BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jihad dan Konsep Jihad dalam Islam 2.1.1 Jihad menurut Islam Jihad dalam term fikih adalah usaha untuk membela diri atau melawan musuh yang hendak menyerang kediaman Muslim. Dalam kitab-kitab fikih klasik, seperti Mughni al Muhtaj, Qalyubi wa umairah, Al Mughniy dan lain sebagainya disebutkan bahwa hukum jihad diklasifikasikan menjadi dua. Fardu ain dan fardu kifayah.39 Jihad menjadi fardu ain manakala musuh masuk ke perkampungan Muslim untuk merusak dan menjajah. Pada kondisi ini, seluruh umat Islam baik tua, muda, perempuan dan laki-laki wajib hukumnya melawan dengan perlengkapan senjata apa adanya. Seluruh benda dan peralatan yang bisa digunakan untuk memukul mundur lawan, harus dijadikan senjata. Karena semuanya ini adalah bentuk dari perlawanan yang merupakan simbol dari jihad tersebut. Sedangkan jihad menjadi fardu kifayah pada kondisi ketika musuh masuk di kawasan Muslim lainnya yang bukan kawasannya. ketika itu, bagi Muslim yang tidak
39
Abdullah Azzam, Perang Jihad di Jalan Modern, cet. ke-2, (Jakarta: Gema Insani Press), hlm 88
28
Universitas Sumatera Utara
berada di kawasan tersebut hukumnya fardhu kifayah membantu saudara-saudara Muslim lainnya.40 Dari sini bisa difahami bahwa jihad pada hakikatnya itu adalah usaha perlawanan (ad difaiy) bukan penyerangan (al hujumiy). Dan jihad berlaku manakala status kawasan atau negara musuh tersebut diumumkan sebagai negara yang wajib diperangi (Darul harbi). Artinya, kalau dalam satu negara, ada orang non Muslim, maka tidak boleh diperangi. Karena statusnya adalah non muslim yang dilindungi (kafir dzimmi). Sebab negara telah menjamin keamanannya. Adapun jihad, dengan melakukan pemboman bunuh diri hanya dibenarkan dalam kondisi di negara perang. Seorang yang melakukan bom bunuh diri (qunbulatul basyariah) jika dilakukan dengan niat ikhlas dan bertujuan untuk membunuh lawan di medan peperangan maka dia disebut mati syahid (istisyhad). Sementara bagi orang yang melakukan bom bunuh diri bukan di daerah perang maka disebut mati bunuh diri (intihariyah). Dr. Qaradawi dalam bukunya Fatawa Muashirah jilid tiga menyebutkan pelaku bom bunuh diri seperti di Palestina adalah mati syahid. Selebihnya, jika aksi bom bunuh diri ini dilakukan di negara-negara Muslim lainnya yang tidak ada peperangan dengan orang kafir, maka hukumnya mati bunuh diri. Beliau mengutip pendapat al Qurthubi dalam Tafsirnya al Jamiul Ahkam. 2.1.2 Jihad Menurut Para Ulama Para ulama tafsir,para fikih, ushul, dan hadits mendefinisikan jihad dengan makna berperang di jalan Allah swt dan semua hal yang berhubungan dengannya. Sebab, mereka memahami, bahwa kata jihad memiliki makna syar’iy, dimana,
makna
ini
harus
diutamakan
di
atas
makna-makna
yang
lain
(makna lughawiy dan ‘urfiy).
40
Ibid, hlm 92
29
Universitas Sumatera Utara
a. Madzhab Hanafi Menurut mazhab Hanafi, sebagaimana yang dinyatakan dalam kitab Badaa’i’ as-Shanaa’i’, “Secara literal, jihad adalah ungkapan tentang pengerahan seluruh kemampuan, sedangkan menurut pengertian syariat, jihad bermakna pengerahan seluruh kemampuan dan tenaga dalam berperang di jalan Allah, baik dengan jiwa, harta, lisan ataupun yang lain.41 b. Madzhab Maliki Adapun definisi jihad menurut mazhab Maaliki, seperti yang termaktub di dalam kitab Munah al-Jaliil, adalah perangnya seorang Muslim melawan orang Kafir yang tidak mempunyai perjanjian, dalam rangka menjunjung tinggi kalimat Allah Swt. atau kehadirannya di sana (yaitu berperang), atau dia memasuki wilayahnya (yaitu, tanah kaum Kafir) untuk berperang. Demikian yang dikatakan oleh Ibn ‘Arafah.42 c. Madzhab as Syaafi’i Madzhab as-Syaafi’i, sebagaimana yang dinyatakan dalam kitab al-Iqnaa’, mendefinisikan jihad dengan “berperang di jalan Allah”.
43
Al-Siraazi juga
menegaskan dalam kitab al-Muhadzdzab;sesungguhnya jihad itu adalah perang. d. Madzhab Hanbali Sedangkan madzhab Hanbali, seperti yang dituturkan di dalam kitab alMughniy, karya Ibn Qudaamah, menyatakan, bahwa jihad yang dibahas dalam kitaab al-Jihaad tidak memiliki makna lain selain yang berhubungan dengan peperangan, atau berperang melawan kaum Kafir, baik fardlu kifayah maupun fardlu ain, ataupun
41 42 43
Al-Kasaani, juz VII, hal. 97. Muhammad ‘Ilyasy, Munah al-Jaliil, Muhktashar Sayyidi Khaliil, juz III, hal. 135. Al-Khathiib, Haasyiyah al-Bujayrimi ‘alaa Syarh al-Khathiib, juz IV, hal. 225.
30
Universitas Sumatera Utara
dalam bentuk sikap berjaga-jaga kaum Mukmin terhadap musuh, menjaga perbatasan dan celah-celah wilayah Islam. Dalam masalah ini, Ibnu Qudamah berkata: Ribaath (menjaga perbatasan) merupakan pangkal dan cabang jihad.44 Beliau juga mengatakan: Jika musuh datang, maka jihad menjadi fardlu ‘ain bagi mereka. e. Abu Ishaq Menurut Abu Ishaq, kata jihaad adalah mashdar dari kata jaahada, jihaadan, wa mujaahadatan.Sedangkan mujaahid adalah orang yang bersungguh-sungguh dalam memerangi musuhnya, sesuai dengan kemampuan dan tenaganya. Secara syar’iy, jihaad bermakna qathlu al-kufaar khaashshatan (memerangi kaum kafir pada khususnya).45 f. Al-Bahuuthiy Al-Bahuuthiy
dalam
kitab al-Raudl
al-Marba’,
menyatakan;
secara
literal, jihaad merupakan bentuk mashdar dari kata jaahada (bersungguh-sungguh) di
dalam
memerangi
musuhnya. Secara
syar’iy,jihaad bermakna qitaal
al-
kufaar (memerangi kaum kafir). 46 g. Al Dimyathiy Al-Dimyathiy di dalam I’aanat al-Thaalibin menyatakan, bahwa jihad bermakna al-qithaal fi sabiilillah; dan berasal dari kata al-mujaahadah. 47 Imam Sarbiniy, di dalam kitab al-Iqnaa’ menyatakan, bahwa jihaad bermakna al-qithaal fi sabiilillah wa ma yata’allaqu bi ba’dl ahkaamihi ( berperang di jalan Allah dan semua hal yang berhubungan dengan hukum-hukumnya ).48 44
Ibn Qudaamah, al-Mughniy, juz X, hal. 375. Abu Ishaq, al-Mabda’, juz 3/307 46 Ibnu Idris al-Bahuuthiy, al-Raudl al-Marba’, juz 2/3; lihat juga dalam Kisyaaf al-Qanaa’, juz 3/32 47 Al-Dimyathiy, I’aanat al-Thaalibin juz 4/180, lihat juga Mohammad bin Umar bin ‘Ali bin Nawawiy alJaawiy, Nihayat al-Zain, juz 1/359 48 Imam Sarbini, al-Iqnaa’, juz 2/556 45
31
Universitas Sumatera Utara
Di dalam kitab
Durr al-Mukhta, dinyatakan;
jihaad
secara literal
adalah mashdar dari kata jaahada fi sabilillah ( bersungguh-sungguh di jalan Allah ). Adapun secara syar’iy, jihad bermakna al-du’aa` ila al-diin al-haqq wa qataala man lam yuqabbiluhu ( seruan menuju agama Islam) dan memerangi orang yang tidak
mau
menerimanya).
