BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Penyakit Demam Berdarah Dengue 1. Pengertian Penyakit DBD Demam dengue adalah demam virus akut yang ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti, disertai sakit kepala, nyeri otot, sendi dan tulang, penurunan jumlah sel darah putih dan ruam–ruam . Demam berdarah dengue / dengue hemorrhagic fever (DHF) adalah demam dengue yang disertai pembesaran hati dan manifestasi perdarahan. Pada keadaan yang parah bisa terjadi kegagalan sirkulasi darah dan pasien jatuh dalam syok hipovolemik akibat kebocoran plasma. Keadaan ini disebut dengue shock syndrome (DSS).7) DSS ini sering terjadi kematian, karena seringnya terjadi perdarahan dan syok maka pada penyakit ini angka kematiannya cukup tinggi, oleh karena itu setiap penderita yang diduga menderita penyakit demam berdarah dalam tingkat yang manapun harus segera dibawa ke dokter atau Rumah Sakit, mengingat sewaktu–waktu dapat mengalami syok / kematian.8)
2. Gejala Klinis DBD Setelah masa inkubasi berlangsung 4 – 6 hari (rata–rata 3 – 14 hari) berbagai gejala awal biasa yang tidak spesifik seperti sakit kepala, sakit punggung, dan malaise menyeluruh mungkin dialami. Secara tipikal pada orang dewasa terjadi tiba–tiba, dengan peningkatan suhu tubuh yang cukup tajam disertai dengan menggigil dan terkadang juga disertai dengan sakit kepala yang parah dan kemerahan pada wajah. Dalam 24 jam nyeri retroorbital mungkin akan dirasakan terutama jika mata bergerak atau ditekan, demikian juga dengan fotofobia, sakit punggung dan nyeri otot serta persendian / tulang tangan dan kaki. Gejala umum lainnya meliputi anoreksia dan perubahan sensasi pengecap, konstipasi, nyeri kolik, dan nyeri tekan perut, nyeri tarikan dibagian pangkal paha, sakit tenggorokan, dan depresi menyeluruh. Gejala ini memiliki keparahan yang berbeda dan biasanya berlangsung selama beberapa hari.9)
3. Diagnosa DBD Hingga kini diagnosis DBD masih berdasarkan atas patokan yang telah dirumuskan oleh WHO pada tahun 1975, yang terdiri dari 4 kriteria klinik dan 2 kriteria laboratorik dengan syarat bila kriteria laboratorik terpenuhi ditambah minimal 2 kriteria klinik (satu diantaranya ialah panas), ternyata dengan menggunakan kriteria WHO diatas, maka ketepatan diagnosis berkisar 70 – 90%. a. Kriteria Klinik 1) Demam tinggi dengan mendadak dan terus–menerus selama 2 – 7 hari, dengan sebab yang tidak jelas. 2) Manifestasi perdarahan : ¾ Dengan manipulasi, yaitu uji torniquet positif ¾ Spontan,
yaitu
petekie,
ekimose,
epitaksis,
perdarahan
gusi,
hematomesis dan melena. 3) Perdarahan hati 4) Syok ditandai dengan nadi lemah dan cepat sampai tak teraba, tekanan nadi menurun menjadi 20 mmHg atau sampai nol, tekanan darah menurun menjadi 80 mmHg atau sampai nol, disertai kulit yang teraba lembab dan dingin terutama pada ujung jari tangan, kaki dan hidung, penderita menjadi lemah, gelisah sampai menurun kesadaran dan timbul sianosis disekitar mulut. b. Kriteria Laboratorik 1) Trombositopenia (< 100.000/mm3). 2) Hemokonsentrasi (Kadar Hb > 20%)
Pembagian derajat penyakit DBD dalam 4 stadium menurut WHO adalah sebagai berikut : 1. Derajat I ditandai dengan demam mendadak 2 – 7 hari disertai gejala tidak khas dan satu–satunya manifestasi perdarahan adalah uji torniquet. 2. Derajat II ditandai dengan derajat I disertai dengan perdarahan spontan di kulit dan atau perdarahan lain.
3. Derajat III ditandai dengan derajat II ditambah kegagalan sirkulasi ringan, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan nadi menurun (< dari 20 mmHg) atau hipotensi disertai kulit yang dingin, lembab dan penderita menjadi gelisah. 4. Derajat IV adalah renjatan berat ditandai dengan adanya nadi yang tidak dapat diraba dan tekanan darah yang tidak dapat diukur.
