasil bersama antara faktor internal dan eksternal. Selanjutnya, dalam Kholid (2012) menyebutkan bahwa berdasarkan teori SOR (stimulus- organisme- respon) yang dikemukakan oleh Skinner, perilaku manusia dapat dikelompokkan menjadi 2, yaitu: 1) Perilaku tertutup (Covert Behavior) merupakan perilaku yang terjadi bila respon terhadap stimulus tersebut masih belum dapat diamati oleh orang lain (dari luar) secara jelas; 2) Perilaku terbuka (Overt Behavior) merupakan perilaku yang terjadi jika respons terhadap stimulus tersebut
28
sudah berupa tindakan atau praktik ini dapat diamati oleh orang lain dari luar atau observable behavior. Berdasarkan proses adopsi perilaku, dalam Notoatmodjo (2007) menyatakan bahwa dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari pengetahuan. Menurut Roger dalam Kholid (2012) mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru), di dalamdiri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yaitu: 1) Awareness, yaitu proses dimana seseorang menyadari dalam arti mengetahui stimulus (objek) terlebih dahulu; 2) Interest, yaitu proses dimana orang mulai tertarik kepada stimulus; 3) Evaluation, yaitu seseorang mulai menimbang-nimbang baik dan tidaknyastimulustersebut bagi dirinya; 4) Trial, yaitu proses disaat orang mulai mencoba perilaku baru; dan 5) Adoption, yaitu proses dimana orang tersebut telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.