BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Dermatitis 2.1.1 Definisi Dermatitis adalah suatu keadaan terjadinya sensitisasi kulit akibat pajanan substansi eksternal. Berdasarkan etiologinya, dermatitis dapat dibagi menjadi dermatitis eksogen bila diakibatkan oleh faktor-faktor dari dalam tubuh sendiri (Harrianto, 2013) 2.1.2 Etiologi Penyebab dermatitis dapat berasal dari luar (eksogen), misalnya bahan Kimia (contoh: deterjen, asam, basa, oli, semen), Fisik (contoh: sinar, suhu), Mikro-Organisme (bakteri, jamur); dapat pula dari dalam (endogen), misalnya dermatitis atopic dan sebagian lainnya tidak diketahui etiologi yang pasti (Djuanda, 2011) Tabel 2.1 Klasifikasi Dermatitis Berdasarkan Etiologinya Dermatitis Eksogen Dermatitis Endogen Dermatitis Atopik Dermatitis Kontak Dermatitis discoi - Iritan Dermatitis seborrhoeic - Alergi Dermatitis kaki/tangan - Urticarial Kontak Dermatitis statis Fotodermatitis (Goh CL, Handbook of Occupational Skin Disease, 1990. Dalam Harrianto, 2013) Penyebab dermatitis dapat berasal dari luar (eksogen), seperti misalnya bahan kimia, fisik (sinar), mikroorganisme (bakteri, jamur), ataupun dari dalam (endogen).
12 Universitas Sumatera Utara
2.1.3 Patogenesis Banyak dermatitis yang belum diketahui dengan pasti patogenesisnya, terutama yang penyebabnya faktor endogen. Yang telah banyak dipelajari adalah tentang dermatitis kontak (baik iritan maupun alergi), dan dermatitis atopik. 2.1.4 Gejala Klinis Pada umumnya penderita dermatitis mengeluh gatal. Kelainan kulit bergantung pada stadium penyakit,
batasnya sirkumskrip, dapat pula difus.
Penyebaran dapat setempat, generalisata, dan universalis (Djuanda, 2011). Pada stadium akut kelainan kulit berupa eritema, edema, vesikel atau bula, erosi dan eksudasi, sehingga tampak basah ( madidans ). Stadium subakut, eritema dan edema berkurang, eksudat mengering menjadi kusta. (Djuanda, 2011). Gambaran klinik akut berupa kemerahan dan pembengkakan dengan batas yang sakit. Papula, vesikel, bula, krusta, dermatografisme putih. Gambaran klinik subakut eritema, krusta. Gambaran klinik kronis lebih berkerak, berpigmen dan menebal. Lebih seperti likenifikasi dan mempunyai fisura. Asma dan rhinitis sering berkaitan dengan bentuk atopic (Sabarguna, 2006). 2.1.5 Pengobatan Pengobatan dilakukan setelah mendapatkan hasil melalui anamnesis dan pemeriksaaan fisik (Djojodibroto, 1999). Pengobatan yang tepat didasarkan kausa, yaitu menyingkarkan penyebabnya. Tetapi, seperti diketahui penyebab dermatitis multi faktor, kadang juga tidak diketahui dengan pasti. Jadi pengobatan bersifat simtomatis, yaitu dengan menghilangkan/ mengurangi keluhan dan gejala, dan menekan peradangan (Djuanda. 2011)
Universitas Sumatera Utara
2.2 Dermatitis Kontak Dermatitis kontak ialah dermatitis yang disebabkan oleh bahan/substansi yang menempel pada kulit. Dikenal dua macam dermatitis kontak yaitu dermatitis kontak iritan dan dermatitis kontak alergik; keduanya dapat bersifat akut maupun kronis. Dermatitis iritan merupakan reaksi peradangan kulit nonimunologik, jadi kerusakan kulit terjadi langsung tanpa didahului proses sensitalisasi. Sebaliknya dermatitis kontak alergik terjadi pada seseorang yang telah mengalami sensitasi terhadap suatu alergen (Djuanda, 2011). Smeltzer dan Bare (2001) dalam astrianda juga mengatakan dermatitis kontak merupakan reaksi imflamasi kulit terhadap unsure-unsur fisik, kimia yang berulang-ulang. Dermatitis kontak bisa berupa tipe iritan-primer dimana reaksi non-alergik akibat pajanan terhadap substansi iritatif, atau tipe alergik (dermatitis kontak alergik) yang disebabkan oleh pajanan orang yang sensitive terhadap alergen kontak. Reaksi pertama dari dermatitis kontak mencakup rasa gatal, terbakar, eritema yang segara diikuti oleh gejala edema, papula, vesikel serta perembasan cairan atau secret. Sedangkan pada fase subakut, perubahan vesikuler ini tidak begitu mencolok lagi dan berubah menjadi pembentukkan krusta, pengeringan, pembentukan fisura serta pengelupasan kulit. Jika terjadi reaksi yang berulang ulang atau bila pasien terus-menerus menggaruk kulitnya, penebalan kulit (likenifikasi) dan pigmentasi (perubahan warna) akan terjadi. Menurut Harrinto (2013) dermatitis kontak ialah reaksi peradangan yang terjadi pada kulit akibat pajanan dengan suatu substansi dari luar tubuh, baik dari substansi iritan maupun subastansi alergen. Dermatitis merupakan penyakit kulit
Universitas Sumatera Utara