4. Epidemiologi DBD Penyakit DBD terdapat di daerah tropis, terutama di negara Asean dan Pasifik Barat. Penyakit ini disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes, di Indonesia dikenal 2 jenis nyamuk Aedes, yaitu : a. Aedes aegypti 1) Paling sering ditemukan 2) Adalah nyamuk yang hidup di daerah tropis terutama hidup dan berkembang biak di dalam rumah yaitu di tempat penampungan air jernih atau tempat penampungan air disekitar rumah 3) Nyamuk ini sepintas lalu nampak berlurik, bintik–bintik putih 4) Biasanya menggigit pada siang hari terutama pada pagi dan sore hari 5) Jarak terbang 100 meter. b. Aedes albopictus. 1) Tempat habitatnya ditempat air jernih. Biasanya disekitar rumah atau pohon–pohon, dimana tertampung air hujan yang bersih, yaitu pohon pisang, pandan, kaleng bekas dll. 2) Menggigit pada waktu siang. 3) Jarak terbang 50 meter.10)
5. Patogenesis DBD Tidak semua orang yang digigit nyamuk Aedes aegypti yang membawa virus dengue akan terserang penyakit demam berdarah. Orang yang mempunyai kekebalan yang cukup terhadap virus dengue, tidak akan terserang penyakit ini meskipun dalam darahnya terdapat virus itu. Sebaliknya pada orang yang tidak mempunyai kekebalan yang cukup terhadap virus dengue, dia akan sakit demam
ringan atau bahkan sakit berat, yaitu demam tinggi disertai perdarahan bahkan syok. Ada 2 teori tentang manifestasi yang lebih berat pada penyakit DBD yaitu : 11)
1. Teori infeksi primer / teori virulensi : yaitu munculnya manifestasi disebabkan karena adanya mutasi dari virus dengue menjadi lebih virulen. 2. Teori infeksi sekunder : yaitu munculnya manifestasi berat bila terjadi infeksi ulangan oleh virus dengue yang berbeda dengan infeksi tipe virus sebelumnya.
6. Faktor–faktor Resiko Beberapa faktor resiko yang mempengaruhi kejadian penyakit DBD adalah sebagai berikut : 12) 1. Kebiasaan tidur siang 2. Keberadaan bak mandi 3. Kegiatan kerja bakti 4. Tempat penampungan air 5. Keberadaan perindukan nyamuk 6. Kegiatan fogging 7. Pencahayaan dalam rumah 8. Jarak terbang
B. Survailans epidemiologi 1. Pengertian Survailans Arti yang semula diberikan pada Survailans adalah : Suatu observasi terhadap orang–orang yang diduga menderita suatu penyakit menular dengan cara mengadakan bermacam–macam
pengawasan medis, yang tidak membatasi
bergerak dari orang atau orang–orang yang bersangkutan. Pengertian pada saat ini telah berkembang bukan saja pengamatan terhadap populasi tetapi pengamatan semua faktor yang mempengaruhi terjadinya penyakit atau masalah kesehatan yang menimpa masyarakat.13)
2. Pengertian Epidemiologi Difinisi Epidemiologi adalah : Epidemiologi adalah studi yang mempelajari distribusi dan determinan penyakit dan keadaan kesehatan pada populasi, serta penerapannya untuk pengendalian masalah–masalah kesehatan.14) Sedangkan menurut Nyoman K. Epidemiologi didifinisikan sebagai berikut : “ Epidemiology is the science and atr on how to define the need “ Yang artinya : Epidemiologi adalah Ilmu dan seni tentang bagaimana caranya menyebarkan kebutuhan masyarakat. Dari kedua pengertian di atas apapun difinisinya, maka pendekatan epidemiologi mengandung konsep pendekatan komprohensif, holistik, pendekatan sistem, pendekatan resiko yang mengacu kepada kata “Epi – Domos – Logos “, yaitu ilmu yang dipakai untuk mencarikan pemecahan masalah yang menimpa masyarakat. Difinisi di atas juga mengisyaratkan bahwa epidemiologi pada dasarnya merupakan ilmu yang banyak melibatkan pengamatan dan pengukuran yang sistematik tentang frekuensi penyakit dan sejumlah faktor yang berhubungan dengan penyakit.15) Dengan distribusi dimaksud, epidemiologi mempelajari populasi mana yang terjangkit penyakit, serta kapan dan dimana terjangkitnya. Dengan determinan dimaksudkan, epidemiologi mempelajari faktor–faktor yang berperan terhadap terjadinya penyakit dan keadaan lain yang abnormal pada populasi.
