7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi Ergonomi Egonomi atau (Ergonomic) berasal dari bahasa yunani,yaitu “Ergo” yang berarti kerja dan “Nomos” yang berarti
hukum. dengan
demikian ergonomi dimaksudkan sebagai disiplin keilmuan yang mempelajari manusia dalam
kaitannya dengan pekerjaannya. Istilah
ergonomi lebih populer digunakan oleh beberapa negara Eropa Barat. Di amerika isitilah ini lebih dikenal sebagai Human Factors Engineering atau Human Engineering. Demikian pula ada banyak istilah lainnya yang secara praktis mempunyai maksud yang sama seperti Biomechanis, Biotechnology, Engineering Psychology atau Arbeltswissensschaft (Jerman). Disiplin
ergonomi
secara
khusus
mempelajari
keterbatasan
dari
kemampuan manusia dalam berinteraksi dengan teknologi dan produkproduk buatannya. Disiplin ini berangkat dari kenyataan bahwa manusia memiliki batas-batas kemampuan baik jangka pendek maupun jangka panjang pada saat berhadapan dengan keadaan lingkungan sistem kerjanya yang berupa perangkat keras/hardware (mesin, peralatan kerja dll) dan/atau perangkat lunak/software (metode kerja, sistem dan prosedur,
http://digilib.mercubuana.ac.id/
8
dll). Dengan demikian terlihat jelas bahwa ergonomi adalah suatu keilmuan
yang
multidisiplin.
Pada
Prinsipnya
ilmu
ergonomic
akan
mempelajari apa akibat-akibat (dampak) dari teknologi dan produk-produknya, maka pengetahuan yang khusus dipelajari akan berkaitan dengan teknologi seperti Biomekanika, Antropometri Teknik, Teknologi Produksi, Lingkungan Fisik (Temperatur, Pencahayaan, dsb) dan lai-lain. (Wignjosoebroto,2008) Ergonomi merupakan cabang ilmu yang digunakan untuk memanfaatkan informasi-informasi mengenai sifat, kemampuan, serta keterbatasan manusia untuk merancang suatu sistem kerja. Dengan ergonomi, penggunaan dan penataan fasilitas dapat lebih efektif serta memberikan kepuasaan kerja. Penerapan Ergonomi di tempat kerja bertujuan agar pekerja saat melakukan pekerjaannya
selalu dalam keadaan sehat, nyaman, selamat, produktif dan
sejahtera (Wignjosoebroto, 2008) Ergonomi dapat didefinisikan sebagai suatu disiplin yang mengkaji keterbatasan , kelebihan, serta karakteristik manusia serta memanfaatkan karakteristik tersebut dalam merancang sebuah produk, mesin, fasilitas, lingkungan bahkan sistem kerja dengan tujuan utama tercapainya kualitas kerja yang terbaik tanpa mengabaikan aspek kesehatan, keselamatan, serta kenyamanan manusia pengguananya. Mengacu pada definisi ini, dapat dikatakan bahwa hamper semua objek rancangan yang berhubungan dengan manusia memerlukan ilmu ergonomi. (Iridiastadi, 2016)
http://digilib.mercubuana.ac.id/
9
2.2. Ruang Lingkup Ergonomi Ruang lingkup ergonomi sangat luas dan tidak terbatas pada industri atau aplikasi tertentu. Konteks untuk praktek ergonmi cukup beragam (IEA). Menurut pusat kesehatan kerja departemen kesehatan republik indonesia, ruang lingkup ergonomi antara lain meliputi teknik, fisik, pengalaman psikis, anatomi (terutama yang berhubungan dengan kekuatan dan gerakan otot dan persediaan), antropometri, sosiologi, fisiologi, desain, dan lain-lain.
Dengan ergonomi
diharapkan penggunaan objek fisik dan fasilitas dapat lebih efektif serta dapat member kepuasan kerja. Selain untuk member kepuasan kerja, ergonomi juga dapat digunakan untuk menganalisa kapasitas produksi baik dari segi mesin, sehungga dapat digunakan untuk mengoptimalkan kapasitas produksi dari suatu sistem produksi. Ergonomi dapat mengurangi beban kerja. Dengan evaluasi fisiologis, psikologis atau cara-cara tidak langsung, beban kerja dapat diukur dan dianjurkan modikfikasi yang sesuai diantara kapasitas kerja dan beban kerja serta beban tambahan. Tujuan utamanya adalah untuk menjamin kesehatan kerja, sehingga produktifitas juga dapat ditingkatkan. Dalam evaluasi kapasitas dan isi kerja, intensitas, tempo, jam kerja, waktu istirahat dan pengaruh keadaan lingkungan (Pangaribuan, 2009).
http://digilib.mercubuana.ac.id/
10
Adapun cakupan ergonomi dalam peranannya memanusiawikan suatu produk antara lain (Sutalaksana, 1979): 1.
Antropometri, meneliti dimensi anggota tubuh manusia dalam berbagai posisi
tubuh
saat
melakukan
berbagai
aktivitas
kerja
dalam
lingkungannya. 2.
Fisiologi, meneliti aspek yang berhubungan dengan energi yang dibutuhkan manusia dalam melakukan suatu pekerjaan.
3.
Biomekanika, meneliti aspek yang berhubungan dengan daya
tahan
tubuh terhadap beban mekanik gerak anggota tubuh yang meliputi kecepatan, kekuatan, ketelitian, dan lain-lain. 4.
Penginderaan, meneliti aspek kemampuan manusia dalam menerima isyarat-isyarat dari luar yang ditangkap oleh indera, seperti penglihatan, pendengaran, penciuman, peraba, dan perasa.
5.
Psikologi kerja, meneliti berbagai faktor signifikan yang mempengaruhi kondisi psikologi seseorang dalam konteks penggunaan suatu produk dan lingkungan kerja, karena adanya korelasi yang erat antara unsur yang bersifat fisik maupun psikologis.
2.3. Manfaat dan Penerapan Ergonomi Beberapa manfaat dalam penerapan ergonomi yang dapat diperoleh yaitu (Iridiastadi, 2016): 1.
Peningkatan produktifitas kerja.
2.
Perbaikan Kualitas proses dan Produk.
3.
Peningkatan Keselamatan Kerja.
4.
Peningkatan tingkat Kepuasan Kerja.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
11
5.
juga
berkontribusi
dalam
peningkatan
efisiensi
proses
bisnis,
menurunkan biaya, serta meningkatkan kinerja financial perusahaan. Secara umum penerapan ergonomi terdiri dari banyak tujuan. berikut ini tujuan dalam penerapan ergonomi (Tarwaka. et.all, 2004): 1. Meningkatkan kesejahteraan fisik dan mental melalui upaya pencegahan cidera dan penyakit akibat kerja, menurunkan beban kerja fisik dan mental, mengupayakan promosi dan kepuasan kerja. 2. Meningkatkan kesejahteraan sosial melalui peningkatan kualitas kontak sosial dan mengkoordinasi kerja secara tepat, guna meningkatkan jaminan sosial baik selama kurun waktu usia produktif maupun setelah tidak produktif. 3. Menciptakan keseimbangan rasional antara aspek teknis, ekonomis, dan antropologis dari setiap sistem kerja yang dilakukan sehingga tercipta kualitas kerja dan kualitas hidup yang tinggi. Menurut Priastika (2012) dalam Herro (2001) Ergonomi juga bertujuan untuk memastikan bahwa tugas-tugas, perlatan, informasi dan lingkungan sesuai dengan setiap pekerja (HSE,2003). Dalam International Encyclopedia of Ergonomics and Human Factors, disebutkan bahwa tujuan dari ergonomi adalah untuk mendesain alat, tempat kerja, dan lingkungan sedemikian rupa sehingga manusia dapat berfungsi paling efektif. Dengan kata lain, yaitu untuk mengoptimalkan kinerja manusia dengan mencapai kemungkinan terbaik mengenai kesesuaian antara operator manusia, peralatan (perangkat keras dan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
12
lunak), dan lingkungan kerja (fisik dan psikososial). Kesesuaian tersebut disebut sebagai “Human-machine interface” 2.4. Biomekanika Kerja Menurut Iridiastadi (2016) dalam (Chaffin et.all,1999) Biomekanika didefinisikan sebagaai ilmu yang menggunakan hukum-hukum fisika dan mekanika teknik untuk mendeskripsikan gerakan pada bagian tubuh (kinematik) dan memahami efek gaya dan momen yang terjadi pada tubuh (kinetik). Biomekanika juga merupakan keilmuan yang mengombinasikan hukum-hukum fisika dan konsep-konsep teknik dengan pengetahuan dari keilmuan biologi dan perilaku manusia. Biomekanika kerja merupakan salah biomekanika
yang
mempelajari
interaksi
satu fisika
subdisiplin keilmuan antara
pekerja
dan
peralatan,mesin dan material untuk meminimalkan resiko gangguan pada sistem otot rangka yang terkait dengan kerja (Chaffin et.all,1999).
Terdapat 2
mekanisme gangguan yang mungkin timbul pada sistem otot rangka. Gangguan pertama diakibatkan oleh pembebanan atau tekanan tiba-tiba pada tubuh atau anggota tubuh. Dampak yang tejadi pada sistem otot rangka berupa cedera patah tulang, kerusakan sendi, dan lain-lain. Kejadian seperti ini biasanya dikategorikan kecelakaan kerja, yang dpat terjadi pada berbagai bagian anggota tubuh. Seperti umumnya pada leher, bahu, pergelangan tangan, dan punggung bagian bawah. Di
industri,keilmuan
biomekanika
kerja
berkontribusi
dalam
perancangan dan evaluasi sistem kerja. Sistem kerja yang dimaksud meliputi metode kerja(terutama yang menuntut aktifitas fisik berat seperti penanganan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
13
material/benda secara manual), perancangan alat kerja , perancangan stasiun kerja (baik duduk ataupun berdiri), serta dalam seleksi dan training pekerja. Berbagai perangkat lunak computer terkait dengan biomekanika sudah tersedia untuk menyimulasikan dan memprediksi kemampuan fisik manusia dalam bekerja (Idriastadi, 2016). 2.5. Manual Handling Menurut Departemen tenaga Kerja Amerika Serikat, penanganan (handling) didefinisikan sebagai memegang, mengggenggam, memutar, atau bekerja dengan tangan atau kedua tangan. jari-jari terlibat hanya sebatas perpanjangan tangan, seperti untuk mengubah suatu tombola tau mengoper roda gigi mobil. Dalam publikasi NIOSH (2007), penanganan berarti bahwa tangan pekerja memindahkan peti kemas individu secara manual dengan mengangkat, menurunkan, mengisi, mengosongkan atau membawanya (Priastika, 2012) 2.6
Musculoskeletal Disorder (MSDs) Gangguan pada sistem kerangka otot karena aktivitas pekerjaan dikenal dengan istilah Musculoskeletal disorders (MSDs). Musculoskeletal disorders (MSDs) merupakan gangguan/kerusakan yang terjadi pada sistem kerangka otot, baik pada bagian otot rangka maupun pada tulang rangka, yang biasanya terjadi karena kesalahan sikap (posture) kerja, penggunaan tenaga berlebih (overexertion), peregangan berlebihan (overstretching) atau penekanan lebih (overcompression) dan lainnya (Iridiastadi, 2016). Kelainan otot rangka jangka panjang diakibatkan oleh pembebanan yang berlebihan secara berulang-ulang. Berbagai istilah digunakan sebagai penamaannya, seperti; Musculoskeletal disorders (MSDs), repetitive strain
http://digilib.mercubuana.ac.id/
14
injuries (RSI) atau cumulative trauma disorders (CTD), yang pada intinya mengacu pada kelainan yang terjadi pada jaringan tubuh, seperti otot, saraf, tendon, legamen, atau sendi tulang belakang akibat pembebanan yang terus menerus. MSDs biasanya diawali dengan keluhan rasa nyeri. Rasa nyeri ini jika tidak segera ditangani akan menimbulkan rasa sakit yang berlebihan dan berujung pada perubahan anatomi jaringan tubuh jika terjadi terus menerus. Menurut Astuti dalam Weeks,Levi & Wagner (1991) menjabar Jenisjenis-jenis MSDs, gejala dan faktor risiko serta pekerjaan yang berpotensi menimbulkannya Gangguan/kerusakan pada otot dapat berupa ketegangan otot, inflamasi, dan degenerasi,
biasanya terjadi bagian otot, syaraf, tendon,
persendian, dan lainnya. Sedangkan pada tulang dapat berupa memar, patah, dan lainnya. Musculoskeletal disorders (MSDs) dapat disebabkan juga oleh: 1.
Kelelahan dan keletihan terus menerus yang disebabkan oleh frekuensi atau periode waktu yang lama dari usaha otot, dihubungkan dengan pengulangan atau usaha yang terus menerus dari bagian tubuh yang sama meliputi posisi tubuh yang statis.
2.
Gangguan/kerusakan tiba-tiba yang disebabkan oleh aktivitas yang sangat kuat/berat atau pergerakan yang tak terduga.
2.7
Faktor Risiko Ergonomi Terkait Musculoskeletal Disorders Menurut Priastika (2012)
dalam Last (1995) pada International
Ergonomics and Human Factors menyebutkan bahwa faktor yang diketahui berdasarkan bukti-bukti epidemiologi, terkait dengan gangguang kesehatan dianggap sebagai faktor risioko. Terdapat tiga faktor resiko ergonomi terkait MSDs menurut Warren (2001), yaitu:
http://digilib.mercubuana.ac.id/
15
1)
Biomechanical risk factors (faktor biomekanika atau fisik)
2)
Psychosocial/work organization risk factors (faktor risiko kerja atau psikososial) Organization-level risk factors (faktor risiko level organsasi)
3)
Menurut Priastika, (2012) faktor risiko terkait dengan MSDs menurut hasil penelitian Kuorinka dan Forcier (1995), Hales dan Bernand (1996), serta NIOSH (1997) disebabkan oleh faktor risiko fisik (physical risk factor) dan faktor risiko psikososial (psychosocial risk factors) yang dijelaskan pada tabel 2.1 Tabel 2.1 Faktor Risiko Terkait MSDs 1) 2) 3) 4)
Physical Risk factor Force (gaya) Pengarahan tenaga maksimal,beban berulang Repetition (Gerakan Siklus Aktivitas kerja, tugas berulang atau berulang) pekerjaan yag melibatkan siklus gerkan yang lama atau gerakan berulang pada segmen tubuh tertentu Cold (suhu dingin) Postur janggal. posstur ekstrim dan merugikan serta posisi tubuh statis yang membebankan struktur anatomi Posture (postur) Bekerja dilingkungan yang dingin
Psychosocial Risk Factors Faktor terkait tuntutan tugas atau Contoh: beban kerja berat, tugas monoton, konten pekerjaan pekerjaan yang buruk, tekanan waktu, tekanan kerja meningkat, kurangnya kemandirian, control pekerjaan terbatas. Faktor terkait organisasi secara Contoh: pekerjaan tidak aman dan kurang keseluruhan jelasnyapekerjaan, hubungan karyawan dengan atasan, dan dukungan social yang buruk, waktu kerja
Sumber: (Work-related Musculoskeletal Disorders: Overview, Forciert & Kuorinka, 1995 dalam International Encyclopedia of Ergonomics and Human factors)
http://digilib.mercubuana.ac.id/
16
Penelitian ini hanya dibatasi pada faktor fisik karena beberapa keterbatasan penelitian. Faktor fisik ini disederhanakan sesuai dengan teori menurut Bridger (2003) terkait dengan kondisi MSds ditempat kerja, yaitu: 1) Force (gaya) 2) Posture (postur) 3) Frequency (frekuensi) 4) Duration (durasi atau lamanya kerja) 2.8
Metode Penilaian Ergonomi 2.8.1
Rapid Upper Limb Assessment (RULA) Metode
Rapid Upper Limb Assessment
pertama kali
diperkenalkan pada tahun 1993 oleh Dr. Lynn McAtamney. Metode Rapid Upper Limb Assessment (RULA) merupakan metode cepat penilaian postur tubuh bagian atas. Input metode ini adalah postur (telapak tangan, lengan atas, lengan bawah, punggung dan leher), beban yang diangkat, tenaga yang dipakai (statis/dinamis), jumlah pekerjaan. Metode ini menyediakan perlindungan yang cepat dalam pekerjaan seperti resiko pada pekerjaan yang berhubungan dengan upper limb disorders, mengidentifikasi usaha
yang dibutuhkan otot
yang
berhubungan dengan postur tubuh saat kerja (penggunaan kekuatan dan kerja statis yang berulang) (Mc, Atamney,1993).
http://digilib.mercubuana.ac.id/
17
RULA menghitung faktor risiko ergonomi pada pekerjaan dimana pekerjanya banyak melakukan pekerjaan dalam posisi duduk atau berdiri tanpa adanya perpindahan.RULA membagi bagian tubuh menjadi dua bagian untuk menghasilkan suatu metode yang cepat digunakan, yaitu grup A dan B. Grup A meliputi lengan atas dan lengan bawah serta pergelangan tangan. Sementara grup B meliputi leher, badan dan kaki. Contoh lembar analisis postur kerja dengan metode RULA dapat dilihat pada Gambar 2.1 kemudian skor akhir hasil penilaian RULA berupa rekomendasi untuk pekerjaan tersebut dapat dilihat pada gambar 2.1
Gambar. 2.1. Lembar Analisis Postur Kerja dengan Metode RULA Sumber:(http://ergonomi-fit.blogspot.co.id/2011/03/analisis postur-kerja-rula.html)
http://digilib.mercubuana.ac.id/
18
RULA menghitung faktor risiko ergonomic pada pekerjaan dimana pekerjanya banyak melakukan pekerjaan dalam posisi duduk atau berdiri tanpa adanya perpindahan bertujuan untuk mengukur risiko muskuoskeletal,
RULA
membandingkan
beban
yang
diterima
musculoskeletal sebelum dan sesudah adanya modifikasi tempat kerja, mengevaluasi hasilnya dan memberitahukan pada pekerja mengenai risiko yang berhubungan dengan musculoskeletal karena postur kerja. Prosedur Penilaian menggunakan metode RULA mengikuti langkah-langkah sebagai berikut (Astuti, 2009): a. Memilih postur yang akan dinilai pada masing-masing task dalam suatu pekerjaan. b. Postur dinilai berdasarkan skor-skor dalam lembar penilaian RULA. c. kemudian mengkalkulasikannya berdasarkan diagram RULA. d. Hasil scoring dikonversikan berdasarkan level tindakan pada ketentuan RULA.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
19
Berikut penjelasan skor level beserta tindakan yang dihasilkan dari lembar analisa postur kerja menggunakan metode RULA. Tabel 2.2 RULA Action Level (Stanton et all.,2005) Action Level
Tindakan
1-2
Action Level 1
Postur dapat diterima jika tidak dalam kondisi tetap atau berulang dalam jangka waktu yang lama
3-4
Action Level 2
Perlu investigasi lebih lanjut, mungkin perlu adanya perubahan
5-6
Action Level 3
Perlu investigasi dan perubahan secepatnya
7 atau lebih
Action Level 4
Investigasi dan perubahan sesegera mungkin/ saat ini juga
Skor
2.8.2 Rapid Entire Body Assessment (REBA) Rapid Entire Body Assessment adalah sebuah metode yang dikembangkan dalam bidang ergonomi dan dapat digunakan secara cepat untuk menilai posisi kerja atau postur leher, punggung, lengan pergelangan tangan dan kaki seorang operator. Selain itu metode ini juga dipengaruhi faktor coupling, beban eksternal yang melakukan scoring general pada daftar aktivitas yang mengindikasikan perlu adanya pengurangan resiko yang diakibatkan postur kerja operator, REBA terbagi 2 segmen tubuh yaitu grup A dan grup B (Hignett & McAtamney, 2000).
http://digilib.mercubuana.ac.id/
20
menurut Astuti,(2009) dalam Stanton et.all. (2005) Metode REBA digunakan dalam mengidentifikasi resiko ergonomi pada pekerjaan yang melibatkan seluruh anggota tubuh, postur statis,dinamis berubah dengan cepat atau tidak, dan ketika melakukan pekerjaan hasil penilaian REBA merupakan level tindakan yang perlu dilakukan, yaitu: Tabel 2.3 REBA action Level (Stanton et all.,2005) Skor
Action Level
Tindakan
Action Level 1
1
Resiko dapat di abaikan tidak perlukan tindakan
Action Level 2
2-3
Resiko rendah, mungkin diperlukan tindakan
4-7
Action Level 3
Resiko sedang, perlu tindakan
8-10
Action Level 4
Resiko tinggi, tindakan sesegera mungkin
Action Level 5
11+
Resiko tinggi, tindakan dilakukan sekarang
Metode REBA merupakan
metode mengukur semua postur
tubuh yang akan mudah dipahami dan tidak membutuhkan waktu yang lama
dalam
penilaiannya.
Akan
tetapi
metode
ini
hanya
menitikberatkan pada penilaian faktor fisik saja tidak menilai faktor resiko ergonomic lainnya seperti getaran, suhu, faktor psikososial, dll. Selain iitu metode ini tidak cocok digunakan untuk postur kerja duduk Menurut Wakhid (2010) Metode REBA memperhitungkan beban yang ditangani dalam suatu sistem kerja, couplingnya dan aktivitas yang dilakukan. Metode ini relative mudah digunakan karena untuk mengetahui nilai suatu anggota tubuh tidak diperlukan besar sudut yang spesifik, hanya beupa range sudut. Pada akhirnya nilai akhir dari REBA
http://digilib.mercubuana.ac.id/
21
memberikan indikasi level resiko dari suatu pekerjaan dan tindakan yang harus dilakukan/ diambil (Stanton,2005).
Terdapat 4 tahapan
proses perhitungan yang dilakui yaitu: 1) Mengumpulkan data mengenai postur pekerja tiap kegiatan menggunakan video atau foto. 2) Menentukan sudut pada postur tubuh saat bekerja pada bagian tubuh seperti: a. Badan (trunk) b. Leher (neck) c. Kaki (leg) d. Lengan bagian atas (upper arm) e. Lengan bagian bawah (lower arm) f. Pergelangan tangan (hand wrist) g. Menentukan berat beban, pegangan (coupling) dan aktifitas kerja. h. Menentukan nilai REBA untuk postur yang relevan dan menghitung skor akhir dari kegiatan tersebut.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
22
Berikut gambar kondisi anggota tubuh yang digunakan dalam perhitungan metode REBA:
Gambar. 2.2 lembar REBA sumber: (http://ergonomi-fit.blogspot.co.id/2011/03/analisis-posturkerja-rula.html) 2.8.3 Quick Exposure Checklist (QEC) Menurut Astuti (2009) dalam Stanton et al.,(2005)
Metode
QEC menilai gangguan risiko yang terjadi pada bagian belakang punggung, bahu/ lengan, pergelangan tangan, dan leher serta kombinasinya dengan faktor risiko durasi, repitisi, pekerjaan statis dan dinamis, tenaga yang dibutuhkan dan kebutuhan visual. Selain itu metode ini juga melihat ada atau tidaknya pengaruh getaran dan tekanan psikosial dalam menilaiannya. Konsep dalam metode ini adalah melihat skor pajanan
ergonomic untuk bagian tubuh tertentu dibandingkan
dengan bagian tubuh lainnya dengan cara melihat kombinasi faktor risiko ergonomi yang hadir secara bersamaan ditempat kerja.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
23
Metode dalam penilaian QEC melibatkan observasi langsung oleh peneliti dan kuisioner untuk pekerja. dimana hasil penilaiannya akan dikalkuluskan sesuai dengan ketentuan QEC. Skoring untuk QEC berdasarkan persentase hasil penilaian QEC sendiri yaitu ≤ 40% (dapat diterima), 41-50% (perlu adanya investigasi lanjutan), 51-70% (investigasi lebih lanjut dan perubahan segera),˃ 70% (investigasi dan perubahan segera) (Stanton et. all., 2005) 2.8.4 The Ovako Working Posture Analysis System (OWAS) Menurut Astuti (2009) dalam Kant, Notemans & Borm (1990) menjelaskan bahwa Ovako Working Analysis System (OWAS) merupakan sebuah metode yang digunakan untuk menganalisi postur kerja selama bekerja. Metode OWAS dikembangkan oleh Ovako Oy Steel Co. Di Finlandia sekitar pertengahan tahun 1970an. Pengukuran metode penilaian Ovako Working Posture Analysis System (OWAS) meliputi 2 faktor yaitu: Postur keja dan beban. Untuk postur kerja terbagi menjadi 3 bagian, yaitu punggung, lengan/bahu dan kaki. Mekanisme pertama dalam pelaksanaan OWAS adalah memilih pekerjaan dan pekerja yang akan dinilai. Kemudian dilakukan analisis pekerjaan dengan membagi fase-fase yang terjadi dalam pekerjaan tersebut. Selanjutnya dilakukan pengambilan data menggunakan sampel (waktu yang dapat mewakilkan, semua hal yang mempengaruhi, fase pekerjaan dan ketentuan minimunya. Hal terakhir yang dilakukan adalah menganalisis data tersebut dan menetapkan kategori tindakan untuk pekerjaan tersebut, Kategori itu meliputi (ILO, 1998);
http://digilib.mercubuana.ac.id/
24
1.
Action Categoies 1 (tidak membutuhkan tindakan perbaikan)
2.
Action Categoies 2 (membutuhkan tindakan perbaikan dalam waktu dekat)
3.
Action Categoies 3 (membutuhkan tindakan perbaikan sesegera mungkin)
4.
Action
Categoies
4
(membutuhkan
tindakan
perbaikan
secepatnya/saat ini) 2.8.5 Basline Risk Identification of Ergonomic Factor (BRIEF) Menurut Astuti (2009) dalam Bramson et al.,(1998) Baseline Risk Identification of Ergonomic Factor (BRIEF) merupakan metode yang digunakan untuk menilai faktor resiko ergonomic ditempat kerja yang dapat menyebabkan terjadinya Cummulative Trauma Disordes (CTS/ nama lain dari MSDs). Metode BRIEF survey menggunakan tiga langkah yang dilakukan dalam penilaiannya yaitu penilaian faktor risiko ergonomi di lingkungan kerja, survey gejala terhadap pekerja dan hasil pemeriksaan kesehatan secara medis. Faktor risiko yang dinilai dalam BRIEF meliputi postur pergelangan tangan (kanan & kiri), bahu (kanan & kiri), siku (kanan & kiri), leher, punggung, dan kaki. Metode ini juga menilai beban, durasi dan frekuensi yang dialami masing-masing postur yang diukur. BRIEF juga melakukan evaluasi terhadap pekerjaan dan lingkungan kerja untuk ditinjau lebih lanjut seperti getaran, tekanan mekanik dan temperature yang rendah. Metode BRIEF menghitung semua postur tubuh dengan jelas termasuk durasi, frekuensi dan beban yang diterima masing-maing
http://digilib.mercubuana.ac.id/
25
postur yang diukur. Selain itu, metode ini juga menggunakan survey gejala dan hasil dari pemeriksaan kesehatan, sehingga hasil yang diperoleh lebih akurat. Metode ini membutuhkan data lebih banyak sehingga tidak mudah untuk digunakan pada semua sector industri seperti sector usaha informal (Astuti, 2009). 2.9.
Nordic Body Map Nordic body map merupakan metode yang dilakukan dengan menganalisa peta tubuh yang ditujukan pada tiap bagian tubuh. Melalui nordic body map dapat diketahui bagianbagian otot yang mengalami keluhan dengan tingkat keluhan mulai dari rasa tidak nyaman (agak sakit) sampai tingkat yang sangat sakit. (Tarwaka, 2004). Kuesioner Nordic Body Map merupakan kuesioner yang paling sering digunakan untuk mengetahui ketidaknyamanan atau kesakitan pada tubuh. Kuesioner ini dikembangkan oleh Kuorinka dkk (1987) dan Dickinson et.all (1992). Kuesioner NBM menggunakan gambar tubuh manusia yang sudah dibagi menjadi 9 bagian utama. Pengisian kuesioner ini bertujuan untuk mengetahui bagian tubuh dari pekerja yang terasa sakit sebelum dan sesudah melakukan pekerjaan.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
26
Nordic Body Map Questionare dapat dilihat pada Gambar dibawah ini yang sering digunakan untuk mengetahui keluhan pada bagian-bagian tubuh.
Gambar 2.3 Nordic Body Map Questionare (Sumberhttps://www.slideshare.net/yadauwwirabuana/nordic-body-map-questionare) (2) AS= Agak Sakit (1) TS = Tidak Sakit (3) S = Sakit
(4) SS = Sakit Sekali
Keterangan : No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13.
Bagian Badan Leher bagian atas Bahu kiri Bahu kanan Lengan atas kiri Punggung Lengan atas kanan Pinggang Bokong Pantat Siku kiri Siku kanan Lengan bawah kiri Lengan bawah kanan
14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Pergelangan tangan kiri Pergelangan tangan kanan Tangan kiri Tangan kanan Paha kiri Paha kanan Lutut kiri Lutut kanan Betis kiri Betis kanan Pergelangan kaki kiri Pergelangan kaki kanan Kaki kiri Kaki kanan
27
2.10 Antropometri Antropometri berasal dari kata antropos, yang berarti manusia, dan metrikos yang berarti pengukuran. Singkatnya antropometri merupakan ilmu yang berhubungan dengan aspek ukuran fisik manusia. Keilmuan ini melingkupi metode pengukuran dan pemoelan dimensi tubuh manusia, serta teknik aplikasi untuk perancangan. (Iriastadi,2016) Antropometri
dibagi
atas
antropometri
structural
(statis)
dan
antropometri fungsional (dinamis). Antropometri statis adalah pengukuran keadaan dan ciri-ciri fisik manusia dalam posisi diam paa dimensi-dimensi dasar fisik, meliputi panjang segmen atau bagian tubuh, lingkar bagian tubuh, massa bagian tubuh, dan sebagainya. Antopometri dinamis pengukuran keadaan dan cirri-ciri fisik manusia ketika melakukan gerakan-gerakan yang mungkin terjadi saat bekerja, berkaitan erat dengan dimensi fungsional, misalnya tinggi duduk, panjang jangkauan, dan lain-lain. (Iriastadi,2016) Menurut Iridiastadi (2016) dalam Wickens (2004) dan Koemar (2003) terdapat beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi antropometri, diantaranya: 1. Usia 2. Jenis Kelamin 3. Ras Etnis 4. Pekerjaan dan Aktivitas 5. Kondisi Sosio-ekonomi
http://digilib.mercubuana.ac.id/
28
2.11 Alasan Menggunakan REBA Metode REBA digunakan dalam penelitian ini dengan alas an karena metode ini sesuai dengan tujuan penelitian, yaitu untuk menjelaskan tingkat risiko ergonomi pada aktivitas manual handling. Aktivitas manual handling yang dilakukan dengan posisi berdiri sehingga membutuhkan penilaian untuk seluruh anggota tubuh. Penggunaan metode REBA dalam penelitian, tidak berarti metode ini lebih unggul dibandingkan metode ini lebih unggul dibandingkan metode lain, tetapi metode ini sesuai dengan penelitian ini. Menurut Priastika (2012) Terdapat beberapa kelebihan yang menjadi pertimbangan dan alasan digunakannya metode REBA pada penelitian ini,adalah: a. Dapat menilai risiko ergonomi pada seluruh anggota tubuh. b. Dapat menilai aktivitas manual handling pada suatu pekerjaan. c. Dapat menilai bermacam aktivitas kerja, misalnya gerakan statis, dinamis, dan repetitive. d. Sistem penilaiannya cukup mudah dan cepat dengan instruksi yang jelas sehingga dapat meminimisasi bias dalam penelitian. e. Dapat menilai beratnya beban yang ditangani.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
29
2.11.1
Prosedur Pengaplikasian Metode REBA Penilaian
risiko
ergonomi
dengan
menggunakan
REBA
membutuhkan lembar kerja REBA, kamera, dan busur derajat untuk mengukur postur pekerja. Sebelum menggunakan lembar kerja REBA, pertama lakukan observasi pekerjaan yang akan dilakukan penilaian risiko ergonominya. Pilih postur yang akan dikaji sebelum diberikan penilaian risiko ergonominya. Pilih postur yang akan dikaji sebelum diberikan penilaian pada postur tersebut. Langkah dalam proses penilaian postur dengan menggunakan lembar kerja REBA yaitu sebagai berikut: A.
Analisa Leher, punggung,dan kaki (Neck, Trunk, and Leg Analysis)
1)
Postur Leher (Neck)
Gambar 2.4 Penilaian Postur Leher (Sumber: http://personal.health.usf.edu/tbernard/hollowHills/REBA.pdf)
http://digilib.mercubuana.ac.id/
30
2)
Postur punggung (Trunk)
Gambar 2.5 Penilaian Postur Punggung (Sumber: http://personal.health.usf.edu/tbernard/hollowHills/REBA.pdf)
3)
Kaki (Leg)
Gambar 2.6 Penilaian Postur Kaki (Sumber:http://personal.health.usf.edu/tbernard/ hollowHills/REB A.pdf)
4)
Lihat skor postur di Tabel A Gunakan nilai dari langkah 1-3, temukan skor di Tabel A Tabel 2.4 Tabel A
(Sumber:http://personal.health.usf.edut/bernard/hollowHills/REBA.pdf)
http://digilib.mercubuana.ac.id/
31
5)
Tambahan skor gaya atau beban Beban < 11 kg
= skor +0
Beban 11-22 kg
= skor +1
Beban >22 kg
= skor +2
Jika membutuhkan kekuatan dengan cepat= tambahkan skor +1 6)
Skor A, temukan dibaris dalam Tabel C Tambahkan nilai dari langkah 4 dan 5 untuk memperoleh skor A. Temukan di baris dalam Tabel C
Gambar 2.7 Skor A (Sumber: http://personal.health.usf.edu/tbernard/hollowHills/REBA.pdf)
Setelah analisis bagian A selesai, lanjutkan ke analisa bagian B.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
32
B.
Analisa lengan dan pergelangan tangan (Arm and Wrist Analysis) 1)
Postur lengan atas (Lower Arm)
Gambar 2.8 Penilaian Postur Lengan Atas
(Sumber:http://personal.health.usf.edu/tbernard/hollowHills/REBA.p df)
2)
Postur lengan bawah (Upper Arm)
Gambar 2.9 Penilaian Postur Lengan Bawah (Sumber:http://personal.health.usf.edu/tbernard/hollowHills/RE BA.pdf)
3)
Postur pergelangan tangan (Wrist)
Gambar 2.10 Penlaian Postur Pergelangan Tangan (Sumber:http://personal.health.usf.edu/tbernard/hollowHills/REBA .pdf)
http://digilib.mercubuana.ac.id/
33
Lihat skor postur di Tabel B, Gunakan nilai dari langkah 8-9 diatas, temukan skor di Tabel B Tabel 2.5 Tabel B.
(Sumber:http://personal.health.usf.edu/tbernard/hollowHills/REB A.pdf)
4)
Tambahkan skor pegangan (coupling) Baik (jika objek memiliki pegangan ideal)= skor +0 Cukup (jika objek memiliki pegangan tetapi tidak ideal)= skor +1 Buruk (jika objek memiliki pegangan namun bentuk objek beraturan sehingga masih dapat diangkat)= skor +1 Buruk (jika objek tidak memiliki pegangan namun bentuk objek beraturan sehingga masih dapat di angkat)= skor +2 Tidak dapat diterima (jika objek tidak memiliki pegangan dan bentuk objek tidak beraturan sehingga sangat sulit untuk diangkat)= skor +3
http://digilib.mercubuana.ac.id/
34
5)
Skor B, temukan dikolom dalam Tabel C Tambahkan nilai dari langkah 10 dan11 untuk memperoleh skor B. Temukan dikolom dalam Tabel C dan cocokan dengan skor A dibaris dari langkah 6 untuk memperoleh skor Tabel C.
Gambar 2.11 Skor B (Sumber:http://personal.health.usf.edu/tbernard/hollowHill s/REBA.pdf)
Kemudian lanjut ke kolom tabel C, dihasilkan dari jumlah skor A dengan skor B Tabel 2.6 Tabel C
(Sumber: http://personal.health.usf.edu/tbernard/hollowHills/REBA.pdf)
http://digilib.mercubuana.ac.id/
35
6)
Skor Aktivitas Tambahkan skor +1 jika postur dilakukan lebih dari 1 menit (statis) Tambah skor +1 jika postur janggal dilakukan >4 kali permenit Tambahkan skor +1 jika perubahan signifikan dari postur janggal ke postur janggal lainnya dilakukan dalam rentang waktu yang berdekatan Skor Tabel C ditambah dengan skor aktivitas untuk memperoleh skor REBA akhir.
Gambar 2.12 Skor REBA Akhir (Sumber: http://personal.health.usf.edu/tbernard/hollowHills/RE BA.pdf)
Hasil dari skor akhir ini dapat menentukan tingkat risiko dan tindakan pengendalian maupun perubahan yang akan diimplementasikan. Klasifikasi Skor: 0)
Skor 1
=risiko dapat diabaikan
1)
Skor 2 atau 3 =risiko rendah, perubahan mungkin
dibutuhkan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
36
2)
Skor 4-7
=risiko sedang, investigasi lebih
lanjut, perubahan secepatnya 3)
Skor 8-10
=risiko
tinggi,
investigasi
dan
implementasi perubahan 4)
Skor 11 keatas =risiko sangat tinggi, implementasi
perubahan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
37
2.11 Kerangka Pemikiran PT. XYZ PT. XYZ merupakan anak perusahaan dari Asian Agri yang merupakan perusahaan kelapa sawit terbesar didunia.
Observasi Lapangan
Fenomena atau Masalah yang terjadi di Perusahaan
Profil Perusahaan Kondisi Perusahaan
Masih banyak terdapat proses pekerjaan Manual Handling Kurangnya fasilitas kerja pada pekerjaan panen buah kelapa sawit (TBS) Kurangnya upaya pengendalian kualitas Studi Kepustakaan
Perumusan Masalah
Berapa tingkat resiko dan level tindakan dari metode penilaian ergonomi di PT. XYZ? Faktor penyakit apa saja yang teridentifikasi dari hasil kuiioner Nordic Body Map?
Pengendalian Kualitas Six Sigma Metode DMAIC pada six sigma, teori, dan tools yang digunakan
Analisis
Data yang akan dikumpulkan
Data Proses Produksi Data Kualitas Produksi Data Jumlah dan Jenis Cacat
Data yang akan diolah
Metode yang digunakan adalah metode DMAIC (Define, Measure, Analyze, Improve, Control). Metode ini dipilih karena DMAIC adalah salah satu metode six sigma yang bersifat fleksibel dan telah terbukti efektif dalam menyelesaikan permasalahan kualitas di banyak perusahaan.
Membuat diagram SIPOC dan CTQ Tree Melakukan perhitungan kapabilitas proses, reject rate DPMO, dan nilai sigma Melakukan analisis diagram pareto dan diagram fishbone Memberikan usulan perbaikan dengan 5W+1H Melakukan perhitungan ulang DPMO, nilai sigma, dan kapabilitas proses setelah revisi
Gambar 2.3 Kerangka Pemikiran
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Judul Penelitian
38
2.12 Review Penelitian Sebelumnya Sebagai referensi untuk penelitian ini, maka dilakukan review terhadap beberapa penelitian penilaian ergonomi yang telah ada. Tabel 2.7 Review Penelitian Jurnal Internasional Sebelumnya No 1
Peneliti
Judul Jurnal
1
Anas Ali, S.M.Qutubuddi n, S.S.Hebbal, A.C.S.Kumar, (2012)
An ergonomic study of work related musculoskeletal disorders among the workers working in typical Indian saw mills
REBA RULA
2
N. A. Ansari, P. N. Shende, M. J. Sheikh, R. D. Vaidya (2013)
Study and Justification of Body Postures of Workers Working In SSI by Using REBA
REBA
3
Tarwinder Singh1, Jaswinder Singh (2014)
Ergonomic Evaluation of Industrial Tasks in Indian Electronics Industries
RULA REBA
disimpulkan bahwa perubahan yang diperlukan dalam postur pekerja untuk Skor RULA untuk postur adalah 6. risiko sedang, lanjut menyelidiki perubaha segera diperlukan untuk postur yang sama; skor REBA untuk 11 inI yang menunjukkan risiko yang sangat tinggi, dan melaksanakan perubahan. Demikian pelaksanaan perubahan diperlukan. Sekarang untuk Gbr.3 RULA skor adalah 6. Ini berarti penyelidikan lebih lanjut dan langsung perubahan diperlukan. skor REBA untuk postur ini 11 yang menunjukkan risiko tinggi dan penyelidikan lebih lanjut.. Membentuk skor di atas dapat disimpulkan bahwa semua postur ini tidak aman bagi para pekerja. Ini postur jika terus untuk jangka waktu yang lama dapat menyebabkan MSDS antara pekerja industri.
Journal of the Ergonomics Society of South Africa
REBA OWAS
Menurut metode OWAS dan REBA, postur diadopsi oleh batu bata moulders telah dikategorikan sebagai memiliki 'High' ke tingkat 'sangat tinggi' risiko dan bahwa dari postur diadopsi oleh operator bata memiliki 'Sedang' untuk tingkat risiko 'tinggi', Hasil yang didukung oleh penilaian subjektif dari ketidaknyamanan. Itu pekerja perempuan meningkat sebelum fajar untuk menyelesaikan pekerjaan rumah tangga mereka dan memasak sebelum mereka bergerak off ke ladang batu bata, yang sama sekali menempatkan mereka di bawah tekanan. Jadi OWAS dan metode REBA analisis postural erat berkorelasi dengan postur canggung diadopsi oleh pekerja perempuan. ergonomis seperti mendesain ulang tempat kerja
4
CJ CHRISTIE (2010)
Metode
Ringkasan Kasus yang khas dari pekerja manual dalam proses mill saw di India Sebagian besar pekerja adalah laki-laki. Dalam melihat pabrik India sebagian besar pekerjaan masih dilakukan secara manual masalah maka pekerjaan terkait gangguan muskuloskeletal dan cedera di bagian tubuh yang berbeda yang menonjol. Analisis postural menggunakan REBA, RULA menunjukkan bahwa pekerja yang bekerja di atas batas aman. Skor REBA rata diamati adalah 7,5. untuk hasil akhir skor postur A "7" berturut-turut dan postur B "6" di kolom diamati dan memberikan hasil akhir skor C sebagai "9". skor ini daripada akan ditambahkan ke Kegiatan untuk mendapatkan besar nilai (REBA Score) adalah "11". skor ini terletak pada tingkat risiko yang sangat tinggi yang berarti workstation harus Tindakan korektif termasuk lanjut penilaian adalah PERLU SEKARANG.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
39
5
Seyed Ebrahim KAZEMI , Seyfi SAVAS , Latif AYDOS (2016)
Evaluation of Ergonomic Postures of Physical Education and Sport Science by REBA and Its Relation to Prevalence of Musculoskeletal Disorders
REBA
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk evaluasi postur ergonomis pendidikan jasmani dan olahraga ilmu pengetahuan dengan REBA dan hubungannya dengan prevalensi gangguan muskuloskeletal. Dalam penelitian kami, Prevalensi keluhan muskuloskeletal secara signifikan lebih tinggi di antara perempuan dan perbedaan yang signifikan secara statistik untuk semua wilayah tubuh. Hasil penelitian menunjukkan tingkat prevalensi tertinggi keluhan muskuloskeletal terkait dengan leher, punggung bawah dan kembali di antara laki-laki dan wanita. Dalam penelitian ini, hasil penilaian risiko ergonomi menunjukkan bahwa 40% dari fisik pendidikan dan ilmu olahraga siswa berisiko tinggi ergonomis dengan rata-rata skor REBA 6,3 (mulai dari 4 sampai 7).
http://digilib.mercubuana.ac.id/