Sedangkan
Ibnu
Kamal
mendefinisikan
jihad
dengan badzlu al-wus’iy fi al-qitaal fi sabiilillah mubasyaratan au mu’awanatan bi maal au ra’y au taktsiir yakhlu dzaalik ( mencurahkan segenap tenaga di dalam perang di jalan Allah baik secara langsung atau memberikan bantuan yang berwujud pendapat, harta, maupun akomodasi perang.49 h. Imam ‘Ilaa’ al-Diin al-Kaasaaniy Imam
‘Ilaa’
al-Diin
al-Kaasaaniy,
dalam
kitab Badaai’
al-
Shanaai’, menyatakan; secara literal, jihaad bermakna badzlu al-juhdi ( dengan jim didlammah; yang artinya al-wus’u wa al-thaaqah ( usaha dan tenaga ) mencurahkan segenap usaha dan tenaga ); atau ia adalah bentuk mubalaghah ( hiperbolis ) dari tenaga yang dicurahkan dalam suatu pekerjaan. Sedangkan menurut‘uruf syara’ , kata jihad digunakan untuk menggambarkan pencurahan usaha dan tenaga dalam perang di jalan Allah swt, baik dengan jiwa, harta, lisan ( pendapat ).50 i. Abu al-Hasan al-Malikiy Abu al-Hasan al-Malikiy, dalam buku Kifaayat al-Thaalib, menuturkan; menurut pengertian bahasa, jihad diambil dari kata al-jahd yang bermakna al-ta’ab wa al-masyaqqah ( kesukaran dan kesulitan ). Sedangkan menurut istilah, jihad adalah berperangnya seorang Muslim yang bertujuan untuk meninggikan kalimat Allah, atau hadir untuk memenuhi panggilan jihad, atau terjun di tempat jihad; dan ia
49 50
Durr al-Mukhtaar, juz 4/121 Imam ‘Ilaa’ al-Diin al-Kaasaaniy, Badaai’ al-Shanaai’, juz 7/97
32
Universitas Sumatera Utara
memiliki sejumlah kewajiban yang wajib dipenuhi, yakni taat kepada imam, meninggalkan ghulul, menjaga keamanan, teguh dan tidak melarikan diri.51 j. Imam Zarqaniy Imam Zarqaniy, di dalam kitab Syarah al-Zarqaniy menyatakan; makna asal dari kata jihad ( dengan huruf jim dikasrah ) adalah al-masyaqqah ( kesulitan ). Jika dinyatakan jahadtu jihaadan, artinya adalah balaghtu al-masyaqqah (saya telah sampai
pada
taraf
kesulitan). Sedangkan
menurut
pengertian
syar’iy, jihad bermakna badzlu al-juhdi fi qitaal al-kufaar ( mencurahkan tenaga untuk memerangi kaum kufar ). 52 2.1.3. Konsep Jihad Membicarakan konsep tentu tidak lepas dari membicarakan definisinya (ta’rif). Untuk itu, penulis akan mengemukakan definisi jihad terlebih dahulu. Secara etimologis jihad adalah : الجھاد اجھاد مأخوذ من الجھد وھو الطاقة والمشقة Al Jihad – ijhaadu di ambil dari kata Al Juhdu yaitu kuasa (Ath Thaqah) dan kesempitan/kepayahan (Al Masyaqqah).53 Disebutkan dalam Lisanul ‘Arab: واجتَ َھد كالھما ج ﱠد ْ ًوج َھ َد يَ ْج َھ ُد َج ْھدا َ Dan Jahada – yajhadu- jahdan dan ijtahada, keduanya bermakna bersungguhsungguh. 54 Dalam Majma’ al Anhar fi Syarh Multaqa Al Ab-har disebutkan : َوا ْلفِ ْع ِل، س ِع ِمنْ ا ْلقَ ْو ِل ْ ا ْل ِج َھا ُد فِي اللﱡ َغ ِة بَ ْذ ُل َما فِي ا ْل ُو. 51
Abu al-Hasan al-Malikiy, Kifaayat al-Thaalib, juz 2/3-4 Imam al-Zarqaaniy, Syarah al-Zarqaniy, juz 3/3 53 Syaikh Sayyid Sabiq, Fiqhus Sunnah, Juz. 2, Hal. 618. Darl Kitab Al ‘Arabi 54 Ibnul Manzhur Al Mishry, Lisanul ‘Arab, Juz. 3 Hal. 133. Syamilah 52
33
Universitas Sumatera Utara
“Secara bahasa, jihad bermakna pengerahan segenap potensi dengan ucapan dan perbuatan.” 55
Adapun pengertian jihad secara terminologis adalah : Menurut Syaikh Sayyid Sabiq Rahimahullah: يقال: ، وتحمل المشاق في مقاتلة العدو ومدافعته، وبذل طاقته، إذا استفرغ وسعه،جاھد يجاھد جھادا ومجاھدة والحرب ھي القتال المسلح بين دولتين فأكثر،وھوما يعبر عنه بالحرب في العرف الحديث Dikatakan: Jaahada – Yujaahidu – Jihaadan – Mujaahadatan, artinya mengkhususkan waktu dan upaya, serta mengorbankan segenap tenaga serta menanggung segenap kesulitan dalam memerangi musuh dan melawan mereka, yang demikian ini diistilahkan dengan Al Harb (perang)menurut definisi saat ini, dan Al Harb adalah peperangan bersenjata antara dua negara atau lebih.56 Penulis Majma’ Al Anhar (fiqih bermazhab Hanafi) mengatakan: َوفِي ال ﱠ َصن ْ َس ِر أ ْ ب أَ ْم َوالِ ِھ ْم َو َھد ِْم َم َعابِ ِد ِھ ْم َو َك َ ْش ِري َع ِة قَ ْت ُل ا ْل ُكفﱠا ِر َونَ ْح ُوهُ ِمن ِ ض ْربِ ِھ ْم َونَ ْھ “Makna menurut syariah adalah memerangi orang kafir dan sebangsanya dengan memukulnya, mengambil hartanya, menghancurkan tempat ibadahnya, dan memusnahkan berhala-berhala mereka, dan selain mereka. “57
55
Imam Abdurrahman Syaikhi Zaadah, Majma’ al Anhar fi Syarh Multaqa al Ab-har, Juz. 4, Hal. 278. Syamilah Ibid, hlm. 618 57 Imam Abdurrahman Syaikhi Zaadah, Majma’ al Anhar fi Syarh Multaqa al Ab-har, Juz. 4, Hal. 278. Syamilah 56
34
Universitas Sumatera Utara
Selanjutnya dalam Hasyiah Al Jumal (fiqih bermazhab Syafi’i) disebutkan: ان س َوال ﱠ ُ َس َال ِم َويُ ْطل ْ ُح قِتَا ُل ا ْل ُكفﱠا ِر لِن ْ ُھ َو فِي ِاال ْ اإل ً ق أَ ْي ِ َش ْيط ِ ضا َعلَى ِج َھا ِد النﱠ ْف ِ ْ ص َر ِة ِ ص ِط َال “Dan makna jihad secara istilah adalah memerangi orang kafir demi membela Islam, dan juga secara mutlak bermakna jihad melawan hawa nafsu dan syetan.” 58
Kemudian Imam Ash Shan’ani Rahimahullah mengatakan: َال ا ْل ُكفﱠا ِر أَ ْو ا ْلبُ َغا ِة ِ ع بَ ْذ ُل ا ْل َج ْھ ِد فِي قِت ِ َوفِي الش ْﱠر. “Secara syariat, makna berkorban dalam jihad adalah memerangi orang kafir dan para pemberontak.” 59
Imam Ibnu Hajar Rahimahullah mengatakan: وش َْرعًا: س َوال ﱠ ُ ََال ا ْل ُكفﱠا ِر َويُ ْطل ان َوا ْلفُ ﱠ ً ق أَ ْي َ اق ِ بَ ْذ ُل ا ْل ُج ْھ ِد فِي قِت. ِ َش ْيط ِ ضا َعلَى ُم َجا َھ َد ِة النﱠ ْف ِ س “Secara syariat, artinya mengerahkan kesungguhan dalam memerangi orang kafir, dan secara mutlak artinya juga berjihad melawan nafsu, syetan dan kefasikan.” 60 Demikianlah makna jihad yang dipaparkan para ulama Islam, yang semuanya selalu mengatakan ‘memerangi orang kafir’, setelah itu melawan nafsu, syetan dan kejahatan. Dalam kehidupan ilmiah, definisi memang selalu ada dua, yakni makna bahasa dan makna istilah. Namun, dalam praktek kehidupan sehari-hari, bahwa semua definisi dalam pembahasan apa pun lebih mengutamakan makna terminologis (istilah) dibanding makna etimologis (bahasa). 58
Imam Abu Yahya Zakaria Al Anshari, Hasyiah al Jumal, Juz.21, Hal. 319. Syamilah Imam Ash Shan’ani, Subulus Salam, Juz. 6, Hal. 119. Syamilah 60 Ibid, hlm. 122 59
35
Universitas Sumatera Utara
Kata Jihad yang dikemukakan dalam ayat Al-Quran diterjemahkan dengan makna ‘berjuang.’ Kata Jihad itu memang secara relatif pendek sekali tetapi implikasinya luar biasa dalam masyarakat Islam secara keseluruhan dan dalam kehidupan pribadi seorang Muslim. Jihad sebagaimana diperintahkan dalam Islam bukanlah tentang membunuh atau dibunuh tetapi tentang bagaimana berjuang keras memperoleh keridhaan Ilahi. Baik individual mau pun secara kolektif, jihad merupakan suatu hal yang esensial bagi kemajuan rohani. Kata Jihad sama sekali tidak mengandung arti bahwa selalu dalam keadaan siap untuk berkelahi atau melakukan perang. Hal itu sama sekali jauh dari kebenaran dan realitas. Arti kata Islam sendiri berarti kedamaian dan semua usaha dan upaya yang dilakukan sewajarnya diarahkan kepada penciptaan kedamaian serta harmoni di antara sesama, dalam komunitas dan dalam masyarakat secara keseluruhan. Dalam kamus, kata jihad diartikan dengan ‘berjuang’ tetapi juga sebagai ‘perang suci.’ Dalam kamus bahasa Inggris (Oxford Reference Dictionary) malah jihad diartikan sebagai ‘perang untuk melindungi Islam dari ancaman eksternal atau untuk syiar agama diantara kaum kafir.’ Kata suci dan perang sebenarnya tidak sinonim satu sama lain, bahkan saling bertentangan karena tidak ada yang suci pada dampak dan kengerian peperangan. Sangat ironis memang, karena kata ‘jihad’ ini di masa sekarang ini sudah disalah-artikan oleh bangsa-bangsa Barat, khususnya dalam media mereka. Sepintas, kesalah-pahaman demikian bisa dimengerti karena dalam milenium terakhir ini ada beberapa kelompok muslim ekstrim yang menterjemahkan ‘jihad’ sebagai perang suci. Mereka mengenakan kata jihad itu pada setiap kegiatan perang yang mereka lakukan, baik untuk tujuan politis, ekonomi atau pun motivasi ekspansi. Akibat dari kesalahan tersebut, agama Islam secara keliru telah dituduh bahwa penganutnya telah melakukan berbagai cara pemaksaan dan kekerasan.Di dalam Al-Quran kata jihad digunakan dalam dua pengertian yaitu jihad fi sabilillah (berjuang keras di jalan Allah) dan jihad fillah (berjuang keras demi Allah). Arti kata yang pertama menyangkut perang mempertahankan diri dari musuh
36
Universitas Sumatera Utara
kebenaran ketika mereka berusaha memusnahkan agama Islam, sedangkan pengertian kata yang kedua adalah berusaha atau berjuang keras guna memperoleh keridhaan dan kedekatan kepada Allah SWT. Kata yang kedua itu lebih mengandung signifikasi kerohanian yang lebih tinggi dibanding kata yang pertama.