3. Pengertian Survailans Epidemiologi Survailans epidemiologi adalah kegiatan analisis secara sitematis dan terus– menerus terhadap penyakit atau masalah–masalah kesehatan dan kondisi yang mempengaruhi terjadinya peningkatan dan penularan penyakit atau masalah– masalah kesehatan tersebut, agar dapat melakukan tindakan penanggulangan secara efektif dan efisien melalui proses pengumpulan data, pengolahan dan penyebaran informasi epidemiologi kepada penyelanggara program kesehatan.16)
4. Kegunaan Survailans Epidemiologi
Kegunaan survailans epidemiologi diperlukan pada program–program pemberantasan penyakit menular juga bisa untuk penyakit yang tidak menular sebagai dasar perencanaan, monitoring dan evaluasi program. Sebagai dasar dari kegiatan–kegiatan dalam bidang pencegahan dan penanggulangan penyakit, meliputi kegiatan : a. Perencanaan Program Pemberantasan Penyakit Mengenal epidemiologi penyakit berarti mengenal apa yang kita hadapi dan mengenal perencanaan program yang baik. b. Evaluasi Program Pemberantasan Penyakit Bagaimana keadaan sebelum dan sesudah program dilaksanakan sehingga dapat diukur keberhasilannya menggunakan data survailans epidemiologi. c. Penanggulangan Wabah Kejadian Luar Biasa Dengan sistem survailans yang peka terhadap perubahan–perubahan pola penyakit di suatu daerah tertentu dapat mengantisipasi kecenderungan penyakit di suatu daerah.
5. Kegiatan Survailans Epidemiologi Kegiatan survailans epidemiologi meliputi : a. Pengumpulan Data 1) Pasif
: Rumah Sakit, Puskesmas (data sekunder)
2) Aktif : KLB, Survai–survai, dan lain–lain. b. Pengolahan Data Data mentah (raw data) diolah menjadi tabel, grafik, spot map, menurut golongan umur, tempat dan waktu. Sesuai dengan kebutuhan program. c. Analisa Data Data yang telah diolah, dianalisis menurut umur, waktu dan tempat, jenis kelamin, status imunisasi sesuai dengan jenis penyakit. d. Penyebaran Informasi Data yang telah diolah diinformasikan kepada program yang terkait dan kepada pimpinan.13)
6. Peran Survailans Epidemiologi dalam Upaya Pelayanan Kesehatan Kegiatan survailans merupakan kegiatan penunjang proses pengambilan keputusan
manajerial
upaya
pencegahan
penyakit.
Kegiatan
survailans
mengandung 4 komponen fungsi, yaitu : Pengumpulan, pengolahan, analisa data serta penyebarluasan hasil survailans dalam bentuk informasi penting indikator upaya kesehatan tersebut merupakan masukan kepada eksekutif (pimpinan) dalam proses pengambilan keputusan, yaitu : a. Pada tahap perencanaan diperlukan informasi untuk menentukan prioritas penyakit maupun prioritas intervensi b. Pada tahap penyelenggaraan diperlukan informasi untuk pemantauan maupun modifikasi intervensi c. Pada tahap penilaian diperlukan informasi tentang dampak program.17)
7. Faktor–faktor Yang Mempengaruhi Pelaksanaan Survailans Epidemiologi Sumber daya manusia sangat penting dalam sebuah organisasi, kualitas sumber daya dapat dilihat dari perilaku yang tercermin dalam tabiat dan sifat orang yang bersangkutan. Kepribadian seseorang ditempa oleh beberapa faktor : 18)
Kegiatan survailans epidemiologi dapat dipengaruhi oleh : a. Faktor pendidikan, sifat yang timbul dan berkembang sebagai hasil dari hal yang diperoleh di sekolah b. Faktor lingkungan keluarga c. Faktor pengalaman. Lawrence Green mencoba menganalisa perilaku dari tingkat kesehatan. Kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh 2 faktor pokok yakni faktor perilaku (behavior causes) dan faktor dari luar perilaku (non-behavior cause). Selanjutnya perilaku itu sendiri ditentukan atau terbentuk dari 3 faktor, yaitu : 19) a. Faktor
Presdisposisi
(Presdisposing
Factor)
pengetahuan, kepercayaan, sikap, nilai–nilai.