yang sring dijumpai dalam kehidupan sehari hari, baik dimasyarakat umum, terlebih lagi masyarakat industry. Dalam era industrialisasi saat ini, terdapat kecenderungan untuk semakin banyak menggunakan bahan-bahan industry, yang meruoakan substansi alergen dan iritan, sehingga menyebabkan kenaikan prevalensi dermatitis kontak, Dermatitis kontak adalah penyakit CD4+ yang dapat terjadi akibat kontak dengan bhan tidak berbahaya, merupakan contoh reaksi DTH. Kontak dengan bahan seperti formaldehid, nikel, terpenting dan berbagai bahan aktif dalam cat rambut dan cat kuku yang menimbulkan dermatitis kontak. Tabel 2.2 Patofisiologi dermatitis kontak Infiltrasi selular pada dermis oleh: Iritan ringan Eritema dan vesikel-vesikel kecil yang mengeluarkan cairan, bersisik dan gatal. Iritan kuat Bula dam ulserasi Alergen Lesi yang berbentuk sangat jelas, dengan garis-garis lurus yang, yang mengikuti titik-titik kontak (respon klasik); eritema yang mencolok, pembentukan bula, dan edema pada area yang terkena (respon yang berat) (Sosiawa, 2014) Dermatitis merupakan peradangan pada kulit, baik pada bagian dermis ataupun epidermis yang disebabkan oleh beberapa zat alergen ataupun zat iritan. Zat tersebut masuk kedalam kulit yang kemudian menyebabkan hipersensitifitas pada kulit yang terkena tersebut. Masa inkubasi sesudah terjadi sensitisasi permulaan terhadap suatu antigen adalah 5-12 hari, sedangkan masa reaksi setelah terkena yang berikutnya adalah 12-48 jam. Bahan iritan ataupun allergen yang masuk ke dalam kulit merusak lapisan tanduk, denaturasi keratin, menyingkirkan
Universitas Sumatera Utara
lemak lapisan tanduk, dan mengubah daya ikat air kulit. Keadaan ini akan merusak sel dermis maupun sel epidermis sehingga menimbulkan kelainan kulit atau dermatitis.. 2.2.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Banyak litelatur yang menyatakan faktor-faktor yang mempengaruhi dermatitis kontak. Pernyataan-pernyataan tersebut mengarah pada dua kategori penyebab
dermatitis
kontak
yaitu
direct
causes/influence
dan
indirect
causes/influences. Secara garis besar faktor-faktor tersebut antara lain (Lestari dan Utomo, 2007): 1. Direct causes (penyebab langsung) yaitu bahan kimia, mekanik,fisika, racun tanaman, dan biologi. 2. Inderct causes (penyebab tak langsung) yaitu faktor genetic (alergi), penyakit kulit yang telah ada sebelumnya, usia, lingkungan, personal hygiene, jenis kelamin, ras, ketebalan kulit, pigmentasi, daya serap, keringat, obat/pengobatan, lama kerja, alat pelindung diri dan musim. 1. Lama Kerja Menurut Cohen (1999), lama kerja mempengaruhi kejadian dermatitis kontak, karena semakin lama kontak dengan bahan kimia maka akan semakin merusak sel kulit hingga kelapisan yang lebih dalam dan resiko terjadinya dermatitis kontak akan semakin tinggi, (Agius, 2004) juga mengatakan bahwa semakin lama bahan kimia kontak dengan kulit, makan penetrasi bahan kikia terhadap lapisan kulit akan semakin luas dan dalam hingga menyebabkan reaksi peradangan/iritasi yang lebih berat.
Universitas Sumatera Utara
2. Personal Hygiene Kebiasaan mencuci tangan yang tidak sesuai prosedur akan menyebabkan kontak bahan kimia terhadap kulit menjadi lebih lama sehingga dapat merugikan kulit (Cohen, 1999). Hipp dalam (Lestari dan Utomo, 2007) berpendapat bahwa mencuci pakaian juga merupakan salah satu usaha untuk mencegah terjadinya gejala dermatitis kontak. Sebaiknya pakaian kerja yang telah terkontaminasi bahan kimia tidak digunakan kembali sebelum dicuci. 3. Penggunaan APD Menurut Suma’mur (2014), Alat Pelindung Diri adalah suatu alat untuk melindungi diri atau tubuh dari bahaya-bahaya kecelakaan kerja, namun diakui secara tekhnis Alat Pelindung Diri tidak sempurna untuk melindungi tubuh akan tetapi dapat mengurangi tingkat keparahan pada kecelakan yang terjadi. 4. Masa Kerja Cohen (1999) mengatakan bahwa pekerja dengan masa kerja ≤ 2 tahun dapat menjadi salah satu faktor yang mengindikasi bahwa pekerja tersebut belum memiliki pengalaman yang cukup dalam melakukan pekerjaanya. Jika pekerja ini masih sering ditemui melakukan kesalahan dalam prosedur penggunaan bahan kimia, maka hal ini berpotensi meningkatkan angka kejadian dermatitis kontak pada pekerja dengan masa kerja ≤ 2 tahun. Pekerja dengan masa kerja > 2 tahun dapat dimungkinkan telah memiliki
Universitas Sumatera Utara
resistensi terhadap bahan kimia yang digunakan. Resistensi ini dikenal sebagai proses hardening yaitu kemampuan kulit yang menjadi lebih tahan terhadap bahan kimia karena pajanan bahan kimia yang terus-menerus. 2.3 Dermatitis Kontak Iritan (DKI) 2.3.1 Definisi Dermatitis kontak iritan merupakan peradangan kulit akibat kontak langsung dengan bahan yang menyebabkan iritasi. Dermatitis jenis ini merupakan reaksi non-imunologis. Demrmatitis yang disebabkan oleh substansi iritan yang kuat, seperti asam dan basa konsentrasi tinggi, dapat menyebabkan dermatitis kontak iritan akut, tetapi bila disebabkan oleh substansi iritan yang lemah seperti detergen dan air, manifestasinya sebagai dermatitis iritan kronis (Harrianto, 2013). 2.3.2 Epidemiologi Dermatitis kontak akibat iritasi merupakan jenis yang paling umum dijumoai diantara penyakit kulit akibat kerja lainnya, meliputi kira-kira dua pertiga kasus penyakit akibat kerja. Penyakit ini lebih sering terjadi di industry yang berkaitan dengan pekerjaan yang basah seperti catering, penyepuh secara eletrik, dan industry yang banyak menggunakan bahan detergen (Harrianto, 2013). Dermatitis kontak iritan dapat diderita oleh semua orang dari berbagai umur, ras dan jenis kelamin. Jumlah penderita DKI diperkirakan cukup banyak, terutama yang berhubungan dengan pekerjaan (DKI akibat kerja), namun, angkanya secara tepat sulit diketahui. Hal ini disebabkan antara lain banyak penderita yang kelainan ringan tidak dating berobat atau bahkan tidak mengeluh (Djuanda, 2011).