Jihad ada tiga jenis: 1. Berjuang melawan sifat dasar yang buruk dalam diri sendiri yaitu melawan nafsu dan kecenderungan kepada kejahatan. 2. Berjuang melalui karya tulis, bicara dan membelanjakan harta guna penyiaran kebenaran Islam serta mengungkapkan keindahannya kepada non-Muslim. 3. Berjuang melawan musuh kebenaran, termasuk di dalamnya perang membela diri.61 Rasulullah SAW. mengistilahkan jihad yang pertama dan kedua sebagai jihad akbar ( jihad yang besar ), sedangkan yang ketiga sebagai jihad ashgar ( jihad yang lebih kecil ). Suatu ketika Rasulullah SAW. saat kembali dari suatu peperangan, beliau menyatakan: “Kalian telah kembali dari jihad yang kecil ( berperang melawan musuh Islam) untuk melakukan jihad yang lebih besar ( berperang melawan nafsu rendah ).” 2.1.3.1 Jihad Ashgar Penulis akan menjelaskan terlebih dahulu jihad yang kecil yaitu jihad ashgar sebelum mengulas jihad akbar. Usia Muhammad SAW adalah empat puluh tahun saat diangkat menjadi rasul. Wahyu dan perintah pertama yang diterima beliau sebagai bagian dari Al-Quran adalah: 61
Ibid, hlm. 135
37
Universitas Sumatera Utara
‘Bacalah dengan nama Tuhanmu yang telah menciptakan; menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah ! Dia Tuhanmu Maha Mulia; yang mengajar dengan pena; mengajar manusia apa yang tidak diketahuinya.’ 62 Perintah pertama Allah SWT ini jelas sekali menyuruh beliau untuk menyebarkan ajaran Islam, baik secara lisan mau pun tulisan dan bukan dengan kekerasan, bukan dengan pedang atau tindakan agresif apa pun. Kata yang pertama saja sudah menyatakan untuk menyampaikan pesan, memaklumatkan ke seluruh dunia akan wahyu dan ajaran Allah SWT melalui keluhuran Al-Quran. Tidak lama kemudian Rasulullah SAW. diperintahkan untuk menyatakan secara terbuka dan merata segala apa yang diwahyukan kepada beliau. Upaya beliau menyampaikan pesan Ilahi ini kepada masyarakat sekeliling beliau di Mekkah ternyata hanya membuahkan cemooh dan memancing kekerasan. Pada awalnya hanya ada empat orang yang beriman kepadanya dan ketika hal ini didengar penduduk Mekkah, mereka lantas saja menertawakan dan mencemooh. Dengan bertambah banyaknya ayat Al-Quran yang diwahyukan, tambah banyak pula orang-orang yang tertarik dan mengikuti pesan baru itu, terutama para pemuda, yang lemah dan yang tertindas dalam masyarakat Mekkah. Apalagi wanita, dimana mereka tertarik kepada agama baru ini karena agama tersebut memberikan harga diri dan kehormatan kepada mereka di tengah bapak, suami dan putra-putra mereka dan ini merupakan suatu hal yang belum pernah mereka nikmati sebelumnya mengingat mereka terkadang diperlakukan lebih buruk dari hewan.63 Keberhasilan Rasulullah SAW ini berimbas buruk terhadap diri beliau dan para pengikut awal. Penduduk Mekkah melancarkan perbuatan aniaya yang semakin lama semakin kejam dan buas dengan berjalannya waktu. Mereka menjadi ketakutan bahwa agama baru itu akan mengakar kuat dan agama serta budaya mereka sendiri menjadi hancur karenanya. Karena rasa takut itulah maka penduduk Mekkah yang 62
Q.S. Al-Alaq:1-5
63
Musthafa, Manhaj Dakwah Yusuf Al-Qardhawi, cet.ke-1 (Jakarta: Al-Kautsar), hlm 98
38
Universitas Sumatera Utara
kafir itu lalu menghunus pedang dan berpesta menjagal para hamba Allah yang setia dan benar. Jalan-jalan di kota Mekkah menjadi merah oleh darah umat Muslim, namun mereka ini tetap saja tidak membalas. Kerendahan hati dan sikap istiqamah mereka malah mendorong para penganiaya tersebut untuk bertindak lebih kejam lagi yang memperlakukan umat Muslim dengan cara aniaya dan pelecutan yang ekstrim. Banyak orang tua yang harus menyaksikan anaknya dibantai di depan mata mereka sendiri dan beberapa orang tua disalib di depan mata anak-anaknya. Apa yang menjadikan orang-orang itu beriman kepada Rasulullah SAW., seorang laki-laki yang pada waktu itu tidak memiliki kekuasaan atau pun kekayaan. Beliau tidak ada menghunus pedang guna memaksa pengikutnya untuk beriman kepadanya
dan
pesan
yang
dibawanya.
Satu-satunya
‘pedang’
yang
digunakan Rasulullah SAW hanyalah Al-Quran, sebuah pedang rohani, pedang kebenaran, yang secara alamiah telah menarik hati mereka yang tidak percaya, tanpa suatu agresi dalam bentuk apa pun. Demikian itulah keindahan, keagungan dan daya tarik Islam serta diri Muhammad yang menyiratkan kebaikan dan kasih sehingga mereka ini bersedia menyerahkan nyawa untuk itu. Melihat kenyataan itu, orangorang non-Muslim, terutama penduduk Mekkah telah mengangkat pedang fisik mereka untuk menyerang umat Muslim guna memaksa mereka kembali kepada ajaran dan agama lama mereka. Setelah Rasulullah SAW hijrah ke Medinah, kekejaman bangsa kafir Quraisy malah tambah melampaui batas. Mereka lantas membunuhi para pengikut lemah yang masih tertinggal di Mekkah, termasuk wanita dan anak-anak yatim. Meski Rasulullah SAW beserta para sahabat telah hijrah ke Medinah, tetap saja mereka tidak dibiarkan hidup damai. Tetap saja mereka ini diganggu terus di tempat yang baru itu. Pada saat itu agama Islam yang baru muncul itu ditingkar musuh di segala penjuru dan terancam kepunahan. Berkenaan dengan keadaan seperti itulah maka perintah pertama tentang jihad kecil lalu diwahyukan kepada Rasulullah SAW. :
39
Universitas Sumatera Utara
‘Telah diperkenankan untuk mengangkat senjata bagi mereka yang telah diperangi, disebabkan mereka telah diperlakukan dengan aniaya dan sesungguhnya Allah berkuasa menolong mereka.’ 64 Para ulama sependapat bahwa ini adalah ayat pertama yang memberi izin kepada umat Muslim untuk mengangkat senjata guna melindungi diri mereka. Ayat ini meletakkan dasar-dasar yang menjadi pedoman bagi umat Muslim dalam melakukan perang defensif. Jelas dikemukakan di situ alasan yang telah mendorong segelintir umat Muslim tidak bersenjata dan sarana lainnya untuk berperang mempertahankan diri setelah menderita dengan sabar sekian lamanya. Mereka menderita aniaya terus menerus selama bertahun-tahun di Mekah dan masih terus diburu kebencian meski telah hijrah ke Medinah. Alasan utama umat Muslim mengangkat senjata adalah karena mereka telah diperlakukan dengan aniaya. Mereka telah menderita tak terbilang lagi aniaya musuh dan perang telah dipaksakan terhadap mereka. Ayat Al-Quran berikutnya menegaskan inferensi tersebut dimana dinyatakan bahwa izin untuk berperang diberikan karena umat Muslim telah diusir dari rumah mereka: ‘Orang-orang yang telah diusir dari rumah-rumah mereka tanpa hak, hanya karena mereka berkata, “Tuhan kami ialah Allah.” Sekiranya tidak ada tangkisan Allah terhadap sebagian manusia oleh sebagian yang lain, maka akan hancurlah biara-biara serta gereja-gereja Nasrani dan rumah-rumah ibadah Yahudi serta masjidmasjid yang banyak disebut nama Allah di dalamnya. Dan pasti Allah akan menolong siapa yang menolong-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa, Maha Perkasa.’65 Secara spesifik Al-Quran menegaskan bahwa bentuk jihad ini adalah berperang melawan mereka yang telah menyerang Islam terlebih dahulu, dimana ayat-ayat Al-Quran lainnya juga menguatkan hal ini. Umat Muslim hanya boleh mengangkat senjata untuk membela diri terhadap mereka yang telah terlebih dahulu 64 65
Q.S. Al-Hajj ayat 3 Q.S.Al-Hajj ayat 40
40
Universitas Sumatera Utara