yang
terwujud
dalam
b. Faktor Pendukung (Enabling Factor) yang terwujud dalam Lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas atau sarana–sarana kesehatan, misalnya : Puskesmas, obat–obatan, alat–alat kontrasepsi, dan sebagainya. c. Faktor Pendorong (Reinforsing Factor) yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan, atau petugas yang lain, yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat. Dengan melihat faktor–faktor yang membentuk perilaku diatas, maka yang dianggap berpengaruh dalam pelaksanaan kegiatan survailans epidemiologi adalah : a. Tingkat Pendidikan Adalah segala upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain baik individu, kelompok atau masyarakat sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku pendidikan.19) b. Tingkat Pengetahuan Makin banyak pengetahuan seseorang , maka orang tersebut semakin mampu untuk beradaptasi dan menerima pesan yang disampaikan kepadanya. Perlu diketahui bahwa peningkatan pengetahuan tidak selalu menyebabkan perubahan perilaku, namun hubungan positif antara kedua variabel tersebut telah terbukti oleh penelitian yang dilakukan oleh Cart Wright dan studi tiga komuniti yang dilakukan oleh Stanfort.20) c. Lama Kerja Seorang petugas dengan pengalaman kerja yang lebih lama diharapkan akan dapat bekerja dengan lebih baik, karena dapat memberikan bimbingan, menolong untuk membedakan dan membantu menggeneralisasi keadaan masa lalu.21) Dalam kegiatan survailans diharapkan petugas yang sudah mempunyai pengalaman kerja yang lebih lama akan mempunyai kinerja yang lebih baik dibanding petugas dengan pengalaman yang sedikit, dan pengalaman juga merupakan satu faktor yang mempengaruhi produktifitas tenaga kerja.22) d. Kelengkapan Sarana Pengolahan Data
Sarana adalah segala jenis peralatan yang dimiliki oleh organisasi dan dipergunakan
untuk
melaksanakan
berbagai
kegiatan
dalam
rangka
mengemban misi organisasi, sehingga manfaat yang sebesar–besarnya dapat dipetik.18) Kegiatan survailans yang berupa pengumpulan, pengolahan, dan analisa data sangat memerlukan sarana penunjang antara lain yaitu, blangko pelaporan, buku catatan, sarana trasportasi, pengarsipan, yang baik juga sarana pengolahan data yang ada. Dengan kelengkapan sarana dan buku–buku catatan diharapkan akan mempermudah pembuatan laporan ke tingkat atas bisa cepat (tepat waktu), sedangkan untuk pengolahan data dengan kemajuan tehnologi sekarang ini telah tersedia sarana yang mampu membantu mengatasi permasalahan tersebut yaitu dengan adanya komputer. Komputer adalah mesin penghitung yang mempunyai tempat penyimpanan data dan instruksi dalam jumlah relatif besar dan dapat di program sehingga dapat melaksanakan pekerjaan tertentu terus–menerus secara konsisten dan juga dapat melaksanakan pekerjaan pemilihan, pemilahan, penyusunan urutan dan pengambilan keputusan berdasarkan aturan tertentu (operasi logik). Dengan penggunaan komputer dalam bidang informasi manajemen terdapat keuntungan yang bermakna antara lain :23) ¾ Mampu menangani dan mengelola data dalam jumlah besar ¾ Bisa melakukan transfer data mentah dan yang terolah antara pusat dan daerah. Ketersediaan sarana transportasi (kendaraan) diharapkan akan mempermudah dan mempercepat dalam hal pencarian data maupun pengiriman laporan, oleh karena itu dengan kelengkapan sarana dalam bidang survailans ini diharapkan akan dapat meningkatkan kinerja survailans epidemiologi tingkat Puskesmas.