Universitas Sumatera Utara
Hampir tiga perempat dermatitis akibat kerja tergolong jenis ini, iritan menghasilkan efek langsung pada kulit yang kontaknya dengan efek akan tergantung pada dosis dan lama pajanan dibandingkan dengan reaksi apapun dari seseorang (Harrington, 2003). 2.3.3
Etilogi Penyebab munculnya dermatitis ini adalah bahan yang bersifat iritan,
misalnya bahan pelarut, minyak pelumas, asam, alkali, dan serbuk kayu. Kelainan kulit yang terjadi selain ditentukan oleh ukuran molekul, daya larut, konsentrasi bahan tersebut, dan vehikulum, juga dipengaruhi oleh faktor lain (Djuanda, 2011). Faktor lain yang mempengaruhi dermatitis kontak iritan: 1. Lama Kontak 2. Kekerapan (terus-menerus atau berselang) 3. Adanya oklusi menyebabkan kulit lebih permeable 4. Gesekan 5. Trauma fisis 6. Suhu dan kelembapan lingkungan. Faktor individu juga ikut berpengaruh pada DKI: 1. Perbedaan ketebalan kulit diberbagai tempat menyebabkan perbedaan permeabilitas. 2. Usia (anak dibawah 8 tahun dan usia lanjut lebih mudah teriritasi). 3. Ras (kulit hitam lebih tahan lama dari pada kulit putih). 4. Jenis Kelamin (insidens DKI lebih banyak pada wanita).
Universitas Sumatera Utara
5. Penyakit kulit yang pernah atau sedang dialami (ambang rangsang terhadap bahan iritan menurun). 2.3.4
Gejala Klinis Kelainan kulit yang terjadi sangat beragam, bergantujg pada sifat iritan.
Iritan kuat member gejala akut, sedang iritan lemah member gejala kronis. Selain itu juga banayk faktor yang mempengaruhi. Berdasarkan penyebab dan pengaruh faktor-faktor tersebut ada yang mengklasifikasikan DKI menjadi sepuluh macam, yaitu: DKI akut, lambat akut (acute delayed ICD), reaksi iritan, kumulatif, traumatif, eksikasi ekxematik, pustular dan akneformmis, noneritematosa, dan subjektif. Ada pula yang membaginya menjadi dua kategori mayor yang terdiri atas DKI akt termasuk luka bakar kimiawi dan DKI kumulatif. Kategori lain terdiri atas: DKI lambat akut, reaksi iritasi, DKI traumatic, DKI eritematosa dan DKI subyektif. 1. DKI Akut Luka bakar oleh bahan kimia juga termasuk dermatitis kontak iritan akut. Penyebab DKI akut adalah iritan kuat, misalnya larutan asam sulfat dan asam hidroklorid atau basa kuat, misalnya natrium dan kalium hidroksida. Biasanya terjadi karena kecelakaan, dan reaksi segera timbul. Intesitas reaksi sebanding dengan konsentrasi dan lamanya kontak dengan iritan, terbatas pada tempat kontak. Kulit terasa pedih, panas, rasa terbakar, kelainan yang terlihat berupa eritema edema, bula, mungkin juga nekrosis. Pinggir kelainan kulit berbatas tegas, dan pada umumnya asimetris.
Universitas Sumatera Utara
2. DKI Akut Lambat Gambaran klinis dan gejala sama dengan DKI akut, tetapi baru muncul 8 sampai 24 jam atau lebih setelah kontak. Bahan iritan yang dapat menyebabkan DKI akut lambat, misalnya podofilin, antralin, tretinoin, etilen oksida, benzalkonium klorida, asam hidrofliorat. Contohnya dermatitis yang disebabkan oleh bulu serangga yang terbang pada malam hari (dermatitis venenata). Penderita baru merasa pedih esok harinya, pada awal terlihat eritema dan sore harinya sudah menjadi vesikel atau bahkan nekrosis. 3.
DKI Kumulatif Jenis dermatitis kontak ini paling sering terjadi, nama lainnya adalah dermatitis kronis. Penyebabnya ialah kontak berulang-ulang dengan iritan lemah (faktor fisis, misalnya gesekan, trauma mikro, kelembaban rendah, panas atau dingin, juga bahan, misalnya detergen, sabun, pelarut, tanah, bahkan juga air). DKI kumulatif mungkin terjadi karena kerjasama berbagai faktor. Bisa jadi suatu bahan secara sendiri tidak cukup kuat menyebabkan dermatitis iritan, tetapi baru mampu bila bergabung dengan faktor lain. Kelainan baru nyata setelah kontak seminggu-minggu atau bulan, bahkan bisa bertahun-tahun kemudia, sehingga waktu dan rentetan kontak merupakan faktor penting. Gejala klasik berupa kulit kering, eritema, skuama, lambat laun kulit tebal (hiperkeratosis) dan likenifikasi, difus. Bila kontak terus berlangsung akhirnya kulit dapat retak seperti luka iris (fisur), misalnya pada kulit
Universitas Sumatera Utara
tumit tukang cuci yang mengalami kontak terus menerus dengan detergen. Keluhan penderita pada umunya rasa gatal karena kulit retak (fisur). Ada kalanya kelainan hanya berupa kulit kering atau skuama tanpa eritema, sehingga diabaikan oleh penderita. Setelah mengganggu, baru mendapat perhatian. DKI kumulatif sering berhubungan dengan pekerjaan, oleh karena itu lebih banyak ditemukan ditangan dibandingkan dengan bagian lain tubuh. Contoh pekerjaan yang beresiko tinggi untuk DKI kumulatif yaitu: tukang cuci, kuli bangunan, montir bengkel, juru masak, tukang kebun, penata kecantikan (rambut dan kuku). 4.
Reaksi Iritan Reaksi iritan merupakan dermatitis subklinis pada seseorang yang terpanjan dengan pekerjaan basah. Misalnya penata rambut dan pekerja logam dalam beberapa bulan pertama pelatihan. Kelainan kulit monomorf dapat berupa skuama, eritema, vesikel, pustul, dan erosi. Umumnya dapat sembuh sendiri, menimbulkan penebalan kulit (skin hardening), kadang dapat berlanjut menjadi DKI kumulatif.
5.
DKI Traumatik Kelainan kulit berkembang lambat setelah trauma panas dan laserasi. Gejala seperti dermatitis numularis, penyembuhan lambat, paling cepat 6 minggu. Paling sering terjadi di tangan.
Universitas Sumatera Utara
6. DKI Noneritematosa DKI noneritematosa merupakan bentuk subklinis DKI, ditandai perubahan fungsi sawar stratum korneum tanpa disertai kelainan klinis. 7. DKI Subyektif Juga disebut DKI sensori; kelainan kulit tidak terlihat, namun penderita merasa seperti tersengat (pedih) atau terbakar (panas) setelah ontak dengan bahan kimia tertentu, misalnya asam laktat. 2.3.5
Pencegahan Upaya pengobatan DKI yang terpenting adalah menghindari pajanan
bahan iritan, baik yang bersifat mekanik, fisis, maupun kimiawi serta menyingkirkan faktor yang memperberat. Bila hal ini dapat dilaksanakan dengan sempurna dan tidak terjadi komplikasi, maka DKI tersebut akan sembuh dengan sendirinya tanpa pengobatan topical, mungkin cukup dengan pelembab untuk memperbaiki kulit kering. Pendidikan kepada pekerja suatu perusahaan tempat usuda tentang penggunaan alat dan akibat buruk yang mungkin terjadi kalau terpajan.
Jika pederita adalah pekerja yang sering kontak dengan bahan-bahan iritan, dapat memberikan edukasi ke pasien dan perusahaan tempatnya bekerja berupa pencegahan seperti pemakaian masker, sarung tangan, perawatan kulit sehari-hari terutama yang mempunyai kulit sensitif. Penggunaan bahan-bahan iritan di dalam rumah tangga sehari-hari seperti detergent, larutan pembersih, kosmetik, dan obat-obatan topikal tertentu juga harus dipantau, jika terjadi reaksi
Universitas Sumatera Utara
akut, maka penghentian pemakaian substansi tersebut harus segera dilakukan dan segera menghubungi pelayanan kesehatan setempat.
Pelaksanaan uji tempel pada calon pekerja, sehingga dapat menempatkan pekerja di bagian yang tidak kontak dengan bahan iritan. Pemeriksaan kesehatan secara rutin dan berkala kepada para pekerjaan, dalam penggunaan bahan-bahan tertentu di dalam keseharian di rumah dan jangan menggunakan bahan yang sensitif terhadap kulit.
Kedisiplinan dalam hal pemakaian alat pelindung diri diperlukan bagi mereka yang bekerja dengan bahan iritan, sebagai salah satu upaya utama pencegahan. 2.4 Dermatitis Kontak Alergi (DKA) 2.4.1 Definisi Dermatitis kontak alergi adalah suatu proses peradangan kulit akibat kontak dengan substansi eksternal, tetapi berbeda dengan dermatitis kontak akibat iritasi, kelainan kulit ini diakibatkan oleh suatu proses imunologis. Tidak seperti dermatitis kontak akibat iritasi, kelainan kulit ini tidak menyebabkan kerusakan langsung pada lapisan korneum kulit. Sebelum individu menjadi sensitive pada suatu alergen, ia harus menaglami beberapa kali kontak dengan substansi alergen tersebut terlebih dahulu (Harrianto, 2013). 2.4.2 Epidemiologi Bila dibandingkan dengan DKI jumlah penderita DKA lebih sedikit, karena hanya mengenai orang yang keadaan kulitnya sengat peka (hipersensitif).
Universitas Sumatera Utara
Diramalkan bahwa jumlah DKA maupun DKI makin bertambah siring dengan bertambahnya jumlah produk yang mengandung bahan kimia yang dipakai oleh masyarakat sangat sedikit, sehingga berapa angka yang mendekati kebeneran belum didapat (Djuanda, 2011). Dermatitis kontak alergik merupakan 15-20% dari semua dermatitis akibat kerja. Respon biasanya spesifik untuk satu bahan, tetapi biasanya tertunda satu minggu atau lebih setelah kontak. Episode sensitisasi pertama mungkin memerlukan waktu beberapa jam, tetapi reaksi berikutnya dapat tercetus oleh pemajanan yang sangat singkat (Harrington, 2005). Dahulu diperkiran bahwa kejadian DKI akibat kerja sebanyak 80% dan DKA 20% tetapi data baru dari Inggris dan Amerika Serikat menunjukan bahwa dermatitis kontak akibat kerja tiga kali lebih sering dari pada DKA akibat kerja (Djuanda, 2011). 2.4.3 Etiologi Penyebab DKA adalah bahan kimia sederhana dengan berat molekul umumnya rendah (<1000 dalton), merupakan alergen yang belum diproses disebut hapten, bersifat lipofilik, sangat reaktif, dapat menembus stratum korneum sehingga mencapai sel epidermis dibawahnya (sel hidup) (Djuanda, 2011). Mekanisme respon itu merupakan reaksi hipersensitivitas yang lambat. Alergen (hapten) bergabung dengan protein dalam epidermis, ditelan oleh makrofag kulit, dan dibawa kejaringan limfe. Didalam kelenjar limfe regional, dihasilkan antibody sirkulasi yang kemudian siap bereaksi lokal kontak selanjutnya dengan kompleks hapten-protein. Efek akutnya adalah eritema, erupsi,
Universitas Sumatera Utara
vesikulasi, mengeluarkan lender, dan deskuamasi. Dalam bentuk kronik, reaksi ini menimbulkan penebalan jaringan kulit (Harrington, 2005) Faktor yang berpengaruh dalam timbulnya DKA menurut Djuanda (2011): 1. Potensi sensitisasi alergen, dosis perunit area 2. Luas daerah yang terkena 3. Lama pajanan 4. Oklusi 5. Suhu 6. Kelembaban lingkungan 7. Vehikulum 8. pH Faktor
individu yang berpengaruh dalam timbulnya DKA menurut
Djuanda (2011): 1. Keadaan kulit pada lokasi kontak (keadaan stratum korneum, ketebalan epidermis). 2. Status imunologik (misalnya sedang menderita sakit, terpaan sinar matahari). 2.4.4 Gejala Klinis Penderita umumnya mengeluh gatal. Kelainan kulit bergantung pada keparahan dermatitis dan lokalisasinya. Pada yang akut dimulai dengan bercak eritematosa yang terbatas jelas kemudian diikuti edema, papulovesikel, vesikel atau bula. Vesikel atau bula dapat pecah menimbulkan erosi dan eksudasi (basah). DKA akut ditempat tertentu, misalnya kelopak mata, penis, skrotum, eritema dan
Universitas Sumatera Utara
edema lebih dominan daripada vesikel. Pada yang kronis terlihat kulit kering, berskuama, papul, likenifikasi dan mungkin juga fisur, batasnya tidak jelas. Kelainan ini sulit dibedakan dengan dermatitis kontak iritan kronis: mungkin penyebabnya juga campuran. DKA dapat meluas ketempat lain, misalnya dengan cara autosesitisasi. Sclap, telapak tangan dan kaki relative resisten terhadap DKA (Djuanda, 2011). Perjalanan penyakit termasuk keluhan tambahan seperti erosi. Penderita selalu mengeluh gatal (Siregar, 2005). Berbagai lokasi terjadinya DKA menurut Djuanda (2011) 1. Tangan Kejadian dermatitis kontak iritan maupun alergik paling sering ditangan, mungkin karena tangan merupakan organ tubuh yang paling sering digunakan untuk melakukan pekerjaan sehari-sehari. Penyakit kulit akibat kerja, sepertiga atau lebih mengenai tangan. Tidak jarang ditemukan riwayat atopi pada penderita (Djuanda, 2011). 2. Lengan Alergen umumnya sama dengan pada tangan, misalnya oleh jam tangan(nikel), sarung tangan karet, debu semen, dan tanaman. Diketiak dapat disebabkan oleh deodorant, anti perspiran, formaldehid yang ada dipakaian. 3. Wajah Dermatitis kontak pada wajah dapat disebabkan oleh bahan kosmetik, spons (karet), obat topical, alergen diudara (aero-alergen), nikel (tangkai kacamata), semua alergen yang kontak dengan tangan dapat mengenai
Universitas Sumatera Utara
muka, kelopak mata, dan leher pada waktu menyeka keringat. Bila dibibir atau sekitarnya mungkin disebabkan oleh lipstick, pasta gigim getah buahbuahan. Dermatitis di kelopak mata dapat disebabkan oleh cat kuku, cat rambut, mascara, eye shadow, obat tetes mata, salap mata (Djuanda, 2011). 4. Telinga Anting atau jepit telinga terbuat dari nikel, penyebab dermatitis kontak pada telinga. Penyebab lain, misalnya obat topical, tangkai kacamata, cat rambut, hearing-aids, gagang telepon. 5. Leher Penyebab kalung dari nikel, cat kuku (yang berasal dari ujung jari), parfum, alergen di udara, zat pewarna pakaian. 6. Badan Dermatitis kontak dibadan dapat disebabkan oleh tekstil, zat warna, kancing logam, karet (elastik, busa), plastik, detergen, bahan pelembut atau pewangi pakaian. 7. Genitalia Penyebabnya dapat antiseptic, obat topical, nilon, pembalut wanita, alergen yang berada ditangan, parfum, kontrasepsi, detergen,. Bila mengenai daerah anal, mungkin disebabkan oleh obat antihermoid. 8. Paha dan Tungkai Bawah
Universitas Sumatera Utara
Dermatitis di tempat ini dapat disebabkan oleh tekstil, dompet, kunci (nikel), kaos kaki nilon, obat topical, semen, sapatu/sandal. Pada kaki dapat disebabkan oleh detergen, bahkan pembersih lantai.