menyerang dan hanya jika umat Muslim memang tertindas dan teraniaya. Hal inilah yang menjadi sukma dan esensi daripada jihad Islamiah yang sekarang ini banyak disalah-artikan. Jelas tidak benar sama sekali jika dikatakan bahwa Rasulullah SAW hanya memberikan pilihan kepada umat untuk bai’at atau mati, Islam atau pedang.66 Jihad dengan pedang yang terpaksa dilakukan Rasulullah SAW, serta umat Muslim awalnya karena tekanan keadaan yang khusus, yakni suatu ancaman yang bersifat selintas dalam penegakan fondasi Islam. Mereka yang berusaha menghancurkan Islam dengan pedang, akhirnya punah karena pedang juga. Kecuali ada suatu bangsa atau negara yang memaklumkan perang terhadap umat Muslim dengan tujuan memupus Islam dari muka bumi, tidak ada perang atau pertempuran yang dilakukan umat Muslim yang bisa disebut sebagai jihad. Tujuan dari umat Muslim dalam mengangkat senjata tidak pernah untuk menggusur siapa pun dari rumah atau harta benda atau pun kemerdekaan mereka. Jihad perang hanya dibenarkan untuk membela diri guna menyelamatkan Islam dari suatu kehancuran, menegakkan kemerdekaan berpendapat di samping juga untuk membantu mempertahankan tempat-tempat ibadah umat agama lain dari kerusakan atau penghinaan. Singkat kata, tujuan utama dari perang yang dilakukan umat Muslim adalah guna menegakkan kebebasan beragama dan beribadah, membela kehormatan diri dan kemerdekaan terhadap serangan tidak beralasan, dan itu pun kalau ada alasan bahwa hal tersebut akan terjadi lagi. Umat Muslim di masa awal tidak memiliki pilihan lain kecuali berperang karena mereka terpaksa harus melakukannya. Perang yang bersifat agresif sejak dulu mau pun kini tetap dilarang oleh Islam. Kekuatan politis negeri-negeri Muslim tidak boleh digunakan untuk ambisi atau pengagulan pribadi, tetapi hanya untuk perbaikan kondisi rakyat yang miskin serta demi pengembangan perdamaian dan kemajuan. Contoh mengenai hal ini ada pada saat Rasulullah SAW. beserta para pengikut beliau
66
Ibid, hlm 175
41
Universitas Sumatera Utara
kembali ke Mekah dengan kemenangan. Beliau berbicara kepada penduduk Mekah, menyampaikan: ‘Kalian telah melihat betapa sempurnanya janji Allah. Sekarang beritahukan kepadaku hukuman apa yang pantas dikenakan kepada kalian atas segala kekejaman dan kebengisan kalian terhadap mereka yang kesalahannya hanyalah karena mereka telah mengajak kalian untuk menyembah Tuhan yang Maha Esa? Mendengar itu penduduk Mekkah menjawab: “Kami ingin engkau memperlakukan kami seperti Yusuf memperlakukan saudara-saudaranya yang bersalah.” Mendengar permohonan tersebut, Rasulullah SAW. langsung menjawab “Demi Allah, kalian tidak akan dihukum sekarang ini dan tidak juga dimurkai.” 67 Al-Quran menyatakan: ‘Dan, perangilah mereka itu, sehingga tak ada lagi fitnah dan supaya agama menjadi seutuhnya bagi Allah. Tetapi, jika mereka berhenti, maka sesungguhnya Allah swt. Maha Melihat apa-apa yang mereka kerjakan.’68 Ayat di atas menjelaskan kalau perang hanya boleh dilanjutkan sepanjang masih ada laku aniaya dan manusia belum bebas menganut agama yang mereka sukai. Jika musuh-musuh Islam menghentikan perang maka umat Muslim juga harus berhenti pula. Bangsa yang paling pantas mendapat hukuman sesungguhnya penduduk Mekkah itulah. Kalau Islam memang disiarkan melalui tekanan senjata, maka kejadian kemenangan umat Rasulullah SAW. atas Mekkah merupakan saat paling tepat guna mengayunkan pedang untuk pembalasan dan penaklukan agar orang-orang masuk ke dalam Islam. Tetapi nyatanya tidak demikian, penduduk Mekkah tunduk bukan karena pedang tetapi karena kasih sayang. Kasih kepada diri Rasulullah SAW. dan kecintaan pada ajaran Al-Quran yang mencerahkan kalbu. 67 68
Ibid, hlm. 93 Q.S Al-Anfal:39
42
Universitas Sumatera Utara
Al-Quran menyatakan: ‘Tidak ada paksaan dalam agama. Sesungguhnya jalan benar itu nyata bedanya dari kesesatan. . .’ 69 Ayat di atas mengingatkan umat Muslim secara jelas dan gamblang untuk tidak menggunakan kekerasan dalam menarik non-Muslim ke dalam agama Islam. Dijelaskan juga alasannya mengapa kekerasan itu tidak perlu digunakan yaitu karena jalan yang benar telah nyata bedanya dari jalan kesesatan sehingga tidak ada pembenaran untuk menggunakan kekerasan. Rasulullah SAW. secara tegas diingatkan Allah s.w.t. agar tidak menggunakan kekerasan dalam upaya memperbaiki masyarakat. Status beliau ditegaskan dalam ayat Al-Quran: ‘Maka
nasihatilah,
sesungguhnya
engkau
hanya
seorang
pemberi
nasihat. Engkau bukan penjaga atas mereka.’ 70 Ajaibnya ayat di atas itu diwahyukan di Mekkah di masa awal himbauan Rasulullah SAW dimana beliau telah diisyaratkan akan memperoleh kekuasaan besar tetapi jangan menggunakannya untuk memaksakan kehendak diri beliau atas orang lain. Pada intinya Rasulullah SAW tidak pernah menarik orang ke dalam agama Islam dengan kekuatan pedang tetapi melalui laku takwa, kasih dan pengabdian beliau kepada Allah s.w.t. yang telah menaklukkan hati para musuh sedemikian rupa sehingga mereka yang tadinya berniat membunuhnya malah kemudian tunduk di kaki beliau dan mempertahankan beliau dari serangan para musuh. Pada saat haji perpisahan, Rasulullah SAW dalam penutupan khutbah perpisahan beliau menyatakan: 69 70
Q.S. Al-Baqarah: 256 Q.S. Al-Ghasyiyah:21-22
43
Universitas Sumatera Utara
“Seperti halnya bulan ini suci, tanah ini tanah suci dan hari ini hari suci, demikian pula halnya Tuhan telah menjadikan jiwa, harta benda dan kehormatan tiaptiap orang juga suci. Merampas jiwa seseorang atau harta bendanya atau menyerang kehormatannya adalah tidak adil dan salah, sama halnya seperti menodai kesucian hari ini, bulan ini dan daerah ini. Apa yang kuperintahkan pada hari ini dan di daerah ini berarti bukan hanya untuk hari ini. Perintah-perintah ini adalah untuk sepanjang masa. Kalian diharapkan mengingat dan bertindak sesuai dengannya sampai kalian meninggalkan alam dunia ini dan berangkat ke alam nanti untuk menghadap Khalikmu.”71 Sebagai penutup beliau bersabda: “Apa-apa yang telah kukatakan kepada kalian, sampaikanlah ke pelosokpelosok dunia. Mudah-mudahan mereka yang tidak mendengarku sekarang akan mendapatkan faedah lebih daripada mereka yang telah mendengarnya.” Kepedulian Rasulullah SAW yang sangat mendalam atas kesejahteraan umat manusia dan penciptaan kedamaian di seluruh dunia sungguh tidak ada batasnya, adalah suatu tragedi bahwa dalam masa sekitar seribu tahun terakhir ini para pemuka dan negeri Muslim, sebagian besar telah mengabaikan hakikat ajaran Al-Quran dan Rasulullah SAW semata-mata hanya untuk pemuasan keserakahan dan nafsu kekuasaan atau mencari kekayaan. Mereka berperang satu sama lain untuk memperebutkan kekayaan duniawi dan melalui laku lajak mereka telah menganiaya orang-orang yang tidak berdosa. Secara culas mereka telah mengkhianati bangsanya sendiri dan sesama negeri Muslim hanya untuk mendapatkan kekayaan moneter dan kekuasaan dari musuh-musuh Islam. Sebagian besar dari pemuka rohani dan duniawi telah menyesatkan bangsanya sendiri dan membawa kebusukan dalam tubuh, fikiran dan jiwa masyarakat. Pada masa kini, beberapa anak muda Muslim secara konyol telah ‘dicuci otaknya’ sehingga menganggap perilaku barbar, teror, bunuh diri dan 71
Ibid, hlm. 166
44
Universitas Sumatera Utara
pembunuhan yang mereka lakukan akan menjadikan mereka mendapat derajat syuhada. Sesungguhnya mereka ini telah membawa kebusukan ke ambang pintu agama yang katanya mereka cintai. Nama Islam sekarang tidak lagi bernuansa kedamaian melainkan disinonimkan dengan perbuatan teror. Sebagian besar negara di dunia pernah melancarkan perang politis tetapi kelihatannya hanya negeri-negeri Muslim yang melaksanakan perang jihad dan mereka telah membantai satu sama lainnya. Berkaitan dengan itu perlu kiranya disinggung juga kejadian di New York ( peristiwa 11 September ) dan apa yang terjadi di Afghanistan dan Timur Tengah dimana ‘Jihad Islam’ telah dilancarkan membabi-buta oleh organisasi-organisasi Muslim ekstrim terhadap bangsa-bangsa non-Muslim. Rasulullah SAW ada mengingatkan bahwa umat Muslim di akhir zaman, terutama para pemuka mereka, akan jauh sekali dari hakikat Islam dan bahkan sebagian dari mereka akan menjadi seburuk-buruknya mahluk. Para pemuka ini akan menyesatkan para muda-mudi Muslim yang sebenarnya memiliki intelegensi cukup. Wahai muda-mudi Muslim yang diperintahkan melakukan tindakan mengerikan demikian, kalau seperti kata mereka itu bahwa kalian akan jadi suhada dan masuk surga, katakanlah kepada mereka silakan tunjukkan teladannya dengan melakukannya sendiri. Tanyakan kepada mereka itu ‘Mengapakah kamu mengatakan apa yang tidak kamu kerjakan?’ 72 Perbuatan demikian sama sekali tidak bisa disebut sebagai suatu amal saleh, bahkan lebih merupakan pencemaran nama Islam serta pendurhakaan terhadap firman Allah. Al-Quran jelas menyatakan: ‘Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan harta bendamu antara sesamamu dengan jalan batil, kecuali yang kamu dapatkan dengan perniagaan berdasar kerelaan di antara sesamamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah Maha Penyayang terhadapmu.’73 72 73
Q.S. Ash-Shaf ayat 2 Q.S. An-Nisa ayat 29
45
Universitas Sumatera Utara