8. Kelengkapan Laporan dan Ketepatan Waktu Laporan Kelengkapan laporan dan ketepatan waktu laporan merupakan hal–hal yang penting dalam survailans epidemiologi, oleh karena itu sangat mempengaruhi dalam menginterpretasi data.
a. Kelengkapan Laporan Kelengkapan laporan yaitu prosentase laporan yang seharusnya diterima atau dikirim dibanding realisasi laporan yang diterima untuk dikirim dalam waktu tertentu. Laporan yang tidak lengkap akan mempengaruhi hasil atau analisa data untuk itu diperlukan penyesuaian data, kelengkapan laporan diharapkan bisa mencapai 100%.
b. Ketepatan Waktu Laporan Ketepatan waktu laporan berarti waktu laporan data diterima sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan, laporan yang tidak tepat waktu akan mempengaruhi penentuan perkembangan kasus, sehingga kasus yang terjadi terlambat diketahui. Ketepatan waktu laporan diharapkan bisa mencapai 100%. 9. Menghitung Kelengkapan dan Ketepatan Waktu Laporan. Laporan rutin Puskesmas terdiri dari laporan mingguan (W2) dan laporan bulanan (LB)13) a. Cara menghitung kelengkapan laporan mingguan Kelengkapan laporan mingguan (W2) Puskesmas dihitung menurut jumlah W2 yang dikirim ke Dinas Kesehatan Dati II. Kelengkapan laporan mingguan (W2) tersebut dapat dihitung setiap kwartal atau setiap tahun. Contoh : Laporan W2 yang seharusnya dikirim setiap kwartal I (Januari – Maret – April) sebanyak 16 minggu, sedangkan realisasinya sebanyak 12 minggu. ¾ Maka kelengkapan laporan mingguan W2 selama kwartal adalah 12/6 x 100% = 75,0% ¾ Kelengkapan laporan mingguan kumulatip adalah : 12/52 x 100% = 23,0% Catatan : Bila jumlah laporan mingguan pada tahun tersebut = 52 b. Cara menghitung ketepatan laporan bulanan Cara menghitung ketepatan laporan bulanan sama dengan cara perhitungan ketepatan laporan mingguan.
Contoh : Selama kwartal II tahun 2003 Puskesmas (X) telah mengirimkan laporan bulan Januari sampai dengan Juli 2003 (7 bulan).
¾ Maka ketepatan laporan bulanan selama kwartal II adalah : 7 bulan -------------
x
100 % = 87,5 %
8 bulan ¾ Maka ketepatan laporan bulanan kumulatip adalah 7 bulan -------------
x
100 % = 58,3 %
12 bulan
C. Kerangka Teori Berdasarkan tinjauan pustaka yang telah dipaparkan digambarkan kerangka teori sebagai berikut : Pendidikan Lingkungan Keluarga Pengalaman
Faktor Predisposisi : ¾ Pengetahuan ¾ Sikap ¾ Kepercayaan ¾ Nilai–nilai
Faktor Pendorong : ¾ Sikap ¾ Perilaku
Faktor Pendukung : ¾ Kelengkapan sarana pengolahan data
Hasil pelaksanaan survailans epidemiologi penyakit demam berdarah dengue
Sumber : Modifikasi Hafid 1995, Soekidjo Notoatmodjo 2003. Bagan
: Faktor–faktor yang berhubungan dengan hasil pelaksanaan survailans epidemiologi penyakit demam berdarah dengue.
D. Kerangka Konsep
Variabel bebas
Variabel terikat
Pendidikan
Pengetahuan Hasil pelaksanaan survailans epidemiologi penyakit demam berdarah dengue Lama kerja
Kelengkapan sarana pengolahan data
E. Hipotesa Penelitian Hipotesa yang diajukan dalam penelitian ini adalah : 1. Ada hubungan antara pendidikan petugas survailans epidemiologi dengan hasil pelaksanaan survailans epidemiologi penyakit demam berdarah dengue tingkat Puskesmas. 2. Ada hubungan antara pengetahuan petugas survailans epidemiologi dengan hasil pelaksanaan survailans epidemiologi penyakit demam berdarah dengue tingkat Puskesmas.
3. Ada hubungan antara lama kerja petugas survailans epidemiologi dengan hasil pelaksanaan survailans epidemiologi penyakit demam berdarah dengue tingkat Puskesmas. 4. Ada hubungan antara kelengkapan sarana pengolahan data dengan hasil pelaksanaan survailans epidemiologi penyakit demam berdarah dengue tingkat Puskesmas.