9. Dermatitis kontak sistemik Terjadi pada individu yang telah tersensitisasi secara topical oleh suatu alergen, selanjutnya terpajan secara sistemik, kemudian timbul reaksi terbatas pada tempat tersebut. Walaupun jarang terjadi, reaksi dapat meluas bahkan sampai eritroderma. Penyebabnya, misalnya nikel, formaldehid, balsam peru. 2.4.5
Pencegahan
Pencegahan Menghindari Alergen Setelah kemungkinan penyebab masalah dermatologi pasien telah ditentukan oleh uji tempel, sangat penting untuk menyampaikan informasi ini kepada pasien dengan cara yang mudah dimengerti. Ini melibatkan penjelasan cermat terhadap bahan yang mengandung alergen. Namun, untuk beberapa bahan kimia (seperti nikel dan kromium logam), penghindaran langsung setelah sekali sensitisasi tidak selalu menghasilkan perbaikan gejala. Secara keseluruhan, prognosis untuk alergi akibat kerja ini buruk. Dengan demikian, menghindari alergen yang sudah pernah terpapar sekali adalah pencegahan yang tidak memadai. Selain itu, menasihati pekerja dengan DKA untuk meninggalkan posisi mereka saat ini mungkin bukan saran terbaik, terutama jika perubahan pekerjaan akan menghasilkan dampak ekonomi yang signifikan buruk.
Universitas Sumatera Utara
Induksi Ambang Batas untuk pencegahan DKA yang benar terletak pada penentuan ambang batas untuk induksi penyakit. Berdasarkan informasi ini, produk dapat dipasarkan dan tempat kerja dirancang agar mengandung alergen pada tingkat bawah ambang batas 2.5 Pekerjaan Salon Kecantikan Kuku Pekerjaan Salon kecantika dapat dibagi menjadi 2 kategori, berdasarkan pelayanan umum maupun khusus. Pada umunya salon pada umumnya melayani berbagai macam perawatan. Termasuk untuk kecantikan tubuh, rambut dan kuku. Ada juga salon khusus yang hanya melayani perawatan dan kecantikan kuku. 2.5.1 Bahaya Keselamatan Kerja Bahaya keselamatan didefinisikan sebagai zat (bahan baku), mesin atau peralatannya bisa menyebabkan luka sederhana atau serius yang berpengaruh untuk ketidak hadiran kerja yang berlangsung setidaknya 24 jam. Jenis-jenis kecelakaan yang biasa terjadi adalah luka akibat alat pemotong kuku yang tajam, kelelahan. 2.5.2
Bahaya Kesehatan Kerja Bahaya kerja didefinisikan sebagai patologis, apakah disebabkan fisik,
kimia atau biologis agen, yang muncul sebagai konsekuensi dari pekerjaan yang dilakukan karyawati atau lingkungan tempat dia bekerja. Bahaya kesehatan kerja di Salon Kecantikan Kuku diantaranya organik dan anorganik, bahan kimia yang terdapat Pada pembersih cat kuku pada kuku, zat pewarna kuku, pelembab kuku, pemotong kutikula dan kuku buatan.
Universitas Sumatera Utara
Dermatitis kontak merupakan salah satu bahaya kesehatan yang terdapat pada pekerja salon kecantikan kuku. Jenis paparan bahan kimia yang ada di salon kecantikan kuku yaitu, nitroselulosa, polimer metakrilat, polimer vinil formaldehid,
p-toluene sulfonamid, poliamide, akrilat, alkyd dan vinil resin.
(Piraccini, 2007). 2.6 Manicure dan Pedicure Manikur berasal dari bahasa Latin yaitu manus (tangan) dan cura (perawatan). Manikur adalah perawatan untuk kuku dan tangan sedangkan pedikur adalah perawatan untuk kaki. Tata cara manikur dan pedikur pada dasarnya sama. Manikur standar dapat dilakukan di rumah dengan cara memotong, mengikir dan mengecat kuku. Perawatan manikur ini meliputi merendam kuku dalam cairan sabun yang hangat untuk melunakkan nail plate dan kutikula. Kuku dipotong, dikikir dan kutikula didorong ke arah proksimal dengan orange stick dan mengoleskan basecoat, nail polish dan topcoat. Manikur sering dilengkapi dengan menghias kuku, yang akan dibahas tersendiri dalam tinjauan pustaka ini. (Piraccini, 2007). Manikur diperlukan untuk perawatan kuku tapi juga merupakan sumber masalah dermatologi apabila tidak tepat. Perendaman tangan dengan air sabun dapat menyebabkan dermatitis kontak iritan periungual pada individu yang mempunyai predisposisi hand eczema. (Rich, 2001) Efek samping lain adalah ingrowing nail yang disebabkan oleh pemotongan pada bagian sudut kuku.(Draelos, 2007).
Universitas Sumatera Utara
2.6.1 Cat kuku (nail polish/nail enamel) Cat kuku merupakan pigmen yang diendapkan dalam pelarut yang mudah menguap untuk menutupi warna alami kuku. Nail polish, basecoat dan topcoat, mempunyai formulasi dasar yang sama dan mengeras dengan penguapan. (Rich, 2001). Komponen yang menyusun cat kuku adalah 1) Pembentuk selaput utama/film (15%) yaitu nitroselulosa, polimer metakrilat, polimer vinil, merupakan komponen tahan air yang menghasilkan selaput mengkilat dan melekat pada nail plate; 2) Selaput untuk membentuk resin (7%) yaitu formaldehid,
p-toluene sulfonamid, poliamide, akrilat, alkyd dan vinil resin,
untuk melekatkan kuku dengan cat dan meningkatkan kilauan; 3) Plasticizers/zat plastik (7%) yaitu dibutil pthalat, dioktil pthalat, trikresil pospat, kamfor, minyak jarak, trifenil fosfat untuk meningkatkan kelenturan; 4) Pelarut dan cairan lain (70%) untuk memodifikasi viskositas yaitu asetat, keton, toluen, xylene, alkohol, metilen klorida, eter; 5) Pewarna (0-1%) yaitu pigmen organik dan anorganik; 6) Pengisi yaitu guanine fish scale atau titanium dioksida dilapisi mica flakes atau bismut oksiklorida untuk pewarnaan; 7) Bahan pengendap (1%), tetapi tidak selalu ditambahkan. Efek samping yang terjadi pada pemakaian cat kuku ini bervariasi. Dermatitis kontak Iritan (DKI), terhadap cat kuku merupakan efek samping yang sering dilaporkan pada 1–3% populasi. Dermatitis dapat terjadi di sekitar area pemakaian (periungual) maupun di tempat jauh (dermatitis ektopik). DKI periungual ditandai dengan eritem dan edema pada lipatan kuku proksimal dan ujung jari. Penyebab utama dermatitis kontak adalah toluen sulfonamid
Universitas Sumatera Utara
formaldehid resin (TSFR) atau butiran nikel (khususnya pada dermatitis ektopik) yang ditambahkan agar cat kuku tetap cair. DKI airborne dicurigai jika terjadi pada wajah, leher, telinga secara simetris dan melibatkan kelopak mata bagian bawah. (Barran, 2005). 2.6.2 Nail Hardener Nail hardener Nail hardener ditemukan pertama kali tahun 1960, merupakan cairan modifikasi dari nail polish, dengan kandungan formaldehid 1– 2%, dan ditambah dengan bahan lain seperti keratin, vitamin, kalsium fluorida, natural oils, serabut nilon, teflon dan sutra. Cairan ini biasa dikenal dengan pelapis dasar (basecoat ) Pemakaian nail hardener jangka lama dapat menyebabkan kuku rapuh, diskolorisasi biru kemerahan disertai rasa nyeri. Efek lain adalah paronikia, hiperkeratosis subungual dan kering pada ujung jari dan dermatitis kontak iritan. (Lorizzo, 2007). 2.6.3 Nail Enamel Remover Nail enamel remover merupakan cairan yang mengandung pelarut kuat yaitu alkohol, etil asetat atau butil asetat, berfungsi untuk menghapus nail enamel dari nail plate. Penghapus cat kuku juga mengandung material lemak seperti setil alkohol, setil palmitat, lanolin, castor oil dan minyak sintetis lain yang berfungsi untuk melembabkan kuku. Efek yang terjadi akibat pemakaian bahan ini adalah iritasi, onychoschizia dan kuku rapuh. (Barran, 2005). Kuku rapuh terjadi karena paparan nail enamel remover mengganggu perlekatan antar sel pada lempeng kuku. Dermatitis pada area yang jauh berupa
Universitas Sumatera Utara
bula pada dua jari karena nail enamel remover non aseton pernah dilaporkan kejadiannya. 2.6.4 Nail cuticle remover Nail cuticle remover merupakan krim atau cairan yang berisi alkali (sodium hidroksida dan potasium hidroksida 2-5%), gliserol dan propilen glikol sebagai humektan untuk mengurangi iritasi, menurunkan penguapan, dan meningkatkan viskositas. Sediaan yang lebih ringan berisi garam anorganik (trisodium pospat atau tetrasodium piropospat) atau organik (trietanolamin). Sediaan lain yang dikenal dengan cuticle softener, mengandung ammonium quaternary 3–5% dan urea, yang berfungsi untuk melunakkan kutikula sehingga memudahkan menghilangkan kutikula secara mekanis ( Drealos, 2007) Krim atau cairan ini dioleskan pada dasar kuku selama beberapa menit, kemudian kutikula didorong ke proksimal nail plate dengan orange stick. Manikuris biasanya memakai pemotong berbentuk V atau gunting untuk memotong kutikula. Efek yang paling sering terjadi adalah iritasi jika nail cuticle remover menempel terlalu lama. Mendorong kutikula dengan kasar bisa menyebabkan leukonikia transversal. Efek lain adalah paronikia dan infeksi sekunder oleh bakteri atau jamur saat terpaparan yang bersifat kumulatif pada pekerja. 2.6.5
Pelembab kuku (nail moisturizer) Pelembab kuku merupakan krim atau lotion yang tersusun dari bahan
oklusif seperti petrolatum, minyak mineral atau lanolin; humektan seperti gliserol, propilen glikol dan protein dan ingredient aktif untuk meningkatkan daya
Universitas Sumatera Utara
ikat air pada nail plate yaitu AHA, asam laktat dan urea. Tujuan pemberian pelembab kuku adalah untuk meningkatkan kandungan air pada kuku. Pemakaian AHA, asam laktat dan urea dapat menyebabkan dermatitis kontak iritan. Bahan dengan konsentrasi tinggi dapat menyebabkan luka bakar pada kutikula yang terbelah atau saat pekerja terpeleset alat pemotong kuku dan mengenai sendiri. 2.6.6 Kuku buatan (Artificial nail)/ Kuku tambahan (kuku plastik/press-on nail/ preformed artificial nail) Kuku tambahan merupakan kepingan plastik berwarna atau tidak berwarna yang direkatkan dengan lem pada seluruh kuku atau pada ujung kuku. Kuku plastik mengandung tricresyl ethyl phthalate, sedangkan lem mengandung etil sianoakrilat (lebih dari 90%), hidrokinon, asam sulfonat organik dan akrilik monomer yang lain ( Lorizzo. M, 2007) Efek samping pemakaian kuku tambahan pada pekerja yaitu DKI karena tricresyl ethyl phthalate sangat jarang terjadi. DKI biasanya disebabkan oleh lem yang digunakan untuk merekatkan kuku plastik. Oklusi permanen dengan kuku buatan yang menutupi seluruh kuku menyebabkan iritasi dan merusak nail plate. Kuku yang lebih panjang baik natural atau buatan menyebabkan kolonisasi bakteri pada tepi bebasnya. Penelitian di Okahoma selama 15 bulan terhadap 439 bayi yang dirawat di NICU, sebanyak 46 (11%) terinfeksi P. aeruginosa dan (35%) meninggal. Penelitian lain pada tahun 1998 oleh Edel dkk, menemukan kolonisasi bakteri batang gram negatif lebih banyak pada pekerja kecantikan kuku yang memakai kuku buatan. Penelitian McNeil dkk (2001) mendapatkan pekerja
Universitas Sumatera Utara
kesehatan yang memakai kuku buatan. Pekerja kesehatan yang memakai kuku buatan mempunyai kolonisasi mikroba yang lebih banyak setelah cuci tangan dengan sabun atau gel. Efek samping pada pemakaian kuku tambahan disebabkan oleh cairan untuk melepas kuku buatan, cat kuku, atau perekat yang mengandung sianoakrilat. Bahan ini sering menyebabkan DKI pada periungual, onikodistrofi dan dermatitis ektopik pada wajah, kelopak mata dan beberapa bagian tubuh lain. Shilley dan Shilley melaporkan DKI karena sianoakrilat yang menyerupai parapsoriasis small plaque (Hecke, 2001). 2.6.7
Kuku pahat (sculptured nail) Kuku Pahat merupakan kombinasi cairan monomer etil metakrilat dan
serbuk polimer polimetil metakrilat yang diawetkan dengan aselerator organik (benzoil peroksida) pada suhu kamar. Pasta ini dituangkan ke cetakan pada nail plate dan mengalami polimerisasi dengan adanya katalis sehingga terbentuk lapisan yang keras. Setelah itu kuku akrilik dihaluskan, dibentuk dan dioles cat kuku. Celah yang timbul antara lipatan kuku proksimal dan kuku akrilik karena pertumbuhan kuku harus dipahat lagi untuk mempertahankan bentuk asli. Efek samping pemakaian kuku akrilik ini bervariasi, diantaranya reaksi iritasi, yang dapat terjadi setelah 2-4 bulan atau 16 bulan pemakaian. Gejala awalnya adalah gatal, kering dan menebal pada nail bed kemudian terjadi onikolisis. Nail plate menjadi tipis, robek dan diskolorisasi. Paronikia biasanya muncul pada reaksi alergi, berupa rasa nyeri di sekitar kuku atau parestesia.
Universitas Sumatera Utara
Reaksi iritasi terhadap monomer ditandai dengan penebalan keratin pada nail bed, dengan atau tanpa onikolisis. Iritasi juga terjadi apabila asam metakrilat mengenai kutikula. Abrasi kutikula sebelum aplikasi kuku pahat merupakan pintu masuk
organisme.
Selain
itu
kuku
pahat
juga
merupakan
tempat
perkembangbiakan bakteri sehingga meningkatkan risiko infeksi. Peningkatan hidrasi pada kuku karena terhambatnya penguapan nail plate dapat meningkatkan pertumbuhan mikroba. (Baran, 2002). 2.6.8 Kuku gel (Photobonded nail) Bentuk kuku pahat yang lain adalah kuku gel, yang terdiri dari campuran monomer etil sianoakrilat dan polimetil metakrilat, dengan serbuk polimer polimetil metakrilat. Kuku gel dioles seperti cat kuku biasa, kemudian jari tangan dimasukkan dalam kotak cahaya ultraviolet (UV) lemah selama 1-2 menit. Setelah itu, dioles cat kuku, lapisan pengkilat kuku dan masing-masing disinar UV lagi. ( Rich, 2001). Efek yang terjadi pada pemakaian kuku gel adalah reaksi alergi. Penyusutan gel yang ditandai dengan perasaan ketat pada nail bed, pada nail plate hangat, tegang dan luka pada ujung jari. Reaksi lain berupa lepasnya kuku dan parestesia. Hemmer dkk pada tahun 1996 melakukan penelitian patch test dengan kuku gel hipoalergenik pada penderita eksema subungual dan perionikia karena kuku photobonded. Alergen yang relevan adalah trietilenglikol dimetakrilat, hidroksifungsional dimetakrilat dan metakrilat uretan.
Universitas Sumatera Utara
Lazarov (2007) meneliti iritan yang sering menyebabkan DKI pada pasien DKI yang mayoritas adalah pekerja kecantikkan kuku disebabkan oleh kuku tambahan. Alergen yang paling sering menyebabkan DKI adalah 2-hidroksietil metakrilat, 2-hidroksipropil metakrilat, etilenglikol dimetakrilat dan etil metakrilat. 2.7
Kerangka Konsep Berdasarkan teori-teori dermatitis kontak diatas maka penulis menyusun
variabel untuk diteliti lebih lanjut yaitu faktor – faktor yang berhubungan dengan gejala dermatitis kontak iritan pada pekerja kecantikkan kuku di salon sebagai variabel independen dan gejala dermatitis kontak iritan pada pekerja kecantikkan kuku di salon sebagai variabek dependen. Faktor-faktor yang berhubungan dengan gejala dermatitis kontak iritan diantaranya adalah faktor usia, lama bekerja, personal hygiene, penggunaan APD dan masa kerja.
Variabel Independen 1. 2. 3. 4. 5.
Usia Lama Bekerja Personal Hygiene Penggunaan APD Masa Kerja
Variabel Dependen Gejala Dermatitis Kontak Iritan
Universitas Sumatera Utara