Kata-kata ‘janganlah kamu membunuh dirimu’ melarang keras tindakan bunuh diri. Di samping itu apakah mungkin laku pembunuhan orang-orang tidak berdosa dianggap sebagai amal saleh yang akan memberikan izin seorang Muslim masuk pintu surga? Yang pasti adalah membuka jalan ke pintu neraka! Abu Zaid bin Thabit bin Dhahak meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW. bersabda: ‘Barangsiapa yang bersumpah palsu dan tidak mengatakan keadaan yang sebenarnya, sesungguhnya ia bukan dari pengikut Islam sebagaimana ia menganggap dirinya. Barangsiapa yang membunuh dirinya dengan sebuah alat maka ia akan disiksa dengan alat itu pada Hari Penghisaban. Seseorang tidak boleh bersumpah tentang sesuatu yang bukan haknya. Mengutuk seorang mukminin sama saja dengan membunuhnya.’ 74 Dengan demikian para pria dan wanita yang menyebut dirinya Muslim yang berencana membunuh dirinya atau mengajak orang lain untuk bunuh diri dengan menggunakan bom sehingga menyebabkan matinya orang-orang yang tidak berdosa, perhatikanlah ayat Al-Quran dan Hadist dari Penghulu kalian. Bukan derajat suhada yang akan kalian peroleh tetapi neraka jahanam. Terorisme di abad modern ini sama sekali bertentangan dengan visi dan penafsiran tentang hakikat jihad Islamiah. Perang politis tidak bisa disebut sebagai Jihad. Teriakan Jihad terdengar berulang-ulang dari berbagai penjuru. Janganlah mengikuti orang-orang kafir dan berjihadlah terhadap mereka dengan Al-Quran ini dengan jihad yang besar.’ 75 2.1.3.2 Jihad Akbar Jihad akbar dan hakiki menurut ayat diatas adalah melaksanakan dan mengajarkan isi Al-Quran.Sekarang ini bukan lagi masanya menghunus pedang tetapi saatnya menggunakan hujjah. Apa yang dimaksud dengan hal ini dan bagaimana caranya masuk dalam medan laga agar manusia menyadari keindahan Islam dan 74 75
Bukhari, Kitab Adab, bab Memanggil dengan nama buruk dan mengutuk. Q.S. 25 Al-Furqan:52
46
Universitas Sumatera Utara
ajarannya? Salah satu jawabannya adalah dengan memahami makna dari Jihad Fillah atau Jihad Akbar yaitu jihad terhadap nafsu dan kecenderungan buruk dalam diri, khususnya perjuangan melawan Syaitan. Inilah yang dimaksud dengan jihad hakiki, jihad individual guna memperbaiki diri menjadi saleh dan hamba Allah serta merobah Syaitan-syaitan dalam diri menjadi Muslim yang muttaqin agar dapat menarik orang lain ke dalam agama Islam. Al-Quran menyatakan: ‘Barangsiapa
berjuang
maka
ia
berjuang
untuk
dirinya
pribadi,
sesungguhnya Allah Maha Kaya, bebas dari sekalian mahluk-Nya.’ 76 Ayat ini menggambarkan apa yang dimaksud sesungguhnya dengan seorang Mujahid, yaitu orang yang berjuang di jalan Allah. Wawasan agung dan luhur yang dilaksanakan secara konsisten dan konstan dalam praktek aktual itulah yang dimaksud sebagai jihad dalam terminologi Islam, sedangkan orang yang melaksanakan dan mengamalkannya disebut sebagai Mujahid. Setiap muslim harus menjadi teladan yang sempurna dari ajaran Islam dan untuk itu haruslah memahami ajaran Al-Quran serta sunnah Rasul. Rasulullah SAW. menyatakan bahwa sebaikbaik pernyataan dari keimanan yang hakiki adalah orang lain selalu terpelihara dan hidup damai karena perlindungan. Islam disebut agama yang terbaik ialah jika semua orang aman dan ummat Islam tidak pernah mencederai mereka baik dengan tangan atau pun lidah.77 Hadist itu merupakan kesimpulan dan teladan sempurna untuk kehidupan bermasyarakat. Wajib bagi setiap Muslim bahwa perilakunya harus menjadi teladan dan tidak ada siapa pun yang akan dirugikan dengan cara apa pun. Hal ini menjadi bagian dari keimanan dan menjadi dasar dalam hubungan dengan Allah SWT. Sebagai seorang mukminin sejati haruslah tahu bahwa tujuan utama dalam kehidupan 76 77
Q.S. Al-Ankabut: 6 Bukhari, Kitabul Iman
47
Universitas Sumatera Utara
ini adalah mendekati Allah SWT. Hidup ini singkat sekali dan tanpa disadari, separuh usia sudah lewat dengan cepatnya. Sebagaimana dimaklumi dari Al-Quran bahwa hubungan seperti itu bisa diciptakan, namun juga dinyatakan bahwa seseorang harus berjuang mencarinya. Jika diperhatikan kehidupan duniawi, dapat dilihat upaya perjuangan seperti apa yang harus dilakukan guna mencapai keberhasilan. Cara yang sama dengan berjuang di jalan Allah akan menuntun manusia pada pertemuan dengan Wujud-Nya. Orang-orang yang hidup berdasarkan pedoman Tuhan dan selalu berjuang di jalan-Nya maka mereka menjadi teladan hidup dari hamba-hamba Allah. Mereka kelihatan menonjol dibanding lingkungannya. Ada perubahan sempurna dalam internal dan eksternal pribadi mereka sehingga orang-orang lain akan terpana dan menghormati mereka karena adanya nur Ilahi yang bersinar dari wajah mereka. Mereka itu senyatanya menjadi bukti hidup dari ayat Al-Quran bahwa: “Dan tentang orang-orang yang berjuang untuk bertemu dengan Kami, sesungguhnya Kami akan memberi petunjuk kepada mereka pada jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang berbuat kebajikan.” 78 Kata jihad itu mencakup keseluruhan aktivitas positif yang harus dilakukan seorang Muslim dan harus berlaku sebagai Mujahid yang secara istiqamah memperbaiki diri. Berjuang demi Allah membutuhkan tekad bulat dan keteguhan hati, dimana hal ini tidak mungkin bisa dicapai tanpa keimanan, pemahaman dan keyakinan yang hakiki kepada Wujud Maha Agung yang Maha Kuasa serta kepastian adanya kehidupan setelah kematian. Jika seorang Muslim meyakini bahwa keimanannya itu benar adanya, agama yang dianutnya itu juga benar maka ia tidak perlu takut kepada orang-orang yang berusaha menariknya keluar dari keimanan demikian. Sebaliknya, ia harus menerima mereka di rumahnya dengan senang hati dan melalui amal dan kata yang saleh, insya Allah, bisa menarik mereka ke dalam agamanya. 78
Q.S. Al-Ankabut:70
48
Universitas Sumatera Utara
2.1.4 Macam-macam Jihad Jihad dalam Islam terbagi kedalam beberapa jenis yakni : 1. Jihad memerangi orang kafir serta orang-orang yang memerangi kaum muslimin, yaitu dengan tangan, harta, lisan, dan hati. Berdasarkan sabda Nabi Shallallaahu ‘Alaihi Wasallam: “Perangilah orang-orang musyrik dengan harta, jiwa, dan lisan kalian.”79 2. Jihad memerangi orang-orang fasik yaitu dengan tangan, lisan, dan hati. Berdasarkan sabda Nabi Shallallaahu ‘Alaihi Wasallam: “Barang siapa di antara kalian melihat satu kemungkaran maka hendaklah dia mengubahnya dengan tangannya, jika dia tidak mampu maka dengan lisannya, jika tidak bisa juga maka dengan hatinya, dan itu adalah selemah-lemahnya iman.” 80 3. Jihad memerangi syaitan Jihad memerangi syaitan yaitu dengan menolak syubhat-syubhat yang muncul dari syaitan serta meninggalkan syahwat-syahwat yang telah dihiasi oleh setan. Berdasarkan firman Allah: “… dan jangan (pula) penipu (syaitan) memperdayakan kamu dalam (mentaati) Allah.” 81
79
HR. Ahmad: 3/124 HR. Muslim, 1/5, Ahmad, 24/303, Ibnu Hibban, 1/53 81 Q.S. Luqman: 33 80
49
Universitas Sumatera Utara
“Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh bagimu, Maka anggaplah ia musuh(mu), karena Sesungguhnya syaitan-syaitan itu hanya mengajak golongannya supaya mereka menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala” (Fathir: 6)
4. Jihad melawan nafsu Jihad melawan hawa nafsu yaitu dengan membuka diri untuk mempelajari perkara-perkara
agama,
mengamalkannya,
mengajarkannya,
serta
dengan
memalingkan dari mengikuti hawa nafsunya dan menundukkan keliarannya. Jihad melawan nafsu merupakan Al-Jihad Al-Akbar (jihad yang paling besar). Menurut sebuah hadits dha’if yang diriwayatkan oleh Al-Baihaqqi dan Al-Khatib di dalam tarikh-nya dari Jabir dengan lafadz sebagai berikut: “Ketika Nabi Shallallaahu ‘Alaihi Wasallam pulang dari suatu peperangan (perang badar), beliau bersabda: ‘Dan kalian pulang dari kemenangan yaitu jihad yang kecil menuju jihad yang besar.’ Ada yang bertanya: ‘Apakah jihad yang besar itu?’ Beliau Shallallaahu ‘Alaihi Wasallam bersabda: Jihadnya seorang hamba dalam memerangi hawa nafsunya. 2.1.5 Jihad Siyasi ( Jihad Politik ) 2.1.5.1 Jihad politik di dalam Negara Islam yang adil Negara Islam ialah Negara yang menjadikan syariat Islam sebagai azas. Negara Islam juga diperintah oleh seorng muslim. Jihad di dalamnya ialah dengan memberi wala’ sepenuhnya kepada pemimpin dan taat selagi pemimpin tersebut tidak menyalahi syariat, menasihati mereka dan mempertahankan Negara tersebut. Seperti Firman Allah dalam Al-Qur’an :
50
Universitas Sumatera Utara
Wahai orang-orang yang beriman, taatlah kamu kepada Allah dan taatlah kamu kepada Rasulullah dan kepada "Ulil-Amri" (orang-orang yang berkuasa) dari kalangan kamu. Kemudian jika kamu berbantah-bantah (berselisihan) dalam sesuatu perkara, maka hendaklah kamu mengembalikannya kepada (Kitab) Allah (Al-Quran) dan (Sunnah) RasulNya - jika kamu benar beriman kepada Allah dan hari akhirat. Yang demikian adalah lebih baik (bagi kamu), dan lebih elok pula kesudahannya.82 2.1.5.2 Jihad politik di dalam Negara Islam yg menyeleweng. Jihad politik di dalam Negara Islam yang menyeleweng yaitu Negara yg masih meletakkan syariat Allah di tempat tertinggi tetapi berlaku penyelewenganpenyelewengan seperti kezaliman pemimpin, fasiq, serta mengabaikan tanggung jawab terhadap rakyat. Jihad didalamnya yakni dengan menasehati dan memberi teguran setiap penyelewengan yang dilakukan, menjalankan amar ma’ruf dan nahi mungkar. Sabda Rasulullah SAW: (
)إن من أفضل الجھاد كلمة عدل عند سلطان جائر
Maksudnya; “Sesungguhnya diantara seafdhal jihad ialah menytakan keadilan disisi sultan (penguasa) yg zalim. 2.1.5.3 Jihad politik didalam Negara Kafir ( bukan Islam )
82
Q.S An-Nisa’ ayat 59
51
Universitas Sumatera Utara
Jihad politik di Negara kafir ialah berusaha menjatuhkan kerajaan tersebut dan menegakkan kembali Negara Islam yg adil dengan cara yg sesuai mengikuti masa, tempat dan keadaan dari Negara tersebut.83 2.1.6 Hakekat dan Tujuan Jihad Allah mewajibkan jihad yang tujuannya adalah : meninggikan kalimat yang hak dan membebaskan manusia dari perbudakan hawa nafsu, kezaliman seorang raja dan khurafat. Selain itu jihad bertujuan untuk menegakkan keadilan, memberantas kebathilan dan mempertahankan akidah, jiwa, nama baik, dan harta benda. Sebaliknya, Islam sangat mengharamkan penganiayaan, kebathilan dan kezaliman dan sejenisnya. Jihad dalam Islam bukan bertujuan merampas harta atau lain sebagainya. Ada beberapa teori yang digunakan oleh penulis dalam memecahkan masalahmasalah dalam penelitian ini. Menurut Munawar Ahmad Anees, dari Intellectual Studies Foundation, sebuah lembaga intelektual yang berbasis di London, jihad adalah perjuangan dimana orang Islam secara individu dan komunitas berjuang ke arah yang lebih baik, ke arah pembangunan, ke arah peningkatan. Arah perjuangan ditentukan oleh struktur nilai, ke arah nilai Islam, yakni berjuang di atas jalan Tuhan untuk mewujudkan ideal-ideal yang tercantum dalam Al-Qur’an dan sunnah nabi.84 Hasan Al-banna, seperti dikutip Yusuf Qardhawi, menyebutkan, jihad adalah suatu kewajiban muslim yang berkelanjutan hingga hari kiamat, tingkat terendahnya berupa penolakan hati atas keburukan atau kemungkaran dan tertinggi berupa perang di jalan Allah. Diantara keduanya adalah perjuangan dengan lisan, pena, tangan dan
83 84
Ibid, hlm. 97 Ziauddin Sardar, Wajah Islam, cet. ke-1 (Bandung: Mizan, 1992), hlm. 106
52
Universitas Sumatera Utara
berupa pernyataan tentang kebenaran di hadapan penguasa yang zalim.85 Dr. Hilmy Bakar Almascaty dalam bukunya yang berjudul “Panduan-panduan Jihad Untuk Aktifitas Gerakan Islam” menyatakan bahwasanya hadist yang berkenaan dengan jihad yang utama menyatakan bahwa jihad politik ada hubungannya dengan menegakkan pemerintahan yang adil.86 Beliau mendefinisikan jihad politik sebagai perjuangan di jalan Allah untuk menegakkan tatanan pemerintahan Islam yang diridhoi Allah, karena politik di sini maksudnya adalah usaha-usaha pribadi ataupun lembaga untuk memperoleh kekuasaan atau pemerintahan yang dikehendakinya.87 Jihad sebagai salah satu cara untuk menegakkan kalimat Allah, dapat dilakukan dengan berbagai cara sesuai dengan kemampuan masing-masing. Salah satunya ada yang berjihad dengan pengarahan pasukan bersenjata atau perang dan juga berjihad dalam berpolitik, atau jihad politik.88 Politik jauh berbeda dengan jihad peperangan, bukan saja bentuk perjuangannya tetapi juga medan yang dihadapinya. Jihad politik seperti yang telah disebutkan sebelumnya berjuang melalui politik dengan sungguh-sungguh sebagai senjatanya, selain untuk melaksanakan amar ma’ruf nahi mungkar juga meluruskan penyimpangan penguasa tanpa harus menumpahkan
darah.
Musuh
yang
dihadapi
oleh
jihad
politik
adalah
ketidakadilannya dan kesewenang-wenangan yang dilakukan pemimpin atau aparatur negara. Dengan demikian, jihad meluruskan penyelewengan para penguasa sangat berat dan penuh resiko karena penguasa yang ditopang dengan segala fasilitasnya, seperti pasukan militer, persenjataan, dan pengikut setianya, akan bertindak sewenang-wenang terhadang orang yang ingin meluruskan penyimpangannya, terutama penguasa diktator yang ingin tetap mempertahankan kekuasaannya. Allah
85 Yusuf Qardhawi, Pendidikan Islam dan Madrasah Hasan Al-Banna, terjemah Bustami A. Gani dan Zainal Abidin Ahmad (Jakarta: Bulan Bintang,1950) hlm. 74. 86 Hilmy Bakar Almascaty, Panduan Jihad Untuk Gerakan Islam, cet. ke-1 (Jakarta: Gema Insani Press, 2001), hlm. 36. 87 Ibid, hlm. 226. 88 Terdapat lima jenis Jihad yang di isyaratkan Al-Qur’an atau dalam Sunnah yaitu pertama jihad dengan lidah (lisan) kedua jihad pendidikan atau jihad taklim, ketiga jihad dengan tangan dan jiwa keempat Jihad politik kelima jihad dengan harta, lihat Said Hawa Jundullah, alih bahasa Abdul Hayyie Al-kattani dkk, cet. ke-1 (Jakarta: Gema Insani Press, 2002) hlm 423.
53
Universitas Sumatera Utara
juga mewajibkan kepada kaum muslimin untuk menentang penyimpanganpenyimpangan
sosial,
baik
penyimpangan
keagamaan
dalam
mewujudkan
pembangkangan individu terhadap kehendak Allah dalam urusan peribadatan dan mu’amalah, walaupun penyimpangan sosial dalam perilaku bersama yang jauh dari garis risalah. Penyimpangan itu mencakup kepentingan individu maupun masyarakat, penyimpangan politik dalam bentuk kondisi pemerintahan yang zalim yang tercermin dalam tiran-tiran politik yang menindas orang-orang yang lemah. Penyimpangan tersebut menyebabkan pemerintahan berubah menjadi praktek-praktek penindasan dan permusuhan terhadap rakyat, dengan maksud mempertahankan kekuatan dan sistem pemerintahan. Demikian pula penyimpangan ekonomi yang terlihat dari sistem politik yang dibangun atas prinsip monopoli, manipulasi, riba, korupsi suap, dan perampasan hak-hak orang kecil, dan cara-cara zalim lainnya yang terang-terangan dan tersembunyi. 89 Penyimpangan yang paling kejam yang dilakukan penguasa mendiamkan aksi kemungkaran yang dilakukan rakyatnya dalam Al-Qur’an berbunyi :
ْ وا لُ ِعنَ ٱلﱠ ِذينَ ڪَ فَر ْ ُوا ﱠوڪَان ْ َص ان دَا ُو َ ِۥ َد َو ِعي َسى ۡٱب ِن َم ۡريَ َ ۚم َذٲل َ ك بِ َما ع ِ ُوا ِم ۢن بَنِ ٓى إِ ۡس َر ٓٲ ِءي َل َعلَ ٰى لِ َس ْ ُس َما ڪَان ْ ُڪَان َ(يَ ۡعتَ ُدون٧٨) َوا يَ ۡف َعلُون َ وا َال يَتَنَاھ َۡونَ عَن ﱡمنڪ ۟ ٍَر فَ َعلُو ۚهُ لَبِ ۡئ
“Allah melaknat suatu kaum yang mana kaum itu tidak saling melarang perbuatan mungkar dan tindakan mendiamkan suatu kemungkaran yang terjadi di sekitar kita adalah seburuk-buruknya di mata Allah”.90
2.1.6.1 Hukum Berjihad
89 Muhammad Husain Fadlullah, Islam dan Logika Kekuatan, terjemahan Afif Muhammad dan H. Abdul Adhiem (Bandung: Mizan, 1985), hlm. 39. 90 Al-Maidah :78-79
54
Universitas Sumatera Utara
Jihad yang bersifat khusus, yaitu memerangi orang-orang kafir dan orangorang yang memerangi orang-orang muslim hukumnya adalah fardhu kifayah. Apabila sebagian dari mereka telah melaksanakannya, maka gugurlah kewajiban sebagian yang lainnya. Hal ini adalah berdasarkan firman Allah : “Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.”91 Namun, hukumnya menjadi wajib ‘ain bagi orang yang ditunjuk oleh imam (khalifah) berdasarkan sabda Nabi Shallallaahu ‘Alaihi Wasallam: “Dan apabila kalian dipanggil untuk berperang, maka berangkatlah.”92 Demikian juga apabila musuh menyerang suatu negeri, maka wajib bagi penduduknya termasuk dari golongan kaum wanita untuk melawan dan mengusir mereka. 2.2 Kajian Terhadap Tahapan-Tahapan Disyariatkannya Jihad Yusuf Qardhawi menyebutkan bahwasanya jihad itu disyari’atkan melalui empat tahapan sebagai berikut: a.
Tahapan larangan untuk berperang dan diperintahkan untuk bersabar menghadapi gangguan dan cercaan dari orang-orang musyrik dengan terus menebarkan dakwah. Rasulullah SAW melarang para sahabat beliau untuk memerangi penduduk
Mekah pada masa ini. Maka ketika ada sahabat yang berkata kepada beliau:”Dulu 91 92
Q.S. At-Taubah :122 HR. Al-Bukhari: 3/18, Muslim: 86, 85, Ibnu Majah: 2773, dan Ahmad: 1/226
55
Universitas Sumatera Utara
ketika kami dalam keadaan musyrik kami adalah orang-orang yang mulia, namun ketika kami beriman kami menjadi orang-orang yang hina.” Beliau bersabda kepadanya:”Aku
diperintahkan
memerangi………..”
untuk
memaafkan,
maka
janganlah
kalian
93
Larangan berperang ini disebutkan dalam firman Allah : “Tidakkah
kamu
perhatikan
orang-orang
yang
dikatakan
kepada
mereka:"Tahanlah tanganmu (dari berperang), dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat!" Setelah diwajibkan kepada mereka berperang, tiba-tiba sebagian dari mereka (golongan munafik) takut kepada manusia (musuh), seperti takutnya kepada Allah, bahkan lebih sangat dari takutnya. Mereka berkata:"Ya Rabb kami, mengapa engkau wajibkan berperang kepada kami Mengapa tidak engkau tangguhkan (kewajiban berperang) kepada kami beberapa waktu lagi" Katakanlah:"Kesenangan di dunia ini hanya sebentar dan akhirat itu lebih baik untuk orang-orang yang bertaqwa dan kamu tidak akan dianiaya sedikitpun".94 b.
Diperbolehkannya untuk berperang dan tidak diwajibkan Hal ini desebutkan dalam firman Allah yang berbunyi: “Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena
sesungguhnaya mereka telah dianiaya. Dan sesungguhnya Allah, benar-benar Maha Kuasa menolong mereka itu.” 95 c.
Diwajibkan berperang hanya jika kaum muslimin diserang.
93
Tafsir Al Manar Q.S. An-Nisa’ ayat 77 95 Q.S. Al-Hajj ayat 39 94
56
Universitas Sumatera Utara
“Dan berperanglah di jalan Allah melawan orang-orang yang memerangi kalian.”96 d.
Diwajibkan memerangi seluruh orang musyrik meskipun mereka tidak memerangi kaum muslimin, sampai mereka mau masuk Islam atau membayar jizyah bagi beberapa golongan yang diperselisihkan para ulama.
Allah berfirman: “Apabila sudah habis bulan-bulan Haram itu, maka bunuhlah orang-orang musyirikin di mana saja kamu jumpai mereka, dan tangkaplah mereka. Kepunglah mereka dan intailah di tempat pengintaian.”97 “Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak (pula) pada hari kemudian dan mereka tidak mengharamkan apa yang diharamkan oleh Allah Dan Rasul-Nya dan tidak beragama dengan agama yang benar (agama Allah), (yaitu orang-orang) yang diberikan Al-Kitab kepada mereka, sampai mereka membayar jizyah dengan patuh sedang mereka dalam keadaan tunduk.”98 Secara ringkas tahapan-tahapan ini terangkum dalam perkataan Ibnu Qoyyim, ketika beliau mengatakan:” “Dan jihad itu diharamkan lalu diijinkan lalu diperintahkan melawan orang yang menyerang duluan lalu diperintahkan untuk memerangi seluruh orang-orang musyrik”99 Ibnu Qoyyim berkata: “…..maka keadaan orang kafir setelah turun surat AtTaubah ditetapkan menjadi tiga kelompok, yaitu Muharibin, Ahlu ‘Ahdin dan Ahlu 96
Q.S.Al-Baqarah ayat 190 Q.S.At-Taubah ayat 5 98 Q.S. At-Taubah ayat 29 99 Majmu’ Fatawa Ibnu Taimiyah 97
57
Universitas Sumatera Utara
Dzimmah. Lalu Ahlul ‘Ahdi wash Shulhi tergabung kedalam negara Islam, maka orang kafir tinggal dua macam saja yaitu Muharibin dan Ahludz Dzimmah. Yusuf Qardhawi ketika menafsirkan ayat : “Katakanlah kepada orang-orang yang beriman hendaklah mereka memaafkan orang-orang yang tiada takut akan hari-hari Allah……” 100 Abdul Akhir Hammad menentang perkataan Asy-Syaukani dalam kitab AsSailul Jarror V/519: ” Menyerang orang-orang kafir dan ahli kitab serta membawa mereka masuk kepada agama Islam atau membayar jizyah atau bunuh, hal ini merupakan perkara yang sangat jelas dalam agama … Adapun tentang meniggalkan dan membiarkan mereka jika mereka tidak memerangi, hal ini sudah termasuk secara ijma. Berikut inilah pernyataan Az-Zarkasyi yang menyatakan bahwasanya tahapantahapan jihad tidaklah mansukh, akan tetapi tahapan-tahapan tersebut tetap dilaksanakan sesuai dengan keadaan pada waktu tahapan tersebut disyariatkan. Dan beliau mencela terhadap orang yang menyatakan bahwa tahapan-tahapan tersebut telah mansukh ketika beliau mengatakan:” Jihad diperintahkan dikarenakan oleh suatu sebab, lalu sebab itu hilang. Seperti ketika dalam keadaan lemah dan berjumlah sedikit diperintahkan untuk bersabar dan memaafkan orang-orang yang tidak beriman dengan hari akhir dengan tidak melakukan amar ma’ruf, nahi munkar, jihad fii sabiilillah dan yang lain kemudian dinasakh dengan perintah untuk melaksanakan amar ma’ruf, nahi munkar, jihad dan yang lainnya. Sebenarnya ini bukanlah nasakh, akan tetapi nasii’ (perintah untuk meninggalkan.
100
Q.S.Al-Jatsiyah: 14
58
Universitas Sumatera Utara
Dan ketika dalam keadaan lemah, hukum yang berlaku adalah wajib sabar menanggung gangguan. Dengan demikian maka jelaslah kelemahan pendapat sebagian dari para mufassirin pada ayat yang memberikan keringanan bahwasanya ayat tersebut telah termasuk oleh ayatus saif, padahal sebenarnya tidaklah mansukh akan tetapi mansa’, yang berarti suatu perintah yang dikarenakan suatu sebab tertentu pada suatu masa yang mengharuskan untuk memberlakukan hukum tersebut kemudian berganti kepada hukum yang lain kerena penyebabnya telah berubah. As-Suyuthi membawakan perkataan persis perkataan Az-Zarkasyi tersebut di dalam kitab Al-Itqon, tanpa mengatakan bahwa perkataan tersebut adalah perkataan Az-Zarkasyi. Namun demikian beliau mengatakan, bahwa ayatus saif telah menasakh ayat-ayat yang memerintahkan untuk memaafkan, berlapang dada dan berdamai. Ketika mengomentari ayat : “…maka bunuhlah orang-orang musyrik di mana saja kalian jumpai mereka….” 101 Beliau berkata:”Ini adalah ayat saif yakni ayat-ayat yang berkenaan dengan memberikan maaf, berlapang dada, berpaling dan berdamai. Dan keumuman ayat ini merupakan dalil untuk memerangi At-Turk dan Habasyah menurut jumhur ulama’.” Namun para mu’ashirin yang bersandar dengan perkataan AZ-Zarkasyi dan AsSuyuti untuk pendapat tidak mansukhnya ayat-ayat yang menerangkan tentang tahapan-tahapan syari’at jihad ini tidaklah memperhatikan pendapat mereka berdua atas mansukhnya ayat-ayat tersebut.102 Namun demikian bagaimanapun kalau dikatakan bahwa ketika dalam keadaan lemah kita harus kembali pada hukum larangan untuk berperang dan wajib bersabar 101 102
Q.S.At-Taubah ayat 5 Ibid, hlm. 124
59
Universitas Sumatera Utara
terhadap ulah orang-orang kafir ini jelas tidak bisa dibenarkan berdasarkan kajian yang telah lalu pada masalah kemampuan dalam berperang dan iqtiham. Begitu pula hal ini bertentangan dengan ijma’ jika ijma’ tersebut benar adanya sebagaimana yang telah dinyatakan oleh beberapa ulama’ di atas. Yang intinya bahwa kemampuan itu adalah syarat wajib jihad adan bukan syarat syah jihad, sehingga kalau dikatakan bahwa orang yang lemah atau tidak mempunyai kemampuan untuk melawan musuh itu ia harus bersabar dan tidak boleh mengadakan peperangan dalam rangka melawan musuh, sebagaimana halnya ketika Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam hidup di Mekah dalam keadaan lemah dan tertindas, mereka dilarang untuk melakukan peperang. Meskipun juga bukan berarti dalam kondisi seperti ini kaum muslimin tidak diperkenankan untuk melaksanakan kembali ayat-ayat yang memerintahkan untuk bersabar dan berlapang dada terhadap ulah orang-orang kafir. Kaum muslimin mendapatkan rukhshoh untuk mengamalkan sabar dan berlapang dada terhadap ulah orang-orang kafir tesebut sebagai mana mereka juga boleh mengamalkan ayat-ayat jihad dengan ketentuan-ketentuan yang telah kita bahas di atas. 2.3 Realitas jihad Rangkaian pemboman yang pernah terjadi di Indonesia dianggap pemerintah sebagai tindakan terorisme namun bagi sekolompok Muslim itu adalah jihad. Kasus pemboman Bali tahun 2002 yang melibatkan Amrozi Cs hingga pemboman JW Marriott dan Ritz-Carlton tahun 2009, mengindikasikan bahwa praktek jihad versi mereka akan terus selalu ada. Bagi kelompok yang menyebutkan diri mereka adalah Muslim militan yang berpemahaman salafus shalih, Jihad adalah sebuah keniscayaan. Jihad akan selalu relevan pada setiap masa dan tempat. Hingga akhirnya, harapan dan cita-cita mereka terwujud agar Islam tidak dikotori lagi oleh budaya Barat. Bagi kebanyakan orang menyebut gerakan ini merupakan Islam radikal. Ada juga yang menyebutnya fundamentalisme. Terlepas dari pengistilahan yang dibuat--
60
Universitas Sumatera Utara
meskipun penulis tidak sepakat dengan demikian--perlu diyakini bahwa semua aktivitas mereka butuh pengkajian ulang. Aksi penyerangan terhadap warga asing di satu negara dengan bom bunuh diri, kemudian pemboman tempat-tempat ibadah non muslim, dan mungkin kegiatan merampas harta non muslim yang mereka sebut dengan fa’i, semuanya harus kembali diluruskan. Memang, jika mau menelusuri jauh kebelakang bahwa aksi terorisme yang ada merupakan fenomena sosial segelintir kelompok masyarakat yang kecewa terhadap pemerintah. Sebenarnya cikal bakal teror juga sudah terlihat pada awal kemerdekaan. Karena pemerintah pusat gagal mengakomodir aspirasi umat Islam– sebagai penduduk mayoritas Indonesia--untuk menjadikan negara Indonesia Islami, maka muncul apa yang disebut DI/TII dari berbagai daerah. Pada masa orde baru, gerakan ini agak sedikit mengerucut dan melalui sikap pemerintah yang represif, menumpas Komando Jihad. Lalu, masa reformasi gerakangerakan kekecewaan itu muncul dari wadah yang disebut-sebut Jamaah Islamiyah Indonesia (walaupun kurang bukti) Amrozi Cs menjadi icon perjuangan segelintir umat Islam yang tertindas. Kemudian munculah aneka bentuk pemboman yang dilancarkan sebagai bentuk protes terhadap pemerintah dan juga ajang unjuk nyali umat Islam Indonesia terhadap Barat, yang selama ini diyakini musuh Islam. Namun, apakah ini semua benar. Atau apakah benar anggapan mereka yang menyebutkan tindakan tersebut adalah bentuk ijtihad. Kalau benar dapat dua dan salah dapat satu. 2.4 Fiqh Politik Fiqih berarti pemahaman atau kecerdasan. Makna Fiqih tidak hanya mengetahui tetapi pemahaman yang mengharuskan pemakaian akal, menggunakan pikiran, serta mencapai kepada pemahaman itu setelah melalui usaha yang keras.
61
Universitas Sumatera Utara
Menurut istilah, Fiqih tidak bisa didapat oleh sembarang orang, hanya dia yang memiliki kemampuan akal yang tinggi, memiliki tingkat keimanan yang tinggi dan memiliki keshalihan yang spesifik.103 Kemudian Fiqih juga tidak bisa dicapai oleh orang kafir dan orang munafik. 104 Menurut hukum syara’, Fiqih berarti menggali hukum-hukum syara’ yang praktis dari dalil-dalil yang rinci. Kata politik dalam bahasa arab berarti pemeliharaan. Jika digabungkan, Fiqih politik berarti pemahaman yang mendalam tentang urusan-urusan ummat baik internal maupun eksternal, mengelola urusan-urusan ummat ini serta memeliharanya sesuai dengan hukumhukum syari’at dan petunjuk-petunjuknya. 2.4.1 Cakupan Fiqh Siyasah ( Politik ) Para ulama berbeda pendapat dalam menentukan ruang lingkup kajian fiqh siyasah.diantaranya ada yang menetapkan lima bidang. Namun ada pula yang menetapkan kepada empat atau tiga bidang pembahasan. Bahkan ada sebagian ulama yang membagi ruang lingkup kajian fiqh siyasah menjadi delapan bidang. Menurut al mawardi, ruang lingkup kajian fiqh siyasah mencakup: a.
Kebijaksanaan
pemerintah
tentang
peraturan
perundang-undangan
(siyasah
dusturiyah). b. Ekonomi dan militer (siyasah maliyah) c.
Peradilan (siyasah qadha’iyah)
d. Hukum perang (siyasah harbiah). Administrasi negara (siyasah idariyah).105
e.
Sedangkn ibn taimiyah meringkasnya menjadi empat bidang kajian yaitu: a.
Peradilan. 103
Q.S. Al-An’am, ayat 98 Q.S. Al-Anfaal, ayat 65 105 Pembagian ini diuraikan dalam kitabnya al-ahkam al-sulthaniah 104
62
Universitas Sumatera Utara
b. Administrasi negara. c.
Moneter
d. Serta hubungan internasional106 Sementara Abdul wahhab khallaf lebih mempersempitnya menjadi tiga bidang kajian saja yaitu: a.
Peradilan.
b. Hubungan internasional Dan keuangan negara.107
c.
Berbeda dengan tiga pemikirandi atas, T.M. Hasbi malah membagi ruang lingkup fiqh siyasah menjadi delapan bidang yaitu: a.
Politik pembuatan perundang-undangan.
b. Politik hukum. c.
Politik peradilan.
d. Politik moneter/ekonomi. e.
Politik administrasi.
f.
Politik hubungan internasional.
g. Politik pelaksanaan perundang-undangan. h. Politik peperangan.108 Berdasaran perbedaan pendapat di atas, pembagian fiqh siyasah dapat di sederhanakan menjadi tiga bagian pokok. Pertama, politik perundang-undangan ( al-siyasah al-dusturiyah ). Bagian ini meliputi pengkajian tentang penetapan hukum ( tasyri’iyah ) oleh lembaga legislatif, 106
Ibn Taimiyah, al-siyasah al syar’iyah fi ishalah al-ra’i wa al-ra’iyah Ibid, hlm. 167 108 T.M. Hasbi ash-Shiddiqy, Pengantar siyasah syari’iyah, Yogyakarta:Madah,t.tp. hal 8. 107
63
Universitas Sumatera Utara
peradilan ( qadha’iyah ) oleh lembaga yudikatif, dan administrasi pemerintahan ( idariyah ) oleh birokrasi atau eksekutif. Kedua, politik luar negeri ( al-siyasah al-kharijiah ). Bagian ini mencakup hubungan keperdataan antara warga muslim dengan warga negara non-muslim ( alsiyasah al-duali al-‘am ) atau disebut juga dengan hubungan internasional. Ketiga, politik keuangan dan moneter ( al-siyasah al-maliyah ). Permasalahan yang termasuk dalam siyasah maliyah ini adalah negara, perdagangan internasional, kepentingan/hak-hak publik, pajak dan perbankan. 2.4.2 Prinsip Politik Dalam Fiqih Politik Islam Sebenarnya dalam hukum-hukum Islam sudah meliputi berbagai sistem kehidupan, tatanan masayarakat dan pengelolaan pemerintahan. Dengan demikian urusan politik dan pemerintahan termasuk dalam kategori persoalan Islam dengan menetapkan aturan-aturan sebagai prinsip dasar sebagai landasan politik yang beretika bagi kehidupan bernegara. Para pemikir Islam di berbagai zaman telah berhasil membangun teori-teori politik dan menanggapi persoalan-persoalan politik yang berkembang dengan tujuan untuk membimbing umat agar mampu berpolitik sesuai dengan etika dan moralitas Islam. Rasulullah SAW telah banyak memberikan contoh-contoh prinsip berpolitik yang sesuai dengan Ilmu Fiqih, dalam menjalankan prinsip-prinsip kepemimpinan secara Islami. Kepemimpinan Rasulullah SAW patut diteladani dan dapat dipraktikan oleh umat Islam. Anjuran untuk meneladani kehidupan dan kepemimpinan Rasulullah SAW telah ditegaskan dalam Al Qur'an :
64
Universitas Sumatera Utara
Artinya : Sungguh ada bagi kamu pada diri Rasulullah itu suri tauladan yang baik, yakni bagi orang yang senantiasa mengaharap (rahmat) Allah dan (keselamatan) di hari akhir dan mengingat Allah dengan sebaik-baiknya.109 Prinsip kepemimpinan yang sangat menonjol dari Rasulullah SAW yang patut kita ikuti dan teladani selamanya diantaranya adalah : 1. Kesesuaian antara perbuatan dan ucapan. 2. Komitmen yang kuat kepada nasib kaum yang lemah dan tertindas. 3. Sebagai Pemimpin, Beliau mengayomi dan melayani yang dipimpinnya. Nabi Muhammad, Rasulullah SAW adalah tipe pemimpin yang ideal, Beliau memimpin dengan adil dan amanah. Berkaitan dengan hal tersebut, bagi pemimpin ataupun pejabat sebaiknya memahami firman Allah : Artinya : Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.110 Berdasarkan kutipan ayat tersebut diatas, maka pentinglah bagi setiap pemimpin untuk menanamkan kesadaran bahwa jabatan menurut islam merupakan sebuah "amanat". Jabatan memerlukan tanggung jawab yang sangat besar, jabatan adalah suatu hal yang patut diwaspadai, bukan sebagai nikmat yang perlu disyukuri. Rasulullah SAW bersabda kepada Abu Dzarr al-Ghifari : 109 110
Q.S Al –Ahzab, ayat 2 Q.S An-Nisa, ayat 58
65
Universitas Sumatera Utara
"Sesungguhnya jabatan itu amanat, dan sesungguhnya ia (jabatan itu) pada Hari Kiamat merupakan (sebab) kehinaan dan penyesalan, kecuali (bagi) orang yang mengambil jabatan itu dengan haknya dan menunaikan kewajibannya sehubungan dengan jabatan itu."111
BAB III PEMBAHASAN
3.1 Biografi Yusuf Al-Qardhawi Membicarakan
wacana pemikiran
Islam
modern,
orang
tidak bisa
mengabaikan nama Dr. Yusuf Al Qardhawi. Pemikiran-pemikirannya yang cerdas dan didukung dalil yang kuat, banyak dijadikan rujukan umat Islam terutama menghadapi persoalan-persoalan saat ini. “Di berbagai negara di dunia, nama Dr. Yusuf Qardhawi ( ada yang menulisnya dengan Yusuf Qaradhawi ), Yusuf Al-Qardhawi dikenal sebagai ulama yang berani dan kritis. Pandangannya sangat luas dan tajam. Oleh karena itu banyak pihak yang merasa 'gerah' dengan berbagai pemikirannya yang seringkali dianggap menyudutkan pihak tertentu, termasuk pemerintah Mesir. Akibat pandangan-pandangannya itu pula, tak jarang pria kelahiran Shafth Turaab, Mesir pada 9 September 1926 ini harus mendekam di balik jeruji besi. Namun 111
H.R. Imam Muslim
66
Universitas Sumatera